You are on page 1of 19

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN

HASIL TANAMAN PANGAN


PROSES TERMAL
PENGOLAHAN TEPUNG JAGUNG

DOSEN PENGAMPU :
Emma Riftyan. S.TP., M.Sc

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 8


1. Adi Saputra Jaya Sitorus 2106112927
2. Devala Aulia 2106111217
1. Jasmin Khaidira Nurfatihah 2106125775
2. Yasinta Nurmalahayati 2106112415

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,
karunia serta kasih sayang-Nya kami mahasiswa dapat menyelesaikan makalah
berjudul Proses Termal Pengolahan Tepung Jagung dengan sebaik mungkin.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Emma Riftyan S.TP., M.Sc selaku dosen
pengampu mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Tanaman Pangan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
Pengolahan Hasil Tanaman Pangan. Makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan tentang proses termal pengolahan tepung jagung bagi para pembaca dan
juga bagi penulis. Penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan
teknik pengetikan, walaupun demikian inilah usaha maksimal kami selaku para
penulis usahakan. Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para
pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

Pekanbaru, 20 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................................... 2
II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3
2.1 Jagung ......................................................................................................... 3
2.2 Tepung......................................................................................................... 3
2.3 Tepung Jangung .......................................................................................... 4
2.4 Proses Termal .............................................................................................. 5
III PEMBAHASAN ............................................................................................... 8
3.1 Proses Termal .............................................................................................. 8
3.2 Kinetika Proses Termal ............................................................................... 9
3.3 Shelf Life ................................................................................................... 12
VI PENUTUP ...................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 13
3.1 Saran .......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... iii

ii
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris, kehidupan sebagian besar masyarakat
ditopang oleh hasil pertanian. Proses pembangunan di Indonesia mendorong
tumbuhnya industri-industri yang berbahan baku hasil pertanian (agroindustri).
Bahan baku hasil industri pertanian ini diantaranya adalah jagung (Zea mays)
yang dapat diolah menjadi suatu produk untuk berbagai macam keperluan seperti
industri makanan. Tanaman jagung merupakan salah satu pangan lokal yang
dikembangkan dalam rangka diversifikasi pangan (Tangkilisan et al., 2013).
Jagung merupakan komoditi potensial untuk dikembangkan menjadi pangan
pokok alternatif karena tingkat produksi jagung yang cukup besar dan juga
kandungan gizi jagung khususnya protein dan karbohidrat tidak kalah dengan
beras. Komponen kimia terbesar dalam jagung adalah karbohidrat, yaitu sekitar
72% dari berat biji yang sebagian besar berupa pati, yang secara umum
mengandung amilosa 25-30 % dan amilopektin sekitar 70-75 % (Sudiono et al.,
2013)
Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah
jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan lama, mudah dicampur dan
diperkaya zat gizi (Damardjati, 2000). Tepung jagung adalah produk antara
yang dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk baru, seperti puding, mie, dan
lain sebagainya. Pembuatan tepung jagung mendorong munculnya produk olahan
jagung yang lebih beragam, praktis sesuai kebiasaan konsumsi masyarakat saat ini
sehingga menunjang program diversifikasi konsumsi pangan. Karakterisasi sifat
tepung sangat diperlukan untuk menyusun formulasi produk yang sesuai dengan
mutu yang ditargetkan.
Tepung jagung adalah hasil olahan jagung yang diperoleh dengan cara
menggiling biji jagung yang bersih dan baik, dengan cara dikeringkan
secara alami atau menggunakan alat pengering dan dihancurkan sehingga
membentuk butiran. Kelebihan lain yang dimiliki oleh tepung jagung jika
dibandingkan dengan tepung terigu adalah kandungan serat yang lebih tinggi
dari tepung terigu. Selama proses pengolahan tepung jagung disarankan

