Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Rio Pradana
15/378436/PT/06927
Kelompok XIV
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
SISTEM
PEMELIHARAAN
ACARA I.
KOMODITAS SAPI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Praktikum pemeliharaan sapi memiliki tujuan memelihara sebagai sapi
potong. Sapi potong dipelihara untuk dimanfaatkan dagingnya. Sapi
potong yang ada di Indonesia antara lain sapi PO, sapi Bali, dan sapi
Madura yang masih memberi kontribusi dalam memenuhi kebutuhan
protein hewani di Indonesia khususnya daging. Sapi potong lokal memiliki
berbagai kelebihan dibanding sapi impor. Sapi lokal memiliki daya
adaptasi yang tinggi pada iklim setempat dan mampu memanfaatkan
pakan yang kurang berkualitas..
Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber
daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, dan penting artinya di dalam kehidupan masyarakat.
Sebab seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai
macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging,
disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan
lain sebagainya. Manajemen pemeliharaan komoditas ternak sapi guna
pembibitan meliputi pengelolaan perkandangan, pembibitan, pengelolaan
pakan, perawatan dan pengamanan biologis, serta pemanfaatan limbah
ternak dengan memperhatikan sumber daya yang ada. Manfaat beternak
sapi antara lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging, untuk
meningkatkan pendapatan peternak, dan meningkatkan populasi ternak
tersebut, karena di Indonesia konsumsi daging masih rendah dibanding
negara maju sehingga Indonesia masih mengandalkan impor daging dari
luar negeri.
Adaptasi yang turun-temurun pada kondisi lingkungan dan pakan
terbatas yang selama ini, merupakan modal dasar yang tidak dapat
diabaikan begitu saja. Peningkatan populasi ternak sapi yang terjadi di
Indonesia dari tahun ke tahun diikuti pula dengan peningkatan
pemotongan ternak sapi. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan
pada kebutuhan akan daging sapi di Indonesia. Upaya dari pihak
pemerintah harus dibarengi dengan peningkatan pemahaman masyarakat
mengenai tata cara pemeliharaan sapi potong dengan benar.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum sistem pemeliharaan sapi potong yaitu untuk
mengetahui cara pemeliharaan ternak potong khususnya komoditas sapi
yang meliputi manajemen seleksi dan breeding, manajemen pakan,
manajemen perkandangan, manajemen perawatan, pengamanan biologis,
dan pemasaran ternaknya.
Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum sistem pemeliharaan sapi potong yaitu
dapat mengetahui sistem manajemen pemeliharaan sapi potong yang
meliputi pemilihan dan seleksi ternak, pendataan ternak, perkandangan,
pakan ternak, reproduksi, penanganan dan pengamanan biologis ternak,
dan limbah peternakan pada lingkungan Fakultas Peternakan UGM.
BAB II
KEGIATAN PRAKTIKUM
Data yang diambil ketika praktikum yaitu mengetahui cara sanitasi
kandang, pemilihan dan seleksi ternak, pendataan (recording),
mengetahui perkandangan ternak, pakan ternak, reproduksi, penanganan
dan pengamanan biologis ternak, dan limbah peternakan. Proses
pengambilan data dilakukan dengan cara langsung turun ke lapangan dan
diskusi dengan asisten industri ternak potong.
Penilaian ternak
Mansyur (2010) menyatakan bahwa judging atau penilaian ternak
adalah suatu usaha untuk memperoleh ternak yang diinginkan
berdasarkan penilaian terhadap penampilan eksterior ternak atau
keunggulannya. Purwadi et al (2005) menyatakan bahwa tujuan
dilakukannya judging adalah untuk menggolongkan ternak berdasarkan
kelasnya masing-masing. Penilaian ternak bisa dinilai dengan
menggunakan skor kerangka dan skor otot. Surya (2016) menyatakan
bahwa, skor atau nilai kerangka pada sapi siap potong digunakan untuk
menggambarkan capaian bobot hidup saat sapi menjadi dewasa, yaitu
saat tebal punggung pada rusuk ke-12 setebal 0,5 cm. Penilaian skor
dengan besar, sedang dan kecil. Skor kerangka besar bobot dewasa 500
-600 kg untuk sapi dan kambing domba 70 – 80 kg. Skor otot
menggambarkan ketebalan perototan seekor ternak. Penilaian skor dibagi
dalam empat skor , yaitu nilai 1, 2, 3 dan 4. Skor 1 diberikan kepada sapi
dengan perototan paling tebal. Skor 2 diberikan kepada sapi dengan
perototan agak tebal, skor 3 dengan perototan agak tipis, dan skor 4
diberikan kepada sapi dengan perototan paling tipis. Berdasarkan hasil
praktikum yang telah dilakukan diperoleh data yang disajikan dalam Tabel
1 sebagai berikut.
Tabel 1. Penilaian ternak dengan metode BCS
Bangsa Nilai Ciri-ciri
Sapi PO 2 Tulang pinggul terlihat, ekor kecil,
tulang rusuk terlihat, terlihat
cekungan antara tulang pinggul dan
duduk
Tulang pinggul terlihat, ekor agak
Sapi Jawa 3
gemuk, tulang rusuk tidak terlihat
(Saputri et al., 2008) menyatakan bahwa Body Condition Score
merupakan metode penilaian secara subjektif melalui teknik penglihatan
dan perabaan dalam pendugaan lemak tubuh yang mudah yang dapat
digunakan baik pada peternakan komersial maupun penelitian. Body
Condition Score (BCS) adalah skor kondisi tubuh yang berdasarkan
estimasi visual timbunan lemak tubuh dibawah kulit sekitar pangkal ekor,
tulang punggung, tulang rusuk dan pinggul. BCS dapat digunakan untuk
memprediksi dini status kesenjangan energi sapi selama awal laktasi.
Skor 0 sampai 5 diberikan atas dasar lemak yang dapat didasarkan pada
daerah pelvis dan sacralis. Penilaian BCS ternak dapat dilihat pada pada
gambar 1.
Skor 1 Skor 2
Skor 3 Skor 4
Pendataan (Recording)
Tahapan recording
Recording adalah suatu rangkaian kegiatan pencatatan kejadian
dan informasi penting tentang individu atau sekelompok individu ternak.
(Hakim et al., 2010) menyatakan bahwa manfaat dari recording antara lain
memudahkan peternak mengingat kejadian-kejadian penting tentang
ternaknya tanpa mengenal batas waktu, Informasi yang diperoleh dari
recording dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam
manajemen pemeliharaan sapi perah, dan manfaat Recording dalam
manajemen kesehatan, dapat mengetahui dengan tepat riwayat
kesehatan dan penanganannya. Tahapan recording yang dilakukan saat
praktikum adalah mengidentifikasi ternak dan pengelompokan ternak.
Identifikasi dilakukan dengan cara memfoto, menimbang, dan mengukur
data vital. Pengelompokan ternak didasarkan oleh sesuai jenis kelamin,
kesiapan kawin atau tidak, dan program pemeliharaan. Berdasarkan
literatur yang ada, hasil praktium sudah sesuai dengan literatur.
Macam recording
Macam macam recording yang dilakukan saat praktikum sebagai
berikut.
Tabel 2. Macam recording
Jenis recording Data yang diambil
Nama induk, tanggal lahir, jenis kelamin,
bangsa, BB induk dan anak, ciri-ciri, nomor
Kelahiran induk, perlakuan kepada induk, BCS anak,
nomor dan nama anak, BB lahir, kondisi saat
lahir.
Tanggal, jenis kelamin, bangsa, BB mati, ciri-
Kematian
ciri, penyebab kematian, penanganan.
Riwayat penyakit, obat yang diberikan, dosis
Kesehatan obat, nomor identifikasi, tanggal sakit,
diagnosa, penanganan yang telah dilakukan.
Bahan pakan, sisa pakan, jumlah pakan yang
Pakan diberikan, harga dan asal pakan, metode
pemberian pakan.
Kandang asal dan tujuan, alasan dipindahkan,
Data mutasi
tanggal dipindahkan.
Tanggal beranak, PPM, PPE, induksi ke
Reproduksi
kandang kawin.
(Hakim, 2010) menyatakan bahwa sistem recording yang lengkap
mencangkup kelahiran, perkawinan, dan catatan bobot badan. Sifat-sifat
yang perlu dicatat tergantung dari kebutuhan sistem peternakan dan
beberapa fasilitas serta keterbatasan yang dimiliki peternak. Berdasarkan
hasil praktikum apabila dibandingkan dengan literatur recording yang
dilakukan belum maksimal, karena masih banyak ternak yang belum
teridentifikasi dengan jelas. Berdasarkan literatur yang ada, hasil
praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Komposisi dan struktur ternak
Komposisi dan struktur ternak saat praktikum dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi dan struktur ternak
Bangs Anak Muda Dewasa Total
a Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
PO 2 - - 1 2 5 10
Jawa 2 - - - 3 5
Total 4 - - 1 2 8 15
Hasil yang diperoleh dari praktikum yang dilakukan adalah terdapat
2 bangsa sapi yaitu sapi Jawa dan sapi PO. Sapi jawa berjumlah 5 ekor
dimana terdapat 2 sapi anak jantan dan 3 sapi dewasa betina. Sapi PO
berjumlah 10 ekor dimana terdapat 2 sapi anak jantan, 1 sapi betina
muda, 5 sapi dewasa betina dan 2 sapi dewasa jantan. Jumlah semua
sapi adalah 15 ekor. Populasi sapi PO lebih banyak dari sapi Jawa. Widi
et al. (2008) menyatakan bahwa jumlah ternak betina yang dipelihara lebih
dari 50% dari populasi yang ada diindikasikan bahwa tujuan pemeliharaan
ternak. Berdasarkan literatur yang ada, hasil praktikum sudah sesuai
dengan literatur.
Perkandangan
Lokasi
Kandang Laboratorium Ternak Potong Fakultas Peternakan UGM,
Kerja dan Kesayangan berlokasi di Jl. Fauna no. 3, Bulaksumur, Depok,
Sleman, Yogyakarta. Sebelah barat berbatasan dengan jalan raya,
sebelah selatan berbatasan dengan BSR, sebelah timur berbatasan
dengan lahan IHMT, sebelah utara berbatasan dengan kandang unggas.
Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan Fakultas
Peternakan UGM berlokasi didekat pemukiman masyarakat dan wilayah
kampus. Kandang Laboratorium Potong, Kerja, dan Kesayangan belum
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dikarenakan letaknya yang dekat
dengan kawasan padat penduduk dan area kampus.
Kandang dibangun di dekat sarana transportasi, dengan demikian
bahan pakan mudah diangkut ke peternakan. Bagian penjualan yang
berhubungan dengan kandang terutama dianjurkan dekat jalan raya.
Kandang dan bangunan lainnya terletak di samping atau belakang rumah
peternak berjarak minimal 30m. Lahan antara rumah dan kandang disebut
daerah layan. Letak bangunan diatur berdasarkan urutan kegiatan dan
efisiensi kerja (Putra, 2004).
Kandang dibuat dengan tujuan untuk melindungi ternak dari
gangguan cuaca, tempat beristirahat dengan nyaman, mengontrol ternak
agar tidak merusak tanaman di sekitar lokasi peternakan, tempat
pengumpulan kotoran sapi, melindungi sapi dari hewan pengganggu,
memudahkan pemeliharaan, terutama dalam pemberian pakan, minum,
dan mempermudah pengawasan kesehatan ternak. Sisi kandang yang
memanjang sebaiknya mengarah dari utara ke selatan. Bentuk kandang
dibuat berderet dengan satu baris, kandang hendaknya menghadap ke
timur, sehingga ternak lebih banyak mendapatkan sinar matahari.
Kenyamanan bagi ternak, khususnya di daerah dengan iklim panas,
sebaiknya di sekitar kandang ditanami pepohonan (Abidin, 2002).
Berdasarkan kegiatan praktikum yang dilaksanakan, lokasi peternakan
belum sesuai dengan literatur dikarenakan lokasi yang dekat dengan
kawasan padat penduduk dan area kampus.
Tataletak kandang
Tataletak kandang saat praktikum diketahui dengan pengamatan
secara visual. Prinsipnya adalah konstruksi kandang harus dapat
membuat ternak merasa nyaman dan aman. Berdasarkan praktikum yang
telah dilakukan, didapatkan gambaran tataletak seperti pada Gambar 2.
Gambar Keterangan
U 1. Pintu masuk
1 2. Kantor
2 1 3. Kandang Kuda dan
9 anakan
7 4. Kandang kucing
3
5. Kandang kawin dan
8 4 umbaran kuda
20 6. Kandang umbaran
5
kuda
9
7. Tempat mandi
kuda
8. Ruang pakan kuda
9. Kandang kuda
10
21 individu
6 10. Ruang pekerja
11 11. Kandang sapih
kambing domba
12. Kandang
umbaran domba
22
13 13. Kandang
umbaran kambing
12 14. Ruang pakan
15. Ruang diskusi
23
14 15 16. Ruang istirahat
17. Kandang
tambat sapi
16 18. Toilet
19. Kandang kelinci
17 20. Kandang
kambing diomba
isolasi
18 24
21. Kandang
kambing domba
beranak
22. Tempat jerami
23. Kandang sapi
umbaran
24. Pembuangan
limbah
b
a
d
c
a b
Gambar 4. Jenis kandang. (a) Kandang tambat dan (b) kandang umbaran
Fasilitas, Perlengkapan, dan Peralatan Kandang
Fasilitas kandang. Fasilitas kandang adalah tempat atau fasilitas
yang tersedia disekitar lingkungan kandang yang digunakan oleh penjaga
atau pengurus kandang untuk membantu segala kegiatan kandang. Hasil
yang diperoleh dari praktikum dapat dilihat pada Tabel 5.
a b
Pakan
Bahan pakan
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh
ternak berupa bahan organik maupun anorganik dan dapat dicerna baik
seluruhnya atau sebagian dengan tidak mengganggu kesehatan ternak
yang bersangkutan.Pakan mempunyai peranan yang penting.Pakan
diperlukan ternak–ternak muda untuk pertumbuhan dan mempertahankan
hidupnya, sedangkan fungsi pakan untuk ternak dewasa yaitu memelihara
daya tahan tubuh dan kesehatan.Pakan yang diberikan pada seekor
ternak harus sempurna dan mencukupi kebutuhan ternak.Sempurna
dalam arti bahwa pakan yang diberikan pada ternak tersebut harus
mengandung semua nutrient yang diperlukan oleh tubuh dengan kualitas
yang baik (Sugeng, 2005). Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan
dapat dilihat pada Tabel 7.
Pengembangbiakan
Deteksi birahi
Estrus atau birahi adalah fase reproduksi yakni suatu hasrat dari
makluk hidup untuk kawin, baik pada jantan maupun betina. Deteksi birahi
merupakan suatu indikasi bahwa ternak tersebut minta kawin. Estrus sapi
betina merupakan pengetahuan yang harus dikuasai sehingga
pelaksanaan perkawinan sapi sanggup menghasilkan tingkat kebuntingan
yang tinggi (Parera et al., 2011).
