Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Open fracture is a fracture with a clearly visible translucent skin, which could be contaminated by the
environment. Cause of death patient emergency serious condition that is 50% on the way to the
hospital, 35% due to trauma and also 50% died at the time of the incident or a few minutes after the
incident (Pusponegoro, 2008). Relief on emergency patients have a service standard time known as the
response time (Response Time) is the time span necessary services ranging from determining triage
nurse to complete the process of handling emergency patients (fractures). The purpose of this study
was to determine whether or not there is a relationship proper response time handling the risk of
shock. This study uses descriptive correlative. This research was conducted at IDG Hospital Dr
Achmad Mochtar Bukittinggi in June-July 2015. The research sample totaled 26 ER nurses were
selected using total sampling technique. Collecting data using observation sheet in accordance with
the criteria respondent sample. The results showed the majority of nurses do not fracture treatment in
patients timely namely 65.4%, while for the risk of shock that is 61.5%. Test results using a chi-square
statistic values obtained Fisher's Exact Test = 0.046 (<0.05) thus conclude that there is a relationship
of response time nurse in the treatment of patients with open fractures risk of hypovolemic shock. Of
the research are expected to lead in order to make observations to the members of his team about the
time the action is used for taking action on an open fracture patients so as to minimize the risk of
hypovolemic shock.
ABSTRAK
Fraktur terbuka adalah fraktur dengan kulit yang terlihat jelas tembus, yang bisa terkontaminasi oleh
lingkungan. Penyebab kematian penderita gawat darurat yaitu 50% dalam perjalanan kerumah sakit ,
35% karena trauma dan juga 50% meninggal pada saat kejadian atau beberapa menit setelah kejadian
(Pusponegoro, 2008). Pertolongan pada pasien gawat darurat memiliki sebuah waktu standar
pelayanan yang dikenal dengan istilah waktu tanggap (Respon Time) yaitu rentang waktu pelayanan
yang diperlukan perawat mulai dari menentukan triage sampai selesai proses penanganan pasien
gawat darurat (Fraktur). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada hubungan tepat atau
tidaknya waktu tanggap penanganan dengan resiko terjadinya syok. Penelitian ini menggunakan
metode Deskripfif Korelatif. Penelitian ini dilakukan di IDG RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi
pada bulan juni-juli tahun 2015. Dengan sampel penelitian berjumlah 26 orang perawat IGD yang
dipilih menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi
pada responden yang sesuai dengan kriteria sampel. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar
perawat melakukan penanganan pada pasien fraktur tidak tepat waktu yaitu 65,4%, sedangkan untuk
resiko terjadinya syok yaitu 61,5%. Hasil uji statistic dengan menggunakan chi square diperoleh nilai
Fisher’s Exact Test = 0,046 (<0,05) sehingga ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan waktu tanggap
perawat dalam penanganan pasien fraktur terbuka dengan resiko terjadinya syok hipovolemik. Dari
108
penelitian diharapkan kepada ketua tim agar melakukan observasi kepada anggota timnya tentang
waktu tindakan yang dipakai selama melakukan tindakan pada pasien fraktur terbuka sehingga dapat
meminimalkan resiko terjadinya syok hipovolemik.
1. PENDAHULUAN tahun 2013 sekitar 595 orang tewas akibat
kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalan raya,
a. Latar Belakang selain itu data tersebut juga mencatat sekitar
Semakin bertambah jumlah penduduk 1.225 orang menderita fraktur berat, dan 3.219
setiap tahunnya ini juga meningkatkan orang menderita fraktur ringan
mobilitas penduduk baik didesa maupun dikota. (Polda Sumbar, 2013)
Jumlah kendaraan bermotorpun ikut meningkat
seiring dengan kebutuhan transportasi. Fraktur atau patah tulang adalah
Pertambahan volume kendaraan tersebut terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
meningkatkan resiko kecelakaan lalu lintas. tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan rudapaksa (Mansjoer, 2000). sedangkan fraktur
trauma kecepatan tinggi dan kita waspada terbuka (open fracture) adalah bila terdapat
terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
mengakibatkan trauma organ-organ lain. luar karena adanya perlukaan dikulit (Mansjoer,
Trauma-trauma ini adalah jatuh dari ketinggian, 2000), Tulang mempunyai vaskularisasi yang
kecelakaan kerja, cidera olah raga yang akan cukup bagus karena itulah dapat terjadi
mengakibatkan fraktur. Setiap trauma yang perdarahan jika terjadi perlukaan. Sebagai
dapat mengakibatkan fraktur juga dapat tambahan trauma dapat merobek arteri yang
sekaligus merusak jaringan lunak disekitar berdekatan dan menyebabkan Pendarahan
fraktur mulai dari otot , kulit, tulang sampai (Herman ,2012). Perdarahan dalam jumlah
struktur neorovaskuler atau organ-organ sedikit ataupun banyak dapat menyebabkan
penting lainnya (Namira, 2014). Kejadian syok Hipovolemik dan bahkan kematian. Luka
trauma menurut data World Health robek pada pembuluh darah besar di leher,
Organization tahun 2013 kecelakaan dijalan tangan, dan paha dapat menyebabkan kematain
raya merupakan masalah kesehatan yang sering dalam 1 – 3 menit. Sedangkan pendarahan dari
terjadi didunia, sekitar 14.000 orang yang aorta atau vena kava dapat menyebabkan
mengalami kecelakaan dijalan setiap hari, kematian dalam 30 detik (Sjamsuhidajat, 2005).
