You are on page 1of 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/322314357

MEMBANGUN PANGAN LOKAL MELALUI PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PETANI


JAMUR TIRAM DENGAN MEDIA SABUT KELAPA

Conference Paper · November 2017

CITATIONS READS

0 22

3 authors, including:

Margaretta Christita Ady yes Suryawan


University of Helsinki Forestry Research and Development Agency
26 PUBLICATIONS   4 CITATIONS    32 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

utillization of coconut waste View project

Island rehabilitation View project

All content following this page was uploaded by Margaretta Christita on 08 January 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PROSIDING SENTRINOV TAHUN 2017 VOLUME 3-ISSN: 2477-2097

MEMBANGUN PANGAN LOKAL MELALUI PEMBERDAYAAN


KOMUNITAS PETANI JAMUR TIRAM DENGAN MEDIA SABUT KELAPA

Margaretta Christita1), Ady Suryawan2), and Hendra S. Mokodompit3)


1,2,3
Balai Penelitian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado
Jalan Raya Adipura, Kima Atas, Mapanget, Manado
Sulawesi Utara 95259
1
Email: mchristita@gmail.com

Abstract

The abundance of the coconut coir in North Sulawesi has not been optimally used. An
alternative in utilizing coconut coir is made it as growth medium for oyster mushroom. A
community's challenges on the island is the fulfillment of foodstuffs in which are still filled
from the main island of North Sulawesi. Cultivation of oyster mushroom on coconut coir
media can be effective if done through community farmer engagement in addition to
reducing environmental waste, white oyster mushroom cultivation on coconut coir is also
an alternative to provide local food sources and increase family income. This activity
purpose to develop local food resources through community farmer engagement. The
methods used in the application of this research is community empowerment through
workshops, socialization, and assistance farmer mushroom community. In this event, the
activities of farmer community engagement in Bangka Island, North Minahasa Regency,
North Sulawesi Province.

Keywords: mushroom, coconut waste, community engagement, farmer, local food

Abstrak

Sulawesi utara memiliki sabut kelapa yang sangat melimpah dan belum dimanfaatkan
secara optimal. Sabut kelapa memiliki potensi sebagai media tumbuh jamur tiram putih.
Kebutuhan masyarakat akan bahan pangan di Pulau Pulau Sulawesi Utara dipenuhi dari
Pulau Utama Sulawesi utara. Kegiatan ini bertujuan untuk menerapkan teknologi
sederhana dan tepat guna untuk membangun produksi sumber pangan lokal melalui
pemberdayaan komunitas tani dalam produksi jamur Tiram putih, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan protein nabati masyarakat, meningkatkan kesejahteraan dan
mengurangi limbah sabut kelapa. Metode yang digunakan dalam penerapan hasil penelitian
ini adalah pemberdayaan masyarakat melalui workshop, sosialisasi, dan pendampingan
farmer mushroom community. Pada kegiatan ini ditampilkan kegiatan farmer community
engagement di Pulau Bangka, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.

Kata Kunci: Jamur tiram, limbah sabut kelapa, pemberdayaan, pangan lokal, petani

PENDAHULUAN
Sulawesi Utara terkenal dengan nyiur melambai karena memiliki kebun kelapa
paling luas yaitu mencapai 266.147,36 Ha pada tahun 2010 dan meningkat menjadi
267.350,79 ha pada tahun 2013 (Pakasi, 2013). Kopra merupakan hasil utama kelapa

