You are on page 1of 21

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki bidang agraris yang sangat kuat dan masih merupakan
sektor ekonomi yang sangat penting dalam negara ini. Bidang agraris di Indonesia
mencakup berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pertanian, perkebunan,
peternakan, perikanan, dan kehutanan. Sektor pertanian dan perkebunan
memilikin peranan yang besar dinegara ini, baik dari aspek ekonomi, ketahanan
panan dipenuh oleh sektor tersebut. Bahkan indonesia mampu untuk mengekspor
hasil pertaniannya ke luar negeri.
Besarnya hasil pertanian dan perkebunan tak menjadi suatu kelebihan saja,
namu ada kekurangan dibalik itu. Salah satunya yang paling bepengaruh pada
hasil pertanian berkategori musiman. Besarya hasil pertanian pada waktu panen
menyebabkan harga panen buah dan sayuran merosot dan menjadikan petani
gagal panen atau mengalami kerugian yang sangat besar. Oleh sebab itu telah
ditemukan inovasi untuk mengatasi kerugian pertani karena hal tersebut, yaitu
ditemua teknologi pengawetan manisan buah dan sayuran.
Manisan adalah makanan yang terbuat dari bahan buah dan sayuran yang di
awetkan dengan gula agar memberikan rasa manis dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada buah dan sayuran (Septya dkk, 2017). Manisan dibuat
dengan perendaman atau pemasakanan pada larutan gula dengan kadar diatas 40%
sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Umumnya manisan dibedakan
menjadi 2 macam yaitu manisan basah dan manisan kering, yangmembedakan
dari kedua manisan tersebut adalah cara pembuatannya serta kenampakan manisan
(Friska, 2021).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam praktikum pada acara manisan buah adalah sebagai
berikut.

1. Mengetahui prinsip pengeringan osmosis buah


2. Mengetahui prinsio pengeringan dengan energi panas pada buah
3. Mengetahui perbandingan kadar air pada manisan basah dan manisan kering
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manisan Buah


2.1.1 Manisan Buah Basah
Manisan basah adalah hasil dari proses penirisan buah dari larutan gula. Produk
ini memiliki kadar air yang lebih tinggi dan tampilannya menyerupai buah asli
karena mempertahankan tekstur dan bentuknya. Biasanya, manisan basah dibuat
dari buah-buahan dan sayuran yang keras seperti mangga, kedondong, salak, dan
pepaya. Tingginya kandungan gula yang digunakan pada proses pembuatan
manisan setidaknya sebanyak lebih dari 25%, maka dari itu pada manisan buah
menyebabkan sebagian air yang terkadung dalam bahan pembuat menjadi tidak
tersedia atau tergantikan dengan larutan pembuat manisan buah. Hal ini
menjadikan berkurangnya aktivitas pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air
dalam manisan buah tersebut. Manisan buah biasa memiliki umur simpan 1-2
minggu (Novayanti., 2016).
Tabel 2.1.1 standart mutu manisan buah basah
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan:
Penampakan Normal
Bau Normal
Rasa Normal
2 Air (%b/b) Maks 31
3 Bahan tambahan: Maks1
Pemanis buatan - Negatif
Pewarna SNI 01-022201995
Pengawet SNI 01-022201995
4 Cemaran Arsen Mg/kg Maks1
5 Cemaran Logam: Mg/kg Maks 2
Timbal (pb) Mg/kg Maks 5
Tembaga (Cu) Mg/kg Maks 40
Seng (Zn) Mg/kg Maks 40/251
Timah (Hg) Mg/kg Maks 0,03
Raksa (Hg) Mg/kg Maks 1
5 Cemaran mikroba Koloni/g 25-250
SNI 01-3710-1995
2.1.2 Manisan Buah Kering
Manisan kering adalah manisan yang dihasilkan setelah buah ditiriskan sesuad
dilakukan proses perendaman pada larutan gula kosentrasi tinggi dan kemudian
dikeringkan sampai kering. Manisan kering memiliki daya simpan yang lebih
lama dikarenakan memiliki kadar air yang lebih rendah, dan kadar gula yang lebih
tinggi. Kadar air pada manisan kering maksimal 25% dan kadar gula kurang lebih
minimal 40% dengan umur simpan manisan kering biasanya mencapai beberapa
bulan. Manisan kering biasanya dibuat dari buah yang teksturnya lunak. Proses
pembuatan produk manisan kering tidak memerlukan teknologi yang tinggi.
Biayanya murah dan pembuatannya mudah serta hanya memerlukan fasilitas yang
sederhana. Namun demikian produk ini mempunyai nilai ekonomi dan tingkat
kesukaan masyarakat yang tinggi (Burhan., 2013).
Tabel 2.1.2 standart mutu manisan buah kering
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan:
Penampakan Normal
Bau Normal
Rasa Normal
2 Air (%b/b) Maks 31
3 Bahan tambahan: Maks1
Pemanis buatan - Negatif
Pewarna SNI 01-022201995
Pengawet SNI 01-022201995
4 Cemaran Arsen Mg/kg Maks1
5 Cemaran Logam: Mg/kg Maks 2
Timbal (pb) Mg/kg Maks 5
Tembaga (Cu) Mg/kg Maks 40
Seng (Zn) Mg/kg Maks 40/251
Timah (Hg) Mg/kg Maks 0,03
Raksa (Hg) Mg/kg Maks 1
5 Cemaran mikroba Koloni/g 25-250
SNI 01-3710-1995
2.2 Bahan yang Digunakan
2.2.1 Salak
Tanaman salak adalah tanaman asli Indonesia yang termasuk dalam famili
Arecaceae. Tanaman ini memiliki batang yang pendek dan hampir tidak terlihat
karena tertutup oleh pelepah daun yang tersusun rapat dan berduri. Duri pada
batang salak menyebabkan tumbuhnya tunas baru, yang dapat menjadi tunas
bunga buah salak dalam jumlah yang banyak. (Rahmah., 2016).
Salak adalah tanaman yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Batangnya
tumbuh tegak dengan bentuk bulat dan berwarna coklat. Daunnya bersifat
majemuk, memiliki tangkai, berduri, dengan anak daun yang berbentuk lanset,
ujungnya runcing, serta tepi dan pangkalnya rata. Permukaan bawah daunnya
dilapisi oleh lapisan lilin. Daun-daun ini memiliki panjang sekitar 50-75 cm dan
lebar sekitar 7-10 cm, berwarna hijau. Bunga tanaman ini tumbuh dalam bentuk
tongkol dengan tangkai yang panjangnya sekitar 7-15 cm, dan berwarna coklat
muda. Buah salak memiliki bentuk bulat telur dengan sisik yang tersusun rapi,
berwarna coklat. Daging buahnya berwarna putih dan terbagi menjadi dua hingga
tiga bagian, dengan warna coklat kehitaman. Bijinya keras dan berbentuk bulat
atau lonjong dengan diameter sekitar 1,5 cm, berwarna coklat kehitaman. Akarnya
berserabut dan berwarna coklat muda (Putri., 2019).
Klasifikasi tanaman salak sebagi berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnolinophyta
Kelas : Liliopsida
Sub kelas : Arecidae
Ordo : Arecales
Familia : Arecaceae
Genus : Salacca
Spesies : Salacca edulis
Tabel 2.2.1 Kandungan Buah Salak
No Kandungan Proporsi
1 Kalori 77 kal
2 Protein 0,5 gram
3 Karbohidrat 20,90 gram
4 Kalsium 28,00 mg
5 Fosfor 18,00 mg
6 Zat besi 4,20 mg
7 Vitamin B 0,04 mg
8 Vitamin C 2,00 mg
Tabel 2.2.1 Kandungan Senyawa Buah Salak
No Kandungan Jumlah %
1 Kadar Air 54,84
2 Kadar abu 1,56
3 Lemak 0,48
4 Protein 4,22
5 Karbohidrat 38,9
6 Polifenol 0,176 (mg/100g)
7 Antioksidan 0,4596