sekitar 30.000 orang yang meninggal dunia Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dimas
akibat kecelakaan dan sekitar 15.000 orang Gatra ditahun 2014 angka kematian pada
yang mengalami kecacatan seumur hidup. Bila pasien fraktur terbuka yang mengalami syok
masalah ini tidak diperhatikan dengan sungguh- hipovolemik dirumah sakit dengan tingkat
sungguh maka dikawatirkan 2020 nanti jumlah pelayanan yang lengkap dengan penanganan
angka kematian atau angka kecacatan akan 6% dan peralatan yang kurang 36%.
mencapai lebih dari 60% penduduk dunia.
Pelayanan pasien gawat darurat adalah
Dinas Kesehatan Republik Indonesia pelayanan yang memerlukan pertolongan
tahun 2013 didapatkan sekitar 8,3 juta kasus segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk
fraktur, dengan jenis fraktur yang berbeda dan mencegah kematian dan kecacatan. Pelayanan
penyebab yag berbeda. Dari hasil survey tim pasien gawat darurat memegang peranan yang
Kementrian Kesehatan RI didapatkan 25% sangat penting (Time saving is life saving)
penderita fraktur yang mengalami kematian, bahkan waktu adalah nyawa (Watkins, 2013).
45% kecacatan fisik, 25% Stres Psikologis Pertolongan gawat darurat melibatkan dua
karna cemas, dan depresi dan 5% mengalami komponen utama yaitu pertolongan fase pra
kesembuhan dengan baik. 25% bedah fraktur rumah sakit dan fase rumah sakit. Kedua
yang mengalami kecemasan ini dapat menjadi komponen tersebut sama pentingnya dalam
hal yang berpengaruh terhadap lama rawat upaya pertolongan gawat darurat. Pertolongan
karna meningkatnya komplikasi dan lama gawat darurat memiliki sebuah waktu standar
penyembuhan. Berdasarkan data yang pelayanan yang dikenal dengan istilah waktu
didapatkan dari Polda Sumbar , terjadi pada tanggap (Respon Time) yaitu rentang waktu
109
berbatas tegas. Sejumlah kerangka kerja dan otot, serta kontaminasi derajat
konseptual keperawatan di gunakan sebagai tinggi, fraktur terbuka terdiri atas :
pengetahuan dasar keperawatan dan 1. Jaringan lunak yang menutupi
mengarahkan praktik keperawatan, pendidikan, fraktur tulang adekuat, meskipun
dan penelitian berkelanjutan(Yoon, 2010 dalam terdapat laserasi yang luas atau
jurnal Syafruddin). fraktur sangat parah yang
disebabkan oleh truma berenergi
2. Ketersediaan Petugas tinggi tanpa melihat ukuran luka.
Sebagian besar suatu instalasi 2. Kehilangan jaringan lunak dengan
menetapkan suatu standar petugas, standar fraktur tulang yang terpapar atau
yaitu jam kerja per hari perawat pasein(unit kontaminasi massif.
penyakit dalam), kunjungan per bulan(agens 3. Luka pada pembuluh arteri/saraf
perawatan di rumah), atau menit perkasus (unit perifer yang harus diperbaiki tanpa
gawat darurat). Karena sensus pasien, jumlah melihat kerusakan jaringan lunak.
kunjungan, kasus perhari tidak pernah konstan, (Arif Mansjoer, 2007)
(marquis, 2010).
Pertolongan pertama pada
3. Penempatan Staf pasien penderita patah tulang : Jalan nafas ,
Keputusan dalam pengaturan staf yang evaluasi kesulitan pernafasan karena edema,
ada dapat menentukan kualitas pelayanan yang cedera wajah dan leher dan Control pendarahan
di berikan. Seperti penekanan pada individu haemoragik. Control pendarahan pena dengan
pembuatan keputusan untuk menentukan menekan langsung sisi tersebut bersamaan
pengaturan/pembentukan staffing yang tepat. dengan tekanan jari pada arteri paling dekat
Sebagai contoh adanya pola penugasan yang dengan area pendarahan. Atasi syok, dimana
tidak terprediksi, dan fluktuasi keputusan pasien dengan fraktur biasanya mengalami
perencanan staf yang terus menurun berubah kehilangan darah. Tetapi ingat bahwa
akan membuat kesulitan dalam proses banyaknya darah yang hilang berkaiatan
pembelajaran staf dalam pengambilan dengan fraktur dari femur dan pelvis.
keputusan atau perencanaan. (sumijatun, 2009). Pertahankan tekanan darah dengan infuse IV.
Inspeksi bagian tubuh yang raktur. Observasi
b. Fraktur Terbuka seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari
Fraktur adalah diskontinuitas dari kepala sampai kaki dengan sistematis, inspeksi
jaringan tulang yang biasanya disebabkan untuk laserasi, bengkak dan deformitas.
adanya kekerasan yang timbul secara Selidiki adanya nyeri. (Brunner & suddarth,
mendadak . fraktur dapat terjadi akibat trauma 2002 :2481).
langsung maupun trauma tidak langsung (Paula
Krisanti, 2009). Fraktur terbuka adalah fraktur c. Syok hipovolemik
dengan kuli ekstermitas yang terlihat jelas Syok hipovolemik didefenisikan sebagai
ditembus, yang bisa menyebabkan kontaminasi penurunan perfusi dan oksigenasi jaringan
oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur disertai kolaps sirkulasi yang disebabkan oleh
(Price Sylvia 2005 dalam Skripsi Melki hilangnya volume intravaskuler akut akibat
Saputra). Derajat Fraktur Terbuka diantaranya : berbagai keadaan bedah atau medis
a. Derajat 1 : luka kecil dari 1 cm, (Greenberg, 2008). Menurut Enita (2010)
kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak Gejala utama yang sering terjadi pada syok
ada tanda luka remuk, fraktur hipovolemik adalah : Kulit pucat, penurunan
sederhana, kontaminasi minimal. sensori, pernafasan cepat dan dangkal, kulit
teraba dingin, hipotensi, sistolik <90 mmHg
b. Derajat 2 : luka lebih dari 1cm,
atau turun ≥30 mmHg dari semula, takikardia,
kerusakan pada jaringan lunak tetapi
denyut nadi >100/manit, kecil, lemah/ tidak
tidak luas, kontaminasi sedang.
teraba, capillary refill lebih dari 2 detik, gelisah
c. Derajat 3 : terjadi kerusakan jaringan dan cepat marah, penurunan kesadaran.
lunak yang luas, meliputi struktur kulit Stadium Syok Hipovolemik :
111
d. Presyok. Plasma yang hilang 10 – 15% menangani pasien faktur terbuka. Persiapan alat
/ ± 750 ml. pusing, takikardia ringan untuk menilai apakah ada atau tidak adanya
sistolik 90 – 100 mmhg. resiko terjadinya syok hipovolemik, meliputi
e. Ringan. 20 – 25 % / 1000 – 1200 ml. sfigmomanometer, thermometer, dan arlogi.
