Professional Documents
Culture Documents
discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/316510796
CITATIONS READS
0 25
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Wibowo Harso Nugroho on 27 April 2017.
(Kajian Numerik)
Abstract
In this paper a numerical mehod of fourth order Runge- Kutta is applied to solve a non linear rolling
motion of a ship in a regular wave. The purpose of this application is to predict more accurately of the
motion especially on the large angle rolling (>8o ). In this research the nonlinear coeficients restoring
moment are derived from the stability curve of caraka jaya cargo ship. The results can be used to
predict the maximum rolling amplitude of the ship in related to the ship wave heading () kapal and the
wave excitation frequency.
Key words: rolling motion, nonlinear restoring moment, fourth order Runge- Kutta
14
Pengkajian Industri No. 28 Tahun XI 2006
______________________________________________________________________________
Mengacu pada Gambar 1 terlihat; a adalah Kemudian yang terakhir adalah notasi M
gerakan surging yaitu gerak osilasi maju yang menyatakan momen eksitasi, dan
mundurnya kapal, b adalah gerakan swaying merupakan fungsi dari frekuensi eksitasi dan
yaitu gerak osilasi kesamping kiri dan kanan waktu. Ada empat kasus yang perlu
kapal, c adalah gerakan heaving yaitu gerak dipertimbangkan dalam membicarakan
osilasi naik turun kapal, d adalah gerakan gerakan rolling ; (1) persamaan gerakan
rolling yaitu gerak osilasi angular badan linier apabila b2 = c3 = c5 = 0, dimana
kapal terhadap sumbu longitudinal kapal dari koefisien a, b1 , c1 adalah konstan (2)
sisi kiri ke kanan, e adalah gerakan pitching persamaan gerakan adalah linier untuk
yaitu gerak osilasi angular pada sumbu dampingnya tetapi nonlinier pada momen
melintang kapal ( gerak angguk), f adalah pengembalinya dengan koefisien konstan
gerakan yawing yaitu gerak osilasi angular apabila b2 = 0, c1 , c3 , c5 bukan fungsi
badan kapal terhadap sumbu tegaknya. waktu (3) persamaan gerakan adalah
Pada penelitian ini gerakan yang dibahas nonlinier untuk dampingnya tetapi linier pada
adalah gerakan rolling karena beberapa sifat momen pengembalinya apabila c3 = c5 = 0,
gerakan yang merugikan sepert yang c1, bukan fungsi waktu (4) persamaan
dinyatakan pada bagian pendahuluan. Pada gerakan adalah linier untuk dampingnya juga
Gambar 1 terlihat bahwa gerakan rolling linier pada momen pengembalinya tetapi
merupakan gerak osilasi angular badan koefsiennya merupakan fungsi waktu
kapal terhadap sumbu longitudinal. Gerakan apabila b2 = c3 = c5= 0, dan c1 adalah fungsi
rolling tersebut mempunyai persamaan waktu. Penelitian ini pembahasan dilakukan
umum sebagai berikut: hanya pada kasus no 2 dengan alasan
sebagai berikut; pada kasus no1 hasil
a b1 b2 c , t M e t ( 1 )
perhitungan ntuk sudut – sudut rolling yang
besar ( ≥ 80 ) sudah tak cocok lagi, pada
Dimana besarnya sudut rolling ditulis dengan kasus no 3 beberapa penelitian
notasi dan turunan pertama terhadap menunjukkan bahwa pada angka froud ≥
waktu atau kecepatan sudutnya mempunyai 0,15, koefisien kuadrat dari damping
mendekati angka nol, terutama pada jenis
notasi dan percepatan sudutnya atau kapal – kapal dagang yang termasuk pada
turunan kedua terhadap waktu bernotasi ,
series 60, pada kasus no 4 disamping
pemecahan persamaan differensial yang
selanjutnya notasi a dipakai untuk
cukup sulit hasilnya juga hanya cocok pada
menyatakan momen inersia massa total
sudut – sudut rolling yang kecil( ≤ 80 ),
kapal yang mana merupakan fungsi dari
dengan pengetahuan tentang momen
frekuensi eksitasi, dan notasi b1 serta b2
pengembali yang nonlinier prediksi dari
merupakan koefisien peredam (damping).
