You are on page 1of 7

Prosiding Ilmu Ekonomi ISSN: 2460-6553

Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto dan Indeks Pembangunan


Manusia Terhadap Ketimpangan Wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2013-2016
Effect of Gross Regional Domestic Product and Human Development Index on
Regional Inequality in South Sulawesi Province in 2013-2016
1
Zulfitrah Sultan,2 Asnita Frida Sebayang,3 Aan Julia
Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Bandung,
Jl. Tamansari No.1 Bandung 40116
email:1fitrahsultan@gmail.com, 2fridaasnita@gmail.com, 3aan.unisba@gmail,com

Abstract. Inequality between regions is a development problem faced by almost all regions. The problem
of regional inequality is a major issue in economic development because if left unchecked it will threaten
an area and even the country. This study measures the imbalances that occur in the Regency/City of South
Sulawesi Province and analyzes the effect of the Per capita Gross Regional Domestic Product and the
Human Development Index on regional inequality in the Regency/City of South Sulawesi Province. This
study uses the Williamson Index data processing technique to determine the level of inequality between
regions in the Regencies/Cities of South Sulawesi Province and uses panel data regression processing
techniques with a 95% confidence level to determine the effect of per capita GRDP and HDI on regional
inequality. The model used is the fixed effect model. The objects of this study are 24 regencies/cities in
South Sulawesi Province and the data used in this study are annual data for the 2013-2016 RPJMD period.
The results of the analysis using panel regression showed that both GRDP variables per capita and HDI had
a negative effect on regional inequality with a coefficient value of -0.002653 for GRDP per capita and
-0.013237 for HDI which means that any increase in GRDP per capita and HDI would have a significant
effect but small decrease value. All stakeholders, both government and community, need to encourage and
contribute so that regional inequality gets smaller.
Keywords: Regional Inequality, Williamson Index, Per capita GRDP, HDI.

Abstrak. Ketimpangan antar wilayah merupakan suatu permasalahan pembangunan yang dihadapi hampir
semua wilayah. Permasalahan ketimpangan wilayah menjadi isu utama dalam pembangunan ekonomi
karena apabila dibiarkan maka akan mengancam suatu wilayah bahkan negara. penelitian ini mengukur
ketimpangan yang terjadi di Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan dan menganalisis pengaruh Produk
Domestik Regional Bruto Perkapita dan Indeks Pembangunan Manusia terhadap ketimpangan wilayah di
Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan teknik pengolahan data Indeks
Williamson untuk mengetahui tingkat ketimpangan antar wilayah di Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi
Selatan dan menggunakan teknik pengolahan regresi data panel dengan tingkat kepercayaan 95% untuk
mengetahui pengaruh PDRB Perkapita dan IPM terhadap ketimpangan wilayah. Model yang digunakan
adalah fixed effect model. Objek dari penelitian ini adalah 24 Kabupaten/Kota yang terdapat di Provinsi
Sulawesi Selatan dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan pada periode RPJMD
2013-2016. Hasil analisis menggunakan regresi panel diperoleh bahwa kedua variabel PDRB perkapita dan
IPM berpegaruh negatif terhadap ketimpangan wilayah dengan nilai koefisien -0.002653 untuk PDRB
perkapita dan -0.013237 untuk IPM yang berarti setiap adanya kenaikan pada PDRB Perkapita dan IPM
maka ketimpangan wilayah akan mengalami pengaruh yang signifikan tetapi nilai penurunan kecil. Semua
pemangku kepentingan baik itu pemerintah maupun masyarakat perlu mendorong dan memberikan
kontribusi agar ketimpangan wilaayah semakin kecil.
Kata Kunci: Ketimpangan Wilayah, Indeks Williamson, PDRB Perkapita, IPM.

