You are on page 1of 7

Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan tfol. 5 No.

1, April 2013

FERMENTASI AMPAS KELAPA MENGGUNAKAN Trichoderma viride, Bacillus subtilis, DAN


EM4 TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR SEBAGAI BAHAN
PAKAN ALTERNATIF IKAN

FERMENTATION OF COCONUT DREGS USING Trichoderma viride, Bacillus subtilis, AND


EM4 AGAINST CRUDE PROTEIN AND CRUDE FIBER AS AN ALTERNATIVE
FEED INGREDIENTS FOR FISH

Hiprita Putri Karlina, Yudi Cahyoko dan Agustono

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga


Kampus C Mulyorejo - Surabaya, 60115 Telp. 031-5911451

Abstract

Feed plays an important role in fish farming. Feed requirements achieve 60-70% of the cost of
fish farming operations. Availability of feed with quality and sufficient quantity is aimed in increasing
fish production. A very high feed prices due to artificial feed ingredients used are expensive and required
in large quantities. Therefore, it is necessary to find alternatives to fish directly or indirectly obtaining
appropiate and adequate nutrition needs to grow. The raw material content used for feed is coconut dregs
(Cocos nucifera). The availability of the coconut dregs is abundant and potensial for fish feed ingredients.
The coconut dregs is also one type or plantation waste which still has potential to be processed into the
manufacture of fish feed. The coconut dregs flour can be processed by fermentation to improve quality.
This study was aimed to determine the increase in crude protein content and a decrease in crude fiber
content of coconut dregs fermented with Trichoderma viride; Bacillus subtilis and EM4. The research
method was an experiment with Completely Randomized Design (CRD). The treatments used without the
addition of microbes (P0), Bacillus subtilis 6% (P1), Trichoderma viride 6% (P2), and EM4 6% (P3) with
5 repeatitions each. The parameters observed were the content of crude protein and crude fiber after 7
days of fermentation. Data analysis used Analysis of Variance (ANOVA) and to determine the best
treatments using Duncan Multiple Distance Test with 5% confidence interval.
The results indicated that coconut dregs fermented with Bacillus subtilis (P1), Trichoderma viride (P2),
and EM4 (P3) produced the difference of crude protein and fiber. The best treatment on the increase in
crude protein content was Bacillus subtilis (P1) of 7.5564%. The best treatment on the decrease in crude
fiber content was EM4 (P3) of 22.3967%. However, the results of the flour fermented coconut dregs can
not be used as an alternative feed material because the fermented coconut dregs is not qualified for fish
feed. This is due to a lack of crude protein and high crude fiber content.

Keywords : fermentation, coconut dregs, fish feed

Pendahuluan memanfaatkan komponen nabati sebagai


Pakan memegang peranan penting pengganti komponen hewani (Herviana, 2011).
dalam budidaya ikan. Kebutuhan pakan Komponen nabati dapat menggunakan limbah
mencapai 60-70 % dari biaya operasional rumah tangga, salah satunya adalah ampas
budidaya ikan (Hadadi dkk., 2009). Pemenuhan kelapa (Cocos nucifera) karena persediaannya
kebutuhan pakan yang berkualitas bagus dengan yang melimpah dan berpotensi menjadi bahan
kuantitas yang cukup bertujuan untuk pakan ikan (Elyana, 2009).
meningkatkan produksi perikanan (Suhana, Ampas kelapa juga merupakan salah
2010). Hal ini menyebabkan biaya yang satu jenis limbah hasil perkebunan yang masih
dikeluarkan untuk pakan sangat tinggi. Harga memiliki potensi untuk diolah menjadi bahan
pakan yang sangat tinggi disebabkan karena pembuatan pakan ikan. Selama ini, ampas
bahan baku pakan buatan yang digunakan mahal kelapa hanya dibuang atau dijadikan pakan
dan dibutuhkan dalam jumlah banyak. Oleh ternak dengan harga pasar yang sangat rendah
karena itu, perlu dicari alternatif lain agar ikan sehingga perlu diolah menjadi tepung ampas
secara langsung atau tidak langsung kelapa untuk meningkatkan nilai tambah
memperoleh nutrisi yang sesuai dan mencukupi (Kailaku dkk., 2005). Tepung ampas kelapa ini
kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang dapat diolah dengan cara fermentasi untuk
biak. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan kualitasnya. Pengolahan ampas
kelapa melalui proses fermentasi dapat 2009).
meningkatkan daya cerna proteinnya (Elyana, Fermentasi dapat dilakukan

