You are on page 1of 8

Karakteristik Komposisi Asam Lemak ...

(Eky)

KARAKTERISTIK KOMPOSISI ASAM LEMAK PADA BIJI KAKAO DARI 12


DAERAH DI SULAWESI SELATAN
Characteristics of Fatty Acid Cocoa Bean From 12 Regions of South Sulawesi

Eky Yenita Ristanti, Suprapti dan Dhenok Anggraeni


Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Jl. Abdurrahman Basalamah No. 28 Makassar
Pos-el: eky.yristanti@gmail.com
(Artikel diterima 20 Mei 2016 ; direvisi 18 Juni 2016 ; disetujui 30 Juni 2016)

Abstrak. Fatty acids are among the important characteristics of cocoa in the industry. The composition
of fatty acids in cocoa butter contributes to the hardness of cocoa butter. This research aims to know the
characteristics of cocoa bean obtained from 12 regions in South Sulawesi. Fatty acids were analyzed
usingg as chromatography. The results showed that the dominant fatty acids in cocoa bean were stearic
acid, oleic acid, and palmitic acid, whereas highest fatty acids contents were found in cocoa beans from
Sinjai Region and the lowest one were found in cocoa beans from Soppeng Region.
Keywords: Fatty acids, Cocoa Beans, Composition, Gas Chromatography, SouthSulawesi

Abstrak. Asam lemak merupakan salah satu karakteristik kakao yang penting dalam industri.
Komposisi asam lemak dalam lemak kakao akan mempengaruhi kekerasan dari lemak kakao tersebut.
Selain itu, komposisi asam lemak pada lemak kakao juga berkontribusi pada manfaatnya terhadap
kesehatan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik asam lemak di biji kakao dari 12
daerah di Sulawesi Selatan. Analisis-analisis asam lemak dilakukan dengan metode kromatografi gas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asam lemak yang dominan pada biji kakao adalah asam
stearat, asam oleat dan asam palmitat, dengan kadar asam lemak tertinggi dimiliki oleh biji kakao dari
Kabupaten Sinjai dan kadar asam lemak terendah dimiliki biji kakao dari Kabupaten Soppeng.
Kata Kunci: Asam Lemak, Biji Kakao, Komposisi, Kromatografi Gas Sulawesi Selatan

PENDAHULUAN kecerahan, kontraksi selama pencetakan dan


kelumeran pada mulut, dengan kecepatan
Cokelat adalah suspensi semi-padat
pelepasan citarasa pada penginderaan
yang tersusun atas 70 % partikel padat
(Timms, 2003).Lemak kakao merupakan
halus campuran gula dan kakao (dan susu
lemak nabati utama yang digunakan pada
bubuk, tergantung pada jenisnya), dalam
industri cokelat karena karakteristik reologi,
fase kontinyu lemak (Afoakwa, 2010).Biji
tekstur dan kimia seperti komposisi asam
kakao yang menjadi bahan baku pembuatan
lemak trigliserida.Kekerasan dari lemak
cokelat, merupakan biji dari tanaman
kakao ini tergantung pada kandungan asam
Theobroma cacao. Pada biji kakao ini,
lemak jenuh dan tak jenuh yang terikat pada
terkandung lemak kakao sebanyak sekitar
trigliserida dan pada kandungan asam lemak
54%. Secara umum, 100 gram biji kakao
bebasnya (Guehi, et al., 2008).
jika diekstrak akan menghasilkan 40 gram
Lemak kakao diperoleh melalui
lemak kakao, 40 gram bubuk cokelat (residu
ekstraksi biji kakao baik secara mekanis atau
setelah ekstraksi yang masih mengandung
kimiawi.Lemak kakao memiliki komposisi 98%
lemak 10-24% lemak) dan 20 gram material
lipida netral dan 2% lipida polar. Lipida netral
pengotor (kulit biji, kelembaban dan kotoran)
didominasi oleh trigliserida dengan asam oleat
(Timms dan Stewart, 1999 dalam De Clercq,
teresterifikasi pada posisi sn-2, sedangkan
2011)
lipida polar terdiri atas 30% fosfolipid dan 70%
Lemak kakao berperan sebagai matriks
glikolipida. Asam lemak yang paling banyak
pendispersi dari partikel padat kakao, gula
terdapat pada trigliserida adalah asam
dan susu. Lemak kakao juga berperan dalam
palmitat, asam stearat, asam oleat, dan asam
menentukan kualitas produk akhir seperti
linoleat (Bertazzo et al., 2013).
kekerasan dan kerenyahan pada suhu ruang,

