You are on page 1of 39

BAB 1

DESKRIPSI PROYEK

1.1. LATAR BELAKANG PROYEK


The town of Bima is a city in the province of West NusaTenggara, which lies in the eastern
part of the island of Sumbawa. Bhima was in the middle of the city and directly adjacent to

Bima Regency, with its boundaries:

 Regency of Ambalawi in the north


 The east borders Wera sub-district
 Southern sub-district bordering Palibelo, and
 West side with Teluk Bima.
The Town Of Bima It is crossed by two major rivers, namely Padolo River and the river. In
General, the river has a length of Padolo 22,681 km with broad watersheds is 216.11 km2
and 4 (four) children. The river has a length of 10.65 km Malay with DAS is 138.39 km2
and has 8 (eight) tributaries.

The heavy rain that was prevalent in Bima and Sumbawa caused major flooding in some
areas. The floods submerged thousands of homes in the town of Bima Bima Regency, and
Regency Sumbawa of West Nusa Tenggara province on Wednesday pthere are 21
December 2016 and December 23rd, 2016 , a flood inundate homes and economic center
as high as 0.5-3 m, salah one cause is overflowing river is a river of Padolo River and
Malay. See the following image :
BPBD together with the INDONESIAN ARMED FORCES, police, SAR, Tagana, PMI, SEGWAY,
volunteers and the community Do the evacuation of citizens, in the activities of the handling of the
flooding in his implementation plan consists of several Activities, among others,

Some Action Plans Refer To The Table Below:


Table 1.1 Sungaii Pedolo action plan and Malays

NO JOB DESCRIPTION

I. THE TOWN OF BIMA


A Handling on DAS Padolo (Padolo River)
1 Installation Brojong Retaining Grooves and open the River Cliff Ntobo
2 Pemasangan Bronjong perkuatan tebing dan membuka alur sungai Tambe
3 Pemasangan Bronjong perkuatan tebing dan Membuka alur sungai Sadia
4 Pemasangan Bronjong perkuatan tebing dan Membuka Alur Sungai Dodu
5 Pemasangan Bronjong perkuatan tebing dan membuka alur Sungai Rabadompu Timur
6 Pemasangan Bronjong perkuatan tebing dan membuka alur Sungai Pedolo
B Penangananan Pada DAS melayu (Sungai Melayu)
7 Pemasangan Bronjong perkuatan tebing dan membuka alur sungai Dadi
8 Pemasangan Bronjong Perkuatan tebing dan membuka Jalur Saluran Induk Romo
9 Pemasangan Bronjong Perkuatan tebing dan membuka alur Induk Penatoi-nae A
10 Pemasangan Bronjong perkuatan tebing dan membuka alur alur sungai Te
11 Pemasangan Bronjong perkuatan Tebing dan membuka Alur Induk Penatoi- Nae B

Sumber : BPPD (badan Penangulangan Bencana daerah)


Dalam Rencana Penanganan Tersebut Perlu adanya Pemindahan /Relokasi Penduduk
yang Diperkitrakan akan terkena kegiatan pekerjaan pembangunan pengendalia banjir
berjumlah 404 KK dan tahapannya untuk penyiapan lokasi baru sesuai aturan yang
berlaku seperti KASIBA,LASIBA.1

Sejalan dengan program yang direncakana oleh Pemerintah Kota Bima, Balai Wilayah
Sungai (BWS) Nusa Tenggara I merencanakan program “ LARAP Pengendalian Banjir
Sungai Pedolo dan Melayu”, yang selanjutnya dalam bahasan dokumen ini disebut
sebagai “Proyek”.

1.2. TUJUAN

1.2.1 Tujuan
Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk memperoleh data tentang kepemilikan tanah,
bangunan dan informasi lainnya yang diperlukan secara rinci serta rencana aksi yang
diperlukan dalam rangka pembebasan tanah dan relokasi penduduk di daerah sekitar
Proyek di Sungai Melayu dan Pedolo di Kota Bima.

1.2.2 Target yang ingin dicapai


Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengamankan pemukiman dan mengurangi
kehilangan masyarakat dan mencegah kerusakan pada infrastruktur irigasi lainnya karena
bencana banjir di Sungai Melayu dan Sungai Pedolo.
Penyediaan referensi atau panduan bagi Pemerintah untuk pembebasan tanah dan
relokasi penduduk di lokasi yang direncanakan di sekitar aliran sungai Melayu dan sungai
Pedolo.

1.2.3 Ruang Lingkup Pekerjaan

Ruang lingkup pekerjaannya adalah sebagai berikut:


 Job A: Pekerjaan LARAP
 Job B: Persiapan Laporan dan Diskusi

A. Pekerjaan Larap Berdasarkan Undang-undang No. 2 / 2012 tentang pengadaan


tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum

1
KASIBA : Kawasan Siap Bangun adalah sebiadang Tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan dan
permukiman skala besar.
LASIBA: Lingkungan siap bangun adalah sebidang Tanah yang merupakan bagian dari kawasan atau berdiri sendiri
yang telah dipersiapkan dan dilengkapai prasarana lingkungan
Pada tahapan gambar desain Pre-Lay Out dan Final Lay Out Sungai Melayu dan Sungai
Padolo berjalan secara bersamaan,Konsultan dapat melakukan kegiatan LARAP di mana
kegiatan ini dimulai dengan bidang Inventarisasi berdasarkan pengumpulan data sekunder.

