You are on page 1of 35

TUGAS MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH

PANGAN DAN HASIL PERTANIAN


EKOLOGI INDUSTRI KAKAO

Disusun Oleh Kelompok 2 :


THP C
Lusianti 141710101009
Pujiati 141710101048
M.Aly Firdaus 141710101075
Nurul Ummah Umaeroh 141710101096
Nirmala Audria 141710101123

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Limbah pertanian merupakan bahan yang terbuang di sektor pertanian.
Pada pertanian konvensional atau modern pada umumnya tidak terdapat
pengelolaan limbah, sebab dalam pertanian konvensional semua inputnya seperti
pupuk menggunakan bahan kimia. Limbah dianggap suatu bahan yanag tidak
penting dan tidak bernilai ekonomi. Padahal jika kaji dan didiolah, limbah
pertanian dapat diolah menjadi beberapa produk baru yang bernilai ekonomi
tinggi.
Dalam era millennium ini, dalam dunia usaha bisnis internasional telah
berkembang paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
yang dikaitkan dengan terbitnya isu manajemen lingkungan dalam bentuk
penerbitan sertifikat ISO 14000. Isu tersebut menekankan pada pengelolaan
sumber daya alam yang efektif dan efisien dengan meminimalkan dampak negatif
terhadap lingkungan di sekitarnya. Paradigma pembangunan berkelanjutan
tersebut memiliki tiga pilar utama, yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial. Secara
ekonomi, pembangunan agribisnis/agroindustri harus dapat menciptakan
pertumbuhan yang tinggi untuk mencapai kesejahteraan, khususnya bagi
stakeholder agribisnis/agroindustri. Secara sosial, memberikan kemanfaatan pada
masyarakat luas. Secara ekologi pada prinsipnya, ekologi industri menerangkan
bagaimana seharusnya suatu industri melakukan kerjanya dengan menggunakan
sumber daya yang terbatas dengan menghasilkan limbah yang seminimum
mungkin. Hal ini dapat diraih dengan cara-cara antara lain; melakukan efisiensi
penggunaan sumber daya, memperpanjang umur produk, melakukan pencegahan
pencemaran, melakukan daur ulang dan panggunaan kembali, dan membangun
taman-taman ekoindustri.
Indonesia merupakan salah satu produsen kakao terbesar di dunia hingga
saat ini. Pesatnya perkembangan perkebunan kakao di Indonesia juga diikuti oleh
beberapa permasalahan, diantaranya meningkatnya limbah yang dihasilkan
sebagai akibat meningkatnya produksi kakao.Tanaman kakao banyak
menghasilkan limbah. Limbah tersebut antara lain adalah pulp, kulit buah, dan
daging buah.
Untuk mengatasi masalah ini, maka salah satu cara yang dapat
dilaksanakan adalah melaksanakan pengolahan limbah pertanian kakao. Limbah
tersebut meliputi limpah pra-panen dan limbah pasca-panen. Tujuan dari
pengolahan limbah sendiri adalah untuk menjaga kstabilan ekologi pertanian
kakao.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain ;
1. Mengetahui limbah kakao yang dapat diolah menjadi produk lainnya.
2. Mengetahui produk yang dihasilkan dari pengolahan limbah kakao.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Ekologi Industri kakao


Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antar makhluk hidup
maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dasar utama ekologi
indudtri yaitu metabolismeindustri yang merupakan keseluruhan aliran material
dan energi yang ada dalam system industri. Berikut ini tujuan ekologi industri
adalah : Untuk mengorganisasikan sistem industri (termasuk semua aspek
kegiatan manusia didalamnya) sehingga diperoleh suatu jenis operasi industri
yang ramah lingkungan dan berkesinambungan.
Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditas perkebunan
tahun yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara.
Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan
pengembangan agroindustri. Tahun 2011 Indonesia mampu menempati posisi
kedua menggeser Ghana dengan peningkatan produksi kakao menjadi 850 ribu
ton. Setelah sebelumnya di tahun 2010, Indonesia diperingkat ketiga dengan 550
ribu ton, sementara Pantai Gading menjadi negara pertama penghasil kakao
terbesar dunia dengan hasil produksi 1,2 juta ton, dan Ghana diperingkat kedua
dengan 650 ribu ton. Derah Sulawesi dan Sumatera menjadi penyumbang
mayoritas kakao. Perkembangan kakao juga dapat dilihat dari segi luas areal
maupun
sumbangannya kepada negara sebagai komoditas ekspor. Menurut Siregar et al
(2010 : 5), hingga tahun 2006 luas perkebunan kakao di Indonesia 1,19 juta ha,
dengan rata-rata pertumbuhan perluasan areal 7,4% per tahun. Pesatnya
perkembangan perkebunan kakao di Indonesia juga diikuti oleh
beberapa permasalahan, diantaranya meningkatnya limbah yang dihasilkan
sebagai akibat meningkatnya produksi kakao.Tanaman kakao banyak
menghasilkan limbah. Limbah tersebut antara lain adalah pulp, kulit buah, dan
daging buah. Sehingga perlu penanganan produk samping kakao agar kestabilan
ekologi pertanian kakao tetap terjaga. Diagram ekologi pertanian kakao dapat
dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Diagram ekologi industri kakao

2.2 Tahapan pengolahan biji kakao kering menjadi kakao massa


1. Penyortiran
Biji kakao kering dipisahkan dari segala kotoran, biji muda maupun benda
asing. Penyortiran ini dapat dilakukan secara mekanik maupun manual.
Penyortiran secara mekanin menggunakan prinsip perbedaan sifat fisik (ukuran)
dan sifat magnet (logam dan nonlogam) antara biji kakao dan kontaminan-
kontaminannya. Beberapa peralatan dasar yang digunakan yakni pengayak
bertingkat, pengisap debu dan penangkap logam dengan sistem magnet.
Gambar Keterangan
Kapasitas : 400-500 kg/jam
Tipe : meja getar
Meja atas 3 buah meja terdiri dari 3 buah meja
ayakan disusun bertingkat
Bahan : kawat stainless steel
Ukuran diameter ayakan :atas 14 mm, tengah 11
mm, dan bawah 9 mm.
(sumber: puslitkoka)
Gambar 2.2 Alat penyortiran
Produk yang baik dihasilkan dari bahan dengan mutu yang baik pula. Biji
kakao yang digunakan sebaiknya biji yang telah difermentasi secara sempurna ,
bebas dari jamur dan ukuran biji yang seragam. Biji yang telah difermentasi
secara sempurna akan terbentuk citarasa coklat yang enak dan mengurangi rasa
sepat dan pahit. Syarat mutu biji kakao lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 2.1Syarat mutu biji kakao untuk bahan baku produk olahan
Kriteria mutu Satuan Syarat
Tingkat fermentasi Hari 5
Kadar air % 7
Kadar kulit % 12-13
Kadar lemak % 50-51
Ukuran biji - Seragam
Kadar kotoran - Nihil
Jamur - Nihil
Benda asing lunak - Nihil
Benda asing keras - Nihil
Sumber: Mulanto dkk (2004)
Tabel 2.2SNI biji kakao kering
a. Persyaratan umum
Jenis Uji Satuan Syarat
Serangga hidup - Nihil
Kadar air % fraksi 7,5
Biji berbau asap dan atau hammy dan atau massa Nihil
berbau asing - Nihil
Kadar benda asing -
b. Persyaratan khusus
Jenis mutu Persyaratan
Kakao Kakao Kadar biji Kadar Kadar biji Kadar Kadar biji
mulia lindak berjamur biji slaty berserangg kotoran berkecamba
(biji/biji) (biji/biji) a (biji/biji) (biji/biji) h (biji/biji)
I-F I-B Maks 2 Maks 3 Maks 1 Maks 1,5 Maks 2
II-F II-B Maks 4 Maks 8 Maks 2 Maks 2 Maks 3
III-F III-B Maks 4 Maks 20 Maks 3 Maks 2 Maks 3

