You are on page 1of 11

Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No.

1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

GAMBARAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG RUPTUR PERINEUM DI RUMAH SAKIT BANGKATAN PTPN II
BINJAI TAHUN 2015

MARTHA HUTAPEA
AKADEMI KEBIDANAN KHARISMA HUSADA BINJAI

ABSTRACT
Around the world in 2009 there were 2.7 million cases of perineal rupture in maternal mothers. This figure is
estimated to reach 6.3 million by 2020, along with midwives who are not well aware of midwifery care and lack of
knowledge of mothers about self-care of mothers at home (Hilmi in Bascom, 2010). The preliminary survey that has
been conducted at Bangkai PTPN II Binjai Hospital on 14 January 2015 based on data from November 2014 until
January 2015 found as many as 16 cases perineum rupture at Hospital Bangkat PTPN II Binjai.
This research uses descriptive design that aims to know the description of mother knowledge about worm
infection in children aged 5-10 years in the village of Tanjung Ibus Kec. Secanggang Kab. Langkat Year 2015.
Population in this research is all Midwife who work at Hospital Bangkat PTPN II Binjai in Year 2015 that is 27 people.
The majority of midwives are employed in PTPN II Binjai Hospital
if viewed in terms of age has enough knowledge about perineum rupture is sebbanyak 48.2%. Judging by the length of
work, midwives at Bangkat Hospital
PTPN II Binjai majority have sufficient knowledge that is 55,5% about rupture perineum because most of the midwife
who work in Hospital Bangkat PTPN II Binjai have been working more than 5 year.
At Hospital Bangkat PTPN II Binjai is expected to continue to provide support to health workers working at
Hospital Bangkat PTPN II Binjai especially for the midwives in order to keep providing the best service to all patients and
continue to improve their knowledge.

Keywords : Midwife Knowledge and Perineum Rupture

PENDAHULUAN

Luka perineum didefinisikan sebagai adanya robekan pada jalan lahir maupun karena episotomi pada saat
melahirkan janin. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga terjadi pada
persalinan berikutnya. Perineum adalah merupakan bagian permukaan pintu bawah panggul, yang terletak antara vulva
dan anus. Perineumterdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis (Wiknjosastro, 2007).
Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus robekan (ruptur) perineum pada ibu bersalin. Angka ini
diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2020, seiring dengan bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan
dengan baik dan kurang pengetahuan ibu tentang perawatan mandiri ibu di rumah (Hilmi dalam Bascom, 2010). Di
Amerika dari 26 juta ibu bersalin, terdapat 40% mengalami ruptur perineum (Heimburger dalam Bascom, 2011). Di Asia
masalah robekan perineum cukup banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian robekan perineum di dunia terjadi di
Asia. Prevalensi ibu bersalin yang mengalami robekan perineum di Indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu
24%, dan pada ibu umur 32-39 tahun sebesar 62% (Campion dalam Bascom, 2011).
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Robekan jalan lahir merupakan
penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri yangterjadi pada hampir setiap persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka pada
vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam, akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak
(Prawirohardjo, 2009). Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bandung, yang melakukan
penelitian dari tahun 2009-2010 pada beberapa Propinsi di Indonesia didapatkan bahwa satu dari lima ibu bersalin yang
mengalami ruptur perineum akan meninggal dunia dengan proporsi 21,74% (Siswono dalam Bascom, 2011 ).
Penelitian Sleep et al dalam Boyle (2009), menunjukkan bahwa episiotomi rutin yang dilakukan tidak bermanfaat
bagi ibu dan bayi, dan bahkan menyebabkan banyak komplikasi potensial pada ibu. Temuan ini tidak hanya diterima di
Inggris, tetapi juga diuji oleh pengujian Internasional (Carroli dan Belizan dalam Boyle, 2009).
86
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