Gelisah, keringat dingin, haus, diuresis Dan juga menggunakan lembar obsevasi.
berkurang, takikardia > 100/menit Adapun kriteria inklusi penelitian adalah :
sistolik 80 – 90 mmhg. Perawat yang sedang menangani pasien fraktur
f. Sedang. 30 – 35 % / 1500 1750 ml. terbuka yang sesuai dengan SOP. Pasien fraktur
gelisah, pucat, dingin, oliguri, terbuka derajat I, II dan III. Perawat yang
takikardia > 100/menit sistolik 70 – 80 bersedia menjadi respondent. Adapun kriteria
mmhg. ekslusi adalah : Perawat dalam keadaan cuti.
g. Berat. 35 – 50 % / 1750 – 2250 ml.
pucat, sianotik, dingin, takipnea, d. Pengolahan Data
anuria, kolaps pembuluh darah, Data yang sudah dikumpulkan,
takikardia/tidak teraba lagi sistolik 0 – kemudian diolah dengan system computerisasi
40 mmhg dengan tahap sebagai beikut :
1. Editing Data (Pengecekan Data).
(Agus Purwadianto, 2013).
Memeriksa kembali lembar observasi
tentang pengisian data dan lembar
observasi sudah lengkap, jelas, relevan dan
3. METODE PENELITIAN konsisten.
a. Lokasi dan Rancangan Penelitian 2. Coding Dataan (Pengkodean Data). Pada
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Gawat tahap ini dilakukan pemberian kode atau
Darurat RSUD Dr Achmad Mochtar pada tanda pada lembar observasi. Pada variabel
bulan Juni sampai Juli 2015 dengan waktu tanggap diberikan kode 0 jika waktu
menggunakan desain deskriptif korelatif. tanggapnya tidak tepat, dan diberi kode 1
Ruang lingkup penelitian ini adalah waktu
jika waktu tanggapnya tepat. Dan pada
tanggap perawat dalam penanganan pasien
variabel resiko terjadinya syok
fraktur terbuka dengan resiko terjadinya syok
hipovolemik diberikan kode 0 jika tidak
hipovolemik di IGD RSUD Dr. Achmad
beresiko dan kode 1 beresiko.
Mochtar Bukittinggi Tahun 2015. Variabel
3. Prosessing Data (pemprosesan Data).
independen dalam penelitian ini adalah waktu
Pada tahap ini langkah memproses data
tanggap perawat dalam penanganan fraktur
agar dapat dianalisis. Pemprosesan data
terbuka, sedangkan variabel dependent adalah
dilakukan dengan cara memasukan data
resiko syok hipovolemik.
dari lembar observasi kedalam program
computer, pengolahan data menggunakan
b. Populasi dan sampel rumus chi square test..
Populasi dalam penelitian ini adalah 4. Cleaning Data (Pembersihan Data). Pada
perawat yang ada diruangan IGD RSUD Dr tahap ini pengecekan kembali data yang
Achmad Muchtar Bukittinggi sebanyak 26 sudah dimasukan bahwa data yang
orang. Sampel (Responden) dalam penelitian dimasukan tidak mengalami kesalahan,
ini adalah semua perawat yang ada diruangan kemudian disajikan dalam bentuk tabel.
IGD RSUD Dr Achmad Muchtar Bukittinggi
tahun 2015. Pengambilan sampel dilakukan
e. Analisa Data
secara Teknik Total Sampling penentuan
Data diolah dengan menggunakan
sampel berdasarkan semua populasi (Awal
SPSS. Data dianalisa dengan mencari distribusi
Isgiyanto, 2009). besar sampel dalam penelitian
frekuensi. yang dilakukan dengan
ini yaitu sebanyak 26 Orang.
menggunakan analisa distribusi frekuensi dan
statistic deskriptif untuk melihat variabel
independent waktu tanggap perawat dalam
c. Metode Pengumpulan Data penanganan fraktur terbuka dan variabel
Penelitian dimulai dengan penentuan dependent resiko terjadinya syok hipovolemik.
sampel yang diambil dari perawat yang telah
112
Tujuannya untuk mendapatkan gambaran dan Kapau (Kec. Tilatang Kamang). Sebelah
tentang sebaran (distribusi frekuensi), dari Selatan Nagari Banuhampu Sungai Puar.
masing-masing variabel. Dan bivariat yang Sebelah Barat, Nagari Sianok, Guguk dan Koto
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Gadang. Sebelah Timur, Nagari IV Angkek
dua variabel yang diteliti. Pengujian hipotesis Canduang. Profil Rumah Sakit Umum Daerah
untuk mengambil keputusan apakah hipotesis Dr Achmad Mochtar Bukittinggi adalah dimana
yang diujikan cukup meyakinkan ditolak atau luas area 40.000 M2 yang terdiri dari 3 gedung
diterima, dengan menggunakan uji statistic Chi poliklinik, 15 gedung perawatan, 1 IGD, 1 OK
Square. Untuk melihat kemaknaan perhitungan control, 1 unit OK IGD, 1 gedung kamar
Tabel 1. Waktu Tanggap Perawat di IGD RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2015.