Ternak yang birahi memiliki tanda-tanda, seperti vulva berwarna
merah, hangat, mengeluarkan lendir, mengeluarkan bau yang khas,
tingkah laku ternak gelisah. Parera et al (2011) tanda tanda sapi sedang
estrus gelisah, kalau diikat berusaha melepaskan diri, keadaan lepas
berusaha menaiki kawannya dan diam bila dinaiki, melengu, ekor diangkat
sedikit keatas, keluar lendir, vulva merah dan sedikit membengkak, bila
diraba terasa hangat, nafsu makan menurun serta bila diraba disekitar
kemaluannya akan menurunkan pinggulnya. Berdasarkan hasil praktikum
yang didapat, ciri-ciri ternak yang birahi sesuai dengan yang dejelaskan
pada literatur. Berdasarkan hasil praktikum acara sistem pemeliharaan
sapi potong, baik sapi PO maupun sapi Jawa yang ada di kandang tidak
ada yang menunjukan tanda-tanda birahi. Anggraeni (2014) menyatakan
selain tanda primer yang dipertimbangkan sebagai tanda estrus yang
sebenarnya adalah saat dimana sapi betina bersedia dinaiki sapi jantan,
sapi betina juga memperlihatkan tanda sekunder estrus seperti menaiki
spai lain, gelisah, melenguh, vulva relaksasi dan keluar cairan bening,
pendarahan postestrus, serta turun selera makan dan produksi susu.
Umur pertama kali dikawinkan
Berdasarkan hasil diskusi dengan asisten Industri Ternak Potong
yaitu untuk betina berkisar antara 1,5 sampai 2 tahun sedangkan pada
jantan berkisar antara 2,5 sampai 3 tahun. Ngadiyono (2008) menyatakan
bahwa ketentuan dalam perkawinan sapi antara lain adalah umur mulai
dikawinkan sapi betina pertama kali yaitu umur 1,5 sampai 2 tahun.
Berdasarkan hasil praktikum dan dibandingkan dengan literatur maka
hasil praktikum sudah sesuai.
Penentuan saat mengawinkan
Berdasarkan hasil diskusi dengan asisten Industri Ternak Potong
diperoleh data bahwa penentuan saat mengawinkan yaitu harus sudah
dewasa tubuh dan kelamin, dan sudah estrus untuk betina. Dengan
memanggil inseminator untuk diinseminasi. Ngadiyono (2008),
menyatakan bahwa penentuan saat mengawinkan adalah saat dimana
ternak sudah mencapai dewasa tubuh dan kurang lebih dikawinkan
sesudah 18 jam setelah estrus. Hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan
literatur.
Metode perkawinan
Berdasarkan hasil praktikum metode perkawinan ternak yang ada
di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan
Fakultas Peternakan UGM terdapat 3 macam metode perkawinan. Yaitu
kawin alam, alami, dan buatan. Kandang Laboratorium Ilmu Ternak
Potong, Kerja dan Kesayangan Fakultas peternakan menggunakan
metode suntik inseminasi buatan (IB). Tim Penulis Agriflo (2012)
menyatakan bahwa inseminasi buatan atau kawin suntik adalah salah
satu teknik mengawinkan sapi dengan cara menyuntikan semen ke dalam
organ reproduksi sapi betina. Pejantan tidak secara langsung mengawini
betina, melainkan dengan bantuan inseminator. Hasil yang diperoleh
sudah sesuai dengan literatur.
Tahap Perkawinan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan taha perkawinan
dengan cara deteksi birahi, jika ada ternak yang sedang birahi maka
ternak akan dipisahkan dari ternak yang lain, kemudian menghubungi
inseminator, inseminator akan mengawinkan ternak secara IB. Ternak
yang sedang birahi akan diinduksikan ke kandang kawin dimana terdapat
pejantan. Ternak yang sudah mengalami perkawinan dan terjadi
kebuntingan lalu dipindahkan ke kandang tambat untuk proses beranak.
Mulyono (2005) menyatakan bahwa pejantan memiliki kemampuan
mendeteksi silent heat pada ternak betina. Ternak betina yang siap kawin
akan dinaiki oleh pejantan karena tidak akan melakukan perlawanan pada
saat proses perkawinan. Tahap perkawinan yang dilakukan saat praktikum
dengan literatur yang ada telah sesuai.
Deteksi kebuntingan
Estrus merupakan suatu kondisi saat ternak betina bersedia
dikawini ternak jantan dan periode estrus tersebut merupakan periode
yang paling penting dari siklus estrus atau periode estrus sebagai patokan
waktu dalam proses perkawinan terutama yang dilakukan melalui
inseminasi buatan (Nurfitriani et al., 2015). Ginting (2009) menyatakan
bahwa deteksi birahi memiliki arti manajemen yang penting untuk
mengetahui atau memprediksi waktu melahirkan, dengan demikian
manajemen yang terkait dengan masa kebuntingan dan waktu melahirkan
dapat dikelola dan dipersiapkan dengan lebih terencana. Tanda-tanda
kebuntingan muncul kurang lebih tiga minggu setelah terjadi perkawinan.
Masito (2010) menyatakan bahwa tanda-tanda sapi potong bunting adalah
peningkatan nafsu makan, tidak menunjukkan gejala estrus lagi dan
perilaku menjadi lebih tenang. Berdasarkan praktikum ciri-ciri ternak
bunting adalah perut bagian kanan besar, tidak mengalami estrus kembali,
vulva membengkak dan ambing membesar. Praktikum telah sesuai
dengan literatur.
Penanganan kebuntingan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh cara
penanganan kebuntingan yaitu ternak yang sedang bunting dipindahkan
ke kandang tambat. Ternak yang sedang bunting akan berada pada
kandang tambat sampai proses kelahiran terjadi. Ternak yang sedang
bunting juga harus diberi pakan yang lebih baik dari segi kualitasnya agar
nutriennya tercukupi. Sudarmono (2008) menjelaskan bahwa sapi yang
sedang bunting harus segera dipisahkan dari kelompok sapi yang tidak
bunting dan pejantan. Pakan untuk sapi bunting harus memiliki kandungan
protein, mineral dan vitamin yang cukup. Penanganan kebuntingan
berdasarkan hasil praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Penanganan kelahiran
Penanganan ternak sebelum kelahiran. Hasil yang diperoleh saat
praktikum penanganan ternak sebelum kelahiran yaitu induk dipindahkan
ke kandang beranak, diberi alas bedding (jerami), induk diberi air gula.
BPTP Jawa Barat (2010) memyatakan bahwa persiapan yang perlu
dilakukan apabila sapi memperlihatkan gejala-gejala akan melahirkan
anatara lain pembersihan kandang untuk memudahkan pergerakan induk
sebelum atau pada saat proses melahirkan, lantai kandang diberi alas,
berupa jerami padi kering sebagai alas agar cairan yang keluar selama
proses kelahiran dapat terserap dengan cepat, dan sediakan obat-obatan
untuk mengantisipasi keadaan yang darurat. Berdasarkan hasil praktikum
dan dibandingkan dengan literatur, maka penanganan ternak sebelum
kelahiran sudah sesuai dengan literatur. Penanganan ternak sebelum
kelahiran penting dilakukan untuk mencegah terjadinya abortus.
Penanganan ternak pada saat kelahiran. Hasil yang diperoleh
saat praktikum penanganan ternak saat kelahiran yaitu yang pertama
adalah memanggil dokter hewan sebagai antisipasi jika ternak kesulitan
melahirkan. Selalu mengawasi jalannya proses kelahiran. Jika kesultan
diberi hormon oksitosin. Apabila induk kesulitan melahirkan maka perlu
dibantu dengan cara menarik moncong dan kaki depan. BPTP Jawa Barat
(2010) menyatakan bahwa secara umum proses kelahiran akan terjadi
maksimal 8 jam, apabila melebihi waktu tersebut pedet belum juga keluar
maka sebaiknya segera laporkan kepada petugas setempat dan berikan
pertolongan. Berdasarkan hasil praktikum dan dibandingkan dengan
literatur maka penangan ternak saat kelahiran sudah sesuai. Penanganan
ternak saat melahirkan harus diperhatikan agar tidak menyebabkan induk
maupun pedet kesakitan.
Penanganan ternak sesudah kelahiran. Hasil yang diperoleh saat
praktikum penanganan ternak sesudah kelahiran yaitu dibersihkan
lendirnya dari lubang pernafasan, tali pusar dipotong kira – kira 10 cm dan
diberi iodin, diberi kolustrum, induk dan pedet diberi obat cacing secara
rutin. BPTP Jawa Barat (2010) menyatakan bahwa membersihkan lendir
sangat penting saat pedet baru lahir, untuk melancarkan pernafasan
pedet. Mengeluarkan lendir dari tubuh pedet dapat dilakukan dengan cara
mengakat pedet dengan posisi kepala pedet dibawah. Berdasarkan hasil
praktikum dan dibandingkan dengan literatur maka penanganan ternak
sesudah kelahiran sudah sesuai.
Limbah Peternakan
Macam limbah
Hasil praktikum dapat diketahui bahwa macam limbah yang
dihasilkan dari peternakan yaitu berupa feses, urin, dan sisa pakan.
Kaharudin (2010) mengemukakan bahwa kotoran dan urin merupakan
limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dalam pemeliharaan ternak
selain limbah yang berupa sisa pakan. Macam limbah dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Macam limbah
Jenis Limbah Penanganan Pengolahan
Dikumpulkan
Feses Tidak diolah
dan diangkut
Urin Dialirkan Tidak diolah
secara berkala diangkut oleh
Sisa pakan Ditampung
orang
Penanganan limbah
Ternak sapi di Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan
Kesayangan menghasilkan berbagai kotoran. Macam-macam limbah yang
dihasilkan diantaranya adalah urin, feses dan sisa-sisa pakan. Macam
limbah pada Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan
Kesayangan terdapat pada Tabel 9.
Penanganan limbah peternakan yang dilakukan kandang
Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan Fakultas Peternakan
UGM yaitu limbah feses ditampung sedangkan untuk limbah urin dan sisa
pakan dibiarkan terbuang. Kaharudin (2010) menjelaskan bahwa
pengelolaan limbah yang dilakukan dengan baik selain dapat mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan juga memberikan nilai tambah
terhadap usaha ternak. Berdasarkan hasil prakikum dan dibandingkan
dengan literatur maka penanganan limbah sudah sesuai.
Pengolahan limbah
Pengolahan kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan
Kesayangan Fakultas Peternakan UGM yaitu dengan cara feses dan sisa
pakan ditampung tidak di olah. Kaharudin (2010) menyatakan bahwa
pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai pupuk kompos dapat
menyehatkan dan menyuburkan lahan pertanian. Selain itu kotoran ternak
juga dapat digunakan sebagai sumber energi biogas. Sumber energi
biogas menjadi sangat penting karena harga bahan bakar fosil yang terus
meningkat dan ketersediaan bahan bakar yang tidak konstan dipasaran,
menyebabkan semakin terbatasnya akses energi bagi masyarakat
termasuk peternak. Berdasarkan hasil prakikum dan dibandingkan dengan
literatur maka pengolahan limbah belum sesuai dengan literatur.
BAB III
PERMASALAHAN DAN SOLUSI
Permasalahan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan di kandang
Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan, permasalahan-
permasalahan yang ada yaitu masalah penanganan limbah ternak yang
masih belum dimanfaatkan. Limbah hanya dibiarkan saja tanpa diolah.
Seharusnya limbah diolah dan hasilnya dapat lebih dimanfaatkan untuk
peternakan, contohnya menjadikan biogas.
Solusi
Limbah yang dihasilkan akan lebih baik apabila dapat diolah atau
dijual sehingga tidak terjadi penumpukan yang berlebihan. Pemanfaatan
limbah yang lainnya adalah sebagai bahan bakar atau sumber listrik
perkandangan tersebut. Sanitasi ternak tidak rutin dilakukan. Kandang
bunting individu dan kandang tambat tidak dilengkapi dengan alas, berupa
karpet atau karet, sehingga sebagian ternak mengalami luka di bagian
femur.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum manajemen pemeliharaan sapi yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa manajemen pemeliharaan sapi di
kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada sudah cukup baik. Manajemen yang
dilakukan meliputi pemilihan ternak, manajemen pendataan, manajemen
perkandangan, manajemen reproduksi, manajemen perawatan dan
kesehatan ternak yang dilakukan sudah cukup baik. Namun, letak lokasi
perkandangan yang dekat dengan pemukiman warga merupakan salah
satu hal yang masih dianggap kurang tepat.
Saran
Pemberian pakan seharusnya dapat lebih baik, agar memperoleh
hasil yang baik pula. Manajemen limbah dapat ditingkatkan lagi, supaya
semua aspek dapat dimanfaatkan secara maksimal. Jenis sapi yang ada
di kandang dapat lebih diperbanyak lagi, agar lebih dapat memahami
manajemen untuk berbagai jenis sapi.
DAFTAR PUSTAKA
ACARA II.
KOMODITAS
KAMBING DAN
DOMBA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak potong di Indonesia beragam jenisnya, mulai dari sapi,
kambing, domba, dan ada juga hewan-hewan yang lebih kecil misalnya
kelinci. Keberagaman ternak potong tersebut tidak disertai dengan
peningkatan produksi ternak sehingga kebutuhan masyarakat akan
produk peternakan selalu kurang memadai. Hal ini memaksa pemerintah
untuk melakukan impor daging maupun ternak hidup dari luar negeri.
Ternak kambing dan domba merupakan ternak yang sangat populer
di kalangan petani di Indonesia terutama yang berdomisili di area
pertanian atau perkebunan. Selain lebih mudah dipelihara, cepat
berkembang biak, dapat dimanfaatkan limbah dan hasil ikutan pertanian,
ternak kambing dan domba juga memiliki pasar yang selalu tersedia
setiap saat dan hanya memerlukan modal yang relatif sedikit bila
dibandingkan ternak yang lebih besar seperti ternak sapi, namun industri
peternakan kambing dan domba di Indonesia terbilang masih kurang
berkembang dibandingkan dengan industri sapi, ayam, serta hewan
ternak lainnya. Hal ini dikarenakan lahan untuk beternak kambing dan
domba yang masih kurang sementara kebutuhan daging kambing domba
terus bertambah. Industri peternakan kambing dan domba bisa terus
dikembangkan dengan cara memelihara bibit kambing dan domba dengan
kualitas bagus kemudian dikawinkan dengan indukan yang bagus pula.
