Professional Documents
Culture Documents
1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018
GAMBARAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG RUPTUR PERINEUM DI RUMAH SAKIT BANGKATAN PTPN II
BINJAI TAHUN 2015
MARTHA HUTAPEA
AKADEMI KEBIDANAN KHARISMA HUSADA BINJAI
ABSTRACT
Around the world in 2009 there were 2.7 million cases of perineal rupture in maternal mothers. This figure is
estimated to reach 6.3 million by 2020, along with midwives who are not well aware of midwifery care and lack of
knowledge of mothers about self-care of mothers at home (Hilmi in Bascom, 2010). The preliminary survey that has
been conducted at Bangkai PTPN II Binjai Hospital on 14 January 2015 based on data from November 2014 until
January 2015 found as many as 16 cases perineum rupture at Hospital Bangkat PTPN II Binjai.
This research uses descriptive design that aims to know the description of mother knowledge about worm
infection in children aged 5-10 years in the village of Tanjung Ibus Kec. Secanggang Kab. Langkat Year 2015.
Population in this research is all Midwife who work at Hospital Bangkat PTPN II Binjai in Year 2015 that is 27 people.
The majority of midwives are employed in PTPN II Binjai Hospital
if viewed in terms of age has enough knowledge about perineum rupture is sebbanyak 48.2%. Judging by the length of
work, midwives at Bangkat Hospital
PTPN II Binjai majority have sufficient knowledge that is 55,5% about rupture perineum because most of the midwife
who work in Hospital Bangkat PTPN II Binjai have been working more than 5 year.
At Hospital Bangkat PTPN II Binjai is expected to continue to provide support to health workers working at
Hospital Bangkat PTPN II Binjai especially for the midwives in order to keep providing the best service to all patients and
continue to improve their knowledge.
PENDAHULUAN
Luka perineum didefinisikan sebagai adanya robekan pada jalan lahir maupun karena episotomi pada saat
melahirkan janin. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga terjadi pada
persalinan berikutnya. Perineum adalah merupakan bagian permukaan pintu bawah panggul, yang terletak antara vulva
dan anus. Perineumterdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis (Wiknjosastro, 2007).
Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus robekan (ruptur) perineum pada ibu bersalin. Angka ini
diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2020, seiring dengan bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan
dengan baik dan kurang pengetahuan ibu tentang perawatan mandiri ibu di rumah (Hilmi dalam Bascom, 2010). Di
Amerika dari 26 juta ibu bersalin, terdapat 40% mengalami ruptur perineum (Heimburger dalam Bascom, 2011). Di Asia
masalah robekan perineum cukup banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian robekan perineum di dunia terjadi di
Asia. Prevalensi ibu bersalin yang mengalami robekan perineum di Indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu
24%, dan pada ibu umur 32-39 tahun sebesar 62% (Campion dalam Bascom, 2011).
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Robekan jalan lahir merupakan
penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri yangterjadi pada hampir setiap persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka pada
vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam, akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak
(Prawirohardjo, 2009). Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bandung, yang melakukan
penelitian dari tahun 2009-2010 pada beberapa Propinsi di Indonesia didapatkan bahwa satu dari lima ibu bersalin yang
mengalami ruptur perineum akan meninggal dunia dengan proporsi 21,74% (Siswono dalam Bascom, 2011 ).
Penelitian Sleep et al dalam Boyle (2009), menunjukkan bahwa episiotomi rutin yang dilakukan tidak bermanfaat
bagi ibu dan bayi, dan bahkan menyebabkan banyak komplikasi potensial pada ibu. Temuan ini tidak hanya diterima di
Inggris, tetapi juga diuji oleh pengujian Internasional (Carroli dan Belizan dalam Boyle, 2009).
86
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018
Garcia et al dalam Boyle (2009), menemukan bahwa dari total 1951 kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu
mendapat jahitan; 28% karena episiotomi dan 29% karena robekan. Episiotomirutin tidak boleh dilakukan karena dapat
menyebabkan : meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma, sering meluas menjadi laserasi derajat
tiga atau empat dibandingkan dengan laserasi derajat tiga atau tempat yang terjadi tanpa episiotomi, meningkatnya
nyeri pasca persalinan, dan meningkatnya risiko infeksi. Paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara
rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan akan mengatur ekspulsi kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi
untuk mencegah laserasi atau hanya terjadi robekan minimal pada perineum.Masalah ini didukung dengan SK
786/Menkes/SK/VII/1999, tentang Pelaksanaan Asuhan Persalinan Normal (APN) (JNPK-KR, 2012).
