You are on page 1of 14

J. Entomol. Indon., April 2010 Vol. 7, No.

1, 28-41
Perhimpunan Entomologi Indonesia

Perkembangan dan Kandungan Nutrisi Larva Hermetia


illucens (Linnaeus) (Diptera: Stratiomyidae) pada
Bungkil Kelapa Sawit
RACHMAWATI1), DAMAYANTI BUCHORI2), PURNAMA HIDAYAT2),
SAURIN HEM3), DAN MELTA R. FAHMI4)

1)
Mahasiswa Pascasarjana Mayor Entomologi Institut Pertanian Bogor
2)
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
3)
Institut de Recherche pour le Développement
4)
Balai Riset Budidaya Ikan Hias

(diterima Januari 2010, disetujui Maret 2010)

ABSTRACT
Development and nutrional content of Hermetia illucens (Linnaeus)
(Diptera: Stratiomyidae) larvae on oilpalm kernel. Hermetia illucens, is
used as a reducing agent of palm kernel meal (PKM), as well as one of
alternative protein sources for aquaculture purposes. Information about
biology of H. illucens is absolutely required in mass production. The
objectives of these researches were to study the development of H. illucens
including the effect of supplementary food to the adult, and nutrient content
of the immature stage. The sample of 20 larvae from each 3 replicates were
measured and weighed on 0-19th day (larva) and 24th day (pupa) from egg
hatching. H. illucens adults were fed by water and honey 5% (v/v). Eggs
were collected and counted. Nutrient content of immature stage: 5, 10, 15,
20 days old (larvae), and 25 days old (prepupae) reared on PKM were
analyzed proximately. Dry matter was determined by weight loss on drying
at 105 oC during overnight. Crude protein was determined by Kjeldahl
procedure (N x 6.25), crude fat by soxhlet (ether extract), crude ash by
determining the residue after heating at 550 oC for 4–5 h. Data were
analyzed descriptively by average from triplicate. The development of H.
illucens was shorter than those in previous studies as the differences of
abiotical factor. PKM was a suitable medium for development. It was better,
however, to fed the adult with honey since it could enhance the fecundity.
The young larva certainly contained the best quality of nutrition. To meet
the quantity of mass production, however, the use of the elder larva (bigger)
was suggested.
KEY WORDS: Hermetia illucens, development, PKM, proximate analysis

1990, Sheppard et al. 1994, Leclercq


PENDAHULUAN 1997, Olivier 2001, Newton et al.
2005), pakan tambahan bagi ikan dan
Hermetia illucens merupakan salah hewan ternak (Newton et al. 1977,
satu jenis serangga potensial untuk Bondari & Sheppard 1981, Bodri &
dimanfaatkan, antara lain sebagai: Cole 2007, St-Hilaire et al. 2007).
agen pengurai limbah organik (Lardé

28
Rachmawati et al.,: Perkembangan dan Kandungan Nutrisi

Hermetia illucens dapat dijadikan kelimpahan PKM merupakan potensi


sebagai salah satu kandidat sumber lokal untuk mengembangkan sumber
protein alternatif pengganti tepung protein alternatif larva H. illucens.
ikan, yang ketersediannya mulai ter- Berdasarkan hasil riset yang dila-
batas. Sejak tahun 1995, harga tepung kukan di lapangan, diketahui bahwa
ikan meningkat dari A$450 per ton untuk memperoleh 1 kg larva H.
hingga mencapai A$1300 per ton pada illucens segar dibutuhkan 3 kg PKM.
tahun 2006. Sekarang, nilainya ber- Untuk memperoleh 1 kg larva H.
tahan pada tingkat A$1200 per ton. illucens kering (bahan baku untuk
Harga tepung ikan yang tinggi akan pakan) diperlukan 3 kg larva H.
mempengaruhi harga pakan serta biaya illucens segar (kadar air 63,72%). Dari
produksi. Kondisi tersebut memicu laporan hasil uji coba produksi larva
banyak peneliti di bidang terkait untuk H. illucens di Sungai Gelam (Jambi),
mencari sumber protein alternatif, diketahui bahwa harga pelet berbasis
yang lebih murah dan tersedia dalam larva H. illucens yang dihasilkan hanya
skala lokal, untuk menggantikan se- Rp 3500,00 per kilogram (harga PKM
bagian proporsi tepung ikan dalam Rp 200,00/kg), lebih murah daripada
komposisi pakan (Hardy 2006, FAO harga pelet komersial, yaitu Rp
2007). Hem et al. (2008) telah 7000,00 per kilogram.
mengembangbiakkan larva H. illucens Informasi mengenai aspek biologi
di Republik Guinea untuk pakan ikan H. illucens di Indonesia khususnya
nila (Oreochromis niloticus). Media pada PKM belum tercatat dengan baik,
pertumbuhan larva yang digunakan padahal informasi tersebut sangat di-
adalah salah satu limbah lokal dari perlukan dalam wacana rencana kerja
industri minyak kelapa sawit, yaitu produksi massal. Oleh karena uji coba
bungkil kelapa sawit (palm kernel produksi yang telah dilakukan adalah
meal/PKM). produksi yang mengandalkan populasi
Indonesia memiliki kapasitas pro- alami, maka pengetahuan dasar me-
duksi minyak sawit yang mengung- ngenai H. illucens sangat diperlukan
guli produsen dari negara lainnya guna keberlanjutan produksi dan keles-
(USDA 2007, Santosa 2008). Pada tarian populasi alaminya. Pengetahuan
tahun 2007, area perkebunan kelapa mengenai perkembangan H. illucens
sawit mencapai luasan 6.65 juta hektar pada PKM termasuk aspek reproduksi
atau sepuluh kali lebih luas daripada imago terhadap pakan tambahan be-
luasan di tahun 1985. Total produksi rupa madu, serta kandungan nutrisi
minyak sawit pada tahun 2007 adalah larva dan prepupa, diharapkan dapat
17 juta ton CPO dan 1,9 juta ton PKO menjadi pengetahuan dasar dalam pe-
(Santosa 2008). Dengan demikian, ngembangan teknologi produksi mas-

29
J. Entomol. Indon., April 2010 Vol. 7, No. 1, 28-41

sal larva H. illucens serta pemeliharaan telur baru (mungkin satu clutch, yang
kelestariannya di alam. berasal dari satu induk) pada hari
tersebut dicatat dan dikoleksi dengan
BAHAN DAN METODE hati-hati.
Lokasi
Siklus Hidup dan Pengaruh Pakan
Penelitian dilakukan di laborato- Tambahan terhadap Lama Hidup
rium dan kandang produksi H. illucens Imago dan Produksi Telur
IRD-BRBIH (Balai Riset Budidaya Tiga kelompok telur baru dikoleksi
Ikan Hias) Depok pada bulan April di wadah yang terbuat dari alumunium
2009 hingga Desember 2009. foil dan diinkubasi langsung di dalam
PKM berasal dari PT. Perkebunan kotak plastik (p 27,3 cm; l 21 cm; t 20
Nusantara VII, Unit Usaha Bekri, Ke- cm) berisi 3 kg media PKM fermen-
camatan Bekri, Lampung Tengah. PK- tasi. Kotak disimpan pada suhu dan
M tersebut mengandung (dari 95,44 % kelembaban lingkungan. Sebanyak 20
kadar kering) 15,76% protein, 12,74 % ekor sampel larva diambil secara acak
lemak, 4,16% abu, dan 25,10% serat setiap hari sampai tahapan prepupa
kasar. Media pertumbuhan larva dibuat untuk ditimbang dan diukur. Sampel
dengan cara mencampur PKM dengan kemudian dikembalikan lagi. Prepupa
air (1 bobot PKM : 2 bobot air), dikoleksi dan dikumpulkan pada kotak
kemudian media dibiarkan terfermen- berisi daun pisang kering sebagai
tasi selama paling tidak satu minggu di shelter selama pupasi. Ketika prepupa
dalam tong plastik. mencapai tahapan pupa, masing-
Pada uji pengaruh pakan tambahan masing 20 sampel pupa ditimbang. Ke-
terhadap lama hidup imago dan pro- mudian sebanyak 600 pupa dikoleksi
duksi telur, digunakan madu 5% (v/v) dan dibagi menjadi dua kelompok.
dan air sebagai kontrolnya. Madu Masing-masing dimasukkan ke dalam
(NADHIF Natural Honey, Nadhif kandang (p 2,00 m; l 1,20 m; t 1,55 m;
Lautan Alami, Mojokerto) diencerkan t dari tanah 0,75 m). Ketika imago
dengan air. muncul, satu kandang diberi perlakuan
Telur H. illucens diperoleh dari pakan madu, dan yang lainnya diberi
populasi alami di area sekitar labo- air. Pakan tersebut disemprotkan pada
ratorium. Bak-bak plastik diisi 3 kg sisi-sisi kandang di pagi dan sore hari.
media, kemudian ditutupi dengan daun Imago yang muncul dihitung tiap hari
pisang kering. Imago betina meletak- dari jumlah puparia. Ke dalam kan-
kan telur pada daun-daun tersebut. dang tersebut diletakkan sebanyak 3
Daun-daun tersebut diperiksa setiap basket (p 10 cm; l 7,5 cm; t 4 cm)
pagi untuk kepastian adanya telur-telur berisi media PKM dan daun kering
yang baru diletakkan. Setiap kelompok sebagai substrat untuk oviposisi. Telur