Mahasiswa peternakan tentunya diharapkan dapat memajukan
bidang peternakan dengan skala yang lebih besar. Salah satu industri
dalam bidang peternakan adalah industri ternak potong. Industri ternak
potong diantaranya adalah industri sapi potong, kambing potong, dan
domba potong. Hal tersebut yang mendorong dilaksanakannya praktikum
sistem usaha ternak baik sapi maupun kambing dan domba.
Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum pemeliharaan kambing dan domba adalah untuk
mengetahui cara pemeliharaan ternak potong khususnya komoditas
kambing dan domba. Mahasiswa diharapkan juga dapat mengetahui
manajemen pemeliharaan ternak khususnya ternak kambing dan domba.
Praktikum sistem pemeliharaan kambing dan domba ini juga memiliki
tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui sistem pemeliharaan komoditas
kambing dan domba pada skala industri.
Manfaat Praktikum
Manfaat praktikum pemeliharaan kambing dan domba adalah
mahasiswa mampu memperoleh ilmu cara pemeliharaan dan sistem
pemeliharaan kambing dan domba pada skala industri dengan baik dan
benar. Praktikan kemudian dapat mengaplikasikan ilmu yang telah
diperoleh mengenai manajemen pemeliharaan ternak kambing dan domba
terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar.
BAB II
KEGIATAN PRAKTIKUM
Pendataan (Recording)
Tahapan recording
Recording adalah segala hal yang berkaitan dengan pencatatan
terhadap ternak secara individu yang menunjukkan pertumbuhan dan
perkembangannya. Recording juga berkaitan dengan ternak bibit, karena
berhubungan dengan kualitas ternak ke depan (Sunardi, 2015). Recording
yang dilakukan di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan
Kesayangan antara lain adalah pengkarantinaan terhadap ternak,
recording dengan mengidentifikasi ternak berdasarkan bangsa, jenis
kelamin, ciri-ciri ternak, berat badan, umur ternak, BCS, asal-muasal, data
fisiologis serta data vitalnya. Tahapan recording lainnya yaitu dengan
megelompokkan jenis ternak, atau dapat juga dengan melihat catatan
recording sebelumnya.
Tahapan recording dimulai dari identifikasi ternak, pendataan
kesehatan, kelahiran, penanganan pakan. Harianto (2008) menyatakan
bahwa, recording berfungsi untuk mengetahui jumlah populasi akhir,
dengan diketahuinya populasi akhir kita juga akan mengetahui jumlah
ternak yang mati, hilang, dan sebagainya selama masa pemeliharaan,
selain itu recording juga dapat digunakan untuk bahan pertimbangan
dalam penilaian tata laksana yang sedang dilaksanakan, pertimbangan
dalam mengambil keputusan sehari-hari, dan sebagai langkah awal dalam
menyusun rencana jangka panjang. Memudahkan dalam melakukan
seleksi ternak sehingga didapatkan ternak yang unggul, melalui sertifikat
ternak, catatan kesehatan, berat lahir, dan dapat menghindari terjadinya
in-breeding. Bagi pemerintah recording berguna untuk penyusunan
kebijakan dalam bidang peternakan, bagi peternak recording dapat
mempermudah peternak melakukan evaluasi, mengontrol dan
memprediksi tingkat keberhasilan usaha, dan bagi perguruan tinggi data
recording bisa sebagai bahan penelitian. Berdasarkan literatur tahapan
recording yang dilakukan di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja
dan Kesayangan telah sesuai dengan tujuan pemeliharaan.
Macam recording
Recording meliputi identifikasi ternak pada beberapa aspek yang
penting yang kedepannya dapat memudahkan peternak dalam memberi
penanganan pada ternak. Macam recording misalnya jenis kelamin,
konsumsi pakan yang meliputi bahan pakan yang digunakan, kelahiran
dan kematian, kesehatan yang meliputi riwayat sakit dan reproduksi.
Macam recording yang dilakukan saat praktikum disajikan pada Tabel 11
berikut.
Gambar Keterangan
U
25. Pintu masuk
1 26. Kantor
27. Kandang Kuda
7 2 1
dan anakan
9 28. Kandang
3
8 kucing
29. Kandang
4
kawin dan
umbaran kuda
9 5 20 30. Kandang
umbaran kuda
31. Tempat mandi
kuda
32. Ruang pakan
10 kuda
33. Kandang kuda
21 individu
11 6 34. Ruang
pekerja
35. Kandang
sapih kambing
domba
12 22 36. Kandang
umbaran domba
13 37. Kandang
umbaran kambing
38. Ruang pakan
14 15 23 39. Ruang diskusi
40. Ruang
16 istirahat
41. Kandang
17 tambat sapi
42. Toilet
25 43. Kandang
kelinci
18
24 44. Kandang
individu kambing
domba
45. Kandang
kambing domba
beranak
46. Tempat jerami
47. Kandang sapi
umbaran
48. Tempat
pembuangan
limbah
49. Ruang
Chopper
a b
c d
a b
a b
a b
Pakan
Bahan pakan
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan
dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan
ternak yang memakannya. Bahan pakan yang diberikan pada ternak
kambing dan domba di kandang ternak potong diketahui melalui diskusi
bersama asisten. Bahan pakan yang diberikan antara lain rumput gajah
sebagai hijauan serta kleci dan sekawan sebagai konsentrat. Bahan
pakan beserta kandungan nutrien, harga, dan asalnya berdasarkan hasil
diskusi dapat diketahui pada tabel berikut:
Tabel 17. Bahan pakan kambing dan domba
Bahan Pakan BK (%) PK (%) Harga/kg (Rp) Asal
Rumput raja 18 9 0 Lahan HMT
Kleci 90,22 12,1 4200 Klaten
Sekawan 91 - 2200 Klaten
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, bahan pakan untuk ternak
sapi potong adalah rumput gajah, kleci, dan konsentrat sekawan. Safitri
(2011) menyatakan bahwa bahan pakan ternak dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan
jumlah serat kasar yang relatif banyak daripada berat keringnya, yaitu
lebih besar dari 18%. Konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit
daripada hijauan yaitu kurang dari 18% dan mengandung karbohidrat,
protein, dan lemak yang relatif banyak namun jumlahnya bervariasi
dengan jumlah air yang relatif sedikit. Berdasarkan literatur maka bahan
pakan yang digunakan untuk kambing dan domba di Kandang
Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan sudah tergolong
baik.
Penyusunan Pakan
Proses penyusunan pakan untuk ternak kambing dan domba di
kandang ternak potong diketahui dengan mengamati secara langsung
proses penyusunan pakan. Konsentrat yang terdiri atas kleci dan sekawan
dicampur dan diberikan pada pagi hari. Hijauan berupa rumput gajah
dichop dengan chopper dan diberikan ke kambing dan domba pada sore
hari. Hijauan dan konsentrat diberikan dengan perbandingan 60:40.
Rukmana (2001) menyatakan perbandingan ideal antara pakan
hijauan dengan konsentrat adalah 60:40. Apabila kualitas pakan hijauan
yang diberikan rendah, maka perbandingannya sedikit bergeser menjadi
55:45. Redaksi Agromedia (2009) menyatakan, pemberian pakan pada
domba dan kambing sebaiknya dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi
dan sore hari. Faktor yang mempengaruhi penyusunan pakan antara lain
umur, suhu lingkungan, palatabilitas dan kualitas bahan pakan, dan
kontinuitas bahan penyusunan ransum (Redaksi agromedia, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum, proses penyusunan
pakan di Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan
sesuai dengan literatur, yaitu pakan hijauan dan konsentrat diberikan
dengan perbandingan 60:40, serta pemberian pakan dilakukan dua kali
sehari yaitu pagi dan sore.
Metode Pemberian Pakan
Metode pemberian pakan pada kambing dan domba diketahui
melalui diskusi saat praktikum. Jenis pakan yang diberikan pada pagi hari
yaitu konsentrat dalam bentuk kering. Jenis pakan yang digunakan pada
pagi hari yaitu hijauan dalam bentuk telah dipotong-potong. Jumlah
pemberian hijaaun maupun konsentrat disajikan pada tabel
Tabel 18 . Metode Pemberian Pakan
Jumla Jumlah Pemberian (kg) Metode Pemberian
Hijauan Konsentrat Konsentra
Kandang h
Hijauan
Pg Sr Ss Pg Sr Ss t
ternak
Umbara
Restricte
n 16 27,3 Restricted
d
Kambing
Umbara
Restricte
n 22,5 37,7 Restricted
d
Domba
Berdasarkan hasil dari praktikum pemberian pakan yang dilakukan
saat praktikum dilakukan pada pukul 07.00 dan 15.00 WIB. Pemberian
konsentrat dalam keadaan bahan kering dan hijauan dalam bentuk
cacahan. Bahan pakan yang diberikan pada pagi hari berupa konsentrat
sedangkan pada sore hari berupa hijauan. Mathius (2001) menyatakan
bahwa jumlah pakan hijauan yang diberikan pada domba dan kambing
dewasa rata-rata 10% dari berat badan yang disajikan sedikit demi sedikit
dua hingga tiga kali sehari.
Menurut Dirjen Peternakan (2006), rumput gajah adalah rumput
yang produktivitasnya baik. Hijauan mengandung zat gizi seperti protein,
sumber tenaga, vitamin, dan mineral, sedangkan menurut Ngadiyono
(2007) kleci merupakan sumber protein yang bagus bagi ternak.
Pemberian pakan pakan harus dilakukan dengan cara yang benar karena
ternak kambing dan domba menggunakan mulutnya untuk mengambil
pakan. Hasil praktikum dibandingkan dengan literatur menunjukkan bahwa
metode pemberian pakan hijauan dengan cara di chooper sudah bagus
untuk kambing dan domba, sedangkan pemberian pakan konsentrat
dalam bentuk kering dapat menambah efisiensi biaya pakan, karena sisa
pakan masih dapat digunakan lagi.
Pengembangbiakan
Deteksi birahi
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa
deteksi birahi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara visual dan
didekati dengan pejantan. Secara visual dapat dilihat dari vulva yang
merah, bengkak, dan hangat (3A), ternak yang gelisah, melenguh-lenguh,
berusaha menaiki temannya, serta diam ketika didekati pejantan. Ginting
(2009) menyatakan bahwa deteksi birahi memiliki arti manajemen yang
penting untuk mengetahui atau memprediksi waktu melahirkan, dengan
demikian manajemen yang terkait dengan masa kebuntingan dan waktu
melahirkan dapat dikelola dan dipersiapkan dengan lebih
terencana.Tanda-tanda kebuntingan muncul kurang lebih tiga minggu
setelah terjadi perkawinan. Widiyono et al. (2011) menyatakan bahwa
deteksi birahi biasanya dilakukan secara visual dengan memperhatikan
perubahan fisik alat kelamin luar, yakni vulva yang membengkak, labia
minor yang berwarna merah, dan hangat, serta pada puncak birahi keluar
lendir.
Ternak yang baru bunting temperamennya gelisah, sedangkan
ternak bunting tua biasanya temperamennya tenang. Drajat (2002)
menjelaskan bahwa tingkah laku birahi adalah tingkah laku dari tenang
menjadi aktif. Tingkah laku birahi yang umumnya teramati umumnya
seperti dinaiki baik oleh jantan atau betina lain, menaiki betina lainnya,
bagian belakang ditekan dengan dagu hewan lain, menekankan dagu
pada belakang hewan lain, dicium vulvanya oleh hewan lain, mencium
vulva hewan lain (Ginting, 2011). Berdasarkan ciri-ciri yang didapatkan,
maka hasil praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Umur pertama kali dikawinkan
Berdasarkan pada praktikum yang sudah dilakukan, kambing dan
domba yang terdapat di Laboratorium Kandang Ternak Potong pertama
kali kawin pada betina umur 12 sampai 15 bulan, sedangkan pada ternak
jantan adalah 10 sampai 12 bulan. Domba mencapai kedewasaan kelamin
pada umur 10 sampai 12 bulan (Widi, 2007). Penentuan saat
mengawinkan ternak adalah 8 sampai 15 jam setelah ternak birahi. Umur
pertama kali dikawinkan pada saat praktikum sudah sesuai dengan
literatur.
Penentuan saat mengawinkan
Berdasarkan pada praktikum yang sudah dilakukan, penentuan
saat mengawinkan ternak yaitu kambing atau domba dipastikan umurnya
apakah sudah dewasa kelamin dan dewasa tubuh, kapan terakhir
beranak, dan siklus estrus, maka boleh dikawinkan kembali ketika anak
telah lepas kambing dan dombah ketika birahi. Namun jika baru pertama
kali maka dikawinkan saat estrus. Widi (2007) menyatakan, saat yang baik
untuk mengawinkan ternak adalah 12 sampai 18 jam setelah tanda-tanda
birahi muncul atau tampak. Penentuan saat mengawinkan pada saat
praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Metode perkawinan
Berdasarkan pada praktikum yang sudah dilakukan, metode
perkawinan yang digunakan yaitu secara alami. Widi (2007) menyatakan,
perkawinan kambing dan domba dilaksanakan dengan teknik kawin alam
dengan rasio jantan dan betina 1 banding 5 atau 10. Teknik Inseminasi
Buatan (IB) menggunakan semen beku atau semen cair dari pejantan
yang sudah teruji kualitasnya dan dinyatakan bebas dari penyakit hewan
menular yang dapat ditularkan melalui semen. Dalam pelaksanaan kawin
alam maupun IB harus dilakukan pengaturan penggunaan pejantan atau
semen beku atau semen cair untuk menghindari terjadinya kawin sedarah.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
metode perkawinan sesuai dengan literatur yakni dengan cara alami.
Tahap perkawinan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, tahap perkawinan
pada kambing dan domba yakni diletakkan pada kandang kawin setelah
calon induk birahi. Pejantan secara naluriah dapat mendeteksi tanda-
tanda silent heat pada calon induk birahi untuk kemudian siap dikawini
secara alami yakni dengan mounting. Mulyono (2005) menyatakan bahwa
pejantan memiliki kemampuan mendeteksi silent heat pada ternak betina.
Ternak betina yang siap kawin akan dinaiki oleh pejantan karena tidak
akan melakukan perlawanan pada saat proses perkawinan.Tahap
praktikum yang dilakukan saat praktikum dengan literatur yang ada telah
sesuai.
Deteksi kebuntingan
Kebuntingan adalah suatu periode sejak terjadinya fertilisasi
sampai terjadi kelahiran (Frandson, 1997). Deteksi kebuntingan pada
ternak ada beberapa macam, antara lain Non Return to Estrus (NR) yaitu
ternak yang bunting tidak akan estrus lagi, eksplarasi rektal yaitu deteksi
kebuntingan pada ternak yang besar karena palpasi uterus melalui dinding
rektum, ultrasonografi yaitu deteksi kebuntingan dengan probe untuk
mengetahui perubahan di rongga abdomen, imunologik dengan
pengukuran level cairan dari konseptus, uterus, atau ovarium yang
memasuki aliran darah induk, urin, dan air susu, dan konsentrasi hormon
yaitu mengukur konsentrasi hormon kebuntingan dalam cairan tubuh
(Lestari, 2006).