Episiotomi dapat dilakukan atas indikasi/pertimbangan pada persalinan pervaginam pada penyulit (sungsang,
distosia bahu, ekstraksi cunam, vakum), penyembuhan ruptur perineum tingkat III-IV yang kurang baik, gawat janin, dan
perlindungan kepala bayi prematur jika perineum ketat/kaku (Saifuddin, 2004).
Dampak dari terjadinya ruptur perineum pada ibu antara lain infeksi pada luka jahitan, dan dapat merambat pada
saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir sehingga dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung
kemih maupun infeksi pada jalan lahir. Selain itu juga dapat terjadi perdarahan karena terbukanya pembuluh darah yang
tidak menutup sempurna.Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian ibu postpartum
mengingat kondisi ibu postpartum masih lemah (Manuaba, 2007).
Berat badan bayi dapat mempengaruhi proses persalinan kala II. Berat badan bayi lahir umumnya antara 2500
gram-4000 gram (Vivian, 2011:01). Semakin besar bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur
perineum. Sedangkan dilihat dari status paritas umumnya ruptur perineum terjadi pada primipara, tetapi tidak jarang juga
terjadi pada multipara.Penyebab yang biasa terjadi pada ibu adalah partus presipitatus, mengejan terlalu kuat, edema
dan kerapuhan pada perineum, kelenturan jalan lahir, persalinan dengan tindakan (Oxorn William, 2010)
Wanita yang melahirkan bayi besar kadang-kadang menjadi kebanggaan tersendiri bagi seorang ibu atau
keluarga tanpa melihat dampak dari proses kelahiran. Trauma pada tulang kepala dan otak janin akibat dari proses
persalinan saat melewati jalan lahir merupakan salah satu akibat dari kelahiran bayi yang besar (Oxorn William, 2010).
Sedangkan akibat langsung dari ruptur perineum adalah dapat terjadi perdarahan. Kesalahan dalam menjahit
akan menimbulkan inkontinensia alvi (defekasi tidak dapat ditahan) karena sfingterani tidak terjahit, fistula rektovagina,
vagina longgar sehingga akan menjadi keluhan dalam hubungan seksual (Manuaba, 2010).
Umur merupakan faktor resiko terjadi penyakit dan masalah kesehatan yang tidak dapat diubah (Rajab, 2009).
Penambahan usia akan berpengaruh terhadap semua fase penyembuhan luka sehubungan dengan adanya gangguan
sirkulasi dan koagulasi, respon inflamasi yang lebih lambat dan penurunan aktifitas fibroblas (Johnson & Taylor, 2005).
Hasil penelitian Rezeki (2012),didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan faktor umur, penyakit yang
diderita, status obstetri, kondisi luka jahitan, lingkar lengan atas, besar luka jenis luka dan lama hari rawat dengan
penyembuhan luka perineum.
Hasil penelitian Kurnianingtyas (2009) menyatakan bahwa tingkat penyembuhan luka perineum sedang yaitu
92,8% sembuh di hari ke 6., dan ada hubungan yang signifikan antara perilaku responden melakukan vulva hygiene
dengan tingkat penyembuhan luka perineum pada ibu nifas. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian Mariyatul (2006),
bahwa kecepatan penyembuhan luka perineum dapat di pengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu nifas.
Budaya akan mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kebiasaan tarak (pantang makan) telur, ikan dan
daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan luka (Dayu, 2012).
Di daerah Jawa, pantangan makanan pada masa kehamilan dan masa nifas, seperti pantangan makan-makanan
yang setengah matang dan daging kambing, karena tidak baik bagi kesehatan sang ibu dan bayi, karena daging
kambing bersifat panas. Menurut beberapa ibu-ibu yang bersuku Minang, perawatan ibu postpartum menurut budaya
Minang meliputi: penguapan dari bahan rempah-rempah (betangeh), pemanasan batu bata (duduk di atas batu bata),
meletakkan bahan-bahan alami di atas perut ibu (tapal), minum jamu dari bahan rempah-rempah, membersihkan alat
kelamin dengan air rebusan daun sirih (Nurazizah, 2010).
