You are on page 1of 11

Percobaan Teknik Okulasi Chip Budding pada Tanaman Jeruk

Alamsyah dan Dikayani

Jurusan Agroteknologi Fakultas Sains Dan Teknologi Uin Sunan Gunung Djati Bandung

Abstrak

Penelitian dilaksanakan di kebun Balai Pengembangan Benih Hortikultura (BPBH) Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Jln. Raya Jatinangor Km.23, Desa Hegarmanah Kecamatan Jatinangor –
Kabupaten Sumedang.Pelaksanaan penelitian di mulai bulan April-Juni, tujuan penelitian untuk mengetahui dan
dapat menjelaskan pengaruh umur batang bawah dan metode okulasi terhadap keberhasilan tanaman jeruk
(Citrus sp).Metode penelitian mengunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor. Faktor
pertama adalah umur batang bawah yang terdiri dari 5 taraf yaitu umur batang bawah 4, 6, 8, 10 dan 12 bulan,
sedangkan faktor kedua adalah metode okulasi yang terdiri dari 2 taraf yaitu metode okulasi T (T-budding) dan
okulasi sisip (Chip-budding). Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan metode okulasi dan umur batang
bawah tidak terjadi interaksi pada semua variabel pengamatan. Perlakuan metode okulasi dan umur batang
bawah secara mandiri berpengaruh sangat nyata terhadap persentase tinggi tunas, tidak berpengaruh nyata
terhadap diameter batang tunas dan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Perlakuan yang paling baik pada
metode okulasi yaitu metode Sisip (Chip-Budding), sedangkan pada umur batang bawah yang paling baik yaitu
umur batang bawah 6 bulan.

Kata kunci: Umur batang bawah, Metode okulasi, T (T-budding), Sisip (Chip-budding), Jeruk.