2.2.2 Wortel
Wortel (Daucus carota L.) adalah salah satu jenis sayuran yang sangat digemari
oleh masyarakat karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Wortel kaya
akan karoten, vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan mineral lainnya. Wortel
(Daucus carota L.) merupakan jenis sayuran umbi yang tumbuh sebagai semak
atau perdu, tumbuh tegak dengan ketinggian berkisar antara 30 cm hingga 100 cm
atau lebih, tergantung pada jenis dan varietasnya. Secara botanis, wortel
digolongkan sebagai tanaman semusim karena menghasilkan panen hanya satu
kali sebelum tumbuh mati (Rahma., 2017).
Tanaman wortel diklasifikasi-kan sebagai berikut:
Devisio : Spermatophyta
Subdevisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Umbelliferales
Famili : Umbellifirae/ Apiaceae/ Ammiaceae
Genus : Daucus
Spesies : Daucus carota L.
Tabel 2.2.2 Kandungan Gizi wortel per 100 gram dalam penelitian Rahma 2017.
No Kandungan Gizi Jumlah
1 Kalori (kal.) 35
2 Protein (g) 0,6
3 Lemak (g) 0,1
4 Karbohidrat (g) 8,2
5 Kalsium (mg) 32
6 Fosfor (mg) 28
7 Besi (mg) 0,9
8 Sodium (mg) 7
9 Serat (g) 1,8
10 Abu (g) 0,6
11 Vitamin A (SI) 12,000
12 Vitamin B-6 (mg) 0,1
13 Vitamin C (mg) 8,4
14 Vitamin K (mcg) 0,60
15 Air 90,4
2.2.3 Gula
Dalam penelitian Gumilar (2015), gula adalah jenis karbohidrat sederhana yang
berfungsi sebagai sumber utama energi dan menjadi komoditas perdagangan yang
signifikan. Gula biasanya diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.
Fungsinya utama adalah memberikan rasa manis pada makanan dan minuman.
Selain itu, gula sederhana seperti glukosa (yang dihasilkan dari sukrosa melalui
enzim atau hidrolisis asam) dapat menyimpan energi yang digunakan oleh sel-sel
tubuh. Gula sukrosa dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti nira tebu, bit
gula, atau aren. Gula memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, dan digunakan dalam berbagai makanan dan minuman sebagai pemanis,
seperti kue, biskuit, roti, martabak manis, dan lain sebagainya. Dalam penelitian
Gumilar (2015), gula dapat dibedakan berdasarkan warnanya menjadi beberapa
jenis, di antaranya:
a) Raw Sugar (Gula Mentah): Raw Sugar adalah jenis gula mentah yang
berbentuk kristal dan memiliki warna kecoklatan.
b) Refined Sugar atau Gula Rafinasi: Gula Rafinasi adalah produk gula yang telah
mengalami proses pengolahan lebih lanjut dari gula mentah atau raw sugar
c) White Sugar atau Gula Kristal Putih: Gula Kristal Putih adalah jenis gula yang
memiliki nilai ICUMSA (International Commission for Uniform Methods of
Sugar Analysis) antara 250-450 IU.
Tabel 2.2.3 Syarat mutu gula kristal
2.2.4 Kalsium Hidroksida
Kalsium hidroksida (Ca(OH)₂) adalah bahan medikamen yang sangat efektif
dalam perawatan saluran akar. Kalsium hidroksida bekerja dengan melepaskan
ion Ca²⁺ yang berperan dalam proses mineralisasi jaringan gigi dan ion OH⁻ yang
memiliki efek antimikroba melalui peningkatan pH. Meskipun Ca(OH)₂ memiliki
sifat biologis yang menguntungkan sebagai medikamen intrakanal, penelitian
telah menunjukkan bahwa kontak langsung antara Ca(OH)₂ dengan saluran akar
dapat memengaruhi perubahan sifat fisik dentin. Untuk memudahkan aplikasinya
dalam saluran akar, serbuk Ca(OH)₂ dicampur dengan suatu larutan bahan
pencampur. Penambahan berbagai substansi ke dalam serbuk Ca(OH)₂ bertujuan
untuk meningkatkan sifat antibakteri, radioopasitas (kemampuan untuk terlihat