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 15


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 15-22

The Federation of Cocoa Commerce Secara umum, konsumsi asam lemak


Market mengklasifikasikan lemak kakao jenuh dikaitkan dengan peningkatan risiko
menjadi lemak kakao press, lemak kakao penyakit jantung koroner, karena dapat
ekspeller (peras) dan lemak kakao olahan meningkatkan kolesterol total dan LDL.
(refined cocoa butter).Kualitas terbaik dimiliki Asam stearat merupakan perkecualian,
oleh lemak press murni, yang dihasilkan dimana asam stearat tidak meningkatkan
melalui pengempaan hidrolik pasta kakao kadar lipid serum ksebagaimana asam
yang berasal dari biji berkualitas baik. lemak jenuh lainnya.Jika asam lemak jenuh
Sedangkan proses ekspeller, memberikan dengan rantai lebih pendek seperti asam
rendemen lemak kakao yang lebih sedikit miristat (14: 0) dan asam palmitat (16: 0)
(80%) dibandingkan dengan lemak kakao sering dikaitkan dengan peningkatan LDL
press (89%). Lemak kakao olahan (refined dan aterosklerosis, tidak demikian halnya
cocoa butter) melibatkan proses pengempaan dengan asam stearat. Meskipun kadar
hidrolik, ekspeller, serta ekstraksi pelarut lemak coklat relatif tinggi, sepertiga dari lipid
yang dinetralkan dengan larutan alkali dalam lemak kakao adalah asam stearat
dan dihilangkan warnanya, misal dengan (18: 0), yang bersifat non-aterogenik dan
menggunakan bentonit (Venter, 2007). menunjukkan respon kolesterolemik netral
Lemak kakao seharusnya mengandung pada manusia. The 2010 Dietary Guidelines
kurang dari 1,75%asam lemak bebas (FFA, Advisory Committee’s merekomendasikan
berdasarkan pada kandungan asam oleat) bahwa lemak kakao dianggap berbeda
menurut European Union Directive (1973) dari lemak yang dapat meningkatkan kadar
dan harus bebas dari off-flavour, jamur dan kolesterol(Katz, 2011).
ketengikan (De Clercq, 2012). Standar mutu Lemak kakao asal Indonesia terkenal
lemak kakao menurut SNI 3748:2009 dapat karena memiliki tingkat kekerasan yang lebih
dilihat pada tabel 1. tinngi daripada lemak kakao dari Afrika. Jika
digunakan dalam pembuatan cokelat, maka
Tabel 1. Syarat Mutu Lemak Kakao akan menghasilkan cokelat yang lebih tidak
gampang meleleh. Pengetahuan mengenai
karakteristik asam lemak penting untuk
pengembangan produk kakao.Sayangnya,
masih sedikit studi mengenai karakteristik
asam lemak dari biji kakao yang dijual di
pasaran pada daerah-daerah penghasil
kakao di Sulawesi Selatan masih terbatas.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui karakteristik asam lemak
biji kakao dari 12 kabupaten di Sulawesi
Selatan.

METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah biji kakao yang diambil
dari 12 kabupaten di Sulawesi Selatan yaitu
Pinrang (PNR), Luwu (LW), Palopo (PLP),
Luwu Utara (LUT), Luwu Timur (LTM), Bone
(BON), Soppeng (SOP), Bantaeng (BTG),
Bulukumba (BKU), Sinjai (SJI), Enrekang
(ENK), dan Tana Toraja (TOR).
(BSN, 2009)

16 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Komposisi Asam Lemak ... (Eky)