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diamati
kebuntingan pada kambing dan domba potong dengan tanda-tanda
seperti perut sebelah kiri membesar, puting turun, ambing membesar dan
lebih merah, nafsu makan naik menjelang kelahiran, dan temperamen
lebih tenang. Tanda-tanda ternak bunting adalah ternak tampak lebih
tenang, membesarnya perut sebelah kanan, ambing menurun, sering
menggesekkan badannya ke dinding kandang, dan tidak terlihatnya tanda
tanda birahi pada siklus birahi selanjutnya (Widi, 2007). Berdasarkan
pengamatan kebuntingan tanda-tanda yang didapat sesuai dengan
literatur yang ada.
Penanganan kebuntingan
Penanganan ternak yang bunting pada kandang Laboratorium
Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan Fakultas Peternakan dilakukan
pemisahan, penambahan pakan secara kualitas dan kuantitas serta pakan
berserat kasar diperbanyak. Sudarmono dan Sugeng (2008) menjelaskan
bahwa ternak yang sedang bunting harus segera dipisahkan dari
kelompok kambing dan domba yang tidak bunting dan pejantan. Pakan
untuk ternak bunting harus memiliki kandungan protein, mineral dan
vitamin yang cukup. Penanganan kebuntingan berdasarkan hasil
praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Penanganan kelahiran
Pengananan ternak sebelum kelahiran. Berdasarkan hasil
diskusi dapat diketahui penanganan ternak sebelum kelahiran yaitu ternak
dipindahkan ke kandang beranak sebelum melahirkan, lalu ambingnya
dicuci dengan air hangat, dan disiapkan alasnya dengan jerami atau
rumput. Ginting (2009) menyatakan bahwa ada beberapa tahap persiapan
sebelum kelahiran yang harus dilakukan pada induk. Persiapan tersebut
meliputi persiapan kandang induk dan anak, induk yang akan melahirkan
menunjukkan tanda-tanda gelisah, dan mengeluarkan cairan putih yang
kental dari vulva. Hasil praktikum menunjukan kesamaan dengan literatur
yaitu penanganan ternak sebelum kelahiran merupakan tahap persiapan.
Penanganan ternak pada saat kelahiran. Berdasarkan hasil
diskusi saat praktikum diketahui bahwa penanganan ternak saat kelahiran
yaitu memberikan sumber energi seperti cairan gula atau air molases agar
ternak tidak kelelahan dan ternak dibiarkan untuk melahirkan secara
normal, kemudian ternak dipantau jika terjadi kesulitan dalam melahirkan.
Ginting (2009) mengatakan bahwa penanganan kelahiran pada ternak
meliputi pemantauan ternak melahirkan secara normal atau tidak. Ternak
yang melahirkan secara tidak normal membutuhkan bantuan dari manusia
untuk menarik cempe. Tanda ternak melahirkan dengan normal yakni yang
pertama kali keluar adalah kepala diikuti dengan dua kaki depan. Kondisi
tidak normal seperti keluarnya kepada tanpa diikuti dua kaki depan.
Ternak yang melahirkan secara tidak normal dibantu menarik pedet saat
kesulitan mengeluarkan, namun cempe ditarik bersamaan dengan saat
ternak sedang kontraksi. Proses kelahiran normal biasanya butuh waktu
tidak lebih dari 30 menit, hal ini menunjukan bahwa penanganan ternak
saat kelahiran di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan
Kesayangan Fakultas Peternakan sudah sesuai dengan literatur.
Penanganan ternak setelah kelahiran. Berdasarkan hasil saat
praktikum diketahui bahwa penangan ternak setelah kelahiran pada
Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan yaitu
memastikan pedet dapat bernafas dengan melihat hidung pedet bebas
dari lendir, tali pusat dipotong 5 sampai 7 cm dari anak, memastikan
bahwa induk menyusui anaknya (colostrum), terakhir melakukan gembr.
Ginting (2009) mengatakan bahwa penanganan pasca ternak melahirkan
prinsipnya mempererat hubungan antara anak dan induk. Hubungan yang
baik antara anak dan induk mempengaruhi ketersediaan atau akses air
susu induk untuk anak yang baru dilahirkan. Tindakan induk yang menjilat
seluruh tubuh anak merupakan cara paling efektif untuk membentuk
hubungan tersebut. Induk yang menolak menjilat anaknya dibantu dengan
membaringkan anak di dekat hidung agar induk dapat membersihkan
anaknya dengan menjilat sekujur tubuh. Tubuh anak dibersihkan dengan
kain kering dan bersih serta dibersihkan di bagian hidung agar anak dapat
bernapas dengan lancar. Induk dan anak dapat ditempatkan pada
kandang beranak selama kurang lebih satu minggu, setelah itu pedhet
dan induk langsung dipisah.Hasil yang didapat saat praktikum tentang
penanganan ternak sesudah kelahiran sudah sesuai dengan literatur.
Penanganan prasapih
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, terdapat beberapa
penanganan ternak praternakh antara lain seperti ternak yang baru lahir
diberi alas jerami kering atau alas lainnya yang dapat menyerap air. Hal ini
dikarenakan ternak setelah kelahiran masih berair setelah dari perut
induk, selain itu untuk meminimalisir benturan karena ternak yang baru
lahir rawan penyakit. Ternak diberi kolostrum kurang lebih selama
seminggu untuk pembentukan antibodi. Ternak yang telah akan di ternakh
diberi konsentrat starter untuk memicu protein mikrobia pada rumennya.
Setelah itu barulah ternak dapat diternakh dan dipisahkan dari induknya.
Ginting (2009) menyatakan bahwa ternak praternakh memerlukan kontak
fisik dengan induk seperti meminum kolostrum langsung dari ambing
induk atau apabila tidak bisa dapat dengan bantuan manusia. Hasil
praktikum telah sesuai dengan literatur yang ada.
Penanganan ternak
Ternak masuk. Berdasarkan hasil diskusi saat praktikum kegiatan
yang dilakukan untuk penanganan ternak masuk antara lain ternak
diidentifikasi dan direcording, di cek kesehatannya, diberi obat cacing,
ditimbang dan dimasukkan ke kandang karantina selama 2 minggu.
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui bangsa dan keturunannya.
Pemberian obat cacing dilakukan untuk mencegah terjadinya sakit pada
ternak. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat awal ternak dan
pemantauan perkembangan bobot badan ternak. Ternak dimasukkan
kandang karantina dilakukan untuk mencegah penularan penyakit yang
dibawa ternak. Redaksi Agro Media (2009) menyatakan bahwa
ternak yang baru tiba kadang-kadang mengalami stres sehingga perlu
dipisahkan sementara dari ternak yang lain. Ternak bakalan yang baru
dibeli hendaknya dimasukkan ke kandang karantina. Berdasarkan hasil
praktikum dan dibandingkan dengan literatur bahwa perawatan ternak
masuk di kandang sudah sesuai.
Pemeliharaan ternak. Berdasarkan hasil diskusi saat praktikum
kegiatan yang dilakukan untuk pemeliharaan ternak antara lain ternak
diberi pakan dan minum, dikontrol kesehatannya, diberi obat cacing setiap
3 bulan sekali, diberi vitamin B komplek setiap 3 bulan sekali dan
penyesuaian pakan, menggunting rambut dan kuku selama 2 minggu
sekali, dipantau kesehatannya, dan sanitasi. Pemberian vitamin dan obat
cacing dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak. Penyesuaian pakan
dilakukan agar mikrobia rumen dapat menyesuaikan diri pada nutrisi yang
terdapat dalam pakan. Fikar dan Ruhyadi (2010) menyatakan bahwa
perawatan kesehatan dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan
serangan hama dan penyakit pada ternak. Hal penting yang perlu
diperhatikan dalam perawatan ternak antara lain sanitasi, kandang dan
peralatan. Hal ini menunjukkan bahwa pemeliharaan ternak sudah sesuai
dengan literatur.
Ternak keluar. Ternak yang keluar ditimbang terlebih dahulu.
Alasan ternak keluar juga menjadi bagian dari pendataan. Kesehatan
ternak yang keluar masih dipantau dengan di cek kesehatannya,
memberikan obat cacing, memandikannya dan menimbang berat badan
ternak sebelum keluar. Rianto dan Endang (2010) menyatakan bahwa,
salah satu tujuan pemeliharaan ternak adalah untuk memanfaatkan hasil
ternak. Salah satu cara memanfaatkan hasil ternak adalah dengan
menjual bibit unggul. Penjualan ini merupakan proses keluarnya ternak
dari suatu peternakan, maka perlu dilakukan pengecekkan terlebih
dahulu, seperti kesehatan dan tertutama bobot badannya. Apabila
dibandingkan dengan literatur, hasil yang diperoleh dari praktikum yaitu
perawatan ternak yang dilakukan sesuai dengan literatur, sehingga
perawatan ternak yang dilakukan dapat dikatakan baik. Hal ini
menunjukkan bahwa penanganan ternak keluar sudah sesuai dengan
literatur.
Ciri-ciri ternak sehat dan sakit
Berdasarkan hasil diskusi dengan asisten saat praktikum, dapat
diketahui bahwa kondisi ternak sakit memiliki ciri-ciri mata sayu, keluar
lendir berlebihan dari hidung, nafsu makan turun, dan ternak lesu, ciri-ciri
ternak sakit juga tergantung pada penyakit yang diderita. Ciri untuk ternak
yang sehat adalah mata cerah, hidup bersih, nafsu makan baik dan ternak
lincah. Ngadiyono (2012) menyatakan bahwa ciri-ciri ternak sehat yaitu
makan teratur, pernafasan tenang dan teratur, hewan tidak kurus, kulit
mulus tidak ada luka, mata jernih dan terang, tidak ada pembengkakan di
sekitar mata, kulit elastis dan lemas, anus bersih, dan feses normal.
Setiadi (2001) menyatakan bahwa kondisi tubuh ternak yang sehat adalah
ternak yang memiliki nafsu makan tinggi, bereaksi ketika disentuh, mata
jernih, hidung memiliki sedikit ingus dan tidak berbau, waktu istirahat
digunakan untuk memamah biak, feses tidak mencret atau tidak berdarah.
Santoso (2001) menyatakan bahwa ciri-ciri ternak yang sakit yaitu, nafsu
makan menurun, lesu, pernafasan cepat, kepala terkulai, hewan kurus,
hidung dan mulut berdarah atau bernanah, mata buram dan merah,
terdapat luka di mulut dan pucat, bulu kusam dan kotor, ada luka di
permukaan kulit, kulit tidak lemas dan elastis, anus kotor, feses berlendir
ada darah dan cacing, dan ada bengkak di bagian tubuh. Berdasarkan
hasil praktikum ciri-ciri ternak sehat dan sakit telah sesuai dengan literatur.
Penanganan ternak sakit
Berdasarkan pada praktikum yang sudah dilakukan pencegahan
penyakit yang di kandang Laboratorium Ternak Potong Kerja dan
Kesayangan antara lain dengan pengisolasian ternak, mendeteksi
penyakit, dilakukan pemberian obat sesuai dengan hasil diagnosa,
kemudian dilakukan pengawasan hingga ternak sembuh. Muttaqin dan
Novia (2011) menyatakan bahwa penanganan pada ternak yang sakit
adalah dengan melakukan isolasi dan pengobatan pada ternak yang sakit.
Pencegahan penyakit-penyakit yang sering menyerang ternak antara lain
menghindari kontak langsung dengan ternak yang sakit, membersihkan
kandang dengan baik dan berkesinambungan, memisahkan ternak yang
terjangkit penyakit di tempat berbeda dan jauh dari ternak yang sehat,
memeriksakan kesehatan ternak secara berkala, membersihkan kandang
dan dan peralatan dengan cara disinfektan secara periodik, dan
memberikan vaksinasi secara teratur. Berdasarkan hasil praktikum
penanganan ternak sakit sudah sesuai dengan literatur.
Limbah Peternakan
Macam Limbah
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan penanganan limbah di
kandang ternak Laboratorium ternak potong, kerja dan kesayangan,
diperoleh data mengenai penanganan dan macam limbah yang disajikan
pada Tabel 19.
Tabel 19. Penanganan dan Macam Limbah
Macam limbah Penanganan Pengolahan
Ditampung dan
Feses -
diangkut
Urin Dibiarkan mengalir -
Ditampung dan
Sisa Pakan -
diangkut
Hasil yang diperoleh dari diskusi adalah limbah yang dihasilkan
oleh ternak antara lain feses, urin, dan sisa pakan. Rahmawati (2013)
menyatakan bahwa limbah peternakan sapi terdiri dari feses, urin, dan
sisa pakan. Macam limbah yang ada di kandang ternak potong diketahui
melalui diskusi bersama asisten serta pengamatan langsung pada saat
praktikum. Widi et al., (2008) menyatakan bahwa limbah usaha
pemeliharaan ternak potong yang paling utama dihasilkan adalah kotoran
ternak (manure), disusul urin, sisa pakan, serta alas (bedding) (Widi et al.,
2008). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, macam limbah yang
dihasilkan di Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan
Kesayangan sama seperti yang ada diliteratur.
Penanganan limbah
Limbah peternakan di Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja,
dan Kesayangan berupa feses, urin, dan sisa pakan hanya ditampung
tanpa dilakukan pengolahan. Limbah yang tidak ditangani dengan baik
menimbulkan bau yang dapat mengganggu lingkungan sekitar kandang.
Limbah urin dialirkan melalui selokan. Sisa pakan ditimbun dijadikan satu.
Sudiarto (2008) menjelaskan bahwa salah satu alternatif penanggulangan
limbah peternakan adalah meningkatkan produksi pupuk organik melalui
pengelolaan dan pemanfaatan limbah secara optimal. Berdasarkan uraian
tersebut penanganan limbah yang ada di peternakan tidak sesuai dengan
literatur yaitu hanya ditimbun saja tidak dilakukan penanganan lain.
Pengolahan limbah
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diketahui bahwa limbah
feses, urin dan sisa pakan yang ada di Kandang Laboratorium Ternak
Potong, Kerja, dan Kesayangan ditampung di bagian belakang kandang.
Limbah yang dihasilkan tidak dilakukan pengolahan lebih lanjut. Urin
mudah menguap dan biasanya bercampur dengan feses, sehingga sulit
untuk menampungnya. Hal ini dapat mencemari lingkungan sekitar dan
menimbulkan bau yang tidak enak, sehingga diperlukan penanganan yang
khusus untuk dapat memanfaatkan limbah peternakan tersebut agar
menjadi bernilai guna yang tinggi.