dalam citra radiografi), daya alir, dan konsistensi. Kecepatan pelepasan ion Ca²⁺
dan OH⁻ sangat dipengaruhi oleh jenis bahan pencampur yang digunakan. Secara
umum, semakin rendah viskositas bahan pencampur, semakin cepat ion tersebut
akan dilepaskan.
2.2.5 Osmosis
Proses osmosis terjadi dalam sel-sel makhluk hidup dan disebabkan oleh tekanan
osmotik yang ada. Osmosis adalah fenomena alam yang terjadi ketika molekul-
molekul air bergerak melalui membran semipermeabel, seperti membran sel atau
struktur yang mirip dengan membran sel. Namun, osmosis dapat dimodifikasi atau
dibalikkan dengan menerapkan tekanan yang lebih besar daripada tekanan
osmotik larutan. Proses ini dikenal sebagai osmosis balik atau Reverse Osmosis
(Abdul., 2017). Menurut Roza (2013) Osmosis adalah proses difusi air yang
terjadi melalui membran semipermeabel, di mana air bergerak dari daerah
berkonsentrasi rendah menuju daerah berkonsentrasi tinggi. Tekanan osmosis
adalah parameter yang dapat diukur menggunakan perangkat yang disebut
osmometer. Dalam proses ini, air mengalir dari daerah dengan tekanan osmosis
yang lebih rendah menuju daerah yang memiliki tekanan osmosis yang lebih
tinggi. Ketika membran berada dalam lingkungan dengan konsentrasi larutan yang
lebih tinggi, membran tersebut akan mengalami penyusutan.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum manisan buah sebagai berikut:
1. Pisau
2. Sendok
3. Baskom
4. Piring
5. Oven
6. Telenan
7. Tampah
8. Timbangan
9. Tirisan
10. Tissue
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum manisan buah sebagai berikut:
1. Salak
2. Wortel
3. Gula pasir
4. Kalsium hidroksida
5. Air
3.2 Fungsi Perlakuan
3.2.1 Manisan Buah Basah
Fungsi perlakuan dalam pembuatan manisan buah melibatkan beberapa
langkah. Pertama-tama, persiapan bahan dan peralatan dilakukan dengan
menggunakan salak, wortel, gula pasir, dan kalsium hidroksida. Langkah awal
adalah mengupas dan membersihkan buah salak dan wortel untuk menghilangkan
kotoran yang menempel pada kulit buah. Setelah itu, setiap sampel buah diukur
dengan berat 100 gram. Langkah berikutnya adalah memotong sampel buah
menjadi ukuran kecil dan mencuci bersih dengan air mengalir. Hal ini bertujuan
untuk memudahkan penyerapan larutan gula saat perendaman. Sementara itu,
larutan kalsium hidroksida dibuat dengan mencampur 1 sendok makan kalsium
hidroksida dengan 500 ml air mineral. Larutan ini memiliki beberapa tujuan,
seperti menghilangkan keasaman pada buah, menjaga warna alami, dan
mempertahankan tekstur buah setelah pengeringan. Selanjutnya, buah yang sudah
dipotong direndam dalam larutan kalsium hidroksida selama 30 menit. Waktu
perendaman ini penting untuk menjaga kualitas buah. Setelah itu, buah ditiriskan
dan dimasukkan ke dalam air mendidih selama 1 menit (blansing) untuk
membuka pori-pori buah sehingga kadar air pada buah dapat digantikan dengan
kadar gula. Selama proses blansing, disiapkan 80 gram gula pasir untuk masing-
masing sampel dan dibuat larutan gula 40% dengan menambahkan 200 ml air.
Buah kemudian direndam dalam larutan gula tersebut selama 24 jam dalam wadah
yang tertutup. Tujuan perendaman ini adalah menggantikan kadar air pada sampel
dengan kadar gula dalam larutan gula. Setelah 24 jam, berat akhir pada sampel
diukur untuk menentukan kadar air. Selain itu, dilakukan uji organoleptik untuk
menilai warna, rasa, tekstur, dan aroma pada masing-masing sampel.