1
A. Pendahuluan merata menjadikan permasalahan
Pembangunan yang kesenjangan yang terjadi di Provinsi
dilaksanakan sejauh ini cukup mampu Sulawesi Selatan.
mendorong peningkatan laju
Ketimpangan pembangunan
pertumbuhann ekonomi, tetapi
perbedaan tingkat laju pertumbuhan antarwilayah terjadi mengakibatkan
ekonomi yang berbeda di setiap terhambatnya perkembangan wilayah
wilayahnya menjadi salah satu faktor diakibatkan oleh rendahnya aksesibilitas
penyebab terjadinya ketimpangan pelayanan sarana dan prasarana
wilayah. Laju pertumbuhan ekonomi ekonomi dan sosial. Pembangunan yang
akan berarti apabila diikuti dengan dilaksanakan selama ini telah
pemerataan dari hasil-hasil
menghasilkan daerah-daerah yang maju,
pembangunan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat berkembang dan miskin. Di pihak lain
[ CITATION Ber07 \l 1033 ]. ketimpangan pembangunan juga
menciptakan kantong kantong
Provinsi Sulawesi Selatan
kemiskinan pada kawasan-kawasan
dengan Kota Makassar sebagai Ibu kota
terpencil, terisolir, kritis dan miskin
Provinsi merupakan daerah yang
sumber daya serta merupakan kawasan
memiliki potensi yang besar untuk
tertinggal yang menyebabkan
berkembang dan diharapkan dapat
kesenjangan antar wilayah.
mendorong perkembangan daerah-
daerah di sekitarnya khususnya Salah satu indikator
Kawasan Timur Indonesia. kesejahteraan penduduk suatu wilayah
Pertumbuhan ekonomi Provinsi adalah angka PDRB perkapita, PDRB
Sulawesi Selatan yang menunjukan tren perkapita adalah nilai bersih barang dan
positif yang membuat Provinsi ini jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh
menjadi magnet tersendiri bagi berbagai kegiatan ekonomi di suatu
perekonomian, hal ini menjadikan daerah. Semakin tinggi tingkat PDRB
Provinsi Sulawesi Selatan sebagai pusat perkapita suatu daerah maka semakin
pertumbuhan dan pembangunan di besar pula potensi sumber penerimaan
Kawasan Timur Indonesia. daerah tersebut dikarenakan semakin
besar pendapatan masyarakat daerah
Dari data PDRB perkapita
tersebut. Hal ini berarti semakin tinggi
Sulawesi Selatan mengalami
PDRB Perkapita semakin sejahtera
peningkatan yang lambat setiap
penduduk suatu wilayah [ CITATION
tahunnya. Pada tahun 2013 PDRB
Had01 \l 1033 ].
Perkapita di angka 0,026 persen sampai
pada tahun 2013 di angka 0.031 persen Adapun keberhasilan indikator
atau hanya naik sebesar 0,005 lain yang dianggap lebih baik guna
lambatnya peningkatan menjadi salah mengukur keberhasilan pembangunan
satu indikasi adanya kesenjangan (Yunitasari, 2007). Dalam hal ini
pembangunan yang membuat tingginya digunakan tiga kategori indikator
konsentrasi aktivitas ekonomi pada pengukuran yang mempersentasikan
pusat-pusat pertumbuhan wilayah. kesejahteraan di suatu wilayah, yaitu
Alokasi pembangunan yang tidak pengeluaran komsumsi, pendidikan, dan
kesehatan. Penggunaan ketiga kategori Menurut Todaro dalam Rustiadi
indikator ini mengacu pada konsep IPM et al. (2007) berpendapat bahwa
yang diperkenalkan oleh UNDP. pembangunan harus dipandang sebagai
suatu proses multidimensional yang
Pembangunan manusia sendiri
mencakup berbagai perubahan
menjelaskan penghapusan kondisi- mendasar atas struktur sosial, sikap-
kondisi yang membatasi kemampuan sikap masyarakat, dan institusi institusi
dan menolak kesempatan untuk nasional, disamping tetap mengejar
berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi akselerasi pertumbuhan ekonomi,
dan sosial yang normal, Kualitas penanganan ketimpangan, serta
sumber daya manusia juga dapat pengentasan kemiskinan. Jadi pada
hakekatnya pembangunan ini harus
menjadi faktor penyebab terjadinya
mencerminkan perubahan total suatu
ketimpangan, rendah atau tingginya masyarakat atau penyesuaian sistem
IPM akan berdampak pada tingkat sosial secara keseluruhan tanpa
produktivitas penduduk namun mengabaikan keragaman kebutuhan
permasalahan yang terjadi IPM pada dasar dan keinginan individu maupun
setiap daerah berbeda. Hal ini kelompok-kelompok sosial yang ada di
menjadikan IPM sebagai salah satu dalamnya untuk bergerak maju menuju
suatu kondisi kehidupan yang serba
faktor yang mempengaruhi
lebih baik secara material maupun
ketimpangan [ CITATION Ind13 \l 1033 spiritual. Pembangunan juga harus
]. memenuhi tiga komponen dasar yang
Dari uraian latar belakang diatas, dijadikan sebagai basis konseptual dan
maka penulis mengidentifikasikan pedoman praktis dalam memahami
masalah kedalam beberapa pembagunan yang paling hakiki yaitu
permasalahan sebagai berikut: kecukupan (sustenance) memenuhi
kebutuhan pokok, meningkatkan rasa
1. Seberapa besar ketimpangan yang harga diri atau jatidiri (self-esteem) serta
terjadi di kabupaten/kota yang ada kebebasan (freedom) untuk memilih.
di Provinsi Sulawesi Selatan?
Ketimpangan yang terjadi
2. Bagaimana pengaruh PDRB antarwilayah disebabkan oleh
perkapita dan IPM terhadap perbedaan kekayaan sumber daya alam
ketimpangan di Kabupaten/Kota yang dimiliki dan perbedaan kondisi
Provinsi Sulawesi Selatan? demografi yang terdapat pada masing-
Selanjutnya, tujuan dalam masing wilayah, sehingga tiap daerah
penelitian ini adalah: mempunyai kemampuan yang berbeda-
beda dalam proses pembangunan.
1. Mengukur ketimpangan yang Perbedaan wilayah ini yang
terjadi di Kabupaten/Kota yang ada menimbulkan adanya wilayah maju dan
di Provinsi Sulawesi Selatan. wilayah terbelakang. Menurut hipotesa
2. Mengidentifikasi besarnya Neo-Klasik, dalam proses pembangunan
pengaruh PDRB perkapita dan IPM awalnya ketimpangan akan meningkat,
terhadap ketimpangan di proses ini akan terjadi hingga
Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi ketimpangan tersebut mencapai titik
Selatan. puncak. Setelah mencapai titik puncak
dan proses pembangunan masih terus
B. Landasan Teori berlanjut, maka secara berangsur-angsur

