You are on page 1of 10

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PANGAN

PENGOLAHAN PANGAN DENGAN SUHU


TINGGI (PENGALENGAN)
PADA KARE TEMPE KALENG

Oleh:
Kelompok 6
DIV A Semester 4

Anak Agung Istri Kencana Sari Devi (P07131216 017)


Putu Deviana Sari (P07131216 022)
Ni Kadek Widya Pratiwi (P07131216 026)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN GIZI PRODI DIV
DENPASAR
2017/2018
A. Materi Praktikum
Pengolahan Pangan dengan Suhu Tinggi (Pengalengan) pada Kare Tempe Kaleng

B. Hari/Tanggal Praktikum
Praktikum mengenai “Pengolahan Pangan dengan Suhu Tinggi (Pengalengan) pada Sayur
Wortel Kaleng” dilaksanakan pada hari Senin tanggal 12 Maret 2018.

C. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum:
Secara umum tujuan dari praktikum “Pengolahan Pangan dengan Suhu Tinggi
(Pengalengan) pada Kare Tempe Kaleng” yaitu untuk mengetahui cara pengolahan
pangan dengan suhu tinggi (pengalengan) pada Kare Tempe kaleng
2. Tujuan Khusus:
Secara khusus tujuan dari praktikum “Pengolahan Pangan dengan Suhu Tinggi
(Pengalengan) pada Kare Tempe Kaleng” yaitu untuk:
a) Mengetahui prinsip pengolahan pangan dengan suhu tinggi (pengalengan) pada
Kare Tempe kaleng.
b) Mengetahui suhu dan waktu yang digunakan melalui pengolahan pangan dengan
suhu tinggi dengan metode autoklaf dan komersial
c) Mengetahui pH dan pengamatan organoleptic Kare Tempe kaleng melalui
pengolahan pangan dengan suhu tinggi dengan metode autoklaf dan komersial
d) Mengetahui pengaruh pengolahan pangan dengan suhu tinggi terhadap nilai gizi

D. Prinsip Praktikum
Prinsip dari praktikum “Pengolahan Pangan dengan Suhu Tinggi (Pengalengan)
pada Kare Tempe Kaleng” adalah membunuh mikroorganisme sehingga daya tahan atau
simpan dari bahan pangan lebih lama.

