You are on page 1of 14

Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No.

1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

BURNOUT SYNDROME PADA PERAWAT DI RUANGAN


RAWAT INAP RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
MEDAN

Englin Moria K. Tinambunan*, Lindawati F. Tampubolon**,


Erika E. Sembiring***
Program Studi Ners STIKes Santa Elisabeth Medan
e-mail:
* englinmoria.kristriantri@gmail.com, ** linda.tampubolon@gmail.com,
*** erika_170305@yahoo.co.id

ABSTRACT

Burnout syndrome is a response to an emotionally demanding situation


with the demands of the recipient who needs the help, attention, and care of the
service provider. Burnout have 3 dimensions, they are emotional fatigue,
depersonalization, and achievement of the self-achievement. The purpose of this
research is to identify burnout syndrome incidence towards nurses in the inpatient
room of the Elisabeth Hospital, Medan, 2017. The research is conducted in the
Elisabeth Hospital, Medan. This research is descriptive survey design. The
research population is nurses who numbered 139 respondents. Sampling
technique of simple random sampling has 103 respondents. Data analysis in this
research is a univariate analysis. The results show that the majority of nurses on
burnout syndrome in the low category are 68 respondents (66%), based on 21-30
year old-majority age are 53 respondents (51.5%), women-majority gender are 62
respondents (60.2%), Diploma III Nurses-majority latest education are 51
respondents (49.5%), majority of unmarried status are 43 respondents (41.7%),
and majority of long working for 2-4 years old are 37 people (35.9%). A
description of burnout syndrome incidence towards nurses in the inpatient room
of the Elisabeth Hospital, Medan, 2017, is in the low category. The results of
research are suggested to nurses to train their skills, follow skills training, and
maintain effective coping in working.

Keywords : Burnout Syndrome, Nurses in Individual Characters

PENDAHULUAN mengeluh cepat lelah dan pusing


Burnout Syndrome yang serta lebih parahnya tidak
dialami perawat adalah keadaan mempedulikan pekerjaan dan
ketika perawat menunjukkan keadaan sekitarnya (Asih & Trisni,
perilaku seperti memberikan respon 2015).
yang tidak menyenangkan kepada Burnout memiliki tiga dimensi,
pasien, menunda pekerjaan, mudah pertama kelelahan emosional pada
marah disaat rekan kerja ataupun dimensi ini akan muncul perasaan
pasien bertanya hal yang sederhana, frustasi, putus asa, tertekan dan

85
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

terbelenggu oleh pekerjaan; dimensi beban kerja perawat menjadi tinggi


kedua depersonalisasi, pada dimensi dalam memberikan praktik
ini akan muncul sikap negatif, kasar, keperawatan yang aman dan efektif
menjaga jarak dan tidak peduli serta bekerja dalam lingkungan yang
dengan lingkungan sekitar dan ketiga memiliki standar klinik yang tinggi.
dimensi reduced personal Beban kerja berlebih secara fisik
accomplishment, pada dimensi ini maupun mental yaitu harus
akan ditandai dengan adanya sikap melakukan banyak pekerjaan yang
tidak puas terhadap diri sendiri, menjadi sumber stres dalam
pekerjaan, dan bahkan kehidupan pekerjaan. Dampak dari beban kerja
(Mariyanti, 2011). yang berlebihan akan mengalami
Dampak yang paling terlihat kelelahan kerja (Triwijayanti, 2016).
dari burnout adalah menurunnya Salah satu faktor yang dapat
kinerja dan kualitas pelayanan. mempengaruhi pelayanan
Individu yang mengalami burnout keperawatan adalah burnout
syndrome akan kehilangan makna syndrome. Burnout Syndrome yang
dari pekerjaan yang dikerjakannya dialami perawat adalah keadaan
karena respons yang berkepanjangan ketika perawat menunjukkan
dari kelelahan emosional, fisik dan perilaku seperti memberikan respon
mental yang mereka alami. yang tidak menyenangkan kepada
Akibatnya, mereka tidak dapat pasien, menunda pekerjaan, mudah
memenuhi tuntutan pekerjaan dan marah disaat rekan kerja ataupun
akhirnya memutuskan untuk tidak pasien bertanya hal yang sederhana,
hadir, menggunakan banyak cuti mengeluh cepat lelah dan pusing
sakit atau bahkan meninggalkan serta lebih parahnya tidak
pekerjaannya (Nursalam, 2015). mempedulikan pekerjaan dan
Perawat dituntut dapat menjadi keadaan sekitarnya (Asih & Trisni,
figur yang dibutuhkan oleh 2015).
pasiennya, yang dapat bersimpati, Perawat yang bertugas di ruang
selalu perhatian, fokus dan hangat rawat inap mereka bekerja dibagi
kepada pasien. Semakin banyak menjadi tiga shift, delapan jam untuk
tuntutan kepada perawat membuat shift pagi, delapan jam untuk shift

