You are on page 1of 63

HUBUNGAN KEPATUHAN PELAKSANAAN EARLY WARNING

SYSTEM (EWS) OLEH PERAWAT TERHADAP KESELAMATAN


PASIEN DIRUANG RAWAT INAP INSTALASI PELAYANAN UTAMA

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:
RIRIN WIDAYANTI
NIM: 185070209111077

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

HUBUNGAN KEPATUHAN PELAKSANAAN EARLY WARNING


SYSTEM (EWS) OLEH PERAWAT TERHADAP
KESELAMATAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP INSTALASI
PELAYANAN UTAMA

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :
Ririn Widayanti
NIM 185070209111077

Telah diuji pada


Hari :
Tanggal :
Dan dinyatakan lulus oleh:

Penguji-I

(Nama)

NIP.

Pembimbing-I/Penguji-II, Pembimbing-II/Penguji-III

(Nama) (Nama)

NIP. NIP.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Keperawatan,

(Nama)

NIP.

ii
KATA PENGANTAR

isi

iii
ABSTRAK

iv
ABSTRACT

Suki, Hendrimina M.H. 2018. Correlation between Nurse Burnout Syndrome


and Patient Safety Climate toward Class II and III Inpatient Installation
dr.Soepraoen Hospital, Malang. Final Assignment, Nursing Program,
Faculty of Medicine, Brawijaya University. Advisors : (1) Dr. Ahsan,
S.Kp.,M.Kes. (2) Ns. Evi Harwiati Ningrum, S.Kep.,MHSM.

The increase of burnout syndrome prevalence among nurses is a potential


threat to patient safety. The patient safety climate represents a safety culture that
can be measured at once time affects behavior related to patient safety. The aims
of this study is to analyze the correlation between nurse burnout syndrome and
patient safety climate toward Class II and III Inpatient Installation dr. Soepraoen
Hospital, Malang. The correlative analytic design with cross sectional approach
was carried out on 23-28 November 2018. The sample was selected with a total
sampling technique of 99 nurses. The instrument used is the Maslach Burnout
Inventory (MBI) and Safety Attitudes Quetionaire (SAQ). The Spearman Rank
correlation test results in a negative correlation between emotional exhaustion and
teamwork climate (p=0,000; r=-0,445), a negative correlation with moderate
strength between emotional exhaustion and safety climate (p= 0,000; r=-0,449), a
negative correlation with moderate strength between depersonalization and
teamwork climate (p=0,000; r=-0,423), negative correlation with weak strength
between Depersonalization and safety climate (p =0,004; r=-0,286), negative
correlation with weak strength between personal accomplishment and teamwork
climate (p=0.002; r=-0.311), and a negative correlation with weak strengths
between personal accomplishment and safety climate (p=0.011; r=-0.255). The
conclusion of this study is a negative correlation between nurse burnout syndrome
and patient safety climate. It is recommends that the importance of early detection
nurses burnout syndrome regularly and the implementation of stress management
training for nurses in order to improve coping mechanisms for work-related stress.

Keywords : Burnout Syndrome, Patient Safety Climate, Nurse

v
DAFTAR ISI

vi
DAFTAR GAMBAR

vii
DAFTAR TABEL

viii
DAFTAR LAMPIRAN

ix
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN

x
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam system kesehatan nasional Indonesia, Rumah sakit

memegang peranan penting sebagai institusi pemberi layanan kuratif bagi

masyarakat Indonesia (Permenkes, 2018). Seperti pada umumnya

pelayanan kesehatan rumah sakit memiliki hasil luaran yang diharapkan

antara lain: angka kematian, tingkat readmisi pasien, keselamatan pasien,

kepuasan pasien, perawatan yang efektif, ketepatan waktu perawatan, dan

ketepatan penggunaan teknologi imaging (U.S. Government, 2016). Dari Commented [E1]: Baca disini
https://www.medicare.gov/hospitalcompare/Data/Measure-
groups.html
hasil luaran tersebut hal paling penting adalah angka kematian dan

keselamatan pasien (Sumarni, 2017). Untuk mendapatakan hasil luaran

yang maksimal dan sesuai harapan terdapat beberapa tindakan yang dapat
Commented [E2]: Baca A multi-professional full-scale
simulation course in the recognition and management of
menyelamatkan pasien yaitu code blue dan transfer ICU. Maka dari itu deteriorating hospital patients.
Fuhrmann L, Østergaard D, Lippert A, Perner A
Resuscitation. 2009 Jun; 80(6):669-73.
rumah sakit selalu berupaya untuk mencapai hasil luaran yang terbaik
A prospective controlled trial of the effect of a multi-faceted
intervention on early recognition and intervention in
sebagai wujud pelayanan kesehatan yang berkualitas deteriorating hospital patients.
Mitchell IA, McKay H, Van Leuvan C, Berry R, McCutcheon C,
Avard B, Slater N, Neeman T, Lamberth P
Upaya pihak manajemen rumah sakit dalam meningkatkan hasil luaran Resuscitation. 2010 Jun; 81(6):658-66.
[PubMed] [Ref list]

pasien yang terbaik adalah dengan mengenali merespon dan menangani Commented [E3]: Baca
A multi-professional full-scale simulation course in the
perburukan kondisi pasien secara dini untuk mencegah henti jantung recognition and management of deteriorating hospital
patients.
Fuhrmann L, Østergaard D, Lippert A, Perner A
maupun kematian yang tidak diantisipasi (Fuhrmann et al., 2009). Namun Resuscitation. 2009 Jun; 80(6):669-73.

A prospective controlled trial of the effect of a multi-faceted


upaya manajemen ini tidak akan berhasil jika waktu pelaksanaannya tidak intervention on early recognition and intervention in
deteriorating hospital patients.
Mitchell IA, McKay H, Van Leuvan C, Berry R, McCutcheon C,
tepat (Mitchell et al., 2010). Perburukan kondisi fisik dan tanda-tanda vital Avard B, Slater N, Neeman T, Lamberth P
Resuscitation. 2010 Jun; 81(6):658-66.
pasien biasanya menyebabkan kejadian katastropik. Hal ini membutuhkan

2
3

perhatian khusus agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan bahkan

sampai angka kematian, penanganan yang tepat dan cepat harus dimiliki

oleh setiap perawat.

Pada tahun 2004 Institute for Healthcare Improvement melaksanakan

kampanye memperkenalkan tim respon cepat untuk menurunkan angka

kejadian henti jantung (Prado et al., 2009). Sistem respon cepat ini diaktifkan Commented [E4]: Baca
http://www.ihi.org/Topics/RapidResponseTeams/Pages/defaul
t.aspx
bila ada perubahan tanda-tanda vital secara ekstrem dan perubahan tingkat
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4387337/
kesadaran pasien. Sistem ini dinilai efektif karena respon cepat dapat

mencegah kegagalan mekanisme kompensasi akibat perburukan kondisi

pasien (Schein et al., 1990), sehingga respon cepat lebih reaktif daripada Commented [E5]: Clinical antecedents to in-hospital
cardiopulmonary arrest.
Schein RM, Hazday N, Pena M, Ruben BH, Sprung CL
tindakan klinis lain. Tim respon cepat ini dinamakan dengan tim code blue. Chest. 1990 Dec; 98(6):1388-92.
[PubMed] [Ref list]
https://pdfs.semanticscholar.org/f3c9/259be3739428ffdef45f2
61ae31292fce0d4.pdf
Pada tahun 1997, Early Warning System diperkenalkan oleh Morgan,
Commented [E6]: Baca 8.
Morgan RJM, Williams F, Wright MM. An early warning
Williams, and Wright (Morgan and Wright, 2007). Early warning system scoring system for detecting developing critical illness. Clin
Intens Care. 1997;8:100.
merupakan suatu proses sistematis untuk mengevaluasi dan mendeteksi

dini kondisi abnormal pasien dengan mangukur lima parameter fisiologis

pasien (heart rate, respiratory rate, tekanan dara sistolik, temperature, dan

tingkat kesadaran) (Kristiani, Kusnanto and Probandari, 2016). EWS dapat

memprediksi kondisi lanjut pasien dan sebagai penelusur dan pemancing

system yang mengenali tanda perburukan secara dini (Morgan and Wright,

2007). Skoring EWS disertai dengan algoritme tindakan berdasarkan hasil Commented [E7]: Baca 8.
Morgan RJM, Williams F, Wright MM. An early warning
scoring system for detecting developing critical illness. Clin
skoring dari pengkajian pasien (Kartika, 2013). Early warning system secara Intens Care. 1997;8:100.

