You are on page 1of 7

[Type here]

Media Peternakan, April 2016, hlm. 20-26 Vol. 29 No. 1


ISSN 0126-0472
Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2016

Pengaruh Suplemen Katalitik terhadap Karakteristik


dan Populasi Mikroba Rumen Domba

H.T. Uhia, A. Parakkasib & B. Haryantoc


a
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua, Jayapura
b
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor
c
Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor
(Diterima 11-07-2016; disetujui 10-03-2016)

ABSTRACT

Dry season resulted in lower availability of ruminant feeds with subsequent effects
on reduction of sheep productivity; therefore nutritive supplement may be required. The
objective of this experiment was to study the effect of supplementation of catalytic substrate
consisting of gelatinized sago, ammonium sulfate, Co and Zn on the sheep rumen
characteristics and its microbial population. Forty lambs with an average live weight of 13
kg were divided into 8 blocks to test 5 feeding treatments. The treatments were feeding
low quality forage without supplement (R1), R1 plus catalytic supplement at 10% of ration
(R2), 20% (R3), 30% (R4) and a positive control treatment (R0 = R1 + soybean meal).
Parameter measurements included rumen pH, ammonia, VFA and microbial population. It
was observed that the rumen pH ranging from 6,06 (R1), 6,15 (R2), 6,45 (R4), 6,58 (R3)
and 6,85 (R0). The rumen concentrations of ammonia were 5,83 mM (R3), 6,01 mM (R4),
6,35 mM (R2), 8,30 mM (R0) and 9,36 mM (R1) with total volatile fatty acid concentration
ranging from 154, 88 mM (R1), 163,70 mM (R2), 180,89 mM (R0), 188,79 mM (R4) and
194,71 mM (R3). Population of rumen bacteri for R3 was 6,09 x 109 cell/ml, which was
greater than RO (5,57 x 109 cell/ml), R1 (4,36 x 109 cell/ml), R2 (4,15 x 109 cell/ml), R4
(5,60 x 109 cell/ml), while protozoa R3 (2,59 x 106 cell/ml), was lower than RO (3,51 x 106
cell/ml) R1 (5,49 x 106 cell/ml) R2 (5,61 x 106 cell/ml) R4 (3,31 x 106 cell/ml). Catalytic
supplement at 20% of ration (R3) resulted in a normal rumen concentration of ammonia
and pH, and increased VFA concentration. It was concluded that catalytic supplement at
20% of ration was the appropriate level for optimal rumen characteristics.

Key words : catalytic supplement, minerals, microbes, rumen, sheep

PENDAHULUAN faktor yang menentukan keberhasilan


pengembangan ternak tersebut (Mathius et al.,
Hijauan merupakan pakan utama yang 1997). Pada umumnya ketersediaan bahan
sangat dibutuhkan oleh ternak domba, oleh pakan ternak di suatu daerah dengan daerah lain
karena itu ketersediaan hijauan baik kuantitas, berbeda, karena perbedaan sistem agroklimat
kualitas dan kontinuitas merupakan salah satu daerah. Pada musim panas, pengaruh agroklimat