c. Persyaratan kualitas
Kelas Persyaratan
AA Maks 85 biji per 100 gram
A 86-100 biji per 100 gram
B 101-110 biji per 100 gram
C 11-120 biji per 100 gram
S >120 biji per 100 gram
Sumber : SNI 2323-2008

Tabel 2.3 Kandungan Kimia Biji Kakao


Parameter Tanpa fermentasi Terfermentasi tidak Fermentasi
sempurna sempurna
Lemak (%) 42,43 44,74 51,28
Air (%) 7,70 7,50 7,50
pH 6,35 5,50 5,15
Total asam (%) 0,94 1,46 1,98
Gula reduksi (%) 0,55 0,70 0,84
Sumber : Towaha dkk (2012)
2. Penyangraian
Proses ini bertujuan untuk membentuk aroma dan citarasa khas coklat dan
memudahkan pengeluaran lemak dari dalam biji. Aroma dan citarasa tersebut
berasal dari asam amino dan gula reduksi yang mengalami reaksi maillard selama
penyangraian. Selama proses ini, air akan menguap dari biji dan terjadi
pengelupasan kulit yang menempel di permukaan biji. Suhu penyangraian yang
biasanya dilakukan berkisar 99-104oC dengan lama waktu 10-35 menit tergantung
pada jumlah biji kakao yang disangrai dan kadar airnya. Setelah penyangraian, biji
kakao didinginkan sekitar 8-10 menit.

Gambar Keterangan
a.Kapasitas 5 kg/20-30 menit
(biji kakao yang akan
disangrai berkadar air 7-8%)
b.Sumber pemanas: kayu
bakar/burner LPG
c.Sistem pemanas: tidak
langsung
d.Dilengkapi termometer
Gambar 2.3 Alat penyangraian
3. Pemisahan biji dan kulit
Biji kakao yang telah disangrai kemudian dipecah untuk memisahkan kulit
dengan inti biji. Kemudian dipisahkan menggunakan hembusan kipas. Pecahan
biji yang lebih berat akan tertampung di bawah, sedang pecahan kulit yang halus
dan ringan akan terhisap ke dalam kantong sistem penyaring. Komponen biji
kakao yang digunakan untuk bahan pangan adalah daging biji (nib) sedangkan
kulitnya digunakan untuk campuran pakan ternak.
Gambar

Gambar 2.4(Desheler)
4. Penghancuran
Nib dihancurkan sampai ukuran tertentu (<20 µm) dan menjadi bentuk
pasta kental atau serbuk. Proses ini sangat menentukan kehalusan partikel coklat
dalam makanan. Proses penghancuran atau pemastaan ini dilakukan dalam 2 tahap
yaitu: penghancuran untuk mengubah biji kakao padat menjadi pasta dengan
kehalusan butiran >40 µm dengan menggunakan mesin pemasta dan proses
pelumatan dengan alat refiner untuk menghasilkan kehalusan pasta <20 µm.

Gambar 2.5 Mesin pengolahan kakao

Diagram alir pengolahan biji kakao dapat dilihat pada gambar berikut
Biji kakao (Cocoa beans)

Penyortiran (Sorting)

Penyangraian (Roasting)

Penyortiran (Sorting)

Pemisahan kulit (Separation of shell)

Pemastaan (cocoa liquor processing)

Pasta kakao (cocoa liquor)

Pengempaan (compression)

Lemak coklat (cocoa butter) Bungkil kakao (cocoa press


cake)

Bubuk coklat (cocoa powder)