1
Fermentasi Ampas Kelapa Menggunakan......

menggunakan mikroba bakteri, jamur, dan Bahan-bahan yang digunakan dalam


yeast. Kapang Trichoderma viride telah penelitian ini adalah ampas kelapa (Cocos
digunakan dalam fermentasi beberapa bahan nucifera L.), Trichoderma viride, Bacillus
pakan terutama bagi limbah, yang mampu subtilis, probiotik Efektif Mikroorganisme-4
memberikan hasil lebih baik dari pada (EM4), dan tetes tebu. Ampas kelapa diperoleh
Aspergillus niger dalam meningkatkan dari para penjual makanan olahan di Surabaya.
kandungan protein kasar (Aboud, 1991 dalam EM4 diperoleh dari PT. Songgolangit Persada,
Herviana, 2011). Penggunaan bakteri Bacillus Bali. Trichoderma viride dan Bacillus subtilis
subtilis pada fermentasi dapat meningkatkan diperoleh dari Laboratorium Bakteriologi dan
protein kasar pada limbah nangka (Ayuda, Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan
2011). EM4 adalah campuran kultur yang Universitas Airlangga, Surabaya.
mengandung Lactobacillus, jamur fotosintetik,
bakteria fotosintetik, Actinomycetes, dan ragi Rancangan Penelitian
(Arifin, 2003). Fermentasi oleh Efektif Rancangan penelitian yang digunakan adalah
Mikroorganisme-4 (EM4) dapat menurunkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri
kadar serat kasar dan meningkatkan kadar dari empat perlakuan dan lima ulangan.
energi daun ubi kayu (Santoso dan Aryani, Menurut Kusriningrum (2008), rumus yang
2008). digunakan untuk menentukan ulangan yang
dilakukan adalah:
Dari beberapa hasil penelitian, perlu
dilakukan fermentasi pada ampas kelapa dengan t (n-1) ≥ 15
berbagai macam mikroba untuk mencari hasil Keterangan :
terbaik dalam meningkatkan kandungan protein t = total perlakuan ; n = jumlah ulangan
kasar dan menurunkan serat kasar, sehingga Penelitian kandungan protein kasar dan
ampas kelapa dapat dijadikan sebagai bahan serat kasar dari ampas kelapa terfermentasi
baku alternatif untuk pakan ikan dalam dengan perlakuan sebagai berikut.
menunjang produktivitas budidaya ikan. P0 : Ampas kelapa + tetes tebu 3% +
Tujuan dilakukannya penelitian ini aquadest 20%
yaitu: Mengetahui mikroba fermentor terbaik P1 : Ampas kelapa + Bacillus subtilis 6% +
untuk menaikkan protein kasar ampas kelapa tetes tebu 3% + aquadest 20%
dan mengetahui mikroba fermentor terbaik P2 : Ampas kelapa + Trichoderma viride 6%
untuk menurunkan serat kasar ampas kelapa. + tetes tebu 3% + aquadest 20%
Hasil penelitian ini diharapkan dapat P3 : Ampas kelapa + EM4 6% + tetes tebu 3%
memberikan informasi kepada pembaca dan + aquadest 20%
pembudidaya ikan mengenai kandungan protein Dosis Bacillus subtilis 6% berdasarkan
kasar dan serat kasar ampas kelapa yang penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
terfermentasi dengan berbagai jenis mikroba. fermentasi limbah nangka menggunakan
Bahan ini diharapkan dapat digunakan sebagai Bacillus subtilis 6% menghasilkan kandungan
alternatif bahan pakan pada ransum pakan protein tertinggi dan serat kasar terendah
buatan sehingga dapat menghemat biaya (Ayuda, 2011). Dosis Trichoderma viride 6%
produksi pakan ikan. berdasarkan penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa fermentasi tepung kulit
Metodologi pisang menggunakan Trichoderma viride 5%
Tempat dan Waktu Penelitian mampu meningkatkan kandungan protein kasar
Penelitian dan Analisis Proksimat dan serat kasar (Herviana, 2011). Dosis tetes
dilaksanakan di Laboratorium Pakan Ternak tebu 3% diperoleh dari literatur yang
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas menyatakan bahwa penggunaan tetes tebu
Airlangga. Penelitian ini dilakukan pada tanggal dalam pakan ikan berkisar 1-4 % (Luthan,
20 Januari - 03 Maret 2012. 2010).
Alat-alat yang digunakan pada
penelitian ini terdiri dari kantong plastik ukuran Hasil dan Pembahasan
satu kg, baki, spuit, pH meter, timbangan Rata-rata hasil proksimat kandungan
digital, gelas ukur, botol sprayer, sendok, dan protein kasar berdasarkan bahan kering ampas
termometer. kelapa yang difermentasi dengan Bacillus
subtilis (P1), Trichoderma viride (P2), EM4 (P3)
dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan analisis
statistik dengan menggunakan Analisis Varian
dapat diketahui bahwa penggunaan B. subtilis, terhadap kandungan protein kasar berdasarkan
T. viride dan EM4 pada proses fermentasi ampas bahan kering (p< 0,05).
kelapa menunjukkan adanya perbedaan nyata Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda
2
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan tfol. 5 No. 1, April 2013