30
Rachmawati et al.,: Perkembangan dan Kandungan Nutrisi

yang terlihat dikoleksi dan disimpan di sementara. Analisis proksimat meliputi


dalam etanol 70% untuk kemudian kadar bahan kering, protein kasar,
dihitung dengan bantuan Program lemak kasar, dan abu kasar. Kadar
Image J. Imago yang mati dikoleksi, bahan kering ditentukan dengan
diperiksa jenis kelaminnya, dan di- menghitung kehilangan bobot selama
catat. proses pengeringan pada suhu 105 oC
yang berlangsung selama semalam.
Hubungan Keperidian dengan
Ukuran Tubuh Imago Betina Kadar protein kasar ditentukan dengan
Penelitian ini diawali dengan me- prosedur Kjeldahl (N x 6.25), kadar
nangkap pasangan imago yang sedang lemak kasar dengan Soxhlet (ekstrak
kopulasi. Tiap pasangan dipindahkan eter), dan kadar abu kasar dihitung dari
dengan hati-hati ke dalam wadah residu setelah pemanasan pada suhu
plastik transparan (d 20 cm; t 20 cm). 550 oC selama 4–5 jam (Hart & Fisher
Ke dalam wadah tersebut diletakkan 1 1971). Data dianalisis secara deskriptif
basket seperti disebut sebelumnya. dengan menghitung rata-rata dari tiga
Wadah ditutup dengan kain jaring ulangan.
nilon, kemudian disimpan di dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN
kandang. Keberadaan telur diperiksa
setiap hari. Ketika terlihat, telur Siklus Hidup dan Pengaruh Pakan
terhadap Lama Hidup Imago dan
dikoleksi untuk dihitung, dan imago
Produksi Telur
betina diambil untuk diukur panjang
Telur H. illucens melewati masa
tubuhnya.
inkubasi selama 72 jam atau 3 hari
Analisis Proksimat Kandungan (Gambar 1). Perubahan-perubahan
Nutrisi Larva-Prepupa yang dapat diamati di bawah mikros-
Beberapa kelompok telur baru kop stereo antara lain: (a) telur yang
dikoleksi di wadah yang terbuat dari baru diletakkan tampak dipenuhi
kertas aluminium, ditimbang, dan di- dengan massa kuning telur; (b) dalam
inkubasi langsung di dalam kotak 24 jam telah terjadi embriogenesis,
plastik berisi media PKM fermentasi yang dapat terlihat antara lain segmen-
sebanyak 2000 kali bobot telur (ber- tasi bakal tubuh larva; (c) dalam 48
dasarkan penelitian pendahuluan). Hari jam bentuk tubuh larva mulai terlihat
penetasan telur dicatat sebagai hari ke- jelas, terdapat bintik mata merah dan
0. Kemudian, 20 gram sampel H. bagian mulut yang mulai berpigmen;
illucens pradewasa berumur 5, 10, 15, (d) dalam 72 jam tampak bagian-
20 hari (larva) dan 25 hari (prepupa) bagian yang lebih jelas seperti saluran
diambil, digiling, kemudian disimpan spirakel yang memanjang dari lateral
di dalam lemari pembeku untuk spirakel menuju posterior spirakel,

31
J. Entomol. Indon., April 2010 Vol. 7, No. 1, 28-41

Gambar 1. Tahapan perkembangan telur H. illucens yang diamati di bawah


stereomikroskop. (a) 1 jam; (b) 24 jam; (c) 48 jam; (d) 72 jam

Tabel 1. Pertumbuhan H. illucens pradewasa pada media PKM


Umur (hari) Panjang (mm) Lebar (mm) Bobot (g)
4 6,9±0,6a 2,0±0,2a 0,01±0,00a
6 12,3±1,6b 3,8±0,4b 0,06±0,02b
8 15,1±0,7c 4,8±0,2c 0,10±0,01c
10 16,4±0,5cd 5,0±0,1cd 0,12±0,01cd
12 17,2±0,1de 5,3±0,2cde 0,14±0,01de
14 18,2±0,5def 5,5±0,1de 0,16±0,01ef
16 19,1±0,5ef 5,7±0,3e 0,17±0,01ef
18 19,9±0,3f 5,7±0,2e 0,18±0,02f
24 19,9±0,6f 5,5±0,3de 0,16±0,01ef
Nilai rata-rata ± SD, Notasi sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada taraf kepercayaan 95% dengan uji Tukey.

