You are on page 1of 147

LAPORAN PRAKTIKUM

INDUSTRI TERNAK POTONG

Disusun oleh:

Rio Pradana
15/378436/PT/06927

Kelompok XIV

Asisten Pendamping: Agung Setia Budi

LABORATORIUM TERNAK POTONG, KERJA, DAN KESAYANGAN


DEPARTEMEN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan praktikum Industri Ternak Potong disusun untuk memenuhi
salah satu syarat dalam menempuh mata kuliah Industri Ternak Potong di
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Laporan ini telah dikoreksi dan disahkan oleh asisten pendamping
pada tanggal Mei 2018.

Yogyakarta, Mei 2018


Asisten pendamping

Agung Setia Budi


14/366659/PT06765

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa


yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Industri Ternak Potong dengan baik. Laporan ini
disusun sebagai salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah Industri
Ternak Potong di Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan ini, yaitu kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., IPU. selaku Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada.
2. Prof. Dr. Ir. Endang Baliarti, SU., Prof. Dr. Ir. Nono Ngadiyono MS,
IPM., Prof. Ir. I Gede Suparta Budi Satria, M.Sc., Ph.D., IPM.,
Panjono, S.Pt., MP., Ph.D., IPM., Ir. Tri Satya Masuti Widi, S.Pt.,
MP., M.Sc., Ph.D., IPM. dan M. Danang Eko Yulianto, S.Pt., M.Si.,
selaku dosen pengampu mata kuliah Industri Ternak Potong.
3. Asisten pendamping kelompok XIV yang telah membimbing selama
kegiatan praktikum dan pengerjaan laporan.
4. Seluruh Asisten Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan
Kesayangan.
5. Seluruh pihak yang telah membantu terlaksananya praktikum dan
laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi perbaikan laporan ini. Penyusun berharap, laporan
ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umunya dan penyusun secara
khususnya.
Yogyakarta, Mei 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
SISTEM
PEMELIHARAAN
ACARA I.
KOMODITAS SAPI

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Praktikum pemeliharaan sapi memiliki tujuan memelihara sebagai sapi
potong. Sapi potong dipelihara untuk dimanfaatkan dagingnya. Sapi
potong yang ada di Indonesia antara lain sapi PO, sapi Bali, dan sapi
Madura yang masih memberi kontribusi dalam memenuhi kebutuhan
protein hewani di Indonesia khususnya daging. Sapi potong lokal memiliki
berbagai kelebihan dibanding sapi impor. Sapi lokal memiliki daya
adaptasi yang tinggi pada iklim setempat dan mampu memanfaatkan
pakan yang kurang berkualitas..
Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber
daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, dan penting artinya di dalam kehidupan masyarakat.
Sebab seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai
macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging,
disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan
lain sebagainya. Manajemen pemeliharaan komoditas ternak sapi guna
pembibitan meliputi pengelolaan perkandangan, pembibitan, pengelolaan
pakan, perawatan dan pengamanan biologis, serta pemanfaatan limbah
ternak dengan memperhatikan sumber daya yang ada. Manfaat beternak
sapi antara lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging, untuk
meningkatkan pendapatan peternak, dan meningkatkan populasi ternak
tersebut, karena di Indonesia konsumsi daging masih rendah dibanding
negara maju sehingga Indonesia masih mengandalkan impor daging dari
luar negeri.
Adaptasi yang turun-temurun pada kondisi lingkungan dan pakan
terbatas yang selama ini, merupakan modal dasar yang tidak dapat
diabaikan begitu saja. Peningkatan populasi ternak sapi yang terjadi di
Indonesia dari tahun ke tahun diikuti pula dengan peningkatan
pemotongan ternak sapi. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan
pada kebutuhan akan daging sapi di Indonesia. Upaya dari pihak
pemerintah harus dibarengi dengan peningkatan pemahaman masyarakat
mengenai tata cara pemeliharaan sapi potong dengan benar.

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum sistem pemeliharaan sapi potong yaitu untuk
mengetahui cara pemeliharaan ternak potong khususnya komoditas sapi
yang meliputi manajemen seleksi dan breeding, manajemen pakan,
manajemen perkandangan, manajemen perawatan, pengamanan biologis,
dan pemasaran ternaknya.
Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum sistem pemeliharaan sapi potong yaitu
dapat mengetahui sistem manajemen pemeliharaan sapi potong yang
meliputi pemilihan dan seleksi ternak, pendataan ternak, perkandangan,
pakan ternak, reproduksi, penanganan dan pengamanan biologis ternak,
dan limbah peternakan pada lingkungan Fakultas Peternakan UGM.
BAB II
KEGIATAN PRAKTIKUM
Data yang diambil ketika praktikum yaitu mengetahui cara sanitasi
kandang, pemilihan dan seleksi ternak, pendataan (recording),
mengetahui perkandangan ternak, pakan ternak, reproduksi, penanganan
dan pengamanan biologis ternak, dan limbah peternakan. Proses
pengambilan data dilakukan dengan cara langsung turun ke lapangan dan
diskusi dengan asisten industri ternak potong.

Pemilihan dan Seleksi Ternak


Pemilihan ternak
Kriteria bibit untuk pembesaran. Bibit ternak adalah semua hasil
pemuliaan ternak yang memenuhi persyaratan tertentu untuk
dikembangbiakkan (Permentan, 2006). Berdasarkan hasil praktikum
kriteria bibit untuk pembesaran antara lain ternak yang telah lepas sapih
umur 8 bulan, sehat dan geraknya aktif, ADG tinggi, tidak cacat, tidak
mengalami kebutaan,mata cerah, dan kaki tidak pincang. Permentan
(2006) menyatakan bahwa sapi bibit harus sehat dan bebas dari segala
cacat fisik seperti cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh,
kaki dan kuku abnormal, serta tidak terdapat kelainan tulang punggung
atau cacat tubuh lainnya. Sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat
reproduksi, abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan.
Sapi bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat
pada alat kelaminnya.
Yulianto dan Saparinto (2010) menyatakan bahwa usaha pembibitan
merupakan kegiatan usaha dari pengadaan induk, mengawinkan hingga
sapi melahirkan anaknya, pengadaan bibit sapi dapat dilakukan dengan
mengawinkan induk sapi sendiri atau membeli anak sapi. Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan dapat dibandingkan bahwa kriteria yang
didapat saat praktikum memiliki beberapa persamaan dengan literatur.
Persamaan yang didapat saat praktikum dengan literatur diantaranya,
tidak mengalami cacat. Hasil yang didapat saat praktikum sesuai dengan
yang dijelaskan pada literatur yang digunakan.
Kriteria calon induk dan calon pejantan. Aak (2008) menyatakan
bahwa calon pejantan adalah sapi yang akan digunakan untuk mengawini
betina, dan calon induk adalah sapi yang akan dimanfaatkan untuk
menghasilkan pedet. Didi (2007) menyatakan bahwa untuk kriteria
indukan dan pejantan harus sehat tidak cacat, libido baik, untuk pejantan
testes sapi umur di atas 18 bulan harus simetris (bentuk dan ukuran yang
sama antara scrotum kanan dan kiri) menggantung dan mempunyai
ukuran lingkaran terpanjangnya lebih dari 32 cm (32 sampai 37 cm),
untuk betina memiliki ambing yang baik dan vulva yang bagus.
Berdasarkan hasil praktikum kriteria untuk calon induk adalah siklus estrus
teratur, telah dewasa kelamin dan tubuh, tidak mengalami silent heat dan
ambing simetris serta besar. Kriteria untuk calon pejantan berdasarkan
praktikum adalah dewasa kelamin dan tubuh, testis simetris, lingkar
skrotum besar dan kaki belakang kuat. Sapi yang dapat digolongkan
sebagai bibit sumber (indukan dan pejantan penghasil sapi-sapi unggul),
jumlahnya di dalam populasi di suatu wilayah, biasanya sangat terbatas
karena sebagian besar merupakan bibit sapi (bakalan) yang dipelihara
untuk dipotong. Berdasarkan hasil praktikum dan dibandingkan dengan
literatur maka kriteria bibit untuk pembesaran hasil praktikum sudah
sesuai dengan literatur.
Kriteria bakalan untuk penggemukan. Bakalan yang baik untuk
penggemukan memiliki kecepatan pertumbuhan yang baik dan memiliki
persentase karkas yang baik (Kushartono et al., 2005). .Abidin (2008)
menyatakan bahwa bakalan untuk penggemukan adalah sapi yang dipilih
dengan metode seleksi tertentu yang bertujuan untuk proses
penggemukan. Murtidjo (2012) menyatakan bahwa kriteria bibit untuk
pengemukan adalah umur, ukuran vital dari bagian-bagian bentuk tubuh,
bentuk luar tubuh, daya pertumbuhan, temperamen, sejarah sapi yang
berkaitan dengan penyakit dan faktor genetik. Berdasarkan hasil
praktikum maka kriteria bakalan untuk penggemukan yaitu tidak boleh
terlalu gemuk, nafsu makan baik dapat dilihat dari rahang, ADG baik,
sehat, aktif, tidak cacat, FCR rendah, BCS (Body Condition Score) 2 dan 3
dan lebih baik steer. Berdasarkan hasil praktikum dan dibandingan
dengan literature maka kriteria bakalan untuk penggemukan hasil
praktikum sudah sesuai.
Kriteria calon induk dan calon pejantan. Calon induk adalah
ternak yang telah dipilih lewat seleksi ternak yang nantinya akan
dipersiapkan sebagai indukan baru yang memiliki kriteria yang baik.
Berdasarkan praktikum kriteria calon induk yang baik yaitu sehat, tubuh
proposional, ambing simetris, saluran repro normal, pinggul lebar serta
telah dewasa kelamin terlebih dahulu. Zurahmah dan Enos (2011)
menyatakan bahwa persyaratan dalam memilih calon induk adalah ukuran
badan besar tapi tidak terlalu gemuk, keempat kakinya lurus dan kokoh,
tumit tinggi, tidak cacat, bentuk dan ukuran kelamin normal.Hasil
praktikum sesuai dengan literatur yaitu bahwa calon induk memiliki tubuh
yang proporsional (badan besar tetapi tidak terlalu gemuk), bentuk dan
ukuran organ reproduksinya normal.
Calon penjantan adalah ternak jantan yang nantinya dapat
dijadikan pejantan siap kawin. Berdasarkan praktikum kriteria calon
pejantan yaitu memiliki libido yang baik (tinggi), testis simetris, dapat
mendeteksi estrus, tubuh proposional, serta pertulangan kaki yang baik
dan kuat. Susilawati dan Masito (2010) menyatakan bahwa ciri-ciri calon
pejantan yang baik ialah rangka badan besar, libido sex tinggi, memiliki
temperamen yang tenang, nafsu makan tinggi, buah zakar lonjong dan
besar dan simetris. Zurahmah dan Enor (2011) menyatakan bahwa kriteria
untuk memperoleh calon pejantan yang baik, selain harus memperhatikan
kemurnian bangsa, libido dan kualitas sperma, kriteria bobot badan calon
pejantan pada umur 2 tahun merupakan kriteria penting yang harus
diperhatikan pula. Bobot badan calon pejantan harus berada di atas rata-
rata bobot badan dari generasinya pada suatu wilayah tertentu. Mulyono
(2011) menyatakan bahwa kriteria untuk calon pejantan yaitu
pertumbuhan relatif cepat, gerakan lincah dan terlihat ganas, alat kelamin
normal dan simetris serta sering terlihat ereksi, umurnya antara 1.5
sampai 5 tahun. Pemilihan calon induk dan calon pejantan bertujuan agar
hasil anakan yang diperoleh memiliki sifat-sifat yang baik.Berdasarkan
kegiatan praktikum yang dilaksanakan, kriteria calon pejantan yang
didapatkan telah sesuai dengan literatur.
Kriteria bakalan untuk penggemukan. Bakalan adalah ternak
yang cukup matang untuk ditempatkan di penggemukan dan dipersiapkan
untuk disembelih. Bakalan untuk penggemukan adalah ternak yang
dipersiapkan untuk menghasilkan daging dan produk lainnya.
Berdasarkan praktikum kriteria bakalan untuk penggemukan yaitu kondisi
ternak sehat, tidak cacat, nafsu makan baik, ADG (Average Daily Gain)
tinggi, rahang lebih besar, compensatory growth, dan lebih mudah
beradaptasi.
Sudarmono (2008) menyatakan bahwa sebagai calon penghasil
daging sapi harus dipilih dari sapi yang benar-benar sehat. Pemilihan
pejantan yang perlu dilakukan adalah pemilihan bangsa atau breed
pejantan yang akan diternakkan. Bangsa yang akan diternakkan harus
sesuai dengan tujuan, karena secara genetik kemampuan ternak
bervariasi. Breed ternak yang dipilih penting diperhatikan besar kecilnya
ukuran tubuh ternak, terutama dalam usaha kawin silang. Catatan silsilah
atau pedigree harus diketahui. Catatan silsilah berupa prestasi tetuanya,
berat lahir, berat sapih, ADG (Average Daily Gain), berat umur 1 tahun.
Berdasarkan hasil praktikum yang dilaksanakan, kriteria bakalan untuk
penggemukan telah benar dan sesuai dengan literatur.
Kriteria induk dan pejantan. Induk adalah ternak betina yang
dipilih untuk dijadikan induk yang dapat menghasilkan anakan yang baik.
Berdasarkan praktikum kriteria induk yaitu sehat, tidak cacat, kuat, siklus
estrus baik, ambing normal, motherability baik, genetik bagus, tidak ada
riwayat penyakit, tidak terlalu gemuk atau kurus, dan tubuh proporsional.
Susilawati dan Masito (2010) menyatakan bahwa indukan yang baik
memiliki estrus pertama setelah beranak harus berkisar 35 hari sehingga
memiliki kesempatan kawin dua kali sebelum bunting dan memiliki
mothering ability yang baik. Rianto dan Endang (2010) menyatakan
bahwa secara keseluruhan, betina yang akan digunakan sebagai induk
harus memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu mampu beranak setiap
tahun, badan tegap, sehat, dan tidak cacat, tulang pinggul dan ambingnya
berukuran besar, lubang pusar agak dalam, sifat keibuan yang baik, tinggi
gumba sekitar 135 cm dengan bobot badan lebih dari 300 kg. Fungsi kaki
belakang kuat untuk memudahkan proses perkawinan, pinggul lebar untuk
memudahkan proses melahirkan anak.
Penjantan adalah ternak jantan yang dipilih untuk dijadikan pejantan
yang dapat menghasilkan anakan yang baik. Berdasarkan praktikum
kriteria pejantan adalah sehat, tidak cacat, kuat,tubuh proporsional,
memiliki testis yang simetris, mampu mengawini, riwayat anaknya bagus,
kaki kokoh, genetik bagus, skrotum besar, libido tinggi, BCS 3,dan mampu
mengenali birahi betina. Rianto dan Endang (2010) menyatakan bahwa
ada beberapa faktor yang harus diperhatikan ketika menyeleksi pejantan
yaitu data tetua, data penampilan individu yang meliputi berat lahir, berat
sapih, bobot umur setahun, bobot dewasa dan sifat-sifat fisik yang meliputi
fertilitas, kerangka, sifat sifat struktur perototan dan kapasitas tubuh. Testis
yang simetris menandakan kesehatan atau baik tidaknya sistem
reproduksinya. Kaki kokoh dan tidak takut betina berhubungan erat ketika
sapi akan dikawinkan. Hasil praktikum yang diperoleh sesuai dengan
literatur.
Metode seleksi ternak
Seleksi adalah kegiatan memilih tetua untuk menghasilkan
keturunan melalui pemeriksaan atau pengujian berdasarkan kriteria dan
tujuan tertentu dengan menggunakan metoda atau teknologi tertentu
(Permentan, 2006). Handiwirawan (2008) menyatakan bahwa bahwa
seleksi adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang dianggap
mempunyai mutu genetik baik untuk dikembangbiakkan lebih lanjut serta
memilih ternak yang dianggap kurang baik untuk disingkirkan dan tidak
dikembangbiakkan lebih lanjut. Tindakan pemulia untuk menentukan
ternakternak mana yang boleh bereproduksi dan menghasilkan generasi
selanjutnya dikatakan sebagai seleksi buatan. Seleksi buatan, secara
simultan sebenarnya juga bekerja seleksi alam, yaitu seleksi yang bekerja
akibat pengaruh kekuatan-kekuatan alam untuk menentukan ternak-ternak
mana yang akan dapat bereproduksi selanjutnya. Seleksi alam didasarkan
kepada daya adaptasi ternak terhadap pengaruh lingkungan dan pada
umumnya mengakibatkan perubahan yang sangat lambat. Seleksi buatan
dilakukan pemulia berdasarkan keunggulan yang dimiliki ternak sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan manusia atau pasar. Fungsi seleksi
ternak menggunakan pengamatan dengan melihat kondisi tubuh yang
sehat dan keturunan.
Hasil seleksi pada saat praktikum sistem pemeliharaan sapi
menggunakan metode secara visual, culling dan replacement. Secara
visual adalah dilihat dari kondisi ternak sehat, tidak cacat, genetik baik dan
umur ternak. Metode culling yautu dikeluarkan karena sudah tidak dapat
berproduksi dengan baik dan merugikan atau sakit. Dan replacement
adalah telah ada pengganti setelah mengeluarkan ternak. Permentan
(2006) menyatakan bahwa salah satu metode dari seleksi ternak adalah
culling (afkir), culling merupakan pengeluaran ternak yang sudah
dinyatakan tidak memenuhi persyaratan bibit. Culling dapat dilakukan
dengan cara bibit rumpun murni 50% sapi bibit jantan peringkat terendah
saat seleksi pertama (umur sapih terkoreksi) dikeluarkan dengan di
kastrasi dan 40%nya dijual ke luar kawasan. Sapi betina yang tidak
memenuhi persyaratan sebagai bibit (10%) dikeluarkan sebagai ternak
afkir (culling), sapi induk yang tidak produktif segera dikeluarkan.
Berdasarkan praktikum hasil yang diperoleh apabila dibandingkan dengan
literatur sama.

Penilaian ternak
Mansyur (2010) menyatakan bahwa judging atau penilaian ternak
adalah suatu usaha untuk memperoleh ternak yang diinginkan
berdasarkan penilaian terhadap penampilan eksterior ternak atau
keunggulannya. Purwadi et al (2005) menyatakan bahwa tujuan
dilakukannya judging adalah untuk menggolongkan ternak berdasarkan
kelasnya masing-masing. Penilaian ternak bisa dinilai dengan
menggunakan skor kerangka dan skor otot. Surya (2016) menyatakan
bahwa, skor atau nilai kerangka pada sapi siap potong digunakan untuk
menggambarkan capaian bobot hidup saat sapi menjadi dewasa, yaitu
saat tebal punggung pada rusuk ke-12 setebal 0,5 cm. Penilaian skor
dengan besar, sedang dan kecil. Skor kerangka besar bobot dewasa 500
-600 kg untuk sapi dan kambing domba 70 – 80 kg. Skor otot
menggambarkan ketebalan perototan seekor ternak. Penilaian skor dibagi
dalam empat skor , yaitu nilai 1, 2, 3 dan 4. Skor 1 diberikan kepada sapi
dengan perototan paling tebal. Skor 2 diberikan kepada sapi dengan
perototan agak tebal, skor 3 dengan perototan agak tipis, dan skor 4
diberikan kepada sapi dengan perototan paling tipis. Berdasarkan hasil
praktikum yang telah dilakukan diperoleh data yang disajikan dalam Tabel
1 sebagai berikut.
Tabel 1. Penilaian ternak dengan metode BCS
Bangsa Nilai Ciri-ciri
Sapi PO 2 Tulang pinggul terlihat, ekor kecil,
tulang rusuk terlihat, terlihat
cekungan antara tulang pinggul dan
duduk
Tulang pinggul terlihat, ekor agak
Sapi Jawa 3
gemuk, tulang rusuk tidak terlihat
(Saputri et al., 2008) menyatakan bahwa Body Condition Score
merupakan metode penilaian secara subjektif melalui teknik penglihatan
dan perabaan dalam pendugaan lemak tubuh yang mudah yang dapat
digunakan baik pada peternakan komersial maupun penelitian. Body
Condition Score (BCS) adalah skor kondisi tubuh yang berdasarkan
estimasi visual timbunan lemak tubuh dibawah kulit sekitar pangkal ekor,
tulang punggung, tulang rusuk dan pinggul. BCS dapat digunakan untuk
memprediksi dini status kesenjangan energi sapi selama awal laktasi.
Skor 0 sampai 5 diberikan atas dasar lemak yang dapat didasarkan pada
daerah pelvis dan sacralis. Penilaian BCS ternak dapat dilihat pada pada
gambar 1.

Skor 1 Skor 2

Skor 3 Skor 4

Gambar 1. BCS pada sapi


(Widi et al., 2008)
(Taufik et al., 2013) menyatakan bahwa skor 0 menggambarkan
sapi yang sangat kurus, skor 5 untuk sapi yang sangat gemuk. Metode
yang digunakan saat penilaian ternak pada sistem pemeliharaan yang
dilakukan yaitu dengan metode BCS. Hasil yang diperoleh saat praktikum
memiliki nilai BCS 2 sampai 3. Berdasarkan literatur yang ada, nilai BCS
sapi yang digunakan saat praktikum tergolong sudah baik.

Pendataan (Recording)
Tahapan recording
Recording adalah suatu rangkaian kegiatan pencatatan kejadian
dan informasi penting tentang individu atau sekelompok individu ternak.
(Hakim et al., 2010) menyatakan bahwa manfaat dari recording antara lain
memudahkan peternak mengingat kejadian-kejadian penting tentang
ternaknya tanpa mengenal batas waktu, Informasi yang diperoleh dari
recording dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam
manajemen pemeliharaan sapi perah, dan manfaat Recording dalam
manajemen kesehatan, dapat mengetahui dengan tepat riwayat
kesehatan dan penanganannya. Tahapan recording yang dilakukan saat
praktikum adalah mengidentifikasi ternak dan pengelompokan ternak.
Identifikasi dilakukan dengan cara memfoto, menimbang, dan mengukur
data vital. Pengelompokan ternak didasarkan oleh sesuai jenis kelamin,
kesiapan kawin atau tidak, dan program pemeliharaan. Berdasarkan
literatur yang ada, hasil praktium sudah sesuai dengan literatur.
Macam recording
Macam macam recording yang dilakukan saat praktikum sebagai
berikut.
Tabel 2. Macam recording
Jenis recording Data yang diambil
Nama induk, tanggal lahir, jenis kelamin,
bangsa, BB induk dan anak, ciri-ciri, nomor
Kelahiran induk, perlakuan kepada induk, BCS anak,
nomor dan nama anak, BB lahir, kondisi saat
lahir.
Tanggal, jenis kelamin, bangsa, BB mati, ciri-
Kematian
ciri, penyebab kematian, penanganan.
Riwayat penyakit, obat yang diberikan, dosis
Kesehatan obat, nomor identifikasi, tanggal sakit,
diagnosa, penanganan yang telah dilakukan.
Bahan pakan, sisa pakan, jumlah pakan yang
Pakan diberikan, harga dan asal pakan, metode
pemberian pakan.
Kandang asal dan tujuan, alasan dipindahkan,
Data mutasi
tanggal dipindahkan.
Tanggal beranak, PPM, PPE, induksi ke
Reproduksi
kandang kawin.
(Hakim, 2010) menyatakan bahwa sistem recording yang lengkap
mencangkup kelahiran, perkawinan, dan catatan bobot badan. Sifat-sifat
yang perlu dicatat tergantung dari kebutuhan sistem peternakan dan
beberapa fasilitas serta keterbatasan yang dimiliki peternak. Berdasarkan
hasil praktikum apabila dibandingkan dengan literatur recording yang
dilakukan belum maksimal, karena masih banyak ternak yang belum
teridentifikasi dengan jelas. Berdasarkan literatur yang ada, hasil
praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Komposisi dan struktur ternak
Komposisi dan struktur ternak saat praktikum dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi dan struktur ternak
Bangs Anak Muda Dewasa Total
a Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
PO 2 - - 1 2 5 10
Jawa 2 - - - 3 5
Total 4 - - 1 2 8 15
Hasil yang diperoleh dari praktikum yang dilakukan adalah terdapat
2 bangsa sapi yaitu sapi Jawa dan sapi PO. Sapi jawa berjumlah 5 ekor
dimana terdapat 2 sapi anak jantan dan 3 sapi dewasa betina. Sapi PO
berjumlah 10 ekor dimana terdapat 2 sapi anak jantan, 1 sapi betina
muda, 5 sapi dewasa betina dan 2 sapi dewasa jantan. Jumlah semua
sapi adalah 15 ekor. Populasi sapi PO lebih banyak dari sapi Jawa. Widi
et al. (2008) menyatakan bahwa jumlah ternak betina yang dipelihara lebih
dari 50% dari populasi yang ada diindikasikan bahwa tujuan pemeliharaan
ternak. Berdasarkan literatur yang ada, hasil praktikum sudah sesuai
dengan literatur.
Perkandangan
Lokasi
Kandang Laboratorium Ternak Potong Fakultas Peternakan UGM,
Kerja dan Kesayangan berlokasi di Jl. Fauna no. 3, Bulaksumur, Depok,
Sleman, Yogyakarta. Sebelah barat berbatasan dengan jalan raya,
sebelah selatan berbatasan dengan BSR, sebelah timur berbatasan
dengan lahan IHMT, sebelah utara berbatasan dengan kandang unggas.
Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan Fakultas
Peternakan UGM berlokasi didekat pemukiman masyarakat dan wilayah
kampus. Kandang Laboratorium Potong, Kerja, dan Kesayangan belum
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dikarenakan letaknya yang dekat
dengan kawasan padat penduduk dan area kampus.
Kandang dibangun di dekat sarana transportasi, dengan demikian
bahan pakan mudah diangkut ke peternakan. Bagian penjualan yang
berhubungan dengan kandang terutama dianjurkan dekat jalan raya.
Kandang dan bangunan lainnya terletak di samping atau belakang rumah
peternak berjarak minimal 30m. Lahan antara rumah dan kandang disebut
daerah layan. Letak bangunan diatur berdasarkan urutan kegiatan dan
efisiensi kerja (Putra, 2004).
Kandang dibuat dengan tujuan untuk melindungi ternak dari
gangguan cuaca, tempat beristirahat dengan nyaman, mengontrol ternak
agar tidak merusak tanaman di sekitar lokasi peternakan, tempat
pengumpulan kotoran sapi, melindungi sapi dari hewan pengganggu,
memudahkan pemeliharaan, terutama dalam pemberian pakan, minum,
dan mempermudah pengawasan kesehatan ternak. Sisi kandang yang
memanjang sebaiknya mengarah dari utara ke selatan. Bentuk kandang
dibuat berderet dengan satu baris, kandang hendaknya menghadap ke
timur, sehingga ternak lebih banyak mendapatkan sinar matahari.
Kenyamanan bagi ternak, khususnya di daerah dengan iklim panas,
sebaiknya di sekitar kandang ditanami pepohonan (Abidin, 2002).
Berdasarkan kegiatan praktikum yang dilaksanakan, lokasi peternakan
belum sesuai dengan literatur dikarenakan lokasi yang dekat dengan
kawasan padat penduduk dan area kampus.
Tataletak kandang
Tataletak kandang saat praktikum diketahui dengan pengamatan
secara visual. Prinsipnya adalah konstruksi kandang harus dapat
membuat ternak merasa nyaman dan aman. Berdasarkan praktikum yang
telah dilakukan, didapatkan gambaran tataletak seperti pada Gambar 2.

