You are on page 1of 8

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 5, Nomor 1, Januari 2017 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

ANALISIS WAKTU TUNGGU PELAYANAN RESEP PASIEN RAWAT


JALAN DI DEPO FARMASI GEDUNG MCEB
RS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Nurma Katrinnada Purwandari, Antono Suryoputro, Septo Pawelas Arso


Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro Semarang
Email: nurmakatrin@gmail.com

The outpatients at Sultan Agung Islamic Hospital complained about the long
waiting time duration of their prescription services. This case primarily occured in
the pharmaceutical depot at MCEB Bulding, a building which contained most of
the specialist polyclinic. Thus at the rush hour causing the waiting time become
longer. There are few things that considered to be the main cause of this long
waiting periods, such as the lack of employee, the space of the room, the hospital
information system and management (SIM RS), and also the still existence of
prescribing that is not based on the formularium, that caused the waiting time
service has not meet the standard, both the standard of minimum service
standard (SPM) and hospital quality indicators (IMRS). The purpose of this study
is to describe and identify the factors that lead to long periods of waiting times in
prescription services, whichever on the general, national health insurance (JKN),
and private health insurance patients. This research is a quantitative and
qualitative research. The data of this research were collected with an observation
sheet of the waiting time and with an in-depth interviews. The result of this
research indicating that the average waiting time for non concoction prescription
services is 48.9 minutes and concoction recipes is 46.54 minutes, whereas delay
time in the process of non concoction recipes is 40.39 minutes which is larger
than the action time 8.47 minutes. Recipe that do not reach waiting time standard
mostly are the recipes for non concoction, mainly from JKN patients with
percentage 85.7% on SPM standard and 57.1% on IMRS standard. The factors
that lead this longer waiting period are the lacking numbers of employee, the SIM
RS and the space of the room that has not been optimal, the big numbers of
recipes that not suitable with the formulary, and the lack of understanding about
standard operating procedure (SPO) and the waiting time standard. The few
suggestion for this case are increasing the number of employees accompanied
with expansing of the room’s space, maintaining the facility periodically, repairing
SIM RS, and promoting about SPO and the waiting time standard.

Keywords: Pharmacy Services, Waiting Time on Prescription Services,Outpatient

PENDAHULUAN pelayanan rumah sakit.(1) Ketatnya


Latar Belakang kompetisi jasa rumah sakit serta
Undang-Undang Nomor 44 banyaknya tuntutan masyarakat akan
Tahun 2009 bahwa rumah sakit pelayanan yang cepat dan bermutu
berkewajiban untuk memberi memaksa rumah sakit untuk
pelayanan kesehatan yang aman, meningkatkan kualitas
bermutu, anti diskriminasi, dan efektif pelayanannya.(2) Waktu tunggu
dengan mengutamakan kepentingan merupakan salah satu komponen
pasien sesuai dengan standar yang menyebabkan ketidakpuasan

103
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 1, Januari 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pasien, yang berdampak pada itu, luas ruangan dan SIM RS


loyalitas pasien.(3) Waktu tunggu dianggap belum optimal. Pegawai
pelayanan resep adalah tenggang juga mengeluhkan karena masih
waktu mulai dari pasien adanya menulisan resep yang tidak
menyerahkan obat sampai menerima sesuai formularium dengan
obat.(4) Waktu tunggu pelayanan persentase 10%, sedangkan menurut
resep yang lama dapat Standar Pelayanan Minimal
mengakibatkan ketidakpuasan seharusnya 100% penulisan resep
pasien. Pelayanan farmasi sesuai formularium.
merupakan revenue center bagi
rumah sakit, sehingga pendapatan METODE PENELITIAN
rumah sakit dapat ditingkatkan Penelitian ini adalah
melalui banyaknya resep yang penelitian kuantitatif dan kualitatif.
terlayani mengingat lebih dari 90% Penelitian dilaksanakan pada bulan
pelayanan kesehatan menggunakan Mei-Oktober 2016. Pengumpulan
perbekalan farmasi dan 50% data kuantitatif melalui lembar
pemasukan rumah sakit berasal dari observasi waktu tunggu pelayanan
perbekalan farmasi.(5)(6) resep dengan mengamati mulai dari
Data Komplain Pasien RS proses penerimaan resep hingga
Islam Sultan Agung Semarang tahun penyerahan obat yang dibagi menjadi
2015 menunjukkan banyak pasien komponen tindakan yaitu ketika
rawat jalan yang mengeluhkan resep dikerjakan oleh petugas, serta
lamanya waktu tunggu pelayanan komponen delay yaitu saat resep
resep, yang berdasarkan hasil studi diletakkan menunggu untuk
pendahuluan pada bulan Mei 2016 dikerjakan.Sampel penelitian adalah
rata-rata waktu tunggu pelayanan resep yang masuk di depo farmasi
resep non racikan 55 menit dan gedung MCEB pada hari Senin
resep racikan 60 menit. Hal ini berarti hingga Sabtu baik pada jam sibuk
pelayanan resep di RS Islam Sultan maupun di luar jam sibuk pelayanan
Agung tidak mencapai standar waktu sebanyak 100 resep yang diambil
tunggu baik menurut Standar menggunakan accidental sampling.
Pelayanan Minimal (SPM) maupun Sedangkan pengumpulan data
Indikator Mutu Rumah Sakit (IMRS). kualitatif melalui wawancara
Depo farmasi rawat jalan yang mendalam.Penentuan informan
memiliki mobilitas paling tinggi adalah menggunakan purposive sampling.
depo farmasi gedung MCEB karena Informan utama adalah Tenaga
paling banyak terdapat poli spesialis, Teknis Kefarmasian (TTK) yang
dimana pada jam sibuk pelayanan berjumlah 2 orang. Sedangkan
banyak resep menumpuk sehingga informan triangulasi berjumlah 2
mendatangkan pegawai farmasi dari orang yaitu Kepala Instalasi Farmasi
depo lain karena tenaga yang ada dan Penanggung Jawab Farmasi
dianggap belum mencukupi. Selain Rawat Jalan.
10% resep racikan. Sedangkan
HASIL DAN PEMBAHASAN berdasarkan status pasien
Resep yang diperoleh saat didapatkan resep dari pasien umum
penelitian yaitu 91% resep non sebanyak 8%, JKN 88%, dan
racikan dan 9% resep racikan, asuransi kesehatan komersial 2%,
dimana komposisi resep yang masuk dimana komposisi resep yang masuk
di Instalasi Farmasi RS Islam Sultan di Instalasi Farmasi RS Islam Sultan
Agung 90% resep non racikan dan Agung 10% resep dari pasien umum,

104
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 1, Januari 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

80% resep dari JKN, dan 10% dari total waktu tindakan dan delay.
asuransi kesehatan komersial. Berdasarkan tabel 1 rata-rata waktu
Tabel 1 Tindakan dan Delay pada tunggu resep non racikan adalah
Proses Pelayanan Resep Non 48.9 menit, dimana waktu delay lebih
Racikan besar daripada tindakan yang berarti
proses pelayanan resep non
Rata-rata waktu racikankurang efektif.Delay paling
No. Proses (menit) lama terjadi saat penyerahan obat,
Tindakan Delay hal ini disebabkan pengerjaan resep
1. Penerimaan pada tahap pemberian etiket yang
0.26
Resep tidak sesuai urutan nