Professional Documents
Culture Documents
53 88 1 SM PDF
53 88 1 SM PDF
VOLUME 36, NO. 2, DESEMBER 2009: 205 – 214
Identitas Sosial Orang Minangkabau
yang Keluar dari Islam
Afthonul Afif1
Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu
Yogyakarta
Abstract
The Minangkabau custom did not allow Minangkabaunese for converting Islam into
another religion. Minangkabau custom will apply particular sanction for them who disobey the
dictum. This research aimed to know how the dynamic of social identity construction of
disserted Minangkabau peoples was, what the motive behind the decision in leaving Islam was,
and what cultural impacts were.
This research employed in‐depth interview for collecting data, involving five (5)
respondents. This research used phenomenology method in capturing and understanding the
natural meaning in respondents living. The validity of data was achieved through
intersubjective validity.
The result of this research showed that disserted Minangkabaunese have experienced the
discriminative actions from their community such as being isolated by their community thus
they experienced the crises of identity. Their right of family treasure was also canceled by their
family. These circumstance has become a trigger for constructing “the another Minangkabau
identity” which was not solely decided by status as a Moslem. Eventhough their family and
community have rejected them as a part of Minangkabau community, they remain assumed
theirself as the Minangkabau people because they inherit Minangkabau blood.
Keywords: converted Minangkabaunese, social identity, identity crises
Sistem1 adat Minangkabau secara eks‐ Menurut Navis (1984) pepatah ideo‐
plisit tidak memberi toleransi kepada logis tersebut mempunyai pengertian
individu yang keluar dari Islam. Ketentuan bahwa masyarakat Minangkabau meletak‐
adat ini merupakan manifestasi dari pilar kan Islam sebagai sistem nilai dan norma‐
penyangga eksistensi budaya Minang‐ norma tertinggi dan dijadikan sebagai
kabau, yaitu ajaran Islam, sebagaimana pandangan hidup bagi masyarakat
ditubuhkan dalam pepatah ideologis “Adat Minangkabau. Hal ini masih terlihat jelas
basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” dalam masyarakat Minangkabau kontem‐
(Adat bersendikan syariah, syariah porer. Di pusat kota Padang berdiri sebuah
bersendikan kitab suci Al‐Qur’an) (Naim, papan pengumuman yang bertuliskan
2004). kata‐kata “PERDA (Peraturan Daerah) anti
maksiat merupakan perwujudan adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah”. Papan
pengumuman tersebut mendemonstrasikan
1 Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilaku‐ bagaimana Pemerintah Propinsi Sumatra
kan dengan menghubungi: aftthonul_afif@yahoo.com.
205
A F I F
sudut‐sudut rumah orang) (Prindiville, tua di mana anak lelaki berhak mewarisinya, dan
1980). sistem pewarisannya cenderung mengikuti hukum
Islam atau hukum Negara. Keluarga Minangkabau
Berkelindannya adat Islamiah dan juga cenderung tidak memberikan harta ini kepada
sistem matrilineal dalam kehidupan anggotanya yang keluar dari Islam.
206 JURNAL PSIKOLOGI
IDENTITAS SOSIAL ORANG MINANGKABAU
kontribusi penting yang diberikan oleh atas tiga asumsi utama, yaitu: (1) setiap
kaum perempuan Minangkabau kepada individu terdorong untuk mempertahan‐
masyarakat yang matrilineal‐Islam ini. kan konsep diri yang positif; (2) konsep diri
Kaum perempuan Minangkabau memiliki tersebut diturunkan dari identifikasi terha‐
fungsi‐fungsi yang sangat penting dalam dap kelompok sosial yang lebih besar; (3)
masyarakatnya, seperti fungsi sebagai setiap individu akan melakukan upaya‐
penerus keturunan dan sebagai penyangga upaya untuk mempertahankan identitas
eksistesni adat Minangkabau. Membiarkan sosial positif mereka.