Gambar Keterangan

U 1. Pintu masuk
1 2. Kantor
2 1 3. Kandang Kuda dan
9 anakan
7 4. Kandang kucing
3
5. Kandang kawin dan
8 4 umbaran kuda
20 6. Kandang umbaran
5
kuda
9
7. Tempat mandi
kuda
8. Ruang pakan kuda
9. Kandang kuda
10
21 individu
6 10. Ruang pekerja
11 11. Kandang sapih
kambing domba
12. Kandang
umbaran domba
22
13 13. Kandang
umbaran kambing
12 14. Ruang pakan
15. Ruang diskusi
23
14 15 16. Ruang istirahat
17. Kandang
tambat sapi
16 18. Toilet
19. Kandang kelinci
17 20. Kandang
kambing diomba
isolasi
18 24
21. Kandang
kambing domba
beranak
22. Tempat jerami
23. Kandang sapi
umbaran
24. Pembuangan
limbah

Gambar 2. Tataletak Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan


Kesayangan Fakultas Peternakan UGM
Layout didapat dengan cara berkeliling dan melihat sekitar
kemudian digambar. Fasilitas yang dimiliki oleh peternakan ini meliputi
kandang kuda, kantor, kandang kambing, kandang kambing dan domba,
kandang umbaran, gudang pakan, ruang anak kandang, kandang sapi,
kadang kambing, lahan hijauan, kandang kelinci, dan kamar mandi,
gudang hijauan dan tempat choping. Safitri (2011) menyatakan bahwa
fungsi tataletak adalah memudahkan menejemen pemeliharaan. Kondisi
lahan yang terbatas maka tataletak dapat digunakan untuk
memaksimalkan lahan yang ada. Tataletak bangunan diatur sesuai
fungsinya dan jarak antar bangunan diatur agar tidak menambah resiko
terjadinya perpindahan penyakit antar kandang, membuat kandang
dengan luas yang layak sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik,
membuat kandang isolasi bagi ternak yang sakit dan kandang karantina
bagi ternak yang sehat. Berdasarkan literatur yang ada, hasil yang
diperoleh saat praktikum sudah cukup baik.
Karakteristik kandang
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran Kandang
laboratorium ternak potong, kerja, dan kesayangan Fakultas Peternakan,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, maka diperoleh hasil sebagai
berikut. Data jenis kandang dapat dilhat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data jenis kandang


Kandang
Pengamatan
1 2 3
Jenis kandang Umbaran Tambat Tambat
Untuk tempat
Fungsi Isolasi Isolasi
kawin alami
Atap Bahan Asbes Asbes Asbes
Bentuk Gable Monitor Monitor
Tipe Semi tertutup Semi terbuka Semi terbuka
Dinding Beton, besi, Beton, besi, dan Beton, besi,
Bahan
dan kayu kayu dan kayu
Tipe Lantai Lantai Lantai
Alas
Bahan Paving block Semen Semen
Ukuran Panjang 24,78 m 28,15 m 15 m
bangunan Lebar 12,68 m 11,8 m 12 m
kandang Tinggi 2,51 m 2,1 m 2,5 m
Ukuran Panjang 24,28 m 3,77 m 3,75 m
flock Lebar 12,68 m 2,92 m 1,55 m
kandang Tinggi 1,40 m 1,48 m 1,45 m
Jumlah flock 1 5 5
Lebar gangway - 1,88 m 1,88 m
Luas area kandang -
Tinggi dinding (flock) 1,40 m 5m 5m
Tinggi bangunan 2,51 m 2,1 m 2,1 m
Tinggi atap 2,8 m 6,6 m 6,6 m
Ukuran Panjang 6,15 m 0,85 m 0,67 m
tempat Lebar 0,72 m 0,65 m 0,34 m
pakan
Tinggi 0,31 m 0,27 m 0,45 m
(flock)
Ukuran Panjang 0,68 m 0,70 m 0,61 m
tempat Lebar 0,64 m 0,40 m 0,34 m
minum
Tinggi 0,42 m 0,35 m 0,45 m
(flock)
Panjang 7,51 m 14,88 m 0,148 m
Ukuran
Lebar 0,30 m 0,35 m 0,35 m
selokan
tinggi 0,26 m 0,12 m 0,09 m
Kemiringan kandang 1% 3% 3%
Kemiringan selokan 2% 2% 2%
Floor space 33,1 m2/ekor 10,18 m2/ekor 10,18 m2/ekor
Hasil yang diperoleh dari pengamatan, jenis kandang di Kandang
Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan Fakultas
Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta terdapat 3 jenis yaitu
kandang beranak, kandang tambat, dan kandang individu. Bentuk ataupin
tipe atapnya adalah monitor dan gable dengan bahan genteng dan asbes,
sedangkan tipe dindingnya yaitu terbuka dan semi tertutup dengan bahan
semen dan besi.
(Tim Penulis Agriflo, 2012) menyatakan bahwa syarat umum
kandang yaitu melindungi sapi dari terik matahari, hujan, maupun kondisi
lingkungan yang dapat menggangu kesehatannya. Murtidjio (2012)
menyatakan bahwa kandang untuk sapi potong bisa dibuat dari bahan-
bahan sederhana dan murah, tetapi harus dibuat dengan konstruksi yang
cukup kuat. Bahan atap yang digunakan ringan dan memiliki daya serap
panas yang relatif kecil, untuk kandang di lokasi atau daerah panas.
Lokasi atau daerah dingin dipergunakan bahan atap yang memiliki daya
serap panas besar. Rasyid dan Hartati (2007) menyatakan bahwa model
bentuk atap kandang semestinya menghasilkan sirkulasi udara yang baik
di dalam kandang, sehingga kondisi lingkungan dalam kandang
memberikan kenyamanan ternak. Model atap kandang dibagi menjadi
empat macam yaitu atap monitor, semi monitor, gable dan shade. Model
atap untuk daerah dataran tinggi hendaknya menggunakan shade atau
gable, sedangkan untuk dataran rendah adalah monitor atau semi
monitor. Model atap kandang dapat dilihat pada Gambar 3.

b
a

d
c

Gambar 3. Model atap kandang


(Rasyid dan Hartati, 2007)
Kandang sapi di kandang Laboratorium Ternak Potong Kerja dan
Kesayangan Fakultas Peternakan UGM terbagi menjadi tiga macam yaitu
kandang umbaran, kandang individu, dan kandang tambat. Kandang
memiliki dua tipe, yaitu kandang individu dan kandang koloni. Kandang
individu diperuntukkan bagi 1 ekor sapi yang ukuran kandangnya
disesuaikan dengan tubuh sapi. Biasanya kandang individu berukuran
2,5×1,5 meter (Abidin, 2002). Berdasarkan literatur ukuran kandang
individu di kandang Laboratorium Ternak Potong Kerja dan Kesayangan
Fakultas Peternakan UGM sudah sesuai dengan yang dikatakan oleh
literatur. Macam-macam gambar dapat dilihat pada Gambar 3.
Yulianto dan Saparinto (2010) menyatakan bahwa pada usaha
pembesaran sapi potong biasanya sistem perkandangan yang sering
digunakan adalah kandang bebas atau koloni, kandang individual/tunggal,
dan kandang dengan sistem paduan. Kandang koloni merupakan kandang
dengan model yang dapat ditempati populasi sapi tanpa adanya sekat
atau batasan. Rasyid dan Hartati (2007) menambahkan bahwa kandang
yang hanya diisi satu ekor ternak pada setiap petak (kecil) adalah jenis
kandang individu, sedangkan kandang yang diisi oleh lebih dari satu
ternak sejenis pada setiap petak adalah jenis kandang kelompok.
Rianto dan Purbowati (2010) menyatakan bahwa dinding kandang
berguna untuk melindungi ternak, menahan angin, dan menahan suhu
udara agar tetap nyaman. Tim Penulis Agriflo (2012) menyatakan bahwa
kandang harus mempunyai sirkulasi udara lancar dan kandang mudah
dibersihkan. Yulianto dan Saparinto (2010) menambahkan bahwa dinding
kandang dapat terbuat dari anyaman bambu, papan, tembok, lembaran
seng, atau kisi-kisi kawat/bambu. Berdasarkan jenis pembuatannya,
kandang dibedakan menjadi kandang tertutup dan kandang setengah
terbuka.
Kandang harus memiliki saluran pembuangan yang layak. Syarat
lokasi kandang yaitu letak bangunan kandang lebih tinggi dari lingkungan
di sekelilingnya, untuk menghindari genangan air di kandang dan agar
kotoran mudah dibersihkan. Air limbah dari kandang dapat tersalur
dengan baik ke pembuangan khusus. Aak (2008) menyatakan bahwa
lantai kandang harus dibuat sedikit miring. Kemiringan lantai kandang
bertujuan agar air kencing sapi tidak berhenti dan bercampur dengan
kotoran, sehingga kesehatan sapi tetap terjamin. Rasyid dan Hartati
(2007) menambahkan kemiringan lantai kandang yang baik untuk ternak
berkisar antara 1 sampai 5 %, artinya setiap panjang lantai 1 meter maka
ketinggian lantai bagian belakang menurun sebesar 2 sampai 5 cm.
Berdasarkan hasil praktikum dan dibandingkan dengan literatur
maka karakteristik kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan
Kesayangan Fakultas Peternakan UGM sudah sesuai dengan literatur.
Atap kandang sudah sesuai dengan literature yaitu menggunakan atap
bentuk monitor dan gable. Dinding kandang sudah sesuai dengan
keadaan lingkungan dan banyaknya ternak yang ada yaitu menggunakan
dinding tipe semi terbuka dan terbuka. Kemiringan kandang maupun
selokan sudah sesuai yaitu berkisar antara 1% sampai 3%. Jenis kandang
dapat dilihat pada Gambar 4.

a b
Gambar 4. Jenis kandang. (a) Kandang tambat dan (b) kandang umbaran
Fasilitas, Perlengkapan, dan Peralatan Kandang
Fasilitas kandang. Fasilitas kandang adalah tempat atau fasilitas
yang tersedia disekitar lingkungan kandang yang digunakan oleh penjaga
atau pengurus kandang untuk membantu segala kegiatan kandang. Hasil
yang diperoleh dari praktikum dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Fasilitas kandang


Fasilitas kandang Perlengkapan Peralatan
Gudang Pakan Palet Sekop
Pakan Ember
Exhaust fan Karung
Kandang Tempat pakan Trolley
Tempat minum Sekop
Sapu lidi
Kamar mandi Bak mandi Sabun
Instalasi air Gayung
Keran Handuk
Kantor Meja ATK
Komputer Lemari
Kursi Dispenser
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa fasilitas
kandang yang terdapat di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong,
Kerja, dan Kesayangan Fakultas peternakan UGM yaitu 1 gudang pakan,
bberapa kandang, 1 kamar mandi dan 1 kantor dengan fungsi berbeda-
beda. Tim Penulis Agriflo (2012) menyatakan bahwa dalam sebuah
kandang ternak diperlukan fasilitas yang menunjang perkandangan, salah
satunya adalah gudang pakan. Gudang pakan diperlukan untuk menjaga
pakan agar tetap dalam kondisi baik meskipun disimpan dalam jangka
waktu cukup lama. Berdasarkan hasil praktikum dan dibandingkan dengan
literatur maka fasilitas kandang sudah tersedia. Fasilitas kandang dapat
dilihat pada Gambar 5.

a b

Gambar 5. Kandang (a) dan ruang chopper (b)

Kenyamanan ternak dan lingkungan kandang


Praktikum dilakukan pengamatan terhadap keadaan lingkungan
ternak dan kondisi fisiologis ternak. Pengambilan data dilakukan sebanyak
3 kali yaitu pagi, siang, dan sore hari. Berdasarkan hasil praktikum
diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data kondisi kenyaman ternak
Kondisi lingkungan
Waktu THI
Suhu (0C) Kelembaban (%)
Pagi: 05.54 24,8 80 73,5
Siang: 13.12 33,1 51 82,5
Sore: 15.52 30,6 61 80,22
Rumus untuk menghitung THI menurut Hadi et al., yaitu sebagai
berikut ; THI = 0,8 Ta + (RH x Ta)/500

Keterangan : Ta = Suhu atau temperatur udara (oF)


RH = Kelembaban udara
Kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan ternak diketahui dengan
melihat hygrometer. Pengambilan data dilakukan 3 kali yaitu pagi, siang,
dan sore hari. Kondisi lingkungan pagi hari pukul 05.54 bersuhu 24,8 0C
dengan kelembaban 80%. Kondisi lingkungan siang hari bersuhu 33,1 0C
dengan kelembaban 51%. Kondisi lingkungan sore hari bersuhu 30,6 0C
dengan kelembaban 61%.
Iklim Indonesia selalu berubah ubah, hal tersebut dikarenakan letak
geografis indonesia yang berada digaris katulistiwa. Soca (2010)
menyatakan bahwa temperatur udara berkisar antara 21,11ºC sampai
37,77ºC dengan kelembaban relatif 55 sampai 100%. Berdasarkan hasil
praktikum dan dibandingkan dengan literatur maka kondisi kandang
Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan Fakultas
Peternakan UGM berada dalam kisaran normal.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diketahui nilai THI
lingkungan kadang pada pagi hari yaitu 73,5, siang 82,5 dan sore 80,22.
Safitri (2011) menyatakan bahwa suhu untuk sapi antara 18 sampai 26 0C.
Ngadiyono (2012) menambahkan bahwa temperatur dan kelembaban
keduanya saling mempunyai keterkaitan. Temperatur dan kelembaban
lingkungan akan mempengaruhi frekuensi respirasi, frekuensi pulsus dan
temperatur rektal. Tinggi tempat mempengaruhi tinggi rendahnya
kelembaban udara yang sangat berpengaruh terhadap hilangnya panas
dari tubuh hewan sehingga penting untuk mengimbangi rata-rata
hilangnya panas dari tubuh. Hadi et al., (2012) menyatakan bahwa THI
(Thermo Humidity Index) adalah kombinasi dari suhu dan kelembaban
yang menggambarkan tingkat ketidaknyamanan yang dialami oleh suatu
individu dalam cuaca hangat. Nilai THI yang normal berada < 72. Nilai THI
lingkungan kandang lebih dari 72 sehingga dapat dikatakan THI
lingkungan kurang baik.

Pakan
Bahan pakan
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh
ternak berupa bahan organik maupun anorganik dan dapat dicerna baik
seluruhnya atau sebagian dengan tidak mengganggu kesehatan ternak
yang bersangkutan.Pakan mempunyai peranan yang penting.Pakan
diperlukan ternak–ternak muda untuk pertumbuhan dan mempertahankan
hidupnya, sedangkan fungsi pakan untuk ternak dewasa yaitu memelihara
daya tahan tubuh dan kesehatan.Pakan yang diberikan pada seekor
ternak harus sempurna dan mencukupi kebutuhan ternak.Sempurna
dalam arti bahwa pakan yang diberikan pada ternak tersebut harus
mengandung semua nutrient yang diperlukan oleh tubuh dengan kualitas
yang baik (Sugeng, 2005). Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan
dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan nutrisi pakan


Bahan
BK (%) PK (%) Harga / kg (Rp.) Pengadaan
pakan
Konsentrat 89 11 2200/Kg Klaten
sekawan
Rumput 86 13,5 0 Lahan HMT Lab.
Gajah Ternak Potong
(Pennisetum
purpureum) 92 5,31 450000/truk Klaten
Jerami

Berdasarkan Tabel diatas pakan yang digunakan untuk ternak di


kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan
Fakultas Peternakan UGM ada dua jenis yaitu konsentrat dan hijauan
yang berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum). Konsentrat yang
diberikan mengandung 89% BK dan 11% PK dengan harga Rp.
2.200,00/Kg dengan pengadaan dari Klaten. Rumput gajah (Pennisetum
purpureum) yang diberikan berasal dari lahan HMT Lab. Ternak Potong
Fakultas Peternakan UGM. Rumput gajah memiliki kandungan bahan
kering (BK) 86% dan protein kasar (PK) 13,5%. Nutrifeed mengandungan
BK 88,5% dan PK 11% (Hendrawan, 2002). Tillman et al. (1998)
menyatakan bahwa, pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna,
dan digunakan oleh hewan. Bahan pakan ternak terdiri dari tanaman, hasil
tanaman, dan kadang-kadang berasal dari ternak serta hewan yang hidup
dilaut. Bahan pakan dibagi menjadi dua yaitu konsentrat dan bahan
berserat. Konsentrat berupa bijian dan butiran serta bahan berserat yaitu
jerami dan rumput yang merupakan komponen penyusun ransum.
Berdasarkan hasil praktikum dan dibandingkan dengan literatur maka
pakan yang diberikan kepada sapi potong di kandang Laboratorium Ilmu
Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan Fakultas Peternakan UGM sudah
sesuai. Sapi potong diberikan dua jenis pakan yaitu pakan konsentrat dan
rumput. Rumput yang diberikan sudah sesuai dengan literatur.
Proses penyusunan pakan
Proses penyusunan pakan yang dilakukan saat praktikum adalah
konsentrat (nutrifeed) langsung diberikan kepada ternak pada pagi hari,
tanpa tambahan bahan apapun. Hijauan yang telah dicacah diberikan
langsung kepada sapi tanpa diberi tambahan bahan apapun. Usaha
penggemukan sapi melakukan pemberian pakan sumber serat seperti
hijauan dan konsentrat sebagai pakan penguat agar mampu menaikan
bobot sapi 1 Kg per hari. Tim Penulis Agriflo (2012) memyatakan bahwa
jenis hijauan yang diberikan dapat berupa hijauan segar, hijauan kering,
dan silase. Hijauan segar adalah rumput-rumputan dan kacang-kacangan.
Berdasarkan hasil praktikum dan dibandingkan dengan literatur
maka proses penyusunan pakan yang dilakukan kandang Laboratorium
Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan Fakultas Peternakan UGM
sudah sesuai. Pemberian pakan berupa hijauan segar. Pemberian pakan
penguat berupa konsentrat. Yulianto et al., (2010) meyatakan bahwa
bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan ransum, sebaiknya
memperhatikan hal-hal sebai berikut: mudah diperoleh dan tidak jauh dari
lokasi peternakan, memiliki kandungan bahan pakan yang baik sehingga
dapat memenuhi kecukupan gizi ternak, harga relatif murah dan
terjangkau, terjamin ketersediaannya, mudah dalam mengolahnya dan
tidak mengandung bahan beracun.
Metode pemberian pakan
Berdasarkan praktikum acara sistem pemeliharaan sapi potong,
metode pemberian pakan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Data pemberian pakan ternak
Jumlah Pemberian (kg) Metode Pemberian
Jumla
Kandan Hijauan Konstentrat
h Konsentra
g P S S P S Hijauan
Ternak Sr t
g r s g S
Tambat 4 8 31 Cacah segar Langsung
Metode pemberian pakan yang dilakukan saat praktikum adalah
pemberian pakan dilakukan 2 kali, yaitu pagi dan sore hari. Pagi hari diberi
31 Kg konsentrat. Sore hari diberi 8 Kg rumput gajah. Pemberian pakan
hijauan dalam keadaan segar sedangkan pemberian pakan konsentrat
berupa kering. Soedarmono (2008) menyatakan bahwa perbandingan
hijauan dan konsentrat untuk mutu pakan yang baik berdasarkan bahan
keringnya adalah 60%:40% sehingga akan diperoleh koefisien cerna yang
tinggi. Abidin (2006) menmbahkan bahwa salah satu cara mempercepat
proses penggemukan memerlukan kombinasi pakan antara hijauan dan
konsentrat. Hasil yang diperoleh saat praktikum sudah sesuai dengan
literatur yang ada.

Pengembangbiakan
Deteksi birahi
Estrus atau birahi adalah fase reproduksi yakni suatu hasrat dari
makluk hidup untuk kawin, baik pada jantan maupun betina. Deteksi birahi
merupakan suatu indikasi bahwa ternak tersebut minta kawin. Estrus sapi
betina merupakan pengetahuan yang harus dikuasai sehingga
pelaksanaan perkawinan sapi sanggup menghasilkan tingkat kebuntingan
yang tinggi (Parera et al., 2011).
Ternak yang birahi memiliki tanda-tanda, seperti vulva berwarna
merah, hangat, mengeluarkan lendir, mengeluarkan bau yang khas,
tingkah laku ternak gelisah. Parera et al (2011) tanda tanda sapi sedang
estrus gelisah, kalau diikat berusaha melepaskan diri, keadaan lepas
berusaha menaiki kawannya dan diam bila dinaiki, melengu, ekor diangkat
sedikit keatas, keluar lendir, vulva merah dan sedikit membengkak, bila
diraba terasa hangat, nafsu makan menurun serta bila diraba disekitar
kemaluannya akan menurunkan pinggulnya. Berdasarkan hasil praktikum
yang didapat, ciri-ciri ternak yang birahi sesuai dengan yang dejelaskan
pada literatur. Berdasarkan hasil praktikum acara sistem pemeliharaan
sapi potong, baik sapi PO maupun sapi Jawa yang ada di kandang tidak
ada yang menunjukan tanda-tanda birahi. Anggraeni (2014) menyatakan
selain tanda primer yang dipertimbangkan sebagai tanda estrus yang
sebenarnya adalah saat dimana sapi betina bersedia dinaiki sapi jantan,
sapi betina juga memperlihatkan tanda sekunder estrus seperti menaiki
spai lain, gelisah, melenguh, vulva relaksasi dan keluar cairan bening,
pendarahan postestrus, serta turun selera makan dan produksi susu.
Umur pertama kali dikawinkan
Berdasarkan hasil diskusi dengan asisten Industri Ternak Potong
yaitu untuk betina berkisar antara 1,5 sampai 2 tahun sedangkan pada
jantan berkisar antara 2,5 sampai 3 tahun. Ngadiyono (2008) menyatakan
bahwa ketentuan dalam perkawinan sapi antara lain adalah umur mulai
dikawinkan sapi betina pertama kali yaitu umur 1,5 sampai 2 tahun.
Berdasarkan hasil praktikum dan dibandingkan dengan literatur maka
hasil praktikum sudah sesuai.
Penentuan saat mengawinkan
Berdasarkan hasil diskusi dengan asisten Industri Ternak Potong
diperoleh data bahwa penentuan saat mengawinkan yaitu harus sudah
dewasa tubuh dan kelamin, dan sudah estrus untuk betina. Dengan
memanggil inseminator untuk diinseminasi. Ngadiyono (2008),
menyatakan bahwa penentuan saat mengawinkan adalah saat dimana
ternak sudah mencapai dewasa tubuh dan kurang lebih dikawinkan
sesudah 18 jam setelah estrus. Hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan
literatur.
Metode perkawinan
Berdasarkan hasil praktikum metode perkawinan ternak yang ada
di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan
Fakultas Peternakan UGM terdapat 3 macam metode perkawinan. Yaitu
kawin alam, alami, dan buatan. Kandang Laboratorium Ilmu Ternak
Potong, Kerja dan Kesayangan Fakultas peternakan menggunakan
metode suntik inseminasi buatan (IB). Tim Penulis Agriflo (2012)
menyatakan bahwa inseminasi buatan atau kawin suntik adalah salah
satu teknik mengawinkan sapi dengan cara menyuntikan semen ke dalam
organ reproduksi sapi betina. Pejantan tidak secara langsung mengawini
betina, melainkan dengan bantuan inseminator. Hasil yang diperoleh
sudah sesuai dengan literatur.

Tahap Perkawinan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan taha perkawinan
dengan cara deteksi birahi, jika ada ternak yang sedang birahi maka
ternak akan dipisahkan dari ternak yang lain, kemudian menghubungi
inseminator, inseminator akan mengawinkan ternak secara IB. Ternak
yang sedang birahi akan diinduksikan ke kandang kawin dimana terdapat
pejantan. Ternak yang sudah mengalami perkawinan dan terjadi
kebuntingan lalu dipindahkan ke kandang tambat untuk proses beranak.
Mulyono (2005) menyatakan bahwa pejantan memiliki kemampuan
mendeteksi silent heat pada ternak betina. Ternak betina yang siap kawin
akan dinaiki oleh pejantan karena tidak akan melakukan perlawanan pada
saat proses perkawinan. Tahap perkawinan yang dilakukan saat praktikum
dengan literatur yang ada telah sesuai.
Deteksi kebuntingan
Estrus merupakan suatu kondisi saat ternak betina bersedia
dikawini ternak jantan dan periode estrus tersebut merupakan periode
yang paling penting dari siklus estrus atau periode estrus sebagai patokan
waktu dalam proses perkawinan terutama yang dilakukan melalui
inseminasi buatan (Nurfitriani et al., 2015). Ginting (2009) menyatakan
bahwa deteksi birahi memiliki arti manajemen yang penting untuk
mengetahui atau memprediksi waktu melahirkan, dengan demikian
manajemen yang terkait dengan masa kebuntingan dan waktu melahirkan
dapat dikelola dan dipersiapkan dengan lebih terencana. Tanda-tanda
kebuntingan muncul kurang lebih tiga minggu setelah terjadi perkawinan.
Masito (2010) menyatakan bahwa tanda-tanda sapi potong bunting adalah
peningkatan nafsu makan, tidak menunjukkan gejala estrus lagi dan
perilaku menjadi lebih tenang. Berdasarkan praktikum ciri-ciri ternak
bunting adalah perut bagian kanan besar, tidak mengalami estrus kembali,
vulva membengkak dan ambing membesar. Praktikum telah sesuai
dengan literatur.

Penanganan kebuntingan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh cara
penanganan kebuntingan yaitu ternak yang sedang bunting dipindahkan
ke kandang tambat. Ternak yang sedang bunting akan berada pada
kandang tambat sampai proses kelahiran terjadi. Ternak yang sedang
bunting juga harus diberi pakan yang lebih baik dari segi kualitasnya agar
nutriennya tercukupi. Sudarmono (2008) menjelaskan bahwa sapi yang
sedang bunting harus segera dipisahkan dari kelompok sapi yang tidak
bunting dan pejantan. Pakan untuk sapi bunting harus memiliki kandungan
protein, mineral dan vitamin yang cukup. Penanganan kebuntingan
berdasarkan hasil praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Penanganan kelahiran
Penanganan ternak sebelum kelahiran. Hasil yang diperoleh saat
praktikum penanganan ternak sebelum kelahiran yaitu induk dipindahkan
ke kandang beranak, diberi alas bedding (jerami), induk diberi air gula.
BPTP Jawa Barat (2010) memyatakan bahwa persiapan yang perlu
dilakukan apabila sapi memperlihatkan gejala-gejala akan melahirkan
anatara lain pembersihan kandang untuk memudahkan pergerakan induk
sebelum atau pada saat proses melahirkan, lantai kandang diberi alas,
berupa jerami padi kering sebagai alas agar cairan yang keluar selama
proses kelahiran dapat terserap dengan cepat, dan sediakan obat-obatan
untuk mengantisipasi keadaan yang darurat. Berdasarkan hasil praktikum
dan dibandingkan dengan literatur, maka penanganan ternak sebelum
kelahiran sudah sesuai dengan literatur. Penanganan ternak sebelum
kelahiran penting dilakukan untuk mencegah terjadinya abortus.
Penanganan ternak pada saat kelahiran. Hasil yang diperoleh
saat praktikum penanganan ternak saat kelahiran yaitu yang pertama
adalah memanggil dokter hewan sebagai antisipasi jika ternak kesulitan
melahirkan. Selalu mengawasi jalannya proses kelahiran. Jika kesultan
diberi hormon oksitosin. Apabila induk kesulitan melahirkan maka perlu
dibantu dengan cara menarik moncong dan kaki depan. BPTP Jawa Barat
(2010) menyatakan bahwa secara umum proses kelahiran akan terjadi
maksimal 8 jam, apabila melebihi waktu tersebut pedet belum juga keluar
maka sebaiknya segera laporkan kepada petugas setempat dan berikan
pertolongan. Berdasarkan hasil praktikum dan dibandingkan dengan
literatur maka penangan ternak saat kelahiran sudah sesuai. Penanganan
ternak saat melahirkan harus diperhatikan agar tidak menyebabkan induk
maupun pedet kesakitan.
Penanganan ternak sesudah kelahiran. Hasil yang diperoleh saat
praktikum penanganan ternak sesudah kelahiran yaitu dibersihkan
lendirnya dari lubang pernafasan, tali pusar dipotong kira – kira 10 cm dan
diberi iodin, diberi kolustrum, induk dan pedet diberi obat cacing secara
rutin. BPTP Jawa Barat (2010) menyatakan bahwa membersihkan lendir
sangat penting saat pedet baru lahir, untuk melancarkan pernafasan
pedet. Mengeluarkan lendir dari tubuh pedet dapat dilakukan dengan cara
mengakat pedet dengan posisi kepala pedet dibawah. Berdasarkan hasil
praktikum dan dibandingkan dengan literatur maka penanganan ternak
sesudah kelahiran sudah sesuai.