Duncan (Duncan’s Multiple Range Test), maka dimana protein atau enzim lain dapat
diketahui bahwa kandungan protein kasar mengalami denaturasi. Salah satu protease
terendah adalah perlakuan P0 tetapi tidak termostabil dapat dihasilkan dari
berbeda nyata dengan P3 dan P2, dan mikroorganisme termofilik yaitu B. subtilis
kandungan protein kasar tertinggi adalah (Kosim dan Putra, 2009). Bakteri ini dapat
perlakuan P1 tetapi tidak berbeda nyata tumbuh optimum pada pH 4,5 dan suhu 40°C
(p>0.05) dengan perlakuan P2 dan P3. pada saat diinkubasi (Hossain dan
Anantharaman, 2006). Selama proses fermentasi
Tabel 1. Rata-rata Kandungan Protein Kasar berlangsung, kondisi lingkungan
Berdasarkan Bahan Kering Ampas memungkinkan untuk B. subtilis dapat tumbuh
Kelapa yang Difermentasi pada substrat karena suhu dan pH tetap
Kandungan terkendali berkisar 4-5.
Transformasi
Perlakuan Protein Kasar Enzim protease mampu memecah
(√) ± SD
(%) ± SD protein menjadi polipeptida, polipeptida akan
6,2301 ± 2,4960 b ± dipecah menjadi polipeptida yang lebih
P0 0,4545 0,0921
sederhana kemudian dipecah lagi menjadi asam
7,5564 ± 2,7489 a ±
P1 amino, sehingga asam amino tersebut dapat
0,2919 0,0531
dimanfaatkan mikroba untuk memperbanyak
6,8982 ± 2,6264 ab ±
P2 diri. Meningkatnya jumlah koloni mikroba
0,8580 0,1656
selama proses fermentasi secara tidak langsung
6,7926 ± 2,6063 ab ±
P3 dapat meningkatkan protein kasar dari suatu
0,2457 0,0473
a,b
bahan karena mikroba ini merupakan sumber
: Superskrip dalam kolom menunjukkan protein sel tunggal (Wuryantoro, 2006 dalam
perbedaan nyata (p<0,05) Priskila, 2007). Protein sel tunggal merupakan
istilah yang digunakan untuk protein kasar
Fermentasi ampas kelapa murni yang berasal dari mikroorganisme bersel
menggunakan B. subtilis, T. viride dan EM4 satu atau banyak yang sederhana, seperti
selama 7 hari yang disajikan pada Tabel 1 dan bakteri, khamir, jamur, ganggang dan protozoa
hasil Analisis Varian (ANOVA) menunjukkan (Sumarlin, 2010).
bahwa penambahan fermentor tersebut Penambahan T. viride dengan dosis 6%
memberikan pengaruh yang nyata atau (P2) diketahui dapat meningkatkan protein
signifikan pada peningkatan kandungan protein kasar ampas kelapa namun tidak memberikan