2.2.1 Produk Olahan Sekunder
a. Pasta kakao atau kakao massa
Pecahan-pecahan inti biji (nib) hasil penyangraian, didinginkan dan
dihaluskan. Proses penghalusan ini dilakukan 2 atau 3 tingkat, diawali dengan
menggunakan mesin pelumat tipe silinder atau pemasta kasar, kemudian diikuti
dengan pelumatan lanjut dengan silinder berputar. Selama proses ini suhu pasta
dikontrol sehingga proses sangrai lanjut fase cair tidak berlangsung.
Tabel 2.4SNI kakao massa
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - Khas kakao massa
1.2 Rasa - Khas kakao massa
1.3 Warna - Coklat
2 Kadar lemak (b/b) % Min 48
3 Kadar air (b/b) % Maks 2
4 Kehalusan (lolos ayakan 200 mesh) (b/b) % Min 99
5 Kadar abu dari bahan kering tanpa lemak % Maks 14
6 (b/b) % Maks 1,75
7 Kulit (shell) dihitung dari alkali free nibs
7.1 (b/b) mg/kg Maks 2
7.2 Cemaran logam mg/kg Maks 1
7.3 Timbal (Pb) mg/kg Maks 40
8 Kadmium (Pb) mg/kg Maks 1
9 Timah (Sn)
9.1 Cemaran arsen (As) koloni/g Maks 5 x 103
9.2 Cemaran mikroba APM/g <3
9.3 Angka lempeng total Per g Negatif
9.4 Bakteri bentuk coli Per 25 g Negatif
9.5 Escherichia coli Koloni/g Maks 50
9.6 Salmonella Koloni/g Maks 50
Kapang
Khamir
Sumber: SNI 3749:2009
Tabel 2.5 Kandungan Kimia Pasta Kakao
Parameter Tanpa fermentasi Terfermentasi tidak Fermentasi
sempurna sempurna
Kadar lemak (%) 52,77 54,84 57,87
Kadar air (%) 1,35 3,19 1,57
Kadar protein (%) 16,42 15,86 7,52
Kadar karbohidrat (%) 26,06 23,11 29,82
Kadar abu (%) 3,40 3,00 3,22
b. Lemak kakao
Lemak kakao diperoleh dengan cara mengepres partikel-partikel biji
kakao. Rendemen lemak yang diperoleh dipengaruhi oleh suhu, nib, kadar air,
ukuran nib, kadar protein nib, tekanan dan waktu pengempaan. Pengempaan
dilakukan dengan suhu antara 40-50oC, kadar air <4% dan ukuran partikel
<75µm. Pengempaan dilakukan dalam tabung dengan tekanan hidrolik hingga 40
atm.Lemak kakao banyak digunakan pada produk makanan setelah dicampur
dengan pasta, gula dan bahan lainnya. Selain itu juga banyak digunakan untuk
industri farmasi dan kosmetika.
Tabel 2.6 SNI Lemak Kakao
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Bau - Khas lemak
Rasa - kakao
Warna - Khas lemak
Indeks bias nD40 - kakao
o
Titik leleh C kuning
Asam lemak bebas dihitung sebagai asam oleat % 1,256-1,459
(b/b) 31-35
Bilangan penyabunan Mg KOH/g lemak Maks 1,75
Bilangan iod (Wijs) g I2/100 g 188-198
Bahan tak tersabunkan (b/b) % 33-42
Bilangan peroksida meq peroksida/kg lemak Maks 0,35
Kadar air (b/b) % Maks 4
Cemaran logam Maks 0,2
Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,5
Kadmium (Pb) mg/kg Maks 0,5
Timah (Sn) mg/kg Maks 40
Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 0,1
Sumber: SNI3748:2009
Tabel 2.7 Kandungan kimia lemak kakao
Parameter Tanpa fermentasi Terfermentasi tidak Fermentasi
sempurna sempurna
Kadar lemak (%) 97,86 98,11 99,87
Kadar air (%) 0,05 0,09 0,13
Kadar protein (%) 2,09 1,80 0,00
Kadar karbohidrat (%) 0,00 0,00 000
Kadar abu (%) 0,00 0,00 0,00
Sumber: Towaha dkk (2012)
c. Bubuk coklat
Bubuk coklat diperoleh dari penghalusan bungkil (cocoa cake) hasil
pengempaan. Setelah dilakukan penghalusan, bubuk coklat diayak untuk
menghasilkan ukuran partikel yang seragam. Biji kakao relatif sulit dihaluskan
karena lemak yang tersisa di dalamnya akan meleleh saat penghalusan karena
gesekan dan menyebabkan alat tidak bekerja optimal. Jika penghalusan dilakukan
di bawah 34oC fraksi gliserida di dalam lemak kakao menjadi tidak stabil dan
menyebabkan bubuk menggumpal kembali. Sehingga selama proses penghalusan
suhu harus dikontrol agar didapatkan bentuk bubuk yang stabil, baik warna
maupun sifatnya.
SNI bubuk coklat dapat dilihat pada tabel 2.8
Tabel 2.8 SNI bubuk coklat
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Bau - Khas kakao, bebas dari bau asing
Rasa - Khas kakao, bebas dari bau asing
Warna - Coklat atau warna lain akibat
alkalisasi
Kehalusan (lolos ayakan 200 % Min 99,5
mesh) (b/b)
Kulit (shell) dihitung dari alkali % Maks 1,76
free nibs (b/b)
Kadar air (b/b) % Maks 5
Kadar lemak (b/b) % Min 10
Cemaran logam
Timbal (Pb) mg/kg Maks 2
Kadmium (Pb) mg/kg Maks 1
Timah (Sn) mg/kg Maks 40
Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 1
Cemaran mikroba
Angka lempeng total koloni/g Maks 5 x 103
Bakteri bentuk coli APM/g <3
Escherichia coli Per g Negatif
Salmonella Per 25 g Negatif
Kapang Koloni/g Maks 50
Khamir Koloni/g Maks 50
Sumber: SNI 3747:2009
Tabel 2.9 Kandungan Kimia Bubuk Coklat
Parameter Tanpa fermentasi Terfermentasi tidak Fermentasi
sempurna sempurna
Kadar lemak (%) 27,95 30,93 37,78
Kadar air (%) 7,94 4,66 4,38
Kadar protein (%) 19,57 13,28 16,62
Kadar karbohidrat (%) 40,27 46,89 36,62
Kadar abu (%) 4,23 4,26 4,60
pH 6,30 5,85 5,35
Sumber: Towaha dkk (2012)
Tabel 2.10Proporsi hasil pasta, lemak dan bungkil coklat per 100 kg biji kakao
Tahap Susut berat Berat sisa Pasta Lemak Bungkil
(%) (kg) (kg) (kg) (kg)
Penyangraian 7 93
Pemisah kulit 14 80,90
Pemasta kasar 0 80,50
Pemasta halus 0,5 80,10
Pengempaan 0,5 80,10 39,10 41
Rendemen (%) 80,10 39,10 41
Sumber: Mulato dkk (2004)

2.3 Pulp Kakao


Pengolahan buah kakao menjadibiji kakao kering menghasilkanlimbah
antara lain cangkang kakaodan pulpa, yaitu lapisan yang menyelubungibiji kakao
basah. Pulpaterdiri atas senyawa gula (10-15%)
dan air (85-90%).Lapisan lendir bewarna putih atau kuning pucat yang
menyelimuti permukaan kakao (Murugan dan Al-Sohaibani, 2012). Pulpa
merupakan lapisan tebal endosperm yang terdiri dari sel-sel turbuler dengan
ruang antar sel yang besar. Pada buah kakao yang mentah lapisan tebal pulpa akan
membengkak, sedangkan pada buah kakao yang matang lapisan akan menjadi
lunak dan berlendir (Young, 2007). Pada penelitian Chin (2006) pulpa
menyumbang 60 % dari berat basah biji kakao tergantung dari varietas, lokasi
tempat tumbuh, dan tingkat kematangan buah.Pengumpulan maupun pemisahan
pulpa dari biji kakao dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : (1) menampung cairan
pulpa yang keluar dari peti saat dilakukan proses fermentasi biji kakao; dan (2)
memisahkan sebagian pulpa dari biji kakao segar secara mekanis dengan alat
depulper sebelum dilakukan proses fermentasi biji kakao.

Gambar 2.8 Depulper kakao


2.3.1 Produk Olahan Pulp Kakao
a. Nata de kakao
Nata merupakan makanan penyegar untuk pencuci mulut dan kadang-
kadang dihidangkan bersama buah-buahan.Pada umumnya produk nata yang
beredar di pasaran terbuat dari air kelapa, tetapi saat ini nata dapat dibuat dari
berbagai macam air buah-buahan, diantaranya dari cairan pulpa kakao sehingga
disebut nata de kakao.Kandungan gula dalam pulpa yaitu sekitar 10-15 %
senyaawa gula dapat dimanfaatkan oleh bakteri Acetobacter xylinum sebagai
media tumbuh dan dikonversi menjadi produk makanan nata de kakao. Puslitkoka
(2012) menyatakan bahwa nata de kakao dapat diproduksi dalam skala rumah
tangga atau industri kecil sehingga petani kakao rakyat dapat memanfaatkan
lendir pulpa dan memproduksi nata de kakao dengan mudah.Pulpa hasil perasan
yang semula berwarna putih akan berubah menjadi coklat akibat fermentasi
(browning process). Oleh karena itu, pulpa harus segera diolah. Adapun proses
pembuatan nata de kakao adalah sebagai berikut :Cairan pulpa kakao disaring
dengan kain bersih, lalu diencerkan dengan menambahkan air bersih dengan
perbandingan 1 bagian pulpa dan 19 bagian air atau pengenceran 20 kali.
Pengenceran dilakukan untuk mengurangi intensitas warna coklat pada nata yang
dihasilkan. Pada cairan yang telah diencerkan tersebut ditambahkan gula 50 g/l,
urea 1,5 g/l dan kalium dihidrogen fosfat dan magnesium sulfat, masing-masing 1
g/l. Selanjutnya cairan dipanaskan sampai mendidih selama lima menit. Setelah
dingin ditambahkan bibit Acetobacter xylinum sebanyak 150 ml/l dan difermentasi
selama 8-12 hari hingga terbentuk lapisan nata dengan ketebalan ± 1,5 cm.Nata
dipanen dalam bentuk lembaran nata de kakao dan cairan dibawah nata dapat
digunakan sebagai cairan bibit starter pada pengolahan berikutnya. Nata dicuci
lalu dipotong dalam bentuk kubus, kemudian dituang dan direndam dalam ember
plastik selama 2 hari dan setiap hari air rendaman diganti. Sesudah itu, direbus
selama 10 menit dengan tujuan untuk menghilangkan rasa asam. (Towaha, 2013).
Diagram pembuatan nata de kakao dapat dilihat pada gambar 2.3
Pulp Kakao

