Professional Documents
Culture Documents
DOSEN PENGAMPU :
Emma Riftyan. S.TP., M.Sc
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,
karunia serta kasih sayang-Nya kami mahasiswa dapat menyelesaikan makalah
berjudul Proses Termal Pengolahan Tepung Jagung dengan sebaik mungkin.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Emma Riftyan S.TP., M.Sc selaku dosen
pengampu mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Tanaman Pangan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
Pengolahan Hasil Tanaman Pangan. Makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan tentang proses termal pengolahan tepung jagung bagi para pembaca dan
juga bagi penulis. Penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan
teknik pengetikan, walaupun demikian inilah usaha maksimal kami selaku para
penulis usahakan. Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para
pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
I PENDAHULUAN
1
menggunakan prinsip yang sesuai karena akan berdampak terhadap mutu
jagung. Cara yang tidak bersih dapat menyebabkan penurunan kualitas dan
tercemarnya jagung olahan tersebut (Prasetyaningsih dan Billah, 2018).
Pengolahan jagung menjadi tepung jagung tidak lepas dari proses termal
yaitu proses pengeringan. Proses termal merupakan salah satu metode pengawetan
makanan untuk meningkatkan umur simpan yang dilakukan menggunakan suhu
tinggi, proses termal terdiri beberapa macam, salah satunya adalah proses
pengeringan. Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan dengan cara
mengurangi kadar air bahan pangan dengan suhu tinggi sehingga memiliki daya
simpan yang cukup lama. Apabila kadar airnya berkurang, maka mikroba
pembusuk tidak dapat hidup di dalamnya dan usia jagung bisa lebih
lama (Wardani, 2010). Proses pengeringan jagung manis ini memerlukan
kombinasi suhu dan laju alir pengeringan yang tepat agar dapat
menghasilkan produk berupa tepung yang halus dan mendapatkan hasil
tepung yang baik dan berkualitas.
Prinsip pengeringan biasanya akan melibatkan dua kejadian, yaitu panas
harus diberikan pada bahan yang akan dikeringkan, dan air harus dikeluarkan dari
dalam bahan. Dua fenomena ini menyangkut perpindahan panas ke dalam dan
perpindahan massa keluar. Proses pengeringan biji jagung, pada kegiatan
pengeringan dan penyimpanan selalu berkaitan dengan kondisi fisik lingkungan
sekitar di antaranya proses pindah panas. Panas mengalir dari suhu tinggi menuju
suhu yang lebih rendah, pada kegiatan pengeringan dan penyimpanan selalu
berkaitan dengan kondisi fisik lingkungan sekitar di antaranya proses pindah
panas. Panas mengalir dari suhu tinggi menuju suhu yang lebih rendah.
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui proses termal yang terjadi
dalam pengolahan jagung menjadi tepung jagung.
2
II TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Tepung
Tepung merupakan partikel padat yang berbentuk butiran halus bahkan
sangat halus tergantung pada pemakaiannya. Tepung biasanya digunakan untuk
bahan baku industri, keperluan penelitian, maupun dipakai dalam kebutuhan
rumah tangga, misalnya membuat kue dan roti. Tepung dibuat dari berbagai jenis
bahan nabati, yaitu dari bangsa padi-padian, umbi-umbian, akar-akaran, atau
sayuran yang memiliki zat tepung atau pati atau kanji (Murtini et al., 2005).
Contoh tepung nabati adalah tepung terigu yang berasal dari gandum, tepung
3
tapioka yang berasal dari singkong, tepung maizena yang berasal dari jagung,
tepung ketan yang berasal dari beras ketan. Tepung dapat juga dibuat dari bahan
hewani, misalnya tepung tulang dan tepung ikan. Tepung bentuk hasil
pengolahan bahan dengan cara penggilingan. Pada penggilingan ukuran bahan
diperkecil dengan cara penggilingan dengan gaya mekanis dari alat penggiling
tepung. Tepung mekanis pada proses penggilingan diikuti dengan permukaan
bahan dan energi yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh kekerasan bahan dan
kecenderungan bahan untuk dihancurkan (Wibowo, 2012).
Proses produksi tepung melibatkan beberapa tahap, termasuk penggilingan,
pengayakan, dan pengeringan. Bijian atau bahan dasar lainnya diolah menjadi
tepung melalui penggilingan yang dilakukan oleh mesin penggiling. Proses
pengayakan dilakukan untuk memisahkan bagian tepung yang lebih halus dari
serat kasar atau partikel yang tidak diinginkan (Wibowo, 2012). Setelah itu,
tepung dikeringkan untuk menghilangkan kadar air yang berlebihan dan
meningkatkan umur simpannya. Komposisi dan Sifat-sifat Tepung terdiri dari
karbohidrat, protein, serat, lemak, vitamin, mineral, dan air. Komposisi tepung
akan bervariasi tergantung pada jenisnya. Protein adalah komponen utama dalam
tepung dan berperan dalam pembentukan struktur adonan. Kandungan protein
yang tinggi dalam tepung terigu adalah yang membuatnya sangat cocok untuk
membuat roti yang berongga dan empuk (Murtini et al., 2005).
