Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilustrasi kasus:
lengannya. Ketika ditanya, pasien tidak ingin bunuh diri. Dirinya hanya kesal
karena tiba-tiba mengingat ayah dan ibunya yang sudah bercerai dan sudah tidak
melakukan hal tersebut. Pasien menyangkal dirinya merasa sedih. Pasien hanya
mengatakan dirinya kecewa belum bisa menjadi figur anak yang baik. Pasien
mendapatkan kepuasan ketika menyilet tangannya dan hal itu dapat mengobati
rasa kesepiannnya. Pasien merasa tubuhnya seperti sudah mati rasa sehingga
terdorong untuk melukai lebih dalam lagi bila dirinya sedang mengalami suatu
masalah. Pasien tahu hal itu merugikan dirinya, tetapi setiap ada masalah
tangannya.
Kasus di atas merupakan contoh fenomena non suicidal self injury ( NSSI)
atau perilaku menyakiti diri yang saat ini sedang cukup populer dilakukan oleh
remaja. Perilaku ini cukup berbahaya bila tidak mendapatkan penanganan yang
1
baik. Secara epidemiologi, remaja diketahui merupakan usia terbanyak untuk
(Muehlenkamp et al. 2012; Claes et al. 2014; Ką et al. 2015). Padahal, remaja
merupakan aset penting bagi masa depan suatu bangsa. Sebanyak 29 % penduduk
dunia terdiri dari remaja, dan 80% diantaranya tinggal di negara berkembang. Di
Indonesia sendiri pada tahun 2005, jumlah remaja yang berusia 10 - 19 tahun
adalah sekitar 41 juta orang atau sekitar 20% dari jumlah total penduduk
Indonesia (www.idai.or.id).
manusia. Di masa ini banyak terjadi perubahan dalam diri seseorang sebagai
persiapan memasuki masa dewasa. Remaja bukan lagi sebagai anak kecil, tetapi
belum dapat dikatakan sebagai orang dewasa. Di masa ini juga penuh dengan
Hal ini seringkali memicu terjadinya konflik antara remaja dengan dirinya sendiri
(konflik internal). Apabila konflik ini tidak diselesaikan dengan baik tidak jarang
merupakan pintu gerbang untuk bunuh diri (Whitlock et al. 2012). Padahal
pencegahan bunuh diri / kematian prematur akibat penyakit tidak menular seperti
yang dicanangkan oleh WHO dan harus dicapai pada tahun 2020 (WHO
2
khusus sebagai bentuk perhatian terhadap remaja yang disebut Program
meningkatkan kesehatan fisik dan mental remaja serta sebagai bentuk pencegahan
salah yaitu perilaku menyakiti diri (self harm). Perilaku ini juga sering tidak
self harm biasanya cenderung untuk menutupi luka yang ditimbulkannya. Bila
tersebut sebagai upaya bunuh diri sehingga terapi yang diberikan tidak adekuat.
Ditambah lagi banyak mitos mengenai perilaku menyakiti diri sebagai sesuatu
yang hanya digunakan untuk mencari perhatian semakin membuat kasus ini sulit
psikologis dan mengalihkannya ke luka fisik. Seperti kasus di atas, self harm
menjadi jalan penyelesaian untuk mengatasi rasa sakit secara emosional maupun
rasa kekosongan dan kesepian (Muthia et al. 2011). Berbeda dengan tindakan
bunuh diri, pelaku self harm ini tidak karena ingin mati melainkan untuk
kemarahan atau rasa kesepian serta memuaskan keinginan untuk menghukum diri
3
sendiri. Tidak jarang pelaku justru menjadi kecanduan dan melakukan self injury
secara berulang (Saraff & Pepper 2014; Sadeh et al. 2014; Swahn et al. 2012).
Perilaku self injury ini ibarat fenomena gunung es dimana jumlah kasus
sesungguhnya jauh lebih besar daripada kasus kasus yang sudah dilaporkan. Hal
ini dikarenakan ada anggapan bahwa tidak pantas seseorang membagi masalahnya
dengan orang lain dan akan dianggap sebagai sesuatu yang memalukan. Sebagian
klinisi juga belum banyak mengetahui tentang self injury sehingga setiap
menemukan kasus sering dianggap sebagai kasus percobaan bunuh diri/ depresi.
Padahal terdapat banyak diagnosis lain yang juga dapat bermanifestasi menjadi
terstruktur juga belum banyak. Asesmen yang tepat sangat penting untuk
itu, pemilihan instrument asesmen yang tepat, akan membantu dalam penelitian
untuk mendapatkan hasil data yang akurat dan memiliki makna. Oleh karena itu,
referat ini disusun untuk membantu praktisi klinis dalam melakukan asesmen
terhadap self harm agar rencana penatalaksanaan menjadi lebih terstruktur dan
hasilnya akan menjadi lebih baik. Dengan demikian, remaja akan dapat
masa mendatang.
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
NSSI
D. Manfaat
5
3. Bagi pendidikan dan penelitian, akan bermanfaat untuk
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Non Suicidal Self Injury (NSSI) adalah suatu perilaku melukai diri sendiri
tubuh bukan bertujuan untuk bunuh diri (Muehlenkamp et al. 2012). Sedangkan
definisi menurut WHO ( World Health Organization ) NSSI adalah suatu tindakan
dengan hasil non-fatal, di mana seorang individu sengaja memulai perilaku yang
bukan merupakan kebiasaan itu, tanpa campur tangan dari orang lain, akan
menyebabkan menyakiti diri, atau dengan sengaja mencerna zat melebihi dari
dosis terapi yang ditentukan yang bertujuan untuk mendapatkan perubahan yang
diinginkan oleh subjek pelaku melalui konsekuensi fisik yang dihasilkan (Platt et
al., 1992). Nama lain dari NSSI adalah self injury, self harm, deliberate self-
Bentuk yang paling umum dari menyakiti diri adalah menggunakan benda
7
(dermatillomania), mencabuti rambut (trikotilomania) dan konsumsi zat-zat
zat dan gangguan makan biasanya tidak dianggap sebagai NSSI karena kerusakan
jaringan yang dihasilkan biasanya merupakan efek samping yang tidak disengaja.
Namun, batas-batasnya memang tidak selalu jelas. Juga hubungan NSSI dengan
bunuh diri karena sebagian perilaku mungkin berpotensi mengancam nyawa (life
threatening). Peningkatan risiko bunuh diri pada individu yang menyakiti diri
adalah 40-60%. Akan tetapi, NSSI juga tidak bisa digeneralisir sebagai upaya
bunuh diri.