3.2.2 Manisan Buah Kering

Dalam pembuatan manisan kering, langkah pertama yang harus diambil adalah
meniriskan manisan buah basah menggunakan tisu. Tujuan dari langkah ini adalah
untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada manisan basah. Manisan basah
kemudian disusun rapi pada loyang high driye. Setelah manisan basah tersusun
dengan baik dalam loyang, langkah selanjutnya adalah memasukkan sampel
tersebut ke dalam high driye yang telah dipanaskan hingga mencapai suhu 90°C.
Proses ini dilakukan selama 1 jam. Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar
air pada manisan, sehingga manisan kering yang dihasilkan akan lebih tahan lama
dibandingkan dengan manisan basah. Langkah terakhir adalah menimbang berat
akhir dari manisan kering untuk menghitung kadar air yang masih terdapat pada
manisan. Selain itu, juga dilakukan uji organoleptik yang mencakup penilaian
terhadap warna, rasa, tekstur, dan aroma dari manisan kering yang telah
dihasilkan.

3.3 Skema Kerja


3.3.1 Manisan Buah asah

3.3.2 Manisan Buah Kering


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Organoleptik
Tabel 4.1.1 Hasil Pengamatan Organoleptik
Sampel Perlakuan Warna Rasa Tekstur Aroma
Wortel Manisan Basah +++ ++ ++ ++
Manisan Kering +++ +++ ++ +
Salak Manisan Basah + +++ ++ ++
Manisan Kering + +++ + ++
Parameter Pengamatan Warna : Parameter Pengamatan Tekstur :
+ : Pucat + : Lunak
++ : Agak cerah ++ : Agak keras
+++ : Cerah +++ : Keras
Parameter Pengamatan Rasa : Parameter Pengamatan Aroma :
+ : Tidak manis + : Tidak beraroma
++ : Cukup manis ++ : Agak beraroma
+++ : Manis +++ : Beraroma
4.1.2 Tabel Pengamatan Kadar Air
Tabel 4.1.1 Pengukuran Kadar air
Sampel Perlakuan Kadar Air
Wortel Manisan Basah -4,30%
Manisan Kering 58,25%
Salak Manisan Basah -3,48%
Manisan Kering 46,56%

