You are on page 1of 7

Mutiara Medika

Vol. 9 No. 2:73-79, Juli 2009

Terapi Kognitif dan Perilaku pada Gangguan Obsesif Kompulsif

Cognitive and Behavior Therapy for Compulsive Obsessive Disorder

Warih Andan Puspitosari


Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstract
The prevalence of Obsessive Compulsive Disorder about 2-3%, mostly happened on
male teenagers. The causes are multifactors including biological, behavior and psychosocial
factor, so the treatment needs farmacotherapy and psychotherapy. The combination of SRI
(Serotonin Reuptake Inhibitor) and Cognitive Behavioral Therapy is the first choice to manage
Obsessive Compulsive disorder.
The aim of this case report is to reporting the treatment of Obsessive Compulsive
disorder by using the combination of SRI and Cognitive Behavioral Therapy.
A patient, male, 18th years old was brought by his mother to the Psychiatry outpatient
department for doing something repeatedly. It was annoyed him and other person. The mental
status examination showed that he always thought repeatedly and did something, so that he
will felt released. His neurological and psysical status were within normal limite.
After he was treated with the combination of SRI and Cognitive Behavioral Therapy
for 5 sessions, he is getting better.

Key words : Obsessive Compulsive disorder, SRI (Serotonin Reuptake Inhibitor), behavioral
cognitive therapy

Abstrak
Prevalensi Gangguan Obsesif Kompulsif berkisar antara 2-3% populasi, pada remaja lebih
banyak terjadi pada laki-laki. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor biologi, perilaku dan
psikososial, sehingga penatalaksanaannya memerlukan farmakoterapi dan psikoterapi. Kombinasi
antara golongan SRI (Serotonin Reuptake Inhibitor) dan terapi kognitif perilaku merupakan pilihan
pertama. Terapi kognitif perilaku memerlukan sedikitnya 12 sesi pertemuan, berdasarkan pengalaman
praktek yang terjadi di Indonesia, sulit dilakukan karena terlalu lama, rumit, dan faktor biaya. Dicoba
modifikasi untuk menyingkat menjadi 5 sesi terapi.
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah melaporkan hasil penatalaksanaan penderita
Gangguan Obsesif Kompulsif dengan menggunakan kombinasi antara golongan SRI (Serotonin
Reuptake Inhibitor) dan terapi kognitif perilaku modifikasi 5 sesi.
Seorang pasien, laki-laki, berusia 18 tahun diantar oleh ibunya ke poliklinik jiwa karena
sering mengulang-ulang suatu perbuatan, yang sudah mengganggu pasien dan orang lain. Pemeriksaan
status mental didapatkan adanya pikiran berulang yang mengganggu dan harus dikerjakan agar
merasa lega. Pada status internus dan status neurologikus belum ditemukan adanya kelainan.
Setelah dilakukan penatalaksanaan dengan menggunakan kombinasi antara golongan SRI
(Serotonin Reuptake Inhibitor) dan terapi kognitif perilaku modifikasi 5 sesi, pasien mengalami
perbaikan gejala klinis.

Kata kunci : Gangguan Obsesif Kompulsif, SRI (Serotonin Reuptake Inhibitor), Terapi Kognitif
Perilaku.

73
Warih Andan Puspitosari, Terapi Kognitif dan Perilaku pada ..............................

Pendahuluan psikoterapi. Dalam menentukan strategi


Prevalensi Gangguan Obsesif penatalaksanan obsesif kompulsif harus
Kompulsif berkisar antara 2-3% populasi, memperhatikan keparahan penyakit, usia
pada remaja lebih banyak terjadi pada laki- dan faktor lainnya meliputi efficacy, speed,
laki. Penyebabnya adalah multifaktorial durability, tolerability dan acceptability.
meliputi faktor biologi, faktor perilaku dan Dengan mempertimbangkan semua faktor
faktor psikososial. Obsesi adalah pikiran, tersebut, kombinasi antara golongan SRI
impuls dan ide yang mengganggu dan (Serotonin Reuptake Inhibitor) dan terapi
berulang yang muncul dengan sendirinya kognitif perilaku merupakan pilihan pertama.
2,7,8,9
dan tidak dapat dikendalikan, sedangkan
kompulsi adalah perilaku atau tindakan Tujuan penulisan laporan kasus ini
mental repetitif dimana seseorang merasa adalah melaporkan hasil penatalaksanaan
didorong untuk melakukannya dengan penderita Gangguan Obsesif Kompulsif
tujuan untuk mengurangi ketegangan yang dengan menggunakan kombinasi antara
dihasilkan pikiran-pikiran obsesif atau untuk golongan SRI (Serotonin Reuptake Inhibitor)
mencegah terjadinya suatu bencana.1 dan terapi kognitif perilaku modifikasi 5 sesi.
Gejala obsesi yang paling banyak
terjadi berkaitan dengan pola gejala Laporan Kasus
kontaminasi, keraguan patologis, pikiran Seorang laki-laki, berusia 18 tahun,
mengganggu dan simetri. Kekhawatiran beragama Islam, suku Minangkabau, pelajar
tersebut sukar dihindari karena terjadi pada SMU di Yogyakarta, diantar oleh ibunya ke
hampir segala aktivitas sehari-hari. 1,2 Gejala poliklinik jiwa karena sering mengulang-
utama yang ditunjukkan adalah adanya ulang suatu perbuatan, yang dinilai oleh
pikiran obsesif dan tindakan kompulsif yang orang tuanya sudah mengganggu diri
bersifat egodistonik.3 Secara klinis aktivitas pasien. Kurang lebih 3 bulan sebelum
kompulsi tidak berhubungan secara realistis datang ke RS, pasien mulai menunjukkan
dengan tujuan yang ada atau jelas perubahan perilaku berupa sering
berlebihan seperti mengupayakan mengulang-ulang perbuatan/aktivitas
kesempurnaan dengan melakukannya sehari-hari seperti wudhu, sholat, cuci
berulang-ulang yang memakan waktu.1,2,4,5 tangan. Pada awalnya, gejala pengulangan
Gangguan obsesif kompulsif hanya ringan (tidak terlalu sering), tetapi
merupakan salah satu gangguan yang akhir-akhir ini makin memberat.
paling sulit ditangani. Walaupun berbagai Pada bulan Romadhon, pasien
macam intervensi dapat mengakibatkan berulang-ulang membuang ludah karena
perbaikan yang signifikan, kecenderungan khawatir jika ada air yang tertelan dan dapat
obsesif kompulsif biasanya tetap ada membatalkan puasanya. Saat mandi
hingga satu titik tertentu, walaupun dalam pasien merasa belum bersih, sehingga
kontrol yang lebih besar dan dengan mengulang-ulang mengguyur tubuhnya.
penampakan yang lebih sedikit dalam gaya Demikian juga pasien cebok dan cuci
hidup pasien.6 Gangguan obsesif kompulsif tangan berulang-ulang karena khawatir
mempunyai perjalanan penyakit yang belum bersih. Pasien mengulang wudhu
bervariasi pada individu. Sebanyak 20%- berkali-kali karena khawatir wudhunya
30% pasien mengalami gejala perbaikan belum sempurna. Saat mengerjakan sholat,
yang bermakna, 40%-50% perbaikan cukup pasien mengulang-ulang takbirotul ihram
dan 20%-40% mengalami gejala yang sampai beberapa kali, sehingga sering
memburuk atau menetap. 2,6 Pendapat lain tertunda untuk memulai sholatnya. Hal
menyatakan bahwa dengan terapi kognitif tersebut dilakukannya, karena ia merasa
perilaku terdapat hasil yang bermakna pada niat sholatnya belum benar/belum mantap.
85% pasien.6 Pasien khawatir sholatnya tidak sah.
Penatalaksanaan pasien obsesif Namun jika pasien sudah berhasil memulai
kompulsif memerlukan farmakoterapi dan sholatnya, maka pasien akan bisa

74
Mutiara Medika
Vol. 9 No. 2:73-79, Juli 2009

meneruskan sholatnya sampai selesai, diselenggarakan di sekolahnya. Olah raga


dengan tidak mengulang lagi dan yang disukainya adalah sepak bola. Ia juga
mengabaikan keraguannya. akrab dengan adik-adiknya dan lebih
Pengulangan kegiatan terebut mandiri. Pasien mengalami mimpi basah
dilakukan setiap hari, pengulangan saat kelas 1 SLTP, dan sudah tertarik
dilakukan karena di dalam pikirannya selalu dengan lawan jenis, tetapi tidak sampai
muncul dorongan untuk berbuat demikian. pacaran. Pasien bila mengerjakan sesuatu
Ia menyadari bahwa pikiran/dorongan ingin dilakukan dengan sebaik-baiknya. Bila
tersebut berasal dari dirinya sendiri, bukan tidak dikerjakan dengan baik (sesuai
karena adanya pikiran lain yang menyisipi standarnya), ia merasa tidak puas. Ia
pikirannya atau karena mendengar suara sangat menyukai kebersihan, juga
yang memerintahnya. Ia berusaha memegang teguh nilai-nilai norma sosial
melawan/mengabaikan pikiran tersebut dan norma agama.
tetapi tidak bisa. Munculnya pengulangan Saat ini pasien tinggal di sebuah
dorongan-dorongan tersebut membuatnya rumah kontrakan di kota Yogyakarta,
tidak tenang/gelisah dan merasa menderita. berdekatan dengan sekolahnya, bersama
Jika tidak dilakukan secara berulang-ulang ibu dan ketiga adiknya. Ayahnya bekerja di
timbul kecemasan / kegelisahan. Jakarta sebagai karyawan rumah makan
Pengulangan akan menimbulkan perasaan milik kakak kandungnya. Sebenarnya ibunya
lega, tetapi bukan rasa senang. Semua ingin agar ayahnya tetap di Yogya,
kegiatan yang dilakukan secara berulang membantu warung makan yang dikelola
tersebut sering menimbulkan dampak/ ibunya. Hal ini sering menimbulkan konflik
mengganggu dirinya dan orang lain. pada kedua orang tuanya. Secara ekonomi
Pasien belum pernah mengalami termasuk kurang.
gangguan seperti ini sebelumnya dan Pemeriksaan status mental
gangguan jiwa lainnya, Tidak didapatkan didapatkan bahwa pasien selalu
riwayat panas dan kejang, trauma kepala menyatakan adanya pikiran berulang yang
yang memerlukan perawatan atau mengganggu dan harus dikerjakan agar
keracunan zat. Juga tidak ada riwayat merasa lega. Pada status internus dan
penyakit medis lainnya. Pasien belum status neurologikus belum ditemukan
pernah merokok, menggunakan alkohol adanya kelainan. Pemeriksaan Psikologik
maupun Napza. Woodworth’s : Eint.Emot : 56 / Psych
Perkembangan masa kanak-kanak Obses : 120 / Schiz Tendenz : 120 /Paran
normal. Norma nilai-nilai benar-salah Tendenz : 40 / Depr Hypoch : 52 / Impuls
dipegangnya cukup kuat. Prestasi Epil : 74 / Instab emos: 104 / Antis Tendenz
akademiknya baik, hampir selalu masuk : 0. Eysenk : N : 17, I : 15, L : 2. HDRS : 6,
peringkat 5 besar. Pasien mempunyai HRSA : 9, Test Psikologis : Kepribadian :
banyak teman dan cukup akrab. Pasien curiga, ragu-ragu, kompulsif, imatur.
rajin mengikuti pengajian yang secara rutin

Diagnosis Multiaksial :
Aksis I : Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif (F. 42.2)
Aksis II : Kecenderungan kepribadian anankastik
Aksis III : belum ada diagnosis
Aksis IV : Masalah keluarga
Aksis V : GAF 90-81 (tertinggi dalam 1 tahun terakhir)
GAF 60-51 (sekarang)

Penatalaksanaan :
1. Farmakoterapi : Fluoxetin dimulai dari dosis 1 x 20 mg (pagi hari)
2. Non Farmakoterapi : Terapi Kognitif Perilaku modifikasi 5 sesi