20 Edisi April 2016


Vol. 29 No. 1 PENGARUH SUPLEMENTASI KATALITIK

menyebabkan kualitas pakan ternak sangat Mineral yang digunakan kobalt asetat
rendah, dan pada saat tertentu rumput/hijauan (CH3COO2Co4H20) dan zink klorat (ZnCl2).
pakan tidak dapat tumbuh, sehingga kebutuhan Proses pembuatan suplemen katalitik diawali
gizi ternak tidak terpenuhi. dengan membuat gelatin sagu. Cara
Pakan alternatif diperlukan untuk membuatnya diawali dengan menyaring pati
mempertahankan dan meningkatkan produk- untuk memisahkan dari serat sagu. Pati sagu
tivitas domba di daerah marginal pada musim ditimbang sebanyak 100 gram, diberi air dingin
kemarau. Salah satu pakan alternatif yang setinggi 1-2 cm dari permukaan pati, diaduk dan
digunakan adalah suplemen katalitik untuk dibiarkan selama 1 menit. Air dipermukaan pati
meningkatkan aktivitas fermentabilitas rumen dibuang sampai tersisa endapan. Kemudian air
dan populasi bakteri. “Suplemen katalitik” dipanaskan dan dimasukkan secukupnya ke
adalah pemberian bahan pakan dalam jumlah dalam endapan pati, diaduk, dikocok sampai
kecil bahan kering ransum, dan diharapkan terbentuk gelatin sagu. Gelatin dikeringkan dan
berguna dan memberikan pengaruh yang digiling halus menjadi tepung, dicampur dengan
signifikan terhadap peningkatan produktivitas amonium sulfat dan mineral mikro (kobalt asetat
ruminan (Preston & Leng, 1987). 0,2 ppm dan zink sulfat 35 ppm). Komposisi
Kobalt merupakan mineral esensial untuk nutrisi suplemen katalitik (BK = 90,35%;
pertumbuhan hewan dan kesehatannya. Mineral Protein = 3,67%; Abu = 9,85% dan GE = 3378
ini berperan dalam pembentukan vitamin B12. Kkal).
Pemberian ransum sebesar 4,08% dari
Apabila kobalt tidak mencukupi maka
bobot badan domba. Pemberian suplemen
pembentukan vitamin B12 akan berkurang dan
ditentukan dari kebutuhan konsentrat 200 g/
pertumbuhan bakteri akan terhambat. Defisiensi
mineral ini mengakibatkan hewan menjadi ekor/hari untuk domba. Perlakuan pembanding
kurus, malas, nafsu makan berkurang, bobot adalah kontrol positif (R0) bungkil kedelai
sebanyak 60 g/ekor/hari (porsi berat bungkil
badan menurun, lemah, anemia, bulu menjadi
kedelai disamakan dengan porsi berat level
kasar dan kusam, produksi susu rendah dan
perlakuan suplemen katalitik tertinggi).
kegagalan reproduksi (Parakkasi, 1999).
Pemberian pakan secara terpisah, diawali
Sedangkan Zn mempercepat sintesa protein oleh
dengan pemberian suplemen dan bungkil
mikroba melalui pengaktifan enzim-enzim
kedelai kemudian hijauan. Ransum perlakuan
mikroba. Zn diabsorpsi melalui permukaan
yang digunakan terdiri atas rumput raja umur
mukosa jaringan rumen (Arora, 1989).
>110 hari (berkualitas rendah) sebagai ransum
Penelitian bertujuan untuk mengetahui
basal, ditambahkan suplemen katalitik berupa
pengaruh level perlakuan suplemen katalitik campuran (Gelatin sagu 98% + Amonium sulfat
terhadap karakteristik dan populasi mikroba 2% + Co 0,2 ppm dan Zn 35 ppm) pada 4 level
rumen domba. dan kontrol positif (bungkil kedelai 60 gram
disesuaikan dengan jumlah perlakuan ransum
MATERI DAN METODE tertinggi R4 sebesar 60 g).
Perlakuan ransum adalah:
Penelitian dilakukan di Balai Penelitian R0 = Hijauan + Bungkil kedelai (kontrol positif)
Ternak, Ciawi, Pusat Penelitian dan R1 = Hijauan + Suplemen katalitik (0 g)
Pengembangan Peternakan Bogor (Nopember R2 = Hijauan + Suplemen katalitik 10% (20 g)
2004 sampai Maret 2005). Ternak domba yang R3 = Hijauan + Suplemen katalitik 20% (40 g)
digunakan sebanyak 40 ekor (berat 12-14 kg). R4 = Hijauan + Suplemen katalitik 30% (60 g)