86
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

siang, dan delapan jam untuk shift Penelitian yang dilakukan di


malam. Tugas perawat yang Eropa pada tahun 2011 menunjukkan
disepakati dalam lokakarya tahun bahwa sekitar 30% dari perawat yang
1983 yang berdasarkan fungsi disurvei melaporkan jenuh atau lelah
perawat dalam memberikan asuhan untuk bekerja. Selain itu sebuah
keperawatan (Hidayat, 2009). penelitian di Inggris menemukan
Perawat sering bertemu dengan bahwa sekitar 42% dari perawat
pasien yang berbagai macam dilaporkan mengalami burnout,
karakter dan penyakit yang diderita. sedangkan di Yunani sekitar 44%
Tidak hanya dari sisi pasien saja dari perawat melaporkan perasaan
yang dapat membuat perawat ketidakpuasan di tempat kerja dan
mengalami kelelahan fisik, emosi keinginan untuk meninggalkan
dan juga mental tetapi dari sisi pekerjaan. Perawat yang bekerja
keluarga pasien yang banyak pada rumah sakit besar di Brasil
menuntut, rekan kerja yang tidak Selatan menunjukkan bahwa
sejalan dan dokter yang cenderung prevalensi perawat mengalami
arogan (Mariyanti, 2011). burnout sebanyak 35,7%. Penelitian
Data yang tercatat di World di Arab menunjukkan hasil 45,6%
Health Organization (WHO) tahun staf perawat mengalami emotional
2009 melaporkan bahwa jumlah exhaustion, 42% mengalami
perawat dan bidan ada sekitar 7,8 depersonalization, dan 28,5%
juta perawat di 198 negara. Data mengalami lowpersonal accomplish-
Kemenkes, 2015 jumlah perawat di ment (Triwijayanti, 2016).
seluruh rumah sakit berdasarkan Hasil survei Persatuan Perawat
Profil Kesehatan Indonesia yaitu Nasional Indonesia (PPNI) tahun
147.264 orang dengan jumlah tenaga 2006 menunjukkan bahwa sekitar
kesehatan terbanyak sedangkan 50,9% perawat mengalami stress,
jumlah perawat yang bekerja di sering pusing, lelah, tidak bisa
Puskesmas berdasarkan Profil beristirahat karena beban kerja
Kesehatan Indonesia tahun 2015 terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji
berjumlah 73.311 orang. rendah tanpa insentif yang memadai
(Rachmawati, 2008 dalam Mariyanti,