Rahmawati (2013) menyatakan bahwa pengolahan limbah
peternakan dapat dilakukan dengan cara anaerob atau fermentasi
sehingga dapat menghasilkan biogas. Limbah peternakan pada umumnya
diolah untuk dijadikan pupuk organik. Limbah yang dihasilkan oleh ternak
di Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan tidak
sesuai dengan literatur dan masih belum dapat termanfaatkan.
BAB III
PERMASALAHAN DAN SOLUSI
Permasalahan
Permasalahan yang terjadi adalah mengenai manajemen
pengolahan limbah yang belum dijalankan sehingga kurang menghasilkan
keuntungan. Salah satu permasalahan yang penting terutama terkait
masalah penanganan limbah yang belum dilakukan. Masalah penanganan
limbah akan berdampak pada pencemaran lingkungan sekitar, karena bau
dari limbah akan mengganggu area sekitar kandang Selain itu terkait
dengan manajemen pemberian pakan yang belum sesuai dengan
kebutuhan ternak.
Solusi
Berdasarkan permasalahan yang ada di Kandang Laboratorium
Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan, solusi yang dapat diberikan yaitu
sebaiknya menyediakan lahan khusus untuk mengolah limbah feses, urin
dan sisa pakan. Kandang dapat dipindahkan ke lahan yang jauh dari
penduduk, batas agar warga juga merasa nyaman. Keluhan dari
masyarakat sekitar dapat berkurang apabila dilakukan pengelolaan limbah
dan sanitasi yang lebih teratur.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum manajemen pemeliharaan sapi yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa manajemen pemeliharaan sapi di
Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada sudah cukup baik. Tataletak pada
kandang praktikum cukup baik karena lokasi gudang pakan berdekatan
dengan kandang sehingga mempermudah manajemen kandang.
Manajemen yang dilakukan meliputi pemilihan ternak, manajemen
pendataan, manajemen perkandangan, manajemen reproduksi,
manajemen perawatan dan kesehatan ternak yang dilakukan sudah cukup
baik. Namun, letak lokasi perkandangan yang dekat dengan pemukiman
warga merupakan salah satu hal yang masih dianggap kurang tepat.
Saran
Manajemen pemeliharaan sapi di Kandang Laboratorium Ternak
Potong, Kerja, dan Kesayangan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada sudah cukup baik. Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya
sanitasi kandang lebih diperhatikan lagi. Limbah peternakan yang
dihasilkan oleh ternak diolah dan dimanfaatkan sebaik mungkin agar
menjadi produk yang lebih bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta
Arum, S. S. 2009. Pengolahan limbah ternak di UPTD Aneka Usaha
Ternak Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Sragen.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Ayuni, N. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan dan Pengembangan Ternak
Sapi Potong Berdasarkan Sumber Daya Lahan di Kabupaten
Agam, Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Insitiut
Pertanian Bogor.
Baliarti, Endang., N. Ngadiyono., G. Murdjito., I.G.S. Budiarta., Panjono.,
T.S.M. Widi dan M.D.E. Yulianto. 2013.Ilmu Ternak Potong, Kerja,
dan Kesayangan. Fakultas Peternakan Ugm. Yogyakarta.
Basya, S. 2009. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2006. Statistik Peternakan. Direktorat
Jenderal Peternakan. Jakarta.
Hadi, R., Komang, A. L., dan Gunadi, I. G. A. 2012. Evaluasi indeks
kenyamanan taman kota (lapangan puputan badung I Gusti
Ngurah Made Agung) Denpasar, Bali. E-Jurnal Agroekoteknologi
Tropika. 1(1). 34-45.
Harianto, B. 2008. Penggemukan Kebutuhan Zat-zat Pakan Ruminansia
KecilDalam Produksi Kambing Dan Domba Di Indonesia. Sebelas
Maret University Press.Surakarta.
Kaharudin. 2010. Manajemen Umum Limbah Ternak Untuk Kompos dan
Biogas. Kementrian Pertanian. NTB.
Kementerian, Pertanian. 2014. Pedoman Pembibitan Kambing dan
Domba yang Baik. Direktorat Pembibitan Ternak. Jakarta.
Mathius, I. W dan A. P. Sinurat. 2001. Pemanfaatan Bahan Pakan
Inkonvensional Untuk Ternak. Wartazoa Vol. 11 No. 2 2001. Balai
penelitian Ternak. Bogor.
Moran, John. 2005. Tropical Dairy Farming: Feeding Management for
Small Holder Dairy Farmers in the Humid Tropics. Landlinks Press.
Oxford.
Mulyono, S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing Domba. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT. Citra Aji Pratama, Yogyakarta.
Purwadi A., N. Delly, K. Karim, M.B.M. Amin, dan H. Natalie. 2005. Tata
Laksana Pemeliharaan Sapi. Departemen Pertanian
Direktorat Jenderal Peternakan. Palembang.
Redaksi Agromedia. 2009. Petunjuk Praktis Menggumkkan Domba,
Kambing, dan Kambing dan domba Potong. AgroMedia Pustaka.
Jakarta
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Sapi Potong. PT Penebar Swadaya.
Jakarta.
Rismayanti, Yayan. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Domba. Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Bandung.
Rukmana, H. R. 2001. Silase dan Permen Ternak Ruminansia. Kanisius.
Yogyakarta
Safitri, T. 2011. Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt
Lembu Jantan Perkasa Serang – Banten.Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Santoso, U., 2004. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Swadaya.
Jakarta.
Sarwono, B., dan H.B. Arianto. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara
Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sonjaya, A. 2008. Perancangan fasilitas fisik usaha ternak sapi perah
skala komersial di kecamatan Cibungbulang, kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sudarmono, A.. 2008. Beternak Domba. Penebar Swadaya. Depok.
Sudarmono, A.S., Y.B. Sugeng. 2011. Sapi Potong. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Suhaely, A. 2008. Perancangan fasilitas fisik usaha ternak puyuh skala
komersial di kecamatan Ranca Bungur, kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sunardi. 2015. Manfaat Recording Terhadap Dunia Peternakan.BBIB
Singosari.Malang.
Suretno, N. D., dan Basri, E. 2008. Tata laksana perkandangan ternak
kambing di dua lokasi Prima Tani provinsi Lampung. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 545-551.
Sutama, I-Ketut dan IGM Budiarsana.2011. Panduan Lengkap Kambing
dan Domba. Penebar Swadaya. Jakarta.
Widi, T.M., A. Agus, A. Pertiwiningrum, dan T. Yuwanta. 2007. Road Map
Pengembangan Ternak Sapi Potong Provinsi D.I. Yogyakarta.
Penerbit Ardana Media. Yogyakarta.
Widi, T.S.M, E. Baliarti, N. Ngadiyono, G. Murtidjo, I.G.S. Budisatria. 2008.
Industri Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan. Fakultas
Peternakan UGM. Yogyakarta.
Wierema, F. 2002. Heat Stress and Cooling Cows. In. Chestnut A&D
Haouston.
Yulianto, P. dan S. Cahyo. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara
Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.
LAMPIRAN
SISTEM USAHA
ACARA III.
SISTEM USAHA
DI PANDARAN ARTA
PERKASA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-
faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja, dan modal untuk
menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan usaha ternak dipengaruhi
faktor bibit, pakan, dan manajemen. Manajemen usaha ternak mencakup
pengelolaan perkawinan, pemberian pakan, perkandangan, kesehatan
ternak, penanganan hasil ternak, pemasaran, dan pengelolaan tenaga
kerja (Abidin, 2002).
Industri ternak terutama sapi potong mulai diminati karena
merupakan usaha yang menjanjikan. Industri penggemukan sapi potong
merupakan usaha yang menjanjikan dan paling banyak berjamur saat ini
karena perputaran uangnya yang cepat dan resiko yang minim. Sistem
usaha penggemukan adalah fase akhir pemeliharaan sapi sebelum
dipotong, dimana ternak sapi selalu berada di dalam kandang dan
mendapatkan pakan yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan hidup
pokok serta kebutuhan produksi, dengan tujuan dicapainya kenaikan
bobot badan yang tinggi dan efisien. Usaha penggemukan adalah usaha
pemeliharaan sapi di dalam kandang tertentu, tidak dipekerjakan dan
hanya diberi pakan dengan nutrien yang optimal untuk menaikkan bobot
badan dan kesehatan sapi yang maksimal.
Perkembangan sapi potong di Indonesia belum begitu memadai
dan belum begitu maju seperti negara-negara maju. Hal ini tentu saja
banyak faktor penyebabnya, antara lain para petani ternak belum
memberikan perhatian sepenuhnya, terutama pada segi pemeliharaan,
pemberian makan dan bibit yang dipergunakan. Selain itu di Indonesia
masih berlaku konsumen musiman, yaitu yang hanya menginginkan dan
membeli daging sapi terbatas pada hari besar saja dan diluar hari itu
pemasaran menjadi sepi, dan konsumen belum bisa menghargai mutu
daging yang disebabahan keringan kurangnya pengetahuan baik
mengenai manajemen ataupun produksi daging. Sampai saat ini ternak
sapi di Indonesia belum bisa memberikan produksi seperti ternak sapi di
luar negeri karena sifat pemeliharaannya yang masih tradisional, tidak
adanya seleksi yang terarah, dan belum ada suatu penelitian yang bisa
memberikan petunjuk jenis sapi mana yang bisa digemukkan di daerah
tropis. Sapi potong merupakan ternak yang mampu menghasilkan nilai
protein yang tinggi.
Sapi potong di Indonesia mempunyai peranan yang sangat
penting.Produksi daging sapi dan hasil ikutan lainnya dibutuhkan oleh
masyarakat. Seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia,
kebutuhan akan daging dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Peternakan-peternakan sapi potong (dalam industri kecil maupun besar)
harus selalu ada dan ditingkatkan produksinya setiap tahun.
Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum sistem usaha ternak potong adalah untuk
mengerti tentang manajemen ternak potong khususnya komoditas sapi
dalam skala industri atau perusahaan. Manajemen meliputi pengadaan
ternak, pemilihan dan seleksi ternak, transportasi atau pengangkutan
ternak, pendataan atau recording ternak, penanganan ternak sebelum
pemeliharaan, komposisi dan struktur ternak, perkandangan, fasilitas
kadang, perlengkapan kandang, peralatan kandang, pakan ternak,
reproduksi ternak, perawatan dan kesehatan ternak, limbah peternakan,
pasca panen dan pemasaran, dan analisis usaha.Mengetahui berbagai
masalah dalam industri ternak potong serta memberi solusi teradap
permasalahan yang ada.
Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum sistem usaha ternak potong adalah agar
praktikan dapat memperoleh ilmu tentang cara manajemen pemeliharaan
ternak khususnya komoditas sapi dalam skala industri atau perusahaan.
Praktikan diharapkan mendapat pengetahuan baru. Praktikan diharapkan
kritis terhadap permasalahan yang ada untuk dapat mendorong minat
agar mengaplikasikannya di masyarakat khususnya dalam bidang
pemeliaraan ternak komoditas sapi.
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
Pengadaan Ternak
Pemilihan ternak
Kriteria bakalan untuk penggemukan. Ternak untuk
penggemukan sapi potong adalah ternak yang digunakan untuk
pertambahan berat badan yang optimal dalam waktu yang singkat dengan
memperhatikan efisiensi pemeliharaan dan permintaan pasar (Wijono et
al., 2001). Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara
diskusi langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran
Arta Perkasa. Kriteria bibit untuk pembesaran adalah ternak yang sehat,
mata bersinar, bentuk kaki sempurna dan tidak berbentuk X atau O,
memiliki badan panjang dan tinggi yang proporsional, bentuk tracak
bagus, dan bobot kurang lebih 300 kg.
Murtidjo (2009) menyatakan bahwa syarat bibit yang digunakan
untuk pembesaran adalah sapi harus sehat, usia masih muda, dan tidak
memiliki riwayat penyakit yang membahayakan. Ngadiyono (2012)
menyatakan bahwa untuk kriteria bakalan yang dipilih dalam usaha
penggemukan adalah jenis kelamin sapi yang digunakan untuk
penggemukan adalah jantan atau jantan kastrasi kerena lebih cepat
pertumbuhannya daripada betina, ternak sehat, kulit lentur dan bersih,
mata bersinar, nafsu makan baik, badan persegi panjang, dan dada lebar.
Wijono et al. (2001) menyatakan bahwa ternak untuk penggemukan
memiliki berat badan berkisar 300 kg.Hasil kegiatan praktikum dapat
dinyatakan sesuai dengan literatur.
Kriteria calon induk dan calon pejantan. Berdasarkan hasil
praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah
satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Kriteria calon induk
adalah sehat dan memiliki organ reproduksi yang normal, biasanya akan
di cek dengan cara palpasi. Kriteria calon pejantan adalah memiliki libido
yang tinggi, sudut penis kurang dari 45o, dan bentuk testis yang sempurna.
Prabowo (2003) menyatakan bahwa pemilihan bibit ternak untuk indukan
adalah memiliki tubuh sehat, tidak terlalu gemuk dan tidak cacat,
konformasi tubuh seimbang antara bagian depan dan belakang, bulu
bersih dan mengkilap, alat reproduksi normal, memiliki ambing yang
normal, dan memiliki sifat keibuan. Pemilihan bibit ternak untuk pejantan
yaitu kondisi tubuh sehat, tubuh besar (sesuai umur), bulu bersih dan
mengkilap, badan panjang, kaki lurus, tidak cacat, tumit tinggi, kaki kuat,
penampilan gagah, aktif dan nafsu kawin tinggi, mudah ereksi, buah zakar
normal.
Ngadiyono (2012) menyatakan bahwa penentuan calon induk dan
calon pejantan yang baik diperlukan dalam usaha pembibitan ternak
(breeding) agar dihasilkan anakan yang mempunyai genetis unggul. Calon
induk yang baik diantaranya mempunyai siklus estrus normal yaitu 21 hari,
tubuh tidak cacat, berbadan tidak terlalu kurus maupun tidak terlalu
gemuk, tidak mempunyai gen pembawa penyakit, dan telah dewasa tubuh
dan kelamin (pada umur 18 sampai 24 bulan). Induk yang kurus dapat
mengakibatkan abortus pada saat kelahiran sedangkan induk yang
kegemukan dapat mengakibatkan distokia atau kesulitan dalam
melahirkan.Pejantan yang baik adalah memiliki kesuburan tinggi, daya
menurunkan sifat produksi yang tinggi ke anaknya, umur sekitar 4 sampai
5 tahun, berasal dari induk yang baik, besar badannya sesuai dengan
umur, mempunyai postur tubuh yang yang normal, dan bebas dari
penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.
Metode pengadaan ternak
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi
langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta
Perkasa. Metode pengadaan ternak di perusahaan tersebut adalah
dengan cara berkerjasama dengan peternak di daerah Cianjur dan sapi
local dari prambanan. Target setiap pengadaan ternak sudah ditentukan
untuk setiap siklusnya, ternak akan di kirim ke perusahaan tersebut dalam
periode waktu tertentu hingga masa waktu yang telah disepakati bersama.