serta bintik mata dan bagian mulut Tahapan larva yang masih berkulit
yang tampak semakin jelas, pergerakan putih berlangsung kurang lebih 12 hari.
tubuh embrio juga terlihat. Telur Selanjutnya larva mulai berubah warna
menetas, larva muncul dan langsung menjadi coklat dan semakin gelap se-
memasuki tahap makan. Laju per- minggu kemudian. Prepupa sejak hari
tumbuhan relatif larva sangat pesat ke-19. Pupa 100% dicapai pada hari
hingga hari ke-8. Bobot tubuh juga ke-24.Tahapan pupa berlangsung ber-
terus bertambah sampai ketika hendak ikutnya selama 8 hari kemudian, Ima-
memasuki tahapan prepupa. Karena go mulai muncul pada hari ke-32.
tahapan prepupa adalah tahapan ketika Imago yang muncul dari pupa, yang
tidak lagi dilakukan aktivitas makan, kemudian diberi perlakuan pakan
maka ada kecenderungan ketika hen- tambahan air dan madu, menunjukkan
dak memulai inisiasi pupa, bobot tubuh sedikit perbedaan pada lama hidup dan
prepupa menjadi sedikit berkurang
(Tabel 1).

32
Rachmawati et al.,: Perkembangan dan Kandungan Nutrisi

Jumlah telur harian total


Jumlah individu

Jumlah telur harian total


Jumlah individu

Gambar 2. Ciri imago H. illucens yang diberi pakan tambahan air (atas) dan
madu (bawah)

jumlah telur. Karena berasal dari lakuan pakan madu juga tampak lebih
populasi yang sama maka puncak banyak daripada perlakuan pemberian
kemunculan imago pada kedua per- air. Puncak oviposisi pada populasi
lakuan adalah sama, Pada populasi yang diberi pakan madu adalah pada
imago yang diberi madu tampak hari ke-5 sedangkan pada perlakuan
adanya puncak dari kematian sedang- pemberian air adalah pada hari ke-7.
kan pada populasi yang diberi air tidak Bila mengacu pada puncak kemun-
demikian. Sementara itu, pada grafik culan imago dari pupa, maka masa
yang sama tampak bahwa puncak praoviposisi adalah sekitar 3 hari pada
kemunculan dengan puncak kematian populasi yang diberi pakan madu, dan
imago yang diberi pakan madu ber- 5 hari pada populasi yang diberi air
jarak 8-9 hari. Jumlah telur pada per- (Gambar 2).

33
J. Entomol. Indon., April 2010 Vol. 7, No. 1, 28-41

Hubungan Keperidian dengan Analisis Proksimat Kandungan


Ukuran Tubuh Imago Betina Nutrisi Larva-Prepupa
Morfometri (panjang tubuh, panjang Kadar bahan kering larva me-
antena, serta panjang dan lebar sayap) ningkat menurut umur. Kadar bahan
H. illucens betina relatif lebih besar kering berkisar antara 26,61% (larva
daripada jantan (Tabel 2). Keperidian umur 5 hari) dan 39,97% (prepupa).
imago betina berkisar antara 185 dan Peningkatan kadar lemak tampak pesat
1235 telur. Berdasarkan garis regresi sejak hari ke-10. Kadar lemak kasar
linear, jumlah telur berbanding lurus berkisar antara 13,37% (larva umur 5
dengan ukuran tubuh (Gambar 3). hari) dan 27,50% (prepupa). Kadar
Betina hanya satu kali meletakkan protein kasar larva menurun drastis
telur, setelah itu tidak lagi ditemukan setelah hari ke-5. Pada hari ke-5, kadar
ovarium yang berkembang. protein bernilai 61,42%. Sejak hari ke-
10 hingga hari ke-25, kadarnya

Tabel 2. Morfometri H. illucens


Morfometri rata-rata (mm) ± SD
Jenis kelamin
sayap
panjang tubuh panjang antena
panjang lebar
jantan 12,7±1,1 3,2±0,4 9,4±0,7 3,3±0,2
betina 13,5±1,4 3,8±0,4 10,6±0,9 3,9±0,4
Jumlah telur

Panjang tubuh lalat betina (mm)