langsung berperan serta dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien

rumah sakit (Antanius Ardijanto Maatita, 2010). Penerapan Early warning

system (EWS) membuat perawat mampu mengidentifikasi secara dini

perburukan kondisi pasien sehingga perawat dapat melaksanakan tindakan


4

yang perlu untuk menyelamatkan pasien. Sehingga semakin baik

pelaksanaan EWS, maka tingkat keselamatan pasien semakin tinggi.

Sebuah review sistematis yang dilakukan oleh Department of Veterans

Affairs Health Services Research & Development Service (2014)

mengemukakan bahwa ada 6 studi yang menyatakan bahwa tingkat

kematian menurun setelah penerapan EWS (Smith et al., 2014), hal tersebut

membuktikan bahwa memang diperlukannya sebuah sistem untuk

memonitoring perburukan kondisi pasien secara dini. Sosialisasi bahkan

sampai pelatihan khusus untuk EWS benar-benar harus dimiliki oleh setiap

perawat, untuk menekan angka penurunan kondisi pasien bahkan sampai

kematian.

Beberapa rumah sakit di Indonesia telah menerapkan EWS untuk

mencegah terjadinya penurunan kondisi pasien dan kematian mendadak

pasien. Penerapan EWS di RS Indonesia sudah dilakukan pada setiap ruang

Intensive care. Penerapan EWS dengan menggunakan lima parameter

merupakan standar EWS. Namun dari 5 parameter masih di anggap kurang

dalam melaksanakan EWS. Hal itu dikarenakan kurang konsistennya dalam

penilaian di masing-masing rumah sakit (Winarno, 2018)

Setiap rumah sakit telah memiliki SOP EWS yang harus dipatuhi

dengan tujuan untuk meningkatkan hasil luaran pelayanan rumah sakit.

Namun keberadaan SOP EWS di rumah sakit tidak cukup menjamin

pelaksanaan EWS dengan baik. Pelaksanaan EWS secara kasat mata

memang masih belum optimal, karena masih banyaknya kejadian

penurunan kondisi pasien di rumah sakit di Indonesia. Tingkat kepatuhan Commented [E8]: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles
/PMC4387337/
5

dan keakuratan pelaksanaan perawat dalam melaksanakan EWS hanya

sebesar 53% dan 2,2%. Kepatuhan perawat sebagai tenaga dengan jumlah

dan tugas paling banyak di rumah sakit,(R. Kemenkes, 2017) dalam

menjalankan EWS sangat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan EWS.

Selain itu, keberhasilan pelaksanaan prosedur EWS ini juga

bergantung dari tingkat pengetahuan perawat terhadap prosedur EWS

(Liswati, 2016). Di rumah sakit Dr. Saiful Anwar Malang, frekuensi penerapan

EWS yang paling tinggi di ruang intensif menyebabkan 1% perawat di

ruangan tersebut mendapatkan pelatihan khusus (Data paviliun, 2019).

Sedangkan perawat di ruang rawat inap instalasi pelayanan utama yang

mengikuti sosialisasi EWS ada 1 dokter dari 7 dokter dan 10 perawat dari

121 perawat (Data Tenaga Perawat, 2019). Sehingga perawat yang tidak

bekerja di daerah pelayanan kritis/intensif tidak mempunyai pengetahuan

dan pelatihan yang cukup untuk melakukan EWS secara optimal (Lumenta,

2016). Studi pendahuluan tentang pelaksanaan EWS di paviliun,

menunjukkan kurang patuhnya perawat dalam melaksanakan EWS. Hal ini

terlihat dari kinerja perawat yang masih lalai dalam penanganan pasien.

Perawat tidak melakukan EWS sesuai dengan prosedur, sehingga pasien

mengalamai penurunan kondisi. Kurang optimalnya pelaksanaan EWS

dapat menjadi peringatan awal bahwa potensi menurunnya kondisi pasien

bahkan angka kematian yang tidak diantisipasi di rumah sakit ini tinggi

karena kegagalan penanganan awal perburukan kondisi pasien.

Kejadian keselamatan pasien di ruang paviliun yang terjadi dalam

waktu terakhir ini adalah pasien dengan memanggil code blue dan
6

meninggal sebanyak 6 orang, pindah ICU sebanyak 5 orang dan tidak pindah

ICU sebanyak 4 orang (Rekam Medik Pavilun, 2019).

Berdasarkan data pada ruang rawat inap instalasi pelayanan utama,

kasus penurunan kondisi pasien yang terjadi pada bulan september sampai

dengan maret terdapat 68 pasien yang pindah ke ruang intensive care

(Rekam Medik, 2019). Dari jumlah pasien tersebut, pasien yang mengalami

penurunan kondisi dan memanggil code blue sebanyak 21 pasien. Dari

jumlah tersebut pasien dengan memanggil code blue yang meninggal

sejumlah 10 pasien, pindah ke ICU sebanyak 7 pasien dan yang tidak pindah

ICU sebanyak 4 pasien. Sedangkan pasien yang mengalami penurunan

kondisi namun tidak memanggil code blue dengan instruksi dokter sebanyak

47 pasien. (Rekam Medik, 2019).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Hubungan Kepatuhan Pelaksanaan Early Warning

System (EWS) Oleh Perawat Terhadap Kejadian Keselamatan Pasien Di

Ruang Rawat Inap Instalasi Pelayanan Utama RSU Dr. SAIFUL ANWAR”

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara kepatuhan pelaksanaan early warning

system (EWS) oleh perawat terhadap kejadian keselamatan pasien di ruang

rawat inap instalasi pelayanan utama


7

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kepatuhan pelaksanaan early warning

system (EWS) oleh perawat terhadap kejadian keselamatan pasien

di ruang rawat inap instalasi pelayanan utama

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kepatuhan pelaksanaan early warning

system (EWS) oleh perawat di ruang rawat inap instalasi

pelayanan utama

2. Mengidentifikasi kejadian keselamatan pasien (perubahan

kondisi pasien) di ruang rawat inap instalasi pelayanan

utama

3. Menganalisis hubungan kepatuhan pelaksanaan early

warning system (EWS) oleh perawat dengan kejadian

keselamatan pasien di ruang rawat inap isntalasi pelayanan

utama

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan

tambahan tentang materi kepatuhan perawat pada pelaksanaan

early warning system (EWS) terhadap keselamatan pasien.

Sebagai referensi berikutnya untuk peneliti selanjutnya


8

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Memperoleh pengalaman serta ilmu dalam melaksanakan

asuhan keperawatan selama perkuliahan, khususnya dalam

materi keperawatan yaitu Early Warning System.