kasar ampas kelapa (p<0,05). Kandungan perbedaan yang nyata karena kapang ini
protein kasar tertinggi adalah pada penambahan cenderung lebih banyak menghasilkan enzim
B. subtilis (P1) dengan rata-rata nilai kandungan selulase pada bahan pakan yang berselulosa
sebesar 7,5564% namun tidak berbeda nyata sehingga akan terangsang dikeluarkannya enzim
dengan penambahan T. viride (P2) dan EM4 selulase lebih banyak dibandingkan protease.
(P3) dengan nilai rata-rata kandungan protein Disisi lain, T. viride dapat menghasilkan enzim
kasar sebesar 6,8982% dan 6,7926%. yang merupakan suatu protein sehingga tetap
Pada perlakuan P0 diperoleh dapat meningkatkan protein bahan pakan
kandungan protein kasar terendah karena tidak (Poesponegoro, 1976 dalam Siregar, 2011).
ada penambahan fermentor (mikroba) sehingga Penambahan EM4 dengan dosis 6%
tidak dihasilkan enzim proteolitik yang (P3) diketahui tidak dapat memberikan
berfungsi dalam peningkatan protein kasar. pengaruh yang nyata terhadap kandungan
Penambahan B. subtilis dengan dosis 6% pada protein kasar ampas kelapa bila dibandingkan
perlakuan P1 diketahui dapat meningkatkan dengan B. subtilis 6% dan T. viride 6%. Hal ini
kandungan protein kasar paling tinggi sebesar disebabkan probiotik EM4 tidak mengandung
7,5564% bila dibandingkan dengan T. viride 6% mikroba proteolitik. EM4 memiliki kandungan
(P2) dan EM4 6% (P3). Hal ini disebabkan B. bakteri Lactobacillus yang dominan, mikroba
subtilis merupakan bakteri proteolitik dan tersebut merupakan bakteri asam laktat. Bakteri
menghasilkan enzim yang dapat bekerja pada asam laktat adalah kelompok bakteri yang
kondisi lingkungan dengan suhu relatif tinggi mampu mengubah karbohidrat (glukosa)
menjadi asam laktat (Rostini, 2007).
Lactobacillus memiliki pH optimum 5-5,8
dengan pH maksimal 6,5 dan suhu optimum
berkisar 25-30 °C (Nowroozi dkk., 2004). EM4
juga mengandung bakteri fotosintesis yang
berfungsi membentuk zat-zat yang bermanfaat
antara lain asam amino, asam nukleat dan 2005). Selama proses fermentasi berlangsung,
karbohidrat dengan menggunakan sinar kondisi lingkungan tidak mendukung untuk
matahari sebagai sumber energi (Yuwono, terjadinya fotosintesis sehingga protein kasar
3
Fermentasi Ampas Kelapa Menggunakan......