1. Inventarisasi Lapangan dan Pengumpulan Data Sekunder


a. Survei Awal
Kegiatan ini adalah tahap awal kerja lapangan dan juga untuk orientasi / pengenalan
lokasi studi, dalam hal mana penyedia layanan harus berkoordinasi dengan pihak-pihak
terkait dengan diskusi yang dekat dalam kaitannya dengan aturan dan kebijakan yang
berlaku di wilayah tersebut dalam kaitannya dengan LARAP.
Aturan dan kebijakan yang berlaku adalah sebagai berikut :
 Pengelolaan tempat tinggal penduduk (jika ada relokasi penduduk) dan
pemantauan;
 Hak-hak minoritas dan masyarakat adat;
 Prosedur untuk memperoleh informasi dan keterlibatan masyarakat setempat;
 Proses dan prosedur pembebasan lahan (Surat keputusan nasional dan
regional).Peraturan dan kebijakan di atas khususnya terkait dengan LARAP sangat
diperlukan dengan mengumpulkan data dan peta lokasi yang akan diperoleh
termasuk daerah atau lokasi baru untuk pengganti.
b. Inventarisasi Lapangan dan Pengumpulan Data Sekunder
 Inventarisasi Lapangan: Penyedia Layanan harus menginventarisasi setiap
masalah yang ada di wilayah tersebut, baik saat ini atau di masa mendatang di
area yang direlokasi (jika ada relokasi penduduk).
 Beberapa aspek penting yang ada dan harus diidentifikasi;
 Inventarisasi data / informasi mengenai kondisi dan masalah yang ada di daerah
aliran sungai.
 Inventarisasi dan analisis evaluasi hasil pengumpulan data dan masukan
masyarakat di lokasi penelitian.
 Inventarisasi infrastruktur yang ada di sekitar wilayah Sungai.
 Inventori demografis dari data demografi (komposisi penduduk berdasarkan jenis
kelamin, kelompok usia, pendidikan, agama, kepadatan penduduk, dan jumlah
kepala rumah tangga) terutama untuk orang yang tinggal di daerah sementara dan
pemilik tanah.
 Inventarisasi kegiatan ekonomi (Pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan) di
daerah Sungai.
 Inventarisasi pengolahan dan penanaman tanah dan pemilik lahan di daerah
Sungai.
 Inventarisasi pengadaan dan rencana kebutuhan lahan yang diperlukan untuk
pelaksanaan pembangunan wilayah sungai dan relokasi berdasarkan Rencana
Tata Ruang (RUTR) yang telah ditentukan.
 Sosialisasi Penyedia Layanan Masyarakat diharuskan untuk melakukan sosialisasi
kepada publik dalam bentuk Rapat Konsultasi Publik untuk mendapatkan masukan,
saran dan tanggapan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak, tokoh
masyarakat dan pemerintah daerah.
 Mengukur dan Mengumpulkan Data Lahan dan Aset Lain, Pemetaan Rencana
Pembebasan Lahan, dan data Sosial Budaya Ekonomi.
 Melaksanakan kegiatan pengumpulan data teknis / informasi di instansi terkait
untuk tujuan penyelidikan yang terdiri dari:
 Penggunaan lahan dan peta kepemilikan dan peta lain yang diperlukan untuk
mendukung pelaksanaan pengukuran lapangan.
 Menerapkan pengukuran topografiuntuk pembebasan lahan di Sungai Melayu dan
lokasi Perencanaan Sungai Padolo dan relokasi Penduduk (jika ada).
Beberapa hal yang perlu dilakukan pada kegiatan ini adalah:
 Persiapan tim yang dipimpin oleh para ahli di bidangnya;
 Melakukan orientasi dan survei lapangan;
 Inventarisasi, identifikasi masalah, analisis dan evaluasi. Secara garis besar,
pengukuran dan pemetaan plot kepemilikan meliputi:
 Pemasangan plot batas
 Kontrol horizontal dan vertikal.
 Mengukur detail batas petak kepemilikan di Sungai Melayu dan lokasi
Perencanaan Sungai Padolo
 Penggambaran. Ruang Lingkup Kegiatan Survei
 Pengukuran Kerangka Utama
 Pengukuran batas kepemilikan
 Pengukuran rencana relokasi Penduduk.
2. Pemetaan Rencana Pembebasan Lahandan Relokasi Pendudukmeliputi:
a. Pemetaan rencana pembebasan lahan diukur berdasarkan kerangka kerja utama
dan kerangka kerja kantor cabang yang telah adadipasang, dengan mengukur petak
kepemilikan dan batas petak kepemilikan di Sungai Melayu dan rencana dan
relokasi Sungai Padolo.
b. Pengukuran pemetaan relokasi populasi diperinci termasuk tindakan pengendalian
horizontal, kontrol vertikal dan pengukuran situasi yang menggambarkan kondisi
yang ada dalam relokasi penduduk. Pemetaan relokasi penduduk dilengkapi
dengan titik elevasi dan garis kontur.
c. Pengukuran plot kepemilikan dan batas petak kepemilikan dibuat dengan membaca
sudut horizontal dengan alat theodolite untuk pembacaan datar.
d. Pengukuran petak-petak kepemilikan dan batas-batas bidang kepemilikan harus
diketahui oleh masing-masing kepemilikan tanah dan aparat desa setempat.
e. Melakukan pengukuran kepemilikan tanah dan batas relokasi dengan skala 1:
2.000, dan skala 1: 5000 atau dengan skala yang disesuaikan dan / atau dengan
panduan lain setelah disetujui oleh Dewan Direksi.
f. Jumlah petak dan luas masing-masing kepemilikan ditunjukkan pada gambar skala
1: 2.000 dan skala 1: 5000 atau dengan skala yang dapat disesuaikan.
g. Di kolom deskripsi gambar ditampilkan nomor plot, nama kepemilikan dan sejauh
mana setiap kepemilikan terdapat pada setiap lembar gambar.
h. Melakukan analisis / studi tentang upaya dan rencana untuk pemukiman kembali
dan relokasi penduduk atau lahan. Dalam melakukan studi ini para ahli memerlukan
pertimbangan dasar berikut:
 Kondisi yang ada dan masalah area area
 Analisis dan evaluasi hasil pengumpulan data dan masukan masyarakat di lokasi
penelitian termasuk masalah kompensasi dalam rangka pembebasan lahan
untuk:
 Hakatas tanah bangunanhasilpanenbenda lain yang berhubungan dengan tanah.
 Infrastruktur di sekitar Sungai Melayu dan Sungai Padolo.
 Demografi (komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, kelompok
usia,pendidikan,agama,kepadatanpendudukdan jumlah keluarga) terutama untuk
orang yang tinggal di daerah sementara dan pemilik lahan.
 Kegiatan ekonomi (Pertanian, kehutanan, perikanan) di Sungai Melayu dan
Sungai Padolo.
 Memproses dan menanami pemilik tanah dan tanah di wilayah Sungai Melayu
dan Sungai Padolo.Rencana pengadaan dan pembebasan lahan yang diperlukan
untuk pelaksanaan pembangunan dan relokasi Sungai Sungai dan Daerah Aliran
Sungai (DAS)Selat Luolo berdasarkan Rencana Tata Ruang yang ada (RUTR),
dan untuk daerah yang belum melakukan pembebasan lahan RUTR berdasarkan
tata ruang atau perencanaan kota yang ada.
3. Melakukan Analisis Inventarisasi dan Identifikasi melalui Studi LARAP terutama untuk
orang-orang yang diperkirakan terkena relokasi. Analisis dan pengumpulan data akan
dilakukan pada lingkungan sekitar wilayah studi yang telah ditentukan, dengan ukuran
sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia. Analisis yang dilakukan oleh tim
konsultan adalah:
a. Pembebasan lahan untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum,
termasuk aturan dasar peta dari BAKOSURTANAL2.
b. Prinsip kebijakan pembebasan lahan;
c. Komite, Musyawarah, dan kompensasi.Hasil analisis akan berfungsi sebagai dasar
untuk menyiapkan laporan LARAP.
4. Mempersiapkan Program Persiapan Rencana Lokasi (jika ada relokasi penduduk)
Inventarisasi dan identifikasi hasil yang telah dilakukan, Penyedia Layanan harus
menganalisis dan menyiapkan rencana persiapan lokasi untuk bantuan bisnis dan
tempat tinggal bagi orang-orang yang diperkirakan untuk terkena dampak langsung dari
pembangunan Sungai Melayu dan Sungai Padolo.
5. Mengatur Prosedur Pembebasan Lahan Penyedia layanan harus melakukan analisis
dan menyiapkan rekomendasi atau prosedur untuk pembebasan lahan dan
penandatanganan perjanjian ganti rugi dan perbaikan. Rekomendasi prosedur dan
mekanisme pembebasan lahan.
Akuisisi sangat dibutuhkan oleh para pemangku kepentingan untuk mendapatkan tanah
dengan memberikan kompensasi kepada mereka yang berhak atas tanah dalam upaya
untuk merencanakan pembangunan Sungai Melayu dan lembah Sungai Padolo.