2. Bagi Instansi Terkait

Sebagai masukan dan acuan bagi perawat yang bertugas di

ruang rawat inap instalasi pelayanan utama RSUD Dr. Saiful

Anwar Malang, agar melakukan asuhan keperawatan sesuai

prosedur dan peraturan yang sudah ditetapkan.

3. Bagi Responden

Diharapkan dapat digunakan sebagai edukasi dan

pengetahuan bagi seluruh tenaga kesehatan. Digunakan

sebagai kajian dan monitoring dalam setiap tindakan, dengan

tetap memperhatikan aturan-aturan yang ada. Diharapkan

sebagai acuan perawat dalam mengutamakan keselamatan

pasien dari tindakan-tindakan yang dilakukan


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepatuhan Perawat

2.1.1 Pengertian

Istilah kepatuhan (compliance) menurut Pranoto (2007)

dalam (Putri, 2016) adalah sikap suka, menurut perintah, taat pada

perintah. Secara sederhana kepatuhan adalah perilaku sesuai

aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh,

yang berarti disiplin dan taat. Patuh adalah suka menurut perintah,

taat pada perintah atau aturan (Slamet, 2007). Kepatuhan adalah

perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan dokter dan

perawat adalah sejauh mana perilaku seorang perawat atau dokter

sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat

ataupun pihak rumah sakit (Niven & Neil, 2002).

Kepatuhan terhadap kewaspadaan mengandung arti bahwa

seseorang tenaga kesehatan memiliki kesadaran untuk memahami

dan menggunakan peraturan kesehatan yang berlaku,

mempertahankan tertib terhadap pelayanan kesehatan dan

menegakkan kepastian kewaspadaan standar. Adapun ciri-ciri

seseorang yang berperilaku sesuai dengan aturan kepatuhan yang

berlaku dapat dilihat dari perilaku yang diperbuatnya, disenangi oleh

masyarakat pada umumnya, tidak menimbulkan kerugian bagi diri

sendiri dan orang lain, tidak menyinggung perasaan orang lain,

9
10

menciptakan keselarasan, mencerminkan sikap sadar dan patuh

dan mencerminkan kepatuhan terhadap standar kesehatan.

Perilaku patuh mencerminkan sikap patuh terhadap standar

kewaspadaan yang harus ditampilkan dalam kehidupan sehari baik

di lingkungan keluarga, masyarakat, terutama pada lingkungan

pelayanan kesehatan bangsa (Kemenkes, 2013).

Kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap

aturan, perintah, prosedur dan disiplin.Kepatuhan perawat adalah

perilaku perawat sebagai seorang yang profesional terhadap suatu

anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati

(Lestari, 2010). Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat

sebagai seorang yang profesional terhadap suatu anjuran, prosedur

atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Widarti, 2014)

2.1.2 Faktor-Faktor Kepatuhan

1. Faktor Internal

a. Karakteristik Perawat

Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang

dimiliki seseorang yang pekerjaannya merawat klien sehat

maupun sakit (Cahyono, 2015). Karakteristik perawat

meliputi variabel demografi yaitu umur, jenis kelamin, ras,

suku bangsa dan tingkat pendidikan (Smet, 2012).

Tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh faktor individu

meliputi jenis kelamin, jenis pekerjaan, profesi, lama kerja

dan tingkat pendidikan, serta faktor psikologis meliputi


11

sikap, ketegangan dalam suasana kerja, rasa takut dan

persepsi terhadap risiko (Putri, 2010).

b. Kemampuan

Kemampuan adalah bakat seseorang untuk

melakukan tugas fisik atau mental. Kemampuan seseorang

pada umumnya stabil. Kemampuan merupakan faktor yang

dapat membedakan karyawan yang berkinerja tinggi dan

yang berkinerja rendah. Kemampuan individu

mempengaruhi karakteristik pekerjaan, perilaku, tanggung

jawab, pendidikan, dan memiliki hubungan secara nyata

terhdap kinerja pekerjaan (Ivancenvich, 2007).

Manajer harus berusaha menyesuaikan kemampuan

dan keterampilan seseorang dengan kebutuhan pekerjaan.

Proses penyesuaian ini penting karena tidak ada

kepemimpinan, motivasi, atau sumber daya organisasi

yang dapat mengatasi kekurangan kemampuan dan

keterampilan, meskipun beberapa keterampilan dapat

diperbaiki melalui latihan atau pelatihan (Ivancenvich,

2007).

Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk

mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan yang

meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

Kemampuan intelektual mempunyai peran yang besar

dalam pekerjaan yang rumit, sedangkan kemampuan fisik

mempunyai peranan penting untuk melakukan tugas yang


12

menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan

(Suryoputri, 2011).

c. Motivasi

Motivasi adalah konsep yang menggambarkan kondisi

interistik yang merangsang perilaku tertentu, dan respon

instrinsik yang menampakkan perilaku manusia. Respon

instrinsik ditopang oleh sumber energi, yang disebut motif

yang dapat diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau

dorongan. Motivasi diukur dengan perilaku yang dapat

diobservasi dan dicatat (Julianto, 2014).

Motivasi dapat mempengaruhi seseorang untuk

melaksanakan suatu pekerjaan yang menjadi tugas dan

tanggung jawabnya. Motivasi adalah daya penggerak

didalam diri orang untuk melakukan aktivitas tertentu demi

mencapai suatu tujuan tertentu (Uno, 2014).

Motivasi adalah rangsangan, dorongan, dan ataupun

pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau

sekelompok masyarakat yang mau berbuat dan bekerja

sama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah

direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(Suryoputri, 2011).

Maslow menyatakan bahwa motivasi didasarkan pada

teori holistik dinamis yang berdasarkan tingkat kebutuhan

manusia. Individiu akan lebih puas bila kebutuhan fisiologis

telah terpenuhi dan apabila kebutuhan tercapai maka


13

indiviidu tersebut tidak perlu di motivasi. Tingkat kebutuhan

yang paling mempengaruhi motivasi adalah tingkat

kebutuhan aktualisasi diri. Altualisasi diri merupakan upaya

individu tersebut untuk menjadi seseorang yang

seharusnya (Ivancenvich, 2007).

Motivasi dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi

instrinsik yang timbulnya suatu proses yang ada dalam diri

individu sendiri, dan motivasi ekstrinsik timbulnya karena

adanya rangsangan dari luar individu. Fungsi dari motivasi

dalam hubungannya dengan perilaku adalah sebagai

penggerak untuk mendorong manusia bertindak menuju

kearah perwujudan suatu tujuan (Uno, 2014).

Karakteristik umum dari motivasi adalah tingkah laku

yang bermotivasi digerakkan dimana pendorongnya

kebutuhan dasar, memberi arah, menimbulkan intensitas

bertindak, efektif, dan merupakan kunci untuk pemuas

kebutuhan (Uno, 2014).

Untuk meningkatkan motivasi seseorang ada dua

metode, yaitu metode langsung dengan pemberian materi

atau non materi secara langsung untuk memenuhi

kebutuhan misalnya memberikan bonus atau hadiah, dan

metode tidak langsung berupa fasilitas atau saran dalam

upaya meningkatkan motivasi (Notoatmodjo, 2003)


14

d. Persepsi

Persepsi setiap orang khususnya perawat tentang

pelaksanaan Early Warning System akan diterima,

dimaknai, dan diingat secara selektif sehingga kepatuhan

perawat dalam pelaksanaan akan berbeda (Suryoputri,

2011).

e. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap

objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,

pengecap, peraba) (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan orang terhadap objek mempunyai

intensitas atau tingkat yang berbeda-beda yang dapat

dibagi kedalam enam tingkat pengetahuan yaitu:

1) Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat

kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Ukuran bahwa seseorang itu tahu adalah menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

2) Memahami artinya kemampuan untuk menjelaskan dan

menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang

diketahui dengan memberikan contoh dan

menyimpulkan.