Gambar 3. Hubungan panjang tubuh H. illucens betina dengan jumlah telur

34
Rachmawati et al.,: Perkembangan dan Kandungan Nutrisi

berkisar antara 42,07% dan 45,85%. dipaparkan oleh Booth and Sheppard
Kadar abu kasar pada setiap umur (1984).
tampak sedikit fluktuatif namun nilai- Perbedaan waktu perkembangan
nya masih berkisar antara 7,65% dan tersebut diduga disebabkan oleh faktor
11,36% (Tabel 3). Setelah diletakkan suhu dan kelembaban udara, karena
pada substrat yang tepat, telur akan suhu lingkungan dan kelembaban ber-
segera memasuki masa inkubasi. Pada korelasi negatif dengan waktu inku-
penelitian ini, masa inkubasi telur H. basi telur atau perkembangan embrio
illucens berlangsung lebih singkat dari- (Chapman 1998). Hubungan antara
pada masa inkubasi H. illucens di suhu lingkungan dan waktu perkem-
beragam tempat. Pada suhu 24 °C, bangan dapat digunakan untuk meng-
telur H. illucens menetas dalam 102 hitung (suhu dikalikan waktu) pema-
sampai 105 jam (4,3 hari) (Booth & sukan panas total (total heat input)
Sheppard 1984). Di Argentina, telur atau derajat hari (degree days). Bila
menetas 4 sampai 6 hari. Di Selandia suhu lingkungan dikompensasi dengan
Baru telur menetas 5 hari di bulan lamanya waktu inkubasi, maka sesung-
Februari dan 7 sampai 14 hari di bulan guhnya derajat hari untuk perkem-
April (Sheppard et al. 2002). Oleh bangan suatu spesies adalah sama
karena pada penelitian ini, waktu untuk setiap suhu lingkungan di atas
inkubasi total telur berlangsung kurang suhu minimum untuk perkembangan
lebih satu hari lebih singkat, maka embrio secara penuh (full develop-
perkembangan embrionik yang ter- ment) (Zalom et al. 1983, Chapman
amati pada penelitian ini juga ber- 1998). Jadi, meskipun suhu minimum
langsung lebih cepat daripada yang untuk perkembangan embrio secara

Tabel 3. Kandungan nutrisi H. illucens pradewasa pada media PKM

umur (hari) Kadar (%)


Bahan kering Protein kasar Lemak kasar Abu kasar
5 26,61 61,42 13,37 11,03
10 37,66 44,44 14,60 8,62
15 37,94 44,01 19,61 7,65
20 39,20 42,07 23,94 11,36
25 39,97 45,87 27,50 9,91
Rata-rata 36,28 47,56 19,80 9,71
SD 5,48 7,86 6,02 1,58

35
J. Entomol. Indon., April 2010 Vol. 7, No. 1, 28-41

penuh dan derajat hari penetasan telur tingkat ransum yang tinggi (Myers et
H. illucens belum diketahui, namun al. 2008).
dapat diduga bahwa nilainya sama Lama hidup H. illucens dewasa
antara penelitian ini dengan penelitian- berkisar antara 1 dan 2 minggu ber-
penelitian sebelumnya. gantung pada pakan larva dan juga
Tomberlin et al. (2009) telah mem- pakan tambahan pada tahapan dewasa
buktikan bahwa suhu dapat mem- tersebut. Imago yang diberi air dapat
pengaruhi waktu perkembangan larva- hidup lebih lama daripada yang tidak
pupa H. Illucens. Larva dan pupa H. diberi air sama sekali (Tomberlin et al.
illucens yang dipelihara pada suhu 27 2002, Myers et al. 2008). Pada pene-
o
C, berkembang lebih lambat (≈ 4 hari) litian ini, imago yang diberi pakan
daripada yang dipelihara pada suhu 30 madu hidup kurang lebih sama dengan
o
C, sementara pada suhu 36 oC, hampir yang diberi air saja. Namun, betina
tidak ada pupa yang sintas. Hal ter- yang diberi pakan madu meletakkan
sebut menunjukkan bahwa pemasukan telur lebih banyak daripada yang
panas total (total heat input) yang diletakkan betina yang diberi air saja.
diterima oleh larva yang dipelihara Seperti serangga dewasa pada umum-
pada suhu 30 oC lebih cepat terpenuhi, nya dan parasitoid pada khususnya,
guna melengkapi syarat perkembangan madu atau sumber gula lainnya (em-
menuju tahap pupa, daripada larva bun madu, nektar, nektar selain dari
yang dipelihara pada suhu 27 oC. bunga) merupakan salah satu sumber
Selain suhu, kualitas media per- untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
tumbuhan juga dapat memengaruhi jangka pendek untuk mencari inang
waktu perkembangan. Perkembangan yang sesuai (Lewis et al. 1998). Pada
larva H. illucens pada penelitian ini Cotesia marginiventris (Hymenoptera:
(19 hari) berlangsung sedikit lebih Braconidae), madu mampu meningkat-
singkat daripada yang dikaji oleh kan produksi telurnya (Riddick 2007).
Tomberlin et al. (2002). Perbedaan Hermetia illucens bukan termasuk ke
perkembangan H. illucens antar media dalam serangga proovigenik, karena
tersebut, termasuk PKM, diduga ka- betina dewasa yang muncul dari pupa
rena kandungan nuntrisi media per- tidak membawa sejumlah telur matang
tumbuhan larva tersebut tidak jauh (Tomberlin et al. 2002). Penelitian ini
berbeda (Tabel 4). Kuantitas media juga menunjukkan bahwa H. illucens
pertumbuhan juga tidak kalah penting. hanya meletakkan telur satu kali dalam
Pada tingkat ransum yang rendah hidupnya, karena ovarium tidak lagi
(pakan berupa kotoran sapi), larva berkembang pasca oviposisi. Dengan
berkembang lebih lambat daripada