4
bahan dengan cara penggilingan atau penepungan. Tepung jagung adalah produk
setengah jadi dari biji jagung kering pipilan yang dihaluskan dengan cara
penggilingan kemudian diayak (Resmisari, 2013).
Tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji
jagung yang bersih dan baik melalui proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga,
dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi
tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi (Resmisari, 2013). Kulit
memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari
endosperm karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga
merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga
harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat
tepung tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol
jagung yang harus dipisahkan sebelum proses penepungan agar tidak terdapat
butir-butir hitam pada tepung (Atmaka dan Amanto, 2015).
5
peningkatan suhu yang dibutuhkan untuk meningkatkan kecepatan kematian
sepuluh kali lipat atau dengan kata lain menurunkan nilai D sepuluh kali lipat
(Forsthe, 2010).
Ada beberapa jenis pengeringan yaitu pengeringan dengan cara penjemuran
langsung di bawah sinar matahari dan pengeringan dengan alat tray dryer.
Pengeringan langsung memiliki kelemahan dimana sangat bergantung pada
keadaan cuaca, suhu dan kelembaban. Pada pengeringan menggunakan tray dryer,
lebih efektif karena tidak tergantung dengan cuaca karena memanfaatkan udara
panas sebagai fluida pengeringnya (Prasetyaningsih dan Billah, 2018).
Tray dryer merupakan alat yang terdiri atas beberapa komponen utama
yaitu nampan (tray), pemanas (heater), timbangan, dan blower. Proses
pengeringan menggunakan tray dryer termasuk ke dalam jenis pengeringan
langsung, dimana media pengering (udara panas) berkontak langsung dengan
bahan yang akan dikeringkan. Bahan yang akan dikeringkan menggunakan tray
dryer harus berbentuk lembaran yang dihamparkan di atas tray. Proses
pengeringan dimulai saat pemanas menyala dan panas yang dihasilkan mengalir
melaui udara melintasi permukaan padatan dengan bantuan blower (Manfaati et
al., 2019).
6
Tray dryer berbentuk persegi yang berisi rak-rak sebagai tempat bahan
yang akan dikeringkan. Mekanisme kerja mesin pengering buatan tipe rak vertikal
(vertical tray dryer) dalam upaya memperpanjang masa simpan dan peningkatan
mutu benih jagung yang sesuai dengan SNI dengan tingkat perkecambahan di atas
85%. Alit dan Susana (2020), meneliti bagaimana kecepatan udara berpengaruh
terhadap pertukaran kalor pada mesin pengering jagung. Mesin tersebut dapat
mengeringkan jagung dari kadar air 19% menjadi 12% dalam kurun waktu 47
menit dengan kecepatan udara 3 m/s. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa semakin tinggi kecepatan udara pengering maka semakin cepat pula proses
pengeringan.
7
III PEMBAHASAN
8
(tray) yang terbuat dari logam yang berlubang. Kegunaan lubang-lubang tersebut
untuk mengalirkan udara panas (Anderson, 2006).
Luas rak dan besar lubang-lubang rak tergantung pada bahan yang
dikeringkan. Apabila bahan yang akan dikeringkan berupa butiran halus, maka
lubangnya berukuran kecil. Selain alat pemanas udara, biasanya juga digunakan
juga kipas (fan) untuk mengatur sirkulasi udara dalam alat pengering. Udara yang
telah melewati kipas masuk ke dalam alat pemanas, pada alat ini udara dipanaskan
lebih dulu kemudian disalurkan diantara rak-rak yang sudah berisi bahan. Arah
aliran udara panas didalam alat pengering bisa dari atas ke bawah dan bisa juga
dari bawah ke atas, sesuai dengan dengan ukuran bahan yang dikeringkan. Untuk
menentukan arah aliran udara panas ini maka letak kipas juga harus disesuaikan.
Suhu yang keluar dari alat 16 pengering melalui cerobong berkisar 68–76℃ dan
suhu rata-rata ruang pengering 65℃ (Anderson, 2006).
9
yang tidak terlalu berbeda antara dua level suhu yang ber- dekatan. Hal ini
menunjukkan bahwa suhu udara pengering mempengaruhi kecepatan pengeringan
tepung jagung (Subarna dan Muhandri, 2013).