Garcia et al dalam Boyle (2009), menemukan bahwa dari total 1951 kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu
mendapat jahitan; 28% karena episiotomi dan 29% karena robekan. Episiotomirutin tidak boleh dilakukan karena dapat
menyebabkan : meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma, sering meluas menjadi laserasi derajat
tiga atau empat dibandingkan dengan laserasi derajat tiga atau tempat yang terjadi tanpa episiotomi, meningkatnya
nyeri pasca persalinan, dan meningkatnya risiko infeksi. Paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara
rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan akan mengatur ekspulsi kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi
untuk mencegah laserasi atau hanya terjadi robekan minimal pada perineum.Masalah ini didukung dengan SK
786/Menkes/SK/VII/1999, tentang Pelaksanaan Asuhan Persalinan Normal (APN) (JNPK-KR, 2012).
Episiotomi dapat dilakukan atas indikasi/pertimbangan pada persalinan pervaginam pada penyulit (sungsang,
distosia bahu, ekstraksi cunam, vakum), penyembuhan ruptur perineum tingkat III-IV yang kurang baik, gawat janin, dan
perlindungan kepala bayi prematur jika perineum ketat/kaku (Saifuddin, 2004).
Dampak dari terjadinya ruptur perineum pada ibu antara lain infeksi pada luka jahitan, dan dapat merambat pada
saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir sehingga dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung
kemih maupun infeksi pada jalan lahir. Selain itu juga dapat terjadi perdarahan karena terbukanya pembuluh darah yang
tidak menutup sempurna.Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian ibu postpartum
mengingat kondisi ibu postpartum masih lemah (Manuaba, 2007).
Berat badan bayi dapat mempengaruhi proses persalinan kala II. Berat badan bayi lahir umumnya antara 2500
gram-4000 gram (Vivian, 2011:01). Semakin besar bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur
perineum. Sedangkan dilihat dari status paritas umumnya ruptur perineum terjadi pada primipara, tetapi tidak jarang juga
terjadi pada multipara.Penyebab yang biasa terjadi pada ibu adalah partus presipitatus, mengejan terlalu kuat, edema
dan kerapuhan pada perineum, kelenturan jalan lahir, persalinan dengan tindakan (Oxorn William, 2010)
Wanita yang melahirkan bayi besar kadang-kadang menjadi kebanggaan tersendiri bagi seorang ibu atau
keluarga tanpa melihat dampak dari proses kelahiran. Trauma pada tulang kepala dan otak janin akibat dari proses
persalinan saat melewati jalan lahir merupakan salah satu akibat dari kelahiran bayi yang besar (Oxorn William, 2010).
Sedangkan akibat langsung dari ruptur perineum adalah dapat terjadi perdarahan. Kesalahan dalam menjahit
akan menimbulkan inkontinensia alvi (defekasi tidak dapat ditahan) karena sfingterani tidak terjahit, fistula rektovagina,
vagina longgar sehingga akan menjadi keluhan dalam hubungan seksual (Manuaba, 2010).
Umur merupakan faktor resiko terjadi penyakit dan masalah kesehatan yang tidak dapat diubah (Rajab, 2009).
Penambahan usia akan berpengaruh terhadap semua fase penyembuhan luka sehubungan dengan adanya gangguan
sirkulasi dan koagulasi, respon inflamasi yang lebih lambat dan penurunan aktifitas fibroblas (Johnson & Taylor, 2005).
Hasil penelitian Rezeki (2012),didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan faktor umur, penyakit yang
diderita, status obstetri, kondisi luka jahitan, lingkar lengan atas, besar luka jenis luka dan lama hari rawat dengan
penyembuhan luka perineum.
Hasil penelitian Kurnianingtyas (2009) menyatakan bahwa tingkat penyembuhan luka perineum sedang yaitu
92,8% sembuh di hari ke 6., dan ada hubungan yang signifikan antara perilaku responden melakukan vulva hygiene
dengan tingkat penyembuhan luka perineum pada ibu nifas. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian Mariyatul (2006),
bahwa kecepatan penyembuhan luka perineum dapat di pengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu nifas.
Budaya akan mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kebiasaan tarak (pantang makan) telur, ikan dan
daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan luka (Dayu, 2012).
Di daerah Jawa, pantangan makanan pada masa kehamilan dan masa nifas, seperti pantangan makan-makanan
yang setengah matang dan daging kambing, karena tidak baik bagi kesehatan sang ibu dan bayi, karena daging
kambing bersifat panas. Menurut beberapa ibu-ibu yang bersuku Minang, perawatan ibu postpartum menurut budaya
Minang meliputi: penguapan dari bahan rempah-rempah (betangeh), pemanasan batu bata (duduk di atas batu bata),
meletakkan bahan-bahan alami di atas perut ibu (tapal), minum jamu dari bahan rempah-rempah, membersihkan alat
kelamin dengan air rebusan daun sirih (Nurazizah, 2010).
Di Rumah Bersalin Atiah yang merupakan tempat sarana pelayanan pertolongan persalinan normal yaitu
persalinan tahun 2009 berjumlah 406 orang dan yang mengalami ruptur perineum pada primipara dan multipara
sebanyak 140 orang (34,4 %), efisiotomi pada primipara sebanyak 94 orang (23%), total yang mengalami ruptur
perineum dan efisiotomi pada primipara dan multipara sebanyak 234 orang (57,4%), sedangkan yang tidak mengalami
ruptur perineum dan efisiotomi sebanyak 172 orang (42%). Tahun 2010 persalinan berjumlah 428 orang dan yang
mengalami ruptur perineum pada primipara dan multipara sebanyak 156 orang (36,4 %), efisiotomi pada primipara