3) Penerapan yaitu kemampuan untuk menggunakan atau

mengaplikasikan materi yang telah dipelajari pada

situasi dan kondisi nyata.


15

4) Analisis artinya adalah kemampuan untuk menguraikan

objek kedalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih

didalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait

satu sama lain.

5) Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan

kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau

angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari responden (Notoatmodjo, 2007)

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pengetahuan, meliputi:

1) Tingkat pendidikan

2) Pengalaman

3) Sumber Informasi

4) Lingkungan

5) Sosial Ekonomi, (Notoatmodjo, 2003)

6) Umur

Pengetahuan dibagi menjadi tiga yaitu pengetahuan

baik (sskor 76-100%), pengetahuan cukup (Skor 56-75%),

pengetahuan kurang (skor 0-55%) (Notoatmodjo, 2003).


16

f. Sikap

Sikap merupakan penentu dari perilkau karena

keduanya berhubungan dengan persepsi, kepribadian,

perasaan dan motivasi. Sikap merupakan keadaan mental

yang dipelajari dan diorganisasikan melalui pengalaman,

menghasilkan pengaruh spesifik pada respon seseorang

terhadap orang lain, objek, situasi yang berhubungan.

Sikap menentukan pandangan awal seseorang terhadap

pekerjaan dan tingkat kesesuaian antara individu dan

organisasi (Ivancenvich, 2007)

Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intesitas yang

terdiri dari menerima, menanggapi, menghargai,

bertanggung jawab. Sikap juga dapat dibentuk melalui

pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap

penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga

pendidikan dan agama, dan faktor emosional

(Notoatmodjo, 2007).

2. Faktor Ekternal

a. Karakteristik Organisasi

Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi

ditentukan oleh filisofi dari manajer organisasi tersebut.

Keadaan organisasi dan struktur organisasi akan

memotivasi atau gagal memotivasi perawat profesional

untuk berpartisipasi pada tingkatan yang konsisten sesuai

dengan tujuan (Julianto, 2014). Karakteristik organisasi


17

meliputi komitmen organisasi dan hubungan antara teman

sekerja dan supervisor yang akan berpengaruh terhadap

kepuasan kerja dan perilaku individu (Subyantoro, 2009).

b. Beban Kerja

Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah

kegiatan yang harus di selesaikan oleh suatu unit

organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu

tertentu. Pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu

teknik untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan

efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang

jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan

menggunakan teknik analisa jabatan, teknik analisis beban

kerja atau teknik manajemen lainnya (Martini, 2007).

c. Karakteristik Kelompok

Kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari dua

orang atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan

pemikiran serta integritas antar anggota yang kuat.

Karakteristik kelompok adalah adanya interaksi, adanya

struktur, kebersamaan, adanya tujuan, ada suasana

kelompok, dan adanya dinamika interdependensi

(Suryoputri, 2011).

Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran

pembentukan, pemeliharaan kelompok, dan peran individu.

Anggota melaksanakan hal ini melalui hubungan

interpersonal. Tekanan dari kelompok sangat


18

mempengaruhi hubungan interpersonal dan tingkat

kepatuhan individu karena individu terpaksa mengalah dan

mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun

sebenarnya individu tersebut tidak menyetujui (Suryoputri,

2011).

d. Karakteristik Lingkungan

Apabila perawat harus bekerja dalam lingkungan yang

terbatas dan berinteraksi secara konstan dengan staf lain,

pengunjung, dan tenaga kesehatan lain. Kondisi seperti ini

yang dapat menurunkan motivasi perawat terhadap

pekerjaannya, dapat menyebabkan stress, dan

menimbulkan kepenatan (Julianto, 2014).

e. Pola Komunikasi

Pola berkomunikasi dengan profesi lain yang

dilakukan oleh perawat akan mempengaruhi tingkat

kepatuhannya dalam melaksanakan tindakan. Aspek dalam

komunikasi ini adalah ketidakpuasan terhadap hubungan

emosional, ketidakpuasan terhadap pendelegasian

maupun kolaborasi yang diberikan (Suryoputri, 2011).

f. Keyakinan

Keyakinan tentang kesehatan atau perawatan dalam

sistem pelayanan kesehatan mempengaruhi kepatuhan

perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya (Smet,

2012).
19

g. Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian,

penghargaan, maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang

diterima individu dari orang lain ataupun kelompok

(Sarafino, 2008). Bentuk dukungan sosial ada lima yaitu:

1) Dukungan emosi

2) Dukungan penghargaan

3) Dukungan instrumen

4) Dukungan informasi

5) Dukungan kelompok

2.1.3 Kriteria Kepatuhan Perawat

Menurut Depkes RI (2004) kriteria kepatuhan dibagi menjadi

tiga yaitu:

1. Patuh adalah suatu tindakan yang taat baik terhadap perintah

ataupun aturan dan semua aturan maupun perintah tersebut

dilakukan dan semua benar

2. Kurang patuh adalah suatu tindakan yang melaksanakan

perintah dan aturan hanya sebagian dari yang ditetapkan dan

dengan sepenuhya namun tidak semuanya

3. Tidak patuh adalah suatu tindakan mengabaikan atau tidak

melaksanakan perintah atau aturan sama sekali

Untuk mendapatkan nilai kepatuhan yang lebih akurat atau

terukur maka perlu ditentukan angka atau nilai dari tingkat

kepatuhan tersebut, sehingga bisa dibuatkan ranking tingkat


20

kepatuhan seseorang. Tingkat kepatuhan dapat dibedakan menjadi

tiga tingkatan (Yayasan Spiritia, 2006), yaitu:

1. Patuh : 75%-100%

2. Kurang patuh : 50%-<75%

3. Tidak patuh : <50%

2.2 Early Warning System (EWS)

2.2.1 Pengertian

Early warning system adalah sistem peringatan dini yang

dapat diartikan sebagai rangkaian sistem komunikasi informasi

yang dimulai dari deteksi awal, dan pengambilan keputusan

selanjutnya dengan menggunakan scoring. Early warning system

merupakan system scoring fisiologis yang umumnya digunakan di

unit medikal bedah sebelum pasien mengalami kondisi kegawatan.

Skoring EWS disertai dengan algoritme tindakan berdasarkan hasil

skoring dari pengkajian pasien. Early warning system secara

langsung berperan serta dalam peningkatan mutu dan keselamatan

pasien rumah sakit (Baihaqi, 2009).