87
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

2011). Tidak berbeda jauh, hasil data tahun 2016 yaitu 72,40 dengan nilai
yang dihimpun PPNI pada Mei 2009 ideal adalah 60-85.
di Makassar juga menunjukkan 51% Hasil wawancara peneliti
perawat mengalami stres kerja, dengan kepala seksi rawat inap
pusing, lelah, kurang istirahat karena bahwa perawat yang berhenti bekerja
beban kerja yang terlalu tinggi. dari rumah sakit dikarenakan
Angka ini hanya menunjukkan beberapa alasan yaitu mencari
sebagian kecil dari keseluruhan pengalaman, ingin melanjutkan
jumlah perawat yang mengalami pendidikan kembali, ingin menikah,
stres kerja di beberapa wilayah di ingin mencari tempat bekerja yang
Indonesia. Bayangkan, apabila survei lebih baik dan telah mendapat
tersebut dilakukan di seluruh wilayah tawaran pekerjaan baru. Serta
Indonesia maka jumlahnya tentu perawat yang mengalami stres di
sangat besar. Hal ini tentu saja akan tempat bekerja mungkin dikarenakan
mengganggu kualitas pelayanan yang konflik interpersonal dengan rekan
diberikan oleh rumah sakit, kerja yang memiliki latar belakang
khususnya oleh perawat itu sendiri yang berbeda-beda, maupun tuntutan
(Harnida, 2015). kerja dengan atasan dan harus
Hasil survei dari Sumber Daya memahami pasien yang banyak
Manusia di Rumah Sakit Santa budaya.
Elisabeth Medan oleh peneliti Penelitian yang dilaksanakan
didapatkan jumlah perawat di oleh Sinaga (2014) mengenai
ruangan rawat inap 139 orang pengaruh gaya kepemimpinan kepala
dengan jumlah jam kerja perawat ruangan terhadap stres psikologis
shift pagi 7 jam, shift sore 7 jam, dan perawat pelaksana di ruang critical
shift malam 7 jam tetapi penambahan care Rumah Sakit Santa Elisabeth
jam kerja menjadi 3 jam. Serta Medan menunjukkan gaya
jumlah perawat yang berhenti di kepemimpinan yang paling rendah
tahun 2015 ada 37 orang dan di menyebabkan stres psikologis pada
tahun 2016 ada 27 orang. Sedangkan perawat pelaksana adalah gaya
hasil survei dari Rekam Medis kepemimpinan demokratis dan gaya
didapat jumlah persentase BOR kepemimpinan yang paling tinggi

88
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

menyebabkan stres psikologis gaya HASIL PENELITIAN


Tabel 1 Burnout Syndrome Pada
kepemimpinan ototratil. Penelitian
Perawat di Ruangan
ini membuktikan gaya Rawat Inap Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan
kepemimpinan kepala ruangan
Tahun 2017
memiliki pengaruh yang kuat Burnout Frekuensi Persentase
Syndrome (f) (%)
terhadap stres psikologis perawat Rendah 68 66 %
pelaksana. Bila gaya kepemimpinan Tinggi 35 34 %
Total 103 100 %
yang tidak efektif terus-menerus
Tabel 1 menunjukkan bahwa
diterapkan oleh kepala ruangan,
kejadian buronout syndrome pada
maka stres kerja perawat pelaksana
perawat di ruangan rawat inap RS
akanmenetap dan berkembang
Santa Elisabeth Medan mayoritas
menjadi burnout.
dalam kategori rendah yaitu 68
responden (66%), sedangkan
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang kategori tinggi yaitu 35 responden
digunakan adalah desain penelitian (34%).
deskritif. Populasi dalam penelitian Tabel 2 Dimensi Burnout
Syndrome Pada
ini adalah perawat yang bekerja di
Perawat
ruangan rawat inap Rumah Sakit
Dimensi
Santa Elisabeth Medan. Dalam Burnout (f) (%)
Syndrome
pemilihan sampel peneliti
Kelelahan
menetapkan sampel yakni perawat Emosional:
Rendah 63 61,2
yang aktif, berusia >21 tahun, lama
Sedang 21 20,4
EHNHUMD • WDKXQ SHUDZDW \DQJ WLGDN Tinggi 19 18,4
Total 103 100%
cuti atau sakit di ruangan rawat inap
Depersonalisasi:
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Rendah 48 46,6
Dengan menggunakan teknik simple Sedang 27 26,2
Tinggi 28 27,2
random sampling yaitu pengambilan Total 103 100%
sampel secara acak sederhana dalam Pencapaian
Prestasi Diri:
setiap anggota untuk diseleksi Tinggi 26 25,2
Sedang 7 6,8
sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). 70 68,0
Rendah
Pada penelitian ini besar sampel Total 103 100%
sebanyak 103 perawat.