87
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

sebanyak 109 orang (25,4%), total yang mengalami ruptur perineum dan efisiotomi pada primipara dan multipara 264
orang (61,8%) sedangkan yang tidak mengalami ruptur perineum dan efisiotomi 163 orang (38%).
Kejadian ruptur perineum di Rumah Bersalin Atiah pada tahun 2009 dan tahun 2010 sebagian besar terjadi pada
primipara dengan BBL ≥ 2500 gram sedangkan pada multipara dengan BBL ≥ 3000 gram. Berdasarkan data secara
keseluruhan pada tahun 2009 dan tahun 2010 terjadi peningkatan ruptur perineum sebanyak 4,4%.
Berdasarkan data survei pendahuluan yang telah dilakukan di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai pada
tanggal 14 januari 2015 berdasarkan data pada bulan November 2014 sampai Januari 2015 ditemukan sebanyak 16
kasus ruptur perineum di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu, yaitu dengan indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalaui mata dan telinga (Notoadmojo, 2010).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(overt behavior). Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi terjadi proses yang
berurutan, yakni :Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek), Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah
mulai timbul.Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti
sikap responden sudah lebih baik lagi, Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus, Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus(Rogers, 1974)
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu
melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long
lasting). Sebaiknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama
(Notoatmodjo, 2010).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pendidikan adalah perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak akan tetapi kita membutuhkannya pada
waktu dewasa. Pendidikan adalah upaya dan pembelajaran kepada masyarakat agar mau melakukan tindakan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Semakin tinggi pendidikan seorang ibu maka informasi yang akan
disampaikan mudah diterima dan diaplikasikan pada kehidupannya (Notoadmojo, 2010). Umur dari sikap tradisonal
mengenai jalannya perjalanan selama hidup: semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi dan semakin
banyak hal lain yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya (Notoadmojo, 2010). Sumber Informasi,
semua bentuk informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan ibu. Sumber informasi kesehatan biasanya berasal dari
petugas kesehatan maupun media masa seperti: majalah, televisi, radio. Pada umumnya sumber informasi kesehatan
yang tepat mempunyai peran yang besar dalam meningkatkan pengetahuan (Notoadmojo, 2007).

Ruptur Perineum
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak dibawah dasar panggul. Batas–batasnya
adalah :
Superior: Dasar panggul yang terdiri dari Musculus Levator dan Musculus Coccygeus, Lateral: tulang dan ligament yang
membentuk pintu bawah pinggul (exitus pelvis):yakni dari depan kebelakang angulus subpubius, ramus ischiopubicus,
tuber ischiadicum, ligamentum Sacrotuberosum, os coccygis, Inferior: kulitdan fascia (Oxorn, 2010).
Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan anus, panjangnya ratarata 4 cm (Winknjosatro,2009).
Perineum merupakan daerah tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Perineum meregang pada saat persalinan
kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah robekan (Sumara,dkk,2009).
Ruptur perineum adalahrobeknya perineum pada saat jalan lahir. Berbeda dengan episiotomy, robekan ini
bersifatnya traumatik karena perineum tidak kuat menahan regangan pada saat janin lewat(Siswosudarmo, Ova Emilia,
2008).

88
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses
desakan kepala janin atau bahu pada saat persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang
robek sulit dilakukan penjahitan (Sukrisno, Adi 2010).
Menurut Oxom (2010), robekan perineum adalah robekan obstetrik yang terjadi pada daerah perineum akibat
ketidakmampuan otot dan jaringan lunak pelvik untuk mengakomodasi lahirnya fetus. Persalinan sering kali
menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang terjadi biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang luas dan
berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaaan vulva dan perineum (Sumarah, 2009).
Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan tidak jarang pada persalinan berikutnya.
Namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan
cepat (Soepardiman dalam Nurasiah, 2012).

Anatomi perineum
Perineum merupakan bagian permukaan pintu atas panggulterletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari
otot dan fascia superfisialis perinci dan terdiiri dari otot- otot koksigis dan levator anus yang tediri dari 3 otot penting
yaitu muskulus puborekatalis, muskulus pubokoksigis, muskulus iliokoksigis. Susunan otot tersebut merupakan
penyangga dari struktur pelvis, diantaranya lewat uretra, vagina dan rektum. Perineum berbatasan sebagai berikut :
Ligamentum arkuata dibagian depan tengah,Arkus iskiopublik dan tuber iskii dibagian lateral lateral depan, Ligamentum
sakrotuberosum dibagian lateral belakang, Tugas koksigis dibagian belakang tengah. Daerah perineum terdiri dari 2
bagian yaitu Regional disebelah belakang, disini terdapat muskulus sfingter ani eksterna yang melingkari anus, Regio
urogenetalis, disini terdapat muskulus bulboka verous, muskulus transversusu perinealis superfisialis dan muskulus
iskiokavernosus.