Bahan kimia yang digunakan antara Metode Analisis


lain larutan heksana, larutan metil ester Analisis asam lemak dilakukan di
asam lemak(FAME), larutan NaOH 0,5 N Laboratorium Terpadu IPB dengan metode
dalam methanol, larutan BF3 20%, larutan Gas Chromatography (GC) dengan mengacu
NaCl jenuh, isooktana dan Na2SO4 anhidrat. pada AOAC 2005 Method 969.33 mengenai
Alat-alat yang digunakan antara lain asam lemak dalam minyak dan lemak.
kertas saring, labu lemak, alat soxhlet, Pertama-tama dilakukan hidrolisis
pemanas listrik, oven, neraca analitik, kapas dan esterifikasi terhadap lemak kakao yang
bebas lemak, syringe 10μL, penangas air, akan dianalisa komposisi asam lemaknya.
tabung bertutup Teflon, neraca analitik, pipet Sebanyak 20-40 mg sampel lemak ditimbang
mikro dan instrumen GC (Shimadzu GC- dalam tabung bertutup teflon, kemudian
2010 Plus). ditambahkan dengan 1 mL NaOH 0,5N dalam
metanol dan dipanaskan dalam penangas air
Metode selama 20 menit. Selanjutnya, ditambahkan
dengan 2 mL BF3 20% dan 5 mg/mL standar
Metode Pengambilan Contoh
internal, kemudian dipanaskan kembali
Pengambilan contoh biji kakao
selama 20 menit dan didinginkan. Sampel
kering dilakukan dengan metode purposive
kemudian ditambahkan dengan 2 mL NaCl
sampling. Biji kakao asalan diambil
jenuh dan 1 mL isooktana, lalu dikocok
secara acak di kelompok tani yang telah
dengan baik. Lapisan isooktana dipindahkan
mendapatkan bantuan dari program Gernas
dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung
Kakao. Setiap daerah diambil sebanyak 10
yang berisi ± 0,1 g Na2SO4 anhidrat dan
kg biji kakao kering.
dibiarkan 15 menit.Fase cair dipisahkan dan
Dari 10 kg biji kakao kering, disampling
selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas.
sebanyak 1 kg untuk tiap-tiap daerah dan
Alat kromatografi gas diatur sebagai
dikirim ke laboratorium untuk dianalisa
berikut:
kandungan asam lemaknya
• Kolom : cyanopropil methy
Metode Persiapan Sampel Lemak Kakao sil
Metode persiapan sampel lemak • Dimensi kolom :panjang = 60 m;
kakao mengacu pada SNI 01-2891-1992. Ødalam= 0,25 mm;ketebalan film = 0,25
Sampel biji kakao yang telah dihaluskan μm
ditimbang sebanyak 1-2 gram, kemudian • Laju alir N2 : 30 mL/ menit
dimasukkan ke dalam selongsong kertas • Laju alir He : 30 mL/ menit
uang dialasi dengan kapas.Selongsong • Laju alir H2 : 40 mL/ menit
kertas tersebut disumbat dengan kapas dan • Laju alir udara : 400 mL/ menit
dikeringkan dalam oven pada suhu tidak • Suhu injektor : 220o C
lebih dari 80oC selama kurang lebih 1 jam, • Suhu detektor : 240o C
kemudian dimasukkan ke dalam alat soxhlet • Suhu kolom : Program temperatur
yang telah dihubungkan dengan labu lemak
berisi batu didih yang telah dikeringkan Laju Temperatur Hold Time
dan diketahui bobotnya. Ekstrasi dilakukan (oC/ menit) (oC) (menit)
dengan pelarut heksana selama kurang lebih - 125 5
6 jam. Heksana disuling dan ekstrak lemak 10 185 5
yang diperoleh dikeringkan dalam oven 5 205 10
pengering pada suhu 105oC.Lemak yang 3 225 7
diperoleh didinginkan dan ditimbang. Kadar Rasio : 1:80
lemak dihitung sebagai berikut: • Volume injek :1μL
W-W1 • Kecepatan linier : 20 cm/ detik
% Lemak = –––––––– X 100 %
W2