89
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

Tabel 2 menujukkan bahwa Tabel 4. Burnout Syndrome


Pada Perawat
mayoritas dimensi burnout syndrome
Berdasarkan Jenis
pada kelelahan emosional dalam Kelamin
kategori rendah sebanyak 63 Burnout Jenis Kelamin
Syndrome Laki- Perempua Total
responden (61,2%), pada Laki n
depersonalisasi dalam kategori f % f % f (%)
Rendah 6 5,8 62 60,2 68 66,0
rendah sebanyak 48 responden Tinggi 2 1,9 33 32,0 35 34,0
(46,6%) dan pencapaian prestasi diri Total 8 7,8 95 92,2 103 100
dalam kategori rendah sebanyak 70 Tabel 4 menunjukkan bahwa
responden (68%). dari 103 perawat, mayoritas perawat
Tabel 3. Burnout Syndrome berjenis kelamin perempuan
Pada Perawat
sebanyak 92,2% dan berjenis
Berdasarkan Jenis
Usia kelamin laki-laki
Burnout Usia Responden sebanyak 7,8%. Data
Total
Syndrome 21-30 31-40 41-50
f % f % f % f (%) juga menunjukkan
Rendah 53 51,5 13 12,6 2 1,9 68 66,0
bahwa dari 34%
Tinggi 29 28,2 5 4,9 1 1,0 35 34,0
Total 82 79,6 18 17,5 3 2,9 103 100 perawat yang
Tabel menunjukkan bahwa dari
mengalami burnout syndrome yang
103 perawat, mayoritas perawat
tinggi, sebanyak 32% terjadi pada
berusia 21-30 tahun (79,6%), 17,5%
perawat perempuan dan hanya 1,9%
berusia 31-40 tahun dan 2,9%
yang terjadi pada perawat laki-laki.
berusia 41-50 tahun. Data juga
Tabel 5. Burnout Syndrome
menunjukkan bahwa dari 34% Pada Perawat
perawat yang mengalami burnout Berdasarkan
Pendidikan Terakhir
syndrome yang tinggi, Burnout Pendidikan Terakhir Total
Syndrome D-III Kep S-1 Kep
sebanyak 28,2% perawat
f % f % f (%)
berusia 21-30 tahun; 4,9% Rendah 51 49,5 17 16,5 68 66,0
Tinggi 27 26,2 8 7,8 35 34,0
perawat berusia 31-40 tahun;
Total 78 75,7 25 24,3 103 100
dan 1% perawat berusia 41-50
Tabel 5 menunjukkanbahwa
tahun.
dari 103 perawat, mayoritas perawat
berpendidikan D-III Keperawatan

90
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

sebanyak 75,7% dan berpendidikan Tabel 7. Burnout Syndrome


Pada Perawat
S-1 Keperawatan sebanyak 24,3%.
Berdasarkan Lama
Data juga menunjukkan Bekerja
bahwa dari 34% perawat
Burnout Lama Bekerja Total
yang Syndrome 2-4 5-7 8-10 >10

mengalami burnout f % f % f % f % f (%)


Rendah 37 35,9 17 16,5 4 3,9 10 9,7 68 66
syndrome yang tinggi Tinggi 17 16,5 7 6,8 6 5,8 5 4,9 35 34
Total 54 52,4 24 23,3 10 9,7 15 14,6 103 100
sebanyak 26,2% perawat
Tabel 7 menunjukkan bahwa
berpendidikan D-III Keperawatan
dari 103 perawat, mayoritas perawat
dan 7,8% perawat berpendidikan S-1
yang lama bekerja 2-4 tahun
Keperawatan.
sebanyak 52,4%, lama bekerja 5-7
Tabel 6. Burnout Syndrome
Pada Perawat tahun sebanyak 23,3%; lama bekerja
Berdasarkan Status 8-10 tahun sebanyak 9,7%; dan lama
Burnout Status Total bekerja >10 tahun sebanyak
Syndrome Menikah Belum
14,6%. Data juga menunjukkan
Menikah
f % f % f (%) bahwa dari 34% perawat yang
Rendah 25 24,3 43 41,7 68 66,0
Tinggi 10 9,7 25 24,3 35 34,0 mengalami burnout syndrome