Penyaringan

air 19 : 1 PencampuranKulit biji


(bean shell)

Penambahan gula 50 g, urea 1,5


g/l dan 1 g/l kalium dihidrogen PencampuranDaging biji
fosfat dan 1 g/l magnesium sulfat (nibs)
Pemanasan hingga
mendidih 5 menit

Acetobacter xylinum Pencampuran


150 ml/l

Fermentasi 8-12 hari

Nata de kakao

Gambar 2.9 Diagram pembuatan nata de kakao


b. Produksi bioetanol
Pengambilan cairan pulp kakao (Theobroma cacao L.) dengan cara
sebagai buah kakao yang telah dipanen dikupas dan dipisahkan kulit dengan
isinya (daging buah). Daging buah berupa biji, plasenta dan pulp kakao
dimasukkan ke dalam karung nilon bersih kemudian diperam beberapa saat.
Cairan yang keluar selama proses pemeraman ditampung pada wadah jerigen
dengan kondisi suhu 5 °C. Penampungan cairan pulp tersebut berlangsung selama
6 (enam) jam. Starter dibuat sebagai media pertumbuhan Saccharomyces
cerevisiae. Sebanyak 1,5 gram ragi tape ditambahkan dengan 50 mL cairan pulp
kakao untuk setiap wadah, kemudian dihomogenkan terlebih dahulu dengan
magnetic stirrer sambil dipanaskan diatas penangas pada suhu70 °C selama 15
menit.Selanjutnya starter didiamkan selama 24 jam dalam kondisi aerob. Setelah
24 jam starter siap diinokulasikan pada media fermentasi.Starter yang telah dibuat
ditambahkan dengan 500 mL cairan pulp kakao dalam keadaan aseptis dan proses
selanjutnya adalah melakukan fermentasi substrat yang telah diinokulasi dengan
starter dan ditambahkan dengan 7,5 gram serbuk kulit bakau.Proses fermentasi
dilakukan di dalam ruangan khusus dan dalam keadaan anaerob yang suhunya
diatur agar tetap memenuhi persyaratan optimal pertumbuhan dari Saccharomyces
cerevisiae. Proses fermentasi dilakukan selama 14 hari sehingga diperoleh dengan
kadar alkohol tertinggi (Kristiani, 2013). Hasil fermntasi dilakukan proses
destilasi untuk menggunakan kadar etanol tinggi menggunakan mesin
destilator.Distilasi adalah proses pemanasan yang memisahkan etanol dan
beberapa komponen cair lain dari substrat fermentasi sehingga diperoleh kadar
etanol yang lebih tinggi (Archunan, 2004)
Pulp kako

Penyaringan
Saccharomyces
cerevisiaeL Pencampuran

Homegenisasi

Pemanasan 70o C 5 menit

Starter kulit bakau Fermentasi 24 hari

Fermentasi 14 hari

Destilasi

bioetanol
2.4 Kulit Buah KakaoGambar 2.10 Diagram pembuatan bioetanol

c. Pembuatan Vinegar (Asam Asetat) Dari Biotanol


Proses pembuatan vinegar (asam asetat) dilakukan dengan bahan baku
bioetanol yang dihasilkan dari pengolahan limbah pulp kakao. Kadungan etanol
yang digunakan dalam pembuatan asam asetat sebanyak 5-6% menghasilkan asam
asetat 4-4,5 %. Berikut merupakan proses pembuatan vinegar (asam asetat)
disajikan pada gambar

Etanol

Acetobacter aceti
B127 15% v/v Pencampuran

Pengadukan 400 rpv, aerasi 0,5

Inkubasi 144 jam, suhu 300C

Asam asetat

Gambar 2.11. Diagram alir pembuatan etanol

2.4 Kulit Kakao


Kulit buah kakao merupakan limbah dari hasil aktivitas perkebunan.
Perkembangan luas lahan, produksi dan produktivitas kakao Indonesia dari tahun
2008 hingga 2013 luas penanaman kakao dalam tiga tahun terakhir relatif konstan.
Pada tahun 2013 luas lahan kakao tercatat 1.745.789 ha, dengan produksi biji
kakao sebesar 938,8 ribu ton (Data Ditjenbun, 2014). Berdasarkan rasio biji kakao
dengan KBK maka diketahui potensi bahan kering KBK sebesar 872,3 ribu
ton/tahun. Kulit buah kakao memiliki komposisi kimia disajikan pada tabel 2.1
Tabel 2.11 Komposisi kimia kulit buah kakao
BK BO PK LK SK Energi SDN SDA
Sumber
% Kka/kg %
Mucra (2005) 92,03 89,39 11,22 2,65 42,19 - - -
Mujnisa (2007) 87,28 87,16 13,78 0,98 41,45 - 71,05 50,77
Lateef et all (2008) - 88,70 8,20 4,70 18,30 - - -
Alemawor et al, (2009) 88,96 79,89 9,14 - 35,74 - 58,78 47,04
Sianipa &simanihuruk (2009) 25,15 - 9,26 - - 4.400 55,30 38,31
Suparjo et al. (2009) 48,17 93,93 - - - - 63,15 58,14
Zian (2009) - 81,20 9,07 - - - 73,90 58,98
Puastuti & yulistiani (2011) 88,31 - 7,75 - - 3.900 62,21 57,86
Adamafio (2013) - - 6,8-10 1,6-2,4 24-35 2.600 - -
Keterangan : BK: Bahan kering; BO: Bahan organik; PK: Protein kasar; LK:
Lemak kasar; SK: Serat kasar; SDN: Serat deterjen netral; SDA: Serat deterjen
asam; -: Tidak ada data
Tabel 2.12 Kandungan senyawa antinutrisi pda kulit buah kakao
Uraian Senyawa antinutrisi (%)
Lignin Tanin Theobromine
KBK 1) 20,15 - -
KBK amoniasi1) 16,09 - -
KBK2) - - 0,42
KBK difermentasi denganAspergillus niger2) - - 0,11
KBK3) 14,7 - -
KBK4) 15-20 5,1 -
KBK + laccase4) 15-20 2,1 -
KBK5) 23,65 0,84 -
KBK6) - - 0,55
KBK7) - - 0,15-0,40
Keterangan : - (tidak ada data)
Sumber
2.2.1 : 1)Zain
Produk
2)
Adamafio et al. (2011); 3)Daud et al. (2013): 4)Mensah et al.
(2009);Olahan
Samping
5) 6) 7)
(2012);
a. Rinduwati
Pembuatan & Ismartoyo
briket kulit kakao(2002); Hartati (2012); Adamafio (2013)