Perawatan dan Pengendalian Penyakit


Penanganan ternak
Ternak masuk. Berdasarkan hasil praktikum penanganan ternak
yang masuk yaitu dilakukan karantina yaitu adaptasi lingkungan, pakan
dan agar tidak menularkan penyakit. Recording bobot badan, asal,
kesehatan dan mutasi serta identifikasi. Tim Penulis Agriflo (2012)
memyatakan bahwa setelah beberapa hari, kondisi sapi diperhatikan 2
sampai 3 kali sehari dan apabila ada yang sakit segera diberi pengobatan.
Berdasarkan literatur dan dibandingkan dengan praktikum maka
penanganan ternak yang masuk sudah sesuai.
Pemeliharaan ternak. Berdasarkan hasil praktikum penanganan
ternak ketika dipelihara yaitu ternak diberi pakan, diberi minum, sanitasi
ternak dan kandang, dan diberi obat cacing 3 bulan sekali. Sanitasi sangat
penting bagi keberlangsungan suatu peternakan. Ngadiyono (2008)
menyatakan bahwa santasi yang buruk akan menunrunkan segala aspek
produktivitas. Berdasarkan literatur dan dibandingkan dengan praktikum
maka pemeliharaan ternak sudah sesuai.
Ternak keluar. Berdasarkan hasil praktikum penangan ternak saat
keluar yaitu ternak ditimbang dan direkording. Didi (2007) menyatakan
bahwa pendataan atau recording bertujuan agar semua ternak yang ada
di suatu peternakan dapat terus terkontrol. Berdasarkan literatur dan
dibandingkan dengan praktikum maka penanganan ternak yang keluar
sudah sesuai.
Ciri-ciri ternak sehat dan ternak sakit
Berdasarkan diskusi yang dilakukan pada saat praktikum ciri-ciri
ternak sehat yaitu mata bersinar atau tidak sayu, aktif dan lincah,
hidungnya lembab, kepala tegak, rambut tidak rontok dan tidak kusam,
nafsu makan baik, feses yang dihasilkan baik serta berjalan normal dan
ciri-ciri ternak sakit yaitu mata tidak bersinar atau sayu, tidak aktif dan
tidak lincah, hidunnya mengeluarkan lendir putih, kepala merunduk,
rambut kusam dan rontok, nafsu makan kurang, dan berjalan tidak
normal.Ciri-ciri ternak sehat yaitu makan teratur, pernafasan tenang dan
teratur, hewan tidak kurus, kulit mulus tidak ada luka, mata jernih dan
terang, tidak ada pembengkakan di sekitar mata, kulit elastis dan lemas,
anus bersih, dan feses normal, aktif dan lincah, kepala tegak, rambut
tidak rontok dan kusam, berjalan normal, serta nafsu makan baik,
sedangkan ciri-ciri ternak yang sakit yaitu, nafsu makan menurun, lesu,
pernafasan cepat, kepala terkulai, hewan kurus, hidung dan mulut
berdarah atau bernanah, mata buram dan merah, terdapat luka di mulut
dan pucat, bulu kusam dan kotor, ada luka di permukaan kulit, kulit tidak
lemas dan elastis, anus kotor, feses berlendir ada darah dan cacing, dan
ada bengkak di bagian tubuh (Dinas Peternakan, 2011). Ciri ternak sakit
pada Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan
sudah sesuai dengan literatur.
Penanganan ternak sakit
Penanganan ternak sakit yaitu upaya untuk menyembuhkan dan
mecegah datangnya penyakit dengan perlakuan atau perawatan khusus
(Noviandi, 2006). Berdasarkan pada praktikum yang sudah dilakukan
penanganan penyakit yang di Kandang Laboratorium Ternak Potong,
Kerja dan Kesayangan antara lain dengan mendeteksi penyakit terlebih
dahulu kemudian dipindahkan ke kandang isolasi, diberi obat dan
dipantau terus keadaannya. Ngadiyono (2007) menyatakan bahwa
pengendalian penyakit dilakukan dengan pemberian obat dan dan
diisolasi terhadap ternak lainnya agar penyakit tidak menular.Hasil
praktikum jika dibandingkan dengan literatur sudah sesuai.

Limbah Peternakan
Macam limbah
Hasil praktikum dapat diketahui bahwa macam limbah yang
dihasilkan dari peternakan yaitu berupa feses, urin, dan sisa pakan.
Kaharudin (2010) mengemukakan bahwa kotoran dan urin merupakan
limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dalam pemeliharaan ternak
selain limbah yang berupa sisa pakan. Macam limbah dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Macam limbah
Jenis Limbah Penanganan Pengolahan
Dikumpulkan
Feses Tidak diolah
dan diangkut
Urin Dialirkan Tidak diolah
secara berkala diangkut oleh
Sisa pakan Ditampung
orang
Penanganan limbah
Ternak sapi di Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan
Kesayangan menghasilkan berbagai kotoran. Macam-macam limbah yang
dihasilkan diantaranya adalah urin, feses dan sisa-sisa pakan. Macam
limbah pada Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan
Kesayangan terdapat pada Tabel 9.
Penanganan limbah peternakan yang dilakukan kandang
Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan Fakultas Peternakan
UGM yaitu limbah feses ditampung sedangkan untuk limbah urin dan sisa
pakan dibiarkan terbuang. Kaharudin (2010) menjelaskan bahwa
pengelolaan limbah yang dilakukan dengan baik selain dapat mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan juga memberikan nilai tambah
terhadap usaha ternak. Berdasarkan hasil prakikum dan dibandingkan
dengan literatur maka penanganan limbah sudah sesuai.
Pengolahan limbah
Pengolahan kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan
Kesayangan Fakultas Peternakan UGM yaitu dengan cara feses dan sisa
pakan ditampung tidak di olah. Kaharudin (2010) menyatakan bahwa
pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai pupuk kompos dapat
menyehatkan dan menyuburkan lahan pertanian. Selain itu kotoran ternak
juga dapat digunakan sebagai sumber energi biogas. Sumber energi
biogas menjadi sangat penting karena harga bahan bakar fosil yang terus
meningkat dan ketersediaan bahan bakar yang tidak konstan dipasaran,
menyebabkan semakin terbatasnya akses energi bagi masyarakat
termasuk peternak. Berdasarkan hasil prakikum dan dibandingkan dengan
literatur maka pengolahan limbah belum sesuai dengan literatur.
BAB III
PERMASALAHAN DAN SOLUSI

Permasalahan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan di kandang
Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan, permasalahan-
permasalahan yang ada yaitu masalah penanganan limbah ternak yang
masih belum dimanfaatkan. Limbah hanya dibiarkan saja tanpa diolah.
Seharusnya limbah diolah dan hasilnya dapat lebih dimanfaatkan untuk
peternakan, contohnya menjadikan biogas.

Solusi
Limbah yang dihasilkan akan lebih baik apabila dapat diolah atau
dijual sehingga tidak terjadi penumpukan yang berlebihan. Pemanfaatan
limbah yang lainnya adalah sebagai bahan bakar atau sumber listrik
perkandangan tersebut. Sanitasi ternak tidak rutin dilakukan. Kandang
bunting individu dan kandang tambat tidak dilengkapi dengan alas, berupa
karpet atau karet, sehingga sebagian ternak mengalami luka di bagian
femur.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum manajemen pemeliharaan sapi yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa manajemen pemeliharaan sapi di
kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada sudah cukup baik. Manajemen yang
dilakukan meliputi pemilihan ternak, manajemen pendataan, manajemen
perkandangan, manajemen reproduksi, manajemen perawatan dan
kesehatan ternak yang dilakukan sudah cukup baik. Namun, letak lokasi
perkandangan yang dekat dengan pemukiman warga merupakan salah
satu hal yang masih dianggap kurang tepat.

Saran
Pemberian pakan seharusnya dapat lebih baik, agar memperoleh
hasil yang baik pula. Manajemen limbah dapat ditingkatkan lagi, supaya
semua aspek dapat dimanfaatkan secara maksimal. Jenis sapi yang ada
di kandang dapat lebih diperbanyak lagi, agar lebih dapat memahami
manajemen untuk berbagai jenis sapi.
DAFTAR PUSTAKA

Aak. 2008. Sapi Potong dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta.


Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka.
Jakarta.
Ainur dan Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong,
Pusat Penelitian, dan Pengembangan Peternakan. Loka Penelitian
Sapi Potong. Grati.
Didi, W. 2007. Sistem Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
Hakim, L., G. Ciptadi, dan V. M. A. Nurgiartiningsih. 2010. Model recording
data performans sapi potong lokal di indonesia. Produksi Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Ternak Tropika
Vol. 11, No.2:-61-73.
Handiwirawan, E. 2011. Selekksi Pada Ternak Kerbau Berdasarkan Nilai
Pemuliaan. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung
Program Kecukupan Daging Sapi. Bogor.
Mansyur, Mim Surya Alam. 2010. Hubungan antara ukuran eksterior tubuh
terhadap bobot badan pada sapi peranakan ongole (po) jantan.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Murtidjo, B.A. 2012. Memelihara Domba. Kanisius. Yogyakarta.
Ngadiyono, N. 2008. Industri Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Permentan. 2006. Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik.
Kementrian Pertanian. Jakarta.
Purwadi A., N. Delly, K. Karim, M. B. M. Amin, dan H. Natalie. 2005. Tata
Laksana Pemeliharaan Sapi. Departemen Pertanian Direktorat
Jenderal Peternakan. Palembang.
Rasyid, A. dan Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian.
Rianto, E., dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Safitri, T. 2011. Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt
Lembu Jantan Perkasa Serang – Banten. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Saputri I. W., P. Surjowardojo, dan E. Setyowati. 2008. Journal of The
Influence of Body Condition score on Steaming Up Period Toward
Colostrum’s Amount and A Long Time of Colostrum Production of
friesien Holstein Breed. Fakultas Peternakan Universitas Brawaijaya.
Malang.
Soca, W. 2010. Makalah Pengaruh Lingkungan terhadap Fisiologis
Ternak. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Soedarmono, A. S., dan Y. B. Sugeng. 2008. Sapi Potong Edisi Revisi.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Taufik R., Sarwiyono, dan E. Setyowati. 2013. Journal of The Relationship
Between Body Condition Score for Production and Milk Quality on
Dairy Cows. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Tim Penulis Agriflo. 2012. Sapi dari Hulu ke Hilir dan Info Mancanegara.
Agriflo. Jakarta.
Widi, Baliarti, Ngadiyono, Murtidjo, dan Budisatria. 2008. Bahan Ajar
Industri Ternak Potong, Kerja dan kesayangan. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yoryakarta.
Yulianto, P dan C. Saparianto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara
Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.
LAMPIRAN

ACARA II.
KOMODITAS
KAMBING DAN
DOMBA
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ternak potong di Indonesia beragam jenisnya, mulai dari sapi,
kambing, domba, dan ada juga hewan-hewan yang lebih kecil misalnya
kelinci. Keberagaman ternak potong tersebut tidak disertai dengan
peningkatan produksi ternak sehingga kebutuhan masyarakat akan
produk peternakan selalu kurang memadai. Hal ini memaksa pemerintah
untuk melakukan impor daging maupun ternak hidup dari luar negeri.
Ternak kambing dan domba merupakan ternak yang sangat populer
di kalangan petani di Indonesia terutama yang berdomisili di area
pertanian atau perkebunan. Selain lebih mudah dipelihara, cepat
berkembang biak, dapat dimanfaatkan limbah dan hasil ikutan pertanian,
ternak kambing dan domba juga memiliki pasar yang selalu tersedia
setiap saat dan hanya memerlukan modal yang relatif sedikit bila
dibandingkan ternak yang lebih besar seperti ternak sapi, namun industri
peternakan kambing dan domba di Indonesia terbilang masih kurang
berkembang dibandingkan dengan industri sapi, ayam, serta hewan
ternak lainnya. Hal ini dikarenakan lahan untuk beternak kambing dan
domba yang masih kurang sementara kebutuhan daging kambing domba
terus bertambah. Industri peternakan kambing dan domba bisa terus
dikembangkan dengan cara memelihara bibit kambing dan domba dengan
kualitas bagus kemudian dikawinkan dengan indukan yang bagus pula.
Mahasiswa peternakan tentunya diharapkan dapat memajukan
bidang peternakan dengan skala yang lebih besar. Salah satu industri
dalam bidang peternakan adalah industri ternak potong. Industri ternak
potong diantaranya adalah industri sapi potong, kambing potong, dan
domba potong. Hal tersebut yang mendorong dilaksanakannya praktikum
sistem usaha ternak baik sapi maupun kambing dan domba.
Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum pemeliharaan kambing dan domba adalah untuk
mengetahui cara pemeliharaan ternak potong khususnya komoditas
kambing dan domba. Mahasiswa diharapkan juga dapat mengetahui
manajemen pemeliharaan ternak khususnya ternak kambing dan domba.
Praktikum sistem pemeliharaan kambing dan domba ini juga memiliki
tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui sistem pemeliharaan komoditas
kambing dan domba pada skala industri.

Manfaat Praktikum
Manfaat praktikum pemeliharaan kambing dan domba adalah
mahasiswa mampu memperoleh ilmu cara pemeliharaan dan sistem
pemeliharaan kambing dan domba pada skala industri dengan baik dan
benar. Praktikan kemudian dapat mengaplikasikan ilmu yang telah
diperoleh mengenai manajemen pemeliharaan ternak kambing dan domba
terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar.
BAB II
KEGIATAN PRAKTIKUM

Kegiatan yang dilakukan selama praktikum adalah mengamati dan


ikut serta dalam kegiatan pemeliharaan kambing dan domba selama satu
hari. Pemeliharaan kambing dan domba terdiri dari manajemen seleksi
dan sistem pemeliharaan, manajemen recording, manajemen perawatan,
manajemen sanitasi dan pencegahan penyakit, manajemen pakan,
manajemen perkandangan, dan manajemen limbah. Praktikan juga
melakukan diskusi dengan asisten untuk melengkapi informasi yang
dibutuhkan. Kegiatan praktikum sistem pemeliharaan kambing dan domba
dilakukan di Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada berada di Jalan Fauna
No.3 Bulaksumur, Depok, Sleman, Yogyakarta.

Pemilihan dan Seleksi Ternak


Pemilihan ternak
Kriteria bibit untuk pembesaran. Berdasarkan hasil diskusi yang
telah dilakukan saat praktikum diperoleh, kriteria ternak untuk pembibitan
adalah sudah lepas sapih, sehat, kaki depan dan belakang tegak,
fisiologis normal, tidak cacat, dan tubuh proporsional. Sehat yang
dimaksud adalah seperti mampu menopang tubuh serta nafsu makan
baik. Tidak cacat dapat dilihat dari ukuran testis yang sama besar serta
ternak tidak pincang. Kusumawardana (2010) menyatakan bahwa bibit
merupakan salah satu faktor yang menentukan dan mempunyai nilai
strategis dalam upaya pengembangan sapi potong.
Ternak sehat dapat dilihat dari mata yang tidak berair atau tidak
sayu, rambut tidak rontok dan kusam, dan hidung tidak mengeluarkan
lendir terlalu banyak. Rasyid dan Hartati (2007) menambahkan bahwa
sehubungan dengan pemilihan calon bibit ternak potong, maka perlu
mengetahui kriteria dalam aspek pemilihan bibit dan pengukuran ternak
antara lain adalah bangsa dan sifat genetik yang telah populer dan
memiliki kemampuan baik dalam berproduksi dan beradaptasi terhadap
lingkungan hidup, kesehatan yang baik, dan penampilan fisik yang
proporsional dan kuat. Berdasarkan kriteria pemilihan bibit untuk
pembesaran yang dilakukan telah sesuai dengan literatur.
Kriteria calon induk dan calon pejantan. Berdasarkan hasil
diskusi pada saat praktikum kriteria calon induk dan calon pejantan secara
umum adalah sehat dan fisiknya normal. Kriteria calon induk adalah organ
reproduksi normal, siklus estrus normal, puting ambing simetris, kaki tegak
dan kuat, rambut halus tidak rontok, gerak aktif, dan memeliki genetik
yang baik. Kriteria calon pejantan adalah testis simetris, organ reproduksi
normal, kaki kuat dan lurus, tubuh tinggi besar, lebar dan dalam, rambut
halus dan tidak rontok, libido tinggi, agresif, respon bagus dan cukup
umur.
Beberapa patokan untuk memilih indukan yang baik adalah sehat
dan tidak mengidap penyakit, alat reproduksi normal, konformasi tubuh
seimbang antara bagian depan dan belakang. Untuk pemilihan pejantan
berdasarkan penampilan yaitu postur tubuh tinggi, besar, dada lebar dan
dalam, kaki kuat, lurus dan mata bersinar bulu halus, testis simetris dan
normal (Widi et al., 2008). Kegiatan kriteria pemilihan calon induk dan
pejantan yang dilakukan di kandangtelah sesuai dengan literatur.
Kriteria bakalan untuk penggemukan. Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa kriteria yang digunakan dalam
memilih bakalan untuk penggemukan antara lain adalah umur ternak
minimal satu tahun, nafsu makan baik, rahang besar, tulang kuat, dan
sehat. Ngadiyono (2007) menjelaskan bahwa syarat-syarat bakalan yang
baik, antara lain adalah jenis kelamin sebaiknya dipilih jantan atau jantan
kastrasi karena lebih cepat pertumbuhannya daripada betina, sehat, kulit
lentur dan bersih, mata bersinar, nafsu makan baik, badan persegi
panjang, dada lebar dan dalam, tempramen tenang, kondisi ternak boleh
kurus tetapi sehat, dan mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan
atau genetik yang baik. Bakalan adalah ternak yang digunakan untuk
penggemukan, sengaja dipilih untuk usaha yang sangat mengharapkan
produksi berupa daging (Ayuni, 2005). Berdasarkan uraian tersebut
kriteria pemilihan bakalan untuk penggemukan yang terdapat di Kandang
Laboratorium Ternak, Potong, Kerja, dan Kesayangan telah sesuai dengan
literatur.
Kriteria induk dan pejantan. Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan diperoleh hasil bahwa kriteria yang digunakan dalam memilih
induk dan pejantan adalah memiliki mothering ability yang baik, litter size
tinggi, kaki kuat. Kriteria pejantan adalah memiliki libido yang tinggi.
Handiwirawan (2014) menyatakan bahwa pejantan yang bagus adalah
yang memiliki kualitas sperma yang baik, libido tinggi, dan badan tegap,
sedangkan pada betina yang memiliki litter size baik dan kemampuan
mothering ability. Berdasarkan uraian tersebut kriteria pemilihan induk dan
pejantan yang terdapat di Kandang Laboratorium Ternak, Potong, Kerja,
dan Kesayangan telah sesuai dengan literatur.
Metode seleksi ternak
Metode seleksi di kandangdilakukan berdasarkan pada tujuan
umumnya meliputi ukuran tubuh, kondisi kesehatan, kondisi kesehatan,
dan pertumbuhan ADG (Average Daily Gain). Handiwirawan (2014)
menyatakan bahwa seleksi ternak adalah suatu tindakan untuk memilih
ternak yang dianggap mempunyai mutu genetik baik untuk
dikembangbiakkan lebih lanjut serta memilih ternak yang dianggap kurang
baik untuk disingkirkan dan tidak dikembangbiakkan lebih lanjut. Tindakan
pemulia untuk menentukan ternak mana yang boleh bereproduksi dan
menghasilkan generasi selanjutnya dikatakan sebagai seleksi buatan.
Selain seleksi buatan, secara simultan sebenarnya juga bekerja seleksi
alam, yaitu seleksi yang bekerja akibat pengaruh kekuatan-kekuatan alam
untuk menentukan ternak-ternak mana yang akan dapat bereproduksi
selanjutnya. Seleksi alam didasarkan kepada daya adaptasi ternak
terhadap pengaruh lingkungan dan pada umumnya mengakibatkan
perubahan yang sangat lambat. Seleksi buatan dilakukan pemulia
berdasarkan keunggulan yang dimiliki ternak sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan manusia ataupun pasar. Hal ini dilakukan untuk
mempercepat perubahan mutu genetik ternak. Ukuran mutu genetik
ternak yang dipergunakan sebagai pegangan dalam melakukan seleksi,
salah satunya adalah Nilai Pemuliaan (Breeding Value) ternak yang
bersangkutan. Nilai Pemuliaan adalah penilaian dari mutu genetik ternak
untuk suatu sifat tertentu, yang diberikan secara relatif atas dasar
kedudukannya di dalam populasinya.
Fungsi seleksi adalah mengubah frekuensi gen, di mana frekuensi
gen-gen yang diinginkan akan meningkat sedangkan frekuensi gen gen
yang tidak diinginkan akan menurun. Perubahan frekuensi gen-gen ini
tentunya akan mengakibatkan rataan fenotipe dari populasi terseleksi
akan lebih baik dibandingkan dari rataan fenotipe populasi sebelumnya.
Prinsip seleksi bibit dilakukan berdasarkan penilaian visual (judging),
silsilah, penampilan atau performa dan pengujian produksi. Sifat genetis
yang perlu diperhatikan berhubungan erat dengan kemampuan adaptasi
terhadap lingkungan dan kemampuan produksi. Bentuk atau ciri luar
berkorelasi positif terhadap faktor genetis seperti laju pertumbuhan, mutu
dan karkas (Saherman et al., 2007). Metode yang digunakan di kandang
tidak sebanyak yang ada dalam literatur.
Penilaian ternak
Penilaian ternak dilakukan untuk mengetahui kondisi ternak yang
dimiliki secara subjektif. Penilaian ternak biasanya dilakukan secara visual
atau melihat secara langsung kondisi tubuh ternak. Santoso (2004)
menjelaskan bahwa judging pada ternak dalam arti yang luas adalah
usaha yang dilakukan untuk menilai tingkatan ternak yang memiliki
karakteristik penting untuk tujuan-tujuan tertentu. Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 10. Penilaian body condition score (BCS) ternak
Bangsa Nilai Ciri-Ciri
Kambing PE Tulang pinggul terasa tapi tidak terlihat, segitiga lapar
3
Eky tidak terlihat, tulang rusuk tidak terlihat
Domba DET Tulang iga tidak terlihat, segitiga lapar tidak terlihat,
4
Depra tulang pinggul tidak terlihat, pinggul berisi.
Body Condition Score (BCS) adalah kondisi tubuh yang didasarkan
pada estimasi visual timbunan lemak tubuh dibawah kulit, sekitar pangkal
ekor, tulang punggung, dan pinggul menggunakan skor. Skor kondisi
tubuh dapat pula diartikan sebagai suatu manajemen maupun acuan
untuk menilai ternak berdasarkan kondisi tubuhnya (Basuki et al.,1998).
Gambar Body Condition Score (BCS) terdapat pada Gambar 6 sebagai
berikut.

Gambar 6. Body Conditionn Score


(Sutama dan Budiarsana, 2011)
Body Condition Score (BCS) pada ternak potong dibagi menjadi
skor kondisi tubuh I sampai VII. Body Condition Score (BCS) I mempunyai
ciri-ciri tidak terdapat perdagingan dan tulang pada daerah rusuk, pantat,
dan paha terlihat sangat menonjol. Body Condition Score (BCS) II
mempunyai ciri-ciri mulai terdapat perdagingan di bagian dada depan dan
pantat, sedangkan bagian perut dan belakang dada masih cekung, tulang
daerah rusuk, pinggul, dan kaki masih menonjol. Body Condition Score
(BCS) III mempunyai ciri-ciri mulai terdapat perdagingan pada seluruh
bagian tubuh, sedangkan bagian perut dan belakang dada masih cekung,
tulang di daerah rusuk dan pinggul masih menonjol. Body Condition Score
(BCS) IV mempunyai ciri-ciri lebih nampak perdagingan di seluruh tubuh
dan bagian perut dan belakang dada mulai berkurang cekungannya,
tulang rusuk dan pinggul terlihat sebagian saja. Body Condition Score
(BCS) V mempunyai ciri-ciri mulai tampak gemuk terutama pada bagian
paha, pantat dan dada depan, bagian perut dan belakang dada mulai
cembung, tulang rusuk 3 dan 4 dari belakang masih terlihat sedangkan
tulang pinggul mulai tidak tampak. Body Condition Score (BCS) VI
mempunyai ciri-ciri badan tampak gemuk pada bagian paha, pantat dan
seuruh dada, bagian perut dan belakang dada sudah cembung, tulang
rusuk sudah tidak tampak dan tulang pinggul bagian atas masih sedikit
tampak. Body Condition Score (BCS) VII mempunyai ciri-ciri badan sangat
gemuk pada bagian paha, pantat dan dada, bagian perut dan belakang
dada sangat cembung, tulang rusuk dan pinggul hampir tidak tampak
(Ngadiyono, 2007). Hasil praktikum yang didapat sudah sesuai dengan
literatur.

Pendataan (Recording)
Tahapan recording
Recording adalah segala hal yang berkaitan dengan pencatatan
terhadap ternak secara individu yang menunjukkan pertumbuhan dan
perkembangannya. Recording juga berkaitan dengan ternak bibit, karena
berhubungan dengan kualitas ternak ke depan (Sunardi, 2015). Recording
yang dilakukan di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan
Kesayangan antara lain adalah pengkarantinaan terhadap ternak,
recording dengan mengidentifikasi ternak berdasarkan bangsa, jenis
kelamin, ciri-ciri ternak, berat badan, umur ternak, BCS, asal-muasal, data
fisiologis serta data vitalnya. Tahapan recording lainnya yaitu dengan
megelompokkan jenis ternak, atau dapat juga dengan melihat catatan
recording sebelumnya.
Tahapan recording dimulai dari identifikasi ternak, pendataan
kesehatan, kelahiran, penanganan pakan. Harianto (2008) menyatakan
bahwa, recording berfungsi untuk mengetahui jumlah populasi akhir,
dengan diketahuinya populasi akhir kita juga akan mengetahui jumlah
ternak yang mati, hilang, dan sebagainya selama masa pemeliharaan,
selain itu recording juga dapat digunakan untuk bahan pertimbangan
dalam penilaian tata laksana yang sedang dilaksanakan, pertimbangan
dalam mengambil keputusan sehari-hari, dan sebagai langkah awal dalam
menyusun rencana jangka panjang. Memudahkan dalam melakukan
seleksi ternak sehingga didapatkan ternak yang unggul, melalui sertifikat
ternak, catatan kesehatan, berat lahir, dan dapat menghindari terjadinya
in-breeding. Bagi pemerintah recording berguna untuk penyusunan
kebijakan dalam bidang peternakan, bagi peternak recording dapat
mempermudah peternak melakukan evaluasi, mengontrol dan
memprediksi tingkat keberhasilan usaha, dan bagi perguruan tinggi data
recording bisa sebagai bahan penelitian. Berdasarkan literatur tahapan
recording yang dilakukan di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja
dan Kesayangan telah sesuai dengan tujuan pemeliharaan.
Macam recording
Recording meliputi identifikasi ternak pada beberapa aspek yang
penting yang kedepannya dapat memudahkan peternak dalam memberi
penanganan pada ternak. Macam recording misalnya jenis kelamin,
konsumsi pakan yang meliputi bahan pakan yang digunakan, kelahiran
dan kematian, kesehatan yang meliputi riwayat sakit dan reproduksi.
Macam recording yang dilakukan saat praktikum disajikan pada Tabel 11
berikut.

Tabel 11. Macam recording ternak


Jenis recording Data yang diambil
Tanggal lahir, jenis kelamin, induk, berat badan,
Kelahiran
kondisi saat lahir
Umur, penyebab kematian, jenis kelamin, berat
Kematian badan, tanggal kematian, penanganan sebelum
kematian
Reproduksi Tanggal kawin, S/C, umur estrus pertama,
interval kelahiran, umur pertama bunting
Mutasi Asal kandang, tanggal pindah, penyebab pindah,
(Perpindahan) bobot ternak, nomor ID
Kesehatan Riwayat penyakit, penyebab sakit, obat, tanggal
sakit, dosis obat yang diberikan
Jenis pakan, kandungan nutrien, asal bahan
Pakan pakan, harga pakan
Berdasarkan data diatas dapat diketahui beberapa macam
recording yang dapat mempermudah manajemen pemeliharaan ternak.
Semua yang tercantum tidak harus dipenuhi, melainkan sesuai dengan
kebutuhan masing-masing peternakan. Safitri (2011) menyatakan bahwa
sistem recording yang lengkap meliputi kelahiran, perkawinan, dan
catatan bobot badan. Sifat-sifat yang perlu dicatat tergantung dari
kebutuhan sistem peternakan dan beberapa fasilitas serta keterbatasan
yang dimiliki peternak. Safitri (2011) menyatakan bahwa pencatatan
(recording) pada pemeliharaan ternak meliputi recording rumpun,
recording silsilah, recording perkawinan (tanggal, pejantan, IB atau kawin
alam), recording kelahiran (tanggal dan bobot badan), recording
penyapihan (tanggal dan bobot badan). Recording pada pemelihraan juga
meliputi recording beranak kembali (tanggal, paritas), recording pakan
(jenis dan konsumsi), recording vaksinasi dan pengobatan (tanggal dan
perlakuan/treatment), recording mutasi (pemasukan dan pengeluaran
ternak). Berdasarkan hasil praktikum apabila dibandingkan dengan
literatur recording yang dilakukan di kandang Laboratorium Ternak Potong
Kerja dan Kesayangan sudah cukup baik. Recording yang dimiliki
diantaranya kelahiran, kematian, kesehatan, reproduksi, mutasi dan
pakan.