Edisi April 2016


UHI ET AL. Media Peternakan

Pengambilan sampel dilakukan pada cukup mengandung karbohidrat yang mudah


minggu ke-10, cairan rumen diambil setelah 2 difermentasi dan nutrien lain seperti nitrogen
jam pemberian pakan, kemudian disimpan di dan sulfur untuk pembentukan asam-asam
dalam freezer. Peubah yang diamati adalah amino bersulfur (sistein, sistin dan metionin),
konsentrasi VFA individual dilakukan dengan yang merupakan nutrien penting bagi bakteri
menggunakan teknik kromatografi gas. rumen. Selain itu, meningkatnya produksi VFA
Konsentrasi NH3 dianalisis menggunakan teknik ditunjang dengan ketersediaan mineral esensial
microdifusi Conway (General Laboratory Co dalam ransum. Co berperan penting dan
Procedure, 1966), pH cairan rumen. Uji berfungsi untuk pembentukan vitamin B12, yang
populasi bakteri dilakukan dengan cara dikultur merupakan unsur penting dalam proses
dan diamati pada minggu ke-7, ke-14 dan ke- metabolisme propionat dan transfer metil.
21. Populasi protozoa diamati menggunakan Pemberian suplemen katalitik pada domba
mikroskop dan dihitung menggunakan Mc mempengaruhi konsentrasi VFA individual
Master object glass. Prosedur analisis populasi cairan rumen (Tabel 1). Konsentrasi asam asetat
mikroba menggunakan metode Ogimoto & Imai pada perlakuan suplemen katalitik 20% (R3),
(1981). 30% (R4) dan kontrol positif (R0) tidak berbeda
Rancangan yang digunakan adalah nyata, tetapi nyata lebih tinggi dibandingkan
rancangan acak kelompok. Ternak domba dengan perlakuan suplemen katalitik 10% (R2)
dikelompokkan berdasarkan bobot badan, tiap dan 0% (R1). Hal ini memberikan indikasi
ulangan terdapat 1 ekor domba. Data dianalisis bahwa pemberian suplemen katalitik yang
menggunakan sidik ragam pada perlakuan yang mengandung mineral Co dan Zn mampu
nyata dilanjutkan dengan ‘’uji Duncan” (Steel meningkatkan aktivitas fermentatif mikrobial
& Torrie, 1991). rumen terhadap pakan dengan hasil asam asetat
yang lebih tinggi tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Asam propionat tergolong asam
glukogenik, sebab di dalam hati asam tersebut
Konsentrasi VFA diubah menjadi glukosa. Secara umum glukosa
berguna sebagai sumber energi utama bagi
Asam lemak mudah terbang atau volatile organ-organ tubuh, antara lain: otak, syaraf,
fatty acids (VFA) merupakan produk utama kelenjar susu dan janin. Menurut Brockman
fermentasi mikroba rumen. Produksi VFA (1993) lebih kurang 50% glukosa pada ternak
mencerminkan fermentabilitas pakan dan ruminansia berasal dari asam propionat.
merupakan sumber energi utama bagi ternak. Perlakuan suplemen katalitik
VFA merupakan produk akhir dari fermentasi meningkatkan (P<0,05) nilai rataan asam
nutrien, khususnya protein dan karbohidrat (Van propionat (Tabel 1). Nilai rataan asam propionat
Houtert, 1993). tertinggi dicapai pada perlakuan suplemen
Produksi VFA total antar tingkat perlakuan katalitik 20% yaitu 37,65 mM. Hasil tersebut
suplemen katalitik dan kontrol positif berbeda. lebih tinggi dari hasil penelitian Toharmat et al.
Produksi VFA total dalam penelitian ini lebih (2003) dan Rihani et al. (1993). Toharmat et al.
tinggi dari kisaran produksi VFA total (80-160 (2003) mengamati variasi produksi VFA dengan
mM) yang dilaporkan Sutardi (1980), Mardiati kandungan NDF berbeda yang menghasilkan
(1999) (102,60 -120,62 mM); dan Dixon et al. asam propionat 17,95 mM, sedangkan Rihani
(2003) 84,8-95,9 mM. et al. (1993) dalam penelitian menggunakan
Tingginya produksi VFA total penelitian perlakuan urea tinggi menghasilkan asam
ini diduga karena suplemen yang diberikan propionat 14,8 mM. Perbedaan ini kemungkinan