2.4. Klasifikasi Ruptur Perineum


Robekan derajat pertama Robekan derajat pertama melitupi mukosa vagina, fourchetten dan kulit perineum tepat
dibawahnya (Oxorn,2010). Robekan perineum yang melebihi derajat satu di jahit. Hal ini dapat dilakukan sebelum
plasaenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu
ditunda sampai menunggu palasenta lahir. Dengan penderita berbaring secara litotomi dilakukan pembersihan luka
dengan cairan anti septik dan luas robekan ditentukan dengan seksama(Sumarah,2009).
Robekan derajat kedua Laserasi derajat dua merupakan luka robekan yang paling dalam.Luka ini terutama
mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. Acapkali musculus perineus transverses turut terobek
dan robekan dapat turun tapi tidak mencapai spinter recti. Biasanya robekan meluas keatas disepanjang mukosa
vaginadan jaringan submukosa. Keadaan ini menimbulkanluka laserasi yang berbentuk segitiga ganda dengan dasar
pada fourchette, salah satu apexpada vagina dan apex lainnya didekat rectum (Oxorn,2010).
Pada robekan perineumderajat dua, setelah diberi anastesi local otot-otot diafragma urogenetalis dihubungkan
digaris tengah jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan
jaringanjaringan dibawahnya (Sumarah,2009).
Robekan derajat ketiga Robekanderajat ketiga meluas sampai corpus perineum, musculus transverses perineus
dan spinter recti. Pada robekan partialis derajat ketiga yang robek hanyalah spinter recti pada robekan yang total,
spinter recti terpotong dan laserasi meluas hingga dinding anterior rectum dengan jarak yang bervariasi. Sebagaian
penulis lebih senang menyebutkan keadaan ini sebagai robekan derajat keempat (Oxorn,2010).
Menjahit robekan perineum derajat tiga harus dilakukan dengan teliti, mula-mula dinding depan rectum yang
robek dijahit, kemudian fasia prarektal ditutup, dan muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya
dilakukan penutupan robekan seperti pada robekan perineum derajat kedua. Untuk mendapatkan hasil yang baik pada
robekan perineum total perlu diadakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna (Sumarah,2009). Robekan
derajat keempat Robekan yang terjadi dari mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot
spinter ani eksterna, dinding rectum anterior (Sumarah, 2009).
Semua robekan derajat ketiga dan keempat harus diperbaiki diruang bedah dengan anastesi regional atau umum
secara adekuat untuk mencapai relaksasi sfingter. Ada argument yang baik bahwa robekan derajat ketiga dan keempat,
khususnya jika rumit, hanya boleh diperbaikioleh profesional berpengalaman seperti ahli bedah kolorektum, dan harus
ditindak-lanjuti hingga 12 bulan setelah kelahiran. Beberapa unit maternitas memiliki akses ke perawatan spesialis
kolorektal yang memiliki bagian penting untuk berperan (Mauree boyle,2009).
89
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

2.5. Etiologi Ruptur Perineum


Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana Kepalajanin terlalu cepat, Persalinan tidak
dipimpin sebagaimana mestinya, Sebelumya pada perineum terdapat banyak jaringan parut, Pada persalianan dengan
distosia bahu (Prawiharjo, 2011), Presentasi defleksi (dahi,muka), Primipara, Letak sungsang, Pada obstetri dan
embriotomi, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dan embriotomi (Mochtar,2005).
Robekan perineum berkaitan dengan kelahiran primipara, kala dua persalinan yang lama, arcus pubis yang
sempit, posisi kepala yang kurang fleksi dan oksipital posterior, presipitasi persalinan,bayi besar (lebih dari 4000 g),
distosia bahu, kelahiran pervaginam dengan bantuan misalnya forcep tetapi lebih sedikit dengan ventiouse
(David,2008).

2.6. Tanda – Tanda dan Gejala


Robekan Jalan lahir Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan
adanya retensi plasenta maupun adanya sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan lahir (Taufan
Nungroho,2012). Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah perdarahan, darah segar yang mengalir
setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik, dan plasenta normal. Gejala yang sering terjadi antara lain pucat,
lemah, pasien dalam keadaan menggigil.

2.7. Ciri Khas Robekan Jalan Lahir


Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir, perdarahan ini terus
menerus setelah massase atau pemberian uterotonika langsung mengeras tapi perdarahan tidak berkurang. Dalam hal
apapun, robekan jalan lahir harus dapat diminimalkan karena tak jarang perdarahan terjadi karena robekan dan ini
menimbulkan akibat ynag fatal seperti terjadinya syok (Rukiyah,2012).
Bila perdarahan berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan adanya retensi plasenta maupun
sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan lahir(Taufan 2012).

2.8. Pencegahan Terjadinya


Ruptur perineum laserasi spontan pada vagina atauperineum dapat terjadi saatbayi dilahirkan, terutama saat
kelahiran kepala dan bahu. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Janin
bekerjasama dengan ibu selama persalinan dan gunakan manufer tangan yang tepat untuk mengendalikan kelahiran
bayi serta membantu mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama ini dibutuhkan terutama saat kepala bayi dengan
diameter 5-6 cm telah membuka vulva (crowning). Kelahiran kepala yang terkendali dan perlahan memberikan waktu
pada jaringan vagina dan perineum untuk melakukan penyesuaian dan akan mengurangi kemungkinan terjadinya
robekan. Saat kepala mendorong vulva dengan diameter 5-6 cm bimbing ibu untuk meneran dan berhenti untuk
beristirahat atau bernapas dengan cepat.