2.4.1 Olahan limbah kulit kakao


a. Pembuatan arang
Tahap awal yang dilakukan pada pembuatan briket kulit kakao adalah
membuat arang terlebih dahulu. Pembuatan arang kulit kakao dapat dilihat pada
gambar 2.12.
Kulit kakao

Air Pencucian

Pengeringan

Karbonasi, T= 3500C

Arang kulit kakao

Gambar 2.12 Pembuatan arang


Peralatan yang digunakan yaitu drum karbonasi,mesin penghancur, cetakan
briket, tungku briket, Exhaust Gas Analyzer. Proses pembuatan briket arang dari
kulit buah kakao diawali dengan pembuatan arang sebagai bahan baku briket. Hal
yang dilakukan untuk pertama kali yaitu pembersihan kulit buah kakao yang
menempel pada permukaan kulit. Setelah kulit bebas dari kotoran kemudian
dikeringkan dibawah sinar matahari dan selanjutnya kulit buah kakao dibakar di
dalam drum karbonasi dengan cara memasukkan sedikit demi sedikit. Nyala api
yang membakar kulit buah kakao,selalu ditutupi dengan menambahkan kulit buah
kakao dimaksudkan supaya tidak terbakar secara sempurna. Setelah seluruh kulit
buah kakao dimasukkan ke dalam drum karbonasi, maka drum karbonasi ditutup
agar oksigen tidak masuk ke dalam drum karbonasi sehingga tidak terjadi nyala
api di dalam drum karbonasi. Setelah kulit kakao terkarbonasi, maka didinginkan
selama 12 jam dan setelah itu arang kulit buah kakao dikeluarkan dari drum
karbonasi.
b. Pembuatan Briket
Tahapan pembuatan briket dapat dilihat pada gambar 2.6

Arang kulit kakao

Pengecilan ukuran 40-60 mesh


Tepungtapioka
sampel 7% ,tanah
liat 5 %, dan air Pencampuran
panas 70oC 10 %
Pencetakan

Pencetakan

Briket
Gambar 2.13 Pembuatan briket
Proses selanjutnya adalah pembuatan briket. Langkah awal yang dilakukan
yaitu kulit kakao yang diperoleh dari drum karbonasi dimasukkan ke dalam mesin
penghancur arang untuk digiling menjadi bubuk arang dengan ukuran 40-60 mesh
(0,420 – 0,250) mm. Bubuk arang yang dihasilkan dimasukkan ke dalam mesin
pencampur untuk dicampur dengan menambahkan tepung tapioka sampel 7% dari
bobot kulit kakao, tanah liat 5 % dari bobot kulit kakao dan air panas 70oC
sebanyak 10 % dari bobot kulit kakao. Setelah bubuk kulit kakao, tepung tapioka,
tanah liat dan air panas tercampur dengan baik di dalam mesin pencampur, maka
adonan tersebut dikeluarkan dan selanjutnya dilakukan pencetakan briket. Briket
dicetak dengan tekanan 2,2 Mpa 5. Pencetakan dilakukan dengan 2 macam
bentuk yaitu sarang tawon dan kotak berongga.
b. Pembuatan Arang Aktif

Arang

Pengecilan ukuran

Pengayakan 80-100 mesh

Pencetakan

HCL / NaOH Aktivasi arang

Pengeringan T=1050C

Arang aktif

Gambar 2.14 Diagram alir pembuatan arang aktif


Proses pembuatan arang aktif menggunakan bahan baku arang kulit kakao.
Arang kulit biji kakao dihancurkan hingga halus dan pengayakan beukuran 80-
100 mesh. Kemudian dilakukan pencetaka seruk arang berukuran pelet. pelet rng
selanjutnya melalui proses aktivasi arang yaitu dengan menggunakan teknik
perendaman pada larutan HCl atau NaOH. Setelah perendaman arang pelet di
keringkan pada suhu 1050C. Setelah pengeringan arang aktif siap untuk digunakan
dalam pemunian limbah cair hasil industri.
d. Pembuatan Pakan Ternak Kulit Kakao
Produk samping olahan kulit kakao selanjutnya adalah pakan ternak.
Proses pembuatan pakan ternak kulit kakao dapat dilihat pada gambar 2.7

Kulit kakao

Pengecilan ukuran

Pengeringan

Penggilingan

Pakan ternak

Gambar 2.15 Pembuatan pakan ternak


Proses pengolahan limbah kulit buah (KBK) dapat dilakukan dengan
metode pengolahan secara fisik. Langkah awal yaitu kulit buah kakao dicacah
dalam keadaan segar. Pencacahan KBK dapat dilanjutkan dengan pengeringan
dan penggilingan untuk menghasilkan tepung/mash KBK. Tepung KBK (kadar air
<12%) memiliki daya simpan yang lebih lama dan memudahkan dalam
penanganan. Pengolahan KBK menjadi bentuk tepung tidak merubah nilai nutrien
maupun senyawa antinutrisinya. Adamafio et al. (2011) melakukan
detheobromine KBK dan melaporkan bahwa tepung KBK yang disterilkan dengan
autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit tidak mengalami penurunan
kandungan theobromine (hanya 0,45%) sedangkan 40 g tepung KBK tanpa
disterilkan dan ditambah air steril 80 ml kemudian diinkubasi selama tujuh hari
dalam tempat tertutup kandungan theobromine-nya turun hingga 54,7%.