22 Edisi April 2016


Vol. 29 No. 1 PENGARUH SUPLEMENTASI KATALITIK

Tabel 1. Pengaruh perlakuan pakan terhadap konsentrasi VFA total dan parsial (mM) dan nisbah C2/C3

Perlakuan
Parameter
R0 R1 R2 R3 R4

VFA-Total 180,89ab 154,88c 163,70bc 194,71a 188,79a


Asetat 129,22ab 114,53c 121,09b 138,95a 134,24a
Propionat 35,60b 28,50c 30,05bc 37,65a 36,12a
Isobutirat 2,55a 1,63b 1,40b 2,45a 1,73b
Butirat 9,73b 7,78c 8,95bc 12,00a 13,13a
Isovalerat 2,81a 1,68b 1,46b 1,84b 1,76b
Valerat 1,52b 0,76c 0,73c 1,83a 1,82a
Nisbah C2/C3 3,68 4,02 4,01 3,78 3,79
Keterangan : superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

disebabkan oleh kondisi pakan yang diberikan disebabkan oleh adanya kandungan Co di dalam
berbeda atau karena adanya perbedaan suplemen katalitik yang dapat mempengaruhi
komposisi mikroba rumen sehingga produk perkembangan dan komposisi mikroba rumen.
fermentatif yang terjadi pada penelitian ini Nisbah C2/C3 di dalam rumen dapat
mengarah pada pembentukan propionat. memberikan indikasi tentang pemanfaatan hasil
Nilai rataan asam butirat menunjukkan fermentasi tersebut lebih ke arah penggemukan
beda nyata (P<0,05) antar perlakuan (Tabel 1) dibandingkan ke arah pembentukan susu.
yang diduga karena ketersediaan mineral
esensial Co dan Zn, dan S. Pembentukan asam Aktivitas Fermentatif Mikroba
butirat mempunyai keterkaitan dengan
pembentukan asam asetat, sehingga Konsentrasi amonia dalam rumen ikut
sebagaimana ditunjukkan oleh adanya menentukan metabolisme mikroba yang pada
konsentrasi asam asetat yang meningkat maka gilirannya akan mempengaruhi hasil fermentasi
dapat dilihat pula adanya peningkatan bahan organik pakan (Haryanto, 1994).
konsentrasi asam butirat. Hal ini Konsentrasi amonia menggambarkan kecepatan
menggambarkan adanya efektivitas fermentatif pencernaan sumber nitrogen. Konsentrasi
mikrobial rumen yang lebih tinggi dengan amonia ditentukan oleh tingkat protein pakan
adanya suplemen katalitik yang diberikan. yang dikonsumsi, derajat degradabilitasnya,
Sebagian asam butirat yang terbentuk lama dalam rumen dan pH rumen.
dimanfaatkan sebagai prekursor asam lemak air Perlakuan kontrol positif dan level
susu masuk ke dalam darah, digunakan sebagai suplemen katalitik secara nyata (P<0,05)
sumber energi bagi jaringan tubuh. mempengaruhi konsentrasi NH3, populasi
Nisbah asam asetat dan asam propionat bakteri dan protozoa, sedangkan terhadap pH
tidak berbeda antar perlakuan suplemen katalitik tidak berbeda nyata (Tabel 2). Konsentrasi NH3
dan kontrol positif (Tabel 1). Pada penelitian tertinggi dicapai pada perlakuan suplemen
ini diperoleh nisbah 3,78-4,02 yang lebih tinggi katalitik 0% (R1) diikuti perlakuan kontrol
daripada hasil penelitian Haryanto et al. (1997) positif (R0). Hal ini menggambarkan bahwa
sebesar 2,60-2,94; melalui perlakuan probiotik amonia yang terbentuk di dalam rumen kurang
yang disuplemen ZnSO4. Hal ini kemungkinan dimanfaatkan untuk pembentukan protein