2.2.2 Early Warning Score System (EWSS)

Format penilaian Early Warning System (EWS) dilakukan

berdasarkan pengamatan status fisiologi pasien. Pengamatan ini

merupakan pengamatan yang bisa dilakukan oleh perawat, dokter

ataupun tenaga terlatih lainnya. Parameter yang dinilai dalam Early

Warning System (EWS) mencakup 7 parameter yaitu:


21

1. Tingkat kesadaran

2. Respirasi/pernapasan

3. Saturasi oksigen

4. Oksigen tambahan

5. Suhu

6. Denyut nadi

7. Tekanan darah sistolik

2.2.3 Prosedur Early Warning System (EWS)

1. Perawat mengisikan identitas pasien, tanggal dan jam

observasi

2. Perawat melakukan hand hygiene

3. Perawat mengucapkan salam kepada pasien

4. Perawat menjelaskan bahwa akan dilakukan pengukuran

keadaan umum pasien

5. Perawat menilai tingkat kesadaran pasien

6. Perawat mengukur tekanan darah pasien

7. Perawat menghitung frekuensi nadi pasien dan mengisikan nilai

score sesuai dengan nilai nadi

8. Perawat menghitung frekuensi nafas pasien dan mengisikan

nilai score sesuai warna nilai nafas

9. Perawat mengukur suhu pasien dan mengisikan nilai score

sesuai dengan warna nilai suhu

10. Perawat menambahkan nilai 2 bila pasien mendapatkan terapi

oksigen
22

11. Perawat menjumlahkan nilai yang didapat dan mengisikan di

kolom jumlah score 12

12. Perawat melakukan pengkajian nyeri dan mengisikannya di

score nyeri

13. Perawat mengisikan intake pasien

14. Perawat mengisikan output urine pasien

15. Pasien mengisikan frekuensi observasi sesuai dengan zona

warna yang didapat dari total score EWS

16. Perawat mengisikan renccana tindak lanjut sesuai dengan zona

yang didapat dari total score EWS

17. Perawat pelaksana menginformasikan kepada ketua tim untuk

melakukan assesmen selanjutnya dan membuat keputusan

apakah akan meningkatkan frekuensi observasi atau monitoring

atau perbaikan asuhan yang dibutuhkan oleh pasien.


23

2.2.4 Form EWS

Gambar 2.1 Form Early Warning System

2.3 Keselamatan Pasien

2.3.1 Pengertian

Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah ada atau tidak

adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan


24

(Kemenkes, 2017). Di dalam keselamatan pasien tersebut terdapat

proses yang diharapkan dapat mencegah terjadinya cidera akibat

dari tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya

(Depkes R.I, 2008).

2.3.2 Standart Keselamatan Pasien

Berdasarkan “Panduan Nasional Keselamatan Pasien

Rumah Sakit (Patient Safety) Departemen Kesehatan R.I 2006”,

Standar keselamatan pasien terdiri dari tujuh standar yaitu :

1. Hak pasien

2. Mendidik pasien dan keluarga

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

4. Pengunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai

keselamatan pasien

2.3.3 Tujuan Keselamatan Pasien

Tujuan Keselamatan Pasien menurut Departemen Kesehatan

R.I (2006) adalah :

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

2. Meningkatkan akuntanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan

masyarakat

3. Menurunkan kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit


25

4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak

terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan

2.3.4 Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien menurut Peraturan Menteri

Kesehatan R.I (2011) adalah :

1. Ketepatan identifikasi pasien (identifikasi sebelum pemberian

atau pengambilan darah, konsumsi obat, penggunaan gelang

identitas pasien dan tindakan lainnya).

2. Peningkatan komunikasi efektif

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi

5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

6. Pengurangan pasien risiko jatuh

2.3.5 Penurunan Kondisi Pasien

Perubahan kondisi pasien merupakan suatu reaksi dari

pasien yang mengalami kenaikan bahkan mengalami penurunan.

Macam-macam penurunan kondisi pasien yaitu :

1. Sadar

Sadar adalah keadaan dimana seseorang akan ingat pada

dirinya, ingat kembali (dari pingsannya), siuman, bangun (dari

tidur), tau dan mengerti (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2019).


26

2. Koma

Koma adalah situasi darurat medis ketika seseorang

mengalami keadaan tidak sadar dalam jangka waktu tertentu.

Koma adalah gangguan kesadaran yang merupakan suatu

keadaan dimana seseorang tidak dapat mengenali

lingkungannya dan tidak mampu memberikan tanggapan yang

cukup terhadap rangsangan (penglihtaan, suara, sensasi)

(Budiman, 2007). Koma merupakan tingkat kesadaran yang

paling rendah. Koma terdapat keadaan penurunan kesadaran

yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan, dan tidak ada

respon terhadap nyeri.

3. Meninggal

Meninggal atau juga disebut dengan tidak bernyawa

merupakan gagalnya fungsi organ vital dalam menopang hidup.

Meninggal dalam dunia kesehatan disebut dengan kematian

dimana dapat dideteksi yaitu dengan berhentinya detak jantung

seseorang (Ismail, 2009).

Untuk kriteria Keadaan Umum (KU) pasien yaitu:

1. Ringan

Terdiri dari: kesadaran penuh, tanda-tanda vital (TTV) stabil,

pemenuhan kebutuhan mandiri

2. Sedang

Memiliki minimal 3 point : kesadaran penuh sampai dengan

apatis, tanda-tanda vita (TTV) stabil, memerlukan tindakan


27

medis dan perlukaan ( diluar observasi) minimal 3 tindakan

perhari, memerlukan observasi, pemenuhan kebutuhan dibantu

sebagian sampai dengan seluruhnya

3. Berat

Memiliki minimal 2 point: kesadaran penuh hingga somnolent,

tanda-tanda vita (TTV) tidak stabil, memakai alat bantu organ

vital, memerlukan tindakan pengobatan dan perawatan yang

intensif, memerlukan observasi yang ketat, pemenuhan

kebutuhan dibantu seluruhnya.

2.3.6 Luaran Keselamatan Pasien

Luaran (output) merupakan hasil dari diterapkannya suatu

sistem kebijakan. Adapun indikator output adalah code blue dan

transfer ICU (Andi, 2018). Code Blue (Kode Biru) merupakan kode

yang dimana menunjukkan pasien yang membutuhkan resusitasi

atau membutuhkan pertolongan medis, paling sering sebagai

akibat dari serangan pernapasan atau serangan jantung, jika

tombol Code Blue di tekan maka muncul lampu berwarna biru,

dan layar display akan menunjukan tulisan berwarna biru dan

menunjukkan nomor kamar pasien. Di saat itu juga dokter atau

perawat terdekat akan melakukan pertolongan pertama ke pada

pasien (Andersen, 2018).


BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Input Proses Output

Perawat Kepatuhan
Pelaksanaan Early Keselamatan Pasien
Pasien Warning System

1. Usia 1. Tingkat Kesadaran


2. Respirasi / 1. Code Blue
2. Pendidikan pernapasan 2. Transfer ICU
3. Saturasi oksigen
3. pengetahuan
4. Oksigen tambahan
5. Suhu
6. Denyut nadi
7. Tekanan darah
sistolik

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka konsep diatas tampak bahwa input dari

penelitian ini adalah perawat. Perawat meliputi usia perawat, pendidikan

perawat, dan pengetahuan perawat. Dari usia, pendidikan, dan pengetahuan

perawat dapat dilihat bagaimana kepatuhan perawat dalam melaksanakan

Early Warning System. Pelaksanaan Early Warning System merupakan

suatu sistem yang dilakukan oleh setiap perawat yang berada di Intensive

care kepada setiap pasien yang mengalami perubahan kondisi.

Pelaksanaan Early Warning System ini dilakukan dengan 7 parameter yakni,

28
29

tingkat kesadaran, respirasi/ pernapasan, saturasi oksigen, oksigen

tambahan, suhu, denyut nadi, tekanan darah sistolik. Kepatuhan perawat

dalam melakukan Early Warning System ini akan dinilai sebagai procces dari

penelitian ini. Setalah procces akan menghasilkan Output yaitu keselamatan

pasien. Keselamatan pasien dinilai dari Code Blue dan Transfer ICU.