kaum perempuan keluar dari Islam berarti Untuk mengetahui bagaimana indivi‐
telah memberikan dampak negatif terha‐ du‐individu Minangkabau yang keluar dari
dap masa depan adat Minangkabau. Islam mengontruksi identitas sosial
Masyarakat Minangkabau juga akan mereka, saya menggunakan pendekatan
memberikan identitas yang berbeda kepada fenomenologi. Asumsi pokok dari pende‐
individu‐individu yang keluar dari Islam. katan fenomenologi adalah bahwa individu
Sebagai contoh, di masyarakat urban secara aktif menginterpretasikan penga‐
Padang berkembang istilah ‘lah jadi urang laman mereka dengan memberikan makna
Nie’ (menjadi orang Nias), sebuah sebutan terhadap apa yang mereka lihat dan alami.
yang ditujukan kepada orang‐orang Menurut Deetz (dalam Littlejohn, 1999),
Minangkabau yang telah menjadi pemeluk pendekatan fenomenologi memiliki tiga
agama Kristen. Istilah ini berkembang prinsip dasar, yaitu: (1) pengetahuan
karena pada umumnya orang Nias yang merupakan sesuatu yang ditemukan secara
tinggal di Padang memeluk agama Kristen. langsung dari pengalaman yang disadari;
Oleh karena itu, mereka memanggil orang (2) makna merupakan hasil dari inter‐
Minangkabau yang telah keluar dari Islam pretasi individu terhadap setiap peristiwa
dan mememuk Kristen dengan sebutan yang dialaminya; (3) makna tersebut
‘menjadi orang Nias’ sehingga tidak dapat disampaikan melalui bahasa.
disebut lagi sebagai orang Minangkabau Penelitian ini bertujuan untuk menge‐
(Kipp, 1996). Tidak semua individu‐indivi‐ tahui bagaimana individu‐individu
du Minangkabau yang keluar dari Islam Minangkabau yang keluar dari Islam secara
sanggup menanggung perlakuan diskri‐ sadar membentuk identitas sosial mereka,
minatif dari komunitas adatnya, sehingga yang selanjutnya dapat dirumuskan
tidak jarang mereka memutuskan untuk melalui pertanyaan penelitian berikut: (1)
mencari kehidupan yang lebih baik dengan motif apa yang mendasari mereka keluar
cara keluar dari ranah Minangkabau (Elfira, dari Islam?; (2) bagaimana mereka
2007). mengidentifikasi dampak‐dampak sosial‐
Beratnya beban kultural yang harus kultural yang ditimbulkan oleh keputusan
ditanggung individu‐individu Minang‐ keluar dari Islam yang mereka sadari
kabau yang keluar dari Islam menarik mempengaruhi proses pembentukan iden‐
perhatian saya untuk mengetahui bagai‐ titas sosial mereka?; (3) faktor‐faktor apa
mana mereka mengonstruksi identitas saja yang mereka anggap sebagai sumber
sosial mereka agar tetap bercitra positif. dukungan sosial?; (4) bagaimana bentuk
Menurut Operario dan Fiske (1994), setiap identitas sosial mereka pasca keputusan
individu memiliki kebutuhan akan keluar dari Islam?