Edisi April 2016


UHI ET AL. Media Peternakan

Tabel 2. Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA total, NH3, pH, populasi bakteri dan protozoa

Perlakuan
Parameter
R0 R1 R2 R3 R4

NH3 (mM) 8,30a 9,36a 6,35b 5,83b 6,01b


pH 6,85 6,06 6,15 6,58 6,45
Bakteri (x 109 sel/ml) 5,57a 4,36b 4,15b 6,09a 5,65a
Protozoa (x 106 sel/ml) 3,51b 5,49a 5,61a 2,59c 3,31bc

Keterangan : superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

mikroba. Menurut Sutardi (1979) kadar amonia relatif normal ini menggambarkan bahwa
yang dibutuhkan untuk menunjang suplemen katalitik mampu menciptakan kondisi
pertumbuhan mikroba rumen antara 4-12 mM, rumen yang sesuai untuk proses fermentasi
sedangkan menurut Agustin et al. (1991) pakan, terutama komponen serat.
konsentrasi NH3 cairan rumen yang optimal Mikroba rumen berpengaruh sangat besar
adalah 8 mM. Penurunan NH3 karena telah terhadap status nutrisi ternak ruminansia karena
digunakan oleh mikroflora rumen dan penye- selain mencerna pakan juga merupakan sumber
rapan dalam sistem pencernaan ruminansia. zat nutrisi utama yaitu protein. Bakteri rumen
Kemampuan menyediakan amonia yang banyak jenisnya dan populasinya berkisar antara
cukup untuk pertumbuhan mikroba rumen 109-1012 sel /ml isi rumen (Stewart, 1991).
merupakan salah satu tolok ukur penting untuk Terjadi perbedaan (P<0,05) populasi
ternak ruminansia. Pemberian suplemen bakteri antar perlakuan (Tabel 2). Rataan
katalitik yang mengandung gelatin sagu, Co, Zn populasi bakteri tertinggi pada perlakuan
dan amonium sulfat dapat menunjang suplemen katalitik 20% (R3) sebesar 6,09 x 109
perkembangan dan pertumbuhan mikroba sel/ml lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
rumen. Meskipun demikian, data yang disajikan positif sebesar 5,57 x 109 sel/ml. Populasi
hanya memberikan satu titik pengamatan bakteri terendah pada perlakuan suplemen
sehingga belum dapat menggambarkan katalitik 10% (R2) sebesar 4,15 x 109 sel/ml.
dinamika kondisi rumen dalam dimensi waktu. Tingginya populasi bakteri pada perlakuan R3
Nilai pH cairan rumen memegang peranan seiring dengan rendahnya konsentrasi NH3
penting dalam mengatur beberapa proses dalam sebesar 5,83 mM (Tabel 2) menandakan bahwa
rumen, baik mendukung pertumbuhan mikroba bakteri dalam rumen mempergunakan nitrogen
rumen maupun menghasilkan produk berupa (NH3) untuk sintesis protein. Menurut Baldwin
VFA dan NH3. Nilai rataan pH rumen yang dan Allison (1983) lebih kurang 80% bakteri
dicapai pada penelitian ini relatif sama dan rumen membutuhkan amonia untuk proses
berkisar antara 6,15-6,85 (Tabel 2) dan dapat pertumbuhannya. Meningkatnya populasi
dikatakan masih berada dalam kisaran normal bakteri mempunyai korelasi positif dengan pH
untuk aktivitas mikroba rumen. Menurut rumen (Tabel 2). Hubungan pH rumen dan
Czerkawski (1986), nilai rataan pH cairan populasi bakteri dapat dilihat dengan persamaan
rumen yang normal berada pada kisaran Y = 2,1758x - 8,8006, dengan koefisien korelasi
lingkungan antara 6-7, sedangkan kisaran pH (r = 66,80%) pada Gambar 1.
yang ideal untuk pencernaan selulosa antara 6,4- Rihani et al. (1993) melaporkan
6,8 (Erdman, 1988). Dengan kisaran pH yang penggunaan level urea dan serat tinggi
24 Edisi April 2016
Vol. 29 No. 1 PENGARUH SUPLEMENTASI KATALITIK