6. Mempersiapkan Prosedur untuk Ganti Rugi dan Peluang Bisnis Alternatif Ganti Rugi
adalah penggantian nilai tanah dan bangunan, tanaman dan / atau benda lain yang
terkait dengan tanah sebagai akibat dari pembuangan atau pengalihan hak atas tanah.
Penyedia layanan diminta untuk melakukan analisis dan menyiapkan prosedur untuk
kompensasi termasuk peluang bisnis alternatif dan rekomendasi pelatihan untuk
masyarakat yang terkena dampak langsung dari proyek pembangunan Sungai Sungai
dan Padolo.
7. Penyusunan prosedur ganti rugi sangat diperlukan untuk mendapatkan tanah dengan
memberikan kompensasi kepada yang berhak atas tanah di mana pembuangan atau
pengalihan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara

2
BAKOSURTANAL: singkatan dari Badan Koordinasi Survei dan pemetaan nasional. Istilah badan koordinasi Survei dan
Pemetaan nasional
pemegang hak atas tanah dan tanah itu memiliki dengan kompensasi atas dasar
musyawarah. Untuk dasar dan prosedur untuk menghitung kompensasi lahan akan
ditentukan atas dasar:
a. Harga tanah berdasarkan nilai nyata atau aktual, dengan mempertimbangkan nilai
jual objek Pajak Bumi dan Bangunan yang terakhir untuk tanah yang bersangkutan;
b. Nilai jual bangunan yang diperkirakan oleh instansi pemerintah setempat yang
bertanggung jawab atas bangunan;
c. Nilai penjualan tanaman yang diperkirakan oleh lembaga pemerintah lokal yang
bertanggung jawab untuk pertanian.
8. Persiapan dan Pengumpulan Data Masalah Berdasarkan Urgensi Penyedia Layanan
Masyarakat harus menganalisis hasil pengumpulan data yang ditemukan di lokasi
kegiatan, serta menyusun konsep tingkat masalah yang dihadapi berdasarkan urgensi
masyarakat. yang diperkirakan terkena dampak langsung oleh Sungai Melayu dan
pengembangan Sungai Padolo.
9. Membuat Skenario Pemecahan Masalah LARAP. Penyedia layanan harus membuat
skenario untuk memecahkan masalah yang akan timbul sebagai akibat dari rencana
relokasi dalam tingkat urgensi masyarakat yang terkena dampak. Persiapan skenario
ini diperlukan oleh pembuat kebijakan untuk merelokasi penduduk dari tempat asalnya
ke tempat lain, dan juga skenario ini diperlukan.
oleh komite kompensasi lahan dalam rangka pelaksanaan kompensasi / pengadaan
tanah untuk keperluan pembangunan Sungai Sungai dan Padolo, agar tepat sasaran
dalam pelaksanaan tugasnya.
10. Mempersiapkan dan menyiapkan Penyedia Data Kepemilikan Lahan berdasarkan
pengumpulan data / inventarisasi kepemilikan tanah harus menggambarkan setiap plot
(blokir) kepemilikan tanah dan menyiapkan inventarisasi lengkap data kepemilikan.
Data ini sangat diperlukan bagi tim pembebasan tanah pada saat proses kompensasi
untuk hak atas tanah, bangunan, tanaman dan hak atas tanah.
11. Siapkan rekomendasi pemecahan masalah dengan metode skala prioritas. Penyedia
jasa berdasarkan penyusunan skenario yang telah dilakukan maka selanjutnya
diharuskan menyiapkan rekomendasi untuk prosedur penyelesaian masalah
kompensasi dan relokasi (LARAP) dengan membuat metode skala perioritas.
12. Penyusunan Rencana Anggaran (EE3) Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali
dan Relokasi Penduduk Penyedia layanan diminta untuk menyiapkan perkiraan biaya

3EstimateEngineering adalah perhitungan biaya untuk suatu paket pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh konsultan
perencanaan.
(EE) yang diperlukan dalam pelaksanaan pembebasan tanah dan relokasi penduduk
(jika ada relokasi penduduk) di sesuai dengan tingkat urgensi.
13. Perkiraan biaya pembebasan lahan dan akuisisi didasarkan pada inventarisasi atau
pengumpulan data yang dilakukan oleh tim. Beberapa hal utama yang harus
dipertimbangkan dalam penyusunan perkiraan biaya tersebut adalah;
a. Melakukan penelitian dan inventarisasi lahan,bangunan,tanaman dan benda-benda
lain yang berkaitan dengan tanah di mana hak-hak tersebut akan dirilis atau
diserahkan.
b. Melakukan penelitian tentang status hukum dari tanah yang akan dilepaskan atau
diserahkan.
c. Menilai dan mengusulkan jumlah kompensasi secara keseluruhan dengan nilai
biaya saat ini atau panduan lain karena fluktuasi.
d. Memberikan penjelasan dan perluasan kepada pemegang hak atas tanah terkait
rencana dan tujuan pembebasan lahan.
14. Melaksanakan Lokakarya LARAP untuk menampung aspirasi para pemangku
kepentingan, konsultan harus melakukan Lokakarya LARAP di tingkatPemerintah
Daerah khususnya yang melibatkan para pemangku kepentingan, serta masyarakat di
lokasi Sungai Melayu dan Sungai Padolo.Tujuan Lokakarya LARAP ini adalah untuk
mendapatkan masukan, tanggapan, dan koreksi dari masyarakat, dan semua
pemangku kepentingan mengenai keseluruhan data inventaris, identifikasi kondisi
lingkungan dan identifikasi masalah yang telah dilakukan untuk menetapkan perjanjian
dari semua pihak yang berkepentingan dalam upaya pembebasan tanah dan relokasi
Sungai Melayu dan Sungai Padolo.Penyedia layanan memfasilitasi kegiatan lokakarya
dari berbagai Lembaga Lintas Sektor terkait melalui Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, Pemerintah Kecamatan, LSM4, Pemangku
15. Kepentingan Desa dalam memperoleh masukan, tanggapan masyarakat, semua
pemangku kepentingan / kebijakan.
16. Mempersiapkan Laporan Studi LARAP Penyedia layanan diharuskan untuk
menyiapkan laporan hasil penelitian LARAP bersama dengan laporan daftar
identifikasi masyarakat yang terkena dampak terhadap rencana pengembangan River
Sungai dan Sungai Padolo yang berkaitan dengan kompensasi aset serta gambar
lokasi relokasi dan lokasi .Hasil yang ingin dicapai dalam studi LARAP ini adalah:
a. Rekomendasi garis dasar pembebasan tanah dan lokasi relokasi dari
inventarisasi,identifikasi dan analisis lapangan dan evaluasi.

4
Bapeda singkatan dari badan perencanaan pembangunan daerah dibidang penelitian dan perencanaan
pembangunan daerah yang.
b. Usulan metode penyelesaian masalah kompensasi berdasarkan hasil analisis
dengan beberapa metode skala periority.
c. Usulan biaya rencana implementasi pembebasan tanah dan akuisisi serta relokasi
penduduk.
d. Mengusulkan pengadaan tanah untuk merelokasi penduduk yang sesuai untuk
rencana pembangunan pemukiman sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang
(RUTR) yang ada.
e. Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Dalam dokumen ini harus mencakup:
 Maksud dan Tujuan dari Rencana Pengembangan
 Kepatuhan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana
Pembangunan Nasional dan RegionalLokasi tanahUkuran Tanah dibutuhkan
 Tinjauan Status Tanah
 Perkiraan Waktu Pelaksanaan Pengadaan Lahan
 Perkiraan Periode Pengembangan
 Perkiraan Nilai Tanah
 Rencana anggaran Biaya

B. Pelaporan dan Pelaporan Pembahasan

Dalam penyusunan laporan dan diskusi adalah:


1. Konsultan diminta untuk menyerahkan laporan tentang pekerjaan yang telah
dibahas kepada dewan direksi. - Konsultan mengadakan diskusi dengan para
direktur, dan melakukan presentasi di depan dewan direksi dan tim perencanaan.
2. Konsultan bersedia hadir jika dipanggil / diundang oleh pengguna.
3. Konsultan bertanggung jawab sepenuhnya atas kualitas data/perencanaan yang
dihasilkan.Jika data tidak valid, tidak realistis dan/atau tidak memadai, kurang
memuaskan menurut dewan direksi,konsultan harus memperbaikinya.
4. Konsultan diharuskan membuat notulen rapat dalam setiap diskusi yang
dilakukan,baik dengan tim teknis dewan atau dengan tim teknis di direktorat
pengawas di Jakarta.