4.2 Pembahasan
4.2.1 Manisan Buah Basah
Hasil yang didapat pada manisan buah basah pada data yang didapat pada
perhitungan kadar air bahan baku wortel dan salak yang sudah ditimbang seberat
100 gram pada buah wotel dan salak, telah terjadi penambahan berat ketika sudah
direndam 24 jam sebear 104,3 gram pada buah wotel, dengan didapatkan
penambahan kadar air sebesar 4,30% pada buah wortel. Pada Hasil penelitian
Mirontoneng (2019) menunjukan Kadar air pada wortel sebesar 89.13 %, maka
terjadi penambahan total kadar air pada manisan wotel sebesar 93,43%.
Sedangkan pada buah salak didapat penambahan berat ketika sudah direndam
selama 24 jam sebesar 103,48 gram dan didapat hasil penambahan kadar air
sebesar 3,48% pada buah salak. Dalam penelitian Maulidiah (2014), salak
memiliki kadar air 78,00% per 100gr buah salak, maka terjadi penambahan kadar
air pada manisan buah salak sebesar 81,48%. Pada uji organoleptik didapatkan
pada manisan basah wotel memiliki warna yang cerah, rasa yang cukup manis
tekstur agak keras, dan bau agak beraroma khas wotel. Pada manisah basah buah
salak memiliki warna pucat, memiliki rasa manis, tekstur agak keras dan agak
beraroma.
4.2.2 Manisan Buah Kering
Hasil yang didapat pada manisan buah kering pada data yang didapat pada
perhitungan kadar air bahan baku wortel dan salak yang sudah dilakukan
peredaman bahan selama 24 jam dengan larutan gula berkonsetarsi, dan sudah
dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven selama 1jam didapatkan berat
akhir pada manisan kering buah wortel sebesar 42,5 gram dari berat awal
sebelum dikeringan sebesar 101,8 gram dan didapatkan persentase pengurangan
kadar air sebesar 58,35%, menurut Mirontoneng (2019) menunjukan Kadar air
pada wortel sebesar 89.13 %, maka terjadi pengurangan total kadar air pada
manisan wotel sebesar 30.88%, menurut Standar mutu buah kering (SNI 01-3710-
1990) kadar air yang disyaratkan untuk manisan kering maksimal 31%, hal
tersebut sesuai dengan kategori manisan buah kering. Pada manisan kering buah
salak didapat berat sebelum melakukan pengeringan sebesar 95,88 gram setelah
dikeringkan 1jam didapat berat akhir sebesar 51,23 gram dan didapat
penguranagan presentase kadar air sebesar 46.56%. Dalam penelitian Maulidiah
(2014), salak memiliki kadar air 78,00% per 100gr buah salak, maka terjadi
pengurangan total kadar air pada manisan salak sebesar 32.44%, menurut Standar
mutu buah kering (SNI 01-3710-1990) kadar air yang disyaratkan untuk manisan
kering maksimal 31%, maka padad manisan buah kering yang di buat belum
sesuai dengan kategori.
4.2.3 Perbandingan Manisan Buah Basah dan Kering
Pada manisan buah basah memiliki kadar air yang cukup tinggi hal ini
dikarenakan pada proses pembuatan manisan buah basah dibuat dengan
perendaman larutan gula, walapun gula memiliki sifat osmosis namun pada proses
pembuatan larutan tersebut membutuhkan air sehingga kadar air yang terdapat
dalam buah tidak 100% tergantikan. Sedangkan untuk manisan kering pastinya
memiliki kandugan kadar air yang rendah, dikarenakan pada proses pembuatan
dibantu dengan proses pengeringan hal ini menyebabkan kandungan kadar air
dalam buah akan menguap sehingga kadar air dalam buah akan mengurang.
Dalam uji organoleptik manisan basah dan kering wortel dan salak memiliki
perbedaan dari segi warna manisan basah dan kering buah wortel memiliki warna
yang cerah, pada rasa wotel memeiliki perbedaan pada manisan basah memiliki
rasa yang cuku manis dan manisan kering wortel memiliki rasa yang manis, untuk
tekstur dan aroma manisan basah dan kering memiliki parameter yang sama pada
wotel. Pada manisan buah basah dan kering pada salak memiliki warna yang
sama yaitu pucat dikarenakan salak memiliki warana yang pucat, untuk rasa ,
manisan kering salak memiliki rasa yang manis dibanding manisan basah salak,
pada tekstur manisan kering salak memiliki paramater keras dibanding manisan
basah salak, dan pada parameter aroma manisan basah salak agak beraroma dari
pada manisan kering salak.
Umur simpan manisan buah, baik basah maupun kering, tergantung pada
berbagai faktor termasuk jenis buah, cara pengolahan, metode penyimpanan, dan
apakah bahan pengawet digunakan atau tidak. Manisan buah basah biasanya
memiliki umur simpan yang pendek daripada manisan buah kering. Manisan
basah biasanya sekitar beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung pada
jenis buahnya dan tingkat kesegaran buah. Sedangkan pada manisan buah kering
biasanya memiliki umur simpan yang lebih lama daripada manisan buah basah
karena kadar airnya sudah dihilangkan. Umur simpannya dapat mencapai
beberapa bulan hingga setahun atau lebih asalkan disimpan pada wadah kedap
udara dan dalam kondisi yang sejuk dan kering dapat bertahan lebih lama
(Sinaga., 2021).
Untuk kesesuaian manisan basah pada manisan buah wortel dan salak sudah
sesuai karena memiliki rasa yang manis. Pada manisan kering wotel dan salak
memiliki perbedaan khususnya pada tingkat kadar air. Pada manisan kering wortel
menghasilkan kadar air 30.88% hal tersebut sesuai dengan (SNI 01-3710-1990)
kadar air yang disyaratkan untuk manisan kering maksimal 31%. Sedangkan pada
buah kering salak didapat kadar air 32.44% hal tersebut tidak sesuai dengan (SNI
01-3710-1990) kadar air yang disyaratkan untuk manisan kering maksimal 31%.
Besarnya pengaruh kadar air yang terkandung pada manisan kering, jika tidak
sesuai dengan syarat yang dianjurkan akan berpengaruh pada umur simpan atau
memiliki umur simpan yang pendek, dan hal tersebut akan bertentagan dengan
prinsip manisan buah kering yaitu untuk menambah umur simpan.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan adapun kesimpulan yang didapat
sebagai berikut :
1. Pengeringan osmosis buah adalah pengurangan kadar air dengan
mengunakan bahan yang bersifat sensitif menyerap air (gula) yang
terkandung pada bahan sehingga kadar air yang terdapat dalam bahan akan
tergantikan oleh bahan bersifat osmosis dan penggunaan kalisium
hidroksida dapat mempengaruhi warna, tekstur rasa dan membatu
menghilangkan kadar air pada permukaan buah.
2. Prinsip pengeringan dengan energi panas pada buah-buahan dengan cara
dipanaskan, seperti oven atau pengering khusus. Pemanasan ini bertujuan
untuk meningkatkan suhu buah dan merangsang penguapan air pada buah.
3. Kadar air pada manisan wortel basah yang didapat yaitu -4,30%, perolehan
hasil minus yang berarti kadar airnya bertambah pada manisan basah.
Sedangkan manisan wortel kering perhitungan kadar air yang menguap
sebesar 58,25%. Pada manisan buah salak basah kadar air yang hilang
yaitu -3,48%. Sedangkan pada manisan salak kering kadar air
nya sebesar 46,56%
5.2 Saran
Pada proses pengeringan buah dengan pemanasan diharapkan praktikan
berfokus pada proses pengeringan, jika terjadi kesalahan atau kelamaan pada
proses penimbangan karena terpapar pada suhu ruang yang lembab akan
mempengaruhi jumlah kadar air yang menguap.
DAFTAR PUSTAKA

SNI 01-3710-1990
SNI 01-3710-1995
SNI 01-3140-2001
Abdul, F. F. (2017). Optimalisasi Kinerja Reverse Sea Water Osmosis Di Mv. Tss
Pioneer 5 Dengan Metode Fault Tree Analisys (Doctoral Dissertation,
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang).
Ariani, N. G. A., Hadriyanto, W., & Kristanti, Y. (2013). Pengaruh Bahan
Sterilisasi Kalsium Hidroksida Dengan Bahan Pencampur Saline,
Chlorhexidine Digluconate 2% Dan Lidocaine Hcl 2% Terhadap
Kekerasan Mikro Dentin Pada Segmen Duapertiga Servikal Saluran Akar.
Jurnal Kedokteran Gigi, 5(2), 169-175.
Ariyani, R. (2022). Pengaruh Penambahan Sukrosa Terhadap Karakteristik Fisik,
Kimia Dan Organoleptik Manisan Kering Kelapa (Cocos Nucifera L.)
(Doctoral Dissertation, Universitas Jambi).
Burhan, B. (2013). Karakteristik Manisan Nangka Kering Dengan
Perendamangula Bertingkat. Agrointek: Jurnal Teknologi Industri
Pertanian, 7(2), 86-91.
Gumilar, N. A. (2015). Perbaikan Waktu Pemuatan Produk Gula Melalui
Perbaikan Tata Letak Gudang (Studi Kasus Pt Pg Rajawali 1 Jati Tujuh)
(Doctoral Dissertation, Universitas Widyatama).
Maulidiah, A., Hidayati, D., & Hastuti, S. (2014). Analisa Karakteristik Manisan
Kering Salak (Salacca Edulis) Dengan Lama Perendaman Dan
Konsentrasi Larutan Gula. Agrointek: Jurnal Teknologi Industri
Pertanian, 8(1), 23-31.
Mirontoneng, R., Longdong, I. A., & Lengkey, L. (2019). Kajian Mutu Wortel
(Daucus Carota L.) Terolah Minimal Yang Dikemas Secara Vakum. In
Cocos (Vol. 11, No. 4).
Novayanti, S. R. (2016). Pengaruh Penambahan Konsentrasi Gula Terhadap Sifat
Organoleptik Pada Manisan Kolang Kaling.
Putri, M. A. (2019). Identifikasi Flavonoid, Alkaloid Dan Tanin Kopi Biji Salak
Yang Di Sangrai Pada Berbagai Varian Waktu (Doctoral Dissertation,
Akademi Farmasi Putera Indonesia Malang).
Rahma, S. B. (2017). Pengaruh Perbedaan Suhu Pengeringan Terhadap Kadar
Vitamin A Pada Tepung Wortel (Daucus Carota L.) Grade Terendah
Sebagai Sumber Belajar Biologi (Doctoral Dissertation, University Of
Muhammadiyah Malang).
Rahmah Umi. 2016. Pengaruh Ekstrak Kulit Buah Salak (Salacca Zalacca
(Gaertn.) Voss) Terhadap Pertumbuhan Escherichia Coli: Artikel
Ilmiahfakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan: Universitas Jambi.
Septya, S., I. Suhaidi, Dan Ridwansyah. 2017. Pengaruh Konsentrasi Gula Dan
Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Manisan Basah Batang Daun
Pepaya. Ilmu Dan Teknologi Pangan 5: 73-80.
Sinaga, E. G. R. (2021). Faktor Pengeringan Terhadap Kualitas Manisan Kering
Buah Berkadar Air Tinggi (Doctoral Dissertation, Universitas Katholik
Soegijapranata Semarang).

You might also like