Penanganan ruptur perineum menurut nugroho (2012) ada beberapa langkah untuk menangani ruptur perineum.
Sebelum merepair luka episiotomy laserasi, jalan lahir harus diekspose/ditampilkan dengan jelas, bila diperlukan dapat
menggunakan bantuan speculum sims. Identifikasi apakah terdapat laserasi serviks, jika harus direpair terlebih dahulu,
Masukkan tampon atau kassa kepuncak vagina untuk menahan perdarahan dari dalam uterus untuk sementara
sehingga luka episiotomi tampak jelas, Masukkan jari ke II dan III dalam vagina dan regangkan untuk dinding vagina
untuk mengekspose batas atas (ujung) luka. Jahitan dimulai 1 cm prosimal puncak luka, luka dinding vagina dijahit
kearah distal hingga batas commissura posterior, Rekontruksi diapgragma urogenital (otot perineum) dengan cromic
catgut 2-0, Jahitan diteruskan dengan penjahitan perineum.
Menurut Oxorn (2010) adabeberapa langkah menangani ruptur perineum yang pertama Robekan derajat
pertama Robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin. Tujuannya adalah merapatkan kembali jaringan yang
terpotong dan menghasilkan hemostatis. Pada rata-rata kasus beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina,
90
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

fourchette dan kulit perineum sudah memadai. Jika perdarahannya banyak dapat digunakan jahitan angka-8, karena
jahitan ini kurang menimbulkan tegangan dan lebih menyenagkan bagi pasiennya.
Robekan derajat kedua lapis demi lapis Jahitan terputus, menerus ataupun jahitan simpul digunakan untuk
merapatkan tepi mukosa vagina dan submukosanya, Otot-otot yang dalam corpus perineum dijahit menjadi satu dengan
terputus, Jahitan subcutis bersambung atau jahitan terputus, yang disimpulkan secara longgar menyatukan kedua tepi
kulit3 3) Robekan derajat ketiga yang total diperbaiki lapis demi lapis, Dinding anterior rectum diperbaiki dengan jahitan
memakai chromic catgut halus 000 atau 0000 yang menyatu dengan jarum. Mulai pada apex, jahitan terputus dilakukan
pada submukosa sehingga tunica serosa,musculusdan submukosa rectum tertutup rapat, Garis perbaiki ulang dengan
merapatkanfascia perirectal dan fascia septum rectovaginalis. Digunakan jahitan menurus atau jahitan terputus, Pinggir
robekan spincter recti (yang telah mengerut) diidentifikasi dijepit dengan forceps allis dan dirapatkan dengan jahitan
terputus atau jahitan berbentuk angka- 8 sebanyak dua buah, Mukosa vagina kemudian diperbaiki seperti pada
episotomi garis tengah, dengan jahitan menerus atauterputus, Musculusperineus dijahit menjadi satu dengan jahitan
terputus. Kedua tepi kulit dijahit menjadi satu dengan jahitan subculus menerus atau jahitan terputus yang disimpulkan
secara longgar. Perbaikan pada robekan partial. Perbaikanpada robekan partial derajat ketiga serupa denganperbaikan
pada robekan total, kecuali dinding rectum masih utuh dan perbaikan dimulai dengan menerapkan kembali kedua ujung
spchinter recti terobek (Oxorn,2010).