Komposisi dan struktur ternak


Komoditas kambing yang diamati meliputi bangsa kambing
Kejobong, kambing Peranakan Ettawa (PE), kambing Bligon dan kambing
Gembrong. Komoditas domba yang diamati meliputi bangsa domba Ekor
Tipis, dan domba Garut dan domba Mega. Berdasarkan praktikum yang
telah dilkukan, diperoleh komposisi ternak yang ada pada Tabel 12.
Tabel 12. Komposisi dan Struktur Ternak
Anak Muda Dewasa
Bangsa Total
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
Kejobong - - 5 1 - 1 7
P. Ettawa 1 6 9 23 3 27 69
Bligon 1 1 2 4 - 1 9
Gembron
- - - - 2 1 3
g
DET 6 4 12 12 4 29 67
Garut 3 8 9 - 2 32 54
Mega - - - - - 1 1
Total 11 19 37 40 11 92 220
Komposisi ternak adalah jenis ternak yang ada dalam data ,
struktur ternak yang dimaksud adalah jumlah dari ternak berdasarkan
jenis kelamin serta masih anak, muda atau dewasa. Berdasarkan hasil
praktikum yang diperoleh komposisi ternak dari bangsa kambing Kejobong
berjumlah 7 ekor, kambing Peranakan Ettawa berjumlah 69 ekor, Kambing
bligon berjumlah 9 ekor dan Kambing Gembrong berjumlah 3 ekor. Domba
ekor tipis berjumlah 67 ekor, Domba garut berjumlah 54 ekor dan Domba
Mega berjumlah 1 ekor. Berdasarkan jenis kelamin, kambing dan domba
dengan populasi terbesar adalah jenis kelamin betina, dengan jumlah
yang paling banyak pada betina dewasa. Widi (2007) menyatakan, apabila
50% populasi ternak pada suatu peternakan adalah ternak betina, maka
dapat diindikasikan tujuan pemeliharaan ternak pada peternakan tersebut
adalah untuk pemeliharaan atau penyedia bakalan.
Jumlah ternak betina pada kandang Laboratorium Ternak Potong,
Kerja dan Kesayangan lebih dari 50%. Kandang ternak potong fakultas
peternakan UGM merupakan sarana pemeliharaan atau penyedia
bakalan. Berdasarkan keanekaragaman bangsa, umur, dan jenis kelamin
ternak yang dipelihara, kandang ternak potong juga merupakan sarana
pembelajaran bagi civitas akademika Fakultas Peternakan.
Perkandangan
Lokasi
Praktikum sistem pemeliharaan kambing dan domba dilakukan di
Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan. Lokasi
kandang ini berada di Jalan Fauna No. 3 Bulaksumur, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Lokasi ini terletak ditengah kota. Bagian sebelah
timur terdapat jalan raya dan gedung Universitas Negeri Yogyakarta.
Bagian sebelah utara terdapat kandang unggas Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Bagian sebelah selatan terdapat D Paragon
dan bagian barat terdapat lahan hijauan makanan ternak. Lokasi kandang
dekat dengan jalan raya, dekat dengan sumber air, dan transportasi ke
kandang mudah tetapi lokasi kandang dengan pemukiman warga. Lokasi
tersebut dianggap kurang baik karena dekat dengan jalan raya dan
pemukiman warga, namun dianggap efisien dan efektif untuk kegiatan
pembelajaran. Lokasi kandang yang baik dapat juga disesuaikan dengan
fungsi dari kandang tersebut seperti kandang dengan tujuan untuk
pemeliharaan.
Syarat kandang yang baik salah satunya adalah memberi
kemudahan bagi peternak ataupun pekerja kandang pada saat
melaksanakan kerjanya sehingga efisiensi kerja dapat tercapai. Lokasi
kandang yang baik tidak boleh berdekatan dengan pemukiman penduduk
ataupun bangunan-bangunan umum seperti sekolah, masjid, rumah sakit
dan puskesmas (Basya, 2009). Berdasarkan literatur yang didapat maka
lokasi Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan
Fakultas Peternakan UGM kurang sesuai karena berada dekat dengan
pemukiman warga namun sudah cukup baik karena dekat dengan sumber
air.
Tataletak kandang
Beberapa pertimbangan dalam pemilihan lokasi kandang yaitu
tersedianya sumber air untuk minum, memandikan ternak, dan
membersihkan kandang, dekat dengan sumber pakan, transportasi
mudah, terutama untuk pengadaan pakan dan pemasaran, serta areal
yang ada dapat diperluas (Ayuni, 2005). Fungsi tataletak dan penataan
kandang adalah dapat memberikan kenyamaman kerja bagi petugas
dalam proses produksi seperti memberi pakan, kebersihan, pemeriksaan
birahi dan penanganan kesehatan. Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan dengan cara mengamati kemudian menggambar hasil
pengamatan tata letak seluruh bagian di kandang Laboratorium Ternak
Potong Kerja, dan Kesayangan, maka dapat dilihat tataletak kandang
yang disajikan pada Gambar 7.

Gambar Keterangan
U
25. Pintu masuk
1 26. Kantor
27. Kandang Kuda
7 2 1
dan anakan
9 28. Kandang
3
8 kucing
29. Kandang
4
kawin dan
umbaran kuda
9 5 20 30. Kandang
umbaran kuda
31. Tempat mandi
kuda
32. Ruang pakan
10 kuda
33. Kandang kuda
21 individu
11 6 34. Ruang
pekerja
35. Kandang
sapih kambing
domba
12 22 36. Kandang
umbaran domba
13 37. Kandang
umbaran kambing
38. Ruang pakan
14 15 23 39. Ruang diskusi
40. Ruang
16 istirahat
41. Kandang
17 tambat sapi
42. Toilet
25 43. Kandang
kelinci
18
24 44. Kandang
individu kambing
domba
45. Kandang
kambing domba
beranak
46. Tempat jerami
47. Kandang sapi
umbaran
48. Tempat
pembuangan
limbah
49. Ruang
Chopper

Gambar 7. Tataletak Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan


Kesayangan
Perkandangan adalah segala aspek fisik yang berkaitan dengan
kandang dan sarana maupun prasarana yang akan menunjang
kelengkapan dalam suatu peternakan (Rianto dan Endang, 2010).
Ngadiyono (2007) menambahkan, pembuatan layout atau tataletak
kandang harus mencakup fasilitas apa saja yang akan dimuat, mengenai
jumlah kapasitas ternak, ukuran serta bentuknya. Hasil praktikum
menunjukkan bahwa kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan
Kesayangan Fakultas Peternakan UGM menghadap ke utara yang
bertujuan agar selalu mendapatkan sinar matahari. Kandang-kandang
yang ada antara lain kandang kuda, kelinci, sapi, kambing dan domba.
Gudang-gudang pakan yang terdapat di sekitar kandang berfungsi untuk
penyimpanan pakan dan tempat pencampuran pakan sehingga
mempermudah proses pemberian pakan. Kantor dan ruang asisten
merupakan fasilitas tambahan untuk menunjang kegiatan kandang.
Penempatan kandang yang baik adalah minimal 5 meter dari
rumah supaya didapatkan kondisi kandang yang segar. Kandang yang
terlalu dekat dengan rumah dapat menyebabkan kontaminasi yang lebih
tinggi dari kotoran dan kemungkinan penyakit yang ditimbulkan oleh
ternak. Disamping itu dapat mengakibatkan polusi udara yang dapat
dirasakan secara langsung oleh peternak akibat kotoran ternak. Kandang
yang cukup mendapat sinar matahari pagi akan mencegah ternak terkena
rakhitis, karena sinar matahari pagi mengandung ultraviolet yang berperan
sebagai energi dan mencegah gangguan rakhitis untuk ternak yang
dikandang terus menerus. Kandang yang tidak menghadap ketimur
diusahakan menggunakan genteng kaca sehingga sinar matari masih
dapat masuk ke kandang. Pohon-pohon dapat berfungsi untuk melindungi
ternak dari terpaan angin secara langsung terutama untuk malam hari
sehingga ternak terhidar dari serangan penyakit kembung.
Tataletak kandang diatur dengan berdasarkan fungsinya dan jarak
antar bangunan dalam peternakan yang berdekatan juga diatur agar tidak
menambah resiko terjadinya perpindahan penyakit antar peternakan,
membuat kandang dengan luas yang layak sesuai jumlah ternak dan
ventilasi yang baik, membuat kandang isolasi bagi ternak yang sakit dan
kandang karantina bagi ternak yang sehat. Mengisolasi kandang dari
gangguan hama dan serangga, merancang kandang agar mudah
dibersihkan dan mengunakan bahan bangunan yang aman. Akses keluar
masuk peternakan dirancang agar orang yang tidak berkepentingan tidak
sembarangan masuk ke areal peternakan (Safitri, 2011).
Berdasarkan pengamatan lokasi praktikum, yaitu di kandang dapat
dikatakan bahwa tataletak kandang cukup sesuai karena letak kandang
dekat dengan gudang pakan dan sumber air, sehingga tidak mempersulit
petugas kandang dalam pemberian pakan, pemberian minum, dan
pembersihan kandang.
Karakteristik kandang
Kebutuhan kandang untuk masing-masing jenis ternak berbeda-
beda yang disesuaikan berdasarkan kebutuhannya masing. Pemilihan
bahan dan ukuran untuk setiap jenis kandang juga berbeda ditentukan
berdasarkan fungsi dan manfaatnya. Praktikum karakteristik kandang
dilakukan dengan cara mengamati karakteristik kandang. Berdasarkan
praktikum pemeliharaan kambing dan domba yang telah dilakukan
dilakukan adalah mengamati berbagai jenis kandang, atap, dinding, dan
mengukur lokal kandang, menghitung isi ternak, ukuran bangunan
kandang, menghitung ukuran bangunan kandang. Menghitung luas area
kandang, ukuran tempat pakan, minum, ukuran selokan, kemiringan
kandang dan floor space. Berdasarkan pengamatan hasil didapatkan
karakteristik kandang di Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan
Kesayangan Fakultas Peternakan UGM seperti pada Tabel 13.
Tabel 13. Karakteristik kandang kambing dan domba
Kandang
Pengamatan
1 2 3
Kandang Kandang Kandang
Jenis kandang
kawin alami perkembangbiakan penggemukan
Untuk tempat Untuk tempat Untuk tempat
Fungsi
kawin alami perkembangbiakan penggemukan
Bahan Asbes Asbes Asbes
Atap
Bentuk Gable Monitor Monitor
Tipe Semi tertutup Semi terbuka Semi terbuka
Dinding Beton, besi, Beton, besi, dan Beton, besi,
Bahan
dan kayu kayu dan kayu
Alas Tipe Non panggung Non panggung Non panggung
Bahan Paving block Paving block Paving block
Ukuran Panjang 24,9 m 15 m 15 m
bangunan Lebar 12,7 m 12 m 12 m
kandang Tinggi 1,4 m 2,5 m 2,5 m
Ukuran Panjang - 3,75 m 3,75 m
flock Lebar - 1,55 m 1,55 m
kandang Tinggi - 1,45 m 1,45 m
Jumlah flock - 20 20
Lebar gangway 2,19 m 1,82 m 1,82 m
Luas area kandang (106 m x 34 m) + (40 m x 56 m) = 5.844 m2
Tinggi dinding (flock) - 1,45 m 1,45 m
Tinggi bangunan 2m 2,44 m 2,44 m
Tinggi atap 2,8 m 6,6 m 6,6 m
Ukuran Panjang 5,9 m 0,67 m 0,67 m
tempat Lebar 0,64 m 0,34 m 0,34 m
pakan
Tinggi 0,45 m 0,45 m 0,45 m
(flock)
Ukuran Panjang 0,62 m 0,61 m 0,61 m
tempat Lebar 0,6 m 0,34 m 0,34 m
minum
Tinggi 0,43 m 0,45 m 0,45 m
(flock)
Panjang - 0,148 m 0,148 m
Ukuran
Lebar - 0,35 m 0,35 m
selokan
tinggi - 0,09 m 0,09 m
Kemiringan kandang 1% 1% 1%
Kemiringan selokan - 1% 1%
Floor space 299,88 m 4,402 m 4,402 m
Fungsi kandang sebagai tempat berlindung ternak, tempat istirahat,
tempat terjadi perkawinan dan memelihara ternak sakit, memerlukan
perhatian yang cukup tentang kekuatannya, kebersihannya serta
kemudahan kita untuk mengontrol perkembangannya. Faktor yang harus
diperhatikan dalam pembuatan kandang adalah suhu, cahaya, ventilasi
dan kelembaban. Artinya kandang cukup mendapat cahaya matahari,
mempunyai ventilasi yang baik dan mendapatkan udara segar yang
cukup. Bahan-bahan pembuat kandang yaitu lantai, dinding dan tempat
pakan harus terbuat dari bahan yang mudah didapat dan tahan lama.
Penempatan kandang cukup jauh dari rumah penduduk, sehingga
kontaminasi dengan kandang semakin kecil.
Kandang panggung merupakan kandang yang berkonstruksinya
dibuat panggung atau dibawah lantai kandang terdapat kolong untuk
menampung kotoran. Fungsi kandang dibuat panggung adalah untuk
menghindari ternak kontak langsung dengan tanah yang mungkin
tercemar penyakit, ventilasi kandang yang lebih bagus. Berdasarkan
jenisnya kandang kambing dan domba terdiri dari kandang umbaran,
kandang isolasi, kandang beranak serta kandang sapih. Kandang
kambing terdiri dari kandang induk atau utama, kandang induk serta
anaknya dan kandang pejantan (Mulyono, 2005).

a b

c d

Gambar 8. Jenis kandang. umbaran (a), beranak (b),


sapih (c) dan isolasi (d)
Ukuran kandang untuk masing-masing status fisiologis kambing
dan domba juga harus diperhatikan. Untuk kandang kambing yang sedang
beranak ukurannya 0,4 m2 per ekor, kandang umbaran ukurannya 0,2 m 2
per ekor, kandang sapih ukurannya 0,6 m 2 per ekor, dan untuk kandang
isolasi 1,05 m2 per ekor . Untuk kambing dan domba yang sakit dibuatkan
kandang terpisah agar penyakitnya tidak menular. Ukuran kandang yang
sesuai dengan standar dapat memberikan keleluasaan untuk induk yang
sedang bunting, sehingga perkembangan anaknya tidak terganggu
(Suretno dan Basri, 2008).
Bahan pembuat kandang harus yang mudah didapat dilokasi, tidak
mahal dan tahan terhadap serangan serangga. Bahan untuk atap perlu
mendapat perhatian juga karena Indonesia merupakan Negara dengan
radiasi matahari secara langsung sepanjang tahun, respon ternak
terhadap kondisi ini adalah meningkatnya termoregulasi yang akan
berdampak penurunan produktivitas (Suretno dan Basri, 2008). Pemilihan
bahan untuk atap ditentukan dengan pertimbangan sifatnya terhadap
radiasi matahari yang dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban di
dalam kandang. Bentuk, ukuran, serta bahan konstruksi yang digunakan
hendaknya dipilih berdasarkan biaya yang tersedia, kemudahan
memperoleh bahan di pasaran, dan umur bangunan kandang yang
dirancang (Suhaely, 2008). Atap kandang dapat menggunakan genting,
daun tebu, daun kelapa, daun rumbia, alang-alang, atau ijuk. Pada daerah
yang banyak angin dianjurkan untuk menggunakan atap dari genting,
sedangkan daerah yang berhawa sejuk dianjurkan atap kandang terbuat
dari asbes dedaunan ataupun ijuk. Bahan atap yang termasuk baik adalah
genting, karena tahan lama, menghantar panas, dan radiasi kecil
(Sonjaya, 2008).
Berdasarkan bentuk atap kandang, beberapa model atap yaitu atap
monitor, semi monitor, gable dan shade. Model atap untuk daerah dataran
tinggi hendaknya menggunakan shade atau gable, sedangkan untuk
dataran rendah adalah monitor atau semi monitor. Model atap monitor,
semi monitor dan gable model kandang yang mempunyai atap dua
bidang, sedangkan shade mempunyai atap satu bidang. Berikut
merupakan model atap kandang kandang berdasarkan literatur.

Gambar 9. Tipe atap kandang


(Purwadi et al. 2005)
Lantai kandang yang menggunakan bambu maka lebarnya ± 3
sampai 4 cm dengan jarak antar bilah 1,5 cm untuk dewasa dan 1,3 cm
untuk anak karena jarak antar bilah yang terlalu lebar akan membuat
ternak terperosok terutama kambing yang masih kecil atau anakan
(Suretno dan Basri, 2008). Lantai kandang terbuat dari semen dengan
kemiringan ± 3º dimaksudkan agar pembuangan limbah berupa feses dan
urin dapat langsung mengalir ke selokan dan air dapat mudah mengalir
tetapi tidak licin dan membahayakan ternak (Arum, 2009).
Bentuk kandang panggung membuat kandang tetap dalam kondisi
bersih dan kering karena semua kotoran turun ke bawah lantai kandang.
Disamping itu kambing tidak bersentuhan langsung dengan kotorannya,
sehingga terhindar dari penyakit yang terdapat dalam kotoran.
Keuntungan yang lain adalah memudahkan mengkoleksi kotoran yang
akan digunakan sebagai pupuk (Suretno dan Basri, 2008). Berdasarkan
praktikum, kandang panggung digunakan mayoritas untuk ternak kambing
dan telah sesuai dengan literatur.
Fasilitas, perlengkapan dan peralatan kandang
Berdasarkan hasil diskusi pada saat praktikum didapatkan hasil
fasilitas, perlengkapan, dan peralatan kandang seperti Tabel 14.

Tabel 14. Fasilitas, perlengkapan, dan peralatan kandang


Fasilitas Perlengkapan Peralatan
Kandang umbaran Tempat pakan,
Kran air dan sapu
kambing ember
Meja, kursi,
Buku, pulpen, sempoa dan
Kantor komputer dan
papan tulis
lemari
Ventilasi dan Sekop, ember, timbangan
Gudang pakan
pallet dan karung
Mesin copper
Sekop dan ember
Ruang chopper dan colokan
listrik
Pembuangan limbah Troli
Fasilitas merupakan segala sesuatu yang ada didalam kandang
dan menunjang aktivitas yang dilakukan di dalam kandang. Hasil
praktikum menunjukkan fasilitas yang ada di kandang antara lain kandang
umbaran kambing, kantor, gudang pakan dan ruang chopper. Kandang
umbaran kambing berfungsi sebagai tempat tinggal untuk ternak kambing.
Kandang umbaran kambing biasanya juga dapat digunakan untuk tempat
kawin alami kambing. Kandang umbaran kambing dilengkapi dengan
perlengkapan seperti tempat pakan yang berfungsi sebagai tempat
menaruh pakan hijauan dan konsentrat serta ember yang berfungsi untuk
tempat minum kambing yang diberikan secara ad libitum. Kandang
umbaran dilengkapi pula dengan peralatan pendukung seperti kran air dan
sapu. Kantor digunakan untuk urusan administrasi kandang. Kantor
dilengkapi dengan perlengkapan seperti meja, kursi, komputer dan lemari
serta peralatan lain seperti buku, pulpen, sempoa dan papan tulis.
Gudang pakan digunakan untuk menyimpan pakan bagi ternak-ternak
yang dipelihara. Gudang dilengkapi pula dengan perlengkapan yang harus
ada di gudang pakan seperti ventilasi yang berfungsi untuk sirkulasi udara
karena proses pencampuran konsentrat yang dilakukan di dalam gudang,
selain itu juga dilengkapi dengan pallet yang berfungsi sebagai alas.
Peralatan yang terdapat di gudang pakan antara lain sekop, ember,
timbangan dan karung yang berfungsi untuk mendukung kegiatan
pemberian pakan. Ruang chopper digunakan untuk tempat mencacah
hijauan yang akan diberikan ke ternak menggunakan mesin chopper.
Perlengkapan yang harus ada dalam ruang chopper yaitu mesin chopper
dan colokan listrik serta peralatan pendukungnya yaitu sekop dan ember.
Fasilitas di kandang yang lainnya yaitu tempat pembuangan limbah yang
berfungsi sebagai tempat untuk membuang kotoran ternak dan sisa-sisa
pakan ternak yang terbuang dan dilengkapi dengan peralatan troli yang
berfungsi untuk mengangkut kotoran dan sisa pakan.
Fasilitas yang ada di lingkungan kandang antara lain gudang
pakan, silo, reservoir air, kamar obat, rumah karyawan. Selain itu juga
harus ada kantor kepala, prasarana transportasi, padang gembala, rumah
timbangan ternak, tempat umbaran, kandang air, drainase, dan tempat
pembuangan kotoran (Rianto dan Endang, 2010). Fasilitas yang ada
berdasarkan hasil praktikum sudah sesuai dengan literatur.

a b

Gambar 13. Fasilitas kandang, (a) kantor, (b) kandang umbaran


Perlengkapan merupakan benda benda yang ada di dalam
kandang dan melengkapi kegiatan di dalam kandnag. Hasil praktikum
menunjukkan bahwa perlengkapan di kandang terdiri dari tempat pakan,
tempat minum, mobil angkut, troli, kran air, selokan, dan lampu. Tempat
pakan dan minum digunakan untuk mewadahi pakan dan minum yang
akan dikonsumsi ternak. Mobil biasanya digunakan untuk mengangkut
pakan yang didapat dari luar kandang serta mengangkut ternak yang akan
masuk maupun keluar. Troli, kran air, selokan, dan lampu merupakan
perlengkapan yang digunakan untuk memudahkan segala aktivitas yang
ada di dalam kandang.
Perlengkapan yang penting adalah tempat pakan dan tempat
minum. Tangga untuk mempermudah akses keluar masuk baik ternak
maupun peternak dan bak penampungan kotoran di bawah kolong juga
dibutuhkan di dalam kandang (Widi, 2008). Hasil praktikum sudah cukup
sesuai dengan literatur yang ada.

a b

Gambar 14. Perlengkapan kandang, (a) garasi, (b) tempat makan


Rianto dan Purbowati (2010) menyatakan bahwa dalam suatu
peternakan, dibutuhkan peralatan yang merupakan keperluan tambahan
bagi suatu peternakan. Hasil praktikum menunjukkan bahwa peralatan di
kandang terdiri dari chopper, timbangan berat badan, serokan, sapu lidi,
troli, sekop, dan ember. Yulianto dan Cahyo (2010) menjelaskan, secara
umum fasilitas kandang yang harus ada adalah toilet dan ruang istirahat
pekerja kandang. Kelengkapan kandang terdiri dari tempat pakan dan
minum, alas lantai kandang, selokan dan peralatan kandang. Peralatan
kandang terdiri dari alat suntik, sekop (untuk membersihkan kotoran dan
mengaduk pakan), ember plastik atau logam (untuk mengangkut air,
pakan, dan memandikan ternak). Hasil praktikum sudah sesuai bila
dibandingkan dengan literatur.

a b

Gambar 15. Peralatan kandang, (a) chopper, (b) sekop


Kenyamanan ternak dan lingkungan kandang
Berdasarkan hasil praktikum dapat diperoleh kondisi lingkungan
pada Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan
dapat dilihat dalam Tabel 15.

Tabel 16. Kondisi lingkungan kandang


Kondisi Lingkungan
Waktu o
THI
Suhu C Kelembaban (%)
Pagi : 06.30 24,5 72 71,84
Siang : 13.00 32,4 49 81,11
Sore : 16.54 28,5 59 76,23
Kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan merupakan kondisi yang
berada disekitar ternak, yaitu kondisi lingkungan tempat tinggal ternak.
Kondisi lingkungan sangat menentukan produktifitas ternak tersebut. Suhu
dan kelembaban pada kandang terbuka sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Berdasarkan pengamatan diketahui suhu kandang pada pukul
06.30 adalah 24,5 C dan 72% sedangkan pada pukul 13.00 adalah 32,4°C
dan 49%, sedangkan pukul 16.54 suhunya 28,5° dan kelembaban 54%.
Abidin (2006) menjelaskan bahwa berdasarkan letak geografis,
suhu lingkungan harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi
pemeliharaan ternak kambing dan domba. Suhu lingkungan yang tinggi
dapat menyebabkan konsumsi pakan menurun dan berakibat pada
menurunnya laju pertumbuhan dan kemampuan reproduksi. Suhu
lingkungan yang terlalu rendah, ternak cenderung mengecilkan tubuh dan
berdesak-desakan untuk mengurangi luas permukaan tubuh. Ternak
ruminansia pada umumnya dapat tumbuh optimal di daerah dengan suhu
170C sampai 270C. Tingkat kelembaban tinggi (basah) cenderung
berhubungan dengan tingginya peluang bagi tumbuh dan berkembangnya
parasit serta jamur, sedangkan kelembaban rendah (kering) menyebabkan
udara berdebu yang membawa penyakit menular, dan menyebabkan
gangguan pernafasan. Kelembaban ideal bagi ternak potong adalah 60%
sampai 80%. Berdasarkan literatur yang didapat maka suhu dan
kelembaban kandang pada pagi hari telah sesuai dengan literatur
sedangkan suhu dan kelembaban kandang pada siang tidak sesuai
dengan literatur.
Antara suhu dan kelembaban udara mempunyai hubungan,
hubungan besaran suhu dan kelembaban udara atau biasa disebut
“Temperature Humidity Index (THI)” yang dapat mempengaruhi tingkat
stres ternak. THI normal adalah kurang dari 72 (Wierama et al., 2002).
Perhitungan THI bisa dilakukan dengan menggunakan rumus berikut
THI = 0,8 Ta + (RH x Ta)/500
Ta = suhu atau temperatur udara
RH = kelembaban udara
Hadi et al., (2012)
Moran (2006) menyatakan bahwa nilai THI yang ideal bagi ternak
adalah kurang dari 72, apabila nilai THI melebihi 72, maka ternak akan
mengalami stres ringan (72 ≤ THI ≤ 79), stres sedang (80 ≤ THI ≤ 89) dan
stress berat ( 90 ≤ THI ≤ 97). Soca (2010) menyatakan bahwa iklim di
Indonesia adalah super humid atau panas basah yaitu klimat yang
ditandai dengan panas yang konstan, hujan dan kelembaban yang terus-
menerus. Temperatur udara berkisar antara 21,11ºC sampai 37,77ºC
dengan kelembaban relatif 55 sampai 100%. Hasil yang diperoleh apabila
di bandingkan dengan literatur adalah pada pagi hari THI kandang telah
ideal untuk kenyamanan ternak yaitu 71,84, namun pada siang dan sore
hari THI kandang lebih dari 72 yaitu 81,11 dan 76,23 maka kondisi
kandang berada dalam kisaran suhu tinggi dan kelembaban tinggi dan
ternak mengalami stres ringan.

Pakan
Bahan pakan
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan
dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan
ternak yang memakannya. Bahan pakan yang diberikan pada ternak
kambing dan domba di kandang ternak potong diketahui melalui diskusi
bersama asisten. Bahan pakan yang diberikan antara lain rumput gajah
sebagai hijauan serta kleci dan sekawan sebagai konsentrat. Bahan
pakan beserta kandungan nutrien, harga, dan asalnya berdasarkan hasil
diskusi dapat diketahui pada tabel berikut:
Tabel 17. Bahan pakan kambing dan domba
Bahan Pakan BK (%) PK (%) Harga/kg (Rp) Asal
Rumput raja 18 9 0 Lahan HMT
Kleci 90,22 12,1 4200 Klaten
Sekawan 91 - 2200 Klaten
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, bahan pakan untuk ternak
sapi potong adalah rumput gajah, kleci, dan konsentrat sekawan. Safitri
(2011) menyatakan bahwa bahan pakan ternak dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan
jumlah serat kasar yang relatif banyak daripada berat keringnya, yaitu
lebih besar dari 18%. Konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit
daripada hijauan yaitu kurang dari 18% dan mengandung karbohidrat,
protein, dan lemak yang relatif banyak namun jumlahnya bervariasi
dengan jumlah air yang relatif sedikit. Berdasarkan literatur maka bahan
pakan yang digunakan untuk kambing dan domba di Kandang
Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan sudah tergolong
baik.
Penyusunan Pakan
Proses penyusunan pakan untuk ternak kambing dan domba di
kandang ternak potong diketahui dengan mengamati secara langsung
proses penyusunan pakan. Konsentrat yang terdiri atas kleci dan sekawan
dicampur dan diberikan pada pagi hari. Hijauan berupa rumput gajah
dichop dengan chopper dan diberikan ke kambing dan domba pada sore
hari. Hijauan dan konsentrat diberikan dengan perbandingan 60:40.
Rukmana (2001) menyatakan perbandingan ideal antara pakan
hijauan dengan konsentrat adalah 60:40. Apabila kualitas pakan hijauan
yang diberikan rendah, maka perbandingannya sedikit bergeser menjadi
55:45. Redaksi Agromedia (2009) menyatakan, pemberian pakan pada
domba dan kambing sebaiknya dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi
dan sore hari. Faktor yang mempengaruhi penyusunan pakan antara lain
umur, suhu lingkungan, palatabilitas dan kualitas bahan pakan, dan
kontinuitas bahan penyusunan ransum (Redaksi agromedia, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum, proses penyusunan
pakan di Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan
sesuai dengan literatur, yaitu pakan hijauan dan konsentrat diberikan
dengan perbandingan 60:40, serta pemberian pakan dilakukan dua kali
sehari yaitu pagi dan sore.
Metode Pemberian Pakan
Metode pemberian pakan pada kambing dan domba diketahui
melalui diskusi saat praktikum. Jenis pakan yang diberikan pada pagi hari
yaitu konsentrat dalam bentuk kering. Jenis pakan yang digunakan pada
pagi hari yaitu hijauan dalam bentuk telah dipotong-potong. Jumlah
pemberian hijaaun maupun konsentrat disajikan pada tabel
Tabel 18 . Metode Pemberian Pakan
Jumla Jumlah Pemberian (kg) Metode Pemberian
Hijauan Konsentrat Konsentra
Kandang h
Hijauan
Pg Sr Ss Pg Sr Ss t
ternak
Umbara
Restricte
n 16 27,3 Restricted
d
Kambing
Umbara
Restricte
n 22,5 37,7 Restricted
d
Domba
Berdasarkan hasil dari praktikum pemberian pakan yang dilakukan
saat praktikum dilakukan pada pukul 07.00 dan 15.00 WIB. Pemberian
konsentrat dalam keadaan bahan kering dan hijauan dalam bentuk
cacahan. Bahan pakan yang diberikan pada pagi hari berupa konsentrat
sedangkan pada sore hari berupa hijauan. Mathius (2001) menyatakan
bahwa jumlah pakan hijauan yang diberikan pada domba dan kambing
dewasa rata-rata 10% dari berat badan yang disajikan sedikit demi sedikit
dua hingga tiga kali sehari.
Menurut Dirjen Peternakan (2006), rumput gajah adalah rumput
yang produktivitasnya baik. Hijauan mengandung zat gizi seperti protein,
sumber tenaga, vitamin, dan mineral, sedangkan menurut Ngadiyono
(2007) kleci merupakan sumber protein yang bagus bagi ternak.
Pemberian pakan pakan harus dilakukan dengan cara yang benar karena
ternak kambing dan domba menggunakan mulutnya untuk mengambil
pakan. Hasil praktikum dibandingkan dengan literatur menunjukkan bahwa
metode pemberian pakan hijauan dengan cara di chooper sudah bagus
untuk kambing dan domba, sedangkan pemberian pakan konsentrat
dalam bentuk kering dapat menambah efisiensi biaya pakan, karena sisa
pakan masih dapat digunakan lagi.