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 17


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 15-22

Sebanyak 1μL pelarut diinjeksikan pada biji kakao dari 12 Kabupaten di Sulawesi
kedalam kolom. Bila aliran gas pembawa Selatan ditampilkan pada Tabel 1.
dan sistem pemanasan sempurna, puncak Dari Gambar 1, diketahui bahwa
pelarut akan nampak dalam waktu kurang kandungan lemak yang tertinggi dimiliki oleh
dari 6 menit. Waktu retensi dan puncak biji kakao dari daerah Pinrang, yaitu sebesar
masing-masing komponen diukur dan 38,21%, disusul oleh Palopo, yaitu sebesar
dibandingkan dengan standar. Jumlah 35,17%. Kadar lemak dari daerah lainnya
kandungan komponen dalam contoh dihitung hanya berada pada kisaran 20-27%.Secara
sebagai berikut: umum, kandungan lemak pada biji kakao
dapat mencapai 40-50% (Afoakwa, et al.,
Ax/Astd x Cstd x Vcontoh/100 x 100%
2013)
–––––––––––––––––––––––––––––––
gram contoh

Dimana:
Vcontoh = Volume contoh
CStd = Konsentrasi standar
Ax = Luas puncak komponen x
Astd = Luas puncak standar

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil analisa kadar lemak pada biji
kakao dari 12 daerah di Sulawesi Selatan
ditampilkan pada Gambar 1, sedangkan Gambar 1. Kandungan Lemak pada Biji
kadar dari tiap-tiap komponen asam lemak Kakao dari 12 Daerah di Sulawesi Selatan

Tabel 1. Komposisi Asam Lemak Biji Kakao dari 12 Daerah di Sulawesi Selatan

Asam Lemak Daerah


No.
(%) SJI PNR BTG BKU LW LUT TOR ENK BON SOP LTM PLP
1 Asam miristat (C14:0) 0,07 0,06 0,10 0,06 0,10 0,06 0,10 0,09 0,08 0,08 0,08 0,09
Asam pentadekanoat
2 0,02 0,02 0,03 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
(C15:0)
3 Palmitic acid (C16:0) 23,00 22,57 20,75 22,27 20,56 22,56 18,57 18,57 20,14 18,03 21,49 19,57
Asam Palmitodeat
4 0,24 0,19 0,20 0,19 0,21 0,19 0,15 0,19 0,17 0,18 0,19 0,20
(C16:1)
Asam Heptadekanoat
5 0,24 0,19 0,19 0,22 0,16 0,26 0,14 0,14 0,16 0,13 0,20 0,17
(C17:0)

6 Asam stearat (C18:0) 31,13 25,31 29,30 27,73 30,09 27,45 25,81 26,77 26,00 24,51 30,76 28,46
Asam oleat
7 26,94 24,21 25,27 25,09 25,52 25,67 25,11 22,93 23,27 22,31 26,05 24,91
(C18:1n9c)
Asam linolenat
8 2,11 1,50 2,04 1,70 2,33 2,02 2,43 2,12 1,68 1,95 1,92 2,16
(C18:2n6c)
Asam arakhidat
9 1,08 1,14 0,97 0,97 0,99 0,92 0,70 0,88 0,96 0,80 1,07 0,82
(C20:0)
Asam Cis-11-
10 0,03 0,04 0,03 0,03 0,04 0,04 0,05 0,03 0,03 0,03 0,03 0,04
Eikosanoat (C20:1)
Asam
11 0,16 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16 0,14 0,14 0,14 0,14 0,15 0,14
linolenat(C18:3n3)
Asam Cis-11,14-
12 Eikosedien-oat 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05 0,04 0,03 0,04 0,04 0,04
(C20:1)
Asam Behenat
13 0,17 0,21 0,17 0,17 0,18 0,16 0,14 0,16 0,17 0,15 0,18 0,14
(C22:0)
Asam Trikosanoat
14 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02 Nd Nd Nd 0,01 Nd 0,02 Nd
(C23:0)
Asam Lignoserat
15 0,10 0,16 0,10 0,10 0,10 0,10 0,06 0,09 0,10 0,14 0,11 0,08
(C24:0)
Total 85,35 75,81 79,35 78,75 80,51 79,65 73,47 72,17 72,96 68,51 82,31 76,85