Total 35 34 68 66 103 100 yang tinggi sebanyak 16,5% pada


Tabel 6 menunjukkan bahwa perawat lama bekerja 2-4 tahun;
dari 103 perawat, mayoritas perawat 6,8% pada perawat lama bekerja 5-7
berstatus belum menikah sebanyak tahun; 5,8% pada perawat lama
66% dan berstatus menikah sebanyak bekerja 8-10 tahun dan 4,9% pada
34%. Data juga menunjukkan bahwa perawat lama bekerja >10 tahun.
dari 34% perawat yang mengalami
PEMBAHASAN
burnout syndrome yang tinggi
Hasil penelitian diperoleh
sebanyak 24,3% perawat belum
bahwa kejadian burnout syndrome
menikah dan 9,7% perawat menikah.
pada perawat di ruangan rawat inap
Rumah Sakit Elisabeth Medan dapat
dilihat dari perhitungan setiap
dimensi yaitu hasilnya rendah, yaitu
dimensi kelelahan emosional

91
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

sebanyak 63 perawat (61,2%), pada kepribadian perawat dan


dimensi depersonalisasi sebanyak 48 pengalaman sebelumnya terhadap
perawat (46,6%), dimensi stres dan mekanisme koping. Usia
pencapaian prestasi diri sebanyak 70 produktif sering berhadapan dengan
perawat (68%), dan keseluruhannya tantangan. Jika mereka tidak mampu
mayoritas burnout syndrome dalam mengaturnya bisa berpotensi
kategori rendah sebanyak 68 perawat stres.Namun faktor kepribadian
(66%). mempunyai peran penting. Dengan
1. Gambaran Kejadian Burnout adanya suatu stressor maka pada
Syndrome Pada Perawat di
individu yang berada pada usia
Ruangan Rawat Inap
Berdasarkan Usia Responden produktif cenderung melakukan
Untuk menggambarkan
koping efektif untuk mengubah
burnout syndrome berdasarkan usia
keadaan yang dianggap menekan
responden >21 tahun. Melihat data di
(Potter & Perry, 2009).
atas terlihat bahwa perawat yang
Perawat yang lebih tua
bertugas di ruangan rawat inap
biasanya lebih menguasai pekerjaan
mayoritas mengalami burnout
yang mereka lakukan dan keinginan
syndrome dalam kategori rendah
agar mencapai kinerja lebih baik
pada usia 21-30 tahun sebanyak 53
daripada perawat yang berusia lebih
responden (51,5%) dengan nilai
muda juga lebih tinggi. Perawat
mean usia 27 tahun. Artinya
dengan usia produktif cenderung
walaupun mereka bertugas di
menggunakan koping efektif dalam
ruangan rawat inap tetapi tidak
keterlibatan emosional, sehingga
merasakan kelelahan atau kejenuhan
perawat melayani dengan sikap sabar
dalam bekerja karena semangat cinta
dan memahami orang lain yang
melayani orang sakit. Perawat rawat
sedang dalam keadaan menghadapi
inap perlu membina hubungan lebih
kritis, ketakutan dan kesakitan.
baik antar teman selama memberikan
2. Gambaran Kejadian Burnout
pelayanan kepada pasien. Syndrome Pada Perawat di
Ruangan Rawat Inap
Menurut Foxall, Zimmermen,
Berdasarkan Jenis Kelamin
Bene (1990); Skipper, Jung dan Untuk menggambarkan
Coffey (1990) menyampaikan bahwa burnout syndrome berdasarkan jenis
reaksi terhadap stressor bergantung kelamin responden yang terdiri dari