1.3. LOKASI PROYEK


1.3.1 Kondisi Topografi
Luas Kota Bima sekitar 222,25 km2, dengan ketinggian tanah antara 0 - 1.150 meter di
atas permukaan laut.
1.3.2 Kondisi Kemiringan
Kota Bima diklasifikasikan dalam kemiringan datar hingga lereng yang sangat curam,
yang pada umumnya Kota Bima dapat diklasifikasikan menjadi lereng curam di Utara
dan Timur Kota sekitar 31,28% dan di pusat daerah Kota Bima sekitar 33,39%.
1.3.3 Kondisi Penggunaan Lahan
Sebagian besar Kota Bima ditutupi dengan area semak belukar yaitu 36,12% dari total
luas Kota Bima, area pertanian yaitu 25,13% dari total luas Kota Bima. Lainnya adalah
hutan produksi yaitu 22%, luas pemukiman 7,86%, dan sawah 6,7% dari total luas Kota
Bima. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel dan gambar peta di bawah ini.

Tabel 1.2.Luas Penggunaan Lahan Kota Bima

No Tata Guna Lahan Luas (km2) Persentase


1 Hutan Lindung 7.07 3.18%
2 Hutan Produksi 20.51 9.23%
3 Hutan Produksi terbatas 21.08 9.49%
4 Pemukiman 17.47 7.86%
5 Pertanian Lahan Kering 4.01 1.80%
6 Pertanian Lahan Kering dengan semak 55.86 25.13%
7 Sawah 14.90 6.70%
8 Semak/belukar 80.28 36.12%
9 Tambak 1.08 0.49%
Total 222.25 100%
Sumber:RTRW Kota Bima Tahun 2011
\

Gambar 1.5.Penggunaan Lahan Kota Bima


1.3.4 Kondisi Geologi

Pulau Sumbawa termasuk dalam Peta Geologi Indonesia Sumbawa, Nusa Tenggara
Barat, yang terdiri dari batuan beku dan batuan sedimen yang Tersier ke Kuarter. Satuan
batuan tertua di Pulau Sumbawa adalah batuan vulkanik tua (Tlmv) dari Oligosen Akhir -
Miosen awal, tersebar di bagian selatan dan tengah Pulau Sumbawa, antara lain di Batu
Bulan, Mokong, Lemurung, Ledang, Sepekat, Dodo, Ropang, Lenangguar, Kalimantong,
Batu Hijau, Sekongkang, Lape Lopok, Gunung Riwo, Montabaru, Tangga, Gunung
Darambolo, Gunung Asa, Sorobali, Gunung Murni, dan Olat Jaran Pusang.
Batuan vulkanik tua (Tlmv) terdiri dari lava (l) dan breksi (b) andesit dan basaltis, tuf
piroklastik (t), lapia andesit, tuf andesit dan cougars, abu-abu kehijauan dan tuf ungu. Para
lugs umumnya mengalami pelapukan tingkat tinggi dan mengelompok dengan pola yang
tidak teratur. Di bagian utara Pulau Sumbawa ada batu-batuan vulkanik tua (QTv) yang
merupakan hasil letusan gunung api Bulupasak (b), Sakedet, Sangenges (Sn), Lalumbu (l),
Matua (m), Oromboha (o), Maria dan Gilibanta (g), terdiri dari intermiten antara lava dan
tufa, lava dan abu vulkanik andesitis. Petrografi batuan terdiri dari andesit piroksen, kaca
basal, basal dan basal olivin.Batuan ini diperkirakan Pliosensampai awal Plistosen. Batuan
vulkanik yang terdiri atas gelang breksi lava dan porfiri (dicirikan oleh fenokristal kuarsa 0,5
hingga 2 cm) berwarna abu-abu gelap, padat, disisipkan tufa dasitan dan tufa gampingan.
Batuan gunung api adalah tufa dasbor: tufas abu-abu terang, dicirikan oleh phenocrysts
kuarsa (0,5 sampai 1 cm), berlapis dan sebagian padat, tuf hijau yang dimasukkan, tampa
gampingan, batu kapur dan batu pasir tuf, secara lokal dengan breksi dan sisipan lava
(dasit dan sebagian andesit) . Sisipan batu gamping mengandung fosil Lepidocyclina,
sumatrensis (Brady), Cycloclypeus (Kata) annulatias (Tan), Cycloclypeus (Kata) transien
(Tan), Operculina sp dan Amphisegina sp yang menunjukkan usia Miosen Tengah. Unit
lokal ini dipotong oleh urat kuarsa, sebagian dipipihkan dan termineralisasi. Kerak besi ada
di bagian terkecil, ada di daerah Dorao'o.
Di beberapa daerah pantai ada batuan sedimen permukaan dan batuan sedimen dalam
bentuk karang batu kapur. Batuan sedimen permukaan diperkirakan berumur Holocene.
Batuan sedimen permukaan adalah dalam bentuk endapan alluvium dan pantai yang terdiri
dari kerikil, kerak, pasir, tanah liat, lumpur, gambut dan fragmen lokal yang mengandung
pasir magnetik. Tersebar di sepanjang daerah pesisir utara Pulau Sumbawa, Empang,
Plampang, Mapin Pedolo dan Malayu, Alas, Bima, Empang, Plampang, Meronge, Gapit,
Bunt Munte, Lunyuk, Brang Beh, Tente, Talabiu, Rasabuo, Tolotangga, dan Utan Rhee.
Batuan sedimen adalah batu kapur karang, terdiri dari karang kompak sebagian kompak
dan sebagian breksi, bagian bawah terdiri dari konglomerat dengan andesit, piroksen dan
komponen andesit berongga yang mengandung matriks pasir, batu pasir yang mengeras
dan lapisan tipis magnetit pasir. Batuan ini diperkirakan Holocene, dan menyebar di
Labuan Sumbawa, Tanjung Menangis, Tanjung Bora, dan Pulau Moyo.

A. Fisiografi Dan Struktur Geologi

Sumbawa meluas ke arah timur-barat dan diputus oleh beberapa lembah yang
mengarah terutama timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara. Salih Bay adalah
penyok terbesar dan membagi pulau menjadi dua bagian utama, yaitu Sumbawa Barat
dan Sumbawa Timur. Garis pantai Teluk Saleh mengesankan tentang wilayah yang
tenggelam.
Bagian utara pulau ini terdiri dari rute gunung api Kuarter, dengan puncak tertinggi 2851
m di atas permukaan laut (Tambora). Kawah terletak hampir di semua gunung berapi di
jalur ini. Kawah Gibibanta sebagian terletak di bawah permukaan laut. Kerucut parasit
100 hingga 350 m terletak di timur, selatan, selatandan lereng barat daya Tamboradan
mungkin terletak di sepanjang sistem retak atau meluruskan gunung berapi yang sesuai
dengan pola struktur umum Sumbawa. Bagian selatan Sumbawa terdiri dari
pegunungan kasar dan tidak teratur, yang dipangkas oleh utara-selatan dan tenggara,
timur laut, perbukitan mulai dari 800 hingga 1400 m di atas permukaan laut. Struktur
pulau sebagian besar terdiri dari sistem retak yang membentang barat laut-tenggara dan
timur laut-barat daya; celah-celah yang kurang penting mengarah ke utara-selatan dan
barat-timur. Retakan-retakan ini adalah daerah-daerah yang terkikis dan membentuk
lembah-lembah dalam, seperti Brang Beh dan anak-anak sungai di Sumbawa Barat.
Gambar ERTS (saluran 4, 5, 6 dan 7) menunjukkan keberpihakan yang jelas di
sepanjang lembah. Danau Meraran, yang terletak di Sumbawa Barat, sebelah utara
Bima, dan Teluk Waworada di Sumbawa Timur, masing-masing mengalir ke utara-
selatan dan barat-timur. Bay of Saleh, Campi Bay, Bima Bay dan Sape Bay membentuk
sistem retak utara-selatan-selatan-timur laut-barat daya, mungkin kesalahan menurun,
keberpihakan paralel dapat dilihat dalam potret udara dan gambar ERTS.