Pendahuluan pembangunan nasional. Subandi (2011) menyebutkan


Potensi alam yang dikelola dengan baik akan
Al-Qur’an secara tersurat dan tersirat memberi mendatangkan keuntungan untuk kesejahteraan hidup.
isyarat kepada manusia khususnya umat muslim agar Subandi (2011) menyatakan tanaman perkebunan dan
mau berfikir dan mengkaji akan ciptaan Allah SWT hortikultura merupakan komoditas pertanian yang
yang bermacam-macam. Menurut Subandi (2012) cukup luas yang mencakup buah-buahan, sayur-
menjelasan fenomena alam materi fisik dan kehidupan sayuran dan bunga yang secara keseluruhan dapat
organisme di sekitar kita adalah fakta yang harus ditemukan pada ketinggian 0-1000 m di atas
dipelajari. Bila kita memahami fenomena dan cara permukaan air laut, maka dari itu areal yang ada di
mengatasinya, tentu kita bias mengelolanya demi Indonesia hampir seluruhnya dapat digunakan dalam
kepentingan kita. Al-Qur’an juga telah menjelaskan pengusahaan tanaman hortikultura.
hal-hal yang berkaitan dengan perkebunan, Usahatani hortikultura khususnya buah-buahan di
sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Naml Indonesia selama ini hanya dipandang sebagai usaha
ayat 60 yang berbunyi : sampingan yang ditanam di pekarangan dengan luas
areal sempit dan penerapan teknik budidaya
penanganan pasca panen yang masih sederhana. Di sisi
lain permintaan pasar terhadap buah baik dari pasar
lokal maupun pasar ekspor menghendaki mutu
tertentu, ukurann seragam dan suplai pasokan buah
Artinya :” Atau siapakah yang telah menciptakan yang berkesinambungan. Oleh karena itu dalam
langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu rangka mengembangkan buah-buahan di Indonesia
dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu dan untuk meningkatkan daya saing baik di pasar lokal
kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu maupun pasar ekspor, pemerintah menggalakkan
sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon- pembangunan pertanian bidang hortikultura (Rahardi
pohonnya? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang et al., 2003).
lain)? bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang- Jeruk merupakan buah yang digemari masyarakat
orang yang menyimpang (dari kebenaran).”(QS.An- dan memiliki prospek agribisnis yang dapat
Naml : 60) meningkatkan kesejahteraan petani jeruk di
Rahardi et al., (2003) dalam Yusran dan Noer Indonesia.Jeruk dapat dikonsumsi dalam bentuk segar
(2011) melaporkan bahwa pembangunan sub sektor maupun olahan dengan kadar protein 0,5 g, lemak 0,1
tanaman hortikultura pada dasarnya merupakan bagian g, vitamin C 500- 1.000 g dan karbohidrat 7,20 g.
integral dan tidak dapat terpisahkan dari pembangunan Indonesia telah menjadikan jeruk menjadi produk
pertanian dalam upaya mewujudkan program industri seperti: minyak dari kulit dan biji jeruk,
alkohol, gula tetes dan pektin dari buah jeruk yang tanaman mempunyai perakaran yang kuat dan tahan
terbuang. Minyak dari kulit jeruk dipakai untuk penyakit ataupun hama, tahan kekeringan ataupun
minyak wangi, sabun dan campuran kue. Jeruk kelebihan air serta memperoleh suatu tanaman sesuai
dimanfaatkan sebagai obat tradisional, seperti penurun dengan yang diinginkan. Sedangkan salah satu
panas, pereda nyeri dan untuk radang mata kelemahannya adalah seringkali terjadi ketidak
(Buton,2010). serasian antara batang antara batang atas dan batang
Jeruk merupakan salah satu komoditi buah-buahan bawah.
yang mempunyai peranan penting di pasaran dunia Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
maupun di dalam negeri, karena mempunyai nilai menggambungkan batang atas dan batang bawah
ekonomis tinggi, maka pemerintah tidak hanya tanaman. Penggunaan batang bawah Calamandarin
mengarahkan pengelolaan jeruk bagi petani kecil saja, telah umum dilakukan di Filipina pada budidaya jeruk
tetapi juga mengorientasikan kepada skala luas, karena jenis batang bawah ini memiliki
polapengembangan industri jeruk yang komprehensif. sistem perakaran yang baik, sangat resisten terhadap
Prospek yang lebih cerah ke arah agribisnis jeruk serangan busuk pangkal batang yang disebabkan oleh
semakin nyata dengan memperhatikan berbagai Phytophthora dan berbagai jenis penyakit lainnya
potensi yang ada seperti potensi lahan yaitu yang disebabkan oleh virus (Niyomdham, 1997).
ketersediaan lahan pertanian untuk tanaman buah- Sementara di Indonesia penggunaan batang bawah
buahan meliputi jutaan hektar sehingga mempunyai jenis Rough Lemon dan Javansche Citroen sudah
peluang yang cukup besar untuk membuka perkebunan dilakukan sejak lama Ashari, (2006) dalam A,
berskala besar dengan memperhatikan kesesuaian Sugiyatno,et, al., (2013).Penyambungan beberapa
agroklimat, potensi produksi dapat dicapai jika jenis batang bawah dengan jeruk Fairchild
pengelolaan usahatani jeruk dilakukan secara intensif mempengaruhi konsentrasi hara daun, pertumbuhan
untuk mengarah ke agribisnis, dan potensi pasar tanaman (lingkar batang dan volume kanopi), serta
diperkirakan permintaan terhadap buah jeruk akan produksi (kuantitas dan kualitas buah) Fallahi dan
semakin meningkat dengan memperhitungkan Rodney (1992).
peningkatan pendapatan, pertambahan jumlah Batang bawah berperan penting dalam
penduduk dan elastisitas pendapatan terhadap pengusahaan jeruk besar karena biji jeruk besar
permintaan (Soelarso, 1996). bersifat monoembrionik dan heterosigous sehingga
Keberhasilan pengusahaan tanaman buah, lebih sering diperbanyak secara vegetatif dengan cara
khususnya yang berskala komersial sangat besar penyambungan. Batang bawah harus dapat
ditentukan oleh ketersediaan bibit bermutu pada waktu merangsang produksi buah yang tinggi dengan
yang tepat, dalam jumlah besar dengan harga yang kualitas yang baik pada batang atas (Samson, 1992).
terjangkau oleh petani. Penggunaan bibit dan varietas Pratomo (2010) menyatakan bahwa penyambungan
yang tidak sesuai akan menimbulkan kesulitan dalam antara dua tanaman yang serasi akan menghasilkan
pengelolaan tanaman selanjutnya. Kekeliruan ini tanaman yang kuat dan berumur panjang. Selanjutnya
biasanya akan dirasakan beberapa tahun kemudian Nurzaini (1997) melaporkan bahwa faktor-faktor yang
yaitu setelah tanaman menghasilkan (Hatta et al., mempengaruhi okulasi adalah fisiologi tanaman,
1992). Oleh karena itu penelitian dan pengembangan kesehatan batang bawah, kondisi kulit batang bawah,
serta pengelolaan kebun-kebun bibit yang ada perlu iklim pada saat okulasi berlangsung, dan juga faktor
ditingkatkan guna memenuhi permintaan konsumen teknis seperti keterampilan dan keahlian dalam
bibit yang terus meningkat (Samekto, et al., 1995). pelaksanaan okulasi serta peralatan yang
Tanaman jeruk yang dibudidayakan secara dipergunakan.
komersial umumnya menggunakan bibit yang berasal Menurut Devy dan Jati (2008) dalam Suharsi dan
dari okulasi (Samson, 1980). Sari (2013), batang bawah sangat menentukan
pertumbuhan batang atas bibit jeruk, karena bagian
Okulasi tersebut mampu mengeksploitasi kondisi lingkungan
Okulasi merupakan teknik perbanyakan tanaman yang tidak menguntungkan, yaitu kekeringan,
dengan memadukan bibityang baik dari batang atas kelebihan air, dan ketahanan terhadap hama dan
dan batang bawah. Pelaksanaannya akan penyakit tertentu. Batang bawah dari jenis rough
terjadipertautan batang atas dan batang bawah melalui lemon (RL) memiliki keistimewaan perakaran yang
proses dua tahap, yaitupembesaran dan pembelahan baik untuk tanah berbatu dan kurang subur.
sel kambium baru yang menghubungkan Umur batang bawah diduga berpengaruh pada
cambiumbatang atas dan batang bawah, pembentukan keberhasilan penyambungan dan pertumbuhan bibit
jaringan vaskuler yang mengalirkannutrisi dan air dari sambungan. Batang bawah yang terlalu muda akan
batang bawah ke batang atas, sel kambium baru dan mudah kehilangan air sehingga apabila dilakukan
vaskuler(Yuniastuti et al., 1992). penyambungan bibit hasil sambungan akan layu,
Di Indonesia, okulasi merupakan metode sebaliknya apabila batang bawah yang digunakan
perbanyakan tanaman secara komersial (Supriyanto, terlalu tua, diketahui jaringan tanaman yang tua daya
1990). Pracaya, (2001) dalam Abdurahman, et al., regenerasinya rendah sehingga pertautan batang atas
(2007).Keuntungan dari okulasi diantaranya adalah dan batang bawah tidak sempurna (Barus, 2000).
Menurut Prastowo dan Roshetko (2006) dalam terlalu tua akan lambat pertumbuhannya dan
Sugiatno dan Hamim (2009), syarat batang bawah persentase keberhasilannya rendah. Besar diameter
untuk sambungan adalah telah berdiameter 3-5 mm cabang untuk entres ini harus sebanding dengan
dan telah berumur 3-4 bulan. dengan besarnya batang bawah.Cabang entres untuk
Umur batang bawah mempengaruhi proses okulasi sebaiknya tidak berdaun atau daunnya sudah
pertautan antara batang atas dan bawah. Dari hasil rontok. Tentu entres yang diambil sesuai dengan
penelitian Prasetyo (2009), pertumbuhan tunas hasil keinginan pembudidaya produksi tinggi, cepat
okulasi yang paling cepat diperoleh dari batang bawah berproduksi, kulit tebal, tahan terhadap hama dan
jeruk japanese citroen (JC) yang berumur 12 bulan penyakit.Menurut Ashari (1995) pengaruh batang
dibandingkan umur yang lebih muda dan lebih tua. bawah terhadap batang atas antara lain: (1) mengontrol
Batang bawah yang biasa digunakan untuk kecepatan tumbuh batang atas dan bentuk tajuknya, (2)
penyambungan dan penempelan pada prinsipnya harus mengontrol pembungaan, jumlah tunas dan hasil
mampu menjalin persatuan yang normal dan mampu batang atas, (3) mengontrol ukuran buah, kualitas dan
mendukung pertumbuhan batang atasnya tanpa kemasakan buah, dan (4) resistensi terhadap hama dan
menimbulkan gejala negatif yang tidak penyakit tanaman.
diinginkan.Untuk batang bawah yang perlu Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan
diperhatikan adalah sistem perakarannya (Hartman teknik ini adalah sukarnya kulit kayu batang bawah
dan Kester, 1983). dibuka, terutama pada saat tanaman dalam kondisi
Persatuan antara batang bawah dan batang atas pertumbuhan aktif, yakni pada saat berpupus atau
(entris) dapat terjadi bila pada letak penempelan daun-daunnya belum menua.Sebaiknya okulasi
terjadi aktivitas pembelahan kambium dan cukup dilakukan saat tanaman dalam kondisi dorman
kandungan hara. Kebutuhan akan hara berupa bahan (Ashari, 1995).
organik sangat menentukan keberhasilan okulasi Perbanyakan tanaman jeruk dengan okulasi
dimana tindakan pemupukan bertujuan untuk sebaiknya dilakukan pada saat tanaman pada stadium
menyediakan unsur hara bagi tanaman, yang akhirnya pertumbuhan generatif. Teknologi ini akan
akan meningkatkan produktivitas tanah yang dipupuk menghasilkan tanaman yang cepat berbunga dan
terutama pada lahan marjinal dengan kandungan unsur berbuah. Keuntungan teknologi okulasi adalah entres
hara yang sedikit tersedia. Pemupukan di pembibitan yang digunakan lebih sedikit karena hanya perlu satu
jeruk merupakan salah satu hal yang penting karena tunas untuk menghasilkan satu bibit. Selain itu,
mendukung pertumbuhan bibit yang baik (Adrizal dan pelaksanaannya lebih cepat dan ekonomis apabila
Jalil, 1995). tersedia batang bawah yang banyak. Beberapa variasi
Teknik penyambungan tanaman adalah dari teknik perbanyakan dengan okulasi yaitu
penggabungan batang atas dan batang bawah dari dua modifikasi Metode T (T-budding) dan Sisip (Chip-
jenis tanaman yang berbeda. Batang atas diharapkan budding), Pemilihan metode tergantung pada beberapa
untuk perkembangan dan pertumbuhan cabang, pertimbangan yaitu jenis tanaman, kondisi batang atas
tunasserta produksi buah yang tinggi dengan kulitas dan batang bawah, ketersediaan bahan, tujuan
yang baik. Batang bawah diharapkan untuk propagasi, peralatan serta keahlian pekerja
perkembangan sistem perakarannya yang kokoh, dapat (Limbongan 2012) dalam Limbongan dan Djufry