1
menggunakan prinsip yang sesuai karena akan berdampak terhadap mutu
jagung. Cara yang tidak bersih dapat menyebabkan penurunan kualitas dan
tercemarnya jagung olahan tersebut (Prasetyaningsih dan Billah, 2018).
Pengolahan jagung menjadi tepung jagung tidak lepas dari proses termal
yaitu proses pengeringan. Proses termal merupakan salah satu metode pengawetan
makanan untuk meningkatkan umur simpan yang dilakukan menggunakan suhu
tinggi, proses termal terdiri beberapa macam, salah satunya adalah proses
pengeringan. Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan dengan cara
mengurangi kadar air bahan pangan dengan suhu tinggi sehingga memiliki daya
simpan yang cukup lama. Apabila kadar airnya berkurang, maka mikroba
pembusuk tidak dapat hidup di dalamnya dan usia jagung bisa lebih
lama (Wardani, 2010). Proses pengeringan jagung manis ini memerlukan
kombinasi suhu dan laju alir pengeringan yang tepat agar dapat
menghasilkan produk berupa tepung yang halus dan mendapatkan hasil
tepung yang baik dan berkualitas.
Prinsip pengeringan biasanya akan melibatkan dua kejadian, yaitu panas
harus diberikan pada bahan yang akan dikeringkan, dan air harus dikeluarkan dari
dalam bahan. Dua fenomena ini menyangkut perpindahan panas ke dalam dan
perpindahan massa keluar. Proses pengeringan biji jagung, pada kegiatan
pengeringan dan penyimpanan selalu berkaitan dengan kondisi fisik lingkungan
sekitar di antaranya proses pindah panas. Panas mengalir dari suhu tinggi menuju
suhu yang lebih rendah, pada kegiatan pengeringan dan penyimpanan selalu
berkaitan dengan kondisi fisik lingkungan sekitar di antaranya proses pindah
panas. Panas mengalir dari suhu tinggi menuju suhu yang lebih rendah.

1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui proses termal yang terjadi
dalam pengolahan jagung menjadi tepung jagung.

2
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jagung ( Zea mays )


Jagung adalah tanaman serealia yang berasal dari benua Amerika, tepatnya
dari negara Meksiko. Tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman rumput
rumputan dengan tipe biji monokotil. Di Indonesia, jagung digunakan untuk
pakan ternak, serta bahan dasar industri makanan dan minuman, tepung, minyak,
dan lain-lain (Wulandari dan Lalu, 2019). Kandungan kimia jagung terdiri atas air
Sebanyak 13.5%, protein 10%, lemak 4.0%, karbohidrat 61.0%, gula 1.4%,
pentosa 6.0%, serat kasar 2.3%, abu 1.4%, dan zat-zat kimia lainnya 0.4%.
Mencermati kandungan dan komposisi kimia tersebut, jagung merupakan sumber
kalori, juga mensuplai nutrisi untuk memperoleh keseimbangan gizi penduduk
(Rangkuti et al., 2014).
Jagung sebagai bahan pangan dan merupakan sumber karbohidrat kedua
setelah beras. Jagung sebagai makanan pokok dan potensial menjadi komoditas
strategis yang cukup berperan dalam meningkatkan pendapatan industri lain
khususnya industri makanan juga masih banyak membutuhkan jagung. Seperti
industri gula jagung, industri tepung maizena, industri rumah tangga, industri
farmasi, dan lain sebagainya (Rangkuti et al., 2014). Manfaat jagung tidak hanya
sebagai bahan pangan, tetapi juga bahan pakan dan bahan industri lainnya.
Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk
pakan 30% untuk konsumsi pangan selebihnya untuk kebutuhan lainnya dan bibit,
hal ini menyebabkan kebutuhan akan jagung terus mengalami peningkatan
(Akbar, 2013).