Tabel 1.3. Data Geologi Regional Kota Bima

No Kode Keterangan Biologi Luas (Km2) Persentase


1 Qa Endapan Permukaan 15.78 7.10%
2 Ql Batuan Sedimen 2.72 1.23%
3 Qvl Batuan Gunungapi 167.72 75.46
4 Ta Batuan terobosan 0.99 0.46%
5 Tlmv Batuan Sedimen - 11.50 5.17%
Ketidakselarasan
6 Batuan Sedimen - 23.54 10.59%
Tml
Ketidakselarasan
Total 222.25 100.00%
Sumber:RTRW Kota Bima Tahun 2011

B. Eartquake
Pulau Sumbawa terletak di dalam garis gunung berapi Indonesia. Gunung api yang
masih aktif di wilayah Gunung Tambawa Tambora. Letusan terakhir Gunung Tambora
terjadi pada tahun 1815, memuntahkan sekitar 105 km3 rempah-rempah vulkanik,
terutama terdiri dari abu dan tuf lapili. (Hedervani, 1963).

Berdasarkan Peta Zona Gempa Indonesia (Puslitbang Air, 1999), wilayah kerja
memiliki koefisien zona gempa z = 0,6 - 0,9; dengan periode dominan {Ts <0,25};
faktor koreksi v = 0,8. Dari pengamatan ini juga ditemukan bahwa di lokasi kerja
terletak di bebatuan. Analisis percepatan seismik maksimum untuk desain pada
persyaratan tanpa kerusakan dilakukan dengan cara koefisien gempa, di mana periode
re-gempa yang digunakan adalah T = 50 ~ 100 tahun yang memiliki percepatan gempa
dari ac = 170 gal, sehingga seismisitas adalah sebagai berikut:
Gambar 1.3. Peta Geologi Regional Kota Bima

Gambar 1.4 Peta Zona Gempa Kota Bima


Gambar 1.4 Peta Zona Gempa Kota Bima
1.3.5 Kondisi Sosial Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah salah satu indikator untuk melihat
gambaran produktivitas ekonomi di suatu daerah, salah satunya diilustrasikan dengan
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh semua sektor ekonomi yang beroperasi pada
periode tertentu.Angka PDRB tersedia dengan harga saat ini dan dengan harga konstan.
PDB Kota Bima berdasarkan harga saat ini tahun 2014 telah mencapai 2.653,59 miliar
rupiah, yang meningkat dari 2.192,21 miliar rupiah atau telah meningkat 461,38 miliar
rupiah pada periode 2012 - 2014. Hal yang sama terjadi pada PDRB dengan harga
konstan , dari 2.062,50 miliar rupiah pada tahun 2012 menjadi 2.296,21 miliar rupiah pada
tahun 2014.Pada tahun 2014, tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Bima tercatat 5,62
persen. Tingkat pertumbuhan adalah yang tertinggi di kisaran tahun 2011 hingga 2014.
Pertumbuhan ekonomi Kota Bima pada tahun 2011-2013 adalah 5,12 persen, 5,60 persen
dan 5,40 persen. Refleksi struktur ekonomi suatu wilayah dapat dilihat dari besarnya peran
atau kontribusi masing-masing sektor terhadap pembentukan PDRB. Pada tahun 2014,
kontribusi sektor Perdagangan Besar dan Ritel; Mobil dan Sepeda Motor Reparasi masih
merupakan kontribusi terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto Bima yaitu sebesar
22,81 persenSelanjutnya diikuti oleh sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (14,18
persen), administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib (12,74 persen),
transportasi dan pergudangan (10,26 persen), konstruksi (8,67 persen), sektor jasa
pendidikan (7,93 persen) sementara sektor lain kurang dari 6 persen.
Dari distribusi tersebut dapat dilihat bahwa hingga tahun 2014, perekonomian Kota Bima
masih sangat tergantung pada sektor Perdagangan Besar dan Ritel; Perbaikan Mobil dan
Sepeda Motor. Jika sektor ini terganggu maka akan berdampak besar pada perekonomian
Kota Bima. Perbandingan regional adalah analisis yang ditujukan untuk mengetahui posisi
Kota Bima dalam konteks regional Nusa Tenggara Barat dengan menggunakan indikator
terpilih.Untuk nilai PDB berdasarkan harga saat ini, Kota Bima menempati posisi terendah
dibandingkan dengan Mataram, Bima, dan Dompu. Nilai PDRB atas dasar harga Kota
Bima saat ini, hanya seperempat dari nilai PDRB Kota Mataram. Urutan yang sama juga
pada nilai PDRB dengan harga konstan 2000, yang menempatkan Kota Bima pada posisi
terendahdari empat Kabupaten / Kota.Besaran nilai PDB baik pada harga saat ini dan
harga konstan tidak dapat dipisahkan dari potensi masing-masing daerah. Sama dengan
nilai PDRB, laju pertumbuhan ekonomi menempatkan kota Bima pada urutan terakhir
dengan persentase 5,62 persen. Masih kalah dengan Kabupaten Dompu (6,14 persen),
Kabupaten Bima (6,03) dan Mataram (8,10 persen). Selanjutnya, HDI Kota Bima berada
pada posisi tertinggi kedua dari sepuluh kabupaten / kota di NTB. Angka IPM Bima Kota
mencapai 72,23 meninggalkan saingan Dompu dan Bima yang mencapai nilai IPM 63,53
dan 62,61.Kemiskinan adalah masalah sosial yang sangat dihormati oleh pemerintah.
Menurut Yudhoyono dan Harniati (2007), kemiskinan berdampak pada penurunan kualitas
hidup, yang menyebabkan beban sosial ekonomi pada masyarakat, mengurangi kualitas
sumber daya manusia, dan mengurangi ketertiban umum. Karena itu, pemerintah telah
melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi kemiskinan. Salah satunya adalah
Program Transfer Tunai Langsung Masyarakat (BLSM). Dengan program pengentasan
kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak langsung, diharapkan dapat mengurangi
kemiskinan setiap tahun.Secara umum, ada penurunan persentase penduduk miskin
selama empat tahun terakhir (2011-2014) di Kota Bima dan Kota Mataram. Dibandingkan
dengan Kota Mataram, persentase penduduk miskin di Kota Bima masih lebih kecil selama
empat tahun terakhir. Pada tahun 2014, angka kemiskinan di Kota Bima mencapai 9,74
persen dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 15.270 jiwa, sedangkan dibandingkan
dengan tahun 2013, tahun ini mengalami penurunan sebesar 0,17 persen.
BAB 2
TUJUAN RENCANA AKUISISI & RESETTLEMENT RENCANA
LARAP (LARAP)

2.1. Tujuan Rencana Aksi Pengadaan Lahan & Pemukiman Kembali (LARAP)
2.1.1 Tujuan pokok

Pemukiman kembali preventif diterapkan pada Proyek dengan menjaga kehidupan dan
aset orang-orang dari bencana banjir. Pemukiman kembali, bagaimanapun, adalah proses
yang kompleks dan multi-dimensi dengan potensi dampak negatif. Tujuan utama LARAP
Proyek adalah untuk memastikan bahwa kegiatan pemukiman kembali Proyek
direncanakan dengan baik sehingga pemukiman kembali menjadi peluang bagi orang-
orang yang terkena dampak proyek (PAP), untuk membangun kembali dan / atau
meningkatkan kondisi kehidupan di tempat yang aman. dan mengurangi paparan risiko
bencana banjir.