2. Stereotipic self-injury yang tidak begitu parah tapi jauh lebih berulang
yang terlibat dalam jenis self injury ini sering menderita gangguan
8
NSSI juga dibedakan menjadi tipe impulsif dan tipe kompulsif. NSSI tipe
impulsif sering dipicu oleh kejadian eksternal, tidak banyak perlawanan dari
Contoh luka yang ditimbulkan antara lain menyayat kulit, luka bakar, memukul
diri sendiri atau orang lain, bersifat mencari hal-hal yang baru (novelty seeking).
NSSI tipe kompulsif lebih bersifat berulang/ repetitif/ habitual/ kebiasaan dan
biasanya terdapat perlawanan dari individu. NSSI tipe ini lebih bersifat
yang melakukan NSSI jenis ini biasanya memiliki tipe kepribadian cemas
Perilaku Non Suicidal Self Injury (NSSI) diketahui telah menjadi praktik
ritual rutin oleh budaya seperti peradaban Maya kuno yang melakukan
pengorbanan dengan memotong dan menusuk tubuh mereka untuk menarik darah.
Cerita para imam yang memotong tangannya sendiri dengan pisau sampai
perilaku menyakiti diri dilarang di dalam hukum Musa. Menyakiti diri juga
dipraktekkan oleh Sadhu atau Hindu pertapa, juga dalam ritual Kanaan berkabung
kuno seperti yang dijelaskan dalam Ras Shamra dan dalam ritual tahunan Syiah
9
menyakiti diri dan menggunakan rantai dan pedang yang berlangsung selama
Istilah "melukai diri sendiri" muncul dalam sebuah artikel pada tahun
1935 dan buku pada tahun 1938 ketika Karl Menninger menyempurnakan definisi
perilaku bunuh diri dan melukai diri sendiri. Menurut Menninger, perilaku
sendiri. Dalam agama Islam dijelaskan “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim
kepada manusia barang sedikitpun. Akan tetapi, manusia sendirilah yang berbuat
zalim kepada diri mereka sendiri” (QS Yunus:44). Di ayat lain juga disebutkan
bahwa perilaku menyakiti diri termasuk perbuatan yang dilarang seperti dalam
dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka
telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. Namun apabila menusia
tersebut bertaubat, maka dosanya akan diampuni seperti disebutkan dalam surat
mencederai tubuh sendiri dengan cara apa pun tidak diperkenan Allah. didalam
Mazmur 90; 1-2 disebutkan Tidak seorang pun pernah membenci tubuhnya
10
sendiri; tetapi ia memberi makan dan menyayanginya, sebagaimana yang juga
Kristus lakukan kepada sidang jemaat.” Efesus 5:28-29. Dalam agama Budha,
melakukan upaya bunuh diri, bahkan "berpikir" untuk melukai diri sendiri sudah
dengan 23,2% (Jacobson, 2007). Pada penelitian lain dikatakan juga bahwa
prevalensi NSSI pada remaja sebesar 5,9% dimana sebanyak 2,7% nya pernah
melakukan self injury lebih dari 5 kali (Sadeh et al. 2014). Pada tahun 2001, WHO
bunuh diri menyebabkan paling tidak 814.000 kematian di tahun 2000 (BBC,
2010). Pada tahun 2010, sebanyak 20% dari populasi di Australia berusia 18-24
tahun mengaku pernah melukai dirinya sendiri paling tidak sekali dalam
Jumlah remaja pelaku self injury sendiri dari tahun ke tahun semakin
masuk ke rumah sakit akibat mencederai diri mereka sendiri telah naik lebih dari
50% (Estefan, 2014). Pada tingkat yang lebih berat bahkan individu bisa
mematahkan tulang mereka sendiri atau menyuntikkan racun ke dalam tubuh atau
bahkan berakhir dengan bunuh diri (De Moore & Robertson, 1996).
11
Perkiraan orang pada umumnya adalah lebih banyak wanita ketimbang pria
melukai diri sendiri. Namun berbagai studi skala besar paling kini memperlihatkan
tidak ada perbedaan signifikan di antara kedua jenis kelamin. Perbedaan yang
penting barangkali lebih terletak pada bentuk atau metode pelukaan diri. Wanita
lebih cenderung membuat sayatan dan garukan/ cakaran, sedangkan pria membuat
metode, termasuk dua atau lebih di atas (78%). Onset perilaku ini biasanya
1. Teori Neurobiologi
penelitian Groschwitz et al tahun 2012 disebutkan bahwa gen yang terlibat dalam
perilaku menyakiti diri. Dalam penelitian Joyce et al tahun 2006 juga didapatkan
keterlibatan alel T dari GN β3 (Arce & Santisteban 2006; Groschwitz & Plener
12
Beberapa penelitian juga menyebutkan terdapat defisiensi serotonin pada
orang dengan perilaku menyakiti diri. Dikatakan pada penderita NSSI, terdapat
pada kadar dopamin antara pasien NSSI dengan gangguan kepribadian kluster B
dan pasien yang memiliki niat untuk bunuh diri. Studi lebih lanjut mengatakan
individu dengan NSSI menunjukkan penurunan kadar kortisol dan kadar opioid
setelah melakukan NSSI. Pada penelitian yang melihat gambaran MRI juga
terdapat penurunan aktivitas di daerah OFC (Orbito Frontal Cortex) pada individu
BPD saat mengalami peristiwa stressful dan melakukan NSSI. Perilaku ini juga
berhubungan dengan konsentrasi kolesterol dan asam lemak esensial yang rendah
(Groschwitz & Plener 2012). NSSI juga berhubungan dengan anterior cingulate
korteks berfungsi untuk mengendalikan emosi dan mengatasi sakit psikis dimana
pada laki-laki lebih tipis apabila sedang marah lebih sulit dinegosiasi dan lebih
berhasil melakukan bunuh diri. Regio lain yang terlibat adalah ventro medial
prefrontal korteks dan amigdala. Regio Dorsolateral Pre Frontal Cortex (DLPFC)
13
(dengan sirkuit amigdala, ACC dan ventro medial) sehingga perilaku tidak bisa
dikendalikan dan terjadi NSSI (Groschwitz & Plener 2012; Arce & Santisteban
2006).