beradaptasi pada kondisi tanah yang kurang subur dan (2013). Kondisi lingkungan seperti temperature dan
terhadap penyakit tanah. Tanaman hasil kelembaban banyak berpengaruh pada perkembangan
penyambungan tersebut diharapkan akan memiliki tanaman (Subandi and Abdelwahab, 2014).
sifat-sifat unggul yang dimiliki oleh batang atas dan
batang bawah (Susanto et al., 1999). Metode T (T-budding)
Salah satu keberhasilan dalam okulasi adalah Menurut Limbongan (2012) Metode T atau ⊥
hubungan keserasian antara batang atas dan batang (T terbalik) adalah metode okulasi dimana bentuk
bawah sehingga proses penyambungan dan sayatan pada batang bawah menyerupai huruf T atau ⊥
penempelan dapat menjalin persatuan yang normal dan (T terbalik), diameter batang sudah mencapai 3-5 mm
mampu mendukung pertumbuhan batang atas dan pertumbuhan batang bawah cukup aktif, sehingga
(Hartman dan Kester, 1983). Dalam pelaksanaan kulit batang mudah sekali dilepaskan dari bagian
menggabungkan bagian tanaman tersebut dilakukan kayunya.
penglukaan pada batang bawah dan juga pada entres.
Kedua bagian harus kondisinya sehat dan alat yang Metode Sisip (Chip-budding)
dipakai (pisau) juga harus steril. Subandi (2012) Metoda Chip Budding yaitu suatu cara
menyebutkan mikroorganisme bakteri dan Jamur okulasi dimana batang bawah disayat sepanjang 1-
banyak yang menjadi hama dan penyakit tanaman. 2 cm sehingga kayu dan kulitnya terambil atau
Budiyanto (2013) juga menyebutkan bahwa syarat sayatan batang bawah bisa dikatakan membentuk
entres yang baik adalah cabang sumber entres tidak takikan yang sama besar dengan irisan mata temple,
terlalu tua dan juga tidak terlalu muda (setengah sehingga pada waktu mengokulasi entres beserta
berkayu). Warna kulitnya coklat muda kehijauan atau kayunya ikut ditempelkan (Limbongan 2012).
abu-abu muda. Entres yang diambil dari cabang yang
Metodologi Persentase Keberhasilan Okulasi Hidup (%)
Data hasil pengamatan persentase keberhasilan
Tempat dan Waktu Penelitian okulasi hidup 14 HSO.Berdasarkan penelitian yang
Tempat penelitian dilaksanakan di kebun Balai telah dilakukan diperoleh data kombinasi perlakuan
Pengembangan Benih Hortikultura (BPBH) Dinas seperti pada Tabel 4, sedangkan hasil perhitungan
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Jln. manualnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Raya Jatinangor Km.23, Desa Hegarmanah Tabel 4. Rata-rata persentase okulasi hidup hari
Kecamatan Jatinangor – Kabupaten Sumedang. setelah okulasi (HSO)
Pelaksanaan penelitian di mulai April-Juni.
Persentase
Bahan dan Alat Hari Okulasi
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Kombinasi Hidup (HSO)
bibit jeruk local JC (Japanche citroen) sebagai batang Perlakuan 14 45
bawah dan batang atas yang digunakan adalah jeruk (%)
HSO HSO
siam banjar. Sedangkan alat yang digunakan adalah
m1u1 √ √ 100%
pisau okulasi, gunting stek, plastik, label, cutter,
hygrometer, stekbak, penggaris, tanah (latosol) dan m1u2 √ √ 100%
m1u3 √ √ 100%
alat tulis menulis.
m1u4 √ √ 100%
Hasil dan Pembahasan m1u5 √ √ 100%
m2u1 √ √ 100%
Suhu dan Kelembaban m2u2 √ √ 100%
Suhu dan kelembaban adalah salah satu faktor yang m2u3 √ √ 100%
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan m2u4 √ √ 100%
tanaman maupun mikroba yang ada.Suhu dan m2u5 √ √ 100%
kelembaban saling mempengaruhi.Pada umumnya Keterangan : 3 = Ulangan I, II dan III yang
semakin tinggi suhu maka kelembaban udara semakin menunjukan perlakuan umur batang
rendah dan demikian pula sebaliknya.Tinggi bawah dan metode okulasi terhadap
rendahnya suhu dan kelembaban disekitar tanaman keberhasilan sistem okulasi tanaman
diantaranya dipengaruhi oleh tingkat cahaya matahari jeruk (Citrus Sp.) setiap ulangan.
dan kerapatan tanaman.
Data hasil pengamatan suhu dan kelembaban yaitu Hasil data pengamatan persentase keberhasilan
rata-rata suhu 19-250C dan kelembaban dengan rata- okulasi hidup menunjukan bahwa pengaruh umur
rata 77-78%. Sehingga aktivitas lingkungan tumbuh batang bawah dan metode okulasi terhadap
sangat optimal dalam pertumbuhan dan proses keberhasilan sistem okulasi tanaman jeruk (Citrus Sp.)
penyembuhan luka jaringan mata tempel terhadap dengan hasil rata-rata persentase okulasi hidup hari
keberhasilan sistem okulasi tanaman Jeruk (Citrus. setelah okulasi (HSO) yaitu 100% berhasil, sehingga
Sp). dapat diketahui pada masing-masing faktor umur
Setiono dan Supriyanto (2004) menyatakan bahwa batang bawah dan metode okulasi menunjukan tidak
lingkungan tumbuh yang optimal diperlukan untuk berpengaruh nyata pada persentase keberhasilan
proses penyembuhan luka jaringan mata tempel dan okulasi hidup 14-45 HSO.
semaian batang bawah. Oksigen, suhu, dan Perpaduan antara batang bawah dan batang atas
kelembaban mempunyai peran penting dalam (okulasi) telah menunjukan keberhasilan yang sangat
mengatur prose penyatuan jaringan. Kebutuhan nyata, meskipun batang bawah tersebut berbeda umur,
oksigen dapat dipenuhi dengan cara pengikatan akan tetapi keberhasilan okulasi hidup tidak terhalang
okulasi yang tidak terlalu kencang, suhu optimal akan adanya perbedaan umur, pada penelitian ini juga
berkisar antara 20-30 0C, kelembaban udara umur yang digunakan sangat beragam contohnya umur
dipertahankan diatas 70 %. 4, 6, 8, 10 dan 12 bulan terdapat keberhasilan 100%
Sutami et al., (2009) menyatakan hal yang sama hidup. Pada intinya persentase keberhasilan okulasi
bahwa suhu dan kelembaban sangat berperan dalam hidup (%) tidak hanya terpaku pada 1 atau 2 umur
proses pertautan antara batang bawah dan entris. akan tetapi yang harus di perhatikan pada okulasi
Hartman dan Kester (1983) menyatakan bahwa suhu faktor-faktor keberhasilan yaitu seperti batang bawah,
udara berpengaruh terhadap pembentukan sel sel mata entres, alat-alat yang digunakan, dan
parenkim penyusun jaringan kalus yang terbentuk pemeliharaan. Pada saat pelaksanan okulasi tersebut