2.1.2 Objek spesifik

Tujuan khusus dari Proyek LARAP adalah sebagai berikut :

 Mengidentifikasi perlunya pemukiman kembali Proyek.


 Untuk mengidentifikasi dampak dan skala pemukiman kembali Proyek.
 Untuk menilai karakteristik sosioekonomi dari WTP Proyek, termasuk status sosial
ekonomi, besarnya dan tingkat kehilangan PAP.
 Untuk memberikan kerangka kerja hukum Proyek, termasuk kebijakan dan analisis
kesenjangan pemukiman kembali dan pembebasan lahan Proyek.
 Untuk memberikan kebijakan tentang kelayakan untuk kompensasi dan hak,
termasuk definisi PAP, kelayakan untuk kompensasi dan tindakan bantuan,
inventaris kerugian dengan metode penilaian untuk kompensasi kerugian.
 Untuk menyediakan rencana lokasi pemukiman kembali, termasuk penilaian lokasi
pemukiman kembali yang ada, pemilihan lokasi, dan penilaian serta rencana untuk
rumah yang diperlukan, fasilitas.
 Untuk memastikan partisipasi masyarakat.
 Untuk menyediakan mekanisme penanganan ganti rugi dari pemukiman kembali
Proyek.
 Untuk menyediakan kerangka kerja stitutional Proyek, kerangka kerja organisasi
dan tanggung jawab pelaksanaan pemukiman kembali Proyek.
 Untuk memberikan jadwal pelaksanaan pemukiman kembali Proyek.
 Untuk menyediakan biaya dan anggaran pemukiman kembali Proyek.
 Untuk menyediakan prosedur pemantauan dan evaluasi Proyek.

2.2. Pemukiman Kembali Warga Terkait Proyek

2.2.1 Pertimbangan Pengurangan Risiko Bencana

Manajemen dalam ProyekPengendalian banjir di Kota Bima difokuskan pada sungai-


sungai awal dan tidak tersentuh. Kontrol banjir yang direncanakan adalah normalisasi
sungai pedolo L = 2 km, Tebing Kekuatan L = 6 km, dan tanggul L = 1,8 km.Untuk
penanganan secara Struktur pengendalian banjir Sungai Pedolo untuk mengurangi daya
rusak air ada beberapa alternatif sebagai berikut :
1) Pengendalian Banjir Sungai Pedolo Alternatif 1
Untuk mengurangi debit banjir di daerah tengah dan hilir dengan menormalisasi
sungai dan membuat bangunan SDA untuk mengurangi daya rusak air berupa
bronjong, parapet, concrete sheet pile dan Groundsill pada daerah hilir, tengah
dan hulu yang dekat pemukiman penduduk ataupun lahan pertanian, membuat
saluran pengelak dari Sungai Pedolo menuju Teluk Bima dan mengptimalkan O
& P Bendung Rabasalo dengan menormalisasi endapan sedimen yang ada di
hulu Bendung Rabasalo (Gambar 4.2).

2) Pengendalian Banjir Sungai Pedolo Alternatif 2


Untuk mengurangi debit banjir di daerah tengah dan hilir dengan menormalisasi
sungai dan membuat bangunan SDA untuk mengurangi daya rusak air berupa
bronjong, parapet, concrete sheet pile dan groundsill pada daerah hilir, tengah
dan hulu yang dekat pemukiman penduduk ataupun lahan pertanian, membuat
saluran pengelak dari Sungai Pedolo menuju Teluk Bima dan mengoptimalkan O
& P Bendung Rabasalo dengan menormalisasi endapan sedimen yang ada di
hulu Bendung Rabasalo atau membuat emergensi spillway (Gambar 4.3).

3) Pengendalian Banjir Sungai Pedolo Alternatif 3


Untuk mengurangi debit banjir di daerah tengah dan hilir dengan menormalisasi
sungai dan membuat bangunan SDA untuk mengurangi daya rusak air berupa
bronjong, parapet, concrete sheet pile dan groundsill pada daerah hilir, tengah
dan hulu yang dekat pemukiman penduduk ataupun lahan pertanian dan
mengoptimalkan O & P Bendung Rabasalo dengan menormalisasi endapan
sedimen yang ada di hulu Bendung Rabasalo atau membuat emergensi spillway

2.3. Kebutuhan Pemukiman KembaliTerkiat Proyek

2.3.1 Relokasi Orang-Orang di Risiko Banjir Sangat Tinggi ke Tempat Aman

Terjadinya banjir bandang yang melanda Kota Bima pada 21 dan 23 Desember 2016 dan
berdampak sangat besar terhadap kehidupan masyarakat Kota Bima, terutama bagi
masyarakat yang tinggal di dekat sungai. Banjir yang terjadi saat itu disebabkan oleh curah
hujan tinggi yang berlangsung cukup lama dan tidak pernah berhenti. Kapasitas sungai
yang tidak mampu menyebabkan semburan air yang sangat besar dan berlimpah di
pemukiman dan pemukiman.Selain itu, kawasan hutan yang seharusnya menjadi daerah
penyangga hampir seluruhnya kosong, sehingga tidak ada tepi air yang tersisa di bagian
atas.Sesuai dengan hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh tim survei diperoleh
informasi bahwa untuk sungai Melayu yang terkena proyek ini adalah 280 rumah seperti di
daerah rencana normalisasi dan pembangunan tanggul tanah. Sedangkan untuk Proyek
sungai Pedolo yang terkena dampak sebanyak 128 rumah karena berada di daerah
rencana normalisasi, pembangunan tanggul dan perkuatan tebing.