EB-175
PROSIDING SENTRINOV TAHUN 2017 VOLUME 3-ISSN: 2477-2097

dan tumpuan pendapatan masyarakat Sulawesi Utara baik di Pulau Utama maupun
pulau pulau sekitarnya. Hal ini ditunjukan dominasi kebun kelapa dibandingkan
komoditi lainnya di semua kecamatan di Kabupaten Kepulauan Talaud dengan luas total
22.034,56 ha, kemudian Pala hanya 4.177,72 ha (BPSKabKep Talaud, 2014)
Pulau merupakan areal yang dikelilingi oleh lautan. Beberapa keterbatasan yang
dihadapi pulau kecil antara lain : sumber daya air dan lahan produktif (Sarbidi, 2010),
akses dan fasilitas (Lubis, 2014), perputaran uang sangat lambat (Tebay, 2011) dan
tingkat kerentanan yang tinggi terhadap bencana alam dan pemanasan global (Pelling
dan Uitto 2001; Marschiavelli dan Niendyawati, 2007). Kondisi keterisoliran tersebut
menyebabkan masyarakat kurang termotivasi dalam mengembangkan pertaniannya
(Pasandaran et al. 2013), sehingga sebagian besar kebutuhan pokok dicukupi dari luar
pulau termasuk sayuran.
Jamur tiram merupakan salah satu alternatif pangan lokal yang mudah ditumbuhkan
dalam berbagai media. Selain memiliki citarasa yang enak, jamur tiram putih memiliki
nutrisi yang tinggi serta harga jual yang baik (Sanchez, 2010). Budidaya jamur pangan
mengacu kepada langkah memngambil jamur dari alam lalu mengembangbiakkannya
dengan kondisi lingkungan yang disesuaikan sehingga menghasilkan produksi tubuh
buah jamur berkualitas, aman untuk dikonsumsi dan tidak terkontaminasi dengan zat
yang bersifat toksin atau kontaminasi (Zied et al, 2011). Jamur tiram adalah komoditas
jamur pangan yang mudah ditumbuhkan dalam berbagai media. Media yang cocok
digunakan untuk budidaya jamur tiram putih adalah memiliki Selulosa, lignin,
karbohidart dan glukosa (Sharma et al., 2013 dan Tisdale, 2004). Hingga saat ini
penggunaan serbuk gergaji sebagai media tumbuh jamur tiram masih menjadi pilihan
utama para pelaku budidaya jamur tiram (Christita et al, 2015). Ginting et al, 2013
memanfaatkan bagas tebu sebagai media tumbuh. Media tumbuh lain yang pernah
diujicobakan adalah daun Gravillea robusta (Alemu, 2014), campuran rumput bahia
dan pelepah pisang (De Siquiera et al, 2011) sekam padi (Shah et a, 2004) dan limbah
ubi jalar (Amuneke et al, 2011).
Sabut kelapa merupakan salah satu pilihan bahan media yang dapat digunakan
sebagai media tumbuh jamur tiram. Jamur tiram putih merupakan jamur komersial
pilihan yang paling mudah dibudidayakan dan dikenal luas sebagai jamur yang mampu
mengubah media dari sisa bahan nabati menjadi protein pangan (Bandopadhyay, 2013).

EB-176
PROSIDING SENTRINOV TAHUN 2017 VOLUME 3-ISSN: 2477-2097

Penelitian Astuti dan Kuswytasari (2013) menyatakan bahwa sabut kelapa mampu
menyediakan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur tiram. Menurut
Kuswitasari (2013) sabut kelapa yang dicampur dengan sengon dapat menghasilkan
waktu inokulasi hanya 21 hari dan panjang miselia 13,37 cm. Hasil penelitian
Purnamasari (2013) menguatkan bahwa produktivitas jamur tiram putih meningkat
seiring dengan peningkatan proporsi serabut kelapa terhadap serbuk gergaji. Pada
budidaya menggunakan media sabut kelapa : dedak : kapur dengan perbandingan 100 :
20 : 1 dapat menghasilkan +/- 600 gram/baglog dengan ukuran badan buah 6 – 8,9 cm
(Christita et al. 2015).
Pemanfaatan sabut kelapa sebagai media budidaya jamur tiram diyakini dapat
mendorong peningkatan ketersediaan sumber protein, mengurangi masalah sampah dan
mendorong perekonomian masyarakat khususnya di Pulau Bangka. Tujuan penelitian
ini adalah mengetahui sifat kimia sabut kelapa yang akan digunakan sebagai media
tumbuh jamur tiram putih, meningkatkan kapasitas masyarakat lokal dalam budidaya
jamur tiram dan pemanfaatan limbah sabut kelapa serta analisa nutrisi kandungan jamur
tiram putih hasil budidaya. Luaran yang ingin didapat adalah pemenuhan pangan lokal
dan pengelolaan lingkungan menuju “zero waste”. Kendala yang umum dihadapi dalam
budidaya jamur tiram putih oleh masyarakat adalah kurangnya modal dan tidak adanya
pendampingan.

METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Sabut kelapa, dedak, kapur,
peralatan masak memasak untuk sterilisasi baglog, sprayer dan satu unit rumah jamur,
komunitas petani jamur tiram sebagai pelaksana.
Prosedur
a. Teknik pembuatan media tanam jamur tiram putih
Pembuatan media jamur tiram putih mengacu kepada Christita et al, (2016), yaitu
dengan mencampurkan sabut kelapa potong, dedak, kapur pertanian dan air. Campuran
bahan yang digunakan adalah sabut kelapa : dedak : kapur pertanian (CaCO3) = 100
:20:1 dengan penambahan air 60% dari berat total. Setelah dilakukan pencampuran,
bahan dimasukkan ke dalam plastik berukuran 1kg yang kemudian disebut baglog.

EB-177
PROSIDING SENTRINOV TAHUN 2017 VOLUME 3-ISSN: 2477-2097

Baglog yang telah diikat kemudian dimasukkan ke dalam alat kukusan selama 6 jam,
sebagai proses sterilisasi untuk meminimalkan tumbuhnya jamur lain serta bakteri yang
tidak diinginkan. Setelah diangkat, baglog didinginkan selama 12 jam dan siap
ditanami. Penanaman bibit jamur tiram putih dilakukan dalam kondisi steril dalam
ruangan khusus. Baglog yang telah ditanami bibit jamur tiram putih diinkubasi selama
40 hari di ruang tertutup tanpa cahaya matahari. Setelah miselia tumbuh memenuhi
plastik, baglog dipindahkan ke kumbung untuk persiapan pemeliharaan pra dan pasca
panen.

b. Workshop dan pendampingan komunitas petani jamur tiram


Pembentukan dan pelibatan komunitas tani untuk mengembangkan jamur tiram
dengan media sabut kelapa diawali dengan kegiatan pengenalan dan pendampingan
pembuatan media serta teknik bertanam jamur tiram. Model pemberdayaan komunitas
dilakukan bekerjasama dengan stakeholder baik instansi pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat dan akademisi yang bergerak di bidang lingkungan dan pemberdayaan
masyarakat.
Pendampingan komunitas petani jamur tiram dilakukan mengikuti bagan alir pada
gambar 1.
Workshop pengenalan jamur tiram

Pembentukan kelompok tani jamur


tiram

Pendampingan pembangunan kumbung

Pendampingan pembuatan media dan


inokulasi bibit

Pendampingan pemeliharaan dan


pemanenan

Pendampinganpasca panen dan


pemasaran

Gambar 1. Bagan Alur pendampingan kelompok masyarakat di Pulau Bangka

EB-178
PROSIDING SENTRINOV TAHUN 2017 VOLUME 3-ISSN: 2477-2097

HASIL
a. Kegiatan aplikasi inovasi dan sosialisasi teknik budidaya jamur tiram putih
dengan media sabut kelapa
Sosialisasi dan aplikasi inovasi teknik budidaya jamur tiram putih dengan media
sabut kelapa telah dilakukan di Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Gambar 2. Sosialisasi dan aplikasi inovasi teknik budidaya jamur tiram putih di Pulau
Bangka, Minahasa Utara

b. Pembentukan dan pendampingan komunitas petani jamur


Telah terbentuk komunitas petani jamur tiram putih dengan media sabut kelapa di
Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara yang bekerjasama dengan Yayasan
Suara Pulau. Pendampingan dilakukan setiap tiga bulan sekali.

Gambar 3. Kumbung jamur komunitas petani jamur tiram di Pulau Bangka, Minahasa
Utara