36
Rachmawati et al.,: Perkembangan dan Kandungan Nutrisi

Tabel 4. Kandungan nutrisi pakan (%) larva H. illucens


Terigu
Jenis nutrien PKM1 Gainesville2 CSMA2 Pakan ayam2
fermentasi
Protein 14,62 15,76 15,3 19,0 15,0
Lemak 0,03 12,74 3,8 3,0 3,0
Serat 2,11 25,103 12,6 20,0 5,0
Abu 0,83 4,16 6,3 8,0 13,7
1)
PKM berasal dari PT. Perkebunan Nusantara VII, Lampung; 2) Media pertumbuhan larva H.
illucens yang digunakan oleh Tomberlin et al. (2002); Gainesville: pakan lalat rumah; CSMA:
pakan buatan untuk larva lalat rumah; 3) Analisis dengan cellite

demikian, H. illucens diduga termasuk telur. Di tambah lagi, waktu perkem-


serangga sinovigenik. Hal tersebut bangan pradewasa yang relatif lebih
diduga menjadi penyebab singkatnya singkat akan meningkatkan jumlah
lama hidup H. illucens dewasa. generasi per tahun yang berarti bahwa
Sebagai serangga sinovigenik, ima- kuantitas produksi larva menjadi
go H. illucens menggunakan cadangan meningkat.
energi (dalam bentuk badan lemak)
Kandungan Nutrisi H. illucens
yang ditimbunnya selama tahapan Pradewasa
pradewasa (larva). Kelak cadangan Selama perkembangan biomassa
energi tersebut digunakan imago untuk dan volume akan meningkat, sehingga
alokasi reproduksi dan sintasan, De- mengubah komposisi kandungan nu-
ngan demikian, porsi alokasi repro- trisi. Perubahan kuantitas cadangan
duksi bisa saja berkurang guna me- lemak yang diperuntukkan bagi proses
menuhi kebutuhan sintasan. Bila pada metamorfosis tampak pada suatu
tahapan tersebut imago betina mem- spesies jangkrik, Gryllus bimaculatus
peroleh makanan tambahan, maka (Anand & Lorenz 2008). Pengakumu-
diharapkan porsi untuk alokasi repro- lasian lemak dalam proporsi yang ba-
duksi tidak berkurang, bila mungkin nyak atau semakin meningkat, merupa-
bertambah. Pakan tambahan berupa kan salah satu strategi serangga dalam
madu 5% diduga tidak terlalu mem- menghadapi ketidakpastian kualitas
pengaruhi lama hidup. Akan tetapi, pakan yang akan datang (Hahn 2005).
pakan tambahan diduga dapat mem- Sementara itu, cadangan lemak yang
pengaruhi keperidiaannya. diperuntukkan bagi reproduksi tampak
Dalam konteks produksi larva H. pada sejumlah badan lemak H. illucens
illucens, madu menjadi salah satu solu- betina dewasa yang digunakan untuk
si untuk meningkatkan kuantitas pro- perkembangan ovariol (Tomberlin et
duksi. Madu yang diberikan kepada al. 2002).
imago dapat meningkatkan jumlah