Pengembangbiakan
Deteksi birahi
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa
deteksi birahi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara visual dan
didekati dengan pejantan. Secara visual dapat dilihat dari vulva yang
merah, bengkak, dan hangat (3A), ternak yang gelisah, melenguh-lenguh,
berusaha menaiki temannya, serta diam ketika didekati pejantan. Ginting
(2009) menyatakan bahwa deteksi birahi memiliki arti manajemen yang
penting untuk mengetahui atau memprediksi waktu melahirkan, dengan
demikian manajemen yang terkait dengan masa kebuntingan dan waktu
melahirkan dapat dikelola dan dipersiapkan dengan lebih
terencana.Tanda-tanda kebuntingan muncul kurang lebih tiga minggu
setelah terjadi perkawinan. Widiyono et al. (2011) menyatakan bahwa
deteksi birahi biasanya dilakukan secara visual dengan memperhatikan
perubahan fisik alat kelamin luar, yakni vulva yang membengkak, labia
minor yang berwarna merah, dan hangat, serta pada puncak birahi keluar
lendir.
Ternak yang baru bunting temperamennya gelisah, sedangkan
ternak bunting tua biasanya temperamennya tenang. Drajat (2002)
menjelaskan bahwa tingkah laku birahi adalah tingkah laku dari tenang
menjadi aktif. Tingkah laku birahi yang umumnya teramati umumnya
seperti dinaiki baik oleh jantan atau betina lain, menaiki betina lainnya,
bagian belakang ditekan dengan dagu hewan lain, menekankan dagu
pada belakang hewan lain, dicium vulvanya oleh hewan lain, mencium
vulva hewan lain (Ginting, 2011). Berdasarkan ciri-ciri yang didapatkan,
maka hasil praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Umur pertama kali dikawinkan
Berdasarkan pada praktikum yang sudah dilakukan, kambing dan
domba yang terdapat di Laboratorium Kandang Ternak Potong pertama
kali kawin pada betina umur 12 sampai 15 bulan, sedangkan pada ternak
jantan adalah 10 sampai 12 bulan. Domba mencapai kedewasaan kelamin
pada umur 10 sampai 12 bulan (Widi, 2007). Penentuan saat
mengawinkan ternak adalah 8 sampai 15 jam setelah ternak birahi. Umur
pertama kali dikawinkan pada saat praktikum sudah sesuai dengan
literatur.
Penentuan saat mengawinkan
Berdasarkan pada praktikum yang sudah dilakukan, penentuan
saat mengawinkan ternak yaitu kambing atau domba dipastikan umurnya
apakah sudah dewasa kelamin dan dewasa tubuh, kapan terakhir
beranak, dan siklus estrus, maka boleh dikawinkan kembali ketika anak
telah lepas kambing dan dombah ketika birahi. Namun jika baru pertama
kali maka dikawinkan saat estrus. Widi (2007) menyatakan, saat yang baik
untuk mengawinkan ternak adalah 12 sampai 18 jam setelah tanda-tanda
birahi muncul atau tampak. Penentuan saat mengawinkan pada saat
praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Metode perkawinan
Berdasarkan pada praktikum yang sudah dilakukan, metode
perkawinan yang digunakan yaitu secara alami. Widi (2007) menyatakan,
perkawinan kambing dan domba dilaksanakan dengan teknik kawin alam
dengan rasio jantan dan betina 1 banding 5 atau 10. Teknik Inseminasi
Buatan (IB) menggunakan semen beku atau semen cair dari pejantan
yang sudah teruji kualitasnya dan dinyatakan bebas dari penyakit hewan
menular yang dapat ditularkan melalui semen. Dalam pelaksanaan kawin
alam maupun IB harus dilakukan pengaturan penggunaan pejantan atau
semen beku atau semen cair untuk menghindari terjadinya kawin sedarah.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
metode perkawinan sesuai dengan literatur yakni dengan cara alami.
Tahap perkawinan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, tahap perkawinan
pada kambing dan domba yakni diletakkan pada kandang kawin setelah
calon induk birahi. Pejantan secara naluriah dapat mendeteksi tanda-
tanda silent heat pada calon induk birahi untuk kemudian siap dikawini
secara alami yakni dengan mounting. Mulyono (2005) menyatakan bahwa
pejantan memiliki kemampuan mendeteksi silent heat pada ternak betina.
Ternak betina yang siap kawin akan dinaiki oleh pejantan karena tidak
akan melakukan perlawanan pada saat proses perkawinan.Tahap
praktikum yang dilakukan saat praktikum dengan literatur yang ada telah
sesuai.
Deteksi kebuntingan
Kebuntingan adalah suatu periode sejak terjadinya fertilisasi
sampai terjadi kelahiran (Frandson, 1997). Deteksi kebuntingan pada
ternak ada beberapa macam, antara lain Non Return to Estrus (NR) yaitu
ternak yang bunting tidak akan estrus lagi, eksplarasi rektal yaitu deteksi
kebuntingan pada ternak yang besar karena palpasi uterus melalui dinding
rektum, ultrasonografi yaitu deteksi kebuntingan dengan probe untuk
mengetahui perubahan di rongga abdomen, imunologik dengan
pengukuran level cairan dari konseptus, uterus, atau ovarium yang
memasuki aliran darah induk, urin, dan air susu, dan konsentrasi hormon
yaitu mengukur konsentrasi hormon kebuntingan dalam cairan tubuh
(Lestari, 2006).
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diamati
kebuntingan pada kambing dan domba potong dengan tanda-tanda
seperti perut sebelah kiri membesar, puting turun, ambing membesar dan
lebih merah, nafsu makan naik menjelang kelahiran, dan temperamen
lebih tenang. Tanda-tanda ternak bunting adalah ternak tampak lebih
tenang, membesarnya perut sebelah kanan, ambing menurun, sering
menggesekkan badannya ke dinding kandang, dan tidak terlihatnya tanda
tanda birahi pada siklus birahi selanjutnya (Widi, 2007). Berdasarkan
pengamatan kebuntingan tanda-tanda yang didapat sesuai dengan
literatur yang ada.
Penanganan kebuntingan
Penanganan ternak yang bunting pada kandang Laboratorium
Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan Fakultas Peternakan dilakukan
pemisahan, penambahan pakan secara kualitas dan kuantitas serta pakan
berserat kasar diperbanyak. Sudarmono dan Sugeng (2008) menjelaskan
bahwa ternak yang sedang bunting harus segera dipisahkan dari
kelompok kambing dan domba yang tidak bunting dan pejantan. Pakan
untuk ternak bunting harus memiliki kandungan protein, mineral dan
vitamin yang cukup. Penanganan kebuntingan berdasarkan hasil
praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Penanganan kelahiran
Pengananan ternak sebelum kelahiran. Berdasarkan hasil
diskusi dapat diketahui penanganan ternak sebelum kelahiran yaitu ternak
dipindahkan ke kandang beranak sebelum melahirkan, lalu ambingnya
dicuci dengan air hangat, dan disiapkan alasnya dengan jerami atau
rumput. Ginting (2009) menyatakan bahwa ada beberapa tahap persiapan
sebelum kelahiran yang harus dilakukan pada induk. Persiapan tersebut
meliputi persiapan kandang induk dan anak, induk yang akan melahirkan
menunjukkan tanda-tanda gelisah, dan mengeluarkan cairan putih yang
kental dari vulva. Hasil praktikum menunjukan kesamaan dengan literatur
yaitu penanganan ternak sebelum kelahiran merupakan tahap persiapan.
Penanganan ternak pada saat kelahiran. Berdasarkan hasil
diskusi saat praktikum diketahui bahwa penanganan ternak saat kelahiran
yaitu memberikan sumber energi seperti cairan gula atau air molases agar
ternak tidak kelelahan dan ternak dibiarkan untuk melahirkan secara
normal, kemudian ternak dipantau jika terjadi kesulitan dalam melahirkan.
Ginting (2009) mengatakan bahwa penanganan kelahiran pada ternak
meliputi pemantauan ternak melahirkan secara normal atau tidak. Ternak
yang melahirkan secara tidak normal membutuhkan bantuan dari manusia
untuk menarik cempe. Tanda ternak melahirkan dengan normal yakni yang
pertama kali keluar adalah kepala diikuti dengan dua kaki depan. Kondisi
tidak normal seperti keluarnya kepada tanpa diikuti dua kaki depan.
Ternak yang melahirkan secara tidak normal dibantu menarik pedet saat
kesulitan mengeluarkan, namun cempe ditarik bersamaan dengan saat
ternak sedang kontraksi. Proses kelahiran normal biasanya butuh waktu
tidak lebih dari 30 menit, hal ini menunjukan bahwa penanganan ternak
saat kelahiran di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan
Kesayangan Fakultas Peternakan sudah sesuai dengan literatur.
Penanganan ternak setelah kelahiran. Berdasarkan hasil saat
praktikum diketahui bahwa penangan ternak setelah kelahiran pada
Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan yaitu
memastikan pedet dapat bernafas dengan melihat hidung pedet bebas
dari lendir, tali pusat dipotong 5 sampai 7 cm dari anak, memastikan
bahwa induk menyusui anaknya (colostrum), terakhir melakukan gembr.
Ginting (2009) mengatakan bahwa penanganan pasca ternak melahirkan
prinsipnya mempererat hubungan antara anak dan induk. Hubungan yang
baik antara anak dan induk mempengaruhi ketersediaan atau akses air
susu induk untuk anak yang baru dilahirkan. Tindakan induk yang menjilat
seluruh tubuh anak merupakan cara paling efektif untuk membentuk
hubungan tersebut. Induk yang menolak menjilat anaknya dibantu dengan
membaringkan anak di dekat hidung agar induk dapat membersihkan
anaknya dengan menjilat sekujur tubuh. Tubuh anak dibersihkan dengan
kain kering dan bersih serta dibersihkan di bagian hidung agar anak dapat
bernapas dengan lancar. Induk dan anak dapat ditempatkan pada
kandang beranak selama kurang lebih satu minggu, setelah itu pedhet
dan induk langsung dipisah.Hasil yang didapat saat praktikum tentang
penanganan ternak sesudah kelahiran sudah sesuai dengan literatur.
Penanganan prasapih
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, terdapat beberapa
penanganan ternak praternakh antara lain seperti ternak yang baru lahir
diberi alas jerami kering atau alas lainnya yang dapat menyerap air. Hal ini
dikarenakan ternak setelah kelahiran masih berair setelah dari perut
induk, selain itu untuk meminimalisir benturan karena ternak yang baru
lahir rawan penyakit. Ternak diberi kolostrum kurang lebih selama
seminggu untuk pembentukan antibodi. Ternak yang telah akan di ternakh
diberi konsentrat starter untuk memicu protein mikrobia pada rumennya.
Setelah itu barulah ternak dapat diternakh dan dipisahkan dari induknya.
Ginting (2009) menyatakan bahwa ternak praternakh memerlukan kontak
fisik dengan induk seperti meminum kolostrum langsung dari ambing
induk atau apabila tidak bisa dapat dengan bantuan manusia. Hasil
praktikum telah sesuai dengan literatur yang ada.

Perawatan dan Pengendalian Penyakit

Penanganan ternak
Ternak masuk. Berdasarkan hasil diskusi saat praktikum kegiatan
yang dilakukan untuk penanganan ternak masuk antara lain ternak
diidentifikasi dan direcording, di cek kesehatannya, diberi obat cacing,
ditimbang dan dimasukkan ke kandang karantina selama 2 minggu.
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui bangsa dan keturunannya.
Pemberian obat cacing dilakukan untuk mencegah terjadinya sakit pada
ternak. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat awal ternak dan
pemantauan perkembangan bobot badan ternak. Ternak dimasukkan
kandang karantina dilakukan untuk mencegah penularan penyakit yang
dibawa ternak. Redaksi Agro Media (2009) menyatakan bahwa
ternak yang baru tiba kadang-kadang mengalami stres sehingga perlu
dipisahkan sementara dari ternak yang lain. Ternak bakalan yang baru
dibeli hendaknya dimasukkan ke kandang karantina. Berdasarkan hasil
praktikum dan dibandingkan dengan literatur bahwa perawatan ternak
masuk di kandang sudah sesuai.
Pemeliharaan ternak. Berdasarkan hasil diskusi saat praktikum
kegiatan yang dilakukan untuk pemeliharaan ternak antara lain ternak
diberi pakan dan minum, dikontrol kesehatannya, diberi obat cacing setiap
3 bulan sekali, diberi vitamin B komplek setiap 3 bulan sekali dan
penyesuaian pakan, menggunting rambut dan kuku selama 2 minggu
sekali, dipantau kesehatannya, dan sanitasi. Pemberian vitamin dan obat
cacing dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak. Penyesuaian pakan
dilakukan agar mikrobia rumen dapat menyesuaikan diri pada nutrisi yang
terdapat dalam pakan. Fikar dan Ruhyadi (2010) menyatakan bahwa
perawatan kesehatan dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan
serangan hama dan penyakit pada ternak. Hal penting yang perlu
diperhatikan dalam perawatan ternak antara lain sanitasi, kandang dan
peralatan. Hal ini menunjukkan bahwa pemeliharaan ternak sudah sesuai
dengan literatur.
Ternak keluar. Ternak yang keluar ditimbang terlebih dahulu.
Alasan ternak keluar juga menjadi bagian dari pendataan. Kesehatan
ternak yang keluar masih dipantau dengan di cek kesehatannya,
memberikan obat cacing, memandikannya dan menimbang berat badan
ternak sebelum keluar. Rianto dan Endang (2010) menyatakan bahwa,
salah satu tujuan pemeliharaan ternak adalah untuk memanfaatkan hasil
ternak. Salah satu cara memanfaatkan hasil ternak adalah dengan
menjual bibit unggul. Penjualan ini merupakan proses keluarnya ternak
dari suatu peternakan, maka perlu dilakukan pengecekkan terlebih
dahulu, seperti kesehatan dan tertutama bobot badannya. Apabila
dibandingkan dengan literatur, hasil yang diperoleh dari praktikum yaitu
perawatan ternak yang dilakukan sesuai dengan literatur, sehingga
perawatan ternak yang dilakukan dapat dikatakan baik. Hal ini
menunjukkan bahwa penanganan ternak keluar sudah sesuai dengan
literatur.
Ciri-ciri ternak sehat dan sakit
Berdasarkan hasil diskusi dengan asisten saat praktikum, dapat
diketahui bahwa kondisi ternak sakit memiliki ciri-ciri mata sayu, keluar
lendir berlebihan dari hidung, nafsu makan turun, dan ternak lesu, ciri-ciri
ternak sakit juga tergantung pada penyakit yang diderita. Ciri untuk ternak
yang sehat adalah mata cerah, hidup bersih, nafsu makan baik dan ternak
lincah. Ngadiyono (2012) menyatakan bahwa ciri-ciri ternak sehat yaitu
makan teratur, pernafasan tenang dan teratur, hewan tidak kurus, kulit
mulus tidak ada luka, mata jernih dan terang, tidak ada pembengkakan di
sekitar mata, kulit elastis dan lemas, anus bersih, dan feses normal.
Setiadi (2001) menyatakan bahwa kondisi tubuh ternak yang sehat adalah
ternak yang memiliki nafsu makan tinggi, bereaksi ketika disentuh, mata
jernih, hidung memiliki sedikit ingus dan tidak berbau, waktu istirahat
digunakan untuk memamah biak, feses tidak mencret atau tidak berdarah.
Santoso (2001) menyatakan bahwa ciri-ciri ternak yang sakit yaitu, nafsu
makan menurun, lesu, pernafasan cepat, kepala terkulai, hewan kurus,
hidung dan mulut berdarah atau bernanah, mata buram dan merah,
terdapat luka di mulut dan pucat, bulu kusam dan kotor, ada luka di
permukaan kulit, kulit tidak lemas dan elastis, anus kotor, feses berlendir
ada darah dan cacing, dan ada bengkak di bagian tubuh. Berdasarkan
hasil praktikum ciri-ciri ternak sehat dan sakit telah sesuai dengan literatur.
Penanganan ternak sakit
Berdasarkan pada praktikum yang sudah dilakukan pencegahan
penyakit yang di kandang Laboratorium Ternak Potong Kerja dan
Kesayangan antara lain dengan pengisolasian ternak, mendeteksi
penyakit, dilakukan pemberian obat sesuai dengan hasil diagnosa,
kemudian dilakukan pengawasan hingga ternak sembuh. Muttaqin dan
Novia (2011) menyatakan bahwa penanganan pada ternak yang sakit
adalah dengan melakukan isolasi dan pengobatan pada ternak yang sakit.
Pencegahan penyakit-penyakit yang sering menyerang ternak antara lain
menghindari kontak langsung dengan ternak yang sakit, membersihkan
kandang dengan baik dan berkesinambungan, memisahkan ternak yang
terjangkit penyakit di tempat berbeda dan jauh dari ternak yang sehat,
memeriksakan kesehatan ternak secara berkala, membersihkan kandang
dan dan peralatan dengan cara disinfektan secara periodik, dan
memberikan vaksinasi secara teratur. Berdasarkan hasil praktikum
penanganan ternak sakit sudah sesuai dengan literatur.

Limbah Peternakan

Macam Limbah
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan penanganan limbah di
kandang ternak Laboratorium ternak potong, kerja dan kesayangan,
diperoleh data mengenai penanganan dan macam limbah yang disajikan
pada Tabel 19.
Tabel 19. Penanganan dan Macam Limbah
Macam limbah Penanganan Pengolahan
Ditampung dan
Feses -
diangkut
Urin Dibiarkan mengalir -
Ditampung dan
Sisa Pakan -
diangkut
Hasil yang diperoleh dari diskusi adalah limbah yang dihasilkan
oleh ternak antara lain feses, urin, dan sisa pakan. Rahmawati (2013)
menyatakan bahwa limbah peternakan sapi terdiri dari feses, urin, dan
sisa pakan. Macam limbah yang ada di kandang ternak potong diketahui
melalui diskusi bersama asisten serta pengamatan langsung pada saat
praktikum. Widi et al., (2008) menyatakan bahwa limbah usaha
pemeliharaan ternak potong yang paling utama dihasilkan adalah kotoran
ternak (manure), disusul urin, sisa pakan, serta alas (bedding) (Widi et al.,
2008). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, macam limbah yang
dihasilkan di Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan
Kesayangan sama seperti yang ada diliteratur.
Penanganan limbah
Limbah peternakan di Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja,
dan Kesayangan berupa feses, urin, dan sisa pakan hanya ditampung
tanpa dilakukan pengolahan. Limbah yang tidak ditangani dengan baik
menimbulkan bau yang dapat mengganggu lingkungan sekitar kandang.
Limbah urin dialirkan melalui selokan. Sisa pakan ditimbun dijadikan satu.
Sudiarto (2008) menjelaskan bahwa salah satu alternatif penanggulangan
limbah peternakan adalah meningkatkan produksi pupuk organik melalui
pengelolaan dan pemanfaatan limbah secara optimal. Berdasarkan uraian
tersebut penanganan limbah yang ada di peternakan tidak sesuai dengan
literatur yaitu hanya ditimbun saja tidak dilakukan penanganan lain.
Pengolahan limbah
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diketahui bahwa limbah
feses, urin dan sisa pakan yang ada di Kandang Laboratorium Ternak
Potong, Kerja, dan Kesayangan ditampung di bagian belakang kandang.
Limbah yang dihasilkan tidak dilakukan pengolahan lebih lanjut. Urin
mudah menguap dan biasanya bercampur dengan feses, sehingga sulit
untuk menampungnya. Hal ini dapat mencemari lingkungan sekitar dan
menimbulkan bau yang tidak enak, sehingga diperlukan penanganan yang
khusus untuk dapat memanfaatkan limbah peternakan tersebut agar
menjadi bernilai guna yang tinggi.
Rahmawati (2013) menyatakan bahwa pengolahan limbah
peternakan dapat dilakukan dengan cara anaerob atau fermentasi
sehingga dapat menghasilkan biogas. Limbah peternakan pada umumnya
diolah untuk dijadikan pupuk organik. Limbah yang dihasilkan oleh ternak
di Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan tidak
sesuai dengan literatur dan masih belum dapat termanfaatkan.
BAB III
PERMASALAHAN DAN SOLUSI

Permasalahan
Permasalahan yang terjadi adalah mengenai manajemen
pengolahan limbah yang belum dijalankan sehingga kurang menghasilkan
keuntungan. Salah satu permasalahan yang penting terutama terkait
masalah penanganan limbah yang belum dilakukan. Masalah penanganan
limbah akan berdampak pada pencemaran lingkungan sekitar, karena bau
dari limbah akan mengganggu area sekitar kandang Selain itu terkait
dengan manajemen pemberian pakan yang belum sesuai dengan
kebutuhan ternak.

Solusi
Berdasarkan permasalahan yang ada di Kandang Laboratorium
Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan, solusi yang dapat diberikan yaitu
sebaiknya menyediakan lahan khusus untuk mengolah limbah feses, urin
dan sisa pakan. Kandang dapat dipindahkan ke lahan yang jauh dari
penduduk, batas agar warga juga merasa nyaman. Keluhan dari
masyarakat sekitar dapat berkurang apabila dilakukan pengelolaan limbah
dan sanitasi yang lebih teratur.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum manajemen pemeliharaan sapi yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa manajemen pemeliharaan sapi di
Kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada sudah cukup baik. Tataletak pada
kandang praktikum cukup baik karena lokasi gudang pakan berdekatan
dengan kandang sehingga mempermudah manajemen kandang.
Manajemen yang dilakukan meliputi pemilihan ternak, manajemen
pendataan, manajemen perkandangan, manajemen reproduksi,
manajemen perawatan dan kesehatan ternak yang dilakukan sudah cukup
baik. Namun, letak lokasi perkandangan yang dekat dengan pemukiman
warga merupakan salah satu hal yang masih dianggap kurang tepat.

Saran
Manajemen pemeliharaan sapi di Kandang Laboratorium Ternak
Potong, Kerja, dan Kesayangan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada sudah cukup baik. Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya
sanitasi kandang lebih diperhatikan lagi. Limbah peternakan yang
dihasilkan oleh ternak diolah dan dimanfaatkan sebaik mungkin agar
menjadi produk yang lebih bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta
Arum, S. S. 2009. Pengolahan limbah ternak di UPTD Aneka Usaha
Ternak Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Sragen.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Ayuni, N. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan dan Pengembangan Ternak
Sapi Potong Berdasarkan Sumber Daya Lahan di Kabupaten
Agam, Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Insitiut
Pertanian Bogor.
Baliarti, Endang., N. Ngadiyono., G. Murdjito., I.G.S. Budiarta., Panjono.,
T.S.M. Widi dan M.D.E. Yulianto. 2013.Ilmu Ternak Potong, Kerja,
dan Kesayangan. Fakultas Peternakan Ugm. Yogyakarta.
Basya, S. 2009. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2006. Statistik Peternakan. Direktorat
Jenderal Peternakan. Jakarta.
Hadi, R., Komang, A. L., dan Gunadi, I. G. A. 2012. Evaluasi indeks
kenyamanan taman kota (lapangan puputan badung I Gusti
Ngurah Made Agung) Denpasar, Bali. E-Jurnal Agroekoteknologi
Tropika. 1(1). 34-45.
Harianto, B. 2008. Penggemukan Kebutuhan Zat-zat Pakan Ruminansia
KecilDalam Produksi Kambing Dan Domba Di Indonesia. Sebelas
Maret University Press.Surakarta.
Kaharudin. 2010. Manajemen Umum Limbah Ternak Untuk Kompos dan
Biogas. Kementrian Pertanian. NTB.
Kementerian, Pertanian. 2014. Pedoman Pembibitan Kambing dan
Domba yang Baik. Direktorat Pembibitan Ternak. Jakarta.
Mathius, I. W dan A. P. Sinurat. 2001. Pemanfaatan Bahan Pakan
Inkonvensional Untuk Ternak. Wartazoa Vol. 11 No. 2 2001. Balai
penelitian Ternak. Bogor.
Moran, John. 2005. Tropical Dairy Farming: Feeding Management for
Small Holder Dairy Farmers in the Humid Tropics. Landlinks Press.
Oxford.
Mulyono, S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing Domba. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT. Citra Aji Pratama, Yogyakarta.
Purwadi A., N. Delly, K. Karim, M.B.M. Amin, dan H. Natalie. 2005. Tata
Laksana Pemeliharaan Sapi. Departemen Pertanian
Direktorat Jenderal Peternakan. Palembang.
Redaksi Agromedia. 2009. Petunjuk Praktis Menggumkkan Domba,
Kambing, dan Kambing dan domba Potong. AgroMedia Pustaka.
Jakarta
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Sapi Potong. PT Penebar Swadaya.
Jakarta.
Rismayanti, Yayan. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Domba. Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Bandung.
Rukmana, H. R. 2001. Silase dan Permen Ternak Ruminansia. Kanisius.
Yogyakarta
Safitri, T. 2011. Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt
Lembu Jantan Perkasa Serang – Banten.Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Santoso, U., 2004. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Swadaya.
Jakarta.
Sarwono, B., dan H.B. Arianto. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara
Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sonjaya, A. 2008. Perancangan fasilitas fisik usaha ternak sapi perah
skala komersial di kecamatan Cibungbulang, kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sudarmono, A.. 2008. Beternak Domba. Penebar Swadaya. Depok.
Sudarmono, A.S., Y.B. Sugeng. 2011. Sapi Potong. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Suhaely, A. 2008. Perancangan fasilitas fisik usaha ternak puyuh skala
komersial di kecamatan Ranca Bungur, kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sunardi. 2015. Manfaat Recording Terhadap Dunia Peternakan.BBIB
Singosari.Malang.
Suretno, N. D., dan Basri, E. 2008. Tata laksana perkandangan ternak
kambing di dua lokasi Prima Tani provinsi Lampung. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 545-551.
Sutama, I-Ketut dan IGM Budiarsana.2011. Panduan Lengkap Kambing
dan Domba. Penebar Swadaya. Jakarta.
Widi, T.M., A. Agus, A. Pertiwiningrum, dan T. Yuwanta. 2007. Road Map
Pengembangan Ternak Sapi Potong Provinsi D.I. Yogyakarta.
Penerbit Ardana Media. Yogyakarta.
Widi, T.S.M, E. Baliarti, N. Ngadiyono, G. Murtidjo, I.G.S. Budisatria. 2008.
Industri Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan. Fakultas
Peternakan UGM. Yogyakarta.
Wierema, F. 2002. Heat Stress and Cooling Cows. In. Chestnut A&D
Haouston.
Yulianto, P. dan S. Cahyo. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara
Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.
LAMPIRAN

SISTEM USAHA
ACARA III.
SISTEM USAHA
DI PANDARAN ARTA
PERKASA
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-
faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja, dan modal untuk
menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan usaha ternak dipengaruhi
faktor bibit, pakan, dan manajemen. Manajemen usaha ternak mencakup
pengelolaan perkawinan, pemberian pakan, perkandangan, kesehatan
ternak, penanganan hasil ternak, pemasaran, dan pengelolaan tenaga
kerja (Abidin, 2002).
Industri ternak terutama sapi potong mulai diminati karena
merupakan usaha yang menjanjikan. Industri penggemukan sapi potong
merupakan usaha yang menjanjikan dan paling banyak berjamur saat ini
karena perputaran uangnya yang cepat dan resiko yang minim. Sistem
usaha penggemukan adalah fase akhir pemeliharaan sapi sebelum
dipotong, dimana ternak sapi selalu berada di dalam kandang dan
mendapatkan pakan yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan hidup
pokok serta kebutuhan produksi, dengan tujuan dicapainya kenaikan
bobot badan yang tinggi dan efisien. Usaha penggemukan adalah usaha
pemeliharaan sapi di dalam kandang tertentu, tidak dipekerjakan dan
hanya diberi pakan dengan nutrien yang optimal untuk menaikkan bobot
badan dan kesehatan sapi yang maksimal.
Perkembangan sapi potong di Indonesia belum begitu memadai
dan belum begitu maju seperti negara-negara maju. Hal ini tentu saja
banyak faktor penyebabnya, antara lain para petani ternak belum
memberikan perhatian sepenuhnya, terutama pada segi pemeliharaan,
pemberian makan dan bibit yang dipergunakan. Selain itu di Indonesia
masih berlaku konsumen musiman, yaitu yang hanya menginginkan dan
membeli daging sapi terbatas pada hari besar saja dan diluar hari itu
pemasaran menjadi sepi, dan konsumen belum bisa menghargai mutu
daging yang disebabahan keringan kurangnya pengetahuan baik
mengenai manajemen ataupun produksi daging. Sampai saat ini ternak
sapi di Indonesia belum bisa memberikan produksi seperti ternak sapi di
luar negeri karena sifat pemeliharaannya yang masih tradisional, tidak
adanya seleksi yang terarah, dan belum ada suatu penelitian yang bisa
memberikan petunjuk jenis sapi mana yang bisa digemukkan di daerah
tropis. Sapi potong merupakan ternak yang mampu menghasilkan nilai
protein yang tinggi.
Sapi potong di Indonesia mempunyai peranan yang sangat
penting.Produksi daging sapi dan hasil ikutan lainnya dibutuhkan oleh
masyarakat. Seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia,
kebutuhan akan daging dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Peternakan-peternakan sapi potong (dalam industri kecil maupun besar)
harus selalu ada dan ditingkatkan produksinya setiap tahun.

Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum sistem usaha ternak potong adalah untuk
mengerti tentang manajemen ternak potong khususnya komoditas sapi
dalam skala industri atau perusahaan. Manajemen meliputi pengadaan
ternak, pemilihan dan seleksi ternak, transportasi atau pengangkutan
ternak, pendataan atau recording ternak, penanganan ternak sebelum
pemeliharaan, komposisi dan struktur ternak, perkandangan, fasilitas
kadang, perlengkapan kandang, peralatan kandang, pakan ternak,
reproduksi ternak, perawatan dan kesehatan ternak, limbah peternakan,
pasca panen dan pemasaran, dan analisis usaha.Mengetahui berbagai
masalah dalam industri ternak potong serta memberi solusi teradap
permasalahan yang ada.
Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum sistem usaha ternak potong adalah agar
praktikan dapat memperoleh ilmu tentang cara manajemen pemeliharaan
ternak khususnya komoditas sapi dalam skala industri atau perusahaan.
Praktikan diharapkan mendapat pengetahuan baru. Praktikan diharapkan
kritis terhadap permasalahan yang ada untuk dapat mendorong minat
agar mengaplikasikannya di masyarakat khususnya dalam bidang
pemeliaraan ternak komoditas sapi.
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN

Perusahaan Pandanaran Arta Perkasa merupakan salah satu


cabang dari PT. Widodo Makmur Perkasa. PT. Pandanaran Arta Perkasa
didirikan oleh Bapak Tumiono yang pada awalnya merupakan bisnis
keluarga.PT. Pandanaran Arta Perkasa. Perusahaan tersebut berdiri
berasal mula pada tahun 1996, awalnya didirikan oleh koperasi atau
kelompok ternak Widodo Makmur, namun seiring berjalannya waktu
koperasi tersebut tidak berjalan.Tahun 1999, PT Widodo Makmur didirikan
di daerah Klaten, namun perusahaan tersebut kembali tidak berjalan.
Tahun 2002, perusahaan tersebut didirikan di daerah Gunung Putri, Bogor.
Tahun 2003, perusahaan tersebut mendirikan kembali kandang di daerah
Klaten dengan nama PT. Pasir Tengah, dalam rangka ingin
mengembalikan kembali identitas PT. Widodo Makmur Perkasa,
perusahaan tersebut pada tahun 2012 mengubah nama perusahaannya
menjadi PT. Pandanaran Arta Perkasa, hingga berkembang sampai
sekarang dengan kandang yang memiliki populasi ternak rata-rata 800
ekor.
PT. Pandanaran Arta Perkasa adalah perusahaan yang bergerak di
bidang breeding dan fattening sapi. Lokasi perusahaan tersebut terdapat
di Klaten, Gunung Putri Bogor, dan Cileungsi Bogor. Lokasi yang di
kunjungi pada saat praktikum adalah di daerah Klaten.
BAB III
KEGIATAN PRAKTIKUM

Praktikum Sistem Usaha dilaksanakan pada tanggal 14 April 2018


di perusahaan Pandanaran Arta Perkasa. Praktikum Sistem Usaha
melakukan beberapa aktivitas yang dapat menambah pemahaman
mengenai sistem usaha penggemukkan sapi potong. Hal-hal yang
dipelajari selama praktikum adalah mengetahui data pengadaan ternak,
proses pembelian, pendataan, pemeliharaan,perkandangan, pakan,
reproduksi, perawatan dan kesehatan ternak, pasca panen dan pemasarn.
Data-data tersebut diperoleh dengan melakukan pengamatan,
perhitungan, dan wawancara ke pekerja langsung. Hasil dari kegiatan
tersebut akan diolah dan dianalisis dan dibandingkan dengan literatur,
sehingga nanatinya dapat dijadikan sebuah kesimpulan dan data yang
valid dan dapat dipertanggungjawabkan serta menjadi ilmu dan informasi
yang bermanfaat. Praktikum dimulai pada pukul 07.30 WIB dengan
briefing untuk perjalanan menuju Pandanaran Arta Perkasa. Kegiatan
praktikum di Pandanaran Arta Perkasa dimulai pukul 09.30 WIB dengan
berkeliling kandang dan diskusi mengenai sistem usaha dan berakhir
pada pukul 12.30 WIB.

Pengadaan Ternak
Pemilihan ternak
Kriteria bakalan untuk penggemukan. Ternak untuk
penggemukan sapi potong adalah ternak yang digunakan untuk
pertambahan berat badan yang optimal dalam waktu yang singkat dengan
memperhatikan efisiensi pemeliharaan dan permintaan pasar (Wijono et
al., 2001). Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara
diskusi langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran
Arta Perkasa. Kriteria bibit untuk pembesaran adalah ternak yang sehat,
mata bersinar, bentuk kaki sempurna dan tidak berbentuk X atau O,
memiliki badan panjang dan tinggi yang proporsional, bentuk tracak
bagus, dan bobot kurang lebih 300 kg.
Murtidjo (2009) menyatakan bahwa syarat bibit yang digunakan
untuk pembesaran adalah sapi harus sehat, usia masih muda, dan tidak
memiliki riwayat penyakit yang membahayakan. Ngadiyono (2012)
menyatakan bahwa untuk kriteria bakalan yang dipilih dalam usaha
penggemukan adalah jenis kelamin sapi yang digunakan untuk
penggemukan adalah jantan atau jantan kastrasi kerena lebih cepat
pertumbuhannya daripada betina, ternak sehat, kulit lentur dan bersih,
mata bersinar, nafsu makan baik, badan persegi panjang, dan dada lebar.
Wijono et al. (2001) menyatakan bahwa ternak untuk penggemukan
memiliki berat badan berkisar 300 kg.Hasil kegiatan praktikum dapat
dinyatakan sesuai dengan literatur.
Kriteria calon induk dan calon pejantan. Berdasarkan hasil
praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah
satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Kriteria calon induk
adalah sehat dan memiliki organ reproduksi yang normal, biasanya akan
di cek dengan cara palpasi. Kriteria calon pejantan adalah memiliki libido
yang tinggi, sudut penis kurang dari 45o, dan bentuk testis yang sempurna.
Prabowo (2003) menyatakan bahwa pemilihan bibit ternak untuk indukan
adalah memiliki tubuh sehat, tidak terlalu gemuk dan tidak cacat,
konformasi tubuh seimbang antara bagian depan dan belakang, bulu
bersih dan mengkilap, alat reproduksi normal, memiliki ambing yang
normal, dan memiliki sifat keibuan. Pemilihan bibit ternak untuk pejantan
yaitu kondisi tubuh sehat, tubuh besar (sesuai umur), bulu bersih dan
mengkilap, badan panjang, kaki lurus, tidak cacat, tumit tinggi, kaki kuat,
penampilan gagah, aktif dan nafsu kawin tinggi, mudah ereksi, buah zakar
normal.
Ngadiyono (2012) menyatakan bahwa penentuan calon induk dan
calon pejantan yang baik diperlukan dalam usaha pembibitan ternak
(breeding) agar dihasilkan anakan yang mempunyai genetis unggul. Calon
induk yang baik diantaranya mempunyai siklus estrus normal yaitu 21 hari,
tubuh tidak cacat, berbadan tidak terlalu kurus maupun tidak terlalu
gemuk, tidak mempunyai gen pembawa penyakit, dan telah dewasa tubuh
dan kelamin (pada umur 18 sampai 24 bulan). Induk yang kurus dapat
mengakibatkan abortus pada saat kelahiran sedangkan induk yang
kegemukan dapat mengakibatkan distokia atau kesulitan dalam
melahirkan.Pejantan yang baik adalah memiliki kesuburan tinggi, daya
menurunkan sifat produksi yang tinggi ke anaknya, umur sekitar 4 sampai
5 tahun, berasal dari induk yang baik, besar badannya sesuai dengan
umur, mempunyai postur tubuh yang yang normal, dan bebas dari
penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.
Metode pengadaan ternak
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi
langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta
Perkasa. Metode pengadaan ternak di perusahaan tersebut adalah
dengan cara berkerjasama dengan peternak di daerah Cianjur dan sapi
local dari prambanan. Target setiap pengadaan ternak sudah ditentukan
untuk setiap siklusnya, ternak akan di kirim ke perusahaan tersebut dalam
periode waktu tertentu hingga masa waktu yang telah disepakati bersama.
Hartono (2011) menyatakan bahwa metode pengadaan ternak tergantung
kesepakatan antara penjual dan pembeli. Hasil kegiatan praktikum dapat
dinyatakan sesuai dengan literatur.
Jumlah ternak yang dibeli persiklus pengadaan
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi
langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta
Perkasa. Jumlah ternak yang dibeli persiklus atau 4 bulan dari
pengadaannya sesuai dengan pasar, tiap bulannya 60 ekor dan
persiklusnya 240 ekor. Jumlah berdasarkan jumlah cash perusahaan dan
ketersediaan ternak untuk fattening. Ternak breeding tergantung pada
ketersediaan kandang, karena pemeliharaan breeding perlu waktu yang
cukup lama. Nugroho (2008) menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada
batasan, akan tetapi hal ini tergantung kepada peternak itu sendiri
sehubungan dengan penyediaan fasilitas penunjang yang ada, seperti
lahan untuk penyediaan pakan hijauan, atau kemudahan untuk
memperoleh pakan, kandang serta kemampuan peternak dalam
pengelolaan. Hasil kegiatan praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan
literatur.

Proses pembelian
Metode pembelian
Metode pembelian yang dilakukan di PT. Pandanaran Arta Perkasa
yaitu dengan metode langsung, memiliki BCS 2 sampai 3 dan ternak tidak
sakit. Sudarmono dan Sugeng (2011) menyatakan bahwa pembelian
ternak ialah membeli ternak-ternak yang memenuhi kriteria atau standar
tertentu. Berdasarkan hasil praktikum yang didapat, metode pembelian
sudah sesuai dengan literatur.
Cara penawaran
Berdasarkan praktikum yang didapat, cara penawaran yang
dilakukan di adalah dengan menawar langsung kepada penyedia ternak
kemudian dilakukan kesepakatan. Transaksi pembelian ternak dapat
dilakukan dengan cara ternak ditimbang berapa berat badannya,
penyepakatan harga per kg berat hidup, kemudian berat badan dikalikan
harga per kg berat hidup. Kemudian harga per ekor ternak tidak melihat
berapa berat badannya dan melihat penampilan luar saja kemudian ternak
tersebut ditawar dan dibeli. Nugroho (2008) menyatakan bahwa pembeli
biasanya menaksir berat badan ternak yang akan dibelinya. Hasil
praktikum yang didapat sudah sesuai dengan literatur.
Cara pembayaran
Berdasarkan praktikum yang didapat, cara pembayaran yang
dilakukan di PT. Pandanaran Arta Perkasa adalah dengan cara membayar
langsung. Nugroho (2008) menyatakan bahwa pembayaran langsung
dilakukan secara tunai setelah terjadi kesepakatan harga. Hasil praktikum
yang didapat sudah sesuai dengan literatur.
Transportasi
Alat transportasi. Berdasarkan hasil praktikum yang didapat, alat
transportasi yang digunakan untuk mengangkut ternak adalah Truck.
Sudarmono (2011) menyatakan bahwa perdagangan terdapat 4 sarana
angkutan yang digunakan yaitu penggiringan, truk, kapal laut dan kereta
api. Karena jarak yang relatif jauh antar daerah sentra konsumsi dan
sentra. Hasil praktikum yang didapat sudah sesuai dengan literatur.
Kapasitas. Berdasarkan hasil praktikum yang didapat pada saat
praktikum adalah mobil truck yang digunakan untuk mengangkut ternak di
PT. Pandanaran Arta Perkasa memiliki kapasitas 4 sampai 5 ekor dan masih
disortir. Fikar et al. (2012) menyatakan bahwa ternak biasanya diangkut
dengan menggunakan truck dengan kapasitas 3 sampai 5 ekor sapi
tergantung dari ukuran tubuh ternak. Hasil praktikum yang didapat sudah
sesuai dengan literatur.
Proses penaikan ternak dan penurunan ternak. Berdasarkan
hasil praktikum yang didapat, ternak dinaikan ke dalam kedalam truk
menggunakan loading dock. penaikan maupun penurunan ternak harus
menggunakan loading unit. Rianto dan Endang (2010) menyatakan bahwa
untuk menurunkan atau menaikan ternak menggunakan loading cute
(tempat menaikan atau menurunkan ternak dari atau ke truk) dan
diletakkan dengan baik sesuai dengan bak truk. Hasil praktikum sudah
sesuai dengan literatur.
Penanganan ternak selama pengangkutan. Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, PT. Pandanaran Arta Perkasa memiliki
penanganan ternak selama pengangkutan yaitu disediakan sekat untuk
membatasi feses ternak agar tidak kotor. Fachrulozi (2008) menyatakan
bahwa kendaraan untuk mengangkut ternak harus dilengkapi atap untuk
melindungi dari panas, hujan dan menurunkan temperatur lingkungan
serta ternak harus diberi pakan dan minum. Hasil praktikum yang didapat
sesuai dengan literatur.

Pendataan (Recording)
Macam recording
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi
langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta
Perkasa.Macam recording yang dilakukan sudah menggunakan sistem
barcode yang dicantumkan di ear tag ternak dandata kelahiran.Parameter
yang diamati adalah jenis recording, data yang diambil, dan prosedur
pendataan pada Tabel 20.
Tabel 20. Macam recording
Jenis recording Data yang diambil
Identifikasi Nomor dan berat badan
Reproduksi Tanggal kawin dan melahirkan
Penyakit Penyakit, pengobatan, obat dan dosis

Pelaksanaan recording pada ternak sapi pada beberapa negara


sudah tidak dengan metode manual (dengan kartu) namun sudah
dilakukan dengan sistem komputer dan barcode dalam mendukung
pengefisienan proses recording, contohnya pada negara Inggris, the
Pedigree Beef Recording yang diselenggarakan oleh Departemen
Pertanian selalu bekerjasama dengan Meat and Livestock Commision.
Variabel yang biasa dicatat dalam recording ternak adalah identitas sapi,
performans produksi (khusus pada sapi perah ditambah dengan data
produksi susu), performans reproduksi dan kesehatan ternak. Recording
yang berkesinambungan, dapat memberikan informasi tentang keadaan
dan kondisi ternak secara individu maupun secara keseluruhan dalam
kelompok ternak. Catatan yang paling ideal adalah catatan yang
sederhana namun lengkap, teliti dan mudah dimengerti oleh peternak.
Performans produksi yang diukur lebih banyak dititikberatkan pada bobot
badan umur tertentu, kecepatan pertumbuhan dan ukuran tubuh pada
umur tertentu yang secara ekonomis menguntungkan. Bobot badan yang
sering digunakan sebagai kriteria seleksi adalah bobot sapih, bobot badan
umur satu tahun dan bobot badan umur 18 bulan. Kecepatan
pertumbuhan meliputi pertambahan bobot badan harian sebelum dan
sesudah disapih, atau pertambahan bobot badan pada tenggang waktu
tertentu, sedangkan untuk ukuran tubuh yang sering diukur adalah tinggi
gumba, lingkar dada dan panjang badan (Hakim et al., 2010).
Recording dibagi menjadi pencatatan identitas, dokumentasi,
catatan khusus, dan sertifikat ternak. Identitas ternak dibagi menjadi
identifikasi fisik, penandaan fisik, dan penandaan tambahan. Identifikasi
fisik meliputi ciri-ciri fisik misalnya warna bulu, bentuk tanduk, bentuk
telinga, dan lain-lain. Penandaan fisik terbagi menjadi penandaan
permanen dan semipermanen, penandaan permanen adalah penandaan
yang bersifat tetap, dan semipermanen adalah penandaan yang bersifat
tidak tetap atau sementara (dapat diganti), sedangkan penandaan
tambahan adalah penandaan yang diberikan pada sapi di lingkungan sapi
tersebut hidup yang memudahkan dikenali meskipun dari kejauhan,
contohnya pemberian papan nama di atas masing-masing kandang,
berikut nama sapi, jenis sapi, atau kode sapi. Dokumentasi dapat
dilakukan melalui pembuatan sketsa atau gambar individu, profilnya, foto
maupun rekaman video. Catatan khusus meliputi nama sapi, tanggal lahir,
nomor kode ternak, asalnya, berat badannya, berat lahir, berat sapih,
bangsa, juga kesehatannya, catatan perkawinan atau inseminasi buatan.
Catatan ini harus memuat segala hal lengkap agar memudahkan bagi
tenaga medis atau perawat ternak yang lain melakukan penangan dan
mengurangi terjadinya kesalahan penanganan. Sertifikat ternak dilakukan
untuk memudahkan pelacakan terhadap tetuanya berkualitas unggul atau
tidak, memudahkan seleksi, menjaga penyebaran bibit semen di lapangan
agar tidak terjadi inbreeding.Sertifikat ternak ini yang sangat penting harus
memuat breeding, asal usul tetua pejantan dan betinanya, dan tanggal
lahir (Dinas Pertanian, 2014). Hasil kegiatan praktikum dapat dinyatakan
sesuai dengan literatur.

Pemeliharaan
Penanganan ternak sebelum program pemeliharaan
Penanganan bakalan/bibit. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah satu staff
perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penanganan bakalan atau
bibit adalah dari segi pakan dan perkandangan.Pakan dan minum yang
diberikan adalah dengan komposisi tertentu dan kandang dipisahkan
dengan induknya jika sudah disapih. Abidin (2002) menyatakan bahwa
penanganan ternak sebelum program pemeliharaan merupakan upaya
yang dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit. Pencegahan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti pemanfaatan kandang karantina,
menjaga kebersihan sapi bakalan beserta kandangnya, dan vaksinasi
berkala. Hasil kegiatan praktikum dapat dinyatakan tidak sesuai dengan
literatur.
Penanganan calon induk/pejantan. Berdasarkan hasil praktikum
yang didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah satu staff
perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penanganan calon induk atau
pejantan adalah dengan cara pakan dan minum yang diberikan adalah
dengan komposisi tertentu, sanitasi yang lebih rutin, dan kandang
dipisahkan dengan yang lain.Hal yang penting adalah selalu dilihat
perkembangan bentuk tubuhnya agar tetap baik. Sarwono (2008)
menyatakan bahwa ternak yang memasuki masa pubertas pemberian
pakannya harus diperhatikan jangan sampai tubuhnya berkembang terlalu
gemuk. Ternak yang gemuk tidak bisa dijadikan penjantan dan induk yang
baik karena akan menjadi pemalas dan nafsu kawinnya berkurang. Hasil
kegiatan praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan literatur.
Penanganan induk/pejantan. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah satu staff
perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penanganan induk atau
pejantan tetap sama dengan penanganan calon induk atau pejantan yang
lain, namun perbedaannya adalah kandang yang digabung antara jantan
dan betina, dengan breeding load setiap kandang adalah 1:25. (Gede et
al., 2008) menyatakan bahwa perbandingan jantan dan betina di dalam
suatu kandang dapat menentukan daya kompetisi pejantan untuk
mengawini ternak betina Kandang tersebut adalah kandang kawin.
Pejantan yang digunakan berasal dari kandang sendiri karena harga
pejantan yang relatif mahal. Pengaruh penentuan antara jantan dan betina
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain keadaan topografi kandang,
kondisi pastura, dan kondisi air yang tersedia. Jumlah banyaknya ternak
jantan dan betina dalam suatu kandang adapat mengoptimalkan
performans penajtan dalam peningkatan produksi, namun dapat
mempengaruhi kualitas dari semen. Hasil kegiatan praktikum dapat
dinyatakan sesuai dengan literatur.
Komposisi dan struktur ternak
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara
mengamati secara langsung ternak yang berada PT. Pandanaran Arta
Perkasa. Pengamatan komposisi dan struktur ternak dilakukan dengan
mendata seluruh ternak yang terdapat pada kandang ternak.Ternak
dibedakan berdasarkan umur, bangsa ternak, dan jenis kelamin pada
Tabel 21.
Tabel 21. Komposisi dan struktur ternak
Anak Muda Dewasa Total
Bangsa Janta Janta
Jantan Betina Betina Betina
n n
Brahman
30 65 80 25 9 250 459
Cross
Lokal - - - - 145 - 145
Total 30 65 80 25 234 250 604
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa
komposisi dan strukur ternak yang terdapat di kandang terdiri dari sapi
bull, Belgian blue, wagyu, lokal, sumba ongole, sumbawa, limosin. Sapi
bull atau pejantan 13 ekor jantan dewasa, sapi Belgian blue terdapat 2
ekor muda jantan dan 5 ekor dewasa betina, sapi wagyu terdapat 2 ekor
anakan jantan dan 5 ekor betina dewasa, sapi lokal, sapi sumba ongole
54 ekor jantan dewasa, sumbawa 1 ekor jantan dewasa, dan limosin
kurang dari 99 ekor. Widi (2008) menyatakan bahwa jumlah ternak jantan
jauh lebih banyak dibanding ternak betina dapat diindikasikan tujuan
pemeliharaan ternak tersebut adalah untuk fattening (penggemukan).
Blakely et al. (1998) menyatakan bahwa populasi ternak tiap bangsa, jenis
kelamin, dan umur di kandang berbeda-beda.Perbedaan tersebut dapat
disebabahan keringan karena beberapa faktor yaitu tujuan pemeliharaan,
iklim, kelembaban, biaya pemeliharaan, pakan yang tersedia, dan
penyebaran penyakit. Prajoga (2007) menyatakan bahwa program dalam
pemuliaan ternak pada populasi sangat terbatas untuk menghindari
perkawinan silang dengan genetik yang sama. Kejadian in breeding dapat
dikurangi dengan cara perencanaan komposisi ternak jantan dan ternak
betina. Perbandingan sex ratio jantan : betina adalah 1:20. Hasil kegiatan
praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan literatur.

Perkandangan
Lokasi
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan
caramengamati secara langsung dan berdiskusi dengan salah satu staff
yang berada PT. Pandanaran Arta Perkasa. Lokasi kandang adalah di
kampong Barengan RT 9 RW 4 Desa Jambakan, Kecamatan Bayar,
Kabupaten Klaten.Lokasi kandang dekat dengan pemukiman warga,
bagian belakang dan samping kandang dikelilingi dengan sawah.Lokasi
kandang relatif sulit diakses.Kandang memiliki sumber air yang baik dan
suhu lingkungan yang tidak terlalu tinggi. Susilawati et al. (2010)
menyatakan bahwa persyaratan lokasi yang ideal untuk membangun
kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman
penduduk tetapi mudah dicapai.Kandang harus terpisah dari rumah
tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat
menembus pelataran kandang. Pertimbangan dalam pemilihan lokasi
kandang antara lain tersedianya sumber air untuk minum, memandikan
ternak dan membersihkan kandang, dekat dengan sumber pakan,
transportasi mudah, terutama untuk pengadaan pakan dan pemasaran
dan areal kandang yang ada dapat diperluas. Hasil kegiatan praktikum
dapat dinyatakan sesuai dengan literatur.
Tataletak kandang
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara
mengamati secara langsung kandang yang berada PT. Pandanaran Arta
Perkasa.Tataletak kandang atau tataletak kandang merupakan salah satu
hal yang penting dalam mendukung manajemen perkandangan. Gambar
tataletak kandang disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Tataletak
peternakan dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar Keterangan
1. Pintu Masuk
9 2. Kantor
3. Gudang
5 7 Konsentrat
10
4. Mess Karyawan
5 7 5. Kandang Tambat
6. Penampungan
5 6 Feses
7. Kandang
Umbaran Pedet
5 5 8. Gudang Hijauan
9. Rumah Potong
5 5 Hewan
10. Kandang
Umbaran
2 4
5 11. Gazebo
3
12. Pendopo
13. Rumah Pemilik
8 14. Mushola

2
14 11

13 14 1 U
Gambar 16. Tataletak kandang PT. Pandanaran Arta Perkasa
Tataletak kandang yang ada di PT. Pandanaran Arta Perkasa terdiri
dari pintu masuk, kantor, gudang konsentrat, mess karyawan, kandang
tambat, penampungan feses, kandang umbaran pedet, gudang hijauan,
rumah potong hewan, kandang umbaran, gazebo, pendopo, rumah
pemilik, dan mushola. Arisuma (2005) menyatakan bahwa letak kandang
harus mudah dijangkau karena akan mempengaruhi dalam proses
manajemen pemeliharaan ternak. Hasil pengamatan pada kegiatan
praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan literatur.