yang dihasilkan tidak optimal. penambahan T. viride (P2) dan B. subtilis (P1)
Serat Kasar dengan nilai rata-rata kandungan serat kasar
Rata-rata hasil proksimat kandungan sebesar 22,6432% dan 23,7269%.
serat kasar ampas kelapa berdasarkan bahan Pada perlakuan P0 diperoleh
kering yang difermentasi dengan Bacillus kandungan serat kasar tertinggi karena tidak ada
subtilis (P1), Trichoderma viride (P2), EM4 (P3) penambahan fermentor (mikroba) sehingga
dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan analisis tidak dihasilkan enzim yang berfungsi dalam
statistik dengan menggunakan Analisis Varian penurunan kandungan serat kasar. Penambahan
dapat diketahui bahwa penggunaan B. subtilis, B. subtilis dengan dosis 6% (P1) dapat
T. viride, dan EM4 pada proses fermentasi menurunkan kandungan serat kasar tetapi tidak
ampas kelapa menunjukkan adanya perbedaan memberikan pengaruh yang nyata bila
yang sangat nyata terhadap kandungan serat dibandingkan dengan T. viride (P2) dan EM4
kasar ampas kelapa berdasarkan bahan kering (P3). Hal ini disebabkan karena B. subtilis
(p<0,01). merupakan jenis bakteri yang potensial dalam
menghasilkan enzim protease. Namun disisi
Tabel 2. Rata-rata Kandungan Serat Kasar lain, bakteri ini tetap dapat memproduksi enzim
Berdasarkan Bahan Kering Ampas selulase dalam jumlah sedikit yang mampu
Kelapa yang Difermentasi mendegradasi selulosa. B. subtilis merupakan
Kandungan bakteri selulolitik yang memiliki kisaran pH 5-
Transformasi
Perlakuan Serat Kasar 10 (Meryandini dkk., 2009). Sistem enzim
(√) ± SD
(%) ± SD selulase dibagi menjadi tiga kelmpok, yaitu
25,0297 ± 5,0029 a ± endoselulase atau endoglukanase, eksoselulase
P0 0,4826 0,0479
atau eksoglukanase, dan glukosidase.
23,7269 ± 4,8710 ab ±
P1 Endoselulase bertugas menguraikan rantai
0,9515 0,0975
polisakarida menjadi rantai baru berbentuk
22,6432 ± 4,7585 b ±
P2 oligosakarida. Eksoselulase bertindak
0,9877 0,1033
menguraikan ujung rantai oligosakarida menjadi
22,3967 ± 4,7325 b ±
P3 disakarida. Glukosidase bertindak menguraikan
0,9242 0,0979
a,b
disakarida menjadi monosakarida, yaitu glukosa
: Superskrip dalam kolom menunjukkan (glucanohydrolases) atau selobiosa
perbedaan nyata (p<0,05) (cellobiohydrolase) sebagai produk utama
(Lynd et al., 2002). Glukosa sebagai sumber
Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda energi dalam pakan yang berguna untuk
Duncan (Duncan’s Multiple Range Test), maka pertumbuhan. Hal tersebut sesuai dengan
diketahui bahwa kandungan serat kasar tertinggi Hutagalung, (2004) yang menyatakan bahwa
adalah perlakuan P0 namun tidak berbeda nyata glukosa digunakan untuk sumber energi dalam
dengan perlakuan P1, sedangkan kandungan proses metabolisme.
serat kasar terendah adalah perlakuan P3 namun Penambahan T. viride dengan dosis 6%
tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan perlakuan (P2) diketahui dapat menurunkan kandungan
P2 dan P1. serat kasar. T. viride merupakan kapang
Fermentasi ampas kelapa selulolitik yang menghasilkan enzim selulase
menggunakan B. subtilis, T. viride dan EM4 dalam jumlah banyak dan sifatnya stabil (Noor
selama 7 hari yang disajikan pada Tabel 2 dan dkk., 1997 dalam Noor dkk., 1999). Meskipun
hasil Analisis Varian (ANOVA) menunjukkan demikian, kapang ini merupakan suatu
bahwa penambahan fermentor tersebut organisme multiseluler terdiri dari konidia dan
memberikan pengaruh yang sangat nyata atau konidiofor yang tersusun menjadi hifa yang
signifikan (p<0,01) pada penurunan kandungan bersepta, kumpulan hifa disebut dengan
serat kasar ampas kelapa bila dibandingkan miselium. Miselium inilah yang akan terlihat
dengan dosis 0% (P0). Kandungan serat kasar seperti kapas (McGinnis, 2003 dalam Jaelani,
terendah adalah pada penambahan EM4 (P3) 2007). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
dengan rata-rata nilai kandungan sebesar Nuraini dkk. (2009) bahwa tingginya serat kasar
22,3967% namun tidak berbeda nyata dengan disebabkan oleh perkembangan kapang karena
miseliumnya yang mengandung serat kasar.
Penambahan EM4 dengan dosis 6%
(P3) diketahui dapat menurunkan kandungan
serat kasar terendah bila dibandingkan
dengan
B. subtilis 6% dan T. viride 6%. Hal ini
disebabkan karena sejumlah mikroba probiotik
menghasilkan senyawa atau zat-zat yang substrat bahan makanan dalam saluran
diperlukan untuk membantu proses pencernaan pencernaan yaitu enzim. Mikroba dalam
4
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan tfol. 5 No. 1, April 2013