EB-179
PROSIDING SENTRINOV TAHUN 2017 VOLUME 3-ISSN: 2477-2097

PEMBAHASAN
Komunitas petani jamur di pulau bangka dibentuk melalui kerjasama antara Balai
Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado dengan
Yayasan Suara Pulau. Upaya ini sebagai salah satu bentuk pengembangan teknologi
penamfaatan sabut kelapa sebagai media tumbuh jamur tiram putih dan tanggung jawab
sosial dalam memajukan perekonomian masyarakat kepualauan.
Pentingnya ketersediaan, keragaman, jaminan keamanan pangan membuat
masyarakat bersedia mencoba membangun pangan lokal dengan memanfaatkan
sumberdaya yang ada di lingkungan sekitar. Pulau Bangka termasuk penghasil kopra di
Sulawesi Utara, sehingga memiliki sabut kelapa yang melimpah. Sabut kelapa dipilih
menjadi media tumbuh jamur tiram karena berdasarkan kesesuaian unsur yang
dikandung sabut kelapa dengan unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur tiram
putih. Pertumbuhan jamur tiram putih sangat dipengaruhi oleh media tumbuh dan
nutrisi yang terkandung di dalamnya. Pada awal pertumbuhannya, miselia jamur tiram
putih sangat bergantung terhadap keberadaan selulosa, lignin, karbohidrat dan glukosa
(Sharma et al., 2013), sehingga dalam metode ini ditambahkan unsur dedak sebagai
karbohidrat dan glukosa. Pulau Bangka tidak memiliki sawah, sehingga dedak diambil
dari luar pulau. Pulau Bangka memiliki potensi ubi talas yang kurang dimanfaatkan. Ubi
Talas juga memiliki kandungan karbohidrat cukup tinggi dan diduga dapat
menggantikan dedak, namun perlu dilakukan ujicoba sebelum diterapkan oleh
masyarakat.
Kegiatan aplikasi inovasi teknik budidaya jamur tiram putih dengan media sabut
kelapa diawali dengan sosialisasi kepada masyarakat sebagai target komunitas binaan.
Sosialisasi dilakukan dengan penyelenggaraan workshop dan pelatihan. Praktek
pembuatan media dan penanaman bibit jamur tiram putih dilakukan secara langsung
dengan melibatkan masyarakat sehingga masyarakat mampu memahami proses dan
manfaatnya (Gambar 2). Kegiatan Kegiatan aplikasi inovasi teknik budidaya jamur
tiram putih dengan media sabut kelapa dilakukan dengan cara kerjasama antara Balai
Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado dengan
Yayasan Suara Pulau, sebagai bentuk pengabdian untuk masyarakat.
Kegiatan pendampingan dan pembentukan komunitas petani jamur tiram putih
dimulai dengan pembuatan baglog, inokulasi dan contoh rumah jamur (kumbung) yang

EB-180
PROSIDING SENTRINOV TAHUN 2017 VOLUME 3-ISSN: 2477-2097

dibangun di Yayasan Suara Pulau. Setelah masa inkubasi selama 1 bulan, baglog yang
telah siap ditempatkan di kumbung dan dilakukan perawatan. Setelah 1 minggu dirawat,
baglog telah mampu menghasilkan badan buah jamur tiram dan dilakukan pemanenan.

Gambar 4. Jamur tiram putih hasil panen komunitas petani


Kendala yang dihadapi dalam kegiatan penerapan inovasi teknik budidaya Jamur
tiram putih dengan media sabut kelapa antara lain kurangnya minat masyarakat untuk
mengonsumsi jamur. Jamur tiram putih belum banyak dikenal sebagai salah satu
alternatif jamur pangan di daerah ini karena masih kurangnya informasi mengenai
jenis-jenis jamur pangan dan pemanfaatannya.

SIMPULAN
Masyarakat Pulau Bangka memiliki keinginan yang tinggi untuk dapat melakukan
swasembada pangan, namun kendala yang dihadapi adalah produktivitas lahan dan
teknologi yang dikuasi masih rendah. Penerapan teknologi pertanian yang mudah dan
tepat guna dapat menjadi solusi. Pendampingan yang diawali dengan upaya
penyadartahuan akan potensi yang dimiliki telah mampu meningkatkan rasa percaya
menerapkan program pengambangan budidaya jamur tiram.

DAFTAR PUSTAKA
Alemu, F. (2014 ). Cultivation of Pleurotus ostreatus on Grevillea robusta leaves at
Dilla University, Ethiopia. Journal of Yeast and Fungal Research, 5(99)
http://doi.org/10.5897/JYFR2014.0139, 74–83.