75
Warih Andan Puspitosari, Terapi Kognitif dan Perilaku pada ..............................

Diskusi Farmako terapi terpilih pada pasien


Riwayat perjalanan penyakit obsesif kompulsif adalah golongan SRI,
ditemukan bahwa dalam kurun waktu 3 yang meliputi klomipramin dan SSRI
bulan pasien sering merasakan adanya (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
pikiran yang berulang kali muncul dan terus yaitu Fluoxetin, Paroxetin, Sertralin,
menerus ada setiap hari, serta perilaku Fluvoxamin. Hal tersebut didasarkan pada
berulang sebagai respon terhadap pikiran hipotesis bahwa disregulasi serotonin
yang selalu muncul tersebut. Ia menyadari terlibat dalam pembentukan gejala obsesi
bahwa pikiran/dorongan tersebut berasal dan kompulsi. 8,8,9
dari dirinya sendiri, ia berusaha melawan/ Jika pasien tidak berespon dengan
mengabaikan pikiran tersebut tetapi tidak dosis rata-rata, para ahli
bisa. Munculnya pengulangan dorongan- merekomendasikan peningkatan secara
dorongan tersebut membuatnya tidak bertahap ke dosis maksimal dalam jangka
tenang/gelisah dan merasa menderita. Bila watu 4-8 minggu dari awal terapi. Jika pasien
ia melakukan kegiatan secara berulang, hanya menunjukkan respon sebagian
timbul perasaan lega (merasa plong), tetapi dengan dosis rata-rata, para ahli
bukan rasa senang. Semua kegiatan yang menganjurkan peningkatan secara
dilakukan secara berulang tersebut bertahap ke dosis maksimal dalam jangka
menimbulkan dampak bagi dirinya. 1,2 watu 5-9 minggu dari awal terapi. Para ahli
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, mempertimbangkan percobaan terapi yang
gejala utama yang ditunjukkan adalah adekuat selama 8-13 minggu sebelum
adanya pikiran obsesif dan tindakan merubah medikasi atau menambahkan
kompulsif yang bersifat egodistonik, agen yang lain. Rekomendasi yang lainnya
sehingga diagnosis adalah gangguan adalah penggantian ke obat SRI yang lain
obsesif kompulsif. Diagnosis aksis I dari jika tidak ada respon setelah pemberian
kasus ini adalah Campuran Tindakan dan dosis maksimal selama 4-6 minggu. Obat
Pikiran Obsesional (F. 42.2).3 lain yang dapat diberikan sebagai lini ke tiga
Riwayat kehidupan pribadi pasien, jika SRI saja kurang berhasil adalah
pasien berusaha dengan keras untuk venlafaxin, MAOI, buspiron, clonazepam,
memegang teguh norma agama dan antipsikotik dan ECT. 7,8,9
norma-norma sosial. Selama ini pasien Terapi kognitif perilaku memiliki
dikenal sebagai anak yang rajin, teliti, rapi efektifitas yang sama dengan farmakoterapi.
dan selalu ingin melakukan sesuatu secara Efek terapetiknya bisa berlangsung lebih
sempurna. Sehingga axis II adalah lama setelah penghentian terapi daripada
Gambaran Kepribadian Anankastik. 3 efek terapetik SSRI setelah terapi
Pada kasus ini diketahui dihentikan. Kombinasi antara terapi kognitif
stressornya adalah masalah keluarga yaitu perilaku dan medikasi golongan SRI
konflik antara ayah dan ibunya terkait (Serotonin Reuptake Inhibitor) merupakan
masalah pemenuhan ekonomi keluarga. pilihan pertama. Walaupun terapi perilaku
Dengan demikian pada aksis IV dapat bisa memiliki efek lama yang terbawa
dimasukkan adanya masalah berkaitan setelah sesi berakhir, SSRI kelihatannya
dengan lingkungan sosial.3 harus diberikan secara tak terbatas pada
Aksis V merupakan skala penilaian pasien obsesif kompulsif. Psikoterapi
global terhadap tingkat fungsional pasien suportif dapat dilakukan untuk
selama periode waktu tertentu. Pada pasien membangkitkan semangat pasien agar
ini selama satu tahun terakhir terdapat dapat beraktifitas dan melakukan
gejala yang minimal, berfungsi baik, cukup penyesuaian sosial. 1,7
puas, tidak lebih dari masalah harian biasa Terapi kognitif perilaku melibatkan
(GAF 70-61), sedangkan pada saat datang kombinasi antara terapi perilaku dan terapi
berobat terdapat gejala sedang dan kognitif. Terapi perilaku pada obsesif
disabilitas sedang (GAF 60-51).3 kompulsif terutama melibatkan paparan

76
Mutiara Medika
Vol. 9 No. 2:73-79, Juli 2009

(Exposure/E) dan pencegahan respon/ritual core beliefs (sesi 8-11) dan penceghan
(Response or Ritual Prevention/RP). relapse (sesi 11-12). Namun berdasarkan
Exposure berdasarkan pada kenyataan pengalaman praktek yang terjadi di
bahwa kecemasan biasanya diturunkan/ Indonesia, jumlah 12 sesi menjadi sangat
dilemahkan setelah paparan dalam waktu sulit untuk dilakukan karena beberapa
yang cukup dengan stimulus yang alasan, yaitu terlalu lama sedangkan klien
menakutkan. Paparan yang berulang mengharapkan hasil yang dapat segera
berhubungan dengan penurunan dirasakan manfaatnya, alasan faktor biaya,
kecemasan, sampai suatu saat setelah terlalu rumit, membosankan karena
paparan yang berulang-ulang pasien tidak kemajuan dan perkembangan terapi
begitu takut lagi kontak/terpapar dengan menjadi sedikit demi sedikit. 11
stimulus tertentu yang mencemaskannya. Salah satu alternatif yang dilakukan
Untuk mendapatkan paparan yang adekuat, untuk mengatasi hal tersebut dilakukan oleh
biasanya perlu untuk membantu pasien seorang terapis di Jakarta dengan
mencegah terjadinya ritual atau perilaku menyingkat menjadi 5 sesi terapi (modifikasi
menghindar, suatu proses yang dinamakan 5 sesi), yaitu : sesi 1 berupa assesmen dan
Response or Ritual Prevention /RP. Terapi diagnosis awal, sesi 2 mencari emosi
kognitif yang ditambahkan pada E/RP, negatif, pikiran otomatis dan keyakinan
ditujukan pada kesalahan estimasi terhadap utama yang berhubungan dengan
suatu bahaya atau perasaan tanggung gangguan, sesi 3 menyusun rencana
jawab personal yang berlebihan. Para ahli intervensi, sesi 4 formulasi status, fokus
mempertimbangkan bahwa E/RP terapi, intervensi tingkah laku lanjutan dan
merupakan psikoterapi perilaku yang sesi 5 pencegahan relapse. 11
optimal bagi pasien obsesif kompulsif , Pada gangguan Obsesif Kompulsif,
sementara terapi kognitif memberikan psikoterapi kognitif akan lebih utama untuk
keuntungan tambahan dengan ditujukan mengurangi gejala. Hal ini disebabkan
langsung kepada pikiran obsesif dan atau karena kompulsi/perilaku yang dialami
dengan meningkatkan kepatuhan terhadap penderita adalah karena pikiran obsesifnya,
E/RP. 7 sehingga jika pikiran obsesifnya dapat
Para ahli merekomendasikan diperbaiki maka akan diikuti dengan
permulaan terapi seminggu sekali, dengan perbaikan gejala kompulsinya.12
sesi individual dan memberikan pekerjaan Keluarga pasien yang mengalami
rumah. Para ahli merekomendasikan 13- gangguan obsesif kompulsif sering
20 sesi sebagai jumlah yang memadai mengalami putus asa dengan perilaku
(alternatif lain sebanyak 7-12 sesi), jika pasien sehingga dalam penatalaksanaan
diperlukan hasil yang lebih cepat atau pasien harus mencakup perhatian terhadap
obsesif kompulsif dewasa yang sangat keluarga melalui dukungan emosi,
parah, dapat dilakukan terapi kognitif penjelasan dan nasehat bagaimana cara
perilaku yang intensif yaitu terapi harian 50 menghadapi pasien.2,13 Anggota keluarga
menit selama 3 minggu. Sebagai terapi lini dapat tanpa disadari berperan dalam
ke dua dapat dilakukan terapi E/RP dua timbulnya gejala maupun dalam
minggu sekali dengan lama jumlah sesi 20- mengurangi gejala. Pada kebanyakan
50 (alternatif lain 3-6 sesi dengan melibatkan kasus, pendidikan pengenalan kondisi
family therapy). 7 pasien dan cara berespon yang sesuai
Terapi kognitif perilaku memerlukan dapat menolong pasien dalam menghadapi
sedikitnya 12 sesi pertemuan, yang secara masalahnya. Sikap yang harus diusahakan
sistematis dan terencana, meliputi : keluarga antara lain mendukung penurunan
assesmen dan diagnosis (sesi 1-2), gejala tetapi tidak mengkritik adanya
pendekatan kognitif (sesi 2-3), formulasi eksaserbasi gejala yang timbul serta
status (sesi 3-5), fokus terapi (sesi 4-10), menyadari bahwa terapi yang sedang
intervensi tingkah laku (sesi 5-7), perubahan dijalani pasien membutuhkan proses yang