identitas sosial positif yang terbentuk di
JURNAL PSIKOLOGI 207
A F I F
208 JURNAL PSIKOLOGI
IDENTITAS SOSIAL ORANG MINANGKABAU
JURNAL PSIKOLOGI 209
A F I F
penggantinya, orang tua mereka meng‐ yang kuat dari keluarga besarnya, karena
alihkan kepada adik perempuan mereka. dia adalah anak perempuan, meskipun
Di mata orang tua mereka, keputusan tidak anak yang pertama. Namun, dia tidak
keluar dari Islam merupakan aib bagi terlalu merisaukan penolakan keluarganya
keluarga, bahkan aib bagi komunitas adat dan siap menanggung konsekuensi jika
Minangkabau (Elfira, 2007). hak‐hak adatnya dibatalkan oleh keluar‐
Dua responden laki‐laki yang meni‐ ganya. Dia merasa identitasnya tidak lagi
kahi perempuan Jawa juga mendapatkan ditentukan oleh adat dan agamanya, faktor
penolakan dari keluarga besarnya meski‐ yang membuatnya tidak merasa cukup
pun dengan intensitas yang berbeda. tertekan. Secara sengaja dia menganggap
Seperti umumnya keluarga Minangkabau identitasnya sudah bersifat kosmopolit
yang cenderung fanatik terhadap Islam, yang membuat konsep dirinya tidak lagi
keluarga besar mereka juga tidak setuju ditentukan oleh alasan‐alasan primordial,
dengan keputusan tersebut. Namun, seperti adat‐istiadat dan agama. Kalaupun
kondisi ini tidak terlalu berdampak buruk sekarang ini dia memeluk agama Kristen,
terhadap kenyamanan hidup mereka. Ada hal itu hanya untuk mempermudah per‐
beberapa hal yang membuat mereka tidak gaulan sosialnya.
terlalu merasakan dampak buruk tersebut. Temuan penelitian ini memiliki kemi‐
Pertama, mereka adalah laki‐laki. Dalam ripan, bahkan dapat dikatakan menguatkan
adat Minangkabau, anak laki‐laki tidak penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
merepresentasikan keluarga, sehingga Elfira (2007) tentang kecenderungan ma‐
keputusan keluar dari Islam relatif tidak syarakat Minangkabau untuk memberikan
berdampak serius bagi keluarga. Kedua, sanksi‐sanksi terhadap orang‐orang
hubungannya dengan adat tidak terlalu Minangkabau yang keluar dari Islam.
erat, karena sudah sejak lama mereka Sanksi yang diberikan berupa sanksi moral
merantau dan cenderung tidak memrak‐ dan material. Sanksi moral berupa pengu‐
tekkan adat budaya Minangkabau di cilan terhadap yang bersangkutan dalam
perantauan. Selain itu, mereka juga tidak komunitas adat Minangkabau. Sedangkan
mewarisi harato pusako keluarga sehingga sanksi materialnya adalah yang bersang‐
mereka merasa terbebas dari tuntutan kutan dibatalkan haknya atas harta
untuk mematuhi adat. Mereka juga tidak keluarga. Orang‐orang Minangkabau yang
mendapatkan harato pancaharian dari orang keluar dari Islam cenderung dipersepsi
tua mereka, karena latar belakang ekonomi negatif oleh masyarakat adat Minang‐
keluarga relatif tidak mampu. Kondisi ini kabau. Menurut Naim (2004) mereka yang
membuat mereka merasa lebih bebas meninggalkan Islam dan menjadi pemeluk
menentukan jalan hidup mereka sendiri. agama selain Islam akan kehilangan segala
Ketiga, pilihan keluar dari Islam merupakan hak dan kewajiban mereka yang telah
pilihan sadar. Keempat, identitas Minang‐ ditentukan adat. Mereka juga tidak diang‐
kabauan mereka relatif tidak kuat, karena gap lagi sebagai urang Minang (sebutan
setelah menikah mereka cenderung meng‐ yang lazim digunakan untuk orang‐orang
internalisasikan nilai‐nilai Jawa dalam Minangkabau), karena tidak mampu
kehidupan sehari‐hari mereka. menjaga kelangsungan implementasi
Secara umum responden perempuan pepatah idelogis “Adat basandi syarak, syarak
yang terakhir juga mengalami penentangan basandi Kitabullah”.