2.5 Lemak Kakao


Lemak kakao adalah lemak nabati alami yang memiliki sifat unik yang
berbeda dari lemak-lemak biasannya, lemak kakao memiliki warna yang putih
kekuningan dan memiliki bau khas cokelat. Lemak kakao ini miliki sifat rapuh
(brittle) pada suhu sekitar 25 oC dan tidak larut dalam air namun sedikit larut
dalam alkohol dingin, angaka penyabunan 188-198, angka iod 35-40. Lemak
kakao larut sempurna dalam alkohol murni panas dan sangat mudah larut dalam
koloform, benzene, dan petrolium eter (Mulato,2002). Lemak kakao merupakan
lemak yang diekstrak dari biji kakao (Theobroma cacao) yang memiliki bentuk
padat pada suhu suhu kamar dan memiliki titik lebur antara 32-25 oC dan alan
mulai melebur pada suhu 30-32 oC (Tarigan,2005).Lemak kakao adalah lemak
yang berwarna krem yang diekstrak dari biji kakao dan digunakan untuk
menambahkan rasa, aroma, dan kehalusan untuk coklat, kosmetik, minyak taning,
sabun dan berbagai macam lotion (Wahyudi, 2007).
2.5.1 Sabun Kakao
Sabun kakao adalah produk hasil olahan berbahan baku utama lemak
kakao. Lemak kakao ini berperan untuk mengeraskan sabun dan menunda sabun
menjadi tengik (Mulato dkk, 2004). Pembuatan sabun kakao ini terdapat beberapa
proses yaitu seperti penimbangan, pencampuran, saponifikasi, dan pencetakan.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun kakao ini seperti lemak kakao,
minyak kelapa, minyak sawit, minyak zaitun, minyak jagung, atau minyak
kedelai, NaOH/KOH yang berfungsi sebagai pengubah lemak/minyak menjadi
sabun, air sebagai katalis dan air yang biasannya digunakan yaitu air suling, air
minum kemasan, Essensial, Fragrance Oils yang berguna sebagai pengharum dan
untuk warna dari sabun bisa dari pewarna makanan. Manfaat sabun dari lemak
kakao (sabun kakao) antara lain sebagai berikut:
1. Membantu melembutkan dan melembabkan kulit.
2. Sumber vitamin E yang mempunyai banyak manfaat bagi kulit
3. Mengandung tecopherol dan polypenol yang berfungsi sebagai
penamgkal radikal bebas.
4. Mencegah/menunda terjadinya keriput dan melindungi kulit dari polusi
dan menjadikan kulit bercahaya dan awet muda.
5. Untuk ibu hamil bisa digunakan untuk mencegah dan mengurangi
terjadinya “strech mark”
Proses pembuatan sabun kakao dilakukan beberpa tahapan yaitu antara lain
seperti pada skema dibawah ini:
Lemak kakao + bahan
tambahan
Penimbangan

Minyak Pelelehan lemak kakao


kelapa/minyak kelapa
sawit
Pencampuran di suhu
60oC
NaOH+Aquade
s
Pencetakan
Larutan NaOH

Pendiaman 2 minggu
Pewarna+pewangi

Pengemasan
Gambar 2.16 Skema pembuatan sabun kakao
Proses pembuatan sabun kakao dilakukan dengan beberapa tahapan yang
dimulai dari proses penimbangan bahan-bahan yang akan digunakan dalam
pembuatan sabun. Bahan-bahan tersebut seperti lemak kakao 250 gram, minyak
kelapa 250 gram, minyak kelapa sawit 250 gram, NaOH 116,23 gram Aquades
270 ml. Bahan yang sudah ditimbang seperti lemak dilakukan pelelehan dengan
cara stim, kemudian setelah lemak kakao leleh dilakukan penambahan minyak
kepala sawit/ minyak kelapa. Selanjutnya semua bahan dilakukan pengadukan
sampai homogen dan suhu yang digunakan saat pengadukan 60oC. Selain itu
bahan kimia NaOH dilakukan pelarutan dengan aquades dan saat pencampuran ini
NaOH akan bereaksi dengan H2O yang suhunya akan mecapai 40 oC setelah
larutan NaOH mencapai suhu tersebut segera diamsukkan dalam campuran lemak
kakao cair, minyak kelapa sawit dan minyak kelapa. Tahap selanjutnya dilakukan
penambahan pewarna dan pewangi alami seperti bubuk kopi, lemon dan lain
sebagainya dan saat penambahan bahan tersebut bersaan dengan diaduk supaya
tercampur rata. Selanjutnya setelah ditambaha semua bahan yang ada dilakukan
pencetakan dan didiamkan selama 2 minggu (Tempering) yang disebut masa
adaptasi produk terhadap suhu lingkungan dan yang akhir dilakukan pengemasan
dengan kemasan primer berupa plastik dan sekunder berupa kertas print dan
selanjutnya dipasarkan.
2.5.2 Kosmetik Kakao
Lipstik merupakan salah satu kosmetik yang berbentuk batang yang
biasannya digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga
dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah. Selain itu lipstik juga
digunakan untuk melindungi bibir dari pengaruh sinar matahari, aingin, udara
dingin, perubahan cuaca, dan udara kotor (Riznawati, 2012). Pembuatan lipstik
perlu adanya formulasi yang tepat yang biasannya terdiri dari parfum, antioksidan,
zat warna minyak, lemak dan malam (Vishwakarma, 2011).
Lemak yang ditambahakan dalam pembuatan liptik ini bertujuan untuk
memberikan lapisan pada bibir, menghaluskan dan mencegah efek keeringan pada
permukaan bibir dan meningkatkan daya dispersi pigmen (Adliani 2012). Lemak
yang biasannya digunakan dalam bahan baku pembuatan lipstik yaitu lemak
kakao, lemak kakao sangat bagus digunakan dalam pembuatan lipstik karena tidak
mencair pada suhu tubuh dan mudah pemakainnya, namun hal ini pemakainnya
dapat menimbulkan kerak yang tidak diingikan sehingga dapat membuat iritasi
(Vishwakarma et al., 2011). Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan
liptik kakao seperti gelas laboratorium, neraca analitik, lumpung, alu, rotaro
evaporator, freeze dryer, oven, penangas air dan lainnya. Sedangkan untuk
bahannya yaitu biji buah kakao yang masak, aquades, etanol 96%, asam sitrat,
oleum ricini, setil alkohol, twieen 80, minyak rose, vaselin albadan lainnya.
Proses pembuaan lipstik kakao yaitu:
a.Prosedur pembuatan ekstrak biji coklat
Biji kakao 1 kg

Penghalusan

Masarasi Etanol
96%1,5 L + asam sitrat
30 g

Penutupan 5 hari +
pengadukan

Penyaringan Ampas

Filtrat Masarasi dengan etanol


96%+asam sitrat 10 g 0,5 L

Penutupan 2 hari + pengadukan

Penyaringan
Ampas

Filtrat

Filtrat

Penguapan (Rotary Evaporator) 50oC

Freezer Drying -40 oC


Gambar 2.17 Skema pembuatan ektrak biji kakao (Ditjen POM 1979).
b. Prosedur pembuatan lipstik
Ekstak biji kakao
Nipagin

Pelarutan dalam propilen Pelarutan campuran Cera alba,


glikol nipagin +propilen glikol carnauba wax,
lanolin, vaselin
alba, setil alkohol
Pencampuran
Butil
Hidroksitoluoen
halus Campuran A Penguapan dalam
cawan penguap

Pelarutan dalam Peleburan dalam


oleum ricini penangas air

Cmpuran B

Tween 80+minyak rose Pencampuran

Pencetakan

Pendiaman samapai beku

Pengeluaran dari cetakan

Pengemasan

Gambar 2.18 Skema pembuatan lipstik


2.5.3 Coklat susu/permen coklat
Fraksi lemak dalam coklat sebagaian besar berasal dari lemak kakao dan
lemak susu. Lemak kakao adalah lemak terbaik untuk produk coklat. Dalam hal
ini fraksi lemak dalam formulasi coklat memberikan peranan penting dalam
menentukan teksture, kenampakan serta penanganan proses dan penyimpanan
produknya. Menurut Weylend (1999) dalam pengembangan produk baru adalah
penting untuk mempertimbangkan peranan lemak dalam mempengaruhi persepsi
konsumen dalam kenampakan, teksture, nutrisi dan penanganan produk. Berikut
bahan yang digunakan antara lain lemak kakao, minyak kelapa sawit, susu, lesitin,
gula garam, dan vanili.berikut ini skema pembuatan coklat.