2.2 Tepung
Tepung merupakan partikel padat yang berbentuk butiran halus bahkan
sangat halus tergantung pada pemakaiannya. Tepung biasanya digunakan untuk
bahan baku industri, keperluan penelitian, maupun dipakai dalam kebutuhan
rumah tangga, misalnya membuat kue dan roti. Tepung dibuat dari berbagai jenis
bahan nabati, yaitu dari bangsa padi-padian, umbi-umbian, akar-akaran, atau
sayuran yang memiliki zat tepung atau pati atau kanji (Murtini et al., 2005).
Contoh tepung nabati adalah tepung terigu yang berasal dari gandum, tepung

3
tapioka yang berasal dari singkong, tepung maizena yang berasal dari jagung,
tepung ketan yang berasal dari beras ketan. Tepung dapat juga dibuat dari bahan
hewani, misalnya tepung tulang dan tepung ikan. Tepung bentuk hasil
pengolahan bahan dengan cara penggilingan. Pada penggilingan ukuran bahan
diperkecil dengan cara penggilingan dengan gaya mekanis dari alat penggiling
tepung. Tepung mekanis pada proses penggilingan diikuti dengan permukaan
bahan dan energi yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh kekerasan bahan dan
kecenderungan bahan untuk dihancurkan (Wibowo, 2012).
Proses produksi tepung melibatkan beberapa tahap, termasuk penggilingan,
pengayakan, dan pengeringan. Bijian atau bahan dasar lainnya diolah menjadi
tepung melalui penggilingan yang dilakukan oleh mesin penggiling. Proses
pengayakan dilakukan untuk memisahkan bagian tepung yang lebih halus dari
serat kasar atau partikel yang tidak diinginkan (Wibowo, 2012). Setelah itu,
tepung dikeringkan untuk menghilangkan kadar air yang berlebihan dan
meningkatkan umur simpannya. Komposisi dan Sifat-sifat Tepung terdiri dari
karbohidrat, protein, serat, lemak, vitamin, mineral, dan air. Komposisi tepung
akan bervariasi tergantung pada jenisnya. Protein adalah komponen utama dalam
tepung dan berperan dalam pembentukan struktur adonan. Kandungan protein
yang tinggi dalam tepung terigu adalah yang membuatnya sangat cocok untuk
membuat roti yang berongga dan empuk (Murtini et al., 2005).

2.3 Tepung Jagung


Tepung jagung merupakan butiran- butiran halus yang berasal dari jagug
yang telah dikeringkan dan dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi tepung lebih
dianjurkan daripada pengolahan yang lainnya karena tepung lebih tahan disimpan,
mudah dicampur dapat diperkaya dengan zat nutrisi dan lebih praktis jika
digunakan (Arief et al., 2014). Suatu bahan pakan harus memiliki kadar air rendah
sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang panjang, bahan yang
berbentuk tepung untuk dapat disimpan dalam jangka waktu lama harus memiliki
kadar air dibawah 10%, (Aini et al., 2016).
Tepung jagung mengandung serat pangan larut dan tidak larut dalam air.
Seperti telah diketahui, serat pangan sangat dibutuhkan untuk kesehatan tubuh
(Atmaka dan Amanto, 2015). Tepung jagung adalah bentuk hasil pengolahan

4
bahan dengan cara penggilingan atau penepungan. Tepung jagung adalah produk
setengah jadi dari biji jagung kering pipilan yang dihaluskan dengan cara
penggilingan kemudian diayak (Resmisari, 2013).
Tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji
jagung yang bersih dan baik melalui proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga,
dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi
tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi (Resmisari, 2013). Kulit
memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari
endosperm karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga
merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga
harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat
tepung tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol
jagung yang harus dipisahkan sebelum proses penepungan agar tidak terdapat
butir-butir hitam pada tepung (Atmaka dan Amanto, 2015).