2.9. Pengobatan Robekan Jalan Lahir


Pengobatan yang dapat dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah dengan memberikan uterotonika setelah
lahirnya plasenta, obat ini tidak boleh diberikan sebelum bayi lahir. Manfaat dari pemberian obat ini adalah untuk
mengurangi terjadinya perdarahan pada kala III dan mempercepat lahirnya plasenta. Perawatan luka perineum pada ibu
setelah melahirkan berguna untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan, menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan
mempercepat penyembuhan luka. Perawatan perineum umumnya bersamaan dengan perawatan vulva. Hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah: Mencegah kontaminasi dengan rectum, Menangani dengan lembut jaringan luka,
Menbersihkan darah yang menjadi sumber infeksi dan bau (Saifuddin,2001).
Komplikasi Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera diatasi, yaitu: Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan.
Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai
kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah
perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot (Depkes,2006).
Fistula dapat terjadi tanda diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina menembus kandung kencing
atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan
kandung kencing atau rektum yang lama antara janin dan panggul,sehingga terjadi iskemia (Depkes,2006).
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena adanya penekanan kepala janin serta
tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah. Hematoma
dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa
juga dengan varikositasvulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri. Kesalahan yang menyebabkan
diagnosis tidak diketahui dan memungkinkan banyak darah yang hilang. Dalamwaktu yang singkat, adanya
pembengkakan biru yang tegang pada salah satu sisi introitus di daerah ruptur perineum (Martius, 1997). Infeksi Infeksi
pada masanifas adalahperadangan di sekitar alat genitalia pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan
tempat masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkat suhu tubuh
melebihi 38℃, tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan,
diisolasi, dan dilakukan inspeksi pada traktus genetalis untuk mencari laserasi, robekan atau luka episiotomi
(Liwellyin,2001).
Robekan jalan lahir selalu meyebabkan perdarahan yang berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan
uterus (ruptur uteri). Penanganan yang dapat dilakukan dalamhal ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap
sumber dan jumlah perdarahan. Jenis robekan perineum adalah mulai dari tingkatan ringan sampai dengan robekan
yang terjadi pada seluruh perineum yaitu mulai dari derajat satu sampai dengan derajat empat. Ruptur perineum dapat
diketahui dari tanda dan gejala yang muncul serta penyebab terjadinya. Dengan diketahuinya tanda dan gejala
terjadinya rupture perineum, maka tindakan dan penanganan selanjutnya dapat dilakukan. Kaitan yang ditemukan
dalam penulisan ini adalah penyebab terjadinya ruptur perineum, hal-hal yang dapat dilakukan serta tanda dan gejala
yang terlihat serta upaya lanjutan yang berkaitan dengan penangannya.
91
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

BAB III
METODE PENELITIAN

Variabel Independent

Variabelindependenmerupakanvariabel yang menjadisebabperubahanatautimbulnyavariabelDependent


(Hidayat,2011). Dalam penelitian ini yang termasuk variabelIndependentadalah faktor usia, lama bekerjadan pelaksanan
perawatan luka perineum.

Variabel Dependent

VariabelDependentmerupakanvariabel yang dipengaruhiataumenjadiakibatkarenavariabelbebas


(Hidayat,2011). Dalam penelitian ini yang termasuk variabel dependent adalah pengetahuan ibu tentang ruptur
perineum di Rumah Sakit Bangkatan.

3.2. Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu
tentang infeksi cacing pada anak usia 5-10 tahun di Desa Tanjung Ibus Kec. Secanggang Kab. Langkat Tahun 2015.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian tentang Gambaran Pengetahuan Bidan Tentang Ruptur Perineum
di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai. Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai adalah salah satu desa yang dijadikan
lahan peraktek lapangan untuk mahasiswa Akademi Kebidanan Kharisma Husada Binjai sehingga memudahkan peneliti
dalam pengambilan data dan melaksanakan penelitian. Penelitian ini dilakukan diRumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai
mulai Juli-Desember 2015.
3.3.2. Waktu Penelitian
Penelitianini akan dilakukan mulai bulan Juli – Desember 2015.
3.4. Populasi dan Sampel
3.4.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bidan yang bekerja di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai pada
Tahun 2015 yaitu sebanyak 27 orang.
3.4.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah populasi yaitu sebanyak 27 orang.
3.5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer yaitu dengan cara membagikan
kuesioner (angket) yang diberikan kangsung pada seluruh Bidan yang bekerja di Rumah Sakit PTPN II Bangkatan Binjai
tetapi terlebih dahulu peneliti menerangkan tehnik pengisian kuesioner tersebut.
3.6. Aspek pengukuran
Untuk mengukur pengetahuan responden tentang Ruptur Perineum di Rumah Sakit PTPN II Bnagkatan Binjai,
aspek pengukuran dilakukan terhadap pengetahuan bidan berdasrkan jawaban responden dari semua pertanyaan yang
diberikan pada bidan yaitu sebanyak 20 pertanyaan, menurut Arikunto (2008),sekala pengukuran pengetahuan dapat
dikategorikan :
1. Baik, bila subjek mampu menjawab 16-20 pertanyaan dengan benar (skor 76%-100%).
2. Cukup, bila subjek mampu menjawab 12-15 pertanyaan dengan benar (skor 56%-75%).
3. Kurang, bila subjek mampu menjawab < 11 pertanyaan dengan benar (skor ≤55%)
3.7. Tehnik Pengolahan Data
3.7.1. Editing

92
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

Dilakukan untuk mmeriksa kuesiner dengan tujuan agar data dapat dimasukkan dan diolah secara benar
sehingga pengolahan data memberi hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti, setelah itu maka data
dikelompokkan dengan aspekpengukuran yang telah ditentukan.
3.7.2. Coding
Memberi kode atau tanda pada setiap data yang diteliti untuk mempermudahkan dalam memasukkan data
kedalam tabel distribusi frekuensi.
3.7.3. Tabulating
Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data maka dimasukkan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi selanjutkan akan dilakukanpembahasan sesuai dengan teori kepustakaan yang ada.
3.9. Analisa Data
Data yang telah disajikan secara deskriptif dengan melihat persentase data yang terkumpul dan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi dan dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian dengan menggunakan teori dan
kepustakaan yang ada.

HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian


Setelah dilakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan bidan tentang ruptur perineum di Rumah Sakit
Bangkatan PTPN II Binjai Tahun 2015. Didapatkan hasil penelitian bahwa jumlah kasus ruptur perineum di Rumah
Sakit Bangkatan PTPN II Binjai adalah sebanyak 47 kasus ruptur perineum dari 128persalinan dan dari kasus yang ada
didapati bidan yangbekerja di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai sebanyak 27 orang, sebagian besar memiliki
pengetahuan yang cukup tentang rupture perineum karena sebagian besar bidan di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II
dapat melakukan perawatan luka perineum dengan baik

4.1.1 Karakteristik Responden


Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai Tahun 2015.

Jumlah
No Karakteristik
Frekuensi (f) Persentase (%)
Umur (Tahun)
20-25 6 22.2
26-30 8 29.6
1 31-35 4 14.8
36-40 4 14.8
41-45 3 11.1
>45 2 7.5
Lama Bekerja (Tahun)
<2 4 14.8
2-5 6 22.2
2
6-10 8 29.6
11-15 7 25.9
>15 2 7.5
3 Pelaksanaan Perawatan Luka
93
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

Perineum
Baik 18 66.6
Kurang Baik 9 33.4
Total 27 100

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan usia bidan yang bekerja di Rumah Sakit
Bangkatan PTPN II adalah bidan yang berusia 26-30 tahun yaitu sebanyak 8 orang (29,6%) sedangkan minoritas
terdapat pada usia >45 tahun yaitu 2 orang (7.5%), jika dilihat dari lama bekerja mayoritas bidan yang bekerja di Rumah
Sakit Bangkatan PTPN II Binjai adalah dengan lama bekerja 6-10 tahunyaitu sebanyak 8 orang (29,6%) dan minoritas
terdapat pada bidan dengan lama bekerja >15 tahun yaitu sebanyak 2 orang (7.5%), jika dilihat dari pelaksanaan
perawatan luka perineum mayoritas bidan yang bekerja dirumah sakit bangkatan PTPN II Binjai dapat melakukan
pelaksanaan perawatan luka perineum dengan baik yaitu sebanyak 18 orang (66.6%) dan minoritas terdapat pada
bidan yang kurang baik dalam melaksanakan perawatan luka perinium adalah sebanyak 9 orang (33.4%).
4.1.2 Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum
Tabel 4.2. Distribusi Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum Berdasarkan Usia Di Rumah Sakit
Bangkatan PTPN II Tahun 2015.

Jumlah
No Pengetahuan
f %
1 Baik 6 22,2
2 Cukup 13 48.2
3 Kurang 8 29.6
Total 27 100

Berdasarkan Tabel 4.2. diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan usia mayoritas pengetahuan bidan yang bekerja
Di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tentang ruptur perinium adalah berpengetahuan yang cukup yaitu sebanayak
13 orang (48.2%) dan minoritas terdapat pada bidan yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 6 oranag (22.2%).

4.1.3 Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum


Tabel 4.3. Distribusi Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum Berdasarkan Lama Bekerja Di Rumah Sakit
Bangkatan PTPN II Tahun 2015.
Jumlah
No Pengetahuan
f %
1 Baik 5 18.6
2 Cukup 15 55.5
3 Kurang 7 25.9
Total 27 100

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan lama bekerja mayoritas pengetahuan bidan yang
bekerja Di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tentang ruptur perinium adalah berpengetahuan yang cukup yaitu
sebanayak 15 orang (55.5%) dan minoritas terdapat pada bidan yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 5 oranag
(18.6%).
4.1.4 Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum
Tabel 4.4. Distribusi Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum Berdasarkan Pelaksanaan Perawatan Luka
Perineum Di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Tahun 2015.
Jumlah
No Pengetahuan
f %
1 Baik 14 51.8
2 Cukup 7 25.9
3 Kurang 6 22.2
Total 27 100
94
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan pelaksanaan perawatan luka perineum mayoritas
pengetahuan bidan yang bekerja Di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tentang ruptur perinium adalah
berpengetahuan yang baik yaitu sebanayak 14 orang (51.8%) dan minoritas terdapat pada bidan yang berpengetahuan
kurang yaitu sebanyak 6 oranag (22.2%).