Bahan

Stearin Penghalusan

Lesitin+vanil Conching 22 jam 50


i o
C
Pendinginan suhu tempering

Pencetakan suhu 32-34 oC

Pendinginan suhu 10-12


o
C
Gambar 2.19 Skema pembuatan coklat (Mulato et al 2004)
2.6 Industri Pengolahan Limbah Cair
2.6.1 Imbah Cair
Limbah cair adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah,
bisnis& industri (Purwadarminta, 1997). Pengolahan air limbah secara biologi
anaerob merupakan pengolahan air limbah dengan mikroorganisme tanpa injeksi
udara/oksigen kedalam proses pengolahan. Pengolahan air limbah secara biologi
anaerob bertujuan untuk merombak bahan organic dalam air limbah menjadi
bahan yang lebih sederhana yang tidak berbahaya. Disamping itu pada proses
pengolahan secara biologi anaerob akan dihasilkan gas-gas seperti gas CH4 dan
CO2. Proses ini dapat diaplikasikan untuk air limbah organic dengan beban bahan
organic (COD) yang tinggi. Proses pengolahan air limbah dengan aktifitas
mikroorganisme biasa disebut dengan “Proses Biologis”.
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari limbah organik yang mengalami
proses fermentasi oleh mikroorganisme anaerobik (Nurkhamidahdkk, 2013).
Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-
bahan organik oleh bakteribakteri anaerob. Kandungan biogas didominasi oleh
CH4 (gas metana) yang berpotensi besar sebagai sumber energi untuk memasak,
pemanasan atau dikonversi menjadi listrik.
Mekanisme Kerja/Prosedur Kerja Metode Penanganan Limbah Secara
Mikrobiologis Anaerobic (Methane Fermentation  Biogas). Berikut adalah
mekanisme kerja metode penanganan limbah secara biologis anaerob dengan
menggunakan reactor UASB (Up-Flow Anaerobic Sludge Blanket )

Gambar 2.20 mekanisme penanganan limbah secara mikrobiologis


Menurut Dictionary of Food Science and Technology, UASB merupakan
reaktor dimana pengolahan secara anaerobik dilakukan oleh mikroorganisme yang
membentuk flok tersuspensi di bagian bawah reaktor. Air limbah masuk dari
bagian bawah reaktor lalu dialirkan secara vertikal ke atas. Air limbah pertama-
tama akan melewati suatu lapisan yang dinamakan sludge bed. Pada lapisan ini air
limbah yang masuk akan mengalami kontak dengan mikroba anaerobik yang
berbentuk granula (pellet) yang menyusun sludge bed tersebut. Biogas yang
terbentuk dari metabolisme anaerobik akan bergerak ke atas dan mengakibatkan
terjadinya proses vertical mixing di dalam reaktor. Dengan demikian, tidak
diperlukan alat mekanik untuk pengadukan di dalam reaktor.
Pada bagian atas reaktor terdapat dua jenis saluran, yaitu saluran untuk
mengeluarkan limbah hasil olahan (effluent) serta saluran untuk mengeluarkan
biogas. Karena gas dan effluent bergerak ke atas, maka diperlukan suatu struktur
untuk menahan granula agar tidak ikut terbawa ke aliran effluent . Struktur inilah
yang dinamakan Gas-Liquid-Solid separator (GLSS). Menurut Anh (2004), GLSS
merupakan bagian penting dari UASB karena memiliki fungsi sebagai berikut:
- Mengumpulkan, memisahkan, dan mengeluarkan biogas yang terbentuk
- Mengurangi turbulensi di dalam kompartemen pengendapan yang terjadi
akibat pembentukan gas
- Memungkinkan terjadinya pemisahan lumpur secara sedimentasi,
flokulasi, atau terperangkap di dalam sludge blanket
- Membatasi ekspansi sludge bed
- Mencegah terjadinya wash-out lumpur (terbawanya lumpur ke aliran
effluent)
2.6.2 Sludge
Sludge merupakan endapan lumpur yang mengandung sejumlah
mikrooganisme, hasil dari peoses pengolahan limbah cair. Pada umumnya sludge
hasil limbah industri memiliki kandungan 3 komponen unsur hara makro yaitu
nitrogen, fosfor dan kalium. Sludge dapat dimanfaatkan sebagai kompos karena
memiliki kandungan nitrogen yang tinggi dan merupakan salah satu faktor
penyubur tanah. Berikut merupakan SNI 2803:2010 :
Tabel 2.13 Komposisi Pupuk kompos
Parameter SNI (kompos)
pH 6,80-7,49
Kadar air (%) Maks 50
Bahan organik (%) 27-58
Nitrogen (%) Min 0,40
Karbon (%) 9.80-32
C/N (%) 10-20
Fosfor (P2O5) Min 0,10
Kalium (%) Min 0,20
Besi(% ) Maks 2.00
Alumunium (%) Maks 2,20
Sumber : SNI 2803:2010
Gambar 2.21 merupakan proses pembuatan pupuk kompos dari sludge
limbah dari pengolahan air limbah:

Sludge 100kg

Rumput segar,
kotoran sapi, 100 Pencampuran
mL aktivator
PROBIOR
Fermentasi 1 minggu

Pupukmkopos

Gambar 2.21 Diagram alir pembuatan pupuk kompos

Proses pembuatan pupuk kompos dilakukan dengan menggunakan pilot


plant 100 kg yang kemudian di campur dengan rumput segar dan kotoran sapi
pada kombinasi komposisi 50:20:30 dan di tambahkan aktivator PROBIOr
sebagai stater. Kemudian di fermentasi secara anaerob selama satu minggu. Hasil
dari fermentasi berupa pupuk kompos. Pupuk kompos yang dihasilkan
didistribusikan ke pekebunan kakao.
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penulisan makalah ini antara lain ;
1. Limbah kakao yang dapat dilakukan pengolahan dan menghasilkan produk
yang bernilai tinggi antara lain pulp, kulit, lemak dan cake kakao.
2. Limbah pulp kakao dapat diolah menjadi nata dan bioetanol. Limbah kulit
kakao dapat dimanfaatkan untuk pembuatan briket, arang aktif dan pakan
ternak. Lemak kakao dapat diolah menjadi sabun, kosmetik seperti lipsik,
coklat susu/permen. Cake kakao dapat diolah menjadi pasta coklat, lemak
kakao dan bubuk coklat. Pengolahan limbah cair dapat diolah menjadi biogas
dan pupuk kompos.
DAFTAR PUSTAKA