2.4 Proses Termal


Proses termal adalah metode pengawetan pangan penting dalam industri
pangan dan telah menjadi landasan pada proses pengolahan pangan di
indistriselama berabad-abad. Perhitungan proses termal yang termasuk
didalamnyaadalah waktu dan suhu proses dihitung untuk mencapai pada tingkat
inaktivasimikroba (letal) yang dilakukan secara hati-hati untuk menjamin
keamanan kesehatan publiK. Proses termal yang berlebihan harus dihindari karena
proses termal memiliki efek yang merugikan pada kualitas (faktor dan nutrisi dan
sensori) pangan (Sandeep, 2011).
Untuk menetapkan proses termal pada pangan dapat dilakukan dengan
menghitung nilai D dan nilai Z sebagai ukutan inaktivasi mikroba pada
panganspesifik dan pada temperature spesifik (Nelson, 2010). Nilai D atau dikenal
pula dengan isitilah decimal reduction time didefinisikan sebagai waktu yang
dibutuhkan pada suhu tertentu untuk mengurangi 90% (sama dengan nilai 1 log)
mikroba yang masih hidup (Forsythe,2010). Tingkat kematian mikroba karena
panas dapat dikuantifikasi dengan menghitung nilai D. Nilai D umum digunakan
untuk membandingkan kecepatan dari inaktivasi termal mikroba pada jenis
produk pangan dan kondisi panas yang berbeda. Nilai Z pula didefinisikan sebagai

5
peningkatan suhu yang dibutuhkan untuk meningkatkan kecepatan kematian
sepuluh kali lipat atau dengan kata lain menurunkan nilai D sepuluh kali lipat
(Forsthe, 2010).
Ada beberapa jenis pengeringan yaitu pengeringan dengan cara penjemuran
langsung di bawah sinar matahari dan pengeringan dengan alat tray dryer.
Pengeringan langsung memiliki kelemahan dimana sangat bergantung pada
keadaan cuaca, suhu dan kelembaban. Pada pengeringan menggunakan tray dryer,
lebih efektif karena tidak tergantung dengan cuaca karena memanfaatkan udara
panas sebagai fluida pengeringnya (Prasetyaningsih dan Billah, 2018).
Tray dryer merupakan alat yang terdiri atas beberapa komponen utama
yaitu nampan (tray), pemanas (heater), timbangan, dan blower. Proses
pengeringan menggunakan tray dryer termasuk ke dalam jenis pengeringan
langsung, dimana media pengering (udara panas) berkontak langsung dengan
bahan yang akan dikeringkan. Bahan yang akan dikeringkan menggunakan tray
dryer harus berbentuk lembaran yang dihamparkan di atas tray. Proses
pengeringan dimulai saat pemanas menyala dan panas yang dihasilkan mengalir
melaui udara melintasi permukaan padatan dengan bantuan blower (Manfaati et
al., 2019).

Gambar 1. Tray dryer

6
Tray dryer berbentuk persegi yang berisi rak-rak sebagai tempat bahan
yang akan dikeringkan. Mekanisme kerja mesin pengering buatan tipe rak vertikal
(vertical tray dryer) dalam upaya memperpanjang masa simpan dan peningkatan
mutu benih jagung yang sesuai dengan SNI dengan tingkat perkecambahan di atas
85%. Alit dan Susana (2020), meneliti bagaimana kecepatan udara berpengaruh
terhadap pertukaran kalor pada mesin pengering jagung. Mesin tersebut dapat
mengeringkan jagung dari kadar air 19% menjadi 12% dalam kurun waktu 47
menit dengan kecepatan udara 3 m/s. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa semakin tinggi kecepatan udara pengering maka semakin cepat pula proses
pengeringan.