Di Rumah Bersalin Atiah yang merupakan tempat sarana pelayanan pertolongan persalinan normal yaitu
persalinan tahun 2009 berjumlah 406 orang dan yang mengalami ruptur perineum pada primipara dan multipara
sebanyak 140 orang (34,4 %), efisiotomi pada primipara sebanyak 94 orang (23%), total yang mengalami ruptur
perineum dan efisiotomi pada primipara dan multipara sebanyak 234 orang (57,4%), sedangkan yang tidak mengalami
ruptur perineum dan efisiotomi sebanyak 172 orang (42%). Tahun 2010 persalinan berjumlah 428 orang dan yang
mengalami ruptur perineum pada primipara dan multipara sebanyak 156 orang (36,4 %), efisiotomi pada primipara
87
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018
sebanyak 109 orang (25,4%), total yang mengalami ruptur perineum dan efisiotomi pada primipara dan multipara 264
orang (61,8%) sedangkan yang tidak mengalami ruptur perineum dan efisiotomi 163 orang (38%).
Kejadian ruptur perineum di Rumah Bersalin Atiah pada tahun 2009 dan tahun 2010 sebagian besar terjadi pada
primipara dengan BBL ≥ 2500 gram sedangkan pada multipara dengan BBL ≥ 3000 gram. Berdasarkan data secara
keseluruhan pada tahun 2009 dan tahun 2010 terjadi peningkatan ruptur perineum sebanyak 4,4%.
Berdasarkan data survei pendahuluan yang telah dilakukan di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai pada
tanggal 14 januari 2015 berdasarkan data pada bulan November 2014 sampai Januari 2015 ditemukan sebanyak 16
kasus ruptur perineum di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu, yaitu dengan indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalaui mata dan telinga (Notoadmojo, 2010).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(overt behavior). Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi terjadi proses yang
berurutan, yakni :Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek), Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah
mulai timbul.Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti
sikap responden sudah lebih baik lagi, Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus, Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus(Rogers, 1974)
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu
melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long
lasting). Sebaiknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama
(Notoatmodjo, 2010).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pendidikan adalah perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak akan tetapi kita membutuhkannya pada
waktu dewasa. Pendidikan adalah upaya dan pembelajaran kepada masyarakat agar mau melakukan tindakan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Semakin tinggi pendidikan seorang ibu maka informasi yang akan
disampaikan mudah diterima dan diaplikasikan pada kehidupannya (Notoadmojo, 2010). Umur dari sikap tradisonal
mengenai jalannya perjalanan selama hidup: semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi dan semakin
banyak hal lain yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya (Notoadmojo, 2010). Sumber Informasi,
semua bentuk informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan ibu. Sumber informasi kesehatan biasanya berasal dari
petugas kesehatan maupun media masa seperti: majalah, televisi, radio. Pada umumnya sumber informasi kesehatan
yang tepat mempunyai peran yang besar dalam meningkatkan pengetahuan (Notoadmojo, 2007).
Ruptur Perineum
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak dibawah dasar panggul. Batas–batasnya
adalah :
Superior: Dasar panggul yang terdiri dari Musculus Levator dan Musculus Coccygeus, Lateral: tulang dan ligament yang
membentuk pintu bawah pinggul (exitus pelvis):yakni dari depan kebelakang angulus subpubius, ramus ischiopubicus,
tuber ischiadicum, ligamentum Sacrotuberosum, os coccygis, Inferior: kulitdan fascia (Oxorn, 2010).
Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan anus, panjangnya ratarata 4 cm (Winknjosatro,2009).
Perineum merupakan daerah tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Perineum meregang pada saat persalinan
kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah robekan (Sumara,dkk,2009).
Ruptur perineum adalahrobeknya perineum pada saat jalan lahir. Berbeda dengan episiotomy, robekan ini
bersifatnya traumatik karena perineum tidak kuat menahan regangan pada saat janin lewat(Siswosudarmo, Ova Emilia,
2008).
88
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018
Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses
desakan kepala janin atau bahu pada saat persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang
robek sulit dilakukan penjahitan (Sukrisno, Adi 2010).
Menurut Oxom (2010), robekan perineum adalah robekan obstetrik yang terjadi pada daerah perineum akibat
ketidakmampuan otot dan jaringan lunak pelvik untuk mengakomodasi lahirnya fetus. Persalinan sering kali
menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang terjadi biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang luas dan
berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaaan vulva dan perineum (Sumarah, 2009).
Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan tidak jarang pada persalinan berikutnya.
Namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan
cepat (Soepardiman dalam Nurasiah, 2012).
Anatomi perineum
Perineum merupakan bagian permukaan pintu atas panggulterletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari
otot dan fascia superfisialis perinci dan terdiiri dari otot- otot koksigis dan levator anus yang tediri dari 3 otot penting
yaitu muskulus puborekatalis, muskulus pubokoksigis, muskulus iliokoksigis. Susunan otot tersebut merupakan
penyangga dari struktur pelvis, diantaranya lewat uretra, vagina dan rektum. Perineum berbatasan sebagai berikut :
Ligamentum arkuata dibagian depan tengah,Arkus iskiopublik dan tuber iskii dibagian lateral lateral depan, Ligamentum
sakrotuberosum dibagian lateral belakang, Tugas koksigis dibagian belakang tengah. Daerah perineum terdiri dari 2
bagian yaitu Regional disebelah belakang, disini terdapat muskulus sfingter ani eksterna yang melingkari anus, Regio
urogenetalis, disini terdapat muskulus bulboka verous, muskulus transversusu perinealis superfisialis dan muskulus
iskiokavernosus.
Penanganan ruptur perineum menurut nugroho (2012) ada beberapa langkah untuk menangani ruptur perineum.
Sebelum merepair luka episiotomy laserasi, jalan lahir harus diekspose/ditampilkan dengan jelas, bila diperlukan dapat
menggunakan bantuan speculum sims. Identifikasi apakah terdapat laserasi serviks, jika harus direpair terlebih dahulu,
Masukkan tampon atau kassa kepuncak vagina untuk menahan perdarahan dari dalam uterus untuk sementara
sehingga luka episiotomi tampak jelas, Masukkan jari ke II dan III dalam vagina dan regangkan untuk dinding vagina
untuk mengekspose batas atas (ujung) luka. Jahitan dimulai 1 cm prosimal puncak luka, luka dinding vagina dijahit
kearah distal hingga batas commissura posterior, Rekontruksi diapgragma urogenital (otot perineum) dengan cromic
catgut 2-0, Jahitan diteruskan dengan penjahitan perineum.
Menurut Oxorn (2010) adabeberapa langkah menangani ruptur perineum yang pertama Robekan derajat
pertama Robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin. Tujuannya adalah merapatkan kembali jaringan yang
terpotong dan menghasilkan hemostatis. Pada rata-rata kasus beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina,
90
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018
fourchette dan kulit perineum sudah memadai. Jika perdarahannya banyak dapat digunakan jahitan angka-8, karena
jahitan ini kurang menimbulkan tegangan dan lebih menyenagkan bagi pasiennya.
Robekan derajat kedua lapis demi lapis Jahitan terputus, menerus ataupun jahitan simpul digunakan untuk
merapatkan tepi mukosa vagina dan submukosanya, Otot-otot yang dalam corpus perineum dijahit menjadi satu dengan
terputus, Jahitan subcutis bersambung atau jahitan terputus, yang disimpulkan secara longgar menyatukan kedua tepi
kulit3 3) Robekan derajat ketiga yang total diperbaiki lapis demi lapis, Dinding anterior rectum diperbaiki dengan jahitan
memakai chromic catgut halus 000 atau 0000 yang menyatu dengan jarum. Mulai pada apex, jahitan terputus dilakukan
pada submukosa sehingga tunica serosa,musculusdan submukosa rectum tertutup rapat, Garis perbaiki ulang dengan
merapatkanfascia perirectal dan fascia septum rectovaginalis. Digunakan jahitan menurus atau jahitan terputus, Pinggir
robekan spincter recti (yang telah mengerut) diidentifikasi dijepit dengan forceps allis dan dirapatkan dengan jahitan
terputus atau jahitan berbentuk angka- 8 sebanyak dua buah, Mukosa vagina kemudian diperbaiki seperti pada
episotomi garis tengah, dengan jahitan menerus atauterputus, Musculusperineus dijahit menjadi satu dengan jahitan
terputus. Kedua tepi kulit dijahit menjadi satu dengan jahitan subculus menerus atau jahitan terputus yang disimpulkan
secara longgar. Perbaikan pada robekan partial. Perbaikanpada robekan partial derajat ketiga serupa denganperbaikan
pada robekan total, kecuali dinding rectum masih utuh dan perbaikan dimulai dengan menerapkan kembali kedua ujung
spchinter recti terobek (Oxorn,2010).