3
ketimpangan tersebut akan menurun Adapun Indeks Pembangunan
[ CITATION Sja08 \l 1033 ]. Manusia (IPM) merupakan perangkat
yang sangat bermanfaat untuk
Ukuran tingkat ketimpangan
mengukur tingkat kesejahteraan
antarwilayah dapat diketahui dengan
antarnegara maupun antar daerah
menggunakan indeks ketimpangan
(Todaro, 2006). Indikator IPM jauh
regional (regional inequality) yang
melebihi pertumbuhan konvensional.
dinamakan indeks ketimpangan
Pertumbuhan ekonomi penting untuk
Williamson. Indeks Williamson
mempertahankan kesejahteraan
berbicara tentang ukuran ketimpangan
rakyatnya, namun pertumbuhan bukan
yang lebih penting lagi untuk
akhir dari pembangunan manusia.
menganalisis seberapa besarnya
Pertumbuhan hanyalah salah satu alat,
kesenjangan antarwilayah/daerah adalah
yang lebih penting adalah bagaimana
dengan melalui perhitungan indeks
ekonomi digunakan untuk memperbaiki
Williamson. Dasar perhitungannya
kapabilitas manusianya dan bagaimana
adalah dengan menggunakan PDRB
rakyat menggunakan kapabilitas
perkapita dalam kaitannya dengan
tersebut [ CITATION Mud03 \l 1033 ].
jumlah penduduk per daerah. Secara
luas, apabila angka indeks Williamson C. Hasil Penelitian dan
semakin mendekati nol, maka Pembahasan
menunjukkan kesenjangan yang Hasil Pengukuran Indeks Williamson
semakin kecil dan bila angka indeks Indeks Williamson memberikan
menunjukkan semakin mendekati satu gambaran tentang kondisi ketimpangan
maka menunjukkan kesenjangan yang di Provinsi Sulawesi Selatan. Jika nilai
makin melebar [ CITATION Mic06 \l indeks mendekati nol atau sama dengan
1033 ]. nol maka ketimpangan menunjukkan
Adapun beberapa faktor utama tingkat ketimpangan yang rendah atau
yang menyebabkan terjadinya bahkan sangat merata dan tidak
ketimpangan wilayah menurut terjadinya ketimpangan, apabila nilai
[ CITATION Sja08 \l 1033 ]: 1) Indeks mendekati satu maka artinya
Perbedaan Kandungan SDA, 2) kesenjangan yang terjadi
Perbedaan Kondisi Geografis, 3) melebar/sangat timpang. Provinsi
Kurang Lancarnya Mobilitas Barang Sulawesi Selatan memiliki nilai Indeks
dan Jasa, 4) Konsentrasi Kegiatan Williamson berkisar diatas 0,2 sampai
Ekonomi Wilayah, dan 5) Alokasi Dana 0,8. tingkat ketimpangan di beberapa
Pembangunan Antarwilayah. Kabupaten/Kota yag ada di Provinsi
Indikator penting untuk dapat Sulawesi Selatan mencerminkan
mengetahui kondisi ekonomi suatu ketimpangan yang tinggi karena
daerah dalam kurun waktu tertentu mencapai angka yang hampir mendekati
ialah menggunakan data Produk satu. Nilai tertinggi selama periode
Domestik Regional Bruto (PDRB), penelitian terdapat di Kota Makassar
Menurut BPS (2016), salah satu sebesar 0.84 sementara nilai
indikator ekonomi makro yang dapat ketimpangan terendah berada di
menunjukkan kondisi perekonomian Kabupaten Kepulauan Selayar sebesar
daerah setiap tahunnya ialah data 0.24. Hal ini menunjukkan bahwa
PDRB. Dalam PDRB perkapita atas adanya perbedaan di setiap