7
III PEMBAHASAN

3.1 Proses Termal


Proses termal merupakan salah satu metode pengawetan makanan untuk
meningkatkan umur simpan yang dilakukan menggunakan suhu tinggi. Proses
termal dalam suatu pengolahan pangan bertujuan untuk memperpanjang keawetan
produk pangan dengan membunuh mikroba pembusuk dan patogen, memperbaiki
mutu sensori, melunakkan produk, meningkatkan daya cerna protein dan
karbohidrat, dan menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan.
Proses termal yang berlebihan dapat merusak komponen gizi dan menurunkan
mutu sensori produk (Yuswita, 2014).
Pengeringan merupakan proses paling krusial yang menentukan hasil akhir
dari pengolahan tepung jagung. Pengeringan merupakan salah satu cara dalam
teknologi pangan yang dilakukan dengan tujuan pengawetan. Manfaat lain dari
pengeringan adalah memperkecil volume dan berat bahan dibanding kondisi awal
sebelum pengeringan, sehingga akan menghemat ruang. Dalam suatu proses
pengeringan, dikenal adanya suatu laju pengeringan yang dibedakan menjadi dua
tahap utama, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju
pengeringan konstan terjadi pada lapisan air bebas yang terdapat pada permukaan
bahan. Laju pengeringan ini terjadi sangat singkat selama proses pengeringan
berlangsung, kecepatan penguapan air pada tahap ini dapat disamakan dengan
kecepatan penguapan air bebas, sedangkan laju pengeringan menurun terjadi
setelah periode pengeringan konstan selesai. Pada tahap ini kecepatan aliran air
bebas dari dalam bahan ke permukaan lebih kecil dari kecepatan pengambilan uap
air maksimum (Nurba, 2008).
Metode pengeringan dalam pengolahan jagung menjadi tepung jagung af\yaitu
dengan menggunakan tray dryer. Tray dryer atau alat pengering tipe rak,
mempunyai bentuk persegi dan didalamnya berisi rak-rak, yang digunakan
sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Pada umumnya rak tidak dapat
dikeluarkan. Beberapa alat pengering jenis ini rak-raknya mempunyai roda
sehingga dapat dikeluarkan dari alat pengeringnya. Bahan diletakan di atas rak

8
(tray) yang terbuat dari logam yang berlubang. Kegunaan lubang-lubang tersebut
untuk mengalirkan udara panas (Anderson, 2006).
Luas rak dan besar lubang-lubang rak tergantung pada bahan yang
dikeringkan. Apabila bahan yang akan dikeringkan berupa butiran halus, maka
lubangnya berukuran kecil. Selain alat pemanas udara, biasanya juga digunakan
juga kipas (fan) untuk mengatur sirkulasi udara dalam alat pengering. Udara yang
telah melewati kipas masuk ke dalam alat pemanas, pada alat ini udara dipanaskan
lebih dulu kemudian disalurkan diantara rak-rak yang sudah berisi bahan. Arah
aliran udara panas didalam alat pengering bisa dari atas ke bawah dan bisa juga
dari bawah ke atas, sesuai dengan dengan ukuran bahan yang dikeringkan. Untuk
menentukan arah aliran udara panas ini maka letak kipas juga harus disesuaikan.
Suhu yang keluar dari alat 16 pengering melalui cerobong berkisar 68–76℃ dan
suhu rata-rata ruang pengering 65℃ (Anderson, 2006).

3.2 Kinetika Proses Termal


Kinetika proses termal merupakan desain rekayasa proses memerlukan ukuran
kuantitatif pengaruh suhu dan durasi waktu pada kehancuran mikroorganisme.
Laju pengeringan (kinetika pengeringan) suatu bahan akan menentukan ukuran
alat yang digunakan di skala industri, yang secara langsung dapat mempengaruhi
harga alat dan biaya pengoperasiannya. Laju pengeringan juga akan
mempengaruhi kualitas produk yang telah dikeringkan, karena ada berbagai
fenomena yang menyertai, antara lain perpindahan panas dan mengecilnya ukuran
karena kadar air yang berkurang. Informasi dasar yang harus diberikan pada
proses pengeringan adalah kurva pengeringan (drying curve). Kurva ini
menjelaskan kinetika pengeringan dan bagaimana perubahan selama proses
pengeringan. Kurva ini dipengaruhi oleh sifat bahan, ukuran dan ketebalan bahan
yang akan dikeringkan, dan kondisi pengeringan (Ariyani dan Asmawit, 2016).
Pada suhu yang tinggi penurunan kadar air terjadi sangat cepat dan efektif.
Seperti pada suhu 92°C dimana hanya dibutuhkan waktu 50 menit untuk
menurunkan kadar air hingga 10%. Sementara penurunan kadar air yang paling
lambat terjadi pada suhu 41°C. Penurunan kadar air terjadi berimpit pada
perlakuan suhu 73°C dan 75°C posisi vertikal menunjukkan laju pengeringan