akibat adanya perlukaan (irisan).Suhu optimum 27-29 akan terjadipertautan batang atas dan batang bawah
0C, suhu lebih tinggi dari 29 0C menyebabkan yang melalui proses dua tahap, yaitupembesaran dan
pembentukan sel-sel parenkim berlebihan, tetapi pembelahan sel kambium baru yang menghubungkan
dinding selnya tipis sehingga mudah rusak. Pada suhu cambiumbatang atas dan batang bawah, pembentukan
dibawah 20 0C, pembentukkan kalus lambat dan di jaringan vaskuler yang mengalirkannutrisi dan air dari
bawah 15 0C kalus sama sekali tidak akan terbentuk. batang bawah ke batang atas, sel kambium baru dan
vaskuler. Sehingga umur yang berbeda yang pada yang terlalu panas juga akan mengurangi daya tahan
umumnya dikatakan sangat berpengaruh terhadap batang atas (entres) terhadap kekeringan, dan dapat
persentase keberhasilan okulasi hidup (%) itu pada merusak kambium pada daerah sambungan.
kenyataannya yang kita ketahui adalah kesuburan Kemudian pada faktor teknis yang mempengaruhi
antara batang bawah dan batang atas (entres). keberhasilan okulasi adalah keahlian, kecepatan
Hanafi et al., (2011) dalam Sugiyatno, A (2013) menyambung merupakan pencegahan paling baik
menyatakan bahwa akibat dari terhadap infeksi penyakit dan kerusakan pada
pemotongan atau pengeratan pada batang kambium dan kesempurnaan alat dalam
tanaman dapat menyebabkan luka, untuk penyambungan diperlukan ketajaman dan kebersihan
menyembuhkan luka tersebut, secara alat, tali pengikat yang tipis dan lentur.
alami tanaman membentuk jaringan kalus Pratowo (1987) menyatakan bahwa penyambungan
yang berperan penting dalam pertautan antara dua tanaman yang serasi akan menghasilkan
sambungan. Kalus terbentuk pada tanaman yang kuat dan berumur panjang. Selanjutnya
permukaan sambungan, yang Nurzaini (1997) menambahkan faktor-faktor yang
memungkinkan air dan nutrisi mengalir mempengaruhi okulasi adalah fisiologi tanaman,
dari batang bawah ke batang atas ketika kesehatan batang bawah, kondisi kulit batang bawah,
kalus mulai berkembang. iklim pada saat okulasi berlangsung, dan juga faktor
teknis seperti keterampilan dan keahlian dalam
pelaksanaan okulasi serta peralatan yang
dipergunakan.
Menurut Hartmann and Kester (1983), cadangan
makanan akan diubah menjadi energi yang diperlukan
oleh jaringan tanaman untuk proses penyembuhan luka
yang diakibatkan oleh okulasi. Keberhasilan
penyambungan pada tanaman banyak ditentukan oleh
kondisi batang bawah yang digunakan dan keadaan
entris serta teknik penyambungan. Jawal et al., (1988)
A B menyatakan bahwa kondisi batang bawah yang
Gambar 1. Persentase Keberhasilan Okulasi Hidup 45 digunakan harus mengandung cadangan makanan dan
HSO: (a) Metode T (T budding); (b) hormon yang seimbang dengan entris untuk
Metode Sisip (Chip Budding) mempercepat proses pertautan.
Keberhasilan okulasi ini sangat ditentukan oleh Waktu Awal Muncul Tunas
beberapa mekanisme kompatibilitas tanaman itu Data hasil pengamatan waktu awal muncul tunas
sendiri, misalnya sifat fisiologi, boikimia dan sistem HSO, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
anatomi secara bersamaan. Dengan demikian dapat diperoleh hasil.
diketahui adanya okulasi hidup (Gambar 3 dan 4) dan Data hasil pengamatan waktu awal muncul tunas
apa bila ada yang gagal atau mati itu tidak semata- tersebut sangat beragam yaitu berbeda hari, terlihat
mata disebabkan oleh perlakuan umur batang bawah pada data Lampiran 7. Setiap perlakuan dan ulangan
dan metode okulasi, akan tetapi bisa disebabkan oleh menunjukan fluktuasi yang berbeda. Sehingga data
faktor lingkungan seperti kelembaban, cahaya hasil pengamatan dapat diketahui dengan nilai rata-
matahari, atau pun suhu selain itu juga bisa disebabkan rata waktu awal muncul tunas okulasi tanaman jeruk
dari faktor teknis saat pelaksanaan okulasi itu sendiri. dari pengaruh umur batang bawah 6 bulan, yaitu
Temperatur dan kelembaban yang optimal juga memberikan nilai rata-rata waktu awal muncul tunas
akan mempertinggi pembentukan jaringan halus, yang lebih cepat yaitu 24 HSO, sedangkan waktu muncul
sangat diperlukan untuk keberhasilannya suatu tunas yang lambat 25 HSO yaitu terdapat pada umur
tempelan (okulasi). Temperatur yang diperlukan dalam batang bawah 10 dan 12 bulan. Meskipun demikian
penempelan berkisar antara 7,2-32°C, bila temperatur secara rata-rata entres yang digunakan dengan umur
kurang dari 7,2°C pembentukan kalus akan lambat. batang menunjukan kecepatan muncul tunas sangat
Bila lebih dari 32°C pembentukan kalus juga lambat standar dari perlakuan okulasi pada umumnya.
dan dapat mematikan sel-sel pada Laju pertumbuhan muncul mata tunas ada beberapa
sambungan.Temperatur optimum pada penyambungan faktor yang mempengaruhi diantaranya yaitu tingkat
adalah 25-30°C. Penempelan memerlukan kelembaban kompatibilitas batang bawah dan batang atas, yang
yang tinggi, bila kelembaban rendah akan mengalami mengakibatkan penyaluran nutrisi makanan dari
kekeringan, dan menghambat atau menghalangi batang bawah akan terus masuk menuju batang atas
pembentukan kalus pada sambungan karena banyak melalui jaringan yang telah menempel sempurna baik
sel-sel pada sambungan mati. Cahaya matahari melalui akar dan daun.
berpengaruh pada waktu pelaksanaan penempelan Menurut Nahansyah (1990) dalamSutami et al.
berlangsung.Oleh karena itu penyambungan sebaiknya (2009), perbedaan tingkat kecepatan mata tunas pecah
dilakukan pada waktu pagi atau sore hari pada saat diduga karena kemampuan tanaman yang berbeda
matahari kurang kuat memancar dan sinarnya. Cahaya
untuk membentuk pertautan okulasi yang berhubungan Jarak Berganda Duncan pada taraf
dengan jumlah kecepatan pembentukan kalus. 5%
Menurut Hartmann dan Kesler (1978) dalamSutami
et.al. 2009. Bahwa proses pembentukan kalus
diperlukan hormon dalam jumlah yang cukup.
Hormon ini berfungsi untuk memulai proses
pembentukan jaringan dengan menggunakan
karbohidrat dan gula untuk pecah tunas.