3.2 Hipotesis Penelitian

H0 : Tidak ada hubungan kepatuhan pelaksanaan early warning system

(EWS) oleh perawat terhadap kejadian keselamatan pasien di

ruang rawat inap instalasi pelayanan utama

Ha : Adakah hubungan kepatuhan pelaksanaan early warning system

(EWS) oleh perawat terhadap kejadian keselamatan pasien di

ruang rawat inap instalasi pelayanan utama


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Metode penelitian atau rancangan penelitian pada dasarnya

merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu (Suryana et al., 2013). Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan menggunakan kohort retrospektif. Penelitian kohort

retrospektif merupakan faktor resiko dan efek atau penyakit yang sudah

terjadi dimasa lampau sebelum adanya penelitian dengan menggunakan

catatan historis (Sarwono, 2006). Jenis penelitian yang digunakan adalah

deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha

menggambarkan dan mengiterpretasikan obyek sesuai dengan apa adanya

(Sukardi, 2003).

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat ruang

rawat inap instalasi pelayanan utama RSUD Saiful Anwar.

Berdasarkan hasil data di Paviliun RSUD Dr.Saiful Anwar Malang

jumlah perawat di ruang rawat inap instalasi pelayanan utama

sejumlah 130 perawat.

30
31

4.2.2 Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh

populasi sebanyak 130 responden.

4.2.3 Teknik sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan Total Sampling.

4.3 Variabel Penelitian

Variabel didefinisikan sebagai atribut seseorang atau objek yang

mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek

dengan objek yang lain (Swarjana, 2013). Variabel didefinisikan sebagai

atribut seseorang atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang

dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain (Sugiyono, 2010).

4.3.1 Variable Independen (X)

Variabel Independent dalam penelian ini adalah kepatuhan

perawat dalam melaksanakan Early Warning System.

4.3.2 Variabel Dependen (Y)

Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah kejadian

Keselamatan Pasien (perubahan kondisi pasien).

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.4.1 Lokasi Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Ruang Rawat Inap Instalasi

Pelayanan Utama (Paviliun) Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful

Anwar Malang
32

4.4.2 Waktu Penelitian

Dilaksanakan pada bulan Februari sampai Oktober 2019

4.5 Instrumen Penelitian

. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

lembar observasi untuk mengukur kepatuhan perawat dalam pelaksanaan

EWS, sedangkan dokumentasi kejadian keselamatan pasien.

4.5.1 Uji Validitas

Pada penelitian ini uji validitas menggunakan instrument product

moment. Nilai kritik dari pengujian ini adalah 0,444 dengan DF = n (20)

dengan taraf signifikan 0,05 (5%). Instrumen dikatakan valid jika angka

koefisien korelasi yang diperoleh lebih besar dari nilai kritik r tabel.

4.5.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan instrument

Cornbach alpha. Untuk menguji reliabilitas digunakan teknik

Croancbach Alpha, dengan koefisien Cronbach’s Alpha diatas 0,6.


33

4.6 Definisi Operasional

Tabel 4.6 Definisi Operasional

Hasil
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala
Ukur

Independent 4. 6.
5. 7.
Kepatuhan Pelaksanaan SPO Early SPO Early Interval
8. Patuh :
Pelaksanaan prosedur EWS Warning Warning 75%-
Early Warning sesuai dengan System System + 100%
System (EWS) langkah2 dalam SOP Ketepatan 9. Kurang
EWS EWS + patuh :
RTL 50%-
<75%
(Lembar
Observasi) Tidak
patuh :
(Lyon and <50%
Fletcher,
2001)

Variabel

Dependent

Keselamatan Hasil Luaran a. Code Blue Lembar Ordinal 1 : Ya


Pasien Keselamatan Pasien b. Transfer Observasi
(Perubahan yang membutuhkan ICU 0 : Tidak
Kondisi Pasien) pelaksanaan EWS
34

4.7 Prosedur Penelitian dan Pengumpulan Data

4.7.1 Alur Penelitian

Rencana peneliti dalam pengumpulan data yaitu dengan

mengumpulkan data primer dan data sekunder, dimana data primer

akan didapatkan melalui kuesioner yang sudah diberikan kepada

responden dan juga hasil lembar observasi yang telah peneliti lakukan.

4.7.2 Teknik Pengumpulan Data

1. Dokumentasi keselamatan pasien

Hasil luaran keselamatan pasien yang membutuhkan

pelaksanaan EWS yang dilihat dari Code Blue dan Transfer ICU.

Keselamatan pasien ini diukur dengan lembar observasi

berdasarkan hasil luaran keselamatan.

2. Observasi

Lembar observasi yang digunakan untuk mengukur

pelaksanaan EWS adalah SPO EWS + ketepatan EWS + RTL yang

diambil dari Lyon and Fletcher.

4.8 Pengolahan Data

Pengolahan data adalah segala macam pengelolaan terhadap data

atau kombinasi-kombinasi dari berbagai macam pegelolaan terhadap data

untuk membuat data itu berguna sesuai dengan hasil yang diinginkan dapat

segera dipakai (Notoatmodjo, 2013).


35

4.8.1 Prenalisa

1. Editing

Memeriksa data, memeriksa jawaban, memperjelas serta

melakukan pengolahan terhadap data yang dikumpulkan dan

memeriksa kelengkapan dan kesalahan.

2. Coding

Memberi kode jawaban responden sesuai dengan

indikator pada kuesioner.

3. Tabulating

Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang

merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar

dengan mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk

disajikan dan dianalisis (Arikunto, 2010).

4. Scoring

Skoring adalah memberikan skor terhadap item-item yang

perlu diberikan skor sesuai dengan yang ada di definisi

operasional.

4.8.2 Analisis Data

1. Analisis Data Univariat

Analisis data univarat adalah suatu teknik analisi data

terhadap satu variabel secara mandiri, tiap variabel dianalisis

tanpa dikaitkan dengan variabel lainnya. Analisis univarat

merupakan metode analisis yang paling mendasar terhadap

suatu data. Model analisis univarat dapat berupa menampilkan


36

angka hasil pengukuran, ukuran tendensi sentral, ukuran

dispersi/deviasi/variability, penyajian data ataupun kemiringan

data (Arikunto, 2010).

2. Analisis Data Bivariat

Analisis bivariat menggunakan tabel silang untuk

menyoroti dan menganalisis perbedaan atau hubungan antara

dua variabel (Arikunto, 2010). Menguji ada tidaknya hubungan

antara dua variabel antara kepatuhan pelaksanaan early warning

system dengan keselamatan pasien (perubahan kondisi pasien)

dengan menggunakan uji Korelasi Pearson, dengan tingkat sig.

a= 0,05, dengan menggunakan SPSS versi 21.0. Uji Korelasi

Pearson merupakan uji untuk mengukur kekuatan dan arah

hubungan linier dari dua variabel.

4.9 Etik Penelitian

4.9.1 Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Informed Consent diberikan sebelum penelitian dilakukan pada

subjek penelitian. Subjek diberi tahu tentang maksud dan tujuan

penelitian. Jika subjek bersedia responden menandatangani lembar

persetujuan.

4.9.2 Anonimity (Tanpa Nama)

Responden tidak perlu mencantumkan namanya pada lembar

pengumpulan data. Cukup menulis nomor responden atau inisial saja

untuk menjamin kerahasiaan identitas.


37

4.9.3 Justice (Keadilan Bagi Seluruh Subyek Penelitian)

Keadilan mengacu pada kewajiban etik untuk memperlakukan

setiap orang (sebagai pribadi otonom) sama dengan moral yang benar

dan layak dalam memperoleh haknya. Prinsip etik keadilan terutama

menyangkut keadilan yang merata (distributive justice) yang

mempersyaratkan pembagian seimbang (equitable), dalam hal beban

dan manfaat yang diperoleh subjek dari keikutsertaan dalam

penelitian.