dasar harga berlaku menunjukkan nilai Kabupaten/Kota sehingga tidak
PDRB per kepala atau per satu orang menjamin pemerataan di Provinsi
penduduk. Sulawesi Selatan.
Pengaruh PDRB Perkapita dan perkapita dan IPM secara bersama-sama
Indeks Williamson terhadap berpengaruh signifikan terhadap
Ketimpangan Wilayah ketimpangan wilayah yang ada di
Hasil Estimasi Provinsi Sulawesi Selatan.
Koefisie
Variabel t-stat Prob
n Uji-T hasil estimasi regresi
menunjukan bahwa ketimpangan
- - 0.937
C wilayah yang terjadi di 24
0.010128 0.79190 1
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi
-
-
0.002 Selatan memiliki hubungan negatif
PDRB 3.18856 dengan Produk Domestik Regional
0.002653 1
8
Bruto Perkapita (PDRB) pada masing-
- masing Kabupaten/Kota dengan besaran
- 0.000
IPM
0.013237
6.16632
0
nilai koefisien sebesar -0.002653 dan
5 memiliki pengaruh yang signifikan.
Koefisien
Hubungan negatif tersebut berarti yang
Determinas 0.999478 berarti jika PDRB perkapita meningkat
i (R2) sebesar 1 juta rupiah ceteris paribus
maka ketimpangan wilayah akan
F-statistic 5363.492 mengalami penurunan 0.026 % sesuai
Prob (F- nilai koefisien yang diperoleh. Jika
0.000000 PDRB mengalami peningkatan pada
statistic)
masing-masing Kabupaten/Kota artinya
tingkat ketimpangan wilayah yang
terjadi mengalami perbaikan atau
Koefisien determinasi R2 penurunan pada masing-masing
digunakan untuk mengukur keeratan Kabupaten/Kota yang ada di Sulawesi
hubungan dari model yang dipakai yaitu Selatan.
angka yang menunjukkan besarnya
kemampuan varians/penyebaran dari Adapun Uji-T hasil estimasi
variabel independent yang menerangkan regresi menunjukkan bahwa
variabel dependen. Adapun hasil R2 ketimpangan wilayah yang terjadi di 24
dalam penelitian ini adalah sebesar Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan
0.999478 Hal ini menunjukkan bahwa memiliki hubungan negatif dengan
variabel-variabel independen pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
model ini mampu menjelaskan atau pada masing-masing Kabupaten/Kota
dapat mempengaruhi variabel dengan besaran nilai koefisien sebesar
dependennya sebesar 99.94% -0.013237 hubungan negatif dan
sedangkan 0.06% dijelaskan oleh signifikan yang berarti yang dimana jika
faktor-faktor lain di luar model. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Berdasarkan uji-F, diperoleh meningkat sebesar 1 % ceteris paribus
nilai F-statistik adalah sebesar 5363.492 maka ketimpangan wilayah akan
sedangkan nilai F-tabel pada tingkat mengalami penurunan sebesar 6,16 %.
tingkat α = 5 persen dengan df untuk Jika IPM mengalami peningkatan pada
pembilang (N1) k-1 = 2-1 = 1 dan df masing-masing Kabupaten/Kota artinya
untuk penyebut (N2) n-k = 96-3 = 93 tingkat ketimpangan wilayah yang
yaitu sebesar 3.94 % sehingga F-stat > terjadi mengalami penurunan pada
F-tabel. Hal ini berarti bahwa pada masing-masing Kabupaten/Kota yang
tingkat kepercayaan 95 persen PDRB ada di Sulawesi Selatan.