7.0

Populasi bakteri (x 109) 6.0

5.0

y = 2.1758x - 8.8006
4.0
R2 = 0.668

3.0
6.00 6.20 6.40 6.60 6.80 7.00
pH

Gambar 1. Korelasi pH rumen dan populasi bakteri

menghasilkan pH antara (6,51-6,60). Kondisi sedangkan populasi tertinggi pada perlakuan


lingkungan rumen yang kondusif akan suplemen katalitik 10% (R2) sebesar 5,61 x 106
mendukung pertumbuhan mikroba yang sel/ml cairan rumen.
maksimal terutama bakteri pencerna serat Penurunan populasi protozoa pada
(bakteri selulolitik) sehingga meningkatkan perlakuan suplemen katalitik 20% dan 30%
kecernaan ransum dan pada akhirnya akan dibandingkan perlakuan lainnya sejalan dengan
meningkatkan (konsumsi bahan kering, bahan meningkatnya populasi bakteri karena
organik dan zat nutrien lainnya), disamping laju tersedianya amonia yang cukup dan peran
pengosongan isi rumen lebih cepat berlangsung. mineral Co, Zn untuk mendukung pertumbuhan
Populasi protozoa, salah satu jenis bakteri. Protozoa yang kalah bersaing dengan
mikroba yang hidup di dalam rumen, berkisar bakteri menyebabkan pemangsaan bakteri oleh
antara 105-106 sel/ml cairan rumen (Ogimoto & protozoa berkurang. Selain itu,perlakuan
Imai, 1981), dan sangat tergantung pada jenis suplemen katalitik 20% dan 30% menghasilkan
ransum yang dikonsumsi. Protozoa biasanya nilai pH cukup tinggi (Tabel 1), menyebabkan
memberikan kontribusi sekitar 40% dari total kondisi lingkungan rumen sangat menunjang
nitrogen mikroba rumen. Walaupun populasinya peningkatan populasi bakteri dan sebaliknya
hanya setengah dari populasi bakteri yang ada menurunkan populasi protozoa.
dalam rumen, tetapi biomassanya jauh lebih
besar yaitu mencapai 50% dari total biomassa KESIMPULAN
seluruh mikroba rumen (Jouany, 1991).
Hasil penelitian (Tabel 2) menunjukkan Pemberian suplemen katalitik pada tingkat
bahwa populasi protozoa terendah diperoleh 20% dalam ransum berbasis hijauan kualitas
pada perlakuan suplemen katalitik 20% (R3) rendah memberikan dampak yang nyata
sebesar 2,59 x 106 sel/ml cairan rumen, terhadap peningkatan konsentrasi VFA partial

Edisi April 2016


UHI ET AL. Media Peternakan

dan NH3, mempertahankan kenormalan pH suplementasi analog hidroksi metionin serta