2. Teori psikodinamika
perilaku self injury adalah konflik antara kehidupan dengan dorongan untuk
kematian, agresi dan impuls seksual. Perbedaan antara NSSI dengan ide untuk
bunuh diri pertama kali dipublikasikan oleh Meninger tahun 1938. Meninger
Namun demikian, penelitian penelitian yang mendukung teori ini hingga saat ini
masih sangat sedikit (Burešová et al. 2015). Perilaku NSSI dilakukan oleh orang
depresi melankolia.
perilaku NSSI:
14
4. Pathological internal obyek relation
Pada perilaku NSSI yang mengarah pada percobaan bunuh diri didasari
2. Denial primitif
4. Introyeksi
5. Regresi
6. Identifikasi agresor
7. Represi
konflik antara dorongan hidup dan dorongan mati, agresi dan impuls seksual. Hal
ini dipublikasikan oleh Meninger pada tahun 1938. Jadi perilaku Non Suicidal Self
Injury merupakan perjanjian antara kompetisi dorongan hidup dan mati. Hanya
saja tidak ada penelitian empiris yang mendukung teori ini. Yang kedua yaitu teori
15
impuls seksual dimana self-injury digunakan untuk menghancurkan tubuh
seseorang dikarenakan adanya impuls seksual yang tidak diinginkan atau kotor.
Akan tetapi juga hanya sedikit penelitian yang mendukung hal tersebut dan
hubungannya sangat lemah. Teori yang ketiga yaitu self injury merupakan
Hal itu digunakan untuk menghilangkan perasaan negatif, dorongan, pikiran dan
perilaku yang tidak dapat diterima. Hanya sedikit penderita yang melaporkan
bahwa self-injury digunakan untuk menghukum dirinya sendiri dan hampir 50%
dari sampel penelitian menyebutkan bahwa remaja itu melakukan self injury
Pola asuh orang tua yang otoriter atau terlalu permisif juga menimbulkan
perasaan yang tidak nyaman pada anak. Perasaan tersebut menimbulkan kesepian
dan kebencian terhadap diri sendiri. Hal ini diungkapkan oleh salah satu
responden pada penelitian kualitatif Maidah tahun 2013. Pola asuh permisif
pengalaman yang tidak menyenangkan terutama dengan lawan jenis, subyek akan
menyakiti dirinya sendiri. Banyak diantara penderita self injury yang memiliki
masa kecil yang tidak menyenangkan seperti korban broken home, kurang
berhubungan terlalu jauh dan ketika berpisah akhirnya melakukan NSSI untuk
16
3. Teori psikososial
faktor keluarga dan lingkungan pergaulan yang tidak sehat dimana pelaku tinggal
tak acuh
(Arbuthnott & Lewis 2015; Auerbach et al. 2014; Di Pierro et al. 2012;
peran model pada masa kecil dalam mengekspresikan emosi serta kurangnya
baik secara fisik, seksual maupun emosional (Arbuthnott & Lewis 2015; Esposito-
smythers et al. 2010; Glassman et al. 2007; Wan et al. 2015) kehidupan keluarga
dipenuhi keyakinan agama yang kaku nilai-nilai yang dogmatis, yang diterapkan
17
dengan cara yang munafik dan tidak konsisten juga peran yang terbalik dalam
keluarga: misalnya si anak mengambil alih tanggung jawab orang dewasa di usia
4. Faktor psikologis
Pelaku self injury merasakan adanya kekuatan emosi yang tidak nyaman
dan tidak mampu untuk mengatasinya (Hintikka et al. 2009). Tipe kepribadian
kepribadian ekstrovert saat sedang menghadapi masalah. Pola perilaku self injury
sangat bergantung pada mood seseorang. NSSI juga sering digunakan sebagai
bentuk penghukuman diri ke dalam (intrapunitif). Selain itu adanya harga diri
perasaan menjadi faktor penunjang bagi seseorang untuk melakukan self injury
faktor-faktor psikologis yaitu merasa tidak kuat menahan emosi dan merasa
terjebak, stress, self esteem yang rendah, tidak sanggup mengekspresikan ataupun
didalam batin yang tidak dapat ditolerir setelah kehilangan orang yang disayangi,
ingin mendapat perhatian lagi dari orang yang disayangi, merasa putus asa, tidak
sanggup menghadapi realita, tidak berguna, hidup terasa sulit, frustrasi dan depresi
18
(Claes et al. 2010; Claes et al. 2014; Crowell et al. 2009; Burešová et al. 2015; Di
lebih berisiko berulang. Didasari putus asa (despair) serta tindakan menyayat.
2. Riwayat kecemasan
3. Depresi
5. Kepribadian antisosial
8. Predisposisi genetik
19
12. Tidak menikah
untuk mengatasi stres. Para pelaku melukai diri bertujuan untuk menenangkan
rasa sakit emosional yang mendalam yang dialihkan ke dalam bentuk sakit fisik
20
1. Kesulitan mengendalikan impuls di berbagai bidang seperti mengalami
stabil
Didalam ICD 10, self injury dimasukkan pada golongan Bab XX yaitu
klasifikasinya:
21
(X60-X84) Termasuk: sengaja keracunan yang merugikan diri sendiri atau
(alkaloid).
X63 Disengaja keracunan diri oleh dan paparan obat yang bekerja pada
(adrenergik).
X64 Disengaja keracunan diri oleh paparan obat yang tidak ditentukan,
pada otot halus dan rangka dan sistem pernafasan, anestesi (umum/ lokal).
22
agen udara keseimbangan dan obat-obatan yang mempengaruhi mineral
X66 Disengaja keracunan diri oleh dan paparan pelarut organik dan
(derivatif).
X67 Disengaja keracunan diri oleh dan paparan gas dan uap lainnya,
Termasuk: karbon monoksida, gas lakrimogenik (gas air mata), gas buang,
nitrogen oksida, sulfur dioksida, gas utilitas, Tidak termasuk: asap logam
dan uap.
X69 Disengaja keracunan diri oleh dan paparan lainnya dan tidak
asam dan alkali kaustik, lem dan perekat, logam termasuk asap dan uap,
cat dan pewarna, makanan nabati dan pupuk, bahan makanan beracun dan
X73 Disengaja menyakiti diri sendiri dengan senapan, senapan dan senjata
23
X74 Disengaja menyakiti diri dengan dan senjata api yang tidak ditentukan
X77 Disengaja menyakiti diri oleh uap, uap panas dan benda panas
X80 Disengaja menyakiti diri dengan melompat dari tempat yang tinggi
bermotor
(http://www.icd10.data.com/)
terpisah dari gangguan mental lainnya dan disebut non-suicidal self injury (NSSI).