9
yang tidak terlalu berbeda antara dua level suhu yang ber- dekatan. Hal ini
menunjukkan bahwa suhu udara pengering mempengaruhi kecepatan pengeringan
tepung jagung (Subarna dan Muhandri, 2013).
Laju pengeringan tepung jagung terjadi lebih cepat pada kecepatan udara
pengering yang lebih rendah dengan pengaturan suhu yang sama karena suhu
aktual di udara pengering yang lebih tinggi. Pada kecepatan udara yang sama dan
pengaturan suhu yang berbeda. Pengeringan pada suhu tinggi menyebabkan laju
pengeringan yang lebih tinggi karena kapasitas udara pengering menampung air
menjadi lebih besar (Subarna dan Muhandri, 2013).

Nilai D

Waktu Pemanasan (menit) Jumlah mikroba Log N


0 2001050 6.30126
5 210220 5.32267
10 19988 4.30077
15 2000 3.30103
20 199 2.29885

Waktu Pemanasan terhadap Log N


8
6
4 Series1
2 y = -0.2005x + 6.3102 Linear (Series1)
0
0 5 10 15 20 25

y= -2005x + 6.301258 D= (log N2 - log N1)/ m


m= -0.2005 D= -[ log N2/N1)]/ m
m= (log N2 - log N1)/ (t2-t1) D= -1/m
m= (log N2 - log N1)/ D D= -1/(-0.2005)
D= 4.99 menit

Nilai D atau dikenal pula dengan isitilah decimal reduction time didefinisikan
sebagai waktu yang dibutuhkan pada suhu tertentu untuk mengurangi 90% (sama

10
dengan nilai 1 log) mikroba yang masih hidup (Forsythe,2010). Nilai D umum
digunakan untuk membandingkan kecepatan dari inaktivasi termal mikroba pada
jenis produk pangan dan kondisi panas yang berbeda. Waktu yang dibutuhkan
untuk mengurangi 90% mikroba pada tepung jagung yaitu 4.99 menit.

Nilai Z

Suhu ℃ D value (menit) Log D


100 28 1.44716
103 15.4 1.18752
106 7.8 0.89209
109 3.9 0.59106
111 2.3 0.36173

Suhu terhadap Log D


2
1.5
1 Log D
0.5 y = -0.0986x + 11.325 Linear (Log D)
0
95 100 105 110 115

y = -0.0986x + 11.325 z= -[log (DT2/DT1)]/m


m= -0.0956 z= -1/m
m= (log DT2 - log DT1)/(t2-t1) z= -1/(-0.0986)
m= (log DT2 - log DT1)/z z= 10.14℃

Nilai Z didefinisikan sebagai peningkatan suhu yang dibutuhkan untuk


meningkatkan kecepatan kematian sepuluh kali lipat atau dengan kata lain
menurunkan nilai D sepuluh kali lipat (Forsthe, 2010). Suhu yang dibutuhkan
untuk meningkatkan kecepatan kematian mikroba sepuluh kali lipat pada tepung
jagung yaitu 10.14℃.