probiotik yang dominan yaitu Lactobacillus. Kesimpulan


Lactobacillus berperan menguraikan laktosa Berdasarkan hasil yang diperoleh pada
menjadi asam laktat. Kadar asam laktat yang penelitian fermentasi ampas kelapa
dihasilkan mempengaruhi penurunan pH menggunakan T. viride, B. subtilis, dan EM4,
sehingga proses fermentasi terjadi dalam maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
keadaan asam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fermentor mikroba B. subtilis menghasilkan
Kusuma (2010), kadar asam laktat peningkatan protein kasar tertinggi dari
mempengaruhi penurunan nilai pH sehingga 6,2301% menjadi 7,5564% dibandingkan
aktivitas fermentasi oleh bakteri ini dapat dengan T. viride dan EM4. Fermentor EM4
menghasilkan produk yang sempurna. EM4 juga menghasilkan penurunan serat kasar tertinggi
mengandung Actinomycetes yang telah dari 25,0297% menjadi 22,3967% dibandingkan
dilaporkan menghasilkan aktivitas selulase dengan T. viride dan B. subtilis.
(Melwita, 2011). Enzim selulase mampu Berdasarkan hasil penelitian ini, saran
memecah komponen serat kasar yang yang diberikan oleh penulis yaitu perlu
merupakan komponen yang sulit dicerna dalam dilakukan penelitian lanjutan dengan
saluran pencernaan menjadi glukosa yang menggunakan penambahan fermentor lain dan
dimanfaatkan oleh ikan. masa fermentasi yang berbeda untuk
Proses fermentasi menggunakan mengetahui efektivitas mikroba fermentor. Hal
mikroba (B. subtilis, T. viride dan EM4) tersebut diharapkan memperoleh kemungkinan
dicampurkan dalam substrat mengakibatkan hasil yang lebih optimal dan dapat dijadikan
penambahan jumlah mikroba yang semakin sebagai bahan pakan alternatif untuk ikan sesuai
meningkat. Hal ini dikarenakan nutrisi yang dengan kebutuhan dan perhitungan ransum
terdapat pada pakan digunakan oleh mikroba pakan yang tepat.
untuk berkembangbiak dan tumbuh. Mikroba
tersebut akan menghasilkan enzim-enzim, Daftar Pustaka
seperti protease dan selulase. Menurut Yandri Arifin, S. 2003. Pengaruh Penggunaan Bekatul
(2009), mengemukakan bahwa enzim protease Fermentasi dengan EM4 (Efektif
mampu menguraikan protein menjadi rantai Mikroorganisme) dalam Ransum
yang lebih sederhana yaitu polipeptida, terhadap Efisiensi Pakan dan Income
selanjutnya polipeptida akan dipecah menjadi Over Feed Cost (Iofc) pada Ayam
asam amino. Jumlah asam amino yang Potong (Broiler). Departement of
dihasilkan oleh mikroba menunjukkan Animal Husbandry. Universitas
banyaknya mikroba yang terdapat dalam Muhammadiyah Malang. 1 hal.
substrat. Priskila (2007) mengemukakan bahwa Ayuda, B. 2011. Kandungan Serat Kasar,
meningkatnya jumlah koloni mikroba selama Protein Kasar, dan Bahan Kering pada
proses fermentasi secara tidak langsung dapat Limbah Nangka yang Difermentasi
meningkatkan protein kasar dari suatu bahan dengan Trichoderma viride dan
karena mikroba ini merupakan sumber protein Bacillus subtilis sebagai Bahan Pakan
sel tunggal. Alternatif Ikan. Skripsi. Program Studi
Asam amino merupakan sumber Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan
karbon untuk sintesis protein mikroba selulolitik dan Kelautan. Universitas Airlangga.
(Baldwin dan Allison, 1983). Penambahan asam Surabaya. 67 hal.
amino dalam ransum pakan mampu Baldwin, R. L. dan M. J. Allison. 1983. Rumen
meningkatkan pertumbuhan bakteri selulolitik Metabolism. Journal Anim. Science.
dan menyebabkan aktivitasnya meningkat 57: 461.
sehingga proses degradasi selulosa oleh enzim Elyana, P. 2009. Pengaruh Penambahan Ampas
selulase menjadi semakin optimal (Zain dkk., Kelapa Hasil Fermentasi Aspergillus
2001). Enzim selulase berperan menguraikan oryzae dalam Pakan Komersial
selulosa menjadi glukosa sebagai produk utama Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila
(Lynd et al., 2002), oleh karena itu, enzim (Oreochromis Niloticus Linn.). Skripsi.
selulase dapat menurunkan kandungan serat Jurusan Biologi. Universitas Sebelas
kasar substrat atau bahan pakan yang Maret. Solo. hal. 16-18.
difermentasi. Hadadi, A., Herry, K. T. Wibowo, E. Pramono,
A. Surahman, dan E. Ridwan. 2009.
Aplikasi Pemberian Maggot sebagai
Sumber Protein dalam Pakan Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias sp.) dan Gurame
(Osphronemus gouramy Lac.). Laporan
Tinjauan Hasil Tahun 2008. Balai Herviana, W. 2011. Kandungan Protein Kasar
Pusat Budidaya Air Tawar Sukabumi. dan Serat Kasar Kulit Pisang Kepok
hal. 175-181. (Musa paradisiaca) yang Difermentasi
5
Fermentasi Ampas Kelapa Menggunakan......