37
J. Entomol. Indon., April 2010 Vol. 7, No. 1, 28-41

Individu yang lebih besar, atau Bila dibandingkan PKM dan tep-
dalam studi ini adalah yang lebih tua, ung ikan, profil nutrisi H. illucens
mengandung lebih banyak lemak dan berada di antara keduanya (Tabel 5).
protein. Larva muda mengalami per- Kandungan protein larva jauh lebih
tumbuhan somatik yang pesat (Tabel tinggi daripada PKM, dan sedikit di
1). Namun, ketika pertumbuhan sel bawah tepung ikan lokal. Hal tersebut
somatik telah konstan, maka peru- menunjukkan bahwa proses biokon-
bahan hanya terjadi pada kadar lemak versi ini (protein PKM menjadi protein
(Hahn 2005). Hal tersebut dapat larva) dapat meningkatkan nilai kegu-
dijadikan alasan mengapa kadar pro- naan PKM untuk dapat digunakan
tein kasar dan kadar bahan kering larva dalam bidang akuakultur dan peternak-
H. illucens cenderung sedikit meng- an, yaitu menggantikan proporsi te-
alami peningkatan sejak hari ke-10. pung ikan dalam komposisi pakan.
Protein struktural, seperti dinding sel, Kadar protein yang terbaik di-
juga turut berkontribusi atas tingginya kandung oleh larva muda. Namun
kadar protein pada larva muda. demikian dalam konteks produksi mas-
Abu adalah konstituen anorganik sal, kuantitas produksi menjadi per-
dan berasal dari mineral. Abu merupa- timbangan lainnya dalam pemanfaatan
kan bahan yang tidak tercernakan larva muda tersebut. Larva muda ter-
sehingga tidak menghasilkan energi. sebut (yaitu yang berukuran kecil)
Oleh karena itu, sebaiknya kandungan dapat diberikan langsung sebagai pa-
abu dalam pakan bernilai rendah. kan hidup (life feed) kepada ikan
Kadar abu kasar pada larva H. illucens dengan bukaan mulut yang sesuai
kurang lebih sama dengan kadar abu dengan ukuran larva. Untuk peruntu-
serangga-serangga yang dijadikan kan lain, seperti pemanfaatan larva H.
pakan bagi masyarakat Thailand. illucens sebagai salah satu bahan
Menurut Raksakantong et al. (2010), campuran pakan atau bahan baku pelet
profil nutrisi yang dimiliki serangga-
serangga tersebut tergolong baik.

Tabel 5. Kandungan nutrisi bahan pakan yang biasa digunakan di bidang


peternakan dan akuakultur
Jenis bahan Kadar (%)
Protein kasar Lemak kasar Abu kasar
PKM1 15,91 7,83 4,55
Larva H. illucens2 47,56 19,80 9,71
Tepung ikan3 54,00 8,72 25,72
1)
PKM dari Jambi, data tidak dipublikasikan, 2) Penelitian ini, 3) Tepung ikan lokal, data tidak
dipublikasikan.

38
Rachmawati et al.,: Perkembangan dan Kandungan Nutrisi

larva murni, maka sebaiknya diguna- Gryllus bimaculatus. Journal of


kan larva lebih besar guna memenuhi Insect Physiology 54: 1404–1412.
kuantitas produksi. Bodri MS, Cole ER. 2007. Black
soldier fly (Hermetia illucens
KESIMPULAN Linnaeus) as feed for the
American Alligator (Alligator
Waktu perkembangan H. illucens mississippiensis Daudin).
berlangsung lebih cepat daripada yang Georgia J Science 65(2): 82–88.
tertera pada penelitian sebelumnya. Bondari K, Sheppard DC. 1981.
Hal tersebut disebabkan faktor ling- Soldier fly larvae as feed in
kungan abiotik (suhu). PKM merupa- commercial fish production.
Aquaculture 24: 103–109.
kan media yang sesuai bagi larva H.
Booth DC, Sheppard C. 1984.
illucens untuk dapat berkembang
Oviposition of the black soldier
hingga imago. Namun demikian imago fly, Hermetia illucens (Diptera:
H. illucens memerlukan pakan tamba- Stratiomyidae): eggs, masses,
han untuk meningkatkan jumlah telur- timing, and site characteristics
nya. Madu merupakan salah satu pakan Environ Entomol 13(2): 421–423.
tambahan yang lebih baik daripada air Chapman RF. 1998. The Insects:
Structure and Function. Cam-
saja. Kadar protein kasar yang terbaik
bridge: Cambridge University
dikandung oleh larva muda, sementara Press.
kadar lemak kasar tertinggi dikandung [FAO] Food and Agriculture Organi-
prepupa. Untuk memenuhi kapasitas zation. 2007. Food outlook-
produksi, disarankan untuk mengguna- November 2007 www.fao.org.
kan larva yang berukuran lebih besar. [diakses 3 Desember 2008].
Hahn DA. 2005. Larval nutrition
UCAPAN TERIMAKASIH affects lipid storage and growth,
but not protein or carbohydrate
Terimakasih kepada IRD-BRBIH
storage in newly eclosed adults of
atas pendanaan dan izin lokasi peneli- the grasshopper Schistocerca
tian ini yang merupakan bagian dari Amer. J Insect Physiol 51: 1210–
projek ‘Biokonversi PKM dengan 1219.
larva H. illucens untuk akuakultur. Hardy RW. 2006. Worldwide fish
meal production outlook and the
use of alternative protein meals
DAFTAR PUSTAKA for aquaculture, : Suaréz LEC,
Marie DR, Salazar MT, López
Anand AN, Lorenz MW. 2008. Age-
MGN, Cavazos DAV, Cruz ACP,
dependent changes of fat body
Ortega AG, (eds) Avances en
stores and the regulation of fat
Nutrición Acuícola VIII, VIII
body lipid synthesis and mobile-
Simposium Internacional de
sation by adipokinetic hormone in
Nutrición Acuícola México: 15–
the last larval instar of the cricket