77
Warih Andan Puspitosari, Terapi Kognitif dan Perilaku pada ..............................

bertahap. 13 Keluarga hendaknya Gangguan Obsesif Kompulsif hasilnya


memperbaiki ekspresi emosinya. Tiga cukup memuaskan.
ekspresi emosi yang harus dihindari adalah:
hostility, criticism, over involvement. 14 Daftar Pustaka
Pemberian farmakoterapi diawali 1. Sadock B.J. and Sadock V.A.(eds),
dengan Fluoxetin 1 x 20 mg pada minggu 2000, Kaplan and Sadock’s
pertama dan dosis dinaikkan menjadi 1 x Comprehensive Textbook of
th
40 mg pada minggu ke 2 hingga selama Psychiatry, 7 ed, Lippincott Williams
masa follow up. Terapi kognitif perilaku and Wilkins, Philadelphia.
dilakukan dengan modifikasi sebanyak 5 2. Sadock B.J. and Sadock V.A. (eds.),
sesi pertemuan. 12 Pada kunjungan pertama 2003, Kaplan and Sadock’s Synopsis
dilakukan assesmen dan diagnosis awal of Psychiatry, Behavioral Sciences/
serta kesepakatan untuk melakukan terapi Clinical Psychiatry, Williams and
kognitif perilaku sebanyak 5 sesi. Sesi 2 Wilkins, 9th ed, London.
mencari emosi negatif, pikiran otomatis dan 3. Depkes RI, 1993, Pedoman dan
keyakinan utama yang berhubungan Penggolongan Diagnosis Gangguan
dengan gangguan. Pasien selalu merasa Jiwa edisi ke-III, Jakarta.
ragu-ragu bahwa apa yang dilakukannya 4. Aldrich C.K., 1966, An Introduction to
kurang sempurna sehingga akan Dynamic Psychiatry, 1sted, McGraw-
membuatnya selalu muncul pikiran Hill Book Company, New York.
berulang dan diikuti oleh perilaku yang jika 5. Davidson G.C., Neale J. M. dan Kring,
tidak dilakukannya akan membuatnya 2004, Gangguan Ansietas dalam:
cemas. Sesi 3 menyusun rencana Psikologi Abnormal, PT Raja Grafindo
intervensi, pasien bersama keluarga Persada, Jakarta.
membuat berbagai alternative dalam 6. Wright J.H., 2006, Cognitive Behavior
mengatasi masalahnya, ada reward dan Therapy: Basic Priciples and Recent
punishment dalam kegiatan-kegiatan Advances, The Journal of Lifelong
hariannya yang melibatkan keluarga dan Learning in Psychiatry.
teman terdekatnya. Antara lain berusaha 7. March J.S., Frances A., Carpenter D.
untuk tidak tertinggal sholat berjaah and Kahn D.A., 2007, The Expert
sehingga pasien akan berwudhu dan Consensus Guideline Series:
takbiratul ikhrom dengan dibatasi waktu. Treatment of Obsessive-Compulsive
Makan pagi bersama sehingga akan Disorder, ocd guide line.htm.
mempersiapkan diri dengan dibatasi waktu. 8. Heyman I., Cois D. M. dan Fineberg N
Pasien bisa mengurangi pengulangan- A., 2006, Obsessive Compulsive
pengulangan perbuatannya dengan Disorder, British Medical Journal.
dukungan keluarga dan teman dekatnya. 9. Stahl S.M., 2000, Essential
Sesi 4 melakukan formulasi alternative dan Psychopharmacology : Neuroscientific
intervensi tingkah laku lanjutan. Pasien Basis and Practical Applications, 2nd ed,
meneruskan pencapaian hasil yang telah Cambridge University Press,
dicapainya setelah sesi 3, dan pasien makin Cambridge.
bisa mengurangi pengulangannya dengan 10. Stahl S.M., 2005, Essential
jumlah yang mendekati normal serta Psychopharmacology : The
terhindar dari kecemasan. Sesi 5 fokus Prescriber’s Guide, 1st ed, Cambridge
pada pencegahan relapse. University Press, Cambridge.
11. Oemarjoedi A.K., 2003, Pendekatan
Kesimpulan Cognitive Behavior Dalam Psikoterapi,
Pemberian farmakoterapi dimulai Creative Media, Jakarta.
dengan dosis 1x20 kemudian dinaikkan 12. Soewadi, 2008, Psikoterapi dalam
menjadi 1x40 mg pada minggu ke-2, Kuliah Pakar, Bagian Ilmu Kedokteran
bersama-sama terapi kognitif perilaku yang Jiwa FK UGM/RS Dr. Sardjito
dimodifikasi menjadi 5 sesi pada penderita Yogyakarta

78
Mutiara Medika
Vol. 9 No. 2:73-79, Juli 2009

13. Hewlett W.A., 2000, Obsessive 14. Soewadi, 2008, Terapi Keluarga dalam
Compulsive Disorder, dalam: Current Kuliah Pakar, Bagian Ilmu Kedokteran
Diagnosis and Treatment in Psychiatry, Jiwa FK UGM/RS Dr. Sardjito
Lange Medical Book, The McGraw-Hill Yogyakarta
Companies, Singapore.

79

You might also like