11
3.3 Shelf Life
Umur simpan atau shelf life didefinisikan sebagai rentang waktu yang dimiliki
suatu produk mulai dari produksi hingga konsumsi sebelum produk mengalami
penurunan kualitas/rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi dan hal ini
berhubungan dengan kualitas pangan. Penurunan kualitas/kerusakan produk dapat
dilihat dari parameter sensori dan gizi. Umumnya penulisan umur simpan pada
label kemasan menggunakan bahasa best before (baik digunakan sebelum).
Pengujian umur simpan akan menggambarkan seberapa lama produk dapat
bertahan pada kualitas yang sama selama proses penyimpanan. Selama rentang
waktu umur simpan produk harus memiliki kandungan gizi sesuai dengan yang
tertera pada kemasan, tetap terjaga tampilan, bau, tekstur, rasa, fungsinya, dan
produk harus aman dikonsumsi. Nilai umur simpan terhitung sejak produk
diproduksi/ dikemas.
Penentuan umur simpan suatu produk bisa dilakukan dengan berbagai metode
pengujian. Perubahan mutu suatu produk bisa diukur dari perubahan secara fisik,
kimia maupun dari tingkat penerimaan secara sensori. Nilai perubahan ini
dikorelasikan dengan faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik produk yang
memungkinkan terjadinya penurunan mutu. Hasil perhitungan 5 yang didapat
biasanya akan dikurangi beberapa hari lebih cepat untuk menambah garansi
keamanan konsumen (Asiah et al.,2018).
Kadar air merupakan salah satu parameter mutu tepung yang penting, yang
akan mempengaruhi umur simpannya. Tepung yang memiliki kadar air yang
melebihi standar akan memiliki daya simpan yang lebih singkat. Semakin tinggi
temperatur dan waktu pengeringan maka semakin sedikit kadar air yang terdapat
dalam tepung, hal ini sesuai dengan pernyataan Purnomo (1996) yang menyatakan
bahwa suhu pengeringan yang semakin meningkat dengan waktu pengeringan
yang sama akan menyebabkan semakin besar kemampuan udara pengering untuk
menampung uap air yang keluar dari tepung.

12
VI PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Proses termal merupakan salah satu metode pengawetan makanan untuk
meningkatkan umur simpan yang dilakukan menggunakan suhu tinggi.
Pengeringan merupakan proses paling krusial yang menentukan hasil akhir dari
pengolahan tepung jagung. Pengeringan merupakan salah satu cara dalam
teknologi pangan yang dilakukan dengan tujuan pengawetan. Kinetika proses
termal merupakan desain rekayasa proses memerlukan ukuran kuantitatif
pengaruh suhu dan durasi waktu pada kehancuran mikroorganisme. Laju
pengeringan (kinetika pengeringan) suatu bahan akan menentukan ukuran alat
yang digunakan di skala industri, yang secara langsung dapat mempengaruhi
harga alat dan biaya pengoperasiannya. Kadar air merupakan salah satu parameter
mutu tepung yang penting, yang akan mempengaruhi umur simpannya. Tepung
yang memiliki kadar air yang melebihi standar akan memiliki daya simpan yang
lebih singkat.

3.2 Saran
Mahasiswa diharapkan dapat menerapkan apa yang dipelajari tentang
konsep dan aplikasi proses termal dan pengeringa dalam pengolahan pangan,
terutama dalam fungsi dan peranannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., G. Wijanarko dan B. Sustriawan. 2016. Sifat fisik, kimia, dan fungsional
tepung jagung yang diproses melalu fermentasi. Jurnal Agritech.
36(2): 160 – 169.
Alit, I. B. dan I. G. Susana. 2020. Pengaruh kecepatan udara pada alat pengering
jagung dengan mekanisme penukar kalor. Jurnal Rekayasa Mesin.
11(1): 77 – 84.
Akbar, H. 2013. Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi produksi jagung.
Jurnal Agrium. 18(1): 79 – 87.
Anderson, Sir. 2006. Pengembangan Dan Evaluasi Teknik Alat Pengering Kopra
Jenis Tryer. Politeknik Negeri. Padang.
Arief, Marleni, Mahendradatta, dan Tawali. 2014. Kajian dan Pengembangan
(Crackers Nike) Suatu Usaha untuk Diversifikasi Pangan Berbasis
Sumberdaya Lokal. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.
Ariyani, S. M dan Asmawit. 2016. Penggunaan tepung jagung kalimantan barat
sebagai bahan baku pembuatan mie kering. Jurnal Dinamika
Penelitian Industri. 27(2): 76 – 81.
Asiah, N., L. Cempaka dan W. David. 2018. Panduan Praktis Pendugaan Umur
Simpan Pangan. Universitas Bakrie. Jakarta.
Atmaka, W. Dan B. S. Amanto. 2015. Kajian karakterikstik fisikokimia tepung
instan beberapa varietas jagung (Zea mays L.). Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian. 3(1): 13 – 20.
Chan, Y., D. Sugiyanto dan A. S. Uyun. 2020. Analisis pengeringan kopi
menggunakan oven pengering hybrid (solar thermal dan biomassa) di
Desa Gununghalu. Jurnal Kajian Teknik Mesin. 5(1). 4 – 8.
Damardjati. 2000. Pengaruh Tepung Komposit Jagung dan Kedelai terhadap
Tingkat Kekerasan dan Daya Terima Biskuit. IAIN. Surakarta.
Forsythe, S. J. 2010. The Microbiology of Safe Food Second Edition. Wiley-
Blackwell. Chicester.
Gunasekaran, K., V. Shanmugam dan P. Suresh. 2013. Modeling and analytical
experimental study of hybrid solar dryer integrated with biomass