Hartono (2011) menyatakan bahwa metode pengadaan ternak tergantung
kesepakatan antara penjual dan pembeli. Hasil kegiatan praktikum dapat
dinyatakan sesuai dengan literatur.
Jumlah ternak yang dibeli persiklus pengadaan
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi
langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta
Perkasa. Jumlah ternak yang dibeli persiklus atau 4 bulan dari
pengadaannya sesuai dengan pasar, tiap bulannya 60 ekor dan
persiklusnya 240 ekor. Jumlah berdasarkan jumlah cash perusahaan dan
ketersediaan ternak untuk fattening. Ternak breeding tergantung pada
ketersediaan kandang, karena pemeliharaan breeding perlu waktu yang
cukup lama. Nugroho (2008) menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada
batasan, akan tetapi hal ini tergantung kepada peternak itu sendiri
sehubungan dengan penyediaan fasilitas penunjang yang ada, seperti
lahan untuk penyediaan pakan hijauan, atau kemudahan untuk
memperoleh pakan, kandang serta kemampuan peternak dalam
pengelolaan. Hasil kegiatan praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan
literatur.
Proses pembelian
Metode pembelian
Metode pembelian yang dilakukan di PT. Pandanaran Arta Perkasa
yaitu dengan metode langsung, memiliki BCS 2 sampai 3 dan ternak tidak
sakit. Sudarmono dan Sugeng (2011) menyatakan bahwa pembelian
ternak ialah membeli ternak-ternak yang memenuhi kriteria atau standar
tertentu. Berdasarkan hasil praktikum yang didapat, metode pembelian
sudah sesuai dengan literatur.
Cara penawaran
Berdasarkan praktikum yang didapat, cara penawaran yang
dilakukan di adalah dengan menawar langsung kepada penyedia ternak
kemudian dilakukan kesepakatan. Transaksi pembelian ternak dapat
dilakukan dengan cara ternak ditimbang berapa berat badannya,
penyepakatan harga per kg berat hidup, kemudian berat badan dikalikan
harga per kg berat hidup. Kemudian harga per ekor ternak tidak melihat
berapa berat badannya dan melihat penampilan luar saja kemudian ternak
tersebut ditawar dan dibeli. Nugroho (2008) menyatakan bahwa pembeli
biasanya menaksir berat badan ternak yang akan dibelinya. Hasil
praktikum yang didapat sudah sesuai dengan literatur.
Cara pembayaran
Berdasarkan praktikum yang didapat, cara pembayaran yang
dilakukan di PT. Pandanaran Arta Perkasa adalah dengan cara membayar
langsung. Nugroho (2008) menyatakan bahwa pembayaran langsung
dilakukan secara tunai setelah terjadi kesepakatan harga. Hasil praktikum
yang didapat sudah sesuai dengan literatur.
Transportasi
Alat transportasi. Berdasarkan hasil praktikum yang didapat, alat
transportasi yang digunakan untuk mengangkut ternak adalah Truck.
Sudarmono (2011) menyatakan bahwa perdagangan terdapat 4 sarana
angkutan yang digunakan yaitu penggiringan, truk, kapal laut dan kereta
api. Karena jarak yang relatif jauh antar daerah sentra konsumsi dan
sentra. Hasil praktikum yang didapat sudah sesuai dengan literatur.
Kapasitas. Berdasarkan hasil praktikum yang didapat pada saat
praktikum adalah mobil truck yang digunakan untuk mengangkut ternak di
PT. Pandanaran Arta Perkasa memiliki kapasitas 4 sampai 5 ekor dan masih
disortir. Fikar et al. (2012) menyatakan bahwa ternak biasanya diangkut
dengan menggunakan truck dengan kapasitas 3 sampai 5 ekor sapi
tergantung dari ukuran tubuh ternak. Hasil praktikum yang didapat sudah
sesuai dengan literatur.
Proses penaikan ternak dan penurunan ternak. Berdasarkan
hasil praktikum yang didapat, ternak dinaikan ke dalam kedalam truk
menggunakan loading dock. penaikan maupun penurunan ternak harus
menggunakan loading unit. Rianto dan Endang (2010) menyatakan bahwa
untuk menurunkan atau menaikan ternak menggunakan loading cute
(tempat menaikan atau menurunkan ternak dari atau ke truk) dan
diletakkan dengan baik sesuai dengan bak truk. Hasil praktikum sudah
sesuai dengan literatur.
Penanganan ternak selama pengangkutan. Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, PT. Pandanaran Arta Perkasa memiliki
penanganan ternak selama pengangkutan yaitu disediakan sekat untuk
membatasi feses ternak agar tidak kotor. Fachrulozi (2008) menyatakan
bahwa kendaraan untuk mengangkut ternak harus dilengkapi atap untuk
melindungi dari panas, hujan dan menurunkan temperatur lingkungan
serta ternak harus diberi pakan dan minum. Hasil praktikum yang didapat
sesuai dengan literatur.
Pendataan (Recording)
Macam recording
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi
langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta
Perkasa.Macam recording yang dilakukan sudah menggunakan sistem
barcode yang dicantumkan di ear tag ternak dandata kelahiran.Parameter
yang diamati adalah jenis recording, data yang diambil, dan prosedur
pendataan pada Tabel 20.
Tabel 20. Macam recording
Jenis recording Data yang diambil
Identifikasi Nomor dan berat badan
Reproduksi Tanggal kawin dan melahirkan
Penyakit Penyakit, pengobatan, obat dan dosis
Pemeliharaan
Penanganan ternak sebelum program pemeliharaan
Penanganan bakalan/bibit. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah satu staff
perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penanganan bakalan atau
bibit adalah dari segi pakan dan perkandangan.Pakan dan minum yang
diberikan adalah dengan komposisi tertentu dan kandang dipisahkan
dengan induknya jika sudah disapih. Abidin (2002) menyatakan bahwa
penanganan ternak sebelum program pemeliharaan merupakan upaya
yang dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit. Pencegahan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti pemanfaatan kandang karantina,
menjaga kebersihan sapi bakalan beserta kandangnya, dan vaksinasi
berkala. Hasil kegiatan praktikum dapat dinyatakan tidak sesuai dengan
literatur.
Penanganan calon induk/pejantan. Berdasarkan hasil praktikum
yang didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah satu staff
perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penanganan calon induk atau
pejantan adalah dengan cara pakan dan minum yang diberikan adalah
dengan komposisi tertentu, sanitasi yang lebih rutin, dan kandang
dipisahkan dengan yang lain.Hal yang penting adalah selalu dilihat
perkembangan bentuk tubuhnya agar tetap baik. Sarwono (2008)
menyatakan bahwa ternak yang memasuki masa pubertas pemberian
pakannya harus diperhatikan jangan sampai tubuhnya berkembang terlalu
gemuk. Ternak yang gemuk tidak bisa dijadikan penjantan dan induk yang
baik karena akan menjadi pemalas dan nafsu kawinnya berkurang. Hasil
kegiatan praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan literatur.
Penanganan induk/pejantan. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah satu staff
perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penanganan induk atau
pejantan tetap sama dengan penanganan calon induk atau pejantan yang
lain, namun perbedaannya adalah kandang yang digabung antara jantan
dan betina, dengan breeding load setiap kandang adalah 1:25. (Gede et
al., 2008) menyatakan bahwa perbandingan jantan dan betina di dalam
suatu kandang dapat menentukan daya kompetisi pejantan untuk
mengawini ternak betina Kandang tersebut adalah kandang kawin.
Pejantan yang digunakan berasal dari kandang sendiri karena harga
pejantan yang relatif mahal. Pengaruh penentuan antara jantan dan betina
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain keadaan topografi kandang,
kondisi pastura, dan kondisi air yang tersedia. Jumlah banyaknya ternak
jantan dan betina dalam suatu kandang adapat mengoptimalkan
performans penajtan dalam peningkatan produksi, namun dapat
mempengaruhi kualitas dari semen. Hasil kegiatan praktikum dapat
dinyatakan sesuai dengan literatur.
Komposisi dan struktur ternak
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara
mengamati secara langsung ternak yang berada PT. Pandanaran Arta
Perkasa. Pengamatan komposisi dan struktur ternak dilakukan dengan
mendata seluruh ternak yang terdapat pada kandang ternak.Ternak
dibedakan berdasarkan umur, bangsa ternak, dan jenis kelamin pada
Tabel 21.
Tabel 21. Komposisi dan struktur ternak
Anak Muda Dewasa Total
Bangsa Janta Janta
Jantan Betina Betina Betina
n n
Brahman
30 65 80 25 9 250 459
Cross
Lokal - - - - 145 - 145
Total 30 65 80 25 234 250 604
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa
komposisi dan strukur ternak yang terdapat di kandang terdiri dari sapi
bull, Belgian blue, wagyu, lokal, sumba ongole, sumbawa, limosin. Sapi
bull atau pejantan 13 ekor jantan dewasa, sapi Belgian blue terdapat 2
ekor muda jantan dan 5 ekor dewasa betina, sapi wagyu terdapat 2 ekor
anakan jantan dan 5 ekor betina dewasa, sapi lokal, sapi sumba ongole
54 ekor jantan dewasa, sumbawa 1 ekor jantan dewasa, dan limosin
kurang dari 99 ekor. Widi (2008) menyatakan bahwa jumlah ternak jantan
jauh lebih banyak dibanding ternak betina dapat diindikasikan tujuan
pemeliharaan ternak tersebut adalah untuk fattening (penggemukan).
Blakely et al. (1998) menyatakan bahwa populasi ternak tiap bangsa, jenis
kelamin, dan umur di kandang berbeda-beda.Perbedaan tersebut dapat
disebabahan keringan karena beberapa faktor yaitu tujuan pemeliharaan,
iklim, kelembaban, biaya pemeliharaan, pakan yang tersedia, dan
penyebaran penyakit. Prajoga (2007) menyatakan bahwa program dalam
pemuliaan ternak pada populasi sangat terbatas untuk menghindari
perkawinan silang dengan genetik yang sama. Kejadian in breeding dapat
dikurangi dengan cara perencanaan komposisi ternak jantan dan ternak
betina. Perbandingan sex ratio jantan : betina adalah 1:20. Hasil kegiatan
praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan literatur.
Perkandangan
Lokasi
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan
caramengamati secara langsung dan berdiskusi dengan salah satu staff
yang berada PT. Pandanaran Arta Perkasa. Lokasi kandang adalah di
kampong Barengan RT 9 RW 4 Desa Jambakan, Kecamatan Bayar,
Kabupaten Klaten.Lokasi kandang dekat dengan pemukiman warga,
bagian belakang dan samping kandang dikelilingi dengan sawah.Lokasi
kandang relatif sulit diakses.Kandang memiliki sumber air yang baik dan
suhu lingkungan yang tidak terlalu tinggi. Susilawati et al. (2010)
menyatakan bahwa persyaratan lokasi yang ideal untuk membangun
kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman
penduduk tetapi mudah dicapai.Kandang harus terpisah dari rumah
tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat
menembus pelataran kandang. Pertimbangan dalam pemilihan lokasi
kandang antara lain tersedianya sumber air untuk minum, memandikan
ternak dan membersihkan kandang, dekat dengan sumber pakan,
transportasi mudah, terutama untuk pengadaan pakan dan pemasaran
dan areal kandang yang ada dapat diperluas. Hasil kegiatan praktikum
dapat dinyatakan sesuai dengan literatur.
Tataletak kandang
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara
mengamati secara langsung kandang yang berada PT. Pandanaran Arta
Perkasa.Tataletak kandang atau tataletak kandang merupakan salah satu
hal yang penting dalam mendukung manajemen perkandangan. Gambar
tataletak kandang disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Tataletak
peternakan dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar Keterangan
1. Pintu Masuk
9 2. Kantor
3. Gudang
5 7 Konsentrat
10
4. Mess Karyawan
5 7 5. Kandang Tambat
6. Penampungan
5 6 Feses
7. Kandang
Umbaran Pedet
5 5 8. Gudang Hijauan
9. Rumah Potong
5 5 Hewan
10. Kandang
Umbaran
2 4
5 11. Gazebo
3
12. Pendopo
13. Rumah Pemilik
8 14. Mushola
2
14 11
13 14 1 U
Gambar 16. Tataletak kandang PT. Pandanaran Arta Perkasa
Tataletak kandang yang ada di PT. Pandanaran Arta Perkasa terdiri
dari pintu masuk, kantor, gudang konsentrat, mess karyawan, kandang
tambat, penampungan feses, kandang umbaran pedet, gudang hijauan,
rumah potong hewan, kandang umbaran, gazebo, pendopo, rumah
pemilik, dan mushola. Arisuma (2005) menyatakan bahwa letak kandang
harus mudah dijangkau karena akan mempengaruhi dalam proses
manajemen pemeliharaan ternak. Hasil pengamatan pada kegiatan
praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan literatur.
Karakteristik kandang
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara
mengamati dan mengukur secara langsung karakteristik kandang yang
berada PT. Pandanaran Arta Perkasa. Pengamatan karakteristik kandang
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Karakteristik kandang
dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Karakteristik kandang
Kandang
Pengamatan
1 2
Jenis Kandang Umbaran Tambat
Atap
Asbes Asbes
- Bahan
Monitor Monitor
- Bentuk
Dinding semi terbuka
semi terbuka
- Tipe Semen, kayu, dan
besi dan semen
- Bahan besi
Ukuran lokal kandang 5.575,6 m2 519.552 m2
Isi ternak 500 300
Ukuran tempat pakan 29 m2 27 m2
Ukuran tempat minum 72 m2 75 m2
Ukuran selokan 64880 m2 -
Kemiringan kandang - 5%
Kemiringan selokan - 0,5%
Susilawati et al. (2010) menyatakan bahwa ada beberapa jenis
kandang ternak yaitu kandang individu, kandang kelompok, kandang
induk sapi, kandang pembesaran, kandang jepit, kandang pejantan, dan
kandang karantina. Rasyid et al. (2007) menyatakan bahwa kandang
individu adalah tipe kandang untuk pemeliharaan satu ternak satu
kandang atau ada sekat pemisah antara ternak.Kadang koloni atau
kandang komunal merupakan model kandang dalam suatu ruangan
kandang ditempatkan beberapa ekor ternak, secara bebas tanpa diikat.