210 JURNAL PSIKOLOGI
IDENTITAS SOSIAL ORANG MINANGKABAU
Krisis Identitas gai pihak yang superior. “Menjadi Kristen”
dan “menjadi Jawa” sebenarnya pilihan
Keluar dari Islam bagi dua responden sulit untuk ditempuh. Mereka merasa
perempuan yang menikah dengan laki‐laki identitasnya mengalami krisis di tahun‐
Jawa merupakan kondisi yang awalnya tahun awal menjadi pemeluk Kristen, bah‐
tidak mereka kehendaki. Mereka awalnya kan dalam derajat tertentu masih dirasakan
terpaksa keluar dari Islam karena mereka hingga sekarang ini, terutama ketika
tidak memiliki pilihan lain. Jika mereka disinggung persoalan hubungan mereka
tetap memeluk Islam, maka keharmonisan dengan keluarga besar di ranah Minang‐
keluarga menjadi terancam, karena suami kabau. Mereka merasa sebagai pihak yang
mereka bersikukuh menghendaki mereka terkucil dari induk semang mereka.
beralih ke agama Kristen. Mereka juga
khawatir jika perceraian terjadi, ada Merajut Kembali Identitas Sosial Positif
kemungkinan hak pengasuhan anak jatuh
ke tangan suami karena suami memiliki Setiap individu memiliki dorongan
sumber daya ekonomi yang jauh lebih baik. untuk memiliki identitas sosial yang positif,
Sementara di lain sisi, dengan mengikuti baik itu dalam kondisi yang menguntung‐
agama suami berarti mereka dengan senga‐ kan maupun mengancam eksistensinya
ja memutuskan ikatan dengan keluarga (Operario & Fiske, 1999; Haslam, 2001).
dan budaya asal, yang sebelumnya menjadi Dalam situasi yang kurang menguntung‐
penopang identitas sosial mereka. Mereka kan, individu cenderung akan melakukan
mengalami goncangan yang cukup serius mobilitas individual untuk mencari
di masa‐masa awal kepindahan mereka sumber‐sumber nilai baru yang dapat
memeluk agama baru. Hubungan dengan menjamin citra positif identitas sosialnya.
orang tua dan keluarga besar juga Cara yang lazim ditempuh adalah dengan
memburuk. mengadopsi nilai‐nilai, kebiasaan, dan
Dalam kebudayaan yang menganut identitas kelompok atau budaya lain (Tajfel
nilai‐nilai patriarki seperti di Jawa, & Turner, 1979). Dua responden perem‐
perempuan menjadi pihak yang subordinat puan yang menikah dengan laki‐laki Jawa
hampir di segala bidang. Apa yang dialami Kristen dan dua responden laki‐laki yang
keduanya merupakan cerminan betapa menikah dengan perempuan Jawa Kristen
kuatnya nilai‐nilai patriarki dalam keluarga menempuh strategi ini, meskipun motif
Jawa. Mereka terkondisikan untuk meng‐ yang mendasarinya cukup berbeda. Bagi
ikuti keputusan suami karena posisi tawar dua responden yang pertama menunjukkan
mereka rendah. Meskipun mereka mewa‐ adanya keterpaksaan memeluk agama
risi nilai‐nilai adat Minangkabau yang Kristen karena faktor mengikuti agama
matriarki, namun hal itu tidak berpengaruh suami dan keinginan menjaga keharmo‐
dalam keluarga mereka yang lebih nisan rumah tangga. Mereka mengakui
menganut nilai‐nilai patriarki Jawa. Dalam cukup keras beradaptasi dengan tata cara
keluarga Jawa umumnya, laki‐laki adalah peribadatan agama baru karena secara
pemimpin dan tulang punggung ekonomi tidak langsung hal itu merupakn proses
keluarga. Kaum perempuan cenderung menanggalkan keyakinan agama yang
diposisikan sebagai pihak yang mengurusi telah dianut puluhan tahun. Sementara
pekerjaan‐pekerjaan domestik. Dalam pada dua responden berikutnya relatif
konteks ini, proses negosiasi nilai‐nilai lebih mudah beradaptasi dan mengadopsi
budaya menempatkan budaya Jawa seba‐
JURNAL PSIKOLOGI 211
A F I F
212 JURNAL PSIKOLOGI
IDENTITAS SOSIAL ORANG MINANGKABAU
tidaklah ajeg, karena dapat ditafsir ulang dengan sendirinya juga gugur demi adat,
tergantung motif dan konteksnya, sebagai‐ termasuk hak mewakili keluarga dalam
mana yang dikatakan Allport (1954) bahwa upacara‐upacara adat (bagi mereka yang
identitas ”may be ignored or interpreted quite perempuan) dan hak atas harato pusako dan
differently in the next [future], depending on harato pancaharian keluarga.