92
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

responden laki-laki dan responden perempuan lebih banyak dari laki-


perempuan. Melihat data di atas laki dan perawat perempuan lebih
terlihat baik di ruangan rawat inap stres dibandingkan laki-laki yang
yang mengalami burnout syndrome penuh tuntutan semakin menambah
dalam kategori rendah pada perawat konflik pribadi dan berakibat pada
perempuan sebanyak 62 responden stres kerja pada perawat perempuan.
(60,2%). Hal ini disebabkan karena 3. Gambaran Kejadian Burnout
Syndrome PadaPerawat di
mayoritas perawat di rumah sakit
Ruangan Rawat Inap
tersebut lebih banyak didominasi Berdasarkan Pendidikan
Terakhir
oleh perawat perempuan dari pada
Untuk menggambarkan
perawat laki-laki.
burnout syndrome berdasarkan
Menurut Farber (1991) menemukan
jenjang pendidikan terakhir
bahwa pria lebih rentan terhadap
responden yang terdiri SPK, D3, S1
stres dan burnout jika dibandingkan
dan S2. Melihat data di atas terlihat
dengan wanita.Orang berkesimpulan
baik di ruangan rawat inap yang
bahwa wanita lebih lentur jika
mengalami burnout syndrome dalam
dibandingkan dengan pria, karena
kategori rendah pada jenjang DIII
dipersiapkan dengan lebih baik atau
Keperawatan sebanyak 53 responden
secara emosional lebih mampu
(49,5%).
menangani tekanan yang besar.
Menurut Maslach (1982)
Maslach (dalam Schaufeli dkk, 1993)
bahwa profesional yang latar
menemukan bahwa pria yang
belakang pendidikan tinggi
burnout cenderung mengalami
cenderung rentan terhadap burnout
depersonalisasi sedangkan wanita
jika dibandingkan dengan mereka
yang burnout cenderung mengalami
yang tidak berpendidikan tinggi.
kelelahan emosional.
Profesional yang berpendidikan
Hasil penelitian ini sejalan
tinggi memiliki harapan atau aspirasi
dengan penelitian Suerni (2012)
yang ideal sehingga ketika
yaitu analisa faktor-faktor yang
dihadapkan pada realitas bahwa
berhubungan dengan tingkat stres
terdapat kesenjangan antara aspirasi
perawat ICU di RSUJawa Tengah
dan kenyataan, maka muncullah
menyatakan bahwa proporsi

93
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

kegelisahan dan kekecewaan yang menikah sebanyak 43 responden


dapat menimbulkan burnout. (41,7%).
Hasil penelitian ini sejalan Menurut Farber (1991) status
dengan penelitian Suerni (2012) perkawinan juga berpengaruh
menyatakan bahwa mayoritas tingkat terhadap timbulnya
pendidikan adalah DIII Keperawatan, burnout.Profesional yang berstatus
sesuai dengan Kemenkes (2011) lajang lebih banyak yang mengalami
bahwa mayoritas perawat di burnout daripada yang telah
Indonesia memang masih menikah.Profesional yang berstatus
berpendidikan DIII Keperawatan. lajang tidak memiliki sistem
Namun begitu pendidikan S.Kep dan pendukung yang baik dalam
S.Kep.,Ns mempunyai tingkat lebih mendukung dan menunjang
rendah dibandingkan DIII pekerjaan.Hal ini mungkin saja
Keperawatan. dikarenakan bahwa seseorang yang
Semakin tinggi tingkat sudah menikah dan berkeluarga pada
pendidikan seorang perawat maka umumnya berusia lebih tua, stabil,
kemampuan intelektual, kreativitas matang secara psikologis, dan
dan aplikasi dalam memberikan keterlibatan dengan keluarga dan
pelayanan kepada pasien akan anak dapat mempersiapkan mental
semakin optimal sehingga tingkat seseorang dalam menghadapi
stresnya berkurang karena tidak masalah pribadi dan konflik
mengalami banyak kesulitan (Potter emosional.Jika dibandingkan antara
& Perry, 2005). seseorang yang memiliki anak dan
4. Gambaran Kejadian Burnout yang tidak memiliki anak, maka
Syndrome PadaPerawat di
seseorang yang memiliki anak
Ruangan Rawat Inap
Berdasarkan Status cenderung mengalami tingkat
Untuk menggambarkan burnout
burnout yang lebih rendah (Diaz,
syndrome berdasarkan status
2007).
responden yang menikah dan belum
Hasil penelitian ini sejalan
menikah. Melihat data di atas terlihat
dengan penelitian Fatmawati (2012)
baik di ruangan rawat inap yang
bahwa orang yang berstatus lajang
mengalami burnout syndrome yang
atau belum menikah mempunyai
rendah pada perawat yang belum