Laju pengeringan tepung jagung terjadi lebih cepat pada kecepatan udara
pengering yang lebih rendah dengan pengaturan suhu yang sama karena suhu
aktual di udara pengering yang lebih tinggi. Pada kecepatan udara yang sama dan
pengaturan suhu yang berbeda. Pengeringan pada suhu tinggi menyebabkan laju
pengeringan yang lebih tinggi karena kapasitas udara pengering menampung air
menjadi lebih besar (Subarna dan Muhandri, 2013).
Nilai D
Nilai D atau dikenal pula dengan isitilah decimal reduction time didefinisikan
sebagai waktu yang dibutuhkan pada suhu tertentu untuk mengurangi 90% (sama
10
dengan nilai 1 log) mikroba yang masih hidup (Forsythe,2010). Nilai D umum
digunakan untuk membandingkan kecepatan dari inaktivasi termal mikroba pada
jenis produk pangan dan kondisi panas yang berbeda. Waktu yang dibutuhkan
untuk mengurangi 90% mikroba pada tepung jagung yaitu 4.99 menit.
Nilai Z
11
3.3 Shelf Life
Umur simpan atau shelf life didefinisikan sebagai rentang waktu yang dimiliki
suatu produk mulai dari produksi hingga konsumsi sebelum produk mengalami
penurunan kualitas/rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi dan hal ini
berhubungan dengan kualitas pangan. Penurunan kualitas/kerusakan produk dapat
dilihat dari parameter sensori dan gizi. Umumnya penulisan umur simpan pada
label kemasan menggunakan bahasa best before (baik digunakan sebelum).
Pengujian umur simpan akan menggambarkan seberapa lama produk dapat
bertahan pada kualitas yang sama selama proses penyimpanan. Selama rentang
waktu umur simpan produk harus memiliki kandungan gizi sesuai dengan yang
tertera pada kemasan, tetap terjaga tampilan, bau, tekstur, rasa, fungsinya, dan
produk harus aman dikonsumsi. Nilai umur simpan terhitung sejak produk
diproduksi/ dikemas.
Penentuan umur simpan suatu produk bisa dilakukan dengan berbagai metode
pengujian. Perubahan mutu suatu produk bisa diukur dari perubahan secara fisik,
kimia maupun dari tingkat penerimaan secara sensori. Nilai perubahan ini
dikorelasikan dengan faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik produk yang
memungkinkan terjadinya penurunan mutu. Hasil perhitungan 5 yang didapat
biasanya akan dikurangi beberapa hari lebih cepat untuk menambah garansi
keamanan konsumen (Asiah et al.,2018).
Kadar air merupakan salah satu parameter mutu tepung yang penting, yang
akan mempengaruhi umur simpannya. Tepung yang memiliki kadar air yang
melebihi standar akan memiliki daya simpan yang lebih singkat. Semakin tinggi
temperatur dan waktu pengeringan maka semakin sedikit kadar air yang terdapat
dalam tepung, hal ini sesuai dengan pernyataan Purnomo (1996) yang menyatakan
bahwa suhu pengeringan yang semakin meningkat dengan waktu pengeringan
yang sama akan menyebabkan semakin besar kemampuan udara pengering untuk
menampung uap air yang keluar dari tepung.
12
VI PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Proses termal merupakan salah satu metode pengawetan makanan untuk
meningkatkan umur simpan yang dilakukan menggunakan suhu tinggi.
Pengeringan merupakan proses paling krusial yang menentukan hasil akhir dari
pengolahan tepung jagung. Pengeringan merupakan salah satu cara dalam
teknologi pangan yang dilakukan dengan tujuan pengawetan. Kinetika proses
termal merupakan desain rekayasa proses memerlukan ukuran kuantitatif
pengaruh suhu dan durasi waktu pada kehancuran mikroorganisme. Laju
pengeringan (kinetika pengeringan) suatu bahan akan menentukan ukuran alat
yang digunakan di skala industri, yang secara langsung dapat mempengaruhi
harga alat dan biaya pengoperasiannya. Kadar air merupakan salah satu parameter
mutu tepung yang penting, yang akan mempengaruhi umur simpannya. Tepung
yang memiliki kadar air yang melebihi standar akan memiliki daya simpan yang
lebih singkat.
3.2 Saran
Mahasiswa diharapkan dapat menerapkan apa yang dipelajari tentang
konsep dan aplikasi proses termal dan pengeringa dalam pengolahan pangan,
terutama dalam fungsi dan peranannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N., G. Wijanarko dan B. Sustriawan. 2016. Sifat fisik, kimia, dan fungsional
tepung jagung yang diproses melalu fermentasi. Jurnal Agritech.
36(2): 160 – 169.
Alit, I. B. dan I. G. Susana. 2020. Pengaruh kecepatan udara pada alat pengering
jagung dengan mekanisme penukar kalor. Jurnal Rekayasa Mesin.
11(1): 77 – 84.
Akbar, H. 2013. Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi produksi jagung.
Jurnal Agrium. 18(1): 79 – 87.