BAB III
METODE PENELITIAN
Variabel Independent
Variabel Dependent
92
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018
Dilakukan untuk mmeriksa kuesiner dengan tujuan agar data dapat dimasukkan dan diolah secara benar
sehingga pengolahan data memberi hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti, setelah itu maka data
dikelompokkan dengan aspekpengukuran yang telah ditentukan.
3.7.2. Coding
Memberi kode atau tanda pada setiap data yang diteliti untuk mempermudahkan dalam memasukkan data
kedalam tabel distribusi frekuensi.
3.7.3. Tabulating
Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data maka dimasukkan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi selanjutkan akan dilakukanpembahasan sesuai dengan teori kepustakaan yang ada.
3.9. Analisa Data
Data yang telah disajikan secara deskriptif dengan melihat persentase data yang terkumpul dan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi dan dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian dengan menggunakan teori dan
kepustakaan yang ada.
HASIL PENELITIAN
Jumlah
No Karakteristik
Frekuensi (f) Persentase (%)
Umur (Tahun)
20-25 6 22.2
26-30 8 29.6
1 31-35 4 14.8
36-40 4 14.8
41-45 3 11.1
>45 2 7.5
Lama Bekerja (Tahun)
<2 4 14.8
2-5 6 22.2
2
6-10 8 29.6
11-15 7 25.9
>15 2 7.5
3 Pelaksanaan Perawatan Luka
93
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018
Perineum
Baik 18 66.6
Kurang Baik 9 33.4
Total 27 100
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan usia bidan yang bekerja di Rumah Sakit
Bangkatan PTPN II adalah bidan yang berusia 26-30 tahun yaitu sebanyak 8 orang (29,6%) sedangkan minoritas
terdapat pada usia >45 tahun yaitu 2 orang (7.5%), jika dilihat dari lama bekerja mayoritas bidan yang bekerja di Rumah
Sakit Bangkatan PTPN II Binjai adalah dengan lama bekerja 6-10 tahunyaitu sebanyak 8 orang (29,6%) dan minoritas
terdapat pada bidan dengan lama bekerja >15 tahun yaitu sebanyak 2 orang (7.5%), jika dilihat dari pelaksanaan
perawatan luka perineum mayoritas bidan yang bekerja dirumah sakit bangkatan PTPN II Binjai dapat melakukan
pelaksanaan perawatan luka perineum dengan baik yaitu sebanyak 18 orang (66.6%) dan minoritas terdapat pada
bidan yang kurang baik dalam melaksanakan perawatan luka perinium adalah sebanyak 9 orang (33.4%).
4.1.2 Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum
Tabel 4.2. Distribusi Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum Berdasarkan Usia Di Rumah Sakit
Bangkatan PTPN II Tahun 2015.
Jumlah
No Pengetahuan
f %
1 Baik 6 22,2
2 Cukup 13 48.2
3 Kurang 8 29.6
Total 27 100
Berdasarkan Tabel 4.2. diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan usia mayoritas pengetahuan bidan yang bekerja
Di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tentang ruptur perinium adalah berpengetahuan yang cukup yaitu sebanayak
13 orang (48.2%) dan minoritas terdapat pada bidan yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 6 oranag (22.2%).
Berdasarkan Tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan lama bekerja mayoritas pengetahuan bidan yang
bekerja Di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tentang ruptur perinium adalah berpengetahuan yang cukup yaitu
sebanayak 15 orang (55.5%) dan minoritas terdapat pada bidan yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 5 oranag
(18.6%).
4.1.4 Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum
Tabel 4.4. Distribusi Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum Berdasarkan Pelaksanaan Perawatan Luka
Perineum Di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Tahun 2015.
Jumlah
No Pengetahuan
f %
1 Baik 14 51.8
2 Cukup 7 25.9
3 Kurang 6 22.2
Total 27 100
94
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan pelaksanaan perawatan luka perineum mayoritas
pengetahuan bidan yang bekerja Di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tentang ruptur perinium adalah
berpengetahuan yang baik yaitu sebanayak 14 orang (51.8%) dan minoritas terdapat pada bidan yang berpengetahuan
kurang yaitu sebanyak 6 oranag (22.2%).