diterapkan pada:
1) Seseorang telah terlibat self injury, selama dua belas bulan terakhir,
24
2) Self injury bukan merupakan hal yang sepele (misalnya menggigit
kuku), dan tidak merupakan bagian dari sebuah praktek yang diterima secara
Self injury ditunjukkan oleh pelakunya bahwa mereka dapat sadar bahwa
hal tersebut tidak mematikan. Lebih lanjut, melukai diri harus disertai dengan
setidaknya dua dari berikut: Perasaan atau pikiran negatif, seperti depresi,
A. Dalam satu tahun terakhir, lebih dari 5 kali telah terlibat dalam kerusakan yang
dengan harapan bahwa cedera akan menyebabkan kerusakan fisik hanya kecil atau
B. Individu yang terlibat dalam perilaku yang merugikan diri sendiri memiliki satu
C. Perilaku sengaja mencederai diri dikaitkan dengan setidaknya salah satu dari
hal-hal berikut:
25
1. Kesulitan interpersonal atau perasaan negatif atau pikiran yang terjadi
D. Perilaku tersebut tidak berakitan dengan sanksi sosial dan tidak terbatas pada
perkembangan neurologis, perilaku bukan bagian dari pola stereotipi berulang dan
Para ahli masih berbeda pendapat mengenai NSSI dikarenakan ada yang
berpendapat bahwa NSSI tidak bisa dijadikan sebagai diagnosis tersendiri. Sebuah
studi 2011 oleh David Klonsky menemukan bahwa hampir 6% dari orang dewasa
bawah usia 30 yaitu 19%. Sementara pemotongan, pembakaran, atau bentuk lain
dari cedera diri adalah lebih umum di antara orang dengan diagnosis psikiatri
(Klonsky & Muehlenkamp, 2007). NSSI tidak lagi menyiratkan diagnosis Axis II
sama sekali. Menariknya, sebuah studi 2012 oleh Jennifer Muehlenkamp dan
26
remaja adalah 18% hampir sama seperti pada remaja AS. Untuk alasan yang tidak
jelas, NSSI telah pindah dari menjadi gejala dari gangguan kepribadian serius
untuk mekanisme koping yang digunakan oleh hampir 1 dari 5 remaja. Jadi, NSSI
telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun terakhir sebagian karena itu
muncul dalam populasi umum, bukan hanya sub-kelompok kecil pasien kejiwaan.
27
BAB III
PEMBAHASAN
yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan
kekuatan yang mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk layanan kesehatan
dilakukan baik terhadap kasus-kasus NSSI yang ditemui di klinik maupun kasus
kecenderungan NSSI pada remaja yang terdapat di komunitas umum. Asesmen ini
bertujuan untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat sehingga klinisi dapat
manajemen pasien dengan perilaku Non Suicidal Self Injury termasuk tenaga
Kompetensi klinis dokter umum pada tingkat standar untuk perilaku non
1. Penilaian yang cepat dari kondisi fisik pasien, termasuk tingkat kesadaran
28
3. Asesmen psikososial dan status mental sederhana untuk mendeteksi
keadaan darurat.
2. Penilaian risiko menyakiti diri lebih lanjut pada pasien dan siapa yang
telah disepakati
29
Pertama kali, klinisi harus menganggap perilaku self harm merupakan
sesuatu yang serius, tanpa melihat seberapa berat dan tingkat keparahan luka yang
dihasilkan atau seberapa jauh niat untuk melakukan self harm (C M Kelly et al.
d. Luka bakar dengan diameter lebih dari 2 cm atau luka bakar di tangan,
f. Minum racun
h. Melukai mata
kesadaran, maka hal ini harus diatasi terlebih dahulu. Juga perilaku membakar
diri, jalan nafasnya harus dibebaskan terlebih dahulu. Pada intinya setiap
30
Terdapat 4 pertanyaan yang harus diperhatikan oleh klinisi yaitu:
di UGD yang memiliki 2 pintu dan tidak dikunci. Ruangan harus didesain agar
mampu menjaga privasi dan kerahasiaan pasien. Ruangan harus tenang dan ada
Perlu ditanyakan bagaimana kronologinya, serta metode apa yang dipakai. Juga
perlu ditanyakan riwayat permasalahan apa yang dialami saat ini, tanda dan gejala
riwayat gangguan fisik maupun mental serta riwayat pengobatan sebelumnya dan
triase. Triase berasal dari bahasa Perancis yang artinya “ to sort” memilih,
menyortir untuk menentukan pasien mana yang harus ditangani terlebih dahulu
31
baiknya. Asesmen yang dilakukan oleh dokter triase meliputi asesmen fungsi
kognitif dan kapasitas mental, tingkat kesadaran umum, orientasi dan perhatian,
lainnya adalah menentukan level distres yang dialami oleh pasien serta menilai
Tabel 1
Triase kesehatan mental untuk Non Suicidal Self Injury berdasarkan
panduan NICE (National Institute for Health and Care Excellence)
32
Mengalami pengobatan agitasi
penderitaan berat
Hijau Level penderitaan Tidak ada agitasi/ Gejala cemas atau
sedang gelisah depresi tanpa ide
Iritabel, tetapi tidak bunuh diri
ada agresi
Kooperatif
Memberikan cerita
yang koheren/ sesuai
Biru Tidak Komunikatif, Diketahui pasien
membahayakan diri kooperatif, patuh menderita gejala
maupun orang lain terhadap perintah psikotik yang kronis
Tidak ada distress Diketahui pasien
yang akut dengan gejala somatik
Tidak ada gangguan tak terjelaskan yang
perilaku kronik
Meminta pengobatan
Memiliki masalah
finansial, sosial atau
hubungan
interpersonal
Diadaptasikan dari skala yang dibuat oleh Broadbent, M., Jarman, H. & Berk, M. (2002).
Improving competence in emergency mental health triage. Accident and Emergency Nursing, 10,
155-162 and Smart, D., Pollard, C. & Walpole, B. (1999). Mental health triage in emergency
medicine. Australian and New Zealand Journal of Psychiatry, 33 (1), 57-66. Disusun oleh Simon
Baston dan the NICE self-harm guideline development group
menjalani asesmen lebih lanjut yaitu asesmen psikososial. Dalam hal ini dokter
dan psikiater dibantu oleh pekerja sosial atau petugas terlatih. Asesmen
mengulangi NSSI dan mengurangi risiko bunuh diri. Penilaian psikososial yang
yang standar dan didokumentasikan dengan baik. Komponen inti yang harus
33
1. Situasi sosial (termasuk tempat tinggal, pekerjaan dan hutang)
Pekerjaan
- Bekerja full time/ partime
34
- Tidak bekerja
- Pelajar
- Lain-lain
Disadur dari Artikel Assesment Following Self Harm yang dibuat oleh The General
Hospital Management of Adult Deliberate Self Harm (Royal College of Psychiatrist) 1994.