Tabel 2.1. Identifikasi Dimensi Sungai dan Rencana Larap


SUNGAI PEDOLO
No Uraian Keterangan
1 Panjang sungai P.0 - P.20 (1084,32 M)
2 lebar sungai hilir 44.33 M
3 lebar sungai hulu 34.03 M
4 kegiatan P.0 - P.20 (NORMALISASI)
5 jumlah kk 30 KK
6 GSS 10 M
SUNGAI PEDOLO KANAN
No Uraian Keterangan
1 Panjang sungai P.21 - P.24 (258,58 M)
2 lebar sungai hilir 31,05 M
3 lebar sungai hulu 34,00 M
4 kegiatan CONCRETE SITE PILE
5 jumlah kk 44 KK
6 GSS 10 M
SUNGAI PEDOLO KIRI
No Uraian Keterangan
1 Panjang sungai P.21 - P.25 (258,58 M)
2 lebar sungai hilir 31,05 M
3 lebar sungai hulu 34,00 M
4 kegiatan CONCRETE SITE PILE
5 jumlah kk 33 KK
6 GSS 10 M
SUNGAI PEDOLO KANAN
No Uraian Keterangan
P.35 - P.39 (231,22 M)
P.39 P.41 (96,08 M)
1 Panjang sungai
P.41 - P.43 (22,70 M)
P.43 - P.46 (162,12 M)
2 lebar sungai hilir 32,01 M
3 lebar sungai hulu 34,00 M
P.35 - P.39 (BATU EXISTING & PARAPET BARU)
P.39 P.41 (BRONJONG BARU & PARAPET BARU)
4 kegiatan
P.41 - P.43 (BRONJONG &PARAPET BARU)
P.43 - P.46 (BRONJONG BARU & PARAPET BARU)
5 jumlah kk 41 KK
6 GSS 10 M
SUNGAI PEDOLO KANAN
No Uraian Keterangan
1 Panjang sungai P.35 - P.41 (287,61 M)
P.41 - P.46 (271,64 M)
2 lebar sungai hilir 32,01 M
3 lebar sungai hulu 34,00 M
4 kegiatan P.35 - P.41 (BRONJONG EXISTING & PARAPET BARU)
P.41 P.46 (BRONJONG BARU & TANAH KOSONG)
5 jumlah kk 29 KK
6 G.g.s 10 M

No Uraian Keterangan
1 Panjang sungai P.195 - P.196 (40,20 M)
2 lebar sungai hilir 30,03 M
3 lebar sungai hulu 31,42 M
4 kegiatan P.195 - P.196 (BRONJONG EXISTING & NORMALISASI)
5 jumlah kk 29 KK
6 G.g.s 10 M

No Uraian Keterangan
1 Panjang sungai P.202 - P.221 (900,02 M)
2 lebar sungai hilir 30,08 M
3 lebar sungai hulu 30,09M
4 kegiatan P.35 - P.41 (BRONJONG EXISTING & NORMALISASI)
5 jumlah kk
6 G.g.s 10 M
Sumber: Hasil Survey , DED Review Banjir
Kondisi hillir sungai Melayu saat ini lebar 8-9 m, adanya sedimetasi, lebar efektif 6 m.
Penguatan tebing tidak dilakukan sepanjang aliran, dan tidak dilakukan di kedua sisi.
Secara sosial, banyak rumah warga yang berada di tebing sungai.
GAMBAR 2.2 Kondisi Eksisting Hilir Sungai Melayu

Kondisi hilir sungai Padolo saat ini lebar 30-35 m. Jarak muka air dengan tebing sungai sekitar 1 m. Pada waktu pasang, terjadi
backwater.
Secara sosial, masyarakat banyak bermukim di tanggul sungai dan memanfaatkan sungai untuk keperluan domestik (mandi,
kakus).
GAMBAR 2.3 Kondisi Eksisting Hilir Sungai Padolo

2.3.2 Komponen Proyek Mendorong Pemukiman Kembali

Komponen-komponen Proyek untuk menginduksi pemukiman kembali adalah struktur


pengendalian banjir seperti tanggul dan dinding banjir, yang dibangun di batas sungai dan
membutuhkan pembebasan lahan dengan lebar tertentu. Orang-orang yang tinggal di
rumah dan / atau bangunan yang terletak di tanah perlu direlokasi. Selain dari hal di atas,
lahan yang menjadi wilayah sungai dengan risiko banjir sangat tinggi setelah konstruksi
struktur Proyek perlu diperoleh. Orang-orang yang tinggal di rumah dan / atau bangunan di
tanah harus direlokasi, tanpa memperhatikan komponen proyek.
2.3.3 Lokasi Area

Lokasi KajianLARAPini meliputi10 Kelurahan yang terdiri dari Kelurahan Pane, Paruga,
Dara, Sarae, Rontu, Magemanci, Melayu,Santi, dan Kelurahan Jatiwangi. Jumlah kelurga
yang terkena dampak mencakup 408 KK, dari jumlah tersebut kami melakukan uji sample
sebanyak 82 KK pada lokasi Proyek yang akan di jelaskan sebagai berikut:

Daerah studi komponen sosial ekonomi budaya meliputi 4 (empat) kecamatan dan 10
Kelurahan, yaitu:

Tabel 2.2 Indentifikasi Kelurahan Terkait Proyek

Sungai Kecamatan Kelurahan


Melayu Mpunda 1 Santi
Rasanae Barat 2 Nae
3 Sarae
Asa Kota 4 Jatiwangi
5 Melayu
Padolo Raba 1 Rontu
Mpunda 2 Manggemaci
Rasanae Barat 3 Pane
4 Dara
5 Paruga
Sumber: Hasil Survei Lapangan Maret 2018

Distribusi pengambilan sampel dilakukan secara porpusive random, mempertimbangkan


tingkat kepadatan di masing-masing lokasi sampling. Detil disribusi sampling sebagai
berikut:

TABEL 2.3 Jumlah Sampel Pada Lokasi Larap Pedolo Dan Melayu

No. Kecamatan Kelurahan Setuju Tidak Setuju Jumlah %

1 Pane 1
- 1 1.22
2 Paruga 6
- 6 7.32
3 Rasanae Barat Dara 6
- 6 7.32
4 Nae 16
- 16 19.51
5 Sarae 6
- 6 7.32
6 Raba Rontu 7
- 7 8.54
7 Mpunda Manggemaci 11
- 11 13.41
Santi - - - -
8 Melayu 18
- 18 21.95
Asa Kota
9 Jati Wangi 11
- 11 13.41
Jumlah 82 0
82 100.00
% 100.00 0.00
100.00 198.78

Keterangan:
- Kelurahan Santi tidak diambil sampel karena: 1) jumlah keluarga yang kemungkinan terdampak
hanya 3 KK, dan 2) secara sosial-ekonomi kondisinya sangat mirip dengan Kelurahan Nae dan
Jatiwangi.
- Keluarahan Pane yang kemungkian terdampak hanya 2 keluarga.

Gambar: 2.4 Pengambilan data Pendududk Terkena Dampak


2.3.4 Daerah Terdampak Banjir

Data dari BPBD5, banjir pada akhir Desember 2016 berdampak pada property maupun
jiwa yang terpaksa mengungsi, sbb:

Fasilitas Pendididikan 27 Unit Sekolah rusak

 18 SD
 5 SMP
 4 SMA

Rumah Penduduk

 229 hanyut
 716 Rusak Berat
 739 Rusak Sedang
 17.706 Terendam

Infrastruktur

 9 Jembatan Rusak
 40 Km Jalan Dalam Kota Rusak
 5 PDAM Rusak berat
 1 DAM Rusak Sedang

Fasilitas Kesehatan

 4 Puskesmas
 29 pustu
 29 Polindes
 1 Labkesda

5
BPBD: …..Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah lembaga pemerintah non-departemen yang
melaksanakan tugas penanggulangan bencana di daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/ Kota dengan berpedoman
pada kebijakan yang ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Gambar 2.5. Daerah Genangan Banjir di Kota Bima,Desember 2016 (Sumber: BPBD)
BAB 3
DAMPAK PROYEK

3.1 BATAS SUNGAI DAN RESIKO BANJIR

3.1.1. Penentuan batas Sungai

Batas sungai di sepanjang Sungai Melayu dan Padolo Sungai didirikan, dalam pertimbangan
dengan adanya daerah rawan banjir yang lebih luas dan berdasarkan hasil penelitian untuk
morfologi sungai, analisis genangan dan penilaian risiko banjir. Dalam Kegiatan LARAP Batas objek
yang terkena kegiatan dengan pendekatan Garis Dempadan Sungai pada kegiatan teknis Design
Pengendalian Banjir ditunjukkan pada Gambar 3.1 dan data teknis ditunjukkan pada Tabel 3.1 di
bawah ini.