Karakteristik kandang
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara
mengamati dan mengukur secara langsung karakteristik kandang yang
berada PT. Pandanaran Arta Perkasa. Pengamatan karakteristik kandang
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Karakteristik kandang
dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Karakteristik kandang
Kandang
Pengamatan
1 2
Jenis Kandang Umbaran Tambat
Atap
Asbes Asbes
- Bahan
Monitor Monitor
- Bentuk
Dinding semi terbuka
semi terbuka
- Tipe Semen, kayu, dan
besi dan semen
- Bahan besi
Ukuran lokal kandang 5.575,6 m2 519.552 m2
Isi ternak 500 300
Ukuran tempat pakan 29 m2 27 m2
Ukuran tempat minum 72 m2 75 m2
Ukuran selokan 64880 m2 -
Kemiringan kandang - 5%
Kemiringan selokan - 0,5%
Susilawati et al. (2010) menyatakan bahwa ada beberapa jenis
kandang ternak yaitu kandang individu, kandang kelompok, kandang
induk sapi, kandang pembesaran, kandang jepit, kandang pejantan, dan
kandang karantina. Rasyid et al. (2007) menyatakan bahwa kandang
individu adalah tipe kandang untuk pemeliharaan satu ternak satu
kandang atau ada sekat pemisah antara ternak.Kadang koloni atau
kandang komunal merupakan model kandang dalam suatu ruangan
kandang ditempatkan beberapa ekor ternak, secara bebas tanpa diikat.
Luas kandang individu disesuaikan dengan ukuran tubuh ternak,
contohnya sapi yaitu sekitar panjang 2,5 m dan lebar 1,5 m. Kelebihan
kandang individu dibanding kandang kelompok adalah sapi lebih tenang
dan tidak mudah stress, pemberian pakan dapat terkontrol sesuai dengan
kebutuhan ternak, menghindari persaingan pakan dan keributan dalam
kandang. Biaya kandang individu lebih tinggi dibanding kandang model
kelompok (umumnya untuk biaya pembuatan kandang, biaya tenaga kerja
untuk memandikan sapi dan pembersihan kandang). Kelebihan kandang
individu dibanding kandang kelompok yaitu sapi lebih tenang dan tidak
mudah stres, pemberian pakan dapat terkontrol sesuai dengan kebutuhan
ternak, menghindari persaingan pakan dan keributan dalam
kandang.Berdasarkan susunannya, terdapat beberapa macam kandang
individu yaitu satu baris dengan posisi kepala searah (head to head)dan
dua baris dengan posisi kepala searah dengan lorong ditengah, dua baris
dengan posisi kepala berlawanan (tail to tail) dengan lorong ditengah.
Kandang individu memiliki lorong ditengah pada kandang yang
mempunyai posisi kepala searah adalah untuk memberi pakan dan
minum, sedangkan pada kandang yang mempunyai posisi kepala
berlawanan (Rasyid et al., 2007).
Tenaga kerja untuk kandang koloni lebih efisien dibanding kandang
model individu, karena pekerjaan rutin harian adalah membersihkan
tempat pakan, minum dan memberikan pakan. Kandang koloni memiliki
bagian sisi kandang dilengkapi dengan tempat palungan yaitu pada sisi
depan untuk tempat pakan hijauan dan tempat air minum secara terpisah,
sedangkan pada sisi belakang kandang palungan untuk tempat pakan
penguat atau konsentrat.Kelebihan sistem perkandang ini adalah ternak
lebih bebas dan adanya rak penyimpanan pakan kering (seperti jerami)
sehingga pakan hijauan kering selalu tersedia (Rasyid et al., 2007).
Karakteristik kandang dapat dilihat pada Gambar 17.

a b
Gambar 17. Kandang (a) Kandang individu tambat dan (b)
Kandang umbaran
Susilowati et al. (2010) menyatakan bahwa atap kandang
umumnya terbuat dari bahan genteng, seng, rumbia, asbes dan lain-
lain.Daerah panas atau dataran rendah disarankan mengunakan bahan
genteng.Berdasarkan bentuk atap kandang, ada beberapa model atap
yaitu atap monitor, semi monitor, gable dan shade.Model atap untuk
daerah dataran tinggi hendaknya menggunakan shade atau gable,
sedangkan untuk dataran rendah adalah monitor atau semi monitor.Hasil
kegiatan praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan literatur. Karakteristik
kandang dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Macam-macam model atap kendang


(Susilowati et al., 2010)
(Susilowati et al., 2010) menyatakan bahwa dinding kandang
umumnya terbuat dari tembok, kayu, bambu atau bahan bangunan
lainnya.Lokasi kandang pada dataran rendah, yang suhu udaranya panas
dan tidak ada angin kencang, bentuk dinding kandang dirancang lebih
terbuka.Lokasi kandang pada daerah dataran tinggi dan udaranya dingin
atau daerah pinggir pantai yang anginnya kencang, dinding kandang
tertutup atau rapat. Kerangka kandang umumnya terbuat dari bahan besi,
besi beton, kayu dan bambu disesuaikan dengan tujuan dan kondisi yang
ada. Pemilihan bahan kandang hendaknya disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi dan tujuan usaha. Hasil kegiatan praktikum dapat
dinyatakan sesuai dengan literatur.
(Susilowati et al., 2010) menyatakan bahwa alas atau lantai
kandang harus kuat, tahan lama, tidak licin dan tidak terlalu kasar, mudah
dibersihkan dan mampu menopang beban yang ada diatasnya.Lantai
kandang dapat berupa tanah yang dipadatkan, beton atau kayu yang
kedap air.Umumnya lantai tanah diberi tambahan alas berupa serbuk
gergaji atau sekam, dan bahan lainnya seperti kapur atau dolomite
sebagai dasar alas. Kondisi litter kandang jika becek harus dilakukan
penambahan serbuk gergaji yang dicampur dengan kapur atau dolomit.
Lantai kandang berupa beton atau kayu sebaiknya dibuat miring
kebelakang untuk memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga
kondisi lantai tetap kering.Kemiringan lantai berkisar antara 2° sampai
5°.Lorong atau gang way merupakan jalan yang terletak diantara dua
kandang individu, untuk memudahkan pengelolaan seperti pemberian
pakan, minum, dan pembuangan kotoran. Lebar disesuaikan dengan
kebutuhan dan model kandang, umumnya berkisar antara 1,5 sampai 2,5
m. Lorong hendaknya dapat dilewati kereta dorong untuk membawa
bahan pakan dan bahan keperluan lainnya. Hasil kegiatan praktikum
dapat dinyatakan sesuai dengan literature. Karakteristik kandang dapat
dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Kemiringan lantai kandang


Rasyid et al. (2007)
Fasilitas, perlengkapan, dan peralatan kandang
Kegiatan yang dilakukan pada saat praktikum ialah mendata apa
saja yang termasuk fasilitas kandang. Fasilitas merupakan apa saja yang
tersedia pada suatu peternakan. Perlengkapan merupakan segala
sesuatu yang harus ada dalam fasilitas peternakan untuk menunjang
proses pemeliharaan. Perlengkapan perlu tersedia dan harus dalam
keadaan yang baik. Peralatan merupakan sesuatu yang tidak harus ada
dalam proses pemeliharaan, namun jika ada dapat menunjang proses
pemeliharaan. Peralatan kandang juga perlu disediakan apabila
menginginkan manajemen pemeliharaan yang baik. Pencatatan
perlengkapan dan perlatan kandang juga dilakukan pada praktikum
Berdasarkan hasil praktikum yang didapat ialah fasilitas kandang terdapat
pada Tabel 23.
Tabel 23. Fasilitas kandang
Fasilitas Perlengkapan Peralatan
Gudang pakan Papan pailet Troli
Tempat pisau
Pisau
RPH Tempat pemotongan
Kursi
Peristirahatan
Komputer Gembok
Kantor Meja Troli
Lemari Alat tulis
Jerami
Gudang jerami Troli
Papan
Tempat pakan
Kandang Tempat minum Troli
Alas kandang
Berdasarkan hasil praktikum yang didapat ialah fasilitas kandang
merupakan sesuatu yang berfungsi untuk menunjang dan mempermudah
aktivitas kandang. Contoh fasilitas kandang ialah kandang breeding dan
fattening, gudang pakan dan kantor. Widi et al. (2008) menyatakan bahwa
fasilitas kandang adalah sesuatu yang dapat menunjang aktivitas
dikandang. Fasilitas yang harus ada didalam satu area peternakan
meliputi kandang, lahan hijauan, dan gudang pakan. Hasil yang
didapatkan saat praktikum sesuai dengan literature.

Pakan
Bahan pakan
Bahan pakan adalah setiap bahan yang dapat dimakan, disukai,
dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dapat diabsorpsi dan bermanfaat
bagi ternak. Bahan pakan harus memenuhi semua persyaratan tersebut,
sedang yang dimaksud dengan pakan adalah bahan yang dapat dimakan,
dicerna dan diserap baik secara keseluruhan atau sebagian dan tidak
menimbulkan keracunan atau tidak mengganggu kesehatan ternak yang
mengkonsumsinya. Berdasarkan kandungan zat, bahan pakan di
kategorikan menjadi 5, yaitu pakan sumber energi yaitu pakan yang
mengandung protein kurang dari 20%, serat kasar kurang dari 18% dan
kandungan dinding sel kurang dari 39%, pakan sumber protein yaitu
pakan yang mengandung protein lebih dari 20%, sumber mineral, sumber
vitamin, dan pakan tambahan atau aditif (Subekti, 2009). Bahan pakan
dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Bahan pakan
Bahan Pakan Harga/kg (Rp.) Asal
Hijauan 430 Boyolali
Konsetrat -
Jerami 430 Klaten
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi
langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta
Perkasa. Bahan pakan yang digunakan adalah beberapa bahan pakan
dengan harga yang bervariasi dan asal yang berbeda-beda. Komposisi
bahan pakan yang digunakan setiap ternak sapi yang ada berbeda-beda
bergantung pada kebutuhan ternak dan tujuan pemeliharaannya.
Sarwono et al. (2008) menyatakan bahwa pakan sapi pada
umumnya berupa hijauan segar dan konsentrat. Tanpa pakan tambahan
berupa konsentrat pemberian hijauan segar sebagai pakan sapi
sebenarnya tidak efisien. Pakan hijauan terlalu banyak mengandung air
sehingga kadar nutrisinya relatif sedikit, walaupun volume pakan hijauan
yang diberikan banyak, tetapi jumlah nutrien yang diperoleh tidak
mencukupi kebutuhan hidup sapi, akibatnya target pertumbuhan bobot per
hari sulit terpenuhi.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan (2010)
menyatakan bahwa disamping hijauan ternak sapi juga perlu diberi pakan
tambahan 1% sampai 2% dari berat badan. Ransum tambahan yang
biasa diberikan berupa dedak halus atau bekatul, bungkil kelapa, gaplek,
ampas tahu.yang diberikan dengan cara dicampurkan dalam rumput
ditempat pakan. Bahan pakan selain itu dapat ditambah mineral sebagai
penguat rasa berupa garam dapur dan kapus.Pakan sapi dalam bentuk
campuran dengan jumlah dan perbandingan tertentu ini dikenal dengan
istilah ransum.
Proses penyusunan pakan
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi
langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta
Perkasa. Proses penyusunan pakan adalah dicampur dengan kadar
tertentu sesuai dengan tujuan pemeliharaan. Proses penyusunan pakan
adalah dengan menggunakan mesin horizontal dengan kapasitas
500kg/campuran. Mardiastuti (2004) menyatakan banyak peternakan yang
sudah maju telah menggunakan teknologi mesin dalam proses
penyusunan bahan pakan. Penyu sunan bahan pakan dengan
menggunakan mesin dapat berlangsung lebih cepat dan efisien.Hasil
kegiatan praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan literatur.
Metode pemberian pakan
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi
langsung dengan salah satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta
Perkasa. Metode pemberian pakan adalah pada pagi hari dan siang
hari.Pemberian pakan dengan proporsi per ekor untuk pejantan pada pagi
hari adalah 2,5kg konsentrat dan 4,5kg hijauan dan untuk induk menyusui
konsentrat yang diberikan adalah 11kg dan 4,5kg untuk hijauan. Metode
pemberian pakan dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Metode pemberian pakan
Jumlah pemberian Metode pemberian
Status
BB Hijauan
Ternak Konsentrat (kg) Hijauan konsentrat
(kg)
Pejantan - 4,5 2,5 Segar Kering
Induk
- 4,5 11 Segar kering
Menyusui
Sudarmono (2008) menyatakan bahwa perbandingan hijauan dan
konsentrat untuk mutu pakan yang baik berdasarkan bahan keringnya
adalah 60%:40% sehingga akan diperoleh koefisien cerna yang tinggi.
Abidin (2002) menyatakan salah satu cara mempercepat proses
penggemukan memerlukan kombinasi pakan. Perbandingan hijauan dan
konsentrat untuk mutu pakan yang baik berdasarkan bahan keringnya
adalah 60%:40% sehingga akan diperoleh koefisien cerna yang tinggi.
Perhitungan standar pakan hijauan yang diberikan sbesar 26,75kg dan
konsentrat 4,56kg.Santosa et al. (2012) menjelaskan bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah dan metode pemberian
pakan, yaitu bangsa, jenis kelamin, umur, status reproduksi, dan kondisi
kesehatan ternak.Hasil kegiatan praktikum dibangingkan dengan literatur
dinyatakan sesuai.

Repoduksi
Deteksi birahi
Deteksi birahi adalah metode yang dilakukan untuk mengetahui
ternak dalam keadaan birahi atau tidak. Fanani et al. (2013) menyatakan
bahwa deteksi birahi ternak adalah metode yang dilakukan untuk
mengetahui waktu yang optimum untuk menawinkan ternak. Keterampilan
peternak dalam mendeteksi birahi dapat menentukan service per
conception (S/C).
Metode deteksi birahi. Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan diperoleh hasil bahwa metode deteksi birahi dilakukan dengan
mengamati ternak secara langsung pada salah satu kandang PT.
Pandanaran Arta Perkasa. Pengamatan dilakukan di salah satu kandang
umbaran dan kandang tambat. Perlakuan lainnya dengan cara perlakuan
penyuntikan hormone.Aryogi et al. (2007) menyatakan bahwa deteksi
birahi yang paling mudah dilakukan adalah dengan melihat perubahan
pada alat kelamin betina yaitu 3A (abang, abuh, anget). Lama waktu birahi
antar spesies tidak sama, untuk itu perlu mendapat perhatian agar waktu
kawin ternak tepat pada waktunya. Berdasarkan hasil yang diperoleh saat
praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Ciri-ciri ternak birahi. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara mengamati ternak secara langsung dengan cara
melihat ternak tersebut gelisah dan di vulvanya mengalami 3A (abang
aboh anget). Parera et al. (2011) menyatakan bahwa estrus atau birahi
adalah fase reproduksi yakni suatu hasrat dari makluk hidup untuk kawin,
baik pada jantan maupun betina.Ternak betina mengalami tanda-tanda
estrus merupakan indikasi bahwa ternak tersebut bersedia dikawini.
Tanda-tanda sapi sedang estrus adalah gelisah, kalau diikat berusaha
melepaskan diri, keadaan lepas berusaha menaiki kawannya dan diam
bila dinaiki, melengu, ekor diangkat sedikit keatas, keluar lender dari
vagina, vulva merah dan sedikit membengkak, bila diraba terasa hangat,
nafsu makan menurun serta bila diraba disekitar kemaluannya akan
menurunkan pinggulnya. Hasil kegiatan praktikum dibandingkan dengan
literatur dapat dinyatakan tidak sesuai atau tidak dalam keadaan birahi.
Perkawinan
Pertama kali dikawinkan. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah satu staff
perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Umur ternak pertama kali
dikawinkan adalah berkisar antara 1,5 sampai maksimal 2 tahun.
Penafsiran umur dilakukan dengan melihat poel, sekitar poel 1 atau belum
poel sama sekali. Yusuf (2015) menyatakan bahwa ternak sapi umumnya
dapat dikawinkan pada umur 15 sampai 18 bulan sehingga dapat
melahirkan pada 22 sampai 24 bulan. Perkawinan ternak perlu
diperhatikan status fisiologis reproduksi ternak dan kesiapan tubuh ternak.
Penentuan saat mengawinkan. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah satu staff
perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penentuan saat mengawinkan
ternak adalah dikandangkan pada satu kandang yang sama yaitu kandang
kawin. Susilawati et al. (2010) menyatakan bahwa penentuan waktu saat
akan mengawinkan ternak adalah jika sapi birahi pada pagi hari maka
perkawinan atau inseminasi harus dilakukan pada sore hari, jka sapi birahi
pada sore hari maka perkawinan dilakukan esok harinya sebelum sore
hari, dan jika sapi birahi pada malam hari maka perkawinan dilakukan
esok hingga sore harinya. Ternak harus dipastikan saat akan dikawinkan
tidak dalam kondisi bunting. Hasil kegiatan praktikum dapat dinyatakan
tidak sesuai dengan literatur.
Metode perkawinan. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah satu staff
perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Metode perkawinan yang
dilakukan adalah dengan cara kawin alami karena dengan metode
inseminasi buatan (IB) dianggap tidak efektif. Breeding load adalah 1:25
yang dikandangkan bersamaan selama 3 bulan, rata-rata tingkat
keberhasilan bunting adalah 75%.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat (2010)
menyatakan bahwa perkawinan pada sapi potong dapat dilakukan secara
alami maupun kawin suntik atau inseminasi buatan (IB). Perkawinan alami
merupakan perkawinan dengan cara mempertemukan pejantan dan induk
secara langsung. Perkawinan melalui kawin suntik atau inseminasi buatan
(IB) dilakukan dengan cara memasukkan sperma atau semen yang telah
dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu ke dalam saluran alat kelamin
betina dengan metode dan alat khusus.
Pengaruh penentuan antara jantan dan betina dipengaruhi oleh
banyak faktor, antara lain keadaan topografi kandang, kondisi pastura,
dan kondisi air yang tersedia. Jumlah banyaknya ternak jantan dan betina
dalam suatu kandang adapat mengoptimalkan performans penajtan dalam
peningkatan produksi, namun dapat mempengaruhi kualitas dari semen.
Perbandingan jantan dan betina berkisar antara 1:25. Perbandingan
jantan dan betina di dalam suatu kandang dapat menentukan daya
kompetisi pejantan untuk mengawini ternak betina (Gede et al., 2008).
Deteksi kebuntingan
Deteksi kebuntingan adalah metode yang dilakukan untuk
mengetahui ternak tersebut dalam keadaan bunting atau tidak. Lestari et
al. (2006) menyatakan bahwa deteksi kebuntingan adalah metode yang
dilakukan agar mengetahui ternak dalam keadaan bunting atau
tidak.Deteksi kebuntingan pada setiap ternak memiliki metode dan jangka
waktu yang berbeda-beda. Ternak sapi dapat di deteksi kebuntingan
dengan beberapa metode, beberapa diantaranya adalah USG
(ultrasonografi), palpasi rektal, DEEA, dan melihat secara fisik ternak pada
perut bagian kanan.
Metode deteksi kebuntingan. Berdasarkan hasil praktikum yang
didapatkan dengan cara mengamati ternak secara langsung dan
mengecek alat reproduksi disalah satu kandang di PT. Pandanaran Arta
Perkasa .Deteksi kebuntingan dilakukan secara langsung pada salah satu
ternak sapi bangsa lokal pada kandang umbaran memiliki ciri bagian perut
kanan membesar.Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dengan
cara diskusi langsung dengan salah satu staff perusahaan PT.
Pandanaran Arta Perkasa, deteksi kebuntingan dilakukan dengan melihat
siklus estrus ternak.
Ciri-ciri ternak bunting. Berdasarkan hasil praktikum didapatkan
ciri kebuntingan pada ternak adalah ternak tampak lebih tenang,
membesarnya perut sebelah kanan, dan ambing menurun, sering
menggesekkan badannya ke dinding kandang, dan tidak terlihatnya tanda
tanda birahi pada siklus birahi selanjutnya (Lestari et al., 2006).
Sulistiawati et al. (2010) menyatakan bahwa salah satu metode
mendeteksi kebuntingan pada ternak adalah jika memperhatikan masa
estrus, jika tidak estrus kembali pada 21 hari maka dinyatakan bunting.
Hasil kegiatan praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan literatur.
Penanganan kelahiran
Penanganan ternak sebelum kelahiran. Berdasarkan hasil
praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah
satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penanganan ternak
sebelum kelahiran adalah pada 3 bulan terakhir nutrisi induk ditingkatkan
karena kebutuhan energi yang semakin meningkat dan induk dipisahkan
pada kandang tersendiri. Purwanto et al. (2006) menyatakan bahwa
penanganan sebelum kelahiran dilakukan dengan membersihkan kandang
induk kemudian dilengkapi dengan alas kandang dari jerami padi.Kandang
kelompok berukuran 2 x 2 m dilengkapi dengan alas dari jerami padi
disiapkan untuk menampung 4 ekor anak.Penempatan pedet dalam
kandang dapat dilakukan secara individu, atau kelompok dilakukan sesuai
dengan kebutuhan atau kapasitasnya. Ukuran kandang individual untuk
pedet umur 0 sampai 4 minggu adalah 0,75 x 1,5 m dan umur 4 sampai 8
minggu 1,0 x 1,8 m. Kapasitas kandang pedet umur 4 sampai 8 minggu
adalah 1 m2/ekor, dan umur 8 sampai 12 minggu adalah 1,5 m 2/ekor. Hasil
kegiatan praktikum dapat dinyatakan tidak sesuai dengan literatur.
Penanganan ternak pada saat kelahiran. Berdasarkan hasil
praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah
satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penanganan ternak
pada saat kelahiran adalah dengan cara induk dipindahkan pada kandang
tersendiri saat proses melahirkan. Proses kelahiran dipantau hingga jika
kurang lebih satu jam lamanya belum mampu melahirkan maka akan
dibantu dalam proses melahirkan.
Ginting (2009) menyatakan bahwa apabila ternak dalam kondisi
kelahiran terlihat posisi hidung diatas jari kaki anak mulai terlihat keluar
maka proses kelahiran akan berjalan normal dan dibutuhkan waktu kurang
dari satu jam sejak induk merejan atau kontraksi pertama kali. Kadang-
kadang diperlukan sedikit bantuan untuk menarik secara perlahan bagian
kepala anak, namun penting diingat bahwa penarikan secara perlahan
tidak dilakukan pada saat induk berhenti merejan tetapi dilakukan
bersamaan dengan saat merejan atau kontraksi. Posisi anak yang normal
selama proses kelahiran adalah bahwa kepala teletak diatas dan diantara
keduankaki depan yang menjulur keluar dari vulva. Kedua kaki juga
mengarah kebawah. Proses tersebut jika yang terlihat keluar hanya
bagian hidung saja dan tidak terlihat jari kaki atau hanya terlihat jari kaki
saja, sedangkan hidung tidak terlihat, maka diperlukan bantuan. Peternak
sebelum melakukan tindakan terlebih dahulu dibersihkan seluruh bagian
tangan dengan desinfektan lalu dilumuri dengan lubrikan atau peliian.
Ginting (2009) menyatakan bahwa penanganan kelahiran tidak
normal adalah dengan cara baringkan induk pada bagian atau sisi kanan
sambil menekan dengan lembut bagian leher. Induk dibersihkan bagian
vulva dan daerah sekitarnya dengan sabun. Proses membantu saat
kelahiran harus dilakukan dengan mersihkan tangan dan lumuri dengan
sabun (pelicin). Bantuan dilakukan dengan cara memasukan tangan
dengan lembut kedalam vulva dalam posisi setengah menutup. Bagian
dalam vulva diraba dan rasakan posisi bagian tubuh anak seperti kaki dan
kepala dan cari tau apakah anak tunggal atau kembar . Kondisi posisi
normal tarik secara perlan bagian kepala dan kaki, pada kondisi tidak
normal sebisanya kembalikan keposisi normal, lalu ditarik secara
perlahan, untuk membantu anak yang baru dilahirkan bersihkan seluruh
tubuhnya dari selaput dan cairan yang menempel dengan kain bersih dan
kering, terutama dibagian hidung agar dapat bernafas dengan normal.
Proses kelahiran selesai lalu dekatkan anak yang sudah dibersihkan dan
kering kepada induknya. Hasil kegiatan praktikum dapat dinyatakan
sesuai dengan literatur.
Penanganan ternak sesudah kelahiran. Berdasarkan hasil
praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah
satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Penanganan ternak
setelah kelahiran adalah dengan pemantauan dan pedet dimasukkan ke
kandang yang sama dengan induknya di kandang induk anak. Purwanto
et al. (2006) menyatakan bahwa induk yang telah melahirkan harus diberi
air minum yang banyak dan dibiarkan beristirahat sebentar, setelah itu
pedet didekatkan dengan induk untuk mengetahui mothering ability
induk.Pencatatan data (recording) pada induk dilakukan dengan mencatat
tanggal melahirkan, berat badan induk dan anak, serta pemberian
identitas pada anak.
Purwanto et al. (2006) menyatakan bahwa perawatan terhadap
pedet yang baru lahir dilakukan dengan membersihkan lendir pada
hidung, mulut, dan lendir yang ada diseluruh tubuhnya karena cairan yang
menutupi hidung akan mengganggu pernafasan pedet. Pedet dimasukan
kedalam kandang anak yang sudah diberi alas jerami padi atau kain
kering yang tidak menimbulkan becek atau basah, untuk mencegah
terjadinya infeksi dilakukan pemotongan terhadap tali pusar.Tali pusar
yang masih menggantung kemudian dicelupkan pada larutan yodium
tinctuur.Pencelupan tali pusar kedalam larutan yodium dilakukan setiap
hari sampai tali pusar kering. Kolostrum diperoleh dengan cara memerah
induk yang telah dibersihkan ambingnya. Kolostrum diberikan pada anak
sapi dengan menggunakan dot bayi sebanyak 3 liter per ekor per hari.
Kolostrum diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 hari berturut-turut
dengan jumlah yang sama. Pedet tidak memiliki antibodi (kekebalan
tubuh) sebelum memperoleh kolostrum dari induknya, untuk itu kurang
lebih satu jam setelah kelahiran pedet diberi kolostrum dari induknya,
apabila tidak diperoleh kolostrum dapat dibuat secara buatan sebagai
pengganti kolostrum.Hasil praktikum dapat dinyatakan tidak sesuai
dengan literatur.

Perawatan dan Kesehatan Ternak


Perawatan ternak untuk menghindari penyakit
Perawatan ternak untuk menghindari penyakit adalah suatu
kegiatan merawat ternak ketika masuk ke peternakan, pemeliharaan
ternak, sampai ternak keluar. Perawatan ternak dilakukan berbeda sesuai
dengan tujuan pemeliharaannya dan umurnya. Ternak untuk breeding
dibersihkan kandangnya seminggu sekali. Ternak sapi yang masih pedet
diletakkan kandang yang kering dan sirkulasi udara yang lancer. Ternak
untuk fattening diletakkan pada kandang yang pada umumnya dan
dibersihkan selama 10 hari sekali. Perusahaan tersebut tidak ada kegiatan
pemotongan kuku ternak.
Ternak masuk. Berdasarkan hasil praktikum, penanganan ternak
masuk meliputi karantina, pemberian obat mata, obat cacing dan
pemberian pakan. Rismayanti (2010) menyatakan bahwa ternak sebelum
pemeliharaan sebaiknya diberikan obat cacing terlebih dahulu dan
diberikan vitamin serta bobot badanya di timbang terlebih dahulu. Hal ini
sesuai dengan hasil praktikum.
Pemeliharaan ternak. Berdasarkan hasil praktikum, penanganan
selama masa pemeliharaan yaitu dengan memperhatikan sumber
pakannya, pemberian obat-obatan apabila ternak sakit, dan pengecekan
kesehatan ternak setiap hari dalam 3 kali sehari. Wiyono et al. (2007)
menyatakan bahwa ternak saat pemeliharaan harus diperhatikan
kesehatan yang dapat dilakukan dengan pemantauan kesehatan ternak,
nafsu makan, dan kandang perlu dibersihkan agar terhindar dari penyakit.
Hasil praktikum yang diperoleh sudah sesuai dengan literatur.
Ternak keluar. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan,
penangan ternak keluar yaitu tidak ada penanganan apapun. Wiyono et
al. (2007) menyatakan bahwa ternak sebelum dijual harus dicek
kesehatannya dan ditimbang bobotnya. Hasil praktikum yang diperoleh
tidak sesuai dengan literatur.
Perawatan sarana dan prasarana
Perawatan. Berdasarkan hasil praktikum yang didapat, sarana dan
prasarana dirawat dan dibersihkan sekali dalam seminggu. Peralatan
dibersihkan saat setelah dipakai. Sarana dan prasarana di cek secara
rutin. Purnomoadi (2003) menyatakan bahwa membersihkan peralatan,
mengganti peralatan yang rusak, dan menyimpan peralatan di tempat
yang aman merupakan salah satu upaya dari perawatan sarana dan
prasarana. Hasil praktikum yang didapat sudah sesuai dengan literatur.
Sanitasi. Berdasarkan hasil praktikum yang didapat, sanitasi yang
dilakukan meliputi sanitasi peralatan dan sanitasi kandang. Sanitasi
peralatan dilakukan setiap seminggu sekali dengan membersihkan
kandang. Purnomoadi (2003) menyatakan bahwa menjaga kebersihan
kandang, peralatan, dan lingkungan kandang mutlak dilakukan oleh
peternak, sebab kandang ternak merupakan bertimbunnya bahan-bahan
organik yang mudah busuk seperti feses, urin, sisa pakan, dan bahan
organik lainnya. Usaha sanitasi kandang diarahkan untuk membuat
kondisi kandang menjadi bersih, segar, dan sekaligus nyaman bagi ternak.
Hasil yang didapat pada saat praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Pemantauan ternak
Metode pemantauan yang dilakukan di PT Pandanaran Arta
Perkasa ialah metode visual. Pemantauan dilakukan guna mengevaluasi
kesehatan ternak dan kondisi terkini dari ternak. Pemantauan juga
dilakukan untuk mengetahui penanganan yang seharusnya dilakukan
pada ternak yang sakit dan dilakukan dalam tiga kali sehari. Widi et al.
(2008) menyatakan bahwa pemantauan kesehatan dapat dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, status
kesehatan ternak dapat dilihat dari kondisi fisik, fisiologisnya, tingkah laku
dan feses. Secara tidak langsung status kesehatan ternak dapat dilhat
berdasarkan data dan pemeriksaan sampel. Hasil praktikum yang didapat
sudah sesuai dengan literatur.
Penyakit yang sering muncul
Kegiatan yang dilakukan pada saat praktikum adalah diskusi
tentang penyakit yang sering muncul pada ternak. Diskusi tentang ciri-ciri
penyakit yang sering muncul pada ternak juga dibahas dalam kegiatan
praktikum. Penyakit Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan diketahui
bahwa penyakit yang sering muncul pada ternak terdapat pada Tabel 26.