Evaluasi sosial, psikologis, fungsi dan motif NSSI, intent saat ini, hopelessness
dan kesehatan mental dan kebutuhan sosial. Asesmen risiko juga dilakukan oleh
psikiater meliputi identifikasi gambaran klinis dan demografis, risiko repetisi dan
diri yang terus menerus). Nantinya faktor risiko ini akan dibagi menjadi : long
35
Tabel berikut ini berisi daftr faktor-faktor yang memprediksi risiko tinggi
Faktor risiko juga dibedakan menjadi fatal dan non fatal. Faktor risiko
yang fatal yaitu yang umumnya bisa berlanjut menjadi complete suicide antara
36
lain: jenis kelamin laki-laki, lansia, usaha bunuh diri sebelumnya, riwayat ganguan
jiwa, tidak bekerja, tinggal sendiri, kesehatan fisik yagn buruk, derajat keseriusan
luka yang ditimbulkan, adanya rasa tidak berdaya serta adanya dorongan bunuh
diri terus menerus. Adapun faktor risiko yang nonfatal antara lain : riwayat NSSI
petugas kesehatan.
permasalahan dari sudut pandang perilakunya, orangnya dan juga situasi disekitar
individu.
kriminal.
dukacita/ kehilangan.
dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu kelompok low risk dan high risk. Berikut
• Edinburgh Risk of Repetition Scale (11 items; Kreitman & Foster, 1991)
37
• Suicide Assessment Checklist (21 items; Rogers et al., 1994)
rangkuman yang meliputi hasil asesmen kesehatan fisik dan mental pasien, faktor-
faktor risiko serta risiko untuk mengulangi perilaku tersebut. Intervensi singkat
keperawatan dan intervensi hukum. Setelah itu, tim medis membuat keputusan
apakah pasien hendak dirujuk atau tidak serta membutuhkan follow up aatu tidak
berdasarkan asesmen needs and risks yang telah dilakukan. Apabila hasil yang
Apabila pasien mengalami distres berat, sulit dinilai (misal intoksikasi atau
penurunan kesadaran) atau ada penyalahgunaan NAPZA dan alkohol atau kembali
hari. Apabila pasien anak maka harus ada persetujuan dari wali serta dalam
38
gangguan depresi, gangguan kognitif, gangguan fisik juga asesmen menyeluruh
mengenai kondisi di rumah dan keadaan sosialnya. Semua NSSI yang dilakukan
oleh lansia > 65 tahun harus dianggap sebagai upaya bunuh diri sampai terbukti
tidak. Pasien lansia juga membutuhkan follow up dan monitoring lebih lanjut.
tanpa penilaian spesialis, mereka harus mencatat alasan mereka di dalam catatan
medis. Berikut terdapat beberapa informasi yang harus dilengkapi sebelum pasien
2. Tingkat Kesadaran
3. Riwayat Psikiatri
Anggota dari tim medis harus menghubungi dokter keluarga pasien dalam
waktu 24 dan surat keterangan dan semua informasi ini dikirimkan paling lambat
39
dalam waktu 3 hari kerja. Apabila pasien berusia lebih dari 65 tahun dan di bawah
tingkat kesadaran dan kapasitas mental pasien saat itu. Untuk menunjukkan
kapasitas untuk menyetujui atau menolak perawatan medis individu harus dapat
3. Mampu memahami dalam arti luas apa yang akan menjadi konsekuensi
40
Tabel 4. Algoritma Asesmen NSSI
Penilaian tingkat kesadaran (Bila penurunan kesadaran harus dirujuk ke dokter spesialsis saraf,
untuk pasien anak perlu konsultasi dokter anak, untuk geriatri perlu konsul dengan dokter
speialis yang berpengalaman untuk kasus geriatri
Penilaian kondisi/ situasi hidup penderita saat ini dan riwayat NSSI sebelumnya
Penilaian segera kebutuhan fisik dan psikis secara konteks sosial terutama bila pasien menolak
intervensi lebih lanjut
Tes laboratoriuam ( misal: Tes kadar paracetamol plasma, obat-obatan, bila perlu bilas lambung)
Disarikan dari Guideline of Self Harm: For Second Consultation. Short-term physical and
psychological management and secondary prevention of self-harm in primary and secondary care.
The Royal College of Psychiatrists. National Clinical Practice Guideline Number, 2003
41
B. Membedakan Non Suicidal Self Injury dengan Upaya Bunuh Diri
Salah satu hal yang cukup penting dilakukan oleh klinisi adalah
membedakan NSSI dengan bunuh diri (suicide). Beberapa faktor risiko NSSI
dengan suicide yang hampir sama antara lain: status sosioekonomi rendah,
perceraian orang tua, riwayat keluarga pernah melakukan perilaku menyakiti diri
atau bunuh diri, bullying, dan problem interpersonal (Slaninová, Haviger, Novotná
et al. 2005).
epidemiologis pada self harm dengan usaha bunuh diri. Pelaku self harm lebih
banyak pada jenis kelamin perempuan dan banyak terjadi pada usia 12-15 tahun,
(Bertolote & Fleischmann, 2002). Tujuan perilaku self harm ini adalah untuk
tidak ingin mengakhiri hidup, reaksi impulsif terhadap distres psikologis, dan
depresi, agresivitas dan kemarahan. Perilaku menyakiti diri ini juga erat kaitannya
gangguan citra tubuh, serta kondisi sosial dan lingkungan pada periode
dengan teman sebaya, dan pencapaian akademik yang rendah (Buresova, 2015).
Pelaku self harm biasanya tidak takut terhadap rasa sakit (mati rasa).
sesuatu perasaan yang baru setelah melakukan self harm. Kekosongan ini juga
42
ditemukan pada gangguan alexitemia dimana pasien tidak bisa mengekspresikan
emosinya serta tidak punya cara yang lain untuk melampiaskan emosinya
Usaha bunuh diri lebih banyak dilakukan oleh laki-laki dan sangat jarang
pada anak di bawah 12 tahun atau remaja di bawah 15 tahun. Penelitian Young et
memiliki risiko 4-8 lipat untuk melakukan bunuh diri dibanding yang tidak.
Menyakiti diri merupakan faktor risiko tinggi untuk bunuh diri di masa
mendatang. Individu yang dengan sengaja melukai diri sendiri memiliki risiko 100
kali lipat lebih besar untuk bunuh diri daripada populasi umum (Hawton & Fagg,
1992). Juga terdapat penelitian bahwa 1% dari pelaku self harm akan meninggal
dalam waktu 1 tahun dari upaya self harm dan 3-5% nya melakukan bunuh diri
dalam 5-10 tahun ke depan. Telah dihitung dalam penelitian bahwa upaya
mengurangi tingkat bunuh diri pada kelompok pelaku self harm akan mengurangi
tingkat bunuh diri sebesar 5,8% (Lewis et al, 1997). Tabel berikut ini menjelaskan
mengenai fokus asesmen untuk perilaku usaha bunuh diri dan perbedaannya
43
Tabel 5. Perbedaan Asesmen Self Injury dan Usaha Bunuh Diri
Perilaku NSSI yang sudah menjurus ke arah ide bunuh diri memiliki
beberapa gejala yang harus diwaspadai/ warning sign antara lain: bila perilaku self
44
harm sudah tidak memberikan efek mengurangi sakit psikis, ada ide bunuh diri,
marah, ceroboh dan mood labil (C M Kelly et al. 2008; Jacobs et al. 2003).