18 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Komposisi Asam Lemak ... (Eky)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Asam lemak jenuh lainnya adalah


asam lemak yang dominan pada biji kakao asam miristat, asam pentadekanoat, asam
adalah asam stearat, asam oleat dan asam heptadekanoat, asam arakhidic, asam
palmitat.Lemak kakao merupakan lemak behenat, asam trikosanoat, dan asam
yang relatif sederhana, dimana komponen lignoserat. Kadar asam arakhidat paling
utama asam lemaknya (95%) hanya tersusun tinggi diperoleh dari Kabupaten Pinrang
dari asam palmitat, stearat dan oleat dan paling rendah diperoleh dari Kabupaten
Berbagai studi sebelumnya yang dilakukan Tana Toraja, Sementara itu, asam miristat,
terhadap biji kakao dari berbagai negara asam pentadekanoat, asam heptadecanoat,
penghasil kakao seperti Ekuador, Brazilia, asam behenat, asam trikosanoat, dan asam
Ghana, Pantai Gading, Malaysia dan Jawa, lignoserat kadarnya rendah dibawah 0,2%
menunjukkan bahwa komponen asam lemak Asam lemak tidak jenuh pada biji
terbesar pada biji kakao adalah asam stearat kakao terdiri dari asam oleat, asam linoleat,
(±36%), disusul oleh asan oleat (±34%) dan palmitodeic, eicosenoic, linolenat dan
asam palmitat (±26%) (Kanematsu, et al., eicosedienoat.Asam oleat merupakan asam
1987 pada Lipp dan Anklam, 1997; Lipp, et lemak tidak jenuh yang paling dominan.
al., 2001; Elkhori et al. 2007). Kadar asam oleat paling tinggi diperoleh
Berdasarkan data pada Tabel 1, dari Kabupaten Sinjai dan paling rendah dari
kandungan asam lemak paling tinggi berasal Kabupaten Soppeng. Sementara itu, kadar
dari Kab. Sinjai (85,35%) dan paling rendah asam linoleat paling tinggi diperoleh dari
dari Kab.Soppeng (68,51%).Hasil ini selaras Kabupaten Tana Toraja dan paling rendah
dengan studi yang dilakukan oleh Langkong, dari Kabupaten Pinrang. Hal ini sesuai
dimana dengan sampel yang terkontrol, dengan hasil penelitian Bilang et al. (2013)
didapatkan bahwa biji kakao dari Kab.Sinjai yang menunjukkan bahwa kadar asam lemak
memiliki kandungan asam lemak tertinggi. tidak jenuh biji kakao di Luwu, Soppeng, dan
Kandungan asam stearat pada biji Bulukumba berkisar 38,21-49,12% dengan
kakao dari Kab.Sinjai adalah yang tertinggi mayoritas asam oleat dan asam linoleat.
(31,13%) jika dibandingkan dengan Studi menunjukkan bahwa profil asam
kandungan asam stearat pada biji kakao lemak dan komposisi triasilgliserol dari
dari daerah lainnya.Hal yang serupa juga lemak kakao dan sifat-sifatnya dasarnya,
berlaku untuk kandungan asam palmitat seperti titik leleh, kepadatan dan konsistensi,
(23%) maupun kandungan asam oleat tergantung pada daerah geografis budidaya
(26.94%). Pada semua daerah yang diambil dan kondisi iklim yang berbeda, terutama
sampelnya, diperoleh hasil bahwa asam suhu (Gunstone dan Harwood, 2007).
stearat merupakan asam lemak yang Kromatogram dari komposisi asam
terbesardengan kadar antara 24,51% – lemak pada biji kakao dari 12 daerah
31,13%, kemudian disusul oleh asam oleat di Sulawesi Selatan ditampilkan pada
dengan kadar antara 22,31% – 26,94% dan Gambar 2.Analisa dengan kromatografi gas
asam palmitat dengan kadar 18,03 – 23%. menunjukkan adanya 3 (tiga) puncak serapan
Asam lemak jenuh yang dominan pada tajam yang spesifik, yang mengindikasikan
biji kakao adalah asam palmitat dan asam adanya 3 (tiga)komponen utama asam
stearat.Asam palmitat paling tinggi diperoleh lemak yang dominan, yaitu asam stearat,
dari Kabupaten Sinjai dan paling rendah dari asam oleat dan asam palmitat. Sedangkan
Kabupaten Soppeng.Kadar asam stearat 2 (dua) puncak yang spesifik selanjutnya
paling tinggi diperoleh dari Kabupaten Sinjai adalah puncak dari asam dan arakhidat.
dan paling rendah dari Kabupaten Soppeng. Secara kuantitatif, kandungan
Hasil ini berbeda dari penelitian Bilang et al. asam linolenat dari pada biji kakao dari 12
(2013) yang menemukan bahwa kadar asam daerah di Sulawesi Selatan berkisar antara
stearat biji kakao dari Kabupaten Soppeng 1,5% – 2,43%, sebagaimana disebutkan
(37,25%) justru lebih tinggi daripada oleh Lipp (2001) bahwa kandungan asam
Kabupaten Bulukumba dan Luwu Utara. linoleat pada biji kakao dari kawasan Asia