Luas kandang individu disesuaikan dengan ukuran tubuh ternak,
contohnya sapi yaitu sekitar panjang 2,5 m dan lebar 1,5 m. Kelebihan
kandang individu dibanding kandang kelompok adalah sapi lebih tenang
dan tidak mudah stress, pemberian pakan dapat terkontrol sesuai dengan
kebutuhan ternak, menghindari persaingan pakan dan keributan dalam
kandang. Biaya kandang individu lebih tinggi dibanding kandang model
kelompok (umumnya untuk biaya pembuatan kandang, biaya tenaga kerja
untuk memandikan sapi dan pembersihan kandang). Kelebihan kandang
individu dibanding kandang kelompok yaitu sapi lebih tenang dan tidak
mudah stres, pemberian pakan dapat terkontrol sesuai dengan kebutuhan
ternak, menghindari persaingan pakan dan keributan dalam
kandang.Berdasarkan susunannya, terdapat beberapa macam kandang
individu yaitu satu baris dengan posisi kepala searah (head to head)dan
dua baris dengan posisi kepala searah dengan lorong ditengah, dua baris
dengan posisi kepala berlawanan (tail to tail) dengan lorong ditengah.
Kandang individu memiliki lorong ditengah pada kandang yang
mempunyai posisi kepala searah adalah untuk memberi pakan dan
minum, sedangkan pada kandang yang mempunyai posisi kepala
berlawanan (Rasyid et al., 2007).
Tenaga kerja untuk kandang koloni lebih efisien dibanding kandang
model individu, karena pekerjaan rutin harian adalah membersihkan
tempat pakan, minum dan memberikan pakan. Kandang koloni memiliki
bagian sisi kandang dilengkapi dengan tempat palungan yaitu pada sisi
depan untuk tempat pakan hijauan dan tempat air minum secara terpisah,
sedangkan pada sisi belakang kandang palungan untuk tempat pakan
penguat atau konsentrat.Kelebihan sistem perkandang ini adalah ternak
lebih bebas dan adanya rak penyimpanan pakan kering (seperti jerami)
sehingga pakan hijauan kering selalu tersedia (Rasyid et al., 2007).
Karakteristik kandang dapat dilihat pada Gambar 17.
a b
Gambar 17. Kandang (a) Kandang individu tambat dan (b)
Kandang umbaran
Susilowati et al. (2010) menyatakan bahwa atap kandang
umumnya terbuat dari bahan genteng, seng, rumbia, asbes dan lain-
lain.Daerah panas atau dataran rendah disarankan mengunakan bahan
genteng.Berdasarkan bentuk atap kandang, ada beberapa model atap
yaitu atap monitor, semi monitor, gable dan shade.Model atap untuk
daerah dataran tinggi hendaknya menggunakan shade atau gable,
sedangkan untuk dataran rendah adalah monitor atau semi monitor.Hasil
kegiatan praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan literatur. Karakteristik
kandang dapat dilihat pada Gambar 18.
Pakan
Bahan pakan
Bahan pakan adalah setiap bahan yang dapat dimakan, disukai,
dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dapat diabsorpsi dan bermanfaat
bagi ternak. Bahan pakan harus memenuhi semua persyaratan tersebut,
sedang yang dimaksud dengan pakan adalah bahan yang dapat dimakan,
dicerna dan diserap baik secara keseluruhan atau sebagian dan tidak
menimbulkan keracunan atau tidak mengganggu kesehatan ternak yang
mengkonsumsinya. Berdasarkan kandungan zat, bahan pakan di
kategorikan menjadi 5, yaitu pakan sumber energi yaitu pakan yang
mengandung protein kurang dari 20%, serat kasar kurang dari 18% dan
kandungan dinding sel kurang dari 39%, pakan sumber protein yaitu
pakan yang mengandung protein lebih dari 20%, sumber mineral, sumber
vitamin, dan pakan tambahan atau aditif (Subekti, 2009). Bahan pakan
dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Bahan pakan
Bahan Pakan Harga/kg (Rp.) Asal
Hijauan 430 Boyolali
Konsetrat -
Jerami 430 Klaten
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi
langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta
Perkasa. Bahan pakan yang digunakan adalah beberapa bahan pakan
dengan harga yang bervariasi dan asal yang berbeda-beda. Komposisi
bahan pakan yang digunakan setiap ternak sapi yang ada berbeda-beda
bergantung pada kebutuhan ternak dan tujuan pemeliharaannya.
Sarwono et al. (2008) menyatakan bahwa pakan sapi pada
umumnya berupa hijauan segar dan konsentrat. Tanpa pakan tambahan
berupa konsentrat pemberian hijauan segar sebagai pakan sapi
sebenarnya tidak efisien. Pakan hijauan terlalu banyak mengandung air
sehingga kadar nutrisinya relatif sedikit, walaupun volume pakan hijauan
yang diberikan banyak, tetapi jumlah nutrien yang diperoleh tidak
mencukupi kebutuhan hidup sapi, akibatnya target pertumbuhan bobot per
hari sulit terpenuhi.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan (2010)
menyatakan bahwa disamping hijauan ternak sapi juga perlu diberi pakan
tambahan 1% sampai 2% dari berat badan. Ransum tambahan yang
biasa diberikan berupa dedak halus atau bekatul, bungkil kelapa, gaplek,
ampas tahu.yang diberikan dengan cara dicampurkan dalam rumput
ditempat pakan. Bahan pakan selain itu dapat ditambah mineral sebagai
penguat rasa berupa garam dapur dan kapus.Pakan sapi dalam bentuk
campuran dengan jumlah dan perbandingan tertentu ini dikenal dengan
istilah ransum.
Proses penyusunan pakan
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi
langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta
Perkasa. Proses penyusunan pakan adalah dicampur dengan kadar
tertentu sesuai dengan tujuan pemeliharaan. Proses penyusunan pakan
adalah dengan menggunakan mesin horizontal dengan kapasitas
500kg/campuran. Mardiastuti (2004) menyatakan banyak peternakan yang
sudah maju telah menggunakan teknologi mesin dalam proses
penyusunan bahan pakan. Penyu sunan bahan pakan dengan
menggunakan mesin dapat berlangsung lebih cepat dan efisien.Hasil
kegiatan praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan literatur.
Metode pemberian pakan
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi
langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta
Perkasa. Metode pemberian pakan adalah pada pagi hari dan siang
hari.Pemberian pakan dengan proporsi per ekor untuk pejantan pada pagi
hari adalah 2,5kg konsentrat dan 4,5kg hijauan dan untuk induk menyusui
konsentrat yang diberikan adalah 11kg dan 4,5kg untuk hijauan. Metode
pemberian pakan dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Metode pemberian pakan
Jumlah pemberian Metode pemberian
Status
BB Hijauan
Ternak Konsentrat (kg) Hijauan konsentrat
(kg)
Pejantan - 4,5 2,5 Segar Kering
Induk
- 4,5 11 Segar kering
Menyusui
Sudarmono (2008) menyatakan bahwa perbandingan hijauan dan
konsentrat untuk mutu pakan yang baik berdasarkan bahan keringnya
adalah 60%:40% sehingga akan diperoleh koefisien cerna yang tinggi.
Abidin (2002) menyatakan salah satu cara mempercepat proses
penggemukan memerlukan kombinasi pakan. Perbandingan hijauan dan
konsentrat untuk mutu pakan yang baik berdasarkan bahan keringnya
adalah 60%:40% sehingga akan diperoleh koefisien cerna yang tinggi.
Perhitungan standar pakan hijauan yang diberikan sbesar 26,75kg dan
konsentrat 4,56kg.Santosa et al. (2012) menjelaskan bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah dan metode pemberian
pakan, yaitu bangsa, jenis kelamin, umur, status reproduksi, dan kondisi
kesehatan ternak.Hasil kegiatan praktikum dibangingkan dengan literatur
dinyatakan sesuai.
Repoduksi
Deteksi birahi
Deteksi birahi adalah metode yang dilakukan untuk mengetahui
ternak dalam keadaan birahi atau tidak. Fanani et al. (2013) menyatakan
bahwa deteksi birahi ternak adalah metode yang dilakukan untuk
mengetahui waktu yang optimum untuk menawinkan ternak. Keterampilan
peternak dalam mendeteksi birahi dapat menentukan service per
conception (S/C).
Metode deteksi birahi. Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan diperoleh hasil bahwa metode deteksi birahi dilakukan dengan
mengamati ternak secara langsung pada salah satu kandang PT.
Pandanaran Arta Perkasa. Pengamatan dilakukan di salah satu kandang
umbaran dan kandang tambat. Perlakuan lainnya dengan cara perlakuan
penyuntikan hormone.Aryogi et al. (2007) menyatakan bahwa deteksi
birahi yang paling mudah dilakukan adalah dengan melihat perubahan
pada alat kelamin betina yaitu 3A (abang, abuh, anget). Lama waktu birahi
antar spesies tidak sama, untuk itu perlu mendapat perhatian agar waktu
kawin ternak tepat pada waktunya. Berdasarkan hasil yang diperoleh saat
praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Ciri-ciri ternak birahi. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara mengamati ternak secara langsung dengan cara
melihat ternak tersebut gelisah dan di vulvanya mengalami 3A (abang
aboh anget). Parera et al. (2011) menyatakan bahwa estrus atau birahi
adalah fase reproduksi yakni suatu hasrat dari makluk hidup untuk kawin,
baik pada jantan maupun betina.Ternak betina mengalami tanda-tanda
estrus merupakan indikasi bahwa ternak tersebut bersedia dikawini.
Tanda-tanda sapi sedang estrus adalah gelisah, kalau diikat berusaha
melepaskan diri, keadaan lepas berusaha menaiki kawannya dan diam
bila dinaiki, melengu, ekor diangkat sedikit keatas, keluar lender dari
vagina, vulva merah dan sedikit membengkak, bila diraba terasa hangat,
nafsu makan menurun serta bila diraba disekitar kemaluannya akan
menurunkan pinggulnya. Hasil kegiatan praktikum dibandingkan dengan
literatur dapat dinyatakan tidak sesuai atau tidak dalam keadaan birahi.
Perkawinan
Pertama kali dikawinkan. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah satu staff
perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Umur ternak pertama kali
dikawinkan adalah berkisar antara 1,5 sampai maksimal 2 tahun.
Penafsiran umur dilakukan dengan melihat poel, sekitar poel 1 atau belum
poel sama sekali. Yusuf (2015) menyatakan bahwa ternak sapi umumnya
dapat dikawinkan pada umur 15 sampai 18 bulan sehingga dapat
melahirkan pada 22 sampai 24 bulan. Perkawinan ternak perlu
diperhatikan status fisiologis reproduksi ternak dan kesiapan tubuh ternak.
Penentuan saat mengawinkan. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah satu staff
perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penentuan saat mengawinkan
ternak adalah dikandangkan pada satu kandang yang sama yaitu kandang
kawin. Susilawati et al. (2010) menyatakan bahwa penentuan waktu saat
akan mengawinkan ternak adalah jika sapi birahi pada pagi hari maka
perkawinan atau inseminasi harus dilakukan pada sore hari, jka sapi birahi
pada sore hari maka perkawinan dilakukan esok harinya sebelum sore
hari, dan jika sapi birahi pada malam hari maka perkawinan dilakukan
esok hingga sore harinya. Ternak harus dipastikan saat akan dikawinkan
tidak dalam kondisi bunting. Hasil kegiatan praktikum dapat dinyatakan
tidak sesuai dengan literatur.
Metode perkawinan. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah satu staff
perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Metode perkawinan yang
dilakukan adalah dengan cara kawin alami karena dengan metode
inseminasi buatan (IB) dianggap tidak efektif. Breeding load adalah 1:25
yang dikandangkan bersamaan selama 3 bulan, rata-rata tingkat
keberhasilan bunting adalah 75%.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat (2010)
menyatakan bahwa perkawinan pada sapi potong dapat dilakukan secara
alami maupun kawin suntik atau inseminasi buatan (IB). Perkawinan alami
merupakan perkawinan dengan cara mempertemukan pejantan dan induk
secara langsung. Perkawinan melalui kawin suntik atau inseminasi buatan
(IB) dilakukan dengan cara memasukkan sperma atau semen yang telah
dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu ke dalam saluran alat kelamin
betina dengan metode dan alat khusus.
Pengaruh penentuan antara jantan dan betina dipengaruhi oleh
banyak faktor, antara lain keadaan topografi kandang, kondisi pastura,
dan kondisi air yang tersedia. Jumlah banyaknya ternak jantan dan betina
dalam suatu kandang adapat mengoptimalkan performans penajtan dalam
peningkatan produksi, namun dapat mempengaruhi kualitas dari semen.
Perbandingan jantan dan betina berkisar antara 1:25. Perbandingan
jantan dan betina di dalam suatu kandang dapat menentukan daya
kompetisi pejantan untuk mengawini ternak betina (Gede et al., 2008).
Deteksi kebuntingan
Deteksi kebuntingan adalah metode yang dilakukan untuk
mengetahui ternak tersebut dalam keadaan bunting atau tidak. Lestari et
al. (2006) menyatakan bahwa deteksi kebuntingan adalah metode yang
dilakukan agar mengetahui ternak dalam keadaan bunting atau
tidak.Deteksi kebuntingan pada setiap ternak memiliki metode dan jangka
waktu yang berbeda-beda. Ternak sapi dapat di deteksi kebuntingan
dengan beberapa metode, beberapa diantaranya adalah USG
(ultrasonografi), palpasi rektal, DEEA, dan melihat secara fisik ternak pada
perut bagian kanan.
Metode deteksi kebuntingan. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara mengamati ternak secara langsung dan
mengecek alat reproduksi disalah satu kandang di PT. Pandanaran Arta
Perkasa .Deteksi kebuntingan dilakukan secara langsung pada salah satu
ternak sapi bangsa lokal pada kandang umbaran memiliki ciri bagian perut
kanan membesar.Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan
cara diskusi langsung dengan salah satu staff perusahaan PT.
Pandanaran Arta Perkasa, deteksi kebuntingan dilakukan dengan melihat
siklus estrus ternak.
Ciri-ciri ternak bunting. Berdasarkan hasil praktikum didapatkan
ciri kebuntingan pada ternak adalah ternak tampak lebih tenang,
membesarnya perut sebelah kanan, dan ambing menurun, sering
menggesekkan badannya ke dinding kandang, dan tidak terlihatnya tanda
tanda birahi pada siklus birahi selanjutnya (Lestari et al., 2006).
Sulistiawati et al. (2010) menyatakan bahwa salah satu metode
mendeteksi kebuntingan pada ternak adalah jika memperhatikan masa
estrus, jika tidak estrus kembali pada 21 hari maka dinyatakan bunting.
Hasil kegiatan praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan literatur.