kemungkinan kapal mengalami terbalik akan
Bentuk kuadrat dari kecepatan yang
lebih tepat. Selanjutnya dengan kondisi
dikalikan oleh koefisien b2 ditulis dalam
15
Pengkajian Industri No. 28 Tahun XI 2006
______________________________________________________________________________
koefisien b2 = 0, c1 , c3 , c5 bukan fungsi
waktu maka persamaan ( 1 ) menjadi dM r i
2
I xx
W y zi2
2
i i
k xx
(7)
k
bentuk fraksi dari lebar kapal (B), dan dalam
k xx
k
2 2 2
xx batasan normal adalah 0,3B ≤ ≤ 0,45B.
g xx
Jari – jari girasi kapal sebenarnya dapat juga
g
k 2
xx
didekati dengan formula empiris. Dari hasil –
hasil percobaan terhadap model dari
(4) berbagai jenis kapal, didapat dua buah
Dimana ∆ adalah berat kapal, g merupakan formula untuk memperkirakan jari – jari girasi
percepatan grafitasi dan kxx adalah jari – jari sebenarnya dari gerakan rolling yaitu; yang
girasi kapal terhadap sumbu memanjang pertama adalah untuk kapal dagang biasa:
kapal, serta k’xx merupakan jari –jari girasi
2
k xx
f CbCu 1,1Cu 1 Cb He T 2,2 He B
2
k
2 (8)
kapal juga dan disebut juga jari – jari
xx Dimana Cb adalah koefisien blok, Cu adalah
girasi sebenarnya terhadap sumbu koefisien geladak atas (upper deck) yang
memanjang kapal. Untuk mendapatkan jari – merupakan luas geladak dibagi dengan
jari girasi kapal kxx dilakukan perhitungan perkalian panjang kapal(LOA) dengan lebar
dahulu momen inersia kapal terhadap sumbu kapal (B), dan He merupakan koefisien tinggi
memanjang kapal yang melalui titik berat efektif dari bangunan atas yaitu D + (A/lpp)
kapal ( lihat Gambar 2). Jika kapal dibagi dimana lpp merupakan panjang kapal
kedalam bentuk potongan – potongan kecil diantara dua garis tegak AP adan FP, D
berat yang sesuai maka adalah ketinggian kapal hingga geladak
16
Pengkajian Industri No. 28 Tahun XI 2006
______________________________________________________________________________
utama, serta A merupakan luas proyeksi sisi
dari bangunan atas dan rumah geladak di
atas geladak utama, selanjutnya (f) adalah Penentuan koefisien selanjutnya pada
tetapan yang tergantung dari jenis kapal persamaan (3) adalah untuk peredam
dimana senilai 0,125 untuk kapal (damping) yang mana dalam penelitian ini
penumpang, kapal barang, serta gabungan diasumsikan linier dan konstan. Gaya
keduanya, dan senilai 0,133 untuk kapal peredam yang bekerja pada kapal selama
tanker, 0,177 untuk kapal penangkap ikan gerakan rolling dapat disebabkan berbagai
paus dan senilai 0,2 untuk kapal ikan kelas kombinasi berikut; gelombang, gaya gesek
bonito. Sedangkan formula jari- jari girasi air tehadap permukaan kapal atau eddy
yang kedua diperuntukkan kapal perang making, bilga keel, skeg dan tonjolan badan
yaitu kapal yang lain, tahanan antara kapal dan
udara, kehilangan energi karena panas yang
timbul selama gerakan rolling, dan tegangan