rumen, meningkatkan populasi bakteri dan asam amino bercabang. Disertasi. Fakultas
menurunkan populasi protozoa. Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mathius, I.W., D. Lubis, E. Wina, D.P. Nurhayati
& I.G.M. Budiarsana. 1997. Penambahan
DAFTAR PUSTAKA kalsium karbonat dalam konsentrat untuk domba
yang mendapat silase rumput raja
Agustin, F.S., Widyawati & T. Sutardi. 1991. sebagai pakan dasar. J. Ilmu Ternak dan
Penggunaan serat dan lumpur sawit dalam Veteriner. 2:164-169.
ransum sapi perah. Prosiding Agro-Industri Ogimoto, K. & S. Imai. 1981. Atlas of Rumen
Peternakan di Pedesaan. 10-11 Agustus. Microbiology. JSSP, Tokyo.
Ciawi. Balai Penelitian Ternak-Ciawi, Pusat Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan
Penelitian Peternakan. Hal. 228-236. Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia
Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Press, Jakarta.
Ruminansia. Terjemahan: R. Murwani. Preston, T.R. & R.A. Leng. 1987. Matching
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ruminant Production System With Available
Baldwin, R.L. & M.J. Allison. 1983. Rumen Resources in the Tropics and Sub Tropics.
metabolism. J. Animal Science. 57:461. First Printed. International Colour Production.
Brockman, R.P. 1993. Glucose and Short Chain Penambul Books, Armidale, Australia. p.49-
Fatty Acid Metabolism. In: J.M Forbes & J. 50.
France (Eds.).Quantitative Aspects of Rihani, N., W.N. Garrett & R.A. Zinn. 1993.
Ruminant Digestion and Metabolism. CAB. Influence of level of urea and method of
International, Wallingford. supplementation on characteristics of
Czerkawski, J.W. 1986. An Introduction to Rumen digestion of high-fiber diets by sheep. J.
Studies. 1st Ed. Pergamon Press, New York. Animal Science. 71: 1657-1665.
Dixon, R. M., B. J. Hosking & A.R. Egan. 2003.
Steel, R.G.D. & J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan
Effects of oilseed meal and grain-urea
Prosedur Statistika. Terjemahan: P.T.
supplements fed infrequently on digestion in
sheep 2. Low cereal straw diets. Animal Feed Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Science and Technology. 110: 95-110. Stewart, C.S. 1991. The Rumen Bacteria. In:
Erdman, R.A. 1988. Dietary buffering requirement Rumen Microbial Metabolism and Rumen
of the lactating dairy cows. A Review. J. Dairy Digestion. J.P. Jouany (Ed.). Institut National
Science 71:3246. De La Recherchce Agronomique, Paris. p.15.
General Laboratory Procedure. 1966. Report of Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan
Dairy Science. University of Wisconsin. terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan
Madison, USA. manfaatnya bagi peningkatan produktivitas
Haryanto, B. 1994. Respons produksi karkas ternak. Prosiding Seminar Penelitian dan
domba terhadap strategi pemberian protein Penunjang Peternakan, LPP. Bogor. Buku 2.
by-pass rumen. Jurnal Ilmiah Penelitian Hal. 91-103.
Ternak Klepu. Vol 1. (2): 49-55. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi I. Fakultas
Haryanto, B., I.W. Mathius, D. Lubis & M. Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Martawidjaya. 1997. Manfaat probiotik Toharmat, T., E. Pangestu, L.A. Sofyan, W.
dalam upaya peningkatan efisiensi fermentasi Manalu & S. Tarigan. 2003. Variasi produksi
pakan di dalam rumen. Prosiding Seminar volatile fatty acids pada ransum ruminansia
Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor. dengan kandungan NDF berbeda. Seminar
Pusat Penelitian dan Pengembangan Nasional Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak
Peternakan. Hal. 635-641. IV. 2nd Ed. Jurnal Pengembangan Peternakan
Jouany, J.P. 1991. Defaunation of the rumen. In: Tropis. Fakultas Peternakan, Universitas
Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Diponegoro. Hal. 31-34.
Digestion. J.P Jouany (Ed.). INRA, Paris. Van Houtert, M.J.F. 1993. The production and
Mardiati, Z. 1999. Substitusi rumput dengan sabut metabolism of volatile fatty acids by
sawit dalam ransum pertumbuhan domba; ruminants fed roughages. Animal Feed
pengaruh amoniasi, defaunasi dan Science Technology. Vol. 43:189.

26 Edisi April 2016

You might also like