Penanganan kelahiran
Penanganan ternak sebelum kelahiran. Berdasarkan hasil
praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah
satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penanganan ternak
sebelum kelahiran adalah pada 3 bulan terakhir nutrisi induk ditingkatkan
karena kebutuhan energi yang semakin meningkat dan induk dipisahkan
pada kandang tersendiri. Purwanto et al. (2006) menyatakan bahwa
penanganan sebelum kelahiran dilakukan dengan membersihkan kandang
induk kemudian dilengkapi dengan alas kandang dari jerami padi.Kandang
kelompok berukuran 2 x 2 m dilengkapi dengan alas dari jerami padi
disiapkan untuk menampung 4 ekor anak.Penempatan pedet dalam
kandang dapat dilakukan secara individu, atau kelompok dilakukan sesuai
dengan kebutuhan atau kapasitasnya. Ukuran kandang individual untuk
pedet umur 0 sampai 4 minggu adalah 0,75 x 1,5 m dan umur 4 sampai 8
minggu 1,0 x 1,8 m. Kapasitas kandang pedet umur 4 sampai 8 minggu
adalah 1 m2/ekor, dan umur 8 sampai 12 minggu adalah 1,5 m 2/ekor. Hasil
kegiatan praktikum dapat dinyatakan tidak sesuai dengan literatur.
Penanganan ternak pada saat kelahiran. Berdasarkan hasil
praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah
satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penanganan ternak
pada saat kelahiran adalah dengan cara induk dipindahkan pada kandang
tersendiri saat proses melahirkan. Proses kelahiran dipantau hingga jika
kurang lebih satu jam lamanya belum mampu melahirkan maka akan
dibantu dalam proses melahirkan.
Ginting (2009) menyatakan bahwa apabila ternak dalam kondisi
kelahiran terlihat posisi hidung diatas jari kaki anak mulai terlihat keluar
maka proses kelahiran akan berjalan normal dan dibutuhkan waktu kurang
dari satu jam sejak induk merejan atau kontraksi pertama kali. Kadang-
kadang diperlukan sedikit bantuan untuk menarik secara perlahan bagian
kepala anak, namun penting diingat bahwa penarikan secara perlahan
tidak dilakukan pada saat induk berhenti merejan tetapi dilakukan
bersamaan dengan saat merejan atau kontraksi. Posisi anak yang normal
selama proses kelahiran adalah bahwa kepala teletak diatas dan diantara
keduankaki depan yang menjulur keluar dari vulva. Kedua kaki juga
mengarah kebawah. Proses tersebut jika yang terlihat keluar hanya
bagian hidung saja dan tidak terlihat jari kaki atau hanya terlihat jari kaki
saja, sedangkan hidung tidak terlihat, maka diperlukan bantuan. Peternak
sebelum melakukan tindakan terlebih dahulu dibersihkan seluruh bagian
tangan dengan desinfektan lalu dilumuri dengan lubrikan atau peliian.
Ginting (2009) menyatakan bahwa penanganan kelahiran tidak
normal adalah dengan cara baringkan induk pada bagian atau sisi kanan
sambil menekan dengan lembut bagian leher. Induk dibersihkan bagian
vulva dan daerah sekitarnya dengan sabun. Proses membantu saat
kelahiran harus dilakukan dengan mersihkan tangan dan lumuri dengan
sabun (pelicin). Bantuan dilakukan dengan cara memasukan tangan
dengan lembut kedalam vulva dalam posisi setengah menutup. Bagian
dalam vulva diraba dan rasakan posisi bagian tubuh anak seperti kaki dan
kepala dan cari tau apakah anak tunggal atau kembar . Kondisi posisi
normal tarik secara perlan bagian kepala dan kaki, pada kondisi tidak
normal sebisanya kembalikan keposisi normal, lalu ditarik secara
perlahan, untuk membantu anak yang baru dilahirkan bersihkan seluruh
tubuhnya dari selaput dan cairan yang menempel dengan kain bersih dan
kering, terutama dibagian hidung agar dapat bernafas dengan normal.
Proses kelahiran selesai lalu dekatkan anak yang sudah dibersihkan dan
kering kepada induknya. Hasil kegiatan praktikum dapat dinyatakan
sesuai dengan literatur.
Penanganan ternak sesudah kelahiran. Berdasarkan hasil
praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah
satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penanganan ternak
setelah kelahiran adalah dengan pemantauan dan pedet dimasukkan ke
kandang yang sama dengan induknya di kandang induk anak. Purwanto
et al. (2006) menyatakan bahwa induk yang telah melahirkan harus diberi
air minum yang banyak dan dibiarkan beristirahat sebentar, setelah itu
pedet didekatkan dengan induk untuk mengetahui mothering ability
induk.Pencatatan data (recording) pada induk dilakukan dengan mencatat
tanggal melahirkan, berat badan induk dan anak, serta pemberian
identitas pada anak.
Purwanto et al. (2006) menyatakan bahwa perawatan terhadap
pedet yang baru lahir dilakukan dengan membersihkan lendir pada
hidung, mulut, dan lendir yang ada diseluruh tubuhnya karena cairan yang
menutupi hidung akan mengganggu pernafasan pedet. Pedet dimasukan
kedalam kandang anak yang sudah diberi alas jerami padi atau kain
kering yang tidak menimbulkan becek atau basah, untuk mencegah
terjadinya infeksi dilakukan pemotongan terhadap tali pusar.Tali pusar
yang masih menggantung kemudian dicelupkan pada larutan yodium
tinctuur.Pencelupan tali pusar kedalam larutan yodium dilakukan setiap
hari sampai tali pusar kering. Kolostrum diperoleh dengan cara memerah
induk yang telah dibersihkan ambingnya. Kolostrum diberikan pada anak
sapi dengan menggunakan dot bayi sebanyak 3 liter per ekor per hari.
Kolostrum diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 hari berturut-turut
dengan jumlah yang sama. Pedet tidak memiliki antibodi (kekebalan
tubuh) sebelum memperoleh kolostrum dari induknya, untuk itu kurang
lebih satu jam setelah kelahiran pedet diberi kolostrum dari induknya,
apabila tidak diperoleh kolostrum dapat dibuat secara buatan sebagai
pengganti kolostrum.Hasil praktikum dapat dinyatakan tidak sesuai
dengan literatur.
Limbah Peternakan
Macam limbah
Limbah peternakan merupakan hasil buangan dari sisa
metabolisme tubuh ternak. Berdasarkan praktikum yang dilakukan,
didapatkan hasil bahwa macam limbah terdiri dari limbah padat (feses)
dan limbah cair (urin). Berikut adalah jenis limbah, penanganan dan
pengolahan limbah di Laskar Domba Farm pada Tabel 27.
Analisis Usaha
Input
Input adalah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
untuk menghasilkan sejumlah barang atau jasa (Sudiarto, 2008).
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan komponen yang termasuk
input adalah pembelian bakalan, pembelian pakan, dan gaji karyawan.
Total biaya input per siklus untuk pembelian bakalan, pembelian pakan
dan gaji karyawan sebesar Rp.4.257.814.200,00.
Output
Output adalah keluaran yang dihasilkan dalam suatu proses
produksi (Sudiarto, 2008). Berdasarkan hasil diskusi selama praktikum
yang dilakukan, yang termasuk di dalam komponen output adalah
penjualan ternak. Total output per siklus yang diperoleh dari penjualan
ternak persiklus sebesar 5.676.000.000,00..
Profit
Profit merupakan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan
atau peternakan akibat keberhasilan dari perusahaan atau peternakan
tersebut (Sudiarto, 2008). Berdasarkan hasil praktikum profit didapatkan
dari pengurangan output dengan input pada suatu perusahaan. Profit per
siklus yang diperoleh sebesar Rp. 1.418.185.500,00.
BAB IV
Permasalahan
Permasalahan yang sering terjadi pada pemeliharaan sapi adalah
rendahnya produktivitas sapi, bibit yang masih terbatas, modal yang
dibutuhkan cukup besar.Permasalahan yang demikian diharapkan
peternak bisa mengadopsi teknik berternak yang profesional sehingga
mampu meningkatkan produktivitasnya.Permasalahan lainnya adalah
dengan naik turunnya harga daging sapi yang fluktuatif mengikuti pasar
dan masyarakat.Permasalahan lainnya adalah sanitasi kandang yang
kurang bersih dan jarang dilakukan meskipun sudah memiliki peralatan
yang tegolong sangat memadai.
Solusi
Solusi yang dapat dilakukan terkait penyediaan bibit, produktivitas,
dan tata laksana adalah perlunya segera disebarluaskan cara
pemeliharaan dan perawatan ternak yang baik.Solusi untuk terjadinya
harga yang naik turun adalah dengan meningkatkan kualitas dari terhak
yang dipelihara agar menghasilkan daging yang lebih berkualitas.Solusi
yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah mulai mengontrol sanitasi
secara teratur.Sanitasi dilakukan agar ternak dan kandang terlihat lebih
bersih dan sehat.Ketersediaan air juga harus diperhatikan oleh pihak
perusahaan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kegiatan praktikum di PT. Pandanaran Arta Perkasa dapat
memberikan informasi atau pengetahuan baru seputar manajemen ternak.
Manajemen terkait pengadaan ternak, pemilihan dan seleksi ternak,
transportasi atau pengangkutan ternak, pendataan atau recording ternak,
penanganan ternak sebelum pemeliharaan, komposisi dan struktur ternak,
perkandangan, fasilitas kadang, perlengkapan kandang, peralatan
kandang, pakan ternak, reproduksi ternak, pasca panen dan pemasaran,
dan analisis usaha dinilai sudah baik. Manajemen perawatan kesehatan
ternak dan limbah peternakan dinilai masih kurang baik karena belum
maksimal dalam pengelolaannya.
Saran
Saran untuk perusahaan adalah agar lebih mudah dalam
memberikan petunjuk arah menuju lokasi peternaknannya, misal dengan
memberikan palang di jalan sekitar lokasi peternakan.Saran untuk
kegiatan praktikum adalah tidak ada, kegiatan praktikum dirasa sudah
memberikan banyak sekali manfaat dan pengetahuan baru dalam lingkup
industri ternak sapi.
DAFTAR PUSTAKA
FEASIBILITY STUDY
ACARA IV.
FEASIBILITY STUDY
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan sub sektor peternakan memiliki nilai strategis dalam
pemenuhan kebutuhan manusia yang terus mengalami peningkatan
seiring dengan pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan per
kapita serta taraf hidup masyarakat. Penggerak utama revolusi
peternakan adalah peningkatan pada sisi permintaan. Semakin tinggi
permintaaan produk ternak didorong oleh pertumbuhan populasi
penduduk, peningkatan pendapatan dan urbanisasi.
Usaha peternakan di Indonesia umumnya berskala kecil sebagai
usaha sampingan dan masih bersifat tradisional. Usaha penggemukan
sapi memberikan keuntungan ganda seperti pertambahan berat badan
serta hasil limbah berupa kotoran ternak atau lebih dikenal dengan pupuk
kandang, selain itu ternak diusahakan sebagai tabungan dan memberikan
kesempatan kerja. Usaha ternak domba dan kambing memberikan
keuntungan yang lebih besar lagi, selain menghasilkan daging yang cukup
banyak, ternak kambing dan domba memiliki keunggulan lain apabila
digunakan untuk usaha pengembangbiakan. Ternak domba dan kambing
dalam satu kali melahirkan dapat menghasilkan 2 sampai 3 ekor anak.
Lama kebuntingan yang tidak terlalu lama juga menjadi alasan ternak
domba dan kambing berpotensi sangat baik.
Kelayakan usaha dalam dunia peternakan perlu menjadi perhatian
utama. Kelayakan usaha tidak hanya dapat dari diukur dari
pendapatannya tetapi bagaimana usaha tersebut dapat berputar dan
berjalan dengan baik. Perencanaan menjai penting untuk mengukur dan
menentukan arah usaha. Target lama usaha dijalankan harus ditentukan
sejak awal. Usaha yang bergerak pada breeding ternak harus dapat
diketahui waktu penting ternak akan berproduksi menghasilkan anak dan
pengalihan fase pemeliharaan. Usaha yang bergerak pada fattening
ternak harus dapat ditentukan berapa lama waktu pemeliharaan dan
target yang akan dicapai. Hal tersebut yang masih tidak diperhatikan oleh
peternak saat ini. Peternak rakyat tidak memiliki target pemeliharaan dan
perputaran pemeliharaan yang jelas. Peternak dengan skala menengah
juga belum menentukan target pemeliharaannya secara jelas, hanya
peternak dengan skala industri besar atau feedlot saja yang sudah
menerapkan target usaha untuk mengukur kelayakan usahanya.
Pentingnya perencanaan untuk mengetahui kelayakan usaha
peternakan menjadi latar belakang dilakukan praktikum feasibility study
ini. Usaha yang menentukan target usahanya pada perencanaannya
dapat mengetahui kelayakannya sejak awal, hanya perlu manajemen
yang baik selama usaha dijalankan. Kelayakan suatu usaha tidak terlepas
dari perencanaan awal dan ketepatan manajemen selama usaha berjalan.
Tujuan Praktikum
Praktikum feasibility study bertujuan untuk mengetahui kelayakan
suatu usaha dengan melihat perencanaan awalnya atau pada usaha yang
sudah berjalan. Mengetahui bagaimana menyusun perencanaan yang
baik sebelum mendirikan sebuah usaha peternakan. Kelayakan suatu
usaha tidak terlepas dari perencanaan awalnya.
Manfaat Praktikum
Praktikum feasibility study memiliki manfaat untuk dapat mengetahui
bagaimana cara menilai dan mengetahui kelayakan suatu usaha.
Feasibility study berisi perencanaan serta penentuan target usaha dalam
mendirikan sebuah usaha. Manfaat lain seperti mengetahui besar
keuntungan dan resiko dari sebuah usaha sehingga dapat digunakan
untuk menentukan besar investasi yang perlu ditanamkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan
bahwa perencanaan usaha ternak kambing dengan target selama 4 tahun
dapat dikatakan layak karena B/C atau benefit per costnya lebih dari 1
yaitu nilainya 2,7. Apabila nilai B/C lebih dari 1 maka layak tetapi apabila
kurang dari 1 maka rugi. Feasibility study merupakan cara untuk
mengetahui kelayakan suatu usaha peternakan. Kelayakan suatu usaha
dapat dilihat dari perencanaan awalnya. Mengetahui kelayakan usaha dari
tahap perencanaan dapat membantu dalam menentukan investasi.
Saran
Mengetahui dan menilai kelayakan suatu usah merupakan suatu hal
yang penting. Peternak sebaiknya membuat perencanaan yang matang
sebelum membangun usaha peternakan. Perencanaan yan matang dapat
mengetahui kelayakan suatu usaha, sehingga dapat menghemat tenaga
dan waktu apabila suatu usaha tidak layak untuk dijalankan.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, Sri, Kuswaryan S., Cecep F., Achmad F., dan Anita F. 2010. Studi
Kelayakan Bisnis Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung.
Rohaeni, Eni S., Rismarini Z., dan Zahirotul H. 2006. Analisis kelayakan
usaha ternak sapi potong melalui perbaikan manajemen pada
kelompok ternak kawasan baru. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Banjarbaru.
LAMPIRAN