E. Dasar Teori
Proses pengolahan dengan suhu tinggi tujuan utamanya adalah untuk
memperpanjang daya awet produk pangan yang mudah rusak dan meningkatkan
keamanannya selama disimpan dalam jangka waktu tertentu. Proses pengolahan dengan
suhu tinggi telah diaplikasikan dalam makanan kaleng dan dapat mempertahankan daya
awet produk pangan hingga 6 bulan atau lebih (Hariyadi, dkk., 2000).
Salah satu metode dasar untuk pengolahan buah dan sayuran adalah pengalengan.
Pengalengan merupakan metode utama pengawetan makanan dan menjadi dasar destruksi
mikroorganisme oleh panas dan pencegahan rekontaminasi. Kualitas makanan yang
dikalengkan tidak hanya dipengaruhi oleh proses panas tetapi juga metode-metode
preparasi, misalnya preparasi yang melibatkan pencucian, trimming, sortasi, blanching,
pengisian dalam kontainer, dan penjagaan head space di dalam kaleng dengan penutupan
vakum (Luh, 1975).
Tujuan dari proses pengalengan adalah untuk membunuh mikroorganisme dalam
makanan dan mencegah rekontaminasi. Panas merupakan agensia umum yang digunakan
untuk membunuh mikroorganisme. Penghilangan oksigen digunakan bersama dengan
metode lain untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang memerlukan oksigen.
Dalam pengalengan konvensional buah dan sayur, ada tahapan proses dasar yang sama
untuk kedua tipe produk. Perbedaannya mencakup operasi khusus untuk beberapa buah
atau sayuran, urutan tahapan proses yang digunakan dalam operasi dan tahapan
pemasakan atau blanching (Anonima, 2009).
Salah satu perbedaan utama dalam tahapan operasi pengalengan buah dan sayuran
adalah operasi blanching. Umumnya buah tidak di-blanching sebelum pengisian dalam
kaleng sedangkan kebanyakan sayuran melalui tahapan ini. Sayuran yang dikalengkan
umumnya memerlukan lebih banyak beberapa proses daripada buah karena sayuran
memiliki keasaman yang lebih rendah dan mengandung organisme tanah yang lebih tahan
panas (Anonimb, 2009).
Sayuran pada umumnya mengandung banyak karbohidrat dan memiliki pH 5-7.
Jadi, berbagai tipe bakteri, jamur dan yeast dapat tumbuh jika kondisinya sesuai.
Mikroorganisme dalam sayuran berasal dari beberapa sumber, misalnya dari tanah, air,
udara, ternak, insekta, burung atau peralatan dan bervariasi tergantung tipe sayuran.
Jumlah dan tipe mikrobia bervariasi tergantung dari kondisi lingkungan dan kondisi dari
pemanenan. Umumnya sayuran dapat memiliki 103-5 mikroorganisme per square cm atau
104-7 per gram. Beberapa tipe bakteri antara lain bakteri asam laktat, Coryneforms,
Enterobacter, Proteus, Pseudomonas, Micrococcus, Enterococcus, dan Sporeformers.
Sayuran juga memiliki berbagai tipe jamur seperti Alternaria, Fusarium, dan Aspergillus
(Marhaendita, Sefani, 2007).
Adapun pengaruh proses blansir terhadap bahan pangan dapat menyebabkan pati
tergelatinasi, membran sitoplasma berubah, dinding sel berubah, pektin termodifikasi,
protein sitoplasma dan nucleus terdenaturasi, dan kloroplas serta kromoplas terdistorsi
atau menyimpang. Panas yang diterima bahan selama blanching dapat mempengaruhi
kualitas nutrisi dan sensoris, beberapa mineral, vitamin yang larut air dan komponen-
komponen lain yang larut akan hilang selama blanching, serta dapat mempengaruhi warna
dan flavor bahan pangan. Sedangkan faktor ang mempengaruhi blansing ini adalah tipe
buah dan sayur, ukuran dan jumlah bahan yang di blanching, suhu blanching dan metode
pemanasan yang digunakan. Alat yang sering digunakan pada proses blansing adalah
steam blancher, hot-water blancher dan microwave blancher. Pada praktikum kali ini,
bahan yang digunakan untuk melakukan percobaan adalah sayur wortel Sebelum blansing
dilakukan, bahan-bahan tersebut diberikan beberapa perlakuan diantaranya pencucian dan
pemotongan. Pencucian bertujuan agar bahan-bahan yang akan diblansing bersih dari
kotoran. Blansing yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu dengan blansing dengan air
mendidih.
Untuk pengalengan sayuran, digunakan larutan gula dan garam. Proses Pengalengan
terdiri dari beberapa tahap yaitu :
1. Pembuangan Udara/Penghampaan / (Exhausting)
2. Penutupan Wadah (Sealing)
3. Sterilisasi (Processing)
4. Pendinginan (Cooling)
(Anonimc, 2009).
Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan oleh mikroba pembusuk atau mikroba
patogen. Kerusakan makanan kaleng yang diawetkan dengan pemanasan dapat
disebabkan oleh adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan hidup setelah proses
pemanasan, atau karena masuknya mikroba dari luar melalui bagian kaleng yang bocor
setelah proses pemanasan. Penyebab yang pertama menunjukkan bahwa makanan kaleng
tersebut tidak cukup proses pemanasan-nya (under process) (Kusnandar, dkk., 2000).

F. Alat dan Bahan


1. Alat yang diperlukan
a) Timbangan g) Kompor
b) Pisau h) Jar/kaleng
c) Talenan i) Autoklaf
d) Wajan & spatula
e) Piring
f) Panci
2. Bahan yang diperlukan
a) Tempe 400 gram
b) Kentang 100 gram
c) Wortel 100 gram
d) Santan 200 ml
e) Tomat 50 gram
f) Cabai merah
g) Bawang putih
h) Kunyit
i) Gula pasir
j) Kecap asin
k) Kaldu ayam
l) Garam
m) Air secukupnya

G. Prosedur Kerja
1) Bersihkan semua bahan.
2) Potong kotak-kotak wortel dan tempe. Haluskan bumbu kare
3) Rendam tempe kedalam santan yang sudah ditambahkan kecap asin.
4) Tumis bumbu halus kemudian tambahkan kaldu ayam
5) Masukkan tempe dan wortel kemudian aduk hingga setengah matang, lalu tambahkan
kentang yang sudah dilumatkan aduk hingga mengental, tambahkan garam dan gula.
6) Setelah matang, masukan ke dalam gelas jar yang sudah disediakan.
7) Gelas jar 1 di autoklaf, gelas jar 2 di sterilisasi.

H. Hasil Pengamatan
No Pengamatan Awal Sterilisasi Sterilisasi
Komersial Autoklaf
1 Berat 875 gram 450 gram 425 gram
2 Suhu yang digunakan - Air mendidih (100℃) 121 ℃
3 pH - 5 5
4 Organoleptik:
Rasa Kare Kare Tempe Kare Tempe
Tempe
Aroma Kare Kare Tempe Kare Tempe
Tempe
Warna Kuning Kuning Kuning
Tekstur Keras lunak lunak

No Pengamatan Sterilisasi Komersial Sterilisasi


Penyimpanan Autoklaf
Selama 1 Minggu
1 pH 5 6
2 Organoleptik:
Aroma Sangat Asam Asam
Tekstur Cair Kental
Warna Kuning Kuning