Tabel 26. Penyakit yang sering muncul


Nama
Gejala Penyebab Penanganan
Penyakit
Gemetar, BB Kekurangan Pemberian postrep,
Tremor
menurun kalsium dan nutrisi B kompleks
Penyuntikan
Pincang Tidak bias jalan Berkelahi enstrep dan B
kompleks
Penyuntikan
Keluar lendir Cuaca, kebersihan
Pilek enstrep dan B
dari hidung kandang
kompleks
Kekurangan nutrisi, Otc, enstrep, obat
Cacingan Kurus
kalsium, laktasi cacing
Penyakit yang sering terjadi di PT pandanaran Arta Perkasa adalah
thremor, pincang, pilek, kurus. Gejala yang terlihat dari thremor adalah
kaki yang gemetar, susah berdiri, dan bobot badan turun. Thremor
disebabkan oleh kekurangan kalsium dan nutrisi. Gejala dari pincang yaitu
tidak bias berjalan. Gejala dari cacingan yaitu keluar lender dari hidung
ternak. Gejala dari cacingan yaitu ternak tersebut terlihat kurus yang
penyebabnya adalah kekurangan kalsium, nutrisi, dan setelah mengalami
laktasi. Cara penanganannya adalah dengan cara pemberian otc, enstrep,
dan obat cacing. Darmono (2013) menyatakan bahwa penyakit yang
sering dijumpai adalah cacingan, diare, pneumonia, cascado, kembung,
endoparasit, parasit sdarah, picang dan infeksi. Hasil yang diperoleh pada
saat praktikum sudah sesuai dengan literatur.

Limbah Peternakan
Macam limbah
Limbah peternakan merupakan hasil buangan dari sisa
metabolisme tubuh ternak. Berdasarkan praktikum yang dilakukan,
didapatkan hasil bahwa macam limbah terdiri dari limbah padat (feses)
dan limbah cair (urin). Berikut adalah jenis limbah, penanganan dan
pengolahan limbah di Laskar Domba Farm pada Tabel 27.

Tabel 27. Jenis limbah, penanganan, dan pengolahan


Jenis limbah Penanganan Pengolahan
Feses Dikumpulkan Pupuk
Urin Dibuang Dibuang
Sisa pakan Dikumpulkan Diberikan di breeding
Berdasarkan praktikum yang didapat limbah yang dihasilkan di PT.
Pandanaran Arta Perkasa yaitu berupa feses, urin, dan sisa pakan.
Penanganan feses dengan cara dikumpulkan, urin dibuang, dan sisa
pakan dikumpulkan. Pengelolahan limbah yang ada di kandang tersebut
adalah dibuat pupuk dan pemberian pakan sisa ke ternak breeding.
Wahyuni (2013) menyatakan bahwa ada beberapa jenis limbah dari
peternakan, yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Limbah padat
ialah semua limbah yang berbentuk padatan seperti feses, limbah cair
ialah semua limbah yang berbentuk cair, dan limbah gas ialah
semualimbah yang berbentuk gas seperti gas metan. Hasil praktikum
yang didapat sesuai dengan literatur.

Pasca Panen dan Pemasaran


Panen ternak
Panen ternak adalah kegiatan memanen ternak yang sudah
mencapai bobot atau produktivitas tertentu. Widi et al. (2008) menyatakan
bahwa panen ternak merupakan suatu kegiatan pengumpulan ternak yang
sudah mencapai produktivitas tertentu. Panen ternak merupakan salah
satu output dari suatu peternakan.
Kriteria ternak yang siap dipanen. Berdasarkan hasil praktikum,
ternak yang siap dipanen adalah ternak sapi yang sudah mencapai bobot
sekurang-kurangnya 500 kg, badan belakang rata sampai depan. Wiyono
et al. (2007) menyatakan bahwa ternak yang hendak dipanen harus
memiliki standar bobot tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa hasil
praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Siklus pemanenan. Berdasarkan hasil praktikum, siklus panen
ternak yaitu lebih kurang 3 bulan sekali. Nugroho (2008) menyatakan
bahwa siklus pemanenan merupakan faktor penting dalam usaha
peternakan. Siklus panen ternak sapi yaitu berkisar 90 hari. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Jumlah ternak yang dipanen persiklus. Berdasarkan hasil
praktikum yaitu tergantung siklus dan tergantung pembeli. Sarwono (2003)
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi jumlah ternak yang akan
dipanen adalah kematian, ternak hilang, dan ternak sakit. Kematian ternak
sesaat sebelum dipanen dapat menyebabkan jumlah ternak yang akan
dipanen berkurang dan menyebabkan kerugian.
Penanganan ternak siap panen. Berdasarkan praktikum yang
telah dilakukan, penanganan ternak siap panen yaitu diberikan pakan
fattening dan langsung ke jagal. Mulyono (2011) menyatakan bahwa
ternak yang siap dipanen perlu diperhatikan kesehatannya. Darmono
(2013) menyatakan ternak siap panen penting untuk diberikan
penanganan khusus karena masa-masa ini kritis untuk menentukan harga
ternak. Hal ini menunjukkan bahwa hasil praktikum sesuai dengan
literatur.
Pemasaran
Jumlah dan produk yang dihasilkan persiklus pemasaran.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, produk yang dipasarkan
antara lain hewan ternak siap jual dan produk pengolahan limbah
peternakan. Jumlah dan produk yang dihasilkan persiklus pemasaran
dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Jumlah dan produk yang dihasilkan persiklus pemasaran
Jenis produk Jumlah Harga
Sapi lokal Tidak menentu Rp. 45.000,-/kg
Induk afkir Tidak menentu Rp. 40.000 - 45.000,-/kg
Pedaging Tidak menentu Rp. 55.000,-/kg
Pupuk Tidak menentu Rp. 300.000,-/dumb
Jenis produk yang dihasilkan di PT. Pandanaran Artha Perkasa
adalah sapi lokal, induk afkir, sapi pedaging dan pupuk. Jumlah produk
yang dihasilkan disesuaikan dengan penyerapan pasar (direct selling).
Selain sapi siap potong, PT. Pandanaran Artha Perkasa juga memiliki
RPH (Rumah Potong Hewan) sehingga dapat melayani permintaan pasar
maupun masyarakat mengenai konsumsi protein hewani berupa daging
sapi. Pemotongan yang dilakukan PT. Pandanaran Artha Perkasa juga
disesuaikan dengan permintaan. Sudarmono dan Sugeng (2008)
menyatakan bahwa pemasaran barang dari Industri dapat berupa ternak
hidup, daging, dan produk olahannya yang telah dimasak. Faktor yang
mempengaruhi jumlah dan produksi yang dihasilkan adalah jumlah ternak
yang dipelihara dan siklus pengadaan ternak oleh perusahaan tersebut.
Berdasarkan hasil praktikum, maka sudah sesuai dengan literatur.
Metode pemasaran. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
diperoleh hasil bahwa metode pemasaran produk adalah dengan produk
daging dilakukan pemasaran langsung ke jagal dan pupuk atau kompos
dipasarkan diwilayah klaten dan sekitarnya. Ternak siap potong
dipasarkan ke Rumah Potong Hewan yang langsung akan ditangani oleh
jagal. Iman (2003) menyatakan bahwa metode pemasaran dapat dibagi
menjadi tiga golongan yaitu melalui tatap muka, melaui media massa atau
melalui perantara. Metode tatap muka merupakan metode lebih aman
untuk transaksi jual belinya, lebih aman dikarenakan penjual dan pembeli
bertemu secara langsung sehingga penjual dan pembeli dapat saling
mempercayai satu sama lain dalam proses transaksi. Berdasarkan
praktikum yang dilakukan metode pemasaran di perusahaan tidak sesuai
dengan literatur.
Harga produk yang dipasarkan. Harga produk yang dijual
menyesuaikan dengan harga pasar dan kesenangan konsumen dan
peternak. Harga sapi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti bobot
badan sapi. Berdasarkan hasil diskusi saat praktikum diketahui bahwa
sapi lokal dijual dengan harga Rp 45.000 per kg. Sapi induk afkir dijual
dengan harga Rp. 40.000 per kg.. Sapi pedaging dijual kembali dengan
harga Rp. 55.000 per kg, serta pupuk dijual dengan harga Rp. 300.000
per drum. Fikar dan Dadi (2010) menyatakan bahwa sistem harga
penjualan sapi potong berdasarkan bobot hidup sapi potong. Harga sapi
pada sistem taksir ditentukan berdasarkan bobot perkiraan bukan bobot
timbang. Penjualan sapi dengan sistem taksiran lebih menguntungkan
karena perkiraan harga bisa lebih tinggi daripada bobot sapi sebenarnya.
Hasil praktikum jika dibandingkan dengan literatur yang ada maka sudah
sesuai.
Area serta sarana dan prasarana pemasaran. Berdasarkan hasil
praktikum yang didapatkan dengan cara diskusi langsung dengan salah
satu staff perusahaan PT. Pandanaran Arta Perkasa. Area pemasaran
adalah di daerah Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Wates, dan lain-
lain. Lokasi tepatnya adalah di kota Wonosobo, Klaten, dan Boyolali.
Sarana dan prasarana yang dimiliki perusahaan ini adalah truck
berjumlah 3 buah dan pick up 1 buah. Alat transportasi ini digunakan
untuk mengangkut ternak keluar dan masuk kandang dan juga untuk
mengangkut pakan berupa jerami, hijauan, maupun konsentrat.
Pengangkutan pakan dilakukan juga dari gudang pakan ke kandang
menggunakan truck, karena jumlah pakan yang diangkut sangat banyak.
Widi et al. (2008) menyatakan bahwa demi memenuhi syarat-syarat
manajemen pemeliharaan yang baik, diperlukan sarana dan prasarana
serta peralatan yang baik pula untung menunjang faktor produksi ternak.
Hasil praktikum sudah sesuai dengan literatur.

Analisis Usaha
Input
Input adalah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
untuk menghasilkan sejumlah barang atau jasa (Sudiarto, 2008).
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan komponen yang termasuk
input adalah pembelian bakalan, pembelian pakan, dan gaji karyawan.
Total biaya input per siklus untuk pembelian bakalan, pembelian pakan
dan gaji karyawan sebesar Rp.4.257.814.200,00.
Output
Output adalah keluaran yang dihasilkan dalam suatu proses
produksi (Sudiarto, 2008). Berdasarkan hasil diskusi selama praktikum
yang dilakukan, yang termasuk di dalam komponen output adalah
penjualan ternak. Total output per siklus yang diperoleh dari penjualan
ternak persiklus sebesar 5.676.000.000,00..
Profit
Profit merupakan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan
atau peternakan akibat keberhasilan dari perusahaan atau peternakan
tersebut (Sudiarto, 2008). Berdasarkan hasil praktikum profit didapatkan
dari pengurangan output dengan input pada suatu perusahaan. Profit per
siklus yang diperoleh sebesar Rp. 1.418.185.500,00.
BAB IV

PERMASALAHAN DAN SOLUSI

Permasalahan
Permasalahan yang sering terjadi pada pemeliharaan sapi adalah
rendahnya produktivitas sapi, bibit yang masih terbatas, modal yang
dibutuhkan cukup besar.Permasalahan yang demikian diharapkan
peternak bisa mengadopsi teknik berternak yang profesional sehingga
mampu meningkatkan produktivitasnya.Permasalahan lainnya adalah
dengan naik turunnya harga daging sapi yang fluktuatif mengikuti pasar
dan masyarakat.Permasalahan lainnya adalah sanitasi kandang yang
kurang bersih dan jarang dilakukan meskipun sudah memiliki peralatan
yang tegolong sangat memadai.

Solusi
Solusi yang dapat dilakukan terkait penyediaan bibit, produktivitas,
dan tata laksana adalah perlunya segera disebarluaskan cara
pemeliharaan dan perawatan ternak yang baik.Solusi untuk terjadinya
harga yang naik turun adalah dengan meningkatkan kualitas dari terhak
yang dipelihara agar menghasilkan daging yang lebih berkualitas.Solusi
yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah mulai mengontrol sanitasi
secara teratur.Sanitasi dilakukan agar ternak dan kandang terlihat lebih
bersih dan sehat.Ketersediaan air juga harus diperhatikan oleh pihak
perusahaan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kegiatan praktikum di PT. Pandanaran Arta Perkasa dapat
memberikan informasi atau pengetahuan baru seputar manajemen ternak.
Manajemen terkait pengadaan ternak, pemilihan dan seleksi ternak,
transportasi atau pengangkutan ternak, pendataan atau recording ternak,
penanganan ternak sebelum pemeliharaan, komposisi dan struktur ternak,
perkandangan, fasilitas kadang, perlengkapan kandang, peralatan
kandang, pakan ternak, reproduksi ternak, pasca panen dan pemasaran,
dan analisis usaha dinilai sudah baik. Manajemen perawatan kesehatan
ternak dan limbah peternakan dinilai masih kurang baik karena belum
maksimal dalam pengelolaannya.

Saran
Saran untuk perusahaan adalah agar lebih mudah dalam
memberikan petunjuk arah menuju lokasi peternaknannya, misal dengan
memberikan palang di jalan sekitar lokasi peternakan.Saran untuk
kegiatan praktikum adalah tidak ada, kegiatan praktikum dirasa sudah
memberikan banyak sekali manfaat dan pengetahuan baru dalam lingkup
industri ternak sapi.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Penggemukan Sapi


Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Arisuma, O. D. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Potong di PT.
Widodo Makmur Perkasa Bogor Jawa Barat. Jurusan Produksi
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Awaluddin., dan T. Panjaitan. 2010. Petunjuk Praktis Pengukuran Ternak
Sapi Potong. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Balai BesarPengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Balai PengkajianTeknologi Pertanian NTB. Mataram.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. 2010. Manajemen
Reproduksi Sapi Potong. PSDS BPTP Jawa Barat.Lembang.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. 2010. Budidaya
Sapi Potong. Kementrian Pertanian ISBN : 978-979-3112-32-9.
Kalimantan Selatan.
Darmono. 2013. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta
Dinas Pertanian. 2014. Manfaat Rekording dalam Dunia Peternakan.
Dinas Pertanian Kota Malang. Malang.
Fachrulozi, Alfa. 2008. Pengaruh Transportasi Berdasarkan Jarak Dan
Bobot Badan Awal Terhadap Persentase Penyusutan Bobot Badan
Kambing Peranakan Etawah. Universitas Brawijaya. Malang.
Fanani, S., Y. B. P. Subagyo., dan Lutojo. 2013. Kinerja reproduksi sapi
perah peranakan friesian holstein (pfh) di kecamatan pudak,
kabupaten ponorogo. Tropical Animal Husbandry. Vol. 2(1):21-27.
Fikar dan Dadi, 2012 menyatakan bahwa ternak biasanya diangkut
menggunakan mobil pick up dan truk, baik untuk transportasi jarak
jauh maupun jarak dekat. Satu mobil pick up biasanya dapat
mengangkut ternak tergantung dari ukuran tubuh ternak. Hasil
praktikum sesuai dengan literatur.
Gede, P., dan P. Situmorang. 2008. Peningkatan efisiensi reproduksi
melalui perkawinan alam dan pemanfaatan inseminasi buatan (IB)
untuk mendukung program pemuliaan. Lokakarya Sistem Integrasi
Kelapa Sawit – Sapi. BPP Bogor.
Hakim, L., G. Ciptadi., dan V. M. A. Nurgiartiningsih. 2010. Model
rekording data performans sapi potong lokal di indonesia. Jurnal
Ternak Tropika Vol. 11(2):-61-73.
Hartono, B. 2011.Analisis Ekonomi Rumah Tangga Peternakan Sapi
Potong di Kecamatan Damsol Kabupaten Donggala, Sulawesi
Tengah. Universitas Brawijaya. Malang..
Ilham, N. dan Y. Yusdja.2004. Sistem Transportasi Perdagangan Ternak
Sapi dan Implikasi Kebijakan di Indonesia.Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Lestari., dan T. Damayanti. 2006. Metode Deteksi Kebuntingan pada
Ternak Sapi.Skripsi. Sarjana Fakultas Peternakan Universitas
Padjajaran. Bandung.
Mulyono, Subangkit. 2011. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Murtidjo, B. A. 2009. Beternak Sapi Potong. Kanisius.Yogyakarta.
Ngadiyono, N. 2012. Beternak Sapi Potong Ramah Lingkungan. PT Citra
Aji Parama.Yogyakarta.
Nugroho, C. P. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Parera, F., D. F. Souhoka., dan J. E.M. Serpara. 2011. Kemampuan
peternak sapi bali di kecamatan teon nila serua dalam mendeteksi
estrus dan menentukan waktu kawin. Vol 1(2):84-87.
Prabowo, A. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Kambing. BPTP
Sumatera Selatan. Palembang.
Prajoga, H. 2007. Peran usaha perbibitan dalam pengembangan ternak
sapi perah di Indonesia (The role of breeding farm on dairy cattle
development in Indonesia). Jurnal Ilmu Ternak. Vol 1 (10) : 7-13.
Purnomoadi, Agung. 2003. Ilmu Ternak potong dan Kerja. Universitas
Diponrgoro. Semarang.
Purwanto, H. dan D. Muslih. 2006. Tatalaksana Pemeliharaan Pedet Sapi
Perah. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006.
Bogor.
Rasyid A., dan Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Grati. Pasuruan.
Rianto, E., dan P. Endang. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Rismayanti, Y. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Domba. BPTP
Jawa Barat. p. 3
Sarwono, B. 2008.Beternak kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sarwono, W. dan Arianto. 2003. Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Subekti, E. 2009.Ketahanan pakan ternak Indonesia.MEDIARGO. Vol
5(2):63-71.
Subronto,.I. dan Tjahajati. 2001. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada
University, UGM Press.Yogyakarta.
Sudarmono, A. S. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susilawati, E., dan Masito. 2010. Teknologi Pembibitan Ternak Sapi. Balai
Pengkajian Tekonologi Pertanian Jambi. Jambi.
Wahyuni, Sri. 2013. Panduan Praktis Biogas. Penebar Swadaya. Bogor.
Widi, M.S.T. 2007. Beternak Domba. PT Intan Sejati.Klaten.
Widi, T.M., A. Agus, A. Pertiwiningrum, dan T. Yuwanta. 2008. Road Map
Pengembangan Ternak Sapi Potong Provinsi D.I. Yogyakarta.
Penerbit Ardana Media.Yogyakata.
Wijono, D. B., Aryogi., A. Rasyid. 2001. Pengaruh Berat Badan Awal
Terhadap Pencapaian Hasil Pada Penggemukan Sapi Potong Di
Peternakan Rakyat.Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi
Pertanian, Grati.
Wiyono, D. B., dan Aryogi. 2007. Sistem Perbibitan Sapi Potong. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta.
Yusuf, M. 2015. Pertumbuhan Dan Perkembangan Seksual Anak Kambing
Peranakan Etawah Dari Induk Dengan Tingkat Produksi Susu
Yang Berbeda. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
LAMPIRAN

FEASIBILITY STUDY
ACARA IV.
FEASIBILITY STUDY
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan sub sektor peternakan memiliki nilai strategis dalam
pemenuhan kebutuhan manusia yang terus mengalami peningkatan
seiring dengan pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan per
kapita serta taraf hidup masyarakat. Penggerak utama revolusi
peternakan adalah peningkatan pada sisi permintaan. Semakin tinggi
permintaaan produk ternak didorong oleh pertumbuhan populasi
penduduk, peningkatan pendapatan dan urbanisasi.
Usaha peternakan di Indonesia umumnya berskala kecil sebagai
usaha sampingan dan masih bersifat tradisional. Usaha penggemukan
sapi memberikan keuntungan ganda seperti pertambahan berat badan
serta hasil limbah berupa kotoran ternak atau lebih dikenal dengan pupuk
kandang, selain itu ternak diusahakan sebagai tabungan dan memberikan
kesempatan kerja. Usaha ternak domba dan kambing memberikan
keuntungan yang lebih besar lagi, selain menghasilkan daging yang cukup
banyak, ternak kambing dan domba memiliki keunggulan lain apabila
digunakan untuk usaha pengembangbiakan. Ternak domba dan kambing
dalam satu kali melahirkan dapat menghasilkan 2 sampai 3 ekor anak.
Lama kebuntingan yang tidak terlalu lama juga menjadi alasan ternak
domba dan kambing berpotensi sangat baik.
Kelayakan usaha dalam dunia peternakan perlu menjadi perhatian
utama. Kelayakan usaha tidak hanya dapat dari diukur dari
pendapatannya tetapi bagaimana usaha tersebut dapat berputar dan
berjalan dengan baik. Perencanaan menjai penting untuk mengukur dan
menentukan arah usaha. Target lama usaha dijalankan harus ditentukan
sejak awal. Usaha yang bergerak pada breeding ternak harus dapat
diketahui waktu penting ternak akan berproduksi menghasilkan anak dan
pengalihan fase pemeliharaan. Usaha yang bergerak pada fattening
ternak harus dapat ditentukan berapa lama waktu pemeliharaan dan
target yang akan dicapai. Hal tersebut yang masih tidak diperhatikan oleh
peternak saat ini. Peternak rakyat tidak memiliki target pemeliharaan dan
perputaran pemeliharaan yang jelas. Peternak dengan skala menengah
juga belum menentukan target pemeliharaannya secara jelas, hanya
peternak dengan skala industri besar atau feedlot saja yang sudah
menerapkan target usaha untuk mengukur kelayakan usahanya.
Pentingnya perencanaan untuk mengetahui kelayakan usaha
peternakan menjadi latar belakang dilakukan praktikum feasibility study
ini. Usaha yang menentukan target usahanya pada perencanaannya
dapat mengetahui kelayakannya sejak awal, hanya perlu manajemen
yang baik selama usaha dijalankan. Kelayakan suatu usaha tidak terlepas
dari perencanaan awal dan ketepatan manajemen selama usaha berjalan.

Tujuan Praktikum
Praktikum feasibility study bertujuan untuk mengetahui kelayakan
suatu usaha dengan melihat perencanaan awalnya atau pada usaha yang
sudah berjalan. Mengetahui bagaimana menyusun perencanaan yang
baik sebelum mendirikan sebuah usaha peternakan. Kelayakan suatu
usaha tidak terlepas dari perencanaan awalnya.

Manfaat Praktikum
Praktikum feasibility study memiliki manfaat untuk dapat mengetahui
bagaimana cara menilai dan mengetahui kelayakan suatu usaha.
Feasibility study berisi perencanaan serta penentuan target usaha dalam
mendirikan sebuah usaha. Manfaat lain seperti mengetahui besar
keuntungan dan resiko dari sebuah usaha sehingga dapat digunakan
untuk menentukan besar investasi yang perlu ditanamkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Feasibility Study


Studi kelayakan usaha dapat diartikan sebagai suatu penelitian
tentang kelayakan investasi suatu proyek yang digunakan sebagai dasar
untuk pengambilan keputusan untuk menjalankan atau tidak menjalankan
suatu proyek. Tujuan dari pengaplikasian kelayakan usaha pada sebuah
usaha/proyek adalah untuk menghindari penanaman modal pada kegiatan
yang tidak menguntungkan (Rohaeni et al., 2006). Studi kelayakan yang
dilakukan pada sebuah usaha memiliki beberapa tujuan, yaitu
menghindari risiko kerugian, memudahkan perencanaan, memudahkan
pelaksanaan pekerja, Memudahkan pengawasan, dan memudahkan
pengendalian. Studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang
mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang
dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut
dijalankan (Kusumastuti, 2012).
Analisis studi kelayakan dalam dapat dilihat dari berbagai aspek yang
menjadi latar belakang suatu analisis kelayakan. Aspek-aspek tersebut
akan mempengaruhi proses analisis dan hasil yang akan dicapai. Studi
kelayakan terbagi menjadi beberapa aspek, yaitu aspek pasar dan
pemasara, aspek teknis produksi dan teknologi, aspek sumber daya
manusia, dan aspek keungan serta ekonomi (Rahayu et al., 2010).
Penentuan layak atau tidaknya suatu usaha dapat dilihat dari berbagai
aspek. Setiap aspek untuk dikatakan layak harus memiliki suatu standar
nilai tertentu, namun keputusan penilaian tidak hanya dilakukan pada satu
aspek saja. Penilaian untuk melakukan kelayakan harus didasarkan pada
seluruh aspek yang akan dinilai nantinya (Kusumastuti, 2012).
Studi kelayakan pada bidang peternakan merupakan pembelajaran
mengenai penilaian layak atau tidaknya suatu bidang usaha peternakan
yang dilakukan sebelum usaha tersebut berjalan maupun saat usaha
tersebut berjalan. Studi kelayakan pada bidang usaha peternakan
didasarkan pada tiga aspek kelayakan yang dianggap sangat
berpengaruh, yaitu aspek produksi, aspek pemasaran, aspek finansial.
(Rohaeni et al., 2006). Meninjau uji kelayakan dari masing-masing aspek
bisa ditentukan kelayakan operasional investasi peternakan sapi serta
memperoleh gambaran profitabilitas investasi bidang peternakan sapi
tersebut. Penilaian terhadap kelayakan suatu usaha peternakan dapat
dilihat dari bagaimana pemilik merencanakan usaha, menetapkan target
usaha, siklus yang terjadi dalam usaha, dan keuntungan yang diperoleh
dari usaha tersebut (Rahayu et al., 2010).
Studi kelayakan bisnis perlu dilakukan sebelum suatu usaha atau
proyek dijalankan. Intinya agar usaha atau proyek ini dijalankan tidak akan
sia-sia, tidak membuang waktu, uang, tenaga dan pikiran secara percuma
(Kusumastuti, 2012). Setidaknya ada lima tujuan penting dengan
dilakukannya studi kelayakan sebelum suatu proyek dijalankan, yaitu
menghindari risiko, memudahkan perencanaan, memudahkan
pelaksanaan pekerjaan, memudahkan pengawasan, dan memudahkan
pengendalian (Radityawan, 2010).

Tahapan Feasibility Study


Pembuatan suatu studi kelayakan memiliki beberapa tahapan, seperti
timbulnya gagasan, penelitian, pengolahan dan analisis data, penyusunan
laporan, evaluasi proyek, penentuan ranking untuk usulan yang feasible,
rencana pelaksanaan usulan yang disetujui, dan pelaksanaan atau
manajemen proyek (Rahayu et al., 2010). Kerangka umum penyusunan
studi kelayakan dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Kerangka umum penyusunan studi kelayakan
(Kusumastuti, 2012).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan
bahwa perencanaan usaha ternak kambing dengan target selama 4 tahun
dapat dikatakan layak karena B/C atau benefit per costnya lebih dari 1
yaitu nilainya 2,7. Apabila nilai B/C lebih dari 1 maka layak tetapi apabila
kurang dari 1 maka rugi. Feasibility study merupakan cara untuk
mengetahui kelayakan suatu usaha peternakan. Kelayakan suatu usaha
dapat dilihat dari perencanaan awalnya. Mengetahui kelayakan usaha dari
tahap perencanaan dapat membantu dalam menentukan investasi.

Saran
Mengetahui dan menilai kelayakan suatu usah merupakan suatu hal
yang penting. Peternak sebaiknya membuat perencanaan yang matang
sebelum membangun usaha peternakan. Perencanaan yan matang dapat
mengetahui kelayakan suatu usaha, sehingga dapat menghemat tenaga
dan waktu apabila suatu usaha tidak layak untuk dijalankan.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumastuti, Tri A. 2012. Kelayakan usaha ternak kambing menurut


sistem pemeliharaan, bangsa, dan elevasi di Yogyakarta. Sains
Peternakan Vol 10. Yogyakarta.

Radityawan, Angga. 2010. Feasibility study investasi peternakan sapi di


Kabupaten Boyolali. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Rahayu, Sri, Kuswaryan S., Cecep F., Achmad F., dan Anita F. 2010. Studi
Kelayakan Bisnis Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung.

Rohaeni, Eni S., Rismarini Z., dan Zahirotul H. 2006. Analisis kelayakan
usaha ternak sapi potong melalui perbaikan manajemen pada
kelompok ternak kawasan baru. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Banjarbaru.

LAMPIRAN

You might also like