the shape and significance of the underlying Selain itu, hal penting yang tidak dapat
criteria of identity. Asumsi ini setidaknya dipisahkan dari fenomena tersebut adalah
didasarkan atas pengakuan para responden kehidupan psikososial mereka yang memu‐
dalam penelitian ini. Meskipun mereka tuskan keluar dari Islam. Dikeluarkannya
telah keluar dari Islam dan memeluk mereka dari komunitas adat membawa
Kristen, mereka tetap menganggap dirinya konsekuensi psikologis yang cukup serius.
sebagai orang Minangkabau. Mereka Mereka mengalami krisis identitas karena
menganggap bahwa perpindahan agama atribut‐atribut yang sebelumnya menopang
mereka tersebut tidak sepenuhnya dapat identitas mereka harus ditanggalkan untuk
dianggap sebagai kondisi yang membatal‐ dapat menyesuaikan dengan sumber
kan hak‐hak mereka untuk tetap menyebut identitas baru yang bersumber dari agama
diri mereka sebagai orang Minangkabau, dan budaya baru. Dalam kondisi seperti
karena bagaimanapun juga di dalam tubuh itu, mereka sangat membutuhkan dukung‐
mereka tetap mengalir darah Minang‐ an dan perhatian dari orang‐orang terdekat
kabau. Jadi, dapat dikatakan bahwa masih dan lingkungan sosial mereka agar mereka
ada keinginan dari orang‐orang Minang‐ dapat bangkit dari keterpurukan.
kabau yang keluar dari Islam untuk tetap
Temuan penelitian ini bukanlah repre‐
diakui sebagai orang Minangkabau, karena
sentasi dari kondisi yang dialami orang‐
alasan darah dan keturunan. Di lain sisi,
orang Minangkabau yang keluar dari Islam
mereka yang keluar dari Islam tetap
secara umum. Konteks ruang waktu,
memiliki kecintaan terhadap keluarga besar
jumlah subjek, dan perspektif yang diguna‐
mereka, meski keinginan untuk tetap
kan membuat penelitian ini memiliki
diakui sebagai orang Minangkabau
keterbatasan dalam merangkum komplek‐
acapkali didasarkan oleh alasan material,
sitas dinamika kehidupan orang‐orang
karena kehilangan identitas Minangkabau
Minangkabau yang keluar dari Islam.
berarti kehilangan hak atas harato pusako,
Untuk itu, di waktu mendatang dibutuh‐
dan bisa juga harato pancaharian orang tua
kan penelitian yang lebih massif, baik dari
mereka (Elfira, 2007).
aspek keluasan wilayah, perspektif yang
Ketentuan adat yang menggariskan digunakan, serta jumlah responden yang
bahwa semua orang Minangkabau harus‐ dilibatkan, agar kompleksitas dinamika
lah Islam, sebagaimana tertuang dalam kehidupan orang‐orang Minangkabau yang
pepatah ideologis mereka, membuat orang‐ keluar dari Islam dapat diketahui secara
orang Minangkabau yang keluar dari Islam lebih komprehensif.
mengalami permasalahan serius ketika
bersinggungan dengan komunitas adat.
Atas nama adat, mereka kemudian dike‐ Kepustakaan
luarkan dari keanggotaan komunitas adat,
Allport, G.W. (1954). The Nature of Prejudice.
karena keputusan keluar dari Islam diang‐
Cambridge, MA : Addison‐Wesley.
gap telah mencederai dan mengancam
kesucian adat. Hak‐hak adat mereka Creswell, J.W. (1998). Qualitative Inquiry
and Research Design: Choosing among
JURNAL PSIKOLOGI 213
A F I F
214 JURNAL PSIKOLOGI