2
k xx
f CbCe 1,1Ce1 Cb Hn d 2,2 Hn Bu
2
A d 2g
e n
2
(11)
b bn d (12)
Nilai koefisien lainnya pada persamaan (11)
bisa diperoleh dengan menggunakan
Gambar 4 yang menunjukkan potongan
Lewis, dimana nilai dΦ merupakan potongan
individu koefisien β dan Sn, dimana:
Bn B
dan S n n ( 13 )
Gambar3. Jari – jari girasi tambahan kapal B 2Tn
Nilai – nilai dari Gambar 4 hanya berlaku
pada, karena kapal berlayar dengan
kecepatan dinas V, maka akan ada
17
Pengkajian Industri No. 28 Tahun XI 2006
______________________________________________________________________________
penambahan dari koefisien redaman. Nilai
dari penambahan koefisien ini dapat
dihitung dari persamaan di bawah ini:
L L Fn Fn ( 14 )
2
b
12
Fn
0,00085 1 2
bc B GM Cb Cb Cb
18
Pengkajian Industri No. 28 Tahun XI 2006
______________________________________________________________________________
dua dimensi , dan ς merupakan persamaan
tinggi gelombang, a merupakan amplitude
gelombang, serta μ adalah arah gelombang
menerpa kapal, sehingga momen eksitasi
pada keseluruhan badan kapal adalah:
2 L2
M gk a sin coskx cos y 3dx coset ( 17 )
3 L 2
Maka amplitudo dari momen M0 adalah :
2 L2
M gk a sin coskx cos y 3dx ( 18 )
3 L 2
Frekuensi eksitasi dari momen akibat adanya
gelombang dengan arah tertentu ( dominan )
dapat diperoleh dengan memperhatikan
Gambar 7. Dari gambar tersebut komponen
Gambar 6. Segitiga momen eksitasi
kecepatan kapal v yang searah dengan
gelombang
gelombang adalah vcosμ dan kecepatan
relatip kapal terhadap gelombang adalah
kecepatan gelombang ( vw ) - vcosμ .
Sehingga waktu yang ditempuh oleh kapal
dari puncak gelombang ke puncak
berikutnya atau periode gelombangnya(Te)
adalah:
Tw
Te ( 19 )
1 v v w cos
Dimana Tw adalah pembagian panjang
gelombang Lw oleh kecepatan gelombang ,
perlu diingat bahwa apabila kapal berlayar Gambar 7. Arah kapal terhadap gelombang
berlawanan arah dengan gelombang maka yang menerpa
harga cosμ adalah negatip. Dari persamaan
( 19 ) di atas maka kecepatan sudut eksitasi 3. METODA RUNGE – KUTTA TINGKAT 4
momen dapat ditulis:
Pemecahan persamaan non-linear rolling
v akan lebih mudah jika diselesaikan dengan
e w 1 w cos metoda Runge – Kutta order 4 karena
g ketelitiannya yang cukup baik. Pada
( 20 ) penelitian ini program komputer dibuat oleh
Dimana kecepatan gelombang vw adalah penulis dan dilakukan verifikasi hasil
pembagian percepatan grafitasi g oleh perhitungan persamaan differensial yang
kecepatan sudut gelombang ωw .Dengan sama dari daftar acuan [5]. Metoda Runge –
lengkapnya cara mendapatkan koefisien – Kutta tingkat 4 dipakai untuk menghindari
koefisien dari persamaan ( 3 ), selanjutnya perhitungan penurunan tingkat tinggi yang
persamaan tersebut tentunya dapat mana melbatkan deret taylor. Sebagai ganti
diselesaikan dengan bantuan metoda dari penurunan tersebut dipakai nilai – nilai
numerik Runge – Kutta tingkat 4 yang akan yang merupakan hasil dari suatu fungsi f(x,y)
dibahas pada bagian berikut dari penulisan yang mana secara mendasar meniru
ini. ketelitian dari deret taylor. Karena mudahnya
metoda ini menjadi sangat populer. Formula
19
Pengkajian Industri No. 28 Tahun XI 2006
______________________________________________________________________________
dari metoda Runge – Kutta order 4 ini Persamaan komputasi yang digunakan untuk
adalah: diprogramkan pada komputer digital
k1 hf x, y diurutkan seperti pada Tabel 1
1 1
k 2 hf x h, y k1 Tabel 1. Urutan Persamaan Komputasi
2 2 Nonlinear Rolling
t Φ
1 1
k 3 hf x h, y k 2 L 1 = t1 k1 = Φ1
2 2 L2 = t1 + h/2 k2 = Φ1 + g1 h/2
k 4 hf x h, y k 3 L3 = t1 + h/2 k3 = Φ1 + g2 h/2
L 4 = t1 + h k4 = Φ1 + g3 h
yx h yx k1 k 2 k 3 k 4
1
θ F
( 21 ) g1 = θ1 f1 = F(L1, k1, g1 )
Dan dimana σ adalah tetapan ketelitian. Jika g2 = θ1 + f1 h/2 f2 = F(L2, k2, g2 )
formula di atas diterapkan untuk g3 = θ1 + f2 h/2 f3 = F(L3, k3, g3 )
memecahkan persamaan ( 3 ) , persamaan g 4 = θ 1 + f3 h f4 = F(L4, k4, g4 )
tersebut ditulis kembali ke dalam bentuk
differensial tingkat pertama dengan membuat
sehingga menjadi:
E cosJt A B C 3 D 5 F t , , ( 22 )
0.8
0.6
0.4
kecepatan
0.2
0
-1 -0.5 0 0.5 1
Gambar 9. Penyeleseian persamaan
-0.2
nonlinier differensial (23) oleh program
-0.4
komputasi pada daftar acuan [ 5 ]
-0.6
perpindahan
Dari urutan di atas maka nilai Φ dan θ
ditentukan oleh persamaan berikutnya
Gambar 8. Penyeleseian persamaan dengan h = δt. Untuk ketelitian yang baik
nonlinier differensial (23) oleh program biasanya h diambil 0,1333. Selanjutnya
komputasi yang dibuat oleh penulis persamaan 22 menjadi:
i 1 i
h
g1 g 2 g 3 g 4
( 22. a )
i 1 i
h
f1 f 2 f 3 f 4
Jadi dengan i = 1 maka Φ2 dan θ2 didapat
dengan t2 = t1 + h, dan tabel terdahulu L, k,
g, f dapat dihitung dan disubstitusikan lagi
20
Pengkajian Industri No. 28 Tahun XI 2006
______________________________________________________________________________
ke dalam persamaan pengulangan untuk sebesar 13,41 m/det serta beramplitudo ςa
mendapatkan Φ3 dan θ3 . Program yang sebesar 1m. Pengambilan amplitudo
dibuat oleh penulis ini diverifikasi dengan gelombang 1 m karena untuk laut indonesia
memecahkan persamaan nonlinear kemungkinan besar terjadi gelombang laut
differensial yang terdapat pada daftar acuan rata – rata setinggi 2 m. Hasil perhitungan
[ 5 ]: berupa grafik hubungan antara sudut
d 2x heading terhadap harga mutlak amplitudo
0,4 x 0,5 x 3 0,5 cos0,5t ( 23 )
dx
2 rolling maksimum dan grafik hubungan
dt dt antara frekuensi eksitasi terhadap harga
Menunjukkan hasil yang tak berbeda jauh mutlak amplitudo rolling maksimum
bagi keduanya dimana hal ini di tunjukkan diperlihatkan pada Gambar 11. a hingga
pada Gambar 8 dan 9. 11.g dan Gambar 12. a hingga 12.g.