dengan Trichoderma viride Sebagai Peternakan Direktorat Budidaya


Bahan Pakan Alternatif pada Formulasi Ternak Ruminansia. Jakarta. hal. 26.
Pakan Ikan Mas (Cyprinus Carpio). Lynd, L. R., P. J. Weimer, W. H. van Zyl, E. S.
Universitas Airlangga. Surabaya. 64 Pretorius. 2002. Microbial Selulase
hal. Utilization: Fundamentals and
Hossain, M. dan N. Anantharaman. 2006. Biotechnology. Microbiology and
Studies on Baterial Growth and Lead Molecular Biology Reviews. Vol. 66
(IV) Biosorption Using Bacillus No. 3. P. 506-577.
subtilis. Mohamed Sathak Engineering Melwita, E. 2011. Ionic Liquid sebagai
College and National Institute of Katalisator Potensial untuk
Technology. Indian Jurnal of Chemical Meningkatkan Produksi Biofuel.
Technology Vol. 13. India. pp. 591- Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
596. Prosiding Seminar Nasional Avoer ke-
Hutagalung, H. 2004. Karbohidrat. Fakultas 3. Palembang. hal. 446-462.
Kedokteran. Universitas Sumatera Meryandini A., W. Widosari, B. Maranatha, T.
Utara. USU Digital Library. Medan. 13 C. Sunarti, N. Rachmania, dan H.
hal. Satria. 2009. Isolasi Bakteri Selulolitik
Jaelani, A. 2007. Peningkatan Kualitas Bungkil dan Karakterisasi Enzimnya. Institut
Inti Sawit oleh Kapang Trichoderma Pertanian Bogor. Makara Sains, Vol.
reseei sebagai Pendegradasi 13, No. 1. Bogor. hal. 33-38.
Polisakarida Mannan dan Pengaruhnya Noor, E., M. S. Rusli, M. Yani, A. Halim dan N.
terhadap Penampilan Ayam Pedaging. Reza. 1999. Pemanfaatan Sludge
Disertasi. Program Studi Ilmu Ternak. Limbah Kertas untuk Pembuatan
Sekolah Pasca Sarjana. Institut Kompos dengan Metode Windrow dan
Pertanian Bogor. Bogor. 149 hal. Cina. Fakultas Teknologi Pertanian.
Kailaku, S. I., I. Mulyawanti, K. T. Dewandari, IPB. J. Tek Ind Pert Vol. 15(2). Bogor.
dan A. N. Alamsyah. 2006. Potensi hal. 67-71.
Tepung Kelapa dari Ampas Industri Nowroozi, J., M. Mirzaii, and M. Norouzi.
Pengolahan Kelapa. Balai Besar 2004. Study of Lactobacillus as
Penelitian dan Pengembangan Probiotic Bacteria. Iran University of
Pascapanen Pertanian. Jakarta. hal. Medical Science. Iran J Publ Health
669-678. Vol. 33 No. 2. Iran. pp. 1-7.
Kosim, M. dan S. R. Putra. 2009. Pengaruh Nuraini, Sabrina, S. A. Latif. 2009. Kondisi
Suhu pada Protease dari Bacillus Optimum dan Profil Produk