94
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

potensi yang cukup besar untuk tersebut dan tidak pindah ke rumah
teridentifikasi burnout.Hal ini sakit lain (Triwijayanti, 2016).
didukung Maslach (2001) yaitu Hasil penelitian ini sejalan
orang yang belum menikah dengan penelitian Suerni (2012)
mengalami tingkat burnout yang menunjukkan bahwa lama bekerja
lebih tinggi daripada orang yang perawat rata-rata 5,14 tahun. Seorang
bercerai. perawat harus dihadapi dan harus
5. Gambaran Kejadian Burnout berhasil, maka dalam bekerja dengan
Syndrome PadaPerawat di
perasaan senang karena ingin
Ruangan Rawat Inap
Berdasarkan Lama Bekerja berhasil sehingga perasaan tertekan
Untuk menggambarkan
menjadi berkurang. Ditunjang
perawat yang mengalami burnout
dengan mempunyai pengalaman dan
syndrome yang rendah berdasarkan
keterampilan, maka perasaan
lama bekerja terdiri 2-4 tahun, 5-7
tertekan akan lebih kecil dibanding
tahun, 8-10 tahun, dan > 10 tahun.
dengan yang belum mempunyai
Melihat data di atas terlihat baik di
pengalaman.
ruangan rawat inap yang mengalami
burnout syndrome dalam kategori
KESIMPULAN
rendah pada responden yang lama
Gambaran umum kejadian
bekerja 2-4 sebanyak 37 responden
burnout syndrome pada perawat yang
(35,9%) dan nilai mean lama bekerja
bertugas di ruangan rawat inap
adalah 5,7 tahun.
memiliki burnout syndrome lebih
Farber menyatakan bahwa
dominan pada kategori rendah.
semakin banyak pengalaman kerja
Berdasarkan tujuan khusus bahwa
semakin rendah tingkat burnout yang
perawat yang berusia 21-30 tahun
dialami seseorang, sebaliknya
memiliki burnout syndrome dengan
minimnya pengalaman kerja maka
kategori tinggi. Perawat perempuan
semakin tinggi tingkat burnout yang
yang bertugas di ruangan rawat inap
dialami.Setiap organisasi pelayanan
juga memiliki burnout syndrome
kesehatan menginginkan turnover
dengan kategori tinggi. Perawat
dalam organisasinya rendah dalam
dengan jenjang pendidikan terakhir
arti tenaga atau karyawan aktif yang
D-III Keperawatan memiliki burnout
lebih lama bekerja di rumah sakit

95
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

syndrome dengan kategori tinggi. Rumah Sakit dalam melakukan


Perawat yang belum menikah evaluasi secara berkala tentang
memiliki burnout syndrome dengan kondisi perawat, memelihara
kategori tinggi. Begitu juga perawat kondisi lingkungan kerja agar
dengan masa lama bekerja 2-4 tahun dapat mempengaruhi aspek
memiliki burnout syndrome dengan psikologi dan melaksanakan
kategori tinggi. pemerataan pengembangan diri
SARAN terutama pelatihan atau seminar
1. Bagi Perawat/ Responden pada perawat.
Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan kepada perawat
DAFTAR PUSTAKA
agar mempertahanan koping
Asih, Ferawati & Trisni,
efektif dalam bekerja di rumah
/XFLD ³Hubungan
sakit dan mengikuti pelatihan
Antara Kepribadian
dalam meningkatkan keterampilan
Hardiness Dengan Burnout
sehingga perawat merasa nyaman
Pada Perawat Gawat
dalam melakukan tindakan
Darurat Di Rumah Sakit
keperawatan selama bekerja.
Pantiwilasa Citarum.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
[Internet: Journal
Diharapkan untuk penelitian
Psikodimensia Vol. 14.
selanjutnya melibatkan responden
Fakultas Psikologi
yang lebih banyak lagi dan mencakup
keseluruhan perawat yang bekerja di
Universitas Katolik

ruangan rawat inap maupun di rawat Soegijapranata]


jalan Rumah Sakit Santa Elisabeth Diaz, Ramon. (2007). Skripsi:
Medan dan faktor-faktor penyebab Hubungan Antara Burnout
burnout pada perawat di ruangan Dengan Motivasi Berprestasi
rawat inap Rumah Sakit Santa Akademis Pada Mahasiswa
Elisabeth Medan. Yang Bekerja. Depok:
3. Bagi Rumah Sakit Santa Elisabeth Universitas Indonesia.
Medan [Internet: diakses pada tanggal
Penelitian ini dapat dijadikan 5 Juni 2017]
sebagai sumber informasi bagi