Waktu Tanggap Frekuensi (%)
Tepat 9 34,6 %
Tidak Tepat 17 65,4 %
Jumlah 26 100 %
Tabel 2) menunjukan hasil penelitian tentang waktu tanggap dalam penanganan pasien fraktur terbuka
di IGD RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi bahwa Pasien fraktur terbuka yang mengalami resiko
syok hipovolemik sebanyak 61,5 %, dan yang tidak beresiko syok hipovolemik sebanyak 38,5%.
Tabel 2. Resiko Terjadinya Syok Hipovolemik di IGD RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun
2015.
Resiko terjadinya syok Frekuensi (%)
hipovolemik
Tidak Beresiko 10 38,5 %
Beresiko 16 61,5 %
Jumlah 26 100 %
statistic digunakan batasan kemaknaan 0,05 jenazah, 1 gedung radiologi lengkap dengan CT
sehingga jika nilai P Value ≤ 0,05 maka secara scan Patologi Anatomi, beserta laundry, IPS
statistik disebut “Bermakna” dan jika P Value > dan Gizi .
0,05 maka hasil hitungan tersebut “Tidak
Bermakna”. Pengolahan data dan analisa
statistik mnggunakan alat bantu komputerisasi. b. Hasil Analisa Univariat dan Bivariat.
Distribusi Ferkuensi
Responden Berdasarkan Waktu Tanggap
HASIL DAN PEMBAHASAN Perawat dan resiko terjadinya syok
1. Hasil hipovolemik di IGD RSUD Dr Achmad
a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Mochtar Bukittinggi Tahun 2015.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr (Tabel 1) menunjukan hasil penelitian
Achmad Mochtar Bukittinggi adalah rumah tentang waktu tanggap dalam penanganan
sakit kelas B pendidikan yang terletak di kota pasien fraktur terbuka di IGD RSUD Dr
Bukittinggi dengan ketinggian ± 927 M dari Achmad Mochtar Bukittinggi bahwa Waktu
permukaan laut. Terletak diantara 10021 BT – tanggap dalam penanganan kasus fraktur
10025 BT dan 00,76 LS – 00,19 LS. terbuka yang tidak tepat waktu tanggapnya
Sedangkan kota Bukittinggi sendiri sebanyak 65,4 %. Dan yang tepat sebanyak
berbatas dengan : Sebelah Utara, Nagari Gadut 34,6%.
Hubungan waktu tanggap perawat
dalam penanganan pasien fraktur terbuka
113
Jumlah
memerlukan pertolongan segera yaitu cepat,
Resiko terjadinya syok memiliki tepat dan cermat untuk mencegah kematian
hubungan yang erat berdasarkan penelitian dan kecacatan, atau pelayanan pasien gawat
yang telah dilakukan. Hasil penelitian darurat memegang peranan yang sangat
didapatkan dari 17 responden yang tidak tepat penting (Time saving is life saving) bahwa
waktu tanggapnya, 76,5% diantaranya waktu adalah nyawa. Waktu tanggap
beresiko terjadinya syok hipovolemik pelayanan merupakan gabungan dari waktu
sementara 23,5% lainnya tidak beresiko tanggap saat pasien tiba didepan pintu rumah
terjadinya syok hipovolemik. Sedangkan dari sakit sampai mendapat tanggapan atau respon
9 orang responden yang tepat waktu dari petugas instalasi gawat darurat dengan
tanggapnya 66,7% diantaranya tidak beresiko waktu pelayanan yaitu waktu yang di perlukan
terjadinya syok hipovolemik, sementara pasien sampai selesai. Waktu tanggap
33,3% beresiko terjadinya syok hipovolemik. pelayanan dapat di hitung dengan hitungan
Dengan nilai p = 0,046. Hasil ini juga menit dan sangat dipengaruhi oleh berbagai
didukung oleh nilao OR = 6,500 artinya hal baik mengenai jumlah tenaga maupun
responden yang tidak tepat waktu tanggap komponen-komponen lain yang mendukung
dalam penanganan pasien fraktur terbuka seperti pelayanan laboratorium, radiologi,
mempunyai peluang 6.500 kali beresiko farmasi dan administrasi. Dengan ukuran
terjadinya syok hipovolemik. keberhasilan adalah waktu tanggap selama 5
menit dan waktu definitif ≤ 2 jam.