Adamafio NA, Ayombil F, Tano-Debrah K. 2011. Microbial detheobromination


of cocoa (Theobroma cacao) pod husk. Asian J Biochem. 6:200-207.
Adamafio NA. 2013. Theobromine toxicity and remediation of cocoa by-product:
an overview. J Biol Sci. 13:570-576.Alemawor et al, (2009)
Adliani, N., Nazliniwaty & Purba, D. (2012). Formulasi lipstik menggunakan zat
warna dari ekstrak bunga kecombrang (Theobroma cacao L.) sebagai
pewarna. Journalof Pharmaceutics and Pharmacology, 1(1), 78 – 86..
Archunan, G., Microbiology, 1st, Sarup & Sons, New Delhi, 2004, pp. 357-358
BSN. 2008. SNI Biji Kakao 01-2323-2008. Jakarta
BSN. 2009. SNI Kakao Bubuk3747-2009. Jakarta
BSN. 2009. SNI Kakao Massa3749-2009. Jakarta
BSN. 2009. SNI Lemak Kakao 3748-2009. Jakarta
Chin, H.H. 2006. Cocoa pulp juice. Malaysia Cocoa 3(1): 8-9.
Daud Z, Sari A, Kassim M, Aripin AM, Awang H, Hatta ZM. 2013. Chemical
composition and morphological of cocoa pod husks and cassava peels for
pulp and paper production. Aust J Basic Appl Sci. 7:406-411.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta:Departemen
Kesehatan RI.Halaman 33, 459, 633.
Hartati I. 2012. Prediksi kelarutan theobromine pada berbagai pelarut
menggunakan parameter kelarutan hildebrand. Momentum. 8:11-16.
Kristiani, P., Sabarudin. O.L., Melati. R., Haeruddin. 2013. Waktu Optimum
Fermentasi Limbah Pulp Kakao (theobroma cacao l.) Menggunakan kulit
bakau (sonneratia sp.) Dalam produksi bioetanol.Kendari : Universitas
Haluleo.
Lateef A, Oloke JK, Gueguim Kana EB, Oyeniyi SO, Onifade OR, Oyeleye AO,
Oladosu OC, Oyelami AO. 2008. Improving the quality of agro-wastes by
solid-state fermentation: enhanced antioxidant activities and nutritional
qualities. World J Microbiol Biotechnol. 24:2369-2374.
Mensah CA, Adamafio NA, Amaning-Kwarteng K, Rodrigues FK. 2012.
Reduced tannin content of Laccase-treated cocoa (Theobromine cacao) pod
husk. Int J Biol Chem. 6:31-36.
Mucra DA. 2005. Pengaruh pemakaian pod coklat sebagai pengganti jagung
dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan
ransum pada sapi Brahman Cross. J Peternakan. 2:37- 44.
Mujnisa A. 2007. Kecernaan bahan kering in vitro, proporsi molar asam lemak
terbang dan produksi gas pada kulit kakao, biji kapuk, kulit markisa dan biji
markisa. Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak. 6:31-36.
Mulato, S., S, Widyotomo, Misnawi, Saha dan E, Suharyanto. 2004. Petunjuk
Teknis Pengolahan Produk Primer danSekunder Kakao. Bagian Proyek
Penelitian dan Pengembangan Kopi dan Kakao, Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia.
Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian
Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan
Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk
Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat.Denpasar : 16 –17
Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Nurkhamidah, S., Soewarno, N., Nurrokhim, A., dan Rahmatulloh, R. 2013.
Produksi Biogas Dari Limbah Cair Industri Tepung Tapioka Dengan
Rekator Anaerobik 3000 Liter Berdistributor. Jurnal Teknik Pomits.Vol 2
(1) : 1-5.
Puastuti W, Yulistiani D. 2011. Utilization of urea and fish meal in cocoa pod
silage based rations to increase the growth of Etawah crossbred goats. In:
Ali A, Kamil KA, Alimon AR, Orskov, Zentek J, Tanuwiria UH, editors.
Proc 2nd Int Semin AINI Feed Saf Heal Food. Jatinangor, July 6-7, 2011.
Bandung (Indonesia): Padjadjaran University. p. 463-469.
Puslitkoka. 2011. Alat dan mesin pengolah kakao. Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia. http://www.iccri. net/ (1 Juni 2017).
Puslitkoka. 2012. Pengolahan pulpa kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (1
Juni 2017).
Rinduwati, Ismartoyo. 2002. Karakteristik degradasi beberapa jenis pakan (in
sacco) dalam rumen ternak kambing. Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak.
31:1-14.
Risnawati, Nazliniwaty & Purba, D. (2012). Formulasi lipstik menggunakan
ekstrak biji coklat (Theobroma cacao L.) sebagai pewarna. Journal of
Pharmaceutics and Pharmacology,1(1), 78-86.
Sianipar J, Simanihuruk K. 2009. Performans kambing sedang tumbuh yang
mendapat pakan tambahan mengandung silase kulit buah kakao. Dalam:
Sani Y, Natalia L, Brahmantiyo B, Puastuti W, Sartika T, Nurhayati,
Anggraeni A, Matondang RH, Martindah E, Estuningsih SE, penyunting.
Teknologi peternakan dan veteriner mendukung industrialisasi sistem
pertanian untuk meningkatkan ketahanan pangan dankesejahteraan peternak.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor,
13-14 Agustus 2009. Bogor (Indonesia): Puslibangnak. p. 435-441.
Sri-Mulato; S. Widyotomo; Misnawi; Sahali & E. Suharyanto (2004).
PetunjukTeknis Pengolahan Produk Primer danSekunder Kakao. Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember.
Suparjo, Wiryawan KG, Laconi EB, Mangunwidjaja D. 2011. Performans
kambing yang diberi kulit buah kakao terfermentasi. Media Peternakan.
34:35-41.
Tarigan, Juliati Br. 2005. Pembuatan Pengganti Mentega Cokelat (Cocoa Butter
Substitue) Melalui Reaksi Interesterifikasi Antara Refined Bleached
Deodorized Palm Oil (RBDPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) dengan
Menggunakan Katalis Natrium Methoksida. Jurnal SainsKimia Vol. 9: 3-6.
Towaha, J., Anggraini, D.A., dan Rubiyo. 2012. Keragaan Mutu Biji Kakao dan
Produk Turunannya Pada Berbagai Tingkat Fermentasi: Studi Kasus di
Tabanan, Bali. Pelita Perkebunan. Vol 28 (3): 166-183.
Towaha, Juniaty. 2013. Diversifikasi Produk Berbasis Pulpa Kakao. SIRINOV.
Vol 1, No 2, Agustus 2013 ( Hal : 57–74).
Vishwakarma, B., Dwivedi, S., Dubey, K. & Joshi, H. (2011). Formulation and
evaluation of herbal lipstick. International Journal of DrugDiscovery &
Herbal Research, 1(1), 18-19.
Wahyudi, T dan Misanwi. 2007. Fasilitasi Perbaikan Mutu dan Produktivitas
Kakao Indonesia. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 23(1),
32-43.
Weyland, M. (1999). Confectionery oils and fats-profiling fat functionality.
TheManufacture and Confectionery,10, 53–60.
Young, A.M. 2007. The Chocolate Tree : A Natural History of Cacao. Revised &
Expanded Edition. The University Press of Florida, Florida, USA. 209p.
Zain M. 2009. Substitusi rumput lapangan dengan kulit buah coklat amoniasi
dalam ransum domba lokal. Media Peternakan. 31:47-52.

You might also like