iii
dryer for drying coleus forskohlii stems 2012. IACSIT Coimbatore
Conferences IPCSIT. 28(1): 28 – 32.
Manfaati, R., H. Baskoro dan M. M. Rifai. 2019. Pengaruh waktu dan suhu
terhadap proses pengeringan bawang merah menggunakan tray dryer.
Jurnal Fluida. 12(2): 43 – 49.
Murtini, E.S., T. Susanto dan R. Kusumawardani. 2013. Karakteristik sifat fisik,
kimia, dan fungsional tepung gandum lokal varietas selayar, nias, dan
dewata. Jurnal Teknologi Pertanian. 6(1): 57 – 65.
Nelson, P. E. 2010. Principle of Aseptic Processing and Packaging . Purdue
University Press. Indiana.
Nurba, D. 2008. Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Rh dan Kadar Air dalam
In-store dryer (ISD) untuk Biji Jagung. IPB Press. Bogor
Prasetyaningsih, Y dan A. Billah. 2018. Pengaruh suhu dan laju alir pengeringan
pada pembuatan tepung jagung manis menggunakan tray dryer.
TEDC. 12(1): 70 – 74.
Purnomo. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan.
Universitas Indonesia. Jakarta
Rangkuti, K., S. Sasmita, M. Thamrin dan R. Andriano. 2014. Pengaruh faktor
sosial ekonomi terhadap pendapatan petani jagung. Jurnal
Agrium.19(1): 52 – 58.
Resmisari, A. 2013. Tepung jagung komposit, pembuatan dan pengolahannya.
Jurnal Teknologi Pangan. 28(2): 63 – 71.
Sandeep, K. P. 2011. Thermal Processing of Foods Control and Automotion.
Blackwell Publishing Ltd. Iowa.
Subarna dan T. Muhandri. 2013. Pembuatan mi jagung kering dengan metode
kalendering. J Teknol Industri Pangan. 24: 75 – 80.
Sudiono, Y, Nastri dan D. Saniati. 2013. Kajian Sifat Organoleptik Mie Berbahan
Dasar Tepung Jagung (Zea Mays L) Ternikstamalisasi. Fakultas
Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.
Tangkilisan, A., F. Christine, Mamuaja, P. Lexie, Mamahit. Thelma dan D.J.
Tuju. 2013. Pemanfaatan Pangan Lokal Beras Jagung (Zea Mays L)
Pada Konsumsi Pangan di Kabupaten Minahasa Selatan. Fakultas

iv
Pertanian. UNSRAT. Minahasa.
Wardani, I. 2010. Budi Daya Jamur Konsumsi. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Wibowo, D. 2012. Tepung Kulit Telur. Skripsi. Universitas Bina Nusantara.
Jakarta.
Wulandari, B dan M. Lalu. 2019. Identifikasi fase pertumbuhan tanaman jagung
menggunakan citra sar sentinel-1a. Jurnal Penginderaan Jauh
Indonesia. 1(2): 45 – 56.
Yuswita, E. 2014. optimasi proses termal untuk membunuh Clostridium
botulinum. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 3(3): 5 – 6.

You might also like