subtilis. Jurusan Kimia FMIPA. Institut Fermentasi dengan Monacus
Teknologi 10 Nopember. Surabaya. 7 purpureus dengan Substrat Limbah
hal. Agro Industri sebagai Pakan Alternatif
Kusriningrum. 2008. Perancangan Percobaan. Ternak Unggas. Artikel Ilmiah.
Airlangga University Press. Surabaya. Fakultas Peternakan. Univetsitas
hal 65-125. Andalas. Padang. 20 hal.
Kusuma, S. F. 2010. Analisa pH Optimum Priskila, F. 2007. Pengaruh Penggunaan
untuk Perkembangbiakan Kombucha terhadap Kandungan
Lactobacillus bulgaricus dalam Proses Protein Kasar dan Serat Kasar pada
Fermentasi Fruktosa pada Susu Fermentasi Daun Talas (Colocosia
menjadi Asam Laktat. Tugas Akhir esculenta). Skripsi. Program Studi S1
Universitas Diponegoro. Semarang. 6 Budidaya Perairan. Fakultas
hal. Kedokteran Hewan. Universitas
Luthan, P. 2010. Pedoman Teknis Airlangga. Surabaya. 55 hal.
Pengembangan Usaha Integrasi Ternak Rostini, I. 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat
Sapi dan Tanaman. Kementrian (Lactobacillus plantarum) Terhadap
Pertanian Direktorat Jenderal Masa Simpan Filet Nila Merah pada
Suhu Rendah. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaran.
Bandung. hal. 8.
Santoso, U. dan I. Aryani. 2008. Perubahan
Komposisi Kimia Daun Ubi Kayu yang
Difermentasi oleh EM4. Universitas
Bengkulu. Bengkulu. 8 hal.

6
Siregar, A. L. 2011. Pengaruh Fermentasi
Terhadap Laju Degradasi Bungkil Inti
Sawit dalam Rumen Sapi. Program
Keahlian Analisi Kimia. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. hal. 21-22.
Suhana. 2010. Reinkarnasi Kebijakan Kelautan
dan Perikanan. http://pk2pm.
wordpress.com. 27 Agustus 2010. 5
hal.
Sumarlin. 2010. Protein Sel Tunggal.
Laboratorium Kimia. Universitas
Haluoleo. Kendari. 14 hal.
Yandri. 2009. Peningkatan Kestabilan Enzim
Protease dari Bakteri Isolat Lokal
Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan
Modifikasi Kimia. Universitas
Lampung. Lampung. 3 hal.
Yuwono, D. 2005. Kompos dengan Cara Aerob
Maupun Anaerob untuk Menghasilkan
Kompos Berkualitas. Penebar
Swadaya. Jakarta. hal. 20-21.
Zain. M, Elihasridas, dan D. Mangunwidjaja.
2001. Pengaruh Suplementasi Daun
Ubi Kayu terhadap Fermentabilitas dan
Kecernaan in Vitro Ransum Berpakan
Serat Sawit Hasil Amoniasi dengan
Urea. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian Vol. 15 (2) : 54-59.

You might also like