Tinggi Tunas (cm)


Data hasil pengamatan dan analisis ragam
pengaruh umur batang bawah dan metode okulasi
terhadap parameter tinggi tunas jeruk dapat dilihat
pada (Lampiran 8, 9, 10 dan 11) (Citrus Sp.)secara
interaksi umur batang bawah dan metode okulasi Gambar. Tinggi Tunas Pada 45 HSO
menunjukan tidak berpengaruh nyata dan apabila
dilihat secara mandiri menunjukan pengaruh yang Putri (2004) menyatakan bahwa ada beberapa
nyata (Tabel 5). faktor yang mempengaruhi pertumbuhan batang atas
Berdasarkan data rata-rata hasil analisis statistik terhadap tinggi tunas, jika ditinjau dari fisiologi terjadi
menunjukan kesesuaian yang nyata yaitu sesuai gangguan aliran zat pengatur tumbuh (ZPT) di dalam
dengan siklus perubahan setiap waktu pertumbuhan tanaman dan terganggunya distribusi hasil fotosintesis,
tunas, pada 30 HSO umur batang tidak menunjukan selain itu juga umur batang bawah yang digunakan
pengaruh yang nyata, kemudian pada 35 dan 40 HSO masih muda belum berkayu akan terjadi kerusakan
memberikan pengaruh nyata dan pada umur 45 HSO pada saat penyambungan, begitu juga umur batang
kembali tidak memberikan pengaruh yang nyata, bawah yang tua akan lambat pertumbuhannya,
sedangkan pada metode okulasi dilihat berdasarkan sedangkan pada metode yang paling baik tersebut
waktu 30, 35, 40 dan 45 HSO metode tersebut dipengaruhi oleh faktor teknis seperti hasil sayatan
menunjukan pengaruh yang nyata. Hal ini di sebabkan batang bawang dengan sayatan batang atas (entres)
ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan harus sesuai karena hal tersebut akan menunjukan
batang atas terhadap tinggi tunas, seperti perbedaan petautan antara batang atas dan batang bawah melalui
umur batang bawah. proses dua tahap, yaitu pembesaran atau pembelahan
Tabel 5 umur batang bawah/inetrstock tampak cambium baru dan pembentukan jaringan vaskuler
bahwa pada umur 6 bulan menunjukan pertumbuhan (Yuniastuti et al., 1992).
tinggi tunas yang lebih baik dibandingkan dengan Terjadinya perbedaan respons pecah mata tunas ini
umur batang bawah yang lainnya, kemudian dari menunjukkan bahwa pengaruh interstock dan batang
kedua metode yang digunakan yaitu T (T-budding) bawah dalam mendorong munculnya tunas batang atas
dan metode Sisip (Chip-budding) menunjukan ialah berbeda atau dapat diduga bahwa kandungan
kecendrungan pada metode Sisip (Chip-budding). asam absisik yang disintesis pada daun muda dan
sitokinin yang diproduksi oleh akar dan diangkut ke
Tabel 5. Rata-rata tinggi tunas hari setelah okulasi pucuk melalui pembuluh xylem dalam keadaan tidak
(HSO) seimbang, sehingga menyebabkan pecahnya mata
tunas berbeda (Haryadi 2009) dalam Sugiyatno
Rata-Rata Tinggi Tunas (2013).
Perlakuan Hasil penelitian ini berbeda nyata dengan
30 35 40 45 penelitian (Yuniastuti et al., 1997) dimana perlakuan
HSO HSO HSO HSO top working pada tunas anggur tidak mepengaruhi
u1 0.45 a 1.01 ab 1.51 ab 1.98 a kecepatan tumbuh mata tunas. Sejalan dengan itu pada
u2 0.48 a 1.05 a 1.6 a 1.98 a penelitian penggunaan batang bawah ternyata
u3 0.48 a 1.01 ab 1.55 a 1.95 a berpengaruh pada munculnya mata tunas. Pada batang
u4 0.41 a 0.95 ab 1.46 ab 1.91 a nampak, interstock bukan lagi sebagai jaringan
u5 0.4 a 0.88 b 1.36 b 1.9 a penghalang tetapi sebagai jaringan penghubung yang
memperlancar proses fisiologis tanaman baik yang
m1 0.36 b 0.85 b 1.36 b 1.8 b begerak dari bawah ke atas atau sebaliknya.
m2 0.53 a 1.11 a 1.64 a 2.13 a Suharsi dan Sari (2013) Adapun faktor yang
mempengaruhi diantaranya yaitu tingkat
kompatibilitas batang bawah dan batang atas, yang
Keterangan : Angka rata-rata pada tiap kolom yang mengakibatkan penyaluran nutrisi makanan dari
diikuti huruf yang sama menunjukan batang bawah akan terus masuk menuju batang atas
tidak berbeda nyata menurut Uji melalui jaringan yang telah menempel sempurna,
selain itu juga menurut Hartmann dan Kester
dalamSukarmin et al., (2009) bahwa cadangan
makanan yang terakumulasi pada batang bawah
terbentuk dari proses fotosintesis dan diperlukan untuk
memacu inisisasi pembentukan kalus di daerah
pertautan serta merangsang mata tunas atau entres
untuk pecah dan tumbuh. Kesiapan batang bawah
untuk disambungkan dengan batang atas berkaitan
dengan umur dan ukuran batang bawah.Batang bawah
yang berumur dan berukuran lebih besar memberikan
stimulasi pertumbuhan batang atas lebih
baik.Pertumbahan panjang tunas seperti diperlihatkan Gambar 2. Diameter Batang Tunas
pada Gambar 6.
Menurut Hartmann and Kester (1983), cadangan Berdasarkan data rata-rata hasil statistik di atas
makanan akan diubah menjadi energi yang diperlukan menunjukan kesesuaian yang nyata yaitu sesuai
oleh jaringan tanaman untuk proses penyembuhan luka dengan siklus perubahan setiap waktu pertumbuhan
yang diakibatkan oleh okulasi. Keberhasilan diameter tunas, adapun perlakuan umur batang bawah
penyambungan pada tanaman banyak ditentukan oleh dan metode okulasi tidak menunjukan pengaruh nyata
kondisi batang bawah yang digunakan dan keadaan baik secara interaksi maupun secara mandiri, akan
entris serta teknik penyambungan. Jawal et al., tetapi dari masing-masing perlakuan menunjukan hasil
(1988a) menyatakan bahwa kondisi batang bawah mana yang paling baik, sehingga pada (Tabel 6) umur
yang digunakan harus mengandung cadangan batang bawah yang paling baik terlihat pada umur 6
makanan dan hormon yang seimbang dengan entris bulan, sedangkan pada metode diperlihatkan oleh
untuk mempercepat proses pertautan. metode sisip (Chip-Budding).
Menurut Suharsi dan Sari (2013) hal tersebut
Diameter Batang Tunas karena adanya perbedaan umur batang bawah,
Data hasil pengamatan dan analisis ragam sehingga hasil statistik umur batang bawah 6 bulan
pengaruh umur batang bawah dan metode okulasi memberikan hasil yang paling baik terhadap diameter
terhadap parameter diameter tunas jeruk dapat dilihat tunas dibandingkan dengan umur batang bawah yang
pada (Lampiran 12 dan 13) pengaruh umur batang lainnya. Selain itu juga Sugiatno dan Hamim H.
bawah dan metode okulasi jeruk (Citrus Sp.) (2009) menambahkan umur bawah terhambat yaitu
menunjukan pengaruh tidak nyata terhadap diameter batang bersifat sukulen, diameter batang kecil, dan
batang tunas pada semua perlakuan baik secara tinggi bibit rendah. Batang bawah yang sukulen
interaksi maupun secara mandiri (Tabel 6). apabila dipotong saat penyambungan batangnya lunak
sehingga akan rusak pada saat pengikatan sambungan.
Tabel 6. Rata-rata diameter batang tunas hari setelah Batang bawah yang berdiameter kecil juga
okulasi (HSO) mengakibatkan diameter batang bawah lebih kecil
dibanding batang atas sehingga pertautan batang atas
Rata-Rata Diameter Batang Tunas dan batang bawah terganggu.
Perlakuan Pertumbuhan yang baik diindikasikan dengan
40 HSO 45 HSO kemampuan tanaman untuk berfotosintesis lebih tinggi
dan hasil fotosintesis (karbohidrat) yang dihasilkan
u1 0.15 a 0.2 a lebih banyak.Karbohidrat yang dihasilkan lebih
u2 0.16 a 0.2 a banyak ditraslokasi lewat floem dan dapat digunakan
u3 0.16 a 0.2 a untuk memacu pertumbuhan termasuk perluasan sel
u4 0.11 a 0.16 a batang dan diindikasikan dengan diameter batang yang
u5 0.11 a 0.15 a lebih lebar. Sehingga hal tersebut mempengaruhi
diameter tunas menjadi tidak berbeda nyata. Hal
m1 0.12 a 0.17 a tersebut terjadi karena ada beberapa faktor yang
m2 0.16 a 0.19 a mempengaruhi, seperti entris yang digunakan,