4.9.4 Respect For Pearson (Menghormati Harkat dan Martabat

Manusia)

Bentuk penghormatan terhadap harkat martabat manusia

sebagai pribadi (personal) yang memiliki kebebasan berkehendak atau

memilih dan sekaligus bertanggung jawab secara pribadi terhadap

keputusannya sendiri.

4.9.5 Beneficence (berbuat baik dengan memaksimalkan manfaat dan

meminimumkan risiko)

Berbuat baik menyangkut kewajiban membantu orang lain

dilakukan dengan mengupayakan manfaat maksimal dengan kerugian

minimal. Subjek manusia diikutsertakan dalam penelitian kesehatan

dimaksudkan membantu tercapainya tujuan penelitian kesehatan yang

sesuai untuk diaplikasikan kepada manusia.

4.9.6 Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasilan informasi yang diperoleh dari responden akan

dijamin kerahasiaan oleh peneliti. Penyajian data atau hasil penelitian


38

hanya ditampilkan pada forum institusi pendidikan. Kuesioner hanya

diakses oleh peneliti dan dimusnahkan setelah 5 tahun.


39
29
45

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

5.1 Karakteristik Umum Responden

isi

5.2 Independent variable

isi

5.3 Dependent variable

isi

5.4 Hubungan antara Independent variable dengan dependent

variable(sesuaikan dengan judul.


47

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan tentang Independent variable

isi

6.2 Pembahasan tentang dependent variable

isi

6.3 Hubungan antara independent var thd dependent var (sesuaikan


judul)
6.3.1 Subtitle 2

6.3.2 Subtitle 2

isi

6.4 Implikasi Keperawatan

isi

6.5 Keterbatasan Penelitian

isi

47
57

BAB 7

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

a. isi

7.2 Saran

1. isi

57
45

DAFTAR PUSTAKA

Andersen, S. K. (2018) ‘Code blue’, CMAJ. doi: 10.1503/cmaj.181018.

Andi, R. (2018) ‘EVALUASI KEBIJAKAN KESELAMATAN PASIEN


(PATIENT SAFETY) PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU)
ANUTAPURA PALU’, Director, 15(2), pp. 2017–2019. doi:
10.22201/fq.18708404e.2004.3.66178.

Antanius Ardijanto Maatita (2010) ‘PANDUAN PELAKSANAAN EWS RS


SITI MARIAM LAWANG MALANG’, SK RS SITI MARIAM MALANG, 29(14), pp.
235–246.

Arikunto (2010) prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Jakarta.

Baihaqi, N. Al (2009) ‘Management dan Skills Early Warning Score ( EWS


) dan Maternity Early Warning Score’.

Cahyono, A. (2015) ‘Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan


Perawat terhadap Pengelolaan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit’, Jurnal Ilmiah
Widya, 3, pp. 97–102.

Data paviliun (2019) Data Kepegawaian Paviliun RSSA Malang.

Data Tenaga Perawat (2019) Data Tenaga Perawat Paviliun RSSA


Malang.

Fuhrmann, L. et al. (2009) ‘A multi-professional full-scale simulation course


in the recognition and management of deteriorating hospital patients’,
Resuscitation. doi: 10.1016/j.resuscitation.2009.03.013.

Ivancenvich, et. a. (2007) Perilaku dan Manajemen Organisasi, Perilaku


dan Manajemen Organisasi.

Julianto, M. (2014) ‘Peran dan fungsi manajemen keperawatan dalam


manajemen Konflik’, Fatmawati Hospital Journal.

Kartika, S. L. (2013) ‘Implementasi Early Warning System Berdasarkan


Karakteristik, Tingkat Pengetahuan, Dan Motivasi Perawat’, Nursing Current.

Kemenkes (2017) ‘Keselamatan Pasien’, Jakarta: Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia.

Kemenkes, R. (2013) ‘Kementerian kesehatan republik indonesia’, Journal


Articel.

Kemenkes, R. (2017) ‘Infodatin Perawat 2017.Pdf’, pp. 1–12. Available at:


http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin perawat
2017.pdf.

Kristiani, S. Y. M., Kusnanto, H. and Probandari, A. (2016) ‘Evaluasi


Pemanfaatan Early Warning Alert and Response System di Kabupaten Boyolali’,
46

Journal of Information Systems for Public Health. doi: 10.22146/JISPH.6097.

Lestari, C. E. (2010) ‘Keperawatan Di Unit Rawat Inap Kelas Iii Rsu Pku
Muhammadiyah Bantul Yogyakarta Tahun 2010’, pp. 49–54.

Liswati (2016) ‘Gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang early


warning score ews di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng = A description of
nursing knowledges about early warning score ews / Liswati’, 23, p. 60.

Lumenta, N. . (2016) ‘22 Standar , 81 Elemen Penilaian’, Journal Articel.

Lyon, G. R. et. a. and Fletcher, J. M. (2001) ‘Early Warning System.’,


Education Matters, 1(2), pp. 2–29. Available at:
http://eric.ed.gov/ERICWebPortal/recordDetail?accno=EJ632383.

Martini (2007) ‘Relationship Characteristics Nurses, Attitudes, Workload,


Availability Facilities By Documenting Nursing Care In Inpatient BPRSUD
Salatiga’.

Mitchell, I. A. et al. (2010) ‘A prospective controlled trial of the effect of a


multi-faceted intervention on early recognition and intervention in deteriorating
hospital patients’, Resuscitation. doi: 10.1016/j.resuscitation.2010.03.001.

Morgan, R. J. M. and Wright, M. M. (2007) ‘A warning on early-warning


scores!’, British journal of anaesthesia. doi: 10.1093/bja/aem121.

Notoatmodjo, S. (2003) ‘Pendidikan dan Perilaku Kesehatan’, in Rineka


Cipta. doi: 10.1016/j.jallcom.2009.10.130.

Notoatmodjo, S. (2007) Kesehatan masyarakat ilmu dan seni, Rineka


Cipta. doi: 10.1063/1.2973638.

Notoatmodjo, S. (2013) ‘Metodologi Penelitian Kesehatan’, Jakarta: Rineka


Cipta. doi: 10.1016/j.ymgme.2014.12.174.

Permenkes (2018) ‘PERMENKES RI’, Director, 15(2), pp. 2017–2019. doi:


10.22201/fq.18708404e.2004.3.66178.

Prado, R. et al. (2009) ‘Rapid response: A quality improvement


conundrum’, Journal of Hospital Medicine. doi: 10.1002/jhm.430.

Putri, R. K. (2016) ‘Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan


Penggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) Pada Perawat Unit Hemodialisis’, 84(1), pp.
14–63. Available at: http://ir.obihiro.ac.jp/dspace/handle/10322/3933.

Rekam Medik (2019) DATA REKAM MEDIK PAVILIUN RSSA MALANG.

Sarafino (2008) Health psychology biopsychosocial interactions, Journal of


Psychosomatic Research. doi: 10.1016/0022-3999(91)90058-V.

Sarwono, J. (2006) ‘Metode Penelitian Kuantitatif & kualitatif’, Journal of


Experimental Psychology: General.

Schein, R. M. H. et al. (1990) ‘Clinical antecedents to in-hospital


47

cardiopulmonary arrest’, in Chest. doi: 10.1378/chest.98.6.1388.

Smet, B. (2012) ‘Psikologi kesehatan’, Journal of Public Health.

Smith, B. et al. (2014) Evidence-based synthesis program early warning


system scores : Systematic review, Department of Veterans Affairs.

Subyantoro, A. (2009) ‘Karakteristik Individu, Karakteristik Pekerjaan,


Karakteristik Organisasi dan Kepuasan Kerja Pengurus yang Dimediasi oleh
Motivasi Kerja (Studi pada Pengurus KUD di Kabupaten Sleman)’, Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan. doi: 10.9744/jmk.11.1.pp. 11-19.