39
J. Entomol. Indon., April 2010 Vol. 7, No. 1, 28-41

17 Noviembre, Universidad the management of swine


Autónama de Nuovo León. manure, Directo. of the Animal
Hart FL, Fisher HJ. 1971. Modern and Poultry Waste Management
Food Analyses. New York: Center North Carolina State
Springer-Verlag. University, Raleigh, NC, Report
for Mike Williams. www.cals.
Hem S, Toure S, Sagbla C, Legendre
Ncsu. edu [diakses 8 Oktober
M. 2008. Bioconversion of palm
2006].
kernel meal for aquaculture:
Experiences from the forest Olivier P. 2001. Larval bioconversion,
region (Republic of Guinea). Electronic Forum on Livestock
African J Biotechnol 7(8): 1192– Environment and Development
1198. (LEAD) Initiative. http://lead.-
virtualcentre.org [diakses 8
Lardé G. 1990. Recycling of coffee
Oktober 2006]
pulp by Hermetia illucens
(Diptera: Stratiomyidae) larva. Raksakantong P, Meeso N, Kubola J,
Biol Wastes 33: 307–310. Siriamornpun S. 2010. Fatty acids
and proximate composition of
Leclercq M. 1997. A propose de
eight Thai edible terricolous
Hermetia illucens (Linnaeus,
insects. Food Research Inter-
1758) (“soldier fly”) (Diptera
national 43: 350–355.
Stratiomyidae: Hermetiinae). Bu-
lletin et Annales de la Société Riddick EW. 2007. Influence of honey
royale belge d'Entomologie 133: and maternal age on egg load of
275–282. lab-cultured Cotesia margini-
ventris. BioControl 52: 613–618
Lewis WJ, Stapel JO, Cortesero AM,
Takasu K. 1998. Understanding Santosa SJ. 2008. Palm oil boom in
how parasitoids balance food and Indonesia: from plantation to
host needs: importance to downstream products and
biological control. Biol Control biodiesel. Clean 36(5–6): 453–
11: 175–183. 465.
Myers HM, Tomberlin JK, Lambert Sheppard DC, Newton GL, Thompson
BD, Kattes D. 2008. Develop- SA, Savage S. 1994. A value
ment of black soldier fly (Diptera: added manure management
Stratiomyidae) larvae fed dairy system using the black soldier fly.
manure. Environ Entomol 37(1): Bioresource Technol 50: 275–
1–15. 279.
Newton GL, Booram CV, Barker RW, Sheppard DC, Tomberlin JK, Joyce
Hale OM. 1977. Dried Hermetia JA, Kiser BC, Sumner AM. 2002.
illucens larvae meal as a Rearing methods for the black
supplement for swine. J Animal soldier fly (Diptera: Stratiomyi-
Science 44(3): 395–400. dae), J Medic Entomol 39(4):
695–698.
Newton L, Sheppard C, Watson DW,
Burtle G, Dove R. 2005. Using St-Hilaire S, Sheppard C, Tomberlin
the black soldier fly, Hermetia JK, Irving S, Newton L, McGuire
illucens, as a value-added tool for MA, Mosley EE, Hardy RW,

40
Rachmawati et al.,: Perkembangan dan Kandungan Nutrisi

Sealey W. 2007. Fly prepupae as ture Environmental Entomology


a feedstuff for Rainbow Trout. 38(3): 930–934.
Oncorhynchus mykiss J World [USDA] United States Department of
Aquaculture Soc 38(1): 59–67. Agriculture. 2007. Indonesia:
Tomberlin JK, Sheppard DC, Joyce Palm oil production prospects
JA. 2002. Selected lifehistory continue to grow Commodity
traits of black soldier flies Intelligence Report. ww,pecad,
(Diptera: Stratiomyidae) reared fas,usda,gov [diakses 5 Desember
on three artificial diets. Annals 2008].
Entomol Soc Amer 95(3): 379– Zalom FG, Goodell PB, Wilson LT,
386. Barnett WW, Bentley WJ. 1983.
Tomberlin JK, Adler PH, Myers HM. Degreedays: The Calculation and
2009. Development of the black Use of Heat Units in Pest Ma-
soldier fly (Diptera: Stratio- nagement. Berkeley: Cooperative
myidae) in relation to tempera- Extension University of Ca-
lifornia.
____________________

41

You might also like