Injury)
gejala NSSI antara lain gangguan depresi, gangguan cemas, gangguan kepribadian
bulimia dan anoreksia nervosa serta alexitemia. Hanya saja untuk diagnosis
dengan gangguan depresi mayor (63%), gangguan cemas (37%), dan gangguan
makan (15%). Juga didapatkan lebih banyak pada responden perempuan yang
432 remaja mendapatkan bahwa sebanyak 22 % anak dan 22% remaja yang
45
D. Instrument yang digunakan untuk Asesmen Non Suicidal Self injury
memahami mengapa orang melukai diri sendiri. Tes ini juga menilai motif, atau
memiliki satu item atau beberapa item untuk menilai NSSI, berguna bila
Suicidal Self Injury Assessment Tools); SHI (Self Harm Inventory); DSHI
SIQ (Self Injury Questionnaire); SITBI (Self Injurious Thoughts and Behaviour
Interview); SASSI (Suicide Attempt Self Injury Interview); dan FASM (Functional
Assesment of Self Mutilation), dan SITS (Self Injury Trauma Scale) (Klonsky &
46
akademik, wawancara mendalam terhadap 27 orang dewasa muda dengan
guru BK/ bimbingan dan konseling, psikiater dan psikolog). Instrument ini
dapat dikerjakan secara paper based maupun web based (Whitlock &
dampaknya.
2. Fungsi NSSI
5. Letak luka
6. Motivasi awal
7. Tingkat keparahan
8. Pola praktek
47
10. Keterbukaan NSSI
waktu kurang dari 5 menit. Terdiri atas 41 item yang dibuat berdasarkan
Kelebihan dari instrument ini adalah memiliki tingkat akurasi yang cukup
akurasinya sebesar 84% dengan cut off point > 5. Instrument ini memiliki
validitas yang cukup baik yaitu validitas konveren r 0,76. P<0,01 dan n
221. Nilai Alfa Cronbachs 0,89 dari 52 sampel wanita yang berumur 40-70
48
Terdiri atas 17 item pertanyaan dengan jawaban ya dan tidak.
terdapat item pertanyaan mengenai usaha bunuh diri (Ferrara et al. 2012;
yang diisi sendiri oleh klien. Secara garis besar, pertanyaan pada
perilaku self harm adalah bukan untuk bunuh diri. Bagian B menanyakan
diri. Bagian D menanyakan tentang ide bunuh diri. Instrumen ini memang
didesain untuk membuka 4 aspek terkait perilaku bunuh diri. Instrumen ini
49
item pertanyaan mengenai usaha bunuh diri (Boege et al. 2014; Claes &
dan karakteristik NSSI serta pikiran dan perilaku NSSI dalam rentang yang
cukup luas seperti ide bunuh diri, rencana bunuh diri, gerak-gerik bunuh
diri, dan usaha bunuh diri dan NSSI. Instrumen ini dicobakan terhadap 94
orang remaja dan dewasa muda dan memiliki reliabilitas yang cukup tinggi
korelasi 0,44 selama 6 bulan. Ciri khas SITBI adalah menilai onset,
gangguan mood yang terkait. Jadi hanya fokus pada NSSI itu sendiri tidak
remaja.
50
definisi dari perilaku NSSI. Tujuan dari administrasi SASSI adalah menilai
topografi, konteks, dan niat atau tujuan perilaku NSSI. Wawancara yang
Instrument ini juga mampu membedakan dengan jelas antara NSSI dengan
NSSI dilakukan. Jika lebih dari satu kali, maka perlu dievaluasi lebih
lanjut. Satu instrument SASSI yang sudah terstandar terdiri atas 6 item
koding, 22 item dan subitem untuk mengukur waktu dan frekuensi NSSI
NSSI maupun niat bunuh diri, hubungan atau komunikasi antar episode,
kondisi fisik dan tingkat intervensi medis yang sudah didapatkan (Bryan et
al. 2015; Linehan et al. 2006). SASSI baik untuk menilai NSSI pada
remaja.
perilaku yang dilakukan oleh remaja atau pasien dengan riwayat NSSI
51
(Young et al. 2014; Calvete et al. 2015; Whitlock & Purington 2007b;
Self Injury. Memberikan data yang obyektif mengenai letak, tipe, jumlah
objektif mengenai letak, tipe, jumlah dan tingkat keparahan luka yang
Instrument ini juga cukup reliable dan dibuat dari 4 sumber yaitu berbagai
hasil publikasi mengenai luka NSSI, pengobatan terhadap lebih dari 200
1. Seorang wanita, 55 tahun, menikah selama 30 tahun dan ibu dari tiga
orang anak. Pasien belum pernah mengalami kejadian besar atau traumatis
menjalani ECT. Pasien membaik dan selama 23 tahun tidak pernah mondok.Saat
ini tiba-tiba pasien kembali merasa sedih dan tertekan sepanjang hari. Pasien
menjadi sangat gelisah dan mengembangkan fantasi depresi bahwa dirinya orang
yang jahat dan akan bertanggung jawab atas kematian anak-anaknya. Untuk
52
mencegah hal tersebut, ia pergi ke tempat yang terpencil dan mengambil 100
Pembahasan :
Permasalahan yang teridentifikasi pada pasien ini adalah adanya ide bunuh
diri yang terencana yaitu dengan membawa pil antidepresan sekaligus 100 butir
dan menjauhkan diri ke tempat terpencil agar tidak diketahui orang lain.
asesmen status mental terapi oleh psikiater dan pengawasan karena ide bunuh diri
yang terencana.
kesehatan mental sebelumnya. pemuda ini mengikuti pesta ulang tahun temannya.
Menjelang akhir pesta, pemuda ini meminum 8 kaleng bir, berdebat dengan
aspirin. Dia segera menyesali tindakannya dan mengatakan seorang teman yang
Pembahasan :
53
Kategori faktor risiko: low/ moderate risk
kali ketika masih anak-anak dan memiliki riwayat penyalahgunaan zat. Dia telah
menyayat lengannya sejak usia 14 dengan frekuensi rata-rata sekali setiap tiga
minggu. Hal ini membuat dia terbebas dari perasaan kekosongan dan putus asa.
semakin lama, tindakan menyayat ini semakin meluas yaitu ke lengan bawah.
Pembahasan :
menyakiti diri berulang dengan metode menyayat lengan yang semakin meluas.