Sugiyono (2010) ‘Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)’,


Bandung: Alfabeta. doi: 10.1016/S0969-4765(04)00066-9.

Sukardi (2003) Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan


Praktiknya, Bumi Aksara.

Sumarni, S. (2017) ‘Analisis Implementasi Patient Safety Terkait


Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit’, Jurnal Ners dan
Kebidanan Indonesia, 5(2), p. 91. doi: 10.21927/jnki.2017.5(2).91-99.

Suryana, et al et al. (2013) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D, International Journal of Management.

Swarjana, I. K. (2013) ‘Variabel Penelitian’, Metodelogi Penelitian


Kesehatan.

U.S. Government (2016) Medicare Hospital Compare Overview,


Medicare.gov.

Uno, B. H. (2014) ‘Teori Motivasi & Pengukurannya’, Personnel Review.

Widarti, dkk (2014) ‘Pengaruh Supervisi Kepala Ruang Terhadap


Kepatuhan Perawat Pada Jadwal Kegiatan Harian Perawat Di Ruang Mawar Di
Rsud Ungaran’, Karya Ilmiah S.1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo
Semarang.

Winarno, I. (2018) EARLY WARNING SYSTEM DI RUMAH SAKIT,


rsudajibarang.banyumaskab.go.id.
48

Lampiran 1.

LEMBAR OBSERVASI

HUBUNGAN KEPATUHAN PELAKSANAAN EARLY WARNING SYSTEM

(EWS) OLEH PERAWAT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN DIRUANG

RAWAT INAP INSTALASI PELAYANAN UTAMA

I. Data Responden
Kode Responden :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-Laki/Perempuan*

Masa Kerja :

Pendidikan :SPK/ DIII Keperawatan/ S1 Keperawatan*

II. Lembar Observasi Kepatuhan Pelaksanaan Early Warning System


a. Standart Prosedur Operasional (SPO)
No Standart Prosedur Operasional Dilakukan Tidak
Dilakukan

1 Perawat mengisikan identitas


pasien, tanggal dan jam observasi

2 Perawat melakukan hand hygiene

3 Perawat mengucapkan salam


kepada pasien
4 Perawat menjelaskan bahwa akan
dilakukan pengukuran keadaan
umum pasien
5 Perawat menilai tingkat kesadaran
pasien

6 Perawat mengukur tekanan darah


pasien
49

7 Perawat menghitung frekuensi


nadi pasien dan mengisikan nilai
score sesuai dengan nilai nadi
8 Perawat menghitung frekuensi
nafas pasien dan mengisikan nilai
sore sesuai dengan nilai nafas
9 Perawat mengukur suhu pasien
dan mengisikan nilai score sesuai
dengan warna nilai suhu
Perawat menambahkan
1 nilai 2 bila
pasien 0mendapatkan terapi
oksigen
11 Perawat menjumlahkan nilai yang
didapat dan mengisikan di kolom
jumlah score 12

12 Perawat melakukan pengkajian


nyeri dan mengisikan di score
nyeri
13 Perawat mengisikan intake pasien

14 Perawat mengisikan output urine


pasien
15 Pasien mengisikan frekuensi
observasi sesuai dengan zona
warna yang didapat dari total
score EWS
16 Perawat mengisikan rencana
tindak lanjut sesuai dengan zona
yang di dapat dari total score EWS
17 Perawat pelaksana
menginformasikan kepada kedua
tim untuk melakukan assesmen
selanjutnya dan membat
keputusan apakah akan
meningkatkan frekuensi observasi
atau monitoring atau perbaikan
asuhan yang dibutuhkan oleh
pasien
50

b. Ketepatan Early Warning System


No Kode Warna Dilakukan Tidak
Dilakukan

1 Hijau (Score 0-1)

2 Kuning (Score 2-3)

3 Orange (Score 4-5)

4 Merah (Score ≥6)

c. Rencana Tindak Lanjut


No Tata Laksana Dilakukan Tidak
Dilakukan

1 Bila Nilai EWS 0:


a. Lanjutkan monitoring secara
rutin min.3 kali sehari / 1 kali
tiap shift atau tiap 4 jam untuk
pasien pasca perawatan
intensive
b. Catat pada lembar observasi
pasien
c. Jika ada skor > 0 , ikuti petunjuk
respon klinis skor rendah
(Hijau)
2 Bila nilai EWS adalah 1-4 (Skor
Rendah):

a. Laporkan hasil EWS kepada


dokter jaga
b. Dokter jaga melakukan
verifikasi dalam waktu < 1 jam
sejak dilaporkan
c. Pemantauan dilanjutkan tiap 4
jam
d. Catat pada lembar observasi
dan formulir CPPT
e. Jika ada skor < 1 setelah 4 jam
observasi, kembali ikuti
petunjuk respon klinis skor 0
f. Jika ditemukan skor > 4 setelah
2 jam observasi
g. Lakukan re-assesmen
h. Tingkatkan frekuensi observasi
51

i. Ikuti petunjuk skor medium


(Kuning)
3 Bila nilai EWS adalah 5-6 atau skor
3 disembarang parameter (Skor
Medium) :

a. Laporkan hasil EWS kepada


dokter jaga
b. Dokter jaga melakukan
verifikasi segera dalam 30
menit sejak
dilaporkan,malakukan
pemeriksaan dan penanganan
pasien.
c. Pemantauan dilanjutkan tiap 1
jam sampai kondisi pasien
membaik (EWS/PEWS<5)
d. Catat pada lembar obseervasi
dan formulir CPPT.
e. Jika ditemukan skor <5
setelah 4 jam observasi,
kembali ikuti petunjuk respon
klinis skor rendah (hijau)
f. Sebaliknya jika ditemukan
skor >6 setelah 1 jam
observasi:
 Lakukan re-assesment
(Perawat)
 Tingkatkan frekuensi
observasi tiap 30 menit
 Ikuti petunjuk skor tinggi
(Merah)
4 Bila terdapat nilai EWS 7 atau lebih
(Skor Tinggi)
a. Laporkan hasil EWS kepada
dokter jaga
b. Dokter jaga melakukan
verifikasi, pemeriksaan dan
penanganan pasien dalam
waktu <15 ,menit sejak
aktivasi EWS
c. Dokter jaga melaporkan ke
DPJP, jika DPJP sulit
dihubungi sampai 3 kali,
menghubungi dokter spesialis
lain pada bidang yang sama
d. Dokter jaga memberikan
informasi kepada keluarga
mengenai kondisi pasien dan
52

kemungkinan rawat di ruang


intensif
e. Jika dalam waktu 30 menit
sejak penanganan dan
konsultasi dengan DPJP
terjadi perburukan pasien,
maka dokter jaga atas ijin
DPJP mengkonsultasikan
kepada intensiv dan
rekomendasi untuk rawat di
ruang intensif
f. Jika terjadi Cardiac Arrest,
lakukan penanganan sesuai
dengan alghoritme code blue
g. Jika respon pasien membaik,
dan skor < dari 7 setelah 4
jam observasi secara terus
menerus, kembali ikuti
petunjuk respon klinis medium
(Kuning)
h. Jika skor tetap > 7, DPJP,
Intensivist, dan keluarga
setuju rawat ruang intensi
i. Pasien dipindahkan ke ruang
intensif

III. Lembar Observasi Keselamatan Pasien

No Nama Pasien OUTCOME

Code Blue Pindah ICU Tidak Perlu


Pindah ICU
53
54

Lampiran 2.

isi
55

Lampiran 3.

You might also like