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
5.1.1 Karakteristik Responden di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai
Karakteristik bidan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan usia bidan, lama bekerja dan pelaksanaan perawatan
luka perineum. Hasil penelitian yang disajikan dlam Tabel 4.1. diketahui bahwa berdasarkan usia bidan yang bekerja di
Rumah Sakit Bangkatan PTPN II adalah bidan yang berusia 26-30 tahun yaitu 29,6% sedangkan minoritas terdapat
pada usia >45 tahun yaitu 7.5%, jika dilihat dari lama bekerja mayoritas bidan yang bekerja di Rumah Sakit Bangkatan
PTPN II Binjai adalah dengan lama bekerja 6-10 tahun yaitu sebanyak 29,6% dan minoritas terdapat pada bidan
dengan lama bekerja >15 tahun yaitu sebanyak 7.5%, jika dilihat dari pelaksanaan perawatan luka perineum mayoritas
bidan yang bekerja dirumah sakit bangkatan PTPN II Binjai dapat melakukan pelaksanaan perawatan luka perineum
dengan baik yaitu sebanyak 66.6% dan minoritas terdapat pada bidan yang kurang baik dalam melaksanakan
perawatan luka perinium adalah 33.4%.
5.1.2 Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum Berdasarkan Usia
Berdasarkan Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa berdasarkan usia mayoritas pengetahuan bidan yang bekerja Di
Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tentang ruptur perineum adalah berpengetahuan yang cukup yaitu sebanayak
48.2%.
Dengan usia bekerja yang sudah matang pengalaman yang didapat juga pasti sudah banyak dan
pengetahuaanya sudah lebih luas jika dibandingkan dengan para bidan yang masih muda yang baru menyelesaikan
pendidikannya(Pujiningsih, 2010).
5.1.2 Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum Berdasarkan Lama Bekerja
Berdasarkan Tabel 4.3 Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan bidan yang bekerja Di
Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tentang ruptur perineum berdasarkan lamanya bekerja adalah berpengetahuan
yang cukup yaitu sebanayak 55.5% dan minoritas terdapat pada bidan yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 18.6%
Pengetahuan seorang bidan juga dapat dinilai dari sudah berapa lama ia bekerja karena dengan lamanya
bekerja seorang bidan pasti sudah banyak mendapatkan kasus yang berbeda-beda selama ia bekerja, semakin lama
maka pengetahuan yang dimilikinya juga akan semakin meningkat.
5.1.3 Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum Berdasarkan Pelaksanaan Perawatan Luka Perineum
Berdasarkan Tabel 4.4 Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas pengetahuan bidan yang bekerja Di
Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tentang ruptur perineum berdasarkan pelaksanaan perawatan luka perineum
adalah berpengetahuan yang baik yaitu sebanayak 51.8% dan minoritas terdapat pada bidan yang berpengetahuan
kurang yaitu sebanyak 22.2%.
6.1. Simpulan
6.1.1 Mayoritas bidan yang bekerja di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai
jika dilihat dari segi usia memiliki pengetahuan cukup tentang rupture perineum yaitu sebbanyak 48,2% .
6.1.2 Dilihat berdasarkan lama bekerja, para bidan di Rumah sakit Bangkatan
PTPN II Binjai mayoritas memiliki pengetahuan yang cukup yaitu 55,5% tentang rupture perineum karena
kebanyakan bidan yang bekerja di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai sudah bekerja lebih dari 5 tahun.
6.1.3 Berdasarkan pelaksanaan perawatan luka perineum, mayoritas bidan di
Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai memiliki pengetahuan baik yaitu 51,8% itu semua dilihat dari cara para
bidan melakukan perawatan luka perineum.
95
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018
6.2. Saran
6.2.1 Pada seluruh bidan yang bekerja di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai
diharapkan agar terus meningkatkan pengetahuannya tentang ruptur perineum agar menjadi lebih baik lagi.
Sehingga dapat mengurangi angka kesakitan ibu dan kemungkinan terjadinya komplikasi akkibat ruptur
perineum.
6.2.2 Pada Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai diharapkan agar terus memberi dukungan kepada para tenaga
kesehatan yang berkerja di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai khususnya bagi para bidan agar tetap
memberikan pelayanan yang terbaik kepada semua pasiennya dan terus meningkatkan pengetahuannya.
DAFTAR PUSTAKA
96