aktivitas kambium batang bawah serta kandungan
Keterangan : Angka rata-rata pada tiap kolom yang hormon dari batang bawah. Penggunaan entris yang
diikuti huruf yang sama menunjukan tidak bertangkai dapat meningkatkan keberhasilan
tidak berbeda nyata menurut Uji okulasi serta diameter tunas (Jawal et al., 1988)
Jarak Berganda Duncan pada taraf Pertumbuhan diameter batang terjadi didalam
5% meristem interkalar dari ruas, ruas itu memanjang
sebagai akibat peningkatan jumlah sel. Pertumbuhan
karena pembelahan sel terjadi pada dasar ruas (yaitu
interkalar) dan bukan pada meristem ujung.Walaupun
demikian aktivitas meristematik interkalar itu
didistribusikan keselururuh panjang lamina daun,
selubung daun, dan ruas pada tahapan primordia, terdapat salah satu metode yang paling baik yaitu
dengan meningkatnya kedewasaan, aktivitas meristem ditunjukan pada metode sisip (Chip-Budding).
berpindah ke daerah basal dan kemudian berhenti Tabel 5 dan 7 menunjukan bahwa data tinggi tunas
(Sharman, 1942 dalam Gardner et al., 1991). dan data jumlah daun. Pertumbuhan daun erat
kaitannya dengan tinggi tunas karena daun terletak
Jumlah Daun pada buku-buku batang. Semakin panjang tunas, maka
Data hasil pengamatan dan analisis ragam semakin banyak pula buku yang terbentuk, sehingga
pengaruh umur batang bawah dan metode okulasi jumlah daun semakin banyak (Bansir 2011) dalam
terhadap parameter diameter tunas jeruk dapat dilihat Sugiyatno (2013). Semakin banyak daun yang
pada (Lampiran 14, 15, 16 dan 17) pengaruh umur dihasilkan, maka semakin baik pertumbuhan tanaman
batang bawah dan metode okulasi jeruk (Citrus Sp.). karena daun merupakan organ tanaman yang
Apabila dilihat secara interaksi umur batang bawah diperlukan untuk penyerapan dan pengubahan energi
dengan metode okulasi menunjukan tidak berpengaruh cahaya menjadi pertumbuhan dan menghasilkan panen
nyata dan apabila secara mandiri perlakuan umur melalui fotosintesis (Gardner etal,. 2008).Gambar 8.
batang bawah dan metode okulasi menunjukan Menurut Gardner, Fearce dan Michell, (1991),
pengaruh yang nyata, hasil analisis statistik pada 30, munculnya daun diawali dengan sel-sel tertentu
35, 40 dan 45 HSO umur batang bawah menunjukan didalan kubah ujung, yang membelah menjadi
pengaruh yang nyata, sedangkan pada metode okulasi meristematik dan menghasilkan pembengkakan pada
berdasarkan waktu 30, 35, 40 dan 45 HSO ujung batang. Pembengkakan tersebut meluas dan
menunjukan tidak berpengaruh nyata, akan tetapi dari melingkari daerah ujung, terutama primordia pelepah
masing-masing perlakuan menunjukan hasil mana daun, setelah leherdaun terbentuk, sel-sel pada
yang paling baik, sehingga pada (Tabel 6) umur subhipodermis menjadi meristematik dan
batang bawah yang paling baik terlihat pada umur 6 menghasilkan suatu tunas ketiak, pertumbuhan yang
bulan, sedangkan pada metode diperlihatkan oleh berikutnya yaitu helai daun dan tangkai dan ruas
metode sisip (Chip-Budding). batang berasal dari meristem yang terdapat diantara
jaringan yang terdiferensiasi (interkalar).
Tabel 7.Rata-rata Jumlah daun Hari setelah okulasi
(HSO).
Simpulan dan Saran
Rata-Rata Jumlah Daun
Perlakuan Simpulan
30 35 40 45
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian
HSO HSO HSO HSO
Pengaruh Umur Batang Bawah Dan Metode Okulasi
u1 0.66 bc 1.16 ab 1.66 bc 2.66 bc Terhadap Keberhasilan Tanaman Jeruk(Citrus sp.) ini
u2 1.66 a 2a 2.66 a 3.66 a disimpulkan sebagai berikut:
u3 1 ab 1.33 ab 2.16 ab 3 ab 1. Perlakuan umur batang bawah dan metode
u4 0.83 bc 0.83 b 1.83 bc 2.83 bc okulasi terhadap keberhasilan tanaman jeruk
u5 0.16 c 0.66 b 1.16 c 2.16 c (Citrus sp.) tidak memberikan ineteraksi pada
semua parameter pengamatan.
2. Perlakuan umur batang bawah secara
m1 0.53 a 0.86 a 1.53 a 2.53 a mandiri, memberikan pengaruh nyata pada
m2 1.2 a 1.53 a 2.26 a 3.20 a parameter tinggi tunas dan jumlah daun,
Keterangan : Angka rata-rata pada tiap kolom yang sedangkan diameter tunas menunjukan tidak
diikuti huruf yang sama menunjukan berpengaruh nyata.
tidak berbeda nyata menurut Uji 3. Perlakuan metode okulasi secara mandiri,
Jarak Berganda Duncan pada taraf memberikan pengaruh nyata pada parameter
5% tinggi tunas sedangkan jumlah daun dan
Berdasarkan data rata-rata hasil statistik di atas diameter tunas menunjukan tidak
menunjukan kesesuaian yang nyata yaitu sesuai berpengaruh nyata.
dengan siklus perubahan setiap waktu pertumbuhan
Saran
jumlah daun, adapun perlakuan umur batang bawah
Diperlukan penelitian lanjutan mengenai
dan metode okulasi tidak memberikan pengaruh nyata
pengaplikasian metode okulasi ini pada komoditi lain,
baik secara interaksi maupun secara mandiri, tetapi
sedangkan untuk umur batang bawah yang akan
masing-masing perlakuan menunjukan adanya
digunakan harus lebih bervariasi lagi.
kecendrungan bahwa perlakuan umur batang bawah
yang dipakai yaitu 6 bulan rata-rata jumlah daun lebih
banyak di bandingkan dengan perlakuan umur batang
bawah yang lainnya yaitu umur 4, 8, 10 dan 12 bulan,
sedangkan pada metode okulasi yang digunakan
Referensi Cetakan I. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI.Pers), 1991, X ; 428 halaman.
Abdurahman, Sudiyanti, Dan Basuno. 2007. Teknik
Okulasi Jeruk Manis Dengan Perlakuan Masa Gasperz, V. 1991.Metode Perancangan Percobaan.
Penyimpanan Dan Media Pembungkus Entres Bandung: Armico.
Yang Berbeda.Jurnal Buletin Teknik
Pertanian Vol. 12 No. 1. Hanafi, H, Nursaman & Bahrul 2011, ‘Keberhasilan
dan pertumbuhan sambungan tanaman
Adrizal dan Jalid, 1995. Pengaruh Sumber Bahan rambutan dengan tinggi batang bawah dan
Organik Terhadap Pertumbuhan Kacang varietas entris yang berbeda’, J.Agronomika.,
Tanah. Risalah Seminar Balai Penelitian vol. 1, no.1, hlm.19-25.
Tanaman Pangan Sukarani, Padang.
Hartmann, H.T and D.E Kester, 1983. Plant
Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen Agama Propagation Principles and Practices Fourth
RI, Jakarta: Bumi Restu, 1976; Edition. Prentice-Hall of India Privace
Limited. New Delhi.
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya.
Universitas Indonesia press, Jakarta. Harjadi, S.S., 2002. Pengantar Agronomi. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. UI
Press. Jakarta. 490 hal.Backer, C.A. Harliana, Weaniati, Muslimin Dan Nengah Suwastika.
1965.Biological control by natural enemies. 2012. Organogenesis Jeruk Keprok Secara In
Edit N.V.P, Noordhoff In Flora of Java, Vitro Pada Medium Ms (Harliana, Et.Al.) 34
Vol. II. 1979. London: Cambridge University Organogenesis Tanaman Jeruk Keprok
Press. 323 pp. (Citrus Nobilis Lour.) Secara In Vitro Pada
Media MS Dengan Penambahan berbagai
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. Konsentrasi IAA (Indole Acetid Acid) Dan
2013. Panduan Budidaya Tanaman Jeruk BAP (Benzyl Amino Purin). Jurnal Natural
[Internet]. [diunduh 2014 Agt 9 ]. Tersedia Science Vol. 1.(1) 34-42.
pada: http://balitjestro.litbang.deptan.go.id.
Hatta, M., L. Hutagalung, Juhasdi dan Moding., 1992.
Barus,T. 2000. Respon Fisiologi Jeruk Besar (Citrus Pengaruh Model Okulasi Terhadap
grandis (L.) Kultivar ‘Cikoneng’ dan Keberhasilan Penempelan pada Sirsak. Jurnal
‘Nambangan’ terhadap Penyambungan Hortikultura 2 (2): 55-58.
dengan Beberapa Jenis Batang Bawah.
(Tesis), Program Pascasarjana, Institut Joesoef, M., 1993. Penuntun Berkebun Jeruk. Penerbit
Pertanian Bogor. Bhratara, Jakarta.