EB-181
PROSIDING SENTRINOV TAHUN 2017 VOLUME 3-ISSN: 2477-2097

Amuneke, E. H., Dike, K. S., & Ogbulie, J. N. . (2011). Cultivation of Pleurotus


ostreatus : An edible mushroom from agro base waste products. Journal of
Microbiology and Biotechnology Research, 1(3), 1–14.
Bandopadhyay, S. (2013). Effect of Suplementing rice straw with water hyacinth of the
yiel and nutritional qualities of oyster mushroom. Micolgia Aplicada
International 25 (2), 15 - 21.
Christita M, A. Suryawan, A. Irawan, S. Tabba, HS Mokodompit dan R. Mamonto.
(2015). The Suitability of Agroforestry Waste as Cultivation Media for White
Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus). International Conference of Indonesia
Forestry Researchers III 21 - 22 Oktober 2015 (pp. 671 - 781). Bogor: Badan
Litbang dan Inovasi LHK.
De Siquiera, F. G., Martos, E. T., Da Silva, R., & Dias, E. S. . (2011). Cultivation of
Pleurotus sajor-caju on banan stalk and Bahia grass based subtrates. Holticultura
Brasileira, 29(2), 199–204.
Lubis, M. (2014). Model Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Berbasis Pada
Pendekatan Sistem Sosioekologi, Sistem Sosioekonomi Dan Sistem Sosiopolitik
Sistem Sosioekonomi Dan Sistem Sosiopolitik. Ringkasan Desertasi, Program
Pascasarjana Universitas, Semarang, 76.
Marschiavelli, M.I.C. dan Niendyawati. (2007). Penilaian keterancaman terhadap
bencana bagi Pulau Makalehi Sulawesi Utara, Indonesia. Malaysian Journal of
Society and Space 3, 106 - 114.
Pakasi, C. (2013). Pengembangan Kelapa sebagai Komoditi Unggulan Dearah Sulawesi
Utara dengan Pendekatan Kaster Industri. Seminar Nasional " Menggagas
Kebangkitan Komoditi Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan', (p. 10
halaman). Madura.
Pasandaran, E., E.E. Ananto, K. Suradisastra et al. (2013). Membangun Kemandirian
Pangan Pulau-Pulau Kecil Dan Wilayah Perbatasan. Jakarta: Badan Litbang
Pertanian http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/membangun-kemandirian-
pangan/.
Pelling M dan Uitto JI. (2001). Small island developing states: natural disaster
vulnerability and global change. Environmental Hazards 3 , 49–62.
Purnamasari, A. (2013). Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada
Media Tambahan Serabut Kelapa (Cocos nucifera) [Skripsi]. Surakarta:
Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Sanches, C. (2010). Cultivation of Pleurotus ostreatus and other edible mushrooms.
Microbiol Biotechnol 85, 1321–1337.
Shah, Z. A., Ashraf, M., & Ch, M. I. (2004). Comparative Study on Cultivation and
Yield Performance of Oyster Mushroom ( Pleurotus ostreatus ) on Different
Substrates ( Wheat Straw , Leaves , Saw Dust ). Pakistan Journal of Nutrition,
3(3), 158–160.
Standar Nasional Indonesia 0492 : 2008. Cara Uji Kadar Lignin Metode Klakson.
Badan Standarisasi Nasional
Sharma, S., Yadav, R. K. P., & Pokhrel, C. P. . (2013). Growth and Yield of Oyster
mushroom ( Pleurotus ostreatus ) on different substrates. Journal on New
Biological Report, 2(1), 3–8.
Talaud, B. (2014). Kabupaten Kepulauan Dalam Angka. Melonguane: Badan Pusat
Statistik Kabupaten Kepulauan Talaud.

EB-182
PROSIDING SENTRINOV TAHUN 2017 VOLUME 3-ISSN: 2477-2097

Tebay, S. (2011). Kondisi Sosial Ekonomi Dan Budaya Masyarakat Pulau-Pulau Kecil
Sebagai Suatu Realitas − Studi Kasus Kepulauan Raja Ampat. Prosiding
Seminar Nasional Pengembangan Pulau-Pulau Kecil, 177 - 186.
Zied, D. C., Savoie, J., Pardo-giménez, A., Agronômicas, D. C., Paulista, U. E., Unesp,
F. C. A., & Rey, Q. (2011). Soybean the Main Nitrogen Source in Cultivation
Substrates of Edible and Medicinal Mushrooms. In H. El-Shemi (Ed.), (pp. 433 -
452). Croatia : Intech.

EB-183

View publication stats

You might also like