Berdasarakan kurva stabilitas kapal caraka
4. HASIL PERHITUNGAN dan DISKUSI Jaya III, lengan momen heeling maksimum
GZ adalah 0.83m dengan sudut heeling
Pada penelitian ini contoh perhitungan maksimum 36,30, dimana maksimum sudut
rolling kapal diterapkan pada kapal Caraka heeling yang diijinkan bagi keselamatan
Jaya III, dengan ukuran utama sebagai kapal adalah ≤ 60% dari yang terjadi pada
berikut; panjang antar garis tegak(Lpp) lengan GZ maksimum jadi untuk kasus
adalah 92m, lebar kapal(B) adalah 16,5m, Caraka Jaya ini untuk keselamatannya,
tinggi kapal (D) adalah 7,8m dan sarat (T) sudut heeling yang aman adalah ≤ 220
adalah 5m, serta kecepatan dinas (v) adalah atau 0,3841 rad. Dari Gambar 11.a pada
6,17m/det. Data ini juga dilengkapi oleh Lpp/Lw = 0,8, amplitudo maksimum
kurva stabilitas dimana diperlihatkan pada membesar nilainya dimulai dengan sudut
Gambar 10, yang dapat dipergunakan untuk heading μ = 100 dan mencapai maksimum
menentukan koefisien – koefisien momen pada sudut heading μ = 600 kemudian
pengembali. berkurang nilainya sesuai dengan
bertambahnya sudut heading kapal. Kapal
mengalami keadaan berbahaya pada
daerah 0 < μ < 1400 karena amplitudo rolling
A maksimum ≥ 0, 3841 radian. Untuk
Lpp/Lw = 0,8, pada Gambar 11.b ,
amplitudo maksimum membesar nilainya
dimulai dengan sudut heading μ = 100 dan
mencapai maksimum pertama pada sudut
heading μ = 200 dan berkurang nilainya
hingga sudut heading μ = 400 kemudian nilai
amplitudo bertambah kembali hingga
mencapai maksimum untuk kedua kalinya
pada sudut heading μ = 600 kemudian
Gambar 10. Kurva stabilitas kapal Caraka berkurang sesuai dengan bertambahnya
Jaya sudut heading kapal. Kapal mengalami
keadaan berbahaya pada daerah 0 < μ <
1300 karena amplitudo rolling
Kapal ini berlayar di laut dengan mempunyai
A maksimum ≥ 0, 3841 radian. Gambar
variasi rasio panjang kapal terhadap
L pp 11.c pada Lpp/Lw = 0,9, amplitudo
panjang gelombang sebesar 0,8 maksimum membesar nilainya dimulai
Lw dengan sudut heading μ = 100 dan
hingga 1,25 dan kecepatan gelombang (Vw) mencapai maksimum pada sudut heading μ
= 900 kemudian berkurang nilainya sesuai
21
Pengkajian Industri No. 28 Tahun XI 2006
______________________________________________________________________________
dengan bertambahnya sudut heading kapal. kapal karena dapat menyebabkan terjadinya
Kapal mengalami keadaan berbahaya pada amplitudo maksimum gerakan rolling ≥ 0,
daerah 0 < μ < 1250 karena amplitudo rolling 3841 radian adalah sebagai berikut; pada
A maksimum ≥ 0, 3841 radian. Pada Lpp/Lw = 0,8, Gambar 12.a , ( 0 < ωe <
1.03125 ) rad/det, pada Lpp/Lw = 0,85,
Gambar 11.d untuk Lpp/Lw = 1, terjadi dua Gambar 12.b , ( 0 < ωe < 1.040625 ) rad/det
kali puncak A maksimum yaitu pada sudut , pada Lpp/Lw = 0,9, Gambar 12.c , ( 0 < ωe
heading μ = 600 dan μ = 900 dengan nilai < 1.05 ) rad/det , pada Lpp/Lw = 1, Gambar
yang hampir sama nilainya , selanjutnya 12.d , ( 0 < ωe < 1,14375 ) rad/det , pada
nilai amplitudo menurun kembali. Daerah Lpp/Lw = 1,1, Gambar 12.e , ( 0,58125 < ωe
berbahaya bagi kapal Caraka Jaya ini < 1.14375 ) rad/det , serta pada Lpp/Lw =
terdapat pada sudut heading < μ = 1200 1,2, Gambar 12.f , ( 0,88571 < ωe < 1.2485 )
dimana amplitudo rolling A maksimum ≥ 0, rad/det, dan terakhir pada Lpp/Lw = 0,8,
Gambar 12.g , ( 0,7287 < ωe < 1.24285 )
3841 radian . Gambar 11.e pada Lpp/Lw = rad/det.