96
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

Fatmawati, Ria. (2012). Tesis: Maslach, C., Jackson, S.E., & Leiter,
Burnout Staf Perpustakaan M. (2001). Job Burnout.
Bagian Layanan Di Badan [Internet: Journal from
Perpustakaan Dan Arsip http://www.wilmarschaufeli.nl/
Daerah (BPAD) Provinsi DKI publications/Schaufeli/154.pdf
Jakarta. Depok: Universitas diakses pada tanggal 12 Januari
Indonesia. [Internet: diakses 2017]
pada tanggal 5 Juni 2017] Maslach, C., Jackson, S.E., & Leiter,
Harnida, Hanna. (2015). Hubungan M. (1996). Maslach Burnout
Efikasi Diri dan Dukungan Iventory: Manual. Third
Sosial Dengan Burnout Pada edition. Palo Alto, CA:
Perawat. [Internet: Jurnal Consulting Psychologist Press.
Psikologi Indonesia, [Internet from
Universitas Merdeka Surabaya, https://www.researchgate.net/p
diakses pada tanggal 10 Januari rofile/Christina_Maslach/publi
2017] cation/277816643_The_Maslac
Hidayat, A. (2009). Metode h_Burnout_Inventory_Manual/
Penelitian Keperawatan dan links/5574dbd708aeb6d8c0194
Teknik Analisis Data. Jakarta: 6d7.pdf ]
Salemba Medika. Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi
Hidayat, A. (2009).Pengantar Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Konsep Dasar Keperawatan Rineka Cipta.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Nursalam. (2015). Metodologi
Medika. Penelitian Ilmu Keperawatan:
Mariyanti, Sulis. (2011). Burnout Pendekatan Praktis Edisi 4.
Pada Perawat Yang Bertugas Jakarta: Salemba Medika.
Di Ruang Rawat Inap Dan Nursalam. (2008). Metodologi
Rawat Jalan RSAB Harapan Penelitian Ilmu Keperawatan
Kita.Jakarta: Jurnal Psikologi Pendekatan Praktis, Edisi 1.
Universitas Esa Unggul. Jakarta: Salemba Medika.
[Internet: diakses pada tanggal
10 Januari 2017]

97
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 1, No. 1, Januari 2018
ISSN 2614-4719

Potter & Perry.(2009). Fundamental Pelaksana Di Tempat Kerja Di


Keperawatan.Edisi 8. Jakarta: Ruangan Critical Care Rumah
EGC Sakit Santa Elisabeth Medan.
Potter, Beverly (2005). Symptoms of Medan: Universitas Sumatera
burnout.http://www.docpotter.c Utara. [Internet: diakses pada
om/boclass-2bosymptoms.html tanggal 28 Desember 2016]
Diakses pada tanggal 20 Suerni, Titik. (2012). Tesis: Analisa
Januari 2017 Faktor-Faktor Yang
Schaufeli, W.B., Leiter, M.P., Berhubungan Dengan Tingkat
Maslach, C. (2009). Burnout: Stres Perawat ICU Di RSU
35 years of research and Jawa Tengah. Depok:
practice. University of Universitas Indonesia.
California at Berkeley, [Internet: diakses pada tanggal
California, USA. [Internet: 5 Juni 2017]
Journal Triwijayanti, Renny. (2016). Tesis:
fromhttp://www.wilmarschaufe Hubungan Locus of Control
li.nl/publications/Schaufeli/311 Dengan Burnout Perawat di
.pdf] Ruang Rawat Inap Rumah
Schaufeli, Wilmar B. BURNOUT IN Sakit Muhammadiyah
HEALTH CARE. Utrecht Palembang. Fakultas
University, the Netherlands. Kedokteran, Program Studi
[Internet: Journal from Magister Ilmu Keperawatan.
http://www.wilmarschaufeli.nl/ Semarang.[Internet diakses
publications/Schaufeli/256.pdf, pada tanggal 10 Januari 2017]
diakses pada tanggal 12 Januari
2017
Sinaga, Benni. (2014). Skripsi:
Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Kepala Ruangan Terhadap
Stress Psikologis Perawat

98

You might also like