Gambar 3.1.Peta Delinasi Larap Warga Terkena Dampak di Sungai Padolo

31
32
Gambar 3.2.Peta Delikasi Warga Terkena Dampak Terhadap Sungai Melayu

33
34
35
3.1.2. Penilaian Tingkat Risiko Banjir

DAS Sungai Pedolo cukup luas yaitu sekitar 216,109 Km 2 dan memiliki sungai
utama cukup panjang yaitu sekitar 22.681Km serta memiliki 4 anak sungai yaitu Sori
Lampe (10,729 Km), Sori Nggoro (4,58 km), Sori Dodu (18,11 Km) dan sori Sadia
(4,07 Km).
Kondisi Sungai Pedolo Pada daerah hulu merupakan daerah perbukitan sudah
banyak yang rusak dan terbuka.Kebanyakan ditanami oleh tanaman asem, semak-
semak dan tanaman lainnya yang kurang baik untuk daerah resapan sehingga ini
akan memicu koefisien limpasan ( Run off ) semakin besar. Juga kondisi lingkungan di
Hulu Sungai Pedolo banyak masayarakat melakukan aktifitas penambangan Galian C
yang tentunya ini akan menyebabkan kestabilan lereng maupun dasar sungai pedolo
menjadi rawan terhadap daya rusak air hal ini bisa dilihat banyaknya Bangunan
Cekdam yang telah hancur yaitu Cekdam Toi, Cekdam Dorotoi, Cekdam Lampe,
Cekdam Dadiniu dan kondisi lereng banyak yang longsor. Pada daerah hulu
masyarakat disekitar Sungai Pedolo banyak memanfaatkan tanahnya untuk lahan
pertanian. Kondisi Geologi Permukaan Tanah pada daerah hulu Sungai Pedolo terdiri
dari endapan sediment yaitu pasir, kerikil dan kerakal. Kualitas Air pada daerah hulu
DAS Sungai Pedolo masih cukup baik hal ini nampak dari ciri-ciri fisik masih jernih
sekali dan tidak berbau.
Pada daerah tengah Sungai Pedolo masyarakat memanfaatkan tanah disamping
sebagai pemukiman juga digunakan untuk pertanian. Juga masih terdapat aktifitas
untuk penambangan Galian C. Pada daerah tengah Sungai Pedolo kondisi Geologi
Permukaan Tanah pada dasar sungai dijumpai bad rock river dan pada lerengnya
terdiri dari endapan sedimen yaitu pasir, kerikil dan kerakal yang mudah longsor.
Kualitas Air pada daerah tengah DAS Sungai Pedolo sudah kurang baik hal ini
nampak dari ciri-ciri fisik kurang jernih walaupun tidak berbau. Di daerah tengah ini
terdapat genangan banjir di sekitar bantaran dan sempadan sungai setinggi ± 0,70 m
dan dijumpai bangunan SDA untuk mengatasi daya rusak air yaitu berupa bronjong
dan parapet terutama yang berada di sekitar pemukiman dan dekat jalan. Di sekitar
Hulu Bendung Rababoda yang berada di Kelurahan Rabadompu Timur Kecamatan
Raba terjadi pengendapan sedimen sekitar ±877m yang perlu dilakukan normalisasi.
36
Pada daerah hilir Sungai Pedolo masyarakat memanfaatkan tanah disamping
sebagai pemukiman, perkantoran, pusat perekonomian kota, pertambakan, juga
terdapat pelabuhan Kota Bima untuk transportasi perdagangan lewat laut. Pada
daerah Hilir Sungai Pedolo kondisi Geologi Permukaan Tanah terdiri dari endapan
kerikil, kerakal dan tanah lempung.Masyarakat banyak membuang sampah di sungai
sehingga menyebabkan sungai kelihatan kotor dan sampah banyak tersangkut pada
pilar tengah maupun kiri jembatan disepanjang Sungai Pedolo. Disekitar pinggir/lereng
sungai banyak pemukiman. Kualitas Air pada daerah hilir Sungai Pedolo sudah kurang
baik hal ini nampak dari ciri-ciri fisik kurang jernih dan agak berbau. Di daerah hilir ini
tidak terdapat genangan banjir dan kapasitas sungai pedolo masih mampu. Didaerah
hilir Sungai Pedolo dijumpai bangunan SDA untuk mengatasi daya rusak air yaitu
berupa bronjong terutama yang berada di sekitar pemukiman dan dekat jalan. Di
Muara Sungai Pedolo terjadi pendangkalan yang mengarah ke Pelabuhan Bima.

Tabel 3.2.Besaran Debit Banjir

No. River Stretch Q25 year


1 Jatiwangi Main Zone 135.01 m3/s
2 Melayu Upstream 138.04 m3/s
3 Melayu Downstream 138.04 m3/s
4 Romo Main Zone 3.02 m3/s
5 Penatoi A Main Zone 2.72 m3/s
6 Penatoi B Main Zone 4.43 m3/s
Sumber:Masterplan Pengendalian Banjir Kota Bima Tahun 2016.

3.2 Identifikasi Dampak oleh Proyek

3.2.1. Konsep Dasar Manajemen Risiko Banjir dari Proyek

Sebagaimana dinyatakan dalam bagian di atas, area risiko banjir tinggi bukanlah tempat
yang aman di mana orang dapat hidup dan, oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi orang-
orang untuk tidak hidup dan menempatkan struktur apa pun di area ini. Konsep dasar
manajemen risiko banjir dari Proyek adalah, oleh karena itu, untuk merelokasi orang yang
tinggal di daerah risiko banjir ke tempat yang aman dan untuk melindungi orang-orang dari
banjir.

3.2.2. Tingkat Dampak oleh Proyek

Berdasarkan konsep dasar manajemen risiko banjir dari Proyek, sejauh mana dampak
utama Proyek diidentifikasi dan diuraikan di bawah ini.

37
Dampak terhadap orang - Ada dua jenis orang yang akan terkena dampak Proyek pada
prinsipnya:
a) orang yang tinggal di daerah yang terkena proyek dan memiliki gelar ataudeklarasi
pajak atas tanah dan
b) orang yang tinggal di daerah yang terkena dampak proyek dan tidak memiliki judul
atau tidak ada deklarasi pajak atas tanah. Yang pertama disebut sebagai pemukim
formal, dan kemudian disebut sebagai pemukim informal.Dampak terhadap lahan -
Ada dua jenis lahan yang akan diperoleh untuk Proyek pada prinsipnya:
a. lahan yang diperlukan untuk hak jalan pembangunan struktur Proyek seperti tanggul
dan dinding banjir dan
b. lahan yang menjadi wilayah sungai pada risiko banjir yang sangat tinggi setelah
struktur Proyek dibangun.
c. Dampak terhadap struktur Ada struktur yang harus direlokasikan untuk Proyek
seperti perumahan, komersial, institusional, dan jenis struktur lainnya yang terletak
di area right-of-way dan wilayah sungai.
d. Dampak pada perbaikan, pohon dan tanaman - Ada perbaikan yang akan
dipengaruhi oleh Proyek seperti gudang, toilet, pagar, gudang, struktur dan pohon
lain.

38
39

You might also like