Buton.I.2010.Budidaya Jeruk.Sistim Informasi Limbongan. J. Dan Djufry F. 2013. Pengembangan


Manajemen Pembangunan Di Teknologi Sambung Pucuk Sebagai Alternatif
Perdesaan.Bappenas Jakarta.diakses Pada Pilihan Perbanyakan Bibit Kakao
tanggal 20 Desember 2012. Development Of Bud Grafting Technology
As An Alternative OptionsIn Cocoa
Budiyanto. 2013. Proses Pembuatan Bibit dengan Cara Propagation J. Litbang Pert. Vol. 32 No. 4:
Penempelan Tunas (Okulasi). www. 166-172.
Budisma.web.id.
Limbongan, J. dan Y. Limbongan. 2012. Petunjuk
Cahyono, B. 2005.Budidaya Jeruk Mandarin. Praktis MemperbanyakTanaman Secara
Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. Pp Vegetatif (Grafting dan Okulasi). Penerbit
5-15. UKI Toraja Press, Makassar. 74 hlm.

Devy NF, Jati. 2008. Perbanyakan 13 jenis batang Nalia, A. 2009. Perbanyakan Tanaman Jeruk Keprok
bawah serta 5 jenis jeruk asal pasang surut (Citrus Nabilus L. Dengan Teknik Okulasi.
secara in vitro. Prosiding Seminar Nasional http://digilib.uns.ac.id. (14 Februari 2014).
Jeruk 2007.Malang (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura, Badan Niyondham, C. 1997. Citrus maxima (Burm.)Merr.
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm. Hal 153-157. dalam E. W. M. Verheij dan R.
168–180. E. Coronel. Prosea Sumberdaya Nabati Asia
Tenggara 2: Buah-buahan yang Dapat
Gardner, Franklin P., Pearce R. Brent, Mitchel Roger Dimakan. Gramedia. Jakarta.
L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Nurzaini, H., 1997. Teknik Okulasi Tanaman Buah- (Citrus Reticulata) The Use Of Benzyl Amino
buahan. Majalah KULTUM No. 13 Tahun V. Purines (Bap) On Budding Mandarins. J.
Hort. Indonesia 5(3):158-167.
Taufik, Muhammad. 2010. Penularan Citrus Vein
Phloem Degeneration (Cvpd) Dengan Teknik Sarwono. 1986. Jeruk dan Kerabatnya. Jakarta:
Penyambungan Jur. Agriplus, Volume 20 Penebar Swadaya.P 10
Nomor : 03 Pusat Kajian Buah-buahan
Tropika. IPB. Bogor. 148 hal. Setiawan, A. I. Sunarjono, H. 2004. Jeruk Besar
Pembudidayaan Di pot dan Di kebun.Penebar
Putri, Lollie Agustina Pancawaraswati 2004 fase Swadaya. Jakarta.Soelarso, B., 1996,
vegetatif jeruk besar Budidaya Jeruk Bebas Penyakit, Kanisius,
‘cikoneng’dan‘nambangan’ pada beberapa Yogyakarta.
jenis batang bawah, Makalah Pribadi Falsafah
Sains (PPS 702) Institut Pertanian Bogor Subandi, M. 2011. Notes on Islamic Natural Based
(ITB) and Agricultural Economy. Jurnal ISTEK, 5 (
1-2):2011.
Pracaya, 2001. Jeruk Manis. Penebar Swadaya,
Jakarta. Subandi, M . 2011. .BudidayaTanaman Perkebunan.
Buku Daras. Gunung Djati Press.
Pracaya. 2009. Jeruk Manis: Varietas, budidaya dan
pascapanen. Penebar Swadaya, Depok. Subandi, M. 2012. Mikrobiologi: perkembangan,
Pratomo, Al.G, Sugiyarto, M & Rosmahani, L 2010, kajian, dan pengamatan dalam persfektif
‘Kaji terap teknologi klonalisasi durian Islam. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
unggul di Watulimo, Trenggalek’, Prosiding 230 (xxii) Jilid 2.
Seminar Nasional Hortikultura 2010,
Perhimpunan Hortikultura Indonesia, hlm.58- Subandi, M. (2012). Several Scientific Facts as Stated
9. in Verses of the Qur’an. International Journal
of Basic and Applied Science. Vol. 01 (01):
Prastowo, N dan J. M. Roshetko.2006. Teknik 60-65.
Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Subandi, M . and Abdelwahab M. Mahmoud. 2014.
Tanaman Buah.World Agroforestry Centre Science As A Subject of Learning in Islamic
(ICRAF) dan Winrock International. Bogor, University. Jurnal Pendidikan Islam.
Indonesia.

Prasetyo H. 2009. Kajian umur batang bawah pada dua . Vol. 1, No. 2, December 2014
macam sistem perbanyakan tanaman M/1436 H.
jeruk.Agritek. 17(5): 908-917.
Suharsi, K. T*dan Sari , A.D.P, 2013. Pertumbuhan
Rahardi, F., Rony, P. & Asiani, B., 2003, Agribisnis Mata Tunas Jeruk Keprok (Citrus nobilis)
Tanaman Sayur, Penebar swadaya, Jakarta. Hasil Okulasi pada Berbagai Media Tanam
dan Umur Batang Bawah Rough Lemon (C.
Samekto, H, A.Supriyanto & D. Kristianto, 1995. Jambhiri) (Development of Citrus Nobilis
Pengaruh Umur dan Bagian Semaian Scion on Various Growing Media and Age of
Terhadap Pertumbuhan Stek Satu Ruas Citrus jambhiri Rootstock) Jurnal Ilmu
Batang Bawah Jeruk Japansche itroen.Jurnal Pertanian Indonesia (JIPI), Vol. 18 (2): 97,
Hortikultura 5(1): 25-29. 101 ISSN 0853 – 4217

Samson, J.A., 1980. Tropical Friuts. Longman Group Sugiyatno, A, Setyobudi, L, Maghfoer, Md, Dan
Limited. New York. 64-99. Supriyanto, A. 2013. Respons Pertumbuhan
Tanaman Jeruk Keprok Batu 55. Pada
Samson. 1992. Tropical Fruit. 2nd Edition.Longman Beberapa Interstock Melalui Metode Top
Scientific and Technical. New York. Working (Growth Responses Of Mandarin
Cv Batu 55 On Several Interstocks Used In
Santoso, J. dan S. Wibowo, 2000.Usaha Top Working Method) J. Hort. Vol. 23 No. 4.
Memperpendek Umur Bibit Semai Sambung
Kina di Pembibitan Gambung. Pusat Sugiatno dan hamim herawati 2009.Pengaruh umur
Penelitian The dan Kina Gambung. batang bawah dan tingkat penaungan pada
penyambungan bibit jarak pagar (jatropha
Sariningtias NW, Roedhy Poerwanto, Dan Endang curcas l.)Jurnal agrotropika 14(1): 23 – 28
Gunawan. 2014. Penggunaan Benzil Amino
Purin (Bap) Pada Okulasi Jeruk Keprok
Sumarsono, L. 2002. Teknik Okulasi Bibit Durian Principles.Training Guidelines and
pada Stadia Entres dan Model Mata Tempel References.International Centre for Research
yang Berbeda.Jurnal Teknik Pertanian, (7) 1. in Agroforestry, Nairobi, Kenya. pp. 1-15.

Supriyanto, A., 1990. Pengelolaan Pembibitan Jeruk Yuniastuti, S., Soegito, dan Rebin.1992. Kombinasi
Bebas Penyakit dalam Kantong Plastik. Sub Batang Atas dan Batang Bawah pada
Balai Penelitian Hortikultura Tlekung. 15p. Pembibitan Anggur dengan Okulasi. Jurnal
Hortikultura 2(1):19-22.
Supriyanto, Aet al. 1989. The Indonesian Citrus
Variety Improvement Yusran dan Abdul Hamid Noer. 2011. Keberhasilan
Programme.Proceedingss of Asian Citrus Okulasi Varietas Jeruk Manis Pada Berbagai
Rehabilitation Conference. Perbandingan Pupuk Kandang. Jurnal Media
Litbang Sulteng IV (2) : 97 – 104.
Wiesman, Z. and H. Jaenicke. 2002. Vegetative tree
propagation in agroforestry. Concepts and

You might also like