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan
5.1.1 Karakteristik Responden di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai
Karakteristik bidan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan usia bidan, lama bekerja dan pelaksanaan perawatan
luka perineum. Hasil penelitian yang disajikan dlam Tabel 4.1. diketahui bahwa berdasarkan usia bidan yang bekerja di
Rumah Sakit Bangkatan PTPN II adalah bidan yang berusia 26-30 tahun yaitu 29,6% sedangkan minoritas terdapat
pada usia >45 tahun yaitu 7.5%, jika dilihat dari lama bekerja mayoritas bidan yang bekerja di Rumah Sakit Bangkatan
PTPN II Binjai adalah dengan lama bekerja 6-10 tahun yaitu sebanyak 29,6% dan minoritas terdapat pada bidan
dengan lama bekerja >15 tahun yaitu sebanyak 7.5%, jika dilihat dari pelaksanaan perawatan luka perineum mayoritas
bidan yang bekerja dirumah sakit bangkatan PTPN II Binjai dapat melakukan pelaksanaan perawatan luka perineum
dengan baik yaitu sebanyak 66.6% dan minoritas terdapat pada bidan yang kurang baik dalam melaksanakan
perawatan luka perinium adalah 33.4%.
5.1.2 Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum Berdasarkan Usia
Berdasarkan Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa berdasarkan usia mayoritas pengetahuan bidan yang bekerja Di
Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tentang ruptur perineum adalah berpengetahuan yang cukup yaitu sebanayak
48.2%.
Dengan usia bekerja yang sudah matang pengalaman yang didapat juga pasti sudah banyak dan
pengetahuaanya sudah lebih luas jika dibandingkan dengan para bidan yang masih muda yang baru menyelesaikan
pendidikannya(Pujiningsih, 2010).
5.1.2 Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum Berdasarkan Lama Bekerja
Berdasarkan Tabel 4.3 Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan bidan yang bekerja Di
Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tentang ruptur perineum berdasarkan lamanya bekerja adalah berpengetahuan
yang cukup yaitu sebanayak 55.5% dan minoritas terdapat pada bidan yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 18.6%
Pengetahuan seorang bidan juga dapat dinilai dari sudah berapa lama ia bekerja karena dengan lamanya
bekerja seorang bidan pasti sudah banyak mendapatkan kasus yang berbeda-beda selama ia bekerja, semakin lama
maka pengetahuan yang dimilikinya juga akan semakin meningkat.
5.1.3 Pengetahuan Bidan Tentang Rupture Perineum Berdasarkan Pelaksanaan Perawatan Luka Perineum
Berdasarkan Tabel 4.4 Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas pengetahuan bidan yang bekerja Di
Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tentang ruptur perineum berdasarkan pelaksanaan perawatan luka perineum
adalah berpengetahuan yang baik yaitu sebanayak 51.8% dan minoritas terdapat pada bidan yang berpengetahuan
kurang yaitu sebanyak 22.2%.

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan
6.1.1 Mayoritas bidan yang bekerja di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai
jika dilihat dari segi usia memiliki pengetahuan cukup tentang rupture perineum yaitu sebbanyak 48,2% .
6.1.2 Dilihat berdasarkan lama bekerja, para bidan di Rumah sakit Bangkatan
PTPN II Binjai mayoritas memiliki pengetahuan yang cukup yaitu 55,5% tentang rupture perineum karena
kebanyakan bidan yang bekerja di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai sudah bekerja lebih dari 5 tahun.
6.1.3 Berdasarkan pelaksanaan perawatan luka perineum, mayoritas bidan di
Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai memiliki pengetahuan baik yaitu 51,8% itu semua dilihat dari cara para
bidan melakukan perawatan luka perineum.

95
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

6.2. Saran
6.2.1 Pada seluruh bidan yang bekerja di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai
diharapkan agar terus meningkatkan pengetahuannya tentang ruptur perineum agar menjadi lebih baik lagi.
Sehingga dapat mengurangi angka kesakitan ibu dan kemungkinan terjadinya komplikasi akkibat ruptur
perineum.
6.2.2 Pada Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai diharapkan agar terus memberi dukungan kepada para tenaga
kesehatan yang berkerja di Rumah Sakit Bangkatan PTPN II Binjai khususnya bagi para bidan agar tetap
memberikan pelayanan yang terbaik kepada semua pasiennya dan terus meningkatkan pengetahuannya.

DAFTAR PUSTAKA

Sumapraja S. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sofyan M. 2006. Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta: Pengurus Pusat
Ikatan Bidan Indonesia.
Ambarwati, Eny. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika. Anwar. 2011. Ilmu Kandungan.
Jakarta:PT.Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Asri, D. dan Cristine Clervo. 2012. Asuhan Persalinan Normal.
Yogyakarta :
Nuha Medika.
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC.
Fraser, Diane M, dan M.A Cooper. 2009. Myles Buku Ajar Bidan. Edisi 14.
Jakarta: EGC.
Glasier, A. 2006. Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC. Hani, U. 2011. Asuhan Kebidanan Pada
Kehamilan Fisiologis. Jakarta : Salemba
Medika.
Hidayat, A dan Sujiyatini. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta
Nuha Medika.
Mochtar, R. 2012. Sinopsis Obstetri Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi Jilid 1.
Jakarta: EGC.
Sibagariang. 2010. Gizi Reproduksi Wanita. Jakarta : Trans Info Media

96

You might also like