I. Pembahasan
Prinsip pengolahan pangan dengan suhu tinggi (pengalengan) adalah membunuh
mikroorganisme sehingga daya tahan atau simpan dari bahan pangan lebih lama. Ada dua
faktor yang harus diperhatikan dalam penggunaan panas yaitu: pertama jumlah panas
yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba pembusuk dan mikroba pathogen.
Kedua adalah jumlah panas yang digunakan sedapat mungkin akan menyebabkan
penurunan zat gizi dan citarasa yang minimal.
Salah satu bahan pangan yang dapat dikalengkan adalah kare tempe. Pada
praktikum kali ini, prosedur pembuatan kare tempe kaleng yaitu pertama pilih bahan yang
segar, kemudian masak bahan hingga menjadi kare tempe. Setelah itu, masukkan kedalam
gelas jar Prosedur selanjutnya yaitu kaleng/jar diexhausting selama 30 menit, kemudian
kaleng/jar ditutup lalu disterilisasi dengan metode autoklaf dan komersial selama 1 jam,
setelah itu mengalami proses pendinginan selama 20 menit dan dihasilkan produk kare
tempe kaleng.
Terdapat prosedur Exhausting/penghampaan. Exhausting/penghampaan dilakukan
dengan merebus bahan makanan dalam kaleng tanpa ditutup selama 30 menit. Tujuan dari
exhausting adalah menghilangkan udara sehingga tekanan di dalam kaleng setelah
perlakuan panas dan pendinginan. Sehingga tekanan di dalam kaleng lebih rendah
daripada tekanan atmosfer.
Setelah mengalami proses Exhausting kemudian jar/kaleng ditutup rapat lalu
disterilisasi dengan metode autoklaf dan komersial. Metode autoklaf yang digunakan saat
praktikum adalah autoklaf yang sederhana, yang menggunakan sumber uap dari
pemanasan air yang ditambahkan ke autoklaf. Pemanasan air dapat digunakan dengan
kompor.
Selain sterilisasi dengan metode autoklaf, dilakukan juga dengan perlakuan
sterilisasi secara komersial. Sterilisasi komersial dilakukan dengan merebus air hingga
mendidih, kemudian masukkan bahan pangan dalam jar/kaleng yang sudah ditutup lalu
direbus selama 1 jam. Hal ini dilakukan guna membunuh mikroorganisme yang akan
mempercepat rusaknya makanan dalam kaleng/jar.
Pengolahan dengan panas mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi terutama zat-
zat yang labil seperti asam askorbat, tetapi teknik dan peralatan pengolahan dengan panas
yang modern dapat memperkecil kehilangan ini. Semua perlakuan pemanasan harus
dioptimisasi untuk mempertahankan nilai gizi dan mutu produk serta menghancurkan
mikroba.

J. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Prinsip pengolahan pangan dengan suhu tinggi (pengalengan) adalah membunuh
mikroorganisme sehingga daya tahan atau simpan dari bahan pangan lebih lama.
2. Suhu yang digunakan untuk sterilisasi autoklaf yaitu 121 ℃ selama 1 jam dan
sterilisasi secara komersial digunakan suhu air mendidih (100 ℃ ) selama 1 jam
3. Hasil pengamatan organoleptic pada sterilisasi autoklaf dan komersial yaitu dari segi
warna kare tempe kaleng berwarna kuning, tekstur lunak, rasa kare tempe dan aroma
seperti kare tempe. pH pada sterilisasi komersial dan autoklaf yaitu memiliki pH 5
4. Pengolahan dengan panas mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi terutama zat-
zat yang labil seperti asam askorbat
5. Perubahan yang terjadi pada proses penyimpanan kare tempe kaleng selama 1 minggu
adalah perubahan pH pada perlakukan komersial menjadi pH 5 sedangkan perlakuan
sterilisasi autoklaf masih tetap pH 6. Perubahan organoleptic pada perlakuan
sterilisasi autoklaf dan sterilisasi komersial yaitu dari segi aroma yang dihasilkan
asam.
Daftar Pustaka

Ariyadi.2015.Pengolahan Suhu Tinggi.Diunduh dari: http://phariyadi.staff.ipb.ac.id. (Diakses


pada 15 Maret 2018).

Marhaendita, Shefani. 2008. Aspek Blanching dan Exhausting pada Pengalengan Buah dan
Sayur. Diunduh dari: https://sudarmantosastro.wordpress.com. (Diakses pada 15 Maret
2018).

Aisyah. 2009. Metode Sterilisasi. Diunduh dari: https://rgmaisyah.wordpress.com. (Diakses


pada 19 Maret 2018).
Lampiran :

Denpasar , 22 Maret 2018


Penanggungjawab

(Ni Kadek Widya Pratiwi)


P07131216026

You might also like