54
4. Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun lahir karena ibunya diperkosa
orang tidak dikenal. anak ini dibesarkan oleh ibunya yang buru-buru menikah
dengan orang lain untuk menutupi rasa malu. anak tersebut selalu dikatakan anak
jadah, anak haram, bajingan dan mendapat pelecehan seksual sejak umur 4 tahun
oleh ayah tirinya yang juga pemabuk. ayahnya juga sering melakukan kekerasan
terhadap ibunya karena merasa cemburu sehingga ibunya sangat tertekan dan
anak itu minum sebotol pembersih lantai dan percaya ini akan membunuh dia dan
menyelamatkan ibunya.
Pembahasan :
Faktor risiko : riwayat latar belakang dan pola asuh yang buruk, putus asa,
ayahnya dari usia dua sampai enam belas usia. Dia telah mengalami overdosis
55
dua kali dengan maksud bunuh diri, dan harus menjalani perawatan di rumah
sakit. Dia juga membahayakan dirinya sendiri dengan memotong lengan dan
melakukan hal tersebut sebagai alternatif untuk mencoba bunuh diri. Dia
bercerita dirinya seperti memiliki dorongan yang sangat kuat untuk melakukan
hal ini, dan menganggapnya sebagai tindakan yang dilakukan untuk menolong
Pembahasan :
Faktor risiko : riwayat latar belakang keluarga yagn buruk dan riwayat
mengalami pelecehan seksual oleh ayah sendiri. Dorongan yang intens untuk
56
BAB IV
KESIMPULAN
dan mental, asesmen psikososial, risiko berulang dan risiko bunuh diri. Asesmen
ini dapat dilakukan oleh dokter triase maupun dokter spesialis sesuai dengan
NSSI antara lain NSSIAT (Non Suicidal Self Injury Assessment Tools); SHI (Self
Harm Inventory); DSHI (Deliberate Self Harm Inventory); SHBQ (Self Harm
Interview); dan FASM (Functional Assesment of Self Mutilation), dan SITS (Self
klinisi.
57
DAFTAR PUSTAKA
Arbuthnott, A.E. & Lewis, S.P., 2015. Parents of youth who self-injure: a review
of the literature and implications for mental health professionals. Child and
adolescent psychiatry and mental health, 9(1), p.35.
Arce, E. & Santisteban, C., 2006. Impulsivity: A review. Psicothema, 18(2),
pp.213–220.
Arsani, N.L.K.A., Agustini, N.N.M. & Purnomo, I.K.I., 2013. Peranan Program
PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja) Terhadap Kesehatan
Reproduksi Remaja Di. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 2(1), pp.129–
208.
Auerbach, R.P. et al., 2014. Adolescent nonsuicidal self-injury: Examining the
role of child abuse, comorbidity, and disinhibition. Psychiatry Research,
220(1-2), pp.579–584.
Baetens, I. et al., 2014. Non-suicidal self-injury in adolescence : A longitudinal
study of the relationship between NSSI , psychological distress and perceived
parenting. , 37, pp.817–826.
Baetens, I. et al., 2011. The relationship between non-suicidal self-injury and
temperament in male and female adolescents based on child- and parent-
report. Personality and Individual Differences, 50(4), pp.527–530.
Boege, I. et al., 2014. Pilot study: feasibility of using the Suicidal Ideation
Questionnaire (SIQ) during acute suicidal crisis. Child and adolescent
psychiatry and mental health, 8(1), p.28.
Bryan, C.J. et al., 2015. Nonsuicidal self-injury as a prospective predictor of
suicide attempts in a clinical sample of military personnel. Comprehensive
Psychiatry, 59, pp.1–7.
Burešová, I., Vrbová, M. & Čerňák, M., 2015. Personality Characteristic of
Adolescent Self-harmers. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 171,
pp.1118–1127.
Calvete, E. et al., 2015. Prevalence and functions of non-suicidal self-injury in
Spanish adolescents. Psicothema, 27(3), pp.223–228.
Carter, G. et al., 2005. Repeated self-poisoning: Increasing severity of self-harm
as a predictor of subsequent suicide. British Journal of Psychiatry,
186(MAR.), pp.253–257.
Cerutti, R., Calabrese, M. & Valastro, C., 2014. ScienceDirect Alexithymia and
personality disorders in the Adolescent Non- suicidal Self Injury: preliminary
results. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 114, pp.372–376.
World Health Organization (WHO)., 2015. Universal Sustainable Understanding
the Transformational Challenge for Developed Countries Report Of A Study
By Stakeholder Forum.
Claes, L. et al., 2010. Brief report : The association between non-suicidal self-
injury , self-concept and acquaintance with self-injurious peers in a sample of
adolescents. Journal of Adolescence, 33(5), pp.775–778. Available at:
58
http://dx.doi.org/10.1016/j.adolescence.2009.10.012.
Claes, L., Luyckx, K. & Bijttebier, P., 2014. Non-suicidal self-injury in
adolescents: Prevalence and associations with identity formation above and
beyond depression. Personality and Individual Differences, 61-62, pp.101–
104.
Claes, L. & Vandereycken, W., 2007. The self-injury questionnaire-treatment
related (SIQ-TR): Construction, reliability, and validity in a sample of female
eating disorder patients. In Psychological tests and testing research trends.
pp. 111–139.
Crowell, S.E. et al., 2009. Injury in Adolescents. , 76(1), pp.15–21.
De Moore, G. & Robertson, A., 1996. Suicide in the 18 years after deliberate self-
harm. British Journal of Psychiatry, 169, pp.489–494.
Di Pierro, R. et al., 2012. Adolescent nonsuicidal self-injury: The effects of
personality traits, family relationships and maltreatment on the presence and
severity of behaviours. European Child and Adolescent Psychiatry, 21(9),
pp.511–520.
Esposito-smythers, C. et al., 2010. Clinical and psychosocial correlates of non-
suicidal self-injury within a sample of children and adolescents with bipolar
disorder. Journal of Affective Disorders, 125(1-3), pp.89–97. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jad.2009.12.029.
Ferrara, M., Terrinoni, A. & Williams, R., 2012. Non-suicidal self-injury ( Nssi )
in adolescent inpatients : assessing personality features and attitude toward
death. Child and Adolescent Psychiatry and Mental Health, 6(1), p.12.
Available at: http://www.capmh.com/content/6/1/12.
Glassman, L.H. et al., 2007. Child maltreatment , non-suicidal self-injury , and the
mediating role of self-criticism. , 45, pp.2483–2490.
Groschwitz, R.C. & Plener, P.L., 2012. The Neurobiology of Non-suicidal Self-
injury (NSSI): A review. Suicidology Online, 3, pp.24–32.