1,1, amplitudo maksimum membesar
nilainya dimulai dengan sudut heading μ = 5. KESIMPULAN
100 dan mencapai maksimum pada sudut
heading μ = 600 kemudian berkurang Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa
nilainya sesuai dengan bertambahnya sudut persamaan nonlinear rolling dapat
heading kapal. Kapal Caraka Jya ini diselesaikan secara relatip lebih mudah
mengalami keadaan berbahaya pada dengan metoda numerik Runge –Kutta
daerah 180 < μ < 1080 karena amplitudo tingkat 4. Hasil dari perhitungan nonlinear
rolling A maksimum ≥ 0, 3841 radian. rolling ini diharapkan dapat memprediksi
Untuk Gambar 11.f pada Lpp/Lw = 1,2, gerakan rolling dengan tepat,karena dapat
amplitudo maksimum membesar nilainya diterapkan pada sudut besar( > 80 )
dimulai dengan sudut heading μ = 100 dan sehingga nakhoda kapal dapat memakainya
mencapai maksimum pada sudut heading μ untuk menhindari kapalnya pada sudut
= 600 kemudian berkurang nilainya sesuai heading tertentu terhadap datangnya
dengan bertambahnya sudut heading kapal. gelombang maupun frekuensi eksitasi
Kapal Caraka Jya ini mengalami keadaan gelombang yang menerpa kapal yang dapat
berbahaya pada daerah amplitudo rolling membuat kapal terbalik atau tenggelam.
Dan yang lebih penting lagi agar kapal
A maksimum ≥ 0, 3841 radian untuk sudut beserta isinya tiba dengan selamat di
heading 300 < μ < 1020 . Gambar 11.g pada tujuan.
Lpp/Lw = 1,25, amplitudo maksimum
membesar nilainya dimulai dengan sudut
heading μ = 100 dan mencapai maksimum
pada sudut heading μ = 600 kemudian
berkurang nilainya sesuai dengan
bertambahnya sudut heading kapal. Kapal
Caraka Jya ini mengalami keadaan
berbahaya pada daerah 32,50 < μ < 92,50
karena amplitudo rolling A maksimum ≥ 0,
3841 radian. Pada Gambar 12. a sampai
12.g terdapat grafik harga mutlak amplitudo
maksimum terhadap frekuensi eksitasi ( ωe )
dengan bentuk gambar relatip sama dengan
Gambar 11.a hingga 11.g. Maka daerah
frekuensi eksitasi yang perlu dihindari oleh
22
Pengkajian Industri No. 28 Tahun XI 2006
______________________________________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT PENULIS
Wibowo H. Nugroho, lahir di Jakarta, tahun
1967, lulus Sarjana Teknik Perkapalan Gambar 11.b. Amplitudo maksimum mutlak Rolling terhadap
(Ir/1990) dari Institut Teknologi Sepuluh Sudut heading pada(L/Lw =0,85)
Nopember (ITS) Surabaya, Msc (1994) di
bidang Engineering Mathematics, dari
University of Newcastle, Newcastle Upon
Tyne, The United Kingdom. Dan PhD (2002)
di bidang Smart Structure / Mechanical
Engineering, Monash University
,Melbourne, Australia. Saat ini bekerja
sebagai Perekayasa pada divisi Penelitian
dan Pengembangan untuk
Hidroelastisitas/Marine Structural Monitoring
pada UPT Balai Pengkajian dan Penelitian
Hidrodinamika, BPP Teknologi Surabaya.
Penulis juga menjadi staf pengajar Teknik
Mesin pada Universitas Muhammadiyah Gambar 11.c. Amplitudo maksimum mutlak Rolling terhadap
Sudut heading pada(L/Lw =0,9)
Sidoarjo dan pasca sarjana F.T kelautan
IITS, Surabaya
23
Pengkajian Industri No. 28 Tahun XI 2006
______________________________________________________________________________
Gambar 11.e. Amplitudo maksimum mutlak Rolling terhadap Gambar 12.a. Amplitudo maksimum mutlak Rolling
Sudut heading pada(L/Lw =1,1) terhadap frekuensi eksitasi pada(L/Lw =0,8)
Gambar 11.f. Amplitudo maksimum mutlak Rolling terhadap Gambar 12.b. Amplitudo maksimum mutlak Rolling
Sudut heading pada(L/Lw =1,2) terhadap frekuensi eksitasi pada(L/Lw =0,85)
24
Pengkajian Industri No. 28 Tahun XI 2006
______________________________________________________________________________
Gambar 12.c. Amplitudo maksimum mutlak Rolling Gambar 12.f. Amplitudo maksimum mutlak Rolling terhadap
terhadap frekuensi eksitasi pada(L/Lw =0,9) frekuensi eksitasi pada(L/Lw =1,2)
25