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 19


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 15-22

adalah sekitar 2,5%. Ribeiro, et al (2012) meskipun perbedaan tersebut sangatlah


yang mempelajari karakteristik lemak tipis, tetapi dapat menjadi ciri khas asal
kakao dari Brazilia dengan menggunakan usul biji kakao, karena kecenderungan biji
kromatografi gas menyatakan bahwa lemak kakao dari Amerika Latin yang mengandung
kakao dari Brazilia memiliki keunggulan asam lemak linoleat sekitar 3%, sedangkan
pada kandungan asam lemak linoleat yaitu biji kakao dari kawasan Asia sekitar 2,5%.
3,2%. Ribeiro juga menyarankan bahwa

Bantaeng
Sinjai Enrekang
Soppeng

Bone
Palopo Tana Toraja Luwu Utara

Bulukumba
Pinrang Luwu Timur
Luwu

Gambar 2. Kromatogram asam lemak biji kakao dari 12 daerah di Sulawesi Selatan

Kadar lemak maupun kadar asam yang lebih baik bagi pencegahan penyakit
lemak pada biji kakao dari 12 daerah di kardiovaskular (Fernandez-Murga et al.,
Sulawesi Selatan yang diambil sebagai 2011).
sampel, lebih rendah jika dibandingkan Perbedaan komposisi kimia dari
dengan hasil yang diperoleh pada studi lemak kakao menyebabkan perbedaan-
lainnya. Hal ini disebabkan karena buah perbedaan dalam kinetika kristalisasi.Rasio
kakao dipanen dalam kondisi yang belum jenuh asam lemak tak jenuh dan tak jenuh
masak sempurna (buah terlalu muda) serta tunggal untuk trigliserida tak jenuh ganda,
fermentasi yang tidak seragam, sehingga memiliki pengaruh yang paling penting pada
berakibat pada rendahnya kandungan lemak semua parameter kristalisasi kecuali pada
dan asam lemak penyusunnya. konstantaK (Foubert, 2004).
Kadar lemak yang tinggi tidak
berbanding lurus dengan kadar komponen SIMPULAN
asam lemaknya. Kadar lemak yang tinggi
Dari hasil penelitian yang telah
berpengaruh terhadap jumlah lemak yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa
dihasilkan pada proses pengempaan lemak
komponen asam lemak yang dominan
(yield), sedangkan kadar komponen asam
pada biji kakao dari 12 daerah di Sulawesi
lemak akan berpengaruh pada manfaat
Selatan secara berturut-turut adalah asam
kesehatan dari lemak kakao, dimana lemak
stearat, asam oleat dan asam palmitat, yang
kakao dengan kandungan asam stearat
ditunjukkan dengan 3 (tiga) puncak serapan
lebih tingggi dapat memberikan manfaat
yang khas pada kromatogramnya. Kadar

20 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Komposisi Asam Lemak ... (Eky)

asam lemak tertinggi dimiliki oleh biji kakao Extraction and determination of fat from
dari Kabupaten Pinrang. Kadar lemak yang cocoa powder and cocoa nibs. Journal of
tinggi tidak berbanding lurus dengan kadar Food Engineering 79 (2007) 1110–1114.
komponen asam lemaknya, dimana pada 10. Fernández-Murga, L., Tarín, J. J., García-
penelitian ini, kadar asam lemak tertinggi Perez, M. A., & Cano, A. (2011). The
dimiliki oleh biji kakao dari Kabupaten Sinjai impact of chocolate on cardiovascular
dan kadar asam lemak terendah dimiliki oleh health. Maturitas, 69(4), 312-321.
biji kakao dari Kabupaten Soppeng 11. Foubert, I., Vanrolleghem, P. A., Thas,
O., & Dewettinck, K. (2004). Influence of
DAFTAR PUSTAKA chemical composition on the isothermal
cocoa butter crystallization. Journal of
1. Afoakwa, E.O., (2010). Chocolate
food science, 69(9), E478-E487.
Science and Technology (1st ed). Wiley-
12. Guehi, S.T, et al., (2008). Impact on
Blackwell, WestSussex, UK.
cocoa processing technologies in free
2. Afoakwa, E.O., Quao, J., Takrama, J.,
fatty acids formation in stored raw cocoa
Budu, A. S., and Saalia, F. K, (2013).
beans. African J. of Agric. Res. Vol. 3(3)
Chemical Composition and Physical
pp.174-179
Quality Characteristics of Ghanian
13. Gunstone, F. D., Harwood, J. L., &
Cocoa Beans as Affected by Pulp Pre-
Dijkstra, A. J. (2007). The lipid handbook
conditioning and Fermentation, J.
with CD-ROM. CRC press.
Food Sci. Technol. 50 (6): 1097-1105.
14. Kanematsu, H., Maruyama, T., Niiya, I.,
doi:10.1007/s13197-011-0446-5
Imamura, M., & Matsumoto, T. (1978).
3. AOAC, (2005). AOAC Official Method
Studies on the hard butter. I. On the
969.33: Fatty Acids in Oils and Fats.
components of cocoa butter. Journal of
AOAC International
the Japanese Oil Chemists’ Society, 27,
4. Bilang, M., Langkong, J., Bastian,
385-389.
F. dan Suprapti. (2013). Profil Asam
15. Katz, D. L., Doughty, K., & Ali, A.
Lemak Biji Kakao dari Tanaman Kakao
(2011). Cocoa and chocolate in human
yang Diremajakan Berasal dari Tiga
health and disease. Antioxidants &
Kabupaten di Sulawesi Selatan. Dalam
Redox Signaling, 15(10), 2779–811.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi
doi:10.1089/ars.2010.3697
Industri kakao dan Hasil Perkebunan
16. Langkong, J., Ishak, E., Bilang, M., dan
Lainnya. Makassar.
Muhidong, J.(2011). Pemetaan Lemak
5. BSN. (2009). SNI 3748:2009 Syarat
Dari Biji Kakao (Theobroma Cocoa L) di
Mutu Biji Kakao. BSN. Jakarta
Sulawesi Selatan.
6. Bertazzo, A., Comai, S., Mangiarini, F.
17. Lipp, E. M., & Anklam, E. (1998). Review
dan Chen, Su. (2013). Composition of
of cocoa butter and alternative fats for
Cacao Beans. Di dalam: R.R. Watson
use in chocolate—part A. Compositional
et al. (eds.), Chocolate in Health and
data. Food Chemistry, 62(1), 73-97.
Nutrition, Nutrition and Health 7. Humana
18. Lipp, M., Simoneau, C., Ulberth, F.,
Press. New York
Anklam, E., Crews, C., Brereton, P., ...
7. De Clercq, N. (2011). Changing the
& Wiedmaier, C. (2001). Composition of
functionality of cocoa butter. PhD Thesis,
genuine cocoa butter and cocoa butter
Ghent University, Belgium, 220 p.
equivalents. Journal of food composition
8. De Clercq, N., et al., (2012). Influence
and analysis, 14(4), 399-408.
of cocoa butter refining on the quality of
19. Timms, R.E., Stewart, I.M., (1999).
milk chocolate. J. of Food Engineering.
Cocoa butter, a unique vegetable fat.
doi:10.1016/j.jfoodeng.2012.01.033
Lipid Technology Newsletter 5, 101-107
9. Elkhori, S., Jocelyn Pare´ J.R.,.
in De Clercq, N. (2011). Changing the
Be´langer, M.R. J., dan Pe´rez, E. 2007.
functionality of cocoa butter. PhD Thesis,
Microwave-assisted process (MAPTM1):
Ghent University, Belgium, 220 p.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 21


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 15-22

20. Timms, R. E. (2003). Confectionery fats Expression of cocoa butter from cocoa
handbook: properties, production and nibs. Separation and Purification
application. The oily press. Technology 55(2), 256-264
21. Venter, M.J., Schouten, N., Hink, R.,
Kuipers, N., de Haan, A.B., (2007).

22 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

You might also like