Gutierrez, P.M. et al., 2001. Development and Initial Validation of the Self-Harm
Behavior Questionnaire. JOURNAL OF PERSONALITY ASSESSMENT,
77(3), pp.475–490.
Gutierrez, P.M. et al., 2001c. Development and initial validation of the Self-harm
Behavior Questionnaire. Journal of personality assessment, 77(3), pp.475–
90.
Hankin, B.L. et al., 2015. 5-HTTLPR ?? interpersonal stress interaction and
nonsuicidal self-injury in general community sample of youth. Psychiatry
Research, 225(3), pp.609–612.
Hintikka, J. et al., 2009. Mental Disorders in Self-Cutting Adolescents. Journal of
Adolescent Health, 44(5), pp.464–467. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jadohealth.2008.10.003.
Huang, R. et al., 2011. The assessment methods of self-injurious behavior
commonly used among the adolescents. Chinese Journal of Clinical
Psychology, 19(5), pp.645–647.
International, R. & London, C., 2014. Psychoanalytic Contributions to
understanding Self-Harm.
Jacobs, D.G. et al., 2003. Assessment and Treatment of Patients With Suicidal
59
Behaviors. American Psychiatric Association Practice Guidelines.
Ką, H., Żak, G. & Kalin, B., 2015. The prevalence of Non-Suicidal Self-Injury (
NSSI ) among high school students in relation to age and sex. , 49(4),
pp.765–778.
Kelly, C.M. et al., 2008. Development of mental health first aid guidelines for
deliberate non-suicidal self-injury: a Delphi study. BMC Psychiatry, 8, p.62.
Klonsky, E.D. et al., 2015. The functions of nonsuicidal self-injury: converging
evidence for a two-factor structure. Child and adolescent psychiatry and
mental health, 9, p.44.
Klonsky, E.D. & Glenn, C.R., 2009. Assessing the Functions of Non-suicidal Self-
injury: Psychometric Properties of the Inventory of Statements about Self-
injury (ISAS). Journal of Psychopathology and Behavioral Assessment,
31(3), pp.215–219.
Linehan, M.M. et al., 2006. Suicide Attempt Self-Injury Interview (SASII):
development, reliability, and validity of a scale to assess suicide attempts and
intentional self-injury. Psychological assessment, 18(3), pp.303–312.
Moreno, D.V. & Medicine, F., 2014. Neurophysiological correlates of reward
processing and cognitive control in Borderline Personality Disorder patients
with and without self-harm history.
Muehlenkamp, J.J. et al., 2009. Behaviour Research and Therapy Emotional states
preceding and following acts of non-suicidal self-injury in bulimia nervosa
patients q. Behaviour Research and Therapy, 47(1), pp.83–87. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.brat.2008.10.011.
Muehlenkamp, J.J. et al., 2012. International prevalence of adolescent non-
suicidal self-injury and deliberate self-harm. Child and adolescent psychiatry
and mental health, 6, p.10.
Muehlenkamp, J.J., Cowles, M.L. & Gutierrez, P.M., 2010. Validity of the self-
harm behavior questionnaire with diverse adolescents. Journal of
Psychopathology and Behavioral Assessment, 32(2), pp.236–245.
Muthia, E.N., Hidayati, D.S. & Malang, U.M., 2011. Kesepian dan keinginan
melukai diri sendiri remaja. , (246), pp.185–198.
Nock, M.K. et al., 2007. Self-Injurious Thoughts and Behaviors Interview:
development, reliability, and validity in an adolescent sample. Psychological
assessment, 19(3), pp.309–317.
Pinto, A., Whisman, M. a. & McCoy, K.J.M., 1997. Suicidal ideation in
adolescents: Psychometric properties of the suicidal ideation questionnaire in
a clinical sample. Psychological Assessment, 9(1), pp.63–66.
Rodav, O., Levy, S. & Hamdan, S., 2014. Clinical characteristics and functions of
non-suicide self-injury in youth. European Psychiatry, 29(8), pp.503–508.
Sadeh, N. et al., 2014. Functions of non-suicidal self-injury in adolescents and
young adults with Borderline Personality Disorder symptoms. Psychiatry
Research, 216(2), pp.217–222. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.psychres.2014.02.018.
Saraff, P.D. & Pepper, C.M., 2014. Functions, lifetime frequency, and variety of
methods of non-suicidal self-injury among college students. Psychiatry
Research, 219(2), pp.298–304.
60
Self-injury, P.C.N. et al., 2012. DSM-5 Update : Clinical Considerations for. ,
pp.302–303.
Sustainable, T. & Goals, D., 2016. The Sustainable Development Goals Report.
Swahn, M.H. et al., 2012. Self-Harm and Suicide Attempts among High-Risk ,
Urban Youth in the U . S .: Shared and Unique Risk and Protective Factors. ,
pp.178–191.
Symons, F.J. & Danov, S.E., 2005. A prospective clinical analysis of pain
behavior and self-injurious behavior. Pain, 117(3), pp.473–477.
Wan, Y. et al., 2015. Impact of Childhood Abuse on the Risk of Non-Suicidal
Self-Injury in Mainland Chinese Adolescents. , pp.1–15.
Whitlock, J. et al., 2012. Nonsuicidal Self-injury as a Gateway to Suicide in
Young Adults. Journal of Adolescent Health, pp.7–13. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jadohealth.2012.09.010.
Whitlock, J. & Purington, A., 2007a. The Non-Suicidal Self-Injury Assessment
Tool (NSSI-AT). , pp.1–10.
Whitlock, J. & Purington, A., 2007b. Validity and Reliability of the Non ‐ Suicidal
Self ‐ Injury Assessment Tool ( NSSI ‐ AT ): Why Use the NSSI ‐ AT ?
Journal of Counseling Psychology Journal of Psychopathology and
Behavioral Assessment Journal of Personality Assessment Psychological
Medicine Psychological Assessment Psychological Assessment Pediatrics,
12(2), p.2006.
Williams, K. et al., 2013. Can questions about social interaction correctly identify
preschool aged children with autism? Journal of Paediatrics and Child
Health, 49(2).
Young, R. et al., 2014. Why alternative teenagers self-harm: exploring the link
between non-suicidal self-injury, attempted suicide and adolescent identity.
BMC psychiatry, 14, p.137.
Yusuf, H. & Fahrudin, A., Perilaku Bullying : Asesmen Multidimensi Dan
Intervensi Sosial. Jurnal Psikologi, 11(No.2), pp.1–10.
Zhang, Y., Yip, P.S.F. & Fu, K.-W., 2014. Validation of the Chinese version of
the Reynolds’ Suicidal Ideation Questionnaire: psychometric properties and
its short version. Health and quality of life outcomes, 12(1), p.33.
61