Anderson, Sir. 2006. Pengembangan Dan Evaluasi Teknik Alat Pengering Kopra
Jenis Tryer. Politeknik Negeri. Padang.
Arief, Marleni, Mahendradatta, dan Tawali. 2014. Kajian dan Pengembangan
(Crackers Nike) Suatu Usaha untuk Diversifikasi Pangan Berbasis
Sumberdaya Lokal. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.
Ariyani, S. M dan Asmawit. 2016. Penggunaan tepung jagung kalimantan barat
sebagai bahan baku pembuatan mie kering. Jurnal Dinamika
Penelitian Industri. 27(2): 76 – 81.
Asiah, N., L. Cempaka dan W. David. 2018. Panduan Praktis Pendugaan Umur
Simpan Pangan. Universitas Bakrie. Jakarta.
Atmaka, W. Dan B. S. Amanto. 2015. Kajian karakterikstik fisikokimia tepung
instan beberapa varietas jagung (Zea mays L.). Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian. 3(1): 13 – 20.
Chan, Y., D. Sugiyanto dan A. S. Uyun. 2020. Analisis pengeringan kopi
menggunakan oven pengering hybrid (solar thermal dan biomassa) di
Desa Gununghalu. Jurnal Kajian Teknik Mesin. 5(1). 4 – 8.
Damardjati. 2000. Pengaruh Tepung Komposit Jagung dan Kedelai terhadap
Tingkat Kekerasan dan Daya Terima Biskuit. IAIN. Surakarta.
Forsythe, S. J. 2010. The Microbiology of Safe Food Second Edition. Wiley-
Blackwell. Chicester.
Gunasekaran, K., V. Shanmugam dan P. Suresh. 2013. Modeling and analytical
experimental study of hybrid solar dryer integrated with biomass
iii
dryer for drying coleus forskohlii stems 2012. IACSIT Coimbatore
Conferences IPCSIT. 28(1): 28 – 32.
Manfaati, R., H. Baskoro dan M. M. Rifai. 2019. Pengaruh waktu dan suhu
terhadap proses pengeringan bawang merah menggunakan tray dryer.
Jurnal Fluida. 12(2): 43 – 49.
Murtini, E.S., T. Susanto dan R. Kusumawardani. 2013. Karakteristik sifat fisik,
kimia, dan fungsional tepung gandum lokal varietas selayar, nias, dan
dewata. Jurnal Teknologi Pertanian. 6(1): 57 – 65.
Nelson, P. E. 2010. Principle of Aseptic Processing and Packaging . Purdue
University Press. Indiana.
Nurba, D. 2008. Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Rh dan Kadar Air dalam
In-store dryer (ISD) untuk Biji Jagung. IPB Press. Bogor
Prasetyaningsih, Y dan A. Billah. 2018. Pengaruh suhu dan laju alir pengeringan
pada pembuatan tepung jagung manis menggunakan tray dryer.
TEDC. 12(1): 70 – 74.
Purnomo. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan.
Universitas Indonesia. Jakarta
Rangkuti, K., S. Sasmita, M. Thamrin dan R. Andriano. 2014. Pengaruh faktor
sosial ekonomi terhadap pendapatan petani jagung. Jurnal
Agrium.19(1): 52 – 58.
Resmisari, A. 2013. Tepung jagung komposit, pembuatan dan pengolahannya.
Jurnal Teknologi Pangan. 28(2): 63 – 71.
Sandeep, K. P. 2011. Thermal Processing of Foods Control and Automotion.
Blackwell Publishing Ltd. Iowa.
Subarna dan T. Muhandri. 2013. Pembuatan mi jagung kering dengan metode
kalendering. J Teknol Industri Pangan. 24: 75 – 80.
Sudiono, Y, Nastri dan D. Saniati. 2013. Kajian Sifat Organoleptik Mie Berbahan
Dasar Tepung Jagung (Zea Mays L) Ternikstamalisasi. Fakultas
Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.
Tangkilisan, A., F. Christine, Mamuaja, P. Lexie, Mamahit. Thelma dan D.J.
Tuju. 2013. Pemanfaatan Pangan Lokal Beras Jagung (Zea Mays L)
Pada Konsumsi Pangan di Kabupaten Minahasa Selatan. Fakultas
iv
Pertanian. UNSRAT. Minahasa.
Wardani, I. 2010. Budi Daya Jamur Konsumsi. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Wibowo, D. 2012. Tepung Kulit Telur. Skripsi. Universitas Bina Nusantara.
Jakarta.
Wulandari, B dan M. Lalu. 2019. Identifikasi fase pertumbuhan tanaman jagung
menggunakan citra sar sentinel-1a. Jurnal Penginderaan Jauh
Indonesia. 1(2): 45 – 56.
Yuswita, E. 2014. optimasi proses termal untuk membunuh Clostridium
botulinum. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 3(3): 5 – 6.