5
D. Kesimpulan ketimpangan wilayah. PDRB
berpengaruh signifikan dan
Berdasarkan pembahasan dalam
memiliki nilai koefisien negatif (-)
penelitian ini, peneliti menyimpulkan
yang artinya setiap kenaikan PDRB
beberapa hasil penelitian sebagai
perkapita akan menyebabkan
berikut:
penurunan ketimpangan wilayah.
1. Pengukuran ketimpangan yang IPM pun juga berpengaruh
dilakukan melalui perhitungan signifikan dan memiliki koefisien
Indeks Williamson menunjukkan negatif (-) yang berarti setiap
bahwa ketimpangan yang terjadi di peningkatan IPM maka tingkat
Provinsi Sulawesi Selatan masih ketimpangan akan mengalami
tergolong adanya ketimpangan di penurunan di Provinsi Sulawesi
masing-masing Kabupaten/Kota. Selatan. Kedua variabel ini
Rata-rata ketimpangan wilayah di memiliki koefisien kecil yang
Provinsi Sulawesi Selatan berada berarti bahwa signifikan tetapi
dalam angka indeks 0.5 yang berpengaruh kecil bagi
dimana pada tahun 2016 Kota ketimpangan wilayah.
Makassar memiliki angka indeks
tertinggi sebesar 0.82 dan angka E. Saran
indeks terendah sebesar 0.24 yaitu Adapun saran yang dapat
kabupaten Kepulauan Selayar. Hal diberikan dalam penelitian ini adalah
ini pun menunjukkan bahwa Kota sebagai berikut:
Makassar ini adalah daerah yang
paling timpang di Provinsi 1. Bagi pengambil keputusan,
Sulawesi Selatan. sebaiknya memperhatikan variabel
PDRB perkapita dan IPM yang
2. Dalam penelitian yang dilakukan memiliki pengaruh terhadap
untuk menganalisis tingkat ketimpangan wilayah di Provinsi
ketimpangan pembangunan antar Sulawesi Selatan dan membuat
wilayah pada Kabupaten/Kota di kebijakan di variabel lain yang
Sulawesi Selatan dengan lebih berpengaruh bagi penurunan
menggunakan analisis data panel ketimpangan wilayah. Masyarakat
dan model FEM, maka diperoleh juga harus memanfaatkan adanya
hasil R2 sebesar 99.4 % kedua peningkatan kedua variabel ini
variabel independen mampu dengan mengoptimalkan upaya
menjelaskan atau mempengaruhi agar terciptanya penurunan
variabel dependennya. Sementara ketimpangan wilayah.
Uji F-Statistik memiliki nilai
sebesar 5363.492 yang berarti Bagi penelitian selanjutnya,
secara bersama-sama kedua untuk mengidentifikasi fokus
variabel independen berpengaruh variabel lain yang berkontribusi
signifikan terhadap ketimpangan positif dan memiliki pengaruh
wilayah yang di Provinsi Sulawesi yang lebih signifikan serta
Selatan. Uji T-Statistik dari menambah model bagi
penelitian ini mengindikasikan penurunan ketimpangan
bahwa masing-masing variabel wilayah.
independen yaitu Produk Domestik
Regional Bruto Perkapita (PDRB) Daftar Pustaka
dan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) memiliki pengaruh terhadap
Aprilianto, I. (2013). Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Wilayah
dan Kesejahteraan Masyarakat. Skripsi.

Kuncoro, M. (2003). Metode Riset Untuk Bisni & Ekonomi . Jakarta: Erlangga.

Puspandika, B. A. (2007). Hubungan Ketimpangan Ekonomi Daerah Di Era Otonomi


Daerah: Hubungan Antara Pertumbuhan ekonomi dan Kesejahteraan
Masyarakat. Skripsi.

Sasana, H. (2001). Pengaruh Hubungan Fiskal Pemerintah Psat-Daaaerah Terhadap


PDRB. Unisversitas Gajah Mada.

Sjafrizal. (2008). Ekonomi Regional. Padang: Baduose Media.

Todaro, M. P. (2006). Ekonomi Pembngunan. Jakarta: Erlangga

You might also like