2. Pembahasan
a. Waktu Tanggap Perawat Dalam
114
sampai selesai penanganan dari masalah pada sebanyak 34,6%. Pasien fraktur terbuka yang
pasien. Dengan ukuran keberhasilan adalah mengalami resiko syok hipovolemik sebanyak
waktu tanggap selama 5 menit dan waktu 61,5 %, dan yang tidak beresiko syok
defenitif <2 jam. (Basoeki dkk, 2008). Menurut hipovolemik sebanyak 38,5%. Terdapat
peneliti Moewardi (2005) waktu tanggap hubungan yang signifikan antara waktu
dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat tanggap perawat dalam penanganan pasien
apabila waktu yang diperlukan tidak melebihi fraktur terbuka dengan resiko terjadinya syok
waktu rata-rata standar yang ada. Salah satu hpovolemik di IGD yaitu p = 0,46.
indikator keberhasilan penanggulangan medik
penderita gawat darurat adalah kecepatan b. Saran
memberikan pertolongan yang memadai kepada Saran dari penelitian ini, dengan
penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin adanya waktu tanggap dalam penanganan
seharihari atau sewaktu bencana. Keberhasilan pasien fraktur terbuka yang belum tepat
response time sangat tergantung kepada sehingga beresiko terjadinya syok
kecepatan yang tersedia serta kwalitas hipovolemik. Disarankan kepada institusi
pemberian pertolongan untuk menyelamatkan rumah sakit, agar dapat lebih memperhatikan
nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat waktu tanggap perawat dalam penanganan
kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan pasien terutama pada pasien farktur terbuka
rumah sakit. sehingga dapat mengurangi terjadinya resiko
syok hipovolemik pada pasien tersebut.
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi waktu tanggap dalam
penanganan pasien fraktur antara lain : tingkat 5. REFERENSI
pendidikan, sejumlah kerangka kerja konseptual
keperawatan digunakan pengetahuan dasar, Arikunto, Suhaisimi. 2010. Prosedur
praktek keperawatan dan pendidikan (yoon, Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.
2010 dalam jurnal syafruddin). kemudian Jakarta : Rineka Cipta
Ketersediaan petugas, karena jumlah
kunjungan, kasus per hari tidak pernah konstan.
Greenberg, M. 2008. Teks Atlas Kedokteran
Kemudian penempatan staf, karena penempatan
Kedaruratan. Jakarta : Erlangga
yang tepat dalam posisi jabatan yang tepat akan
dapat membantu instalasi dalam mencapai
Isqiyanti, Awal. 2009. Teknik Pengambilan
tujuan yang diharapkan, dan juga faktor lama
Sampel Pada Penelitian
bekerja. (Sumijatun, 2009)
Non
Menurut asumsi peneliti, pasien dengan
Eksperimen. Yogyakarta. Mitra
fraktur terbuka harus segera ditangani sebelum
Cendikia
batas waktu yang telah ditetapkan karena tidak
tepatnya waktu tanggap dalam penanganan
Kamarudin. Herman. 2012. Fraktur.
pasien fraktur terbuka akan sangat beresiko
http://herman.lookan.com (akses
terjadinya syok yang diakibatkan banyak
tanggal 5 Maret 2015)
kehilangan volume darah dari dalam tubuh
secara terus menerus.
Kartika, Dewi. 2012. Buku Ajar Dasar-Dasar
Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta
: Selemba Medika
4.
KESIMPIL Krisyanti, Paula. Dkk. 2009.
AN a. Asuhan KeperawatanGawat
Kesimpulan Darurat. Jakarta
Waktu tanggap dalam penanganan : Trans Info Media
kasus fraktur terbuka yang tidak tepat waktu
tanggapnya sebanyak 65,4 %. Dan yang tepat
116
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat Saputra, Melky. 2009. Hubungan Derajat
Plus Contoh Askep Dengan Fraktur Terbuka
Pendekatan Nanda Nic Noc. Terhadap
Yogyakarta : Nuha Medika Perubahan Konsep Diri Pada Klien
Fraktur Di Ruang Rawat Inap Bedah
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita RSUD Dr Achmad Mochtar : Skripsi
Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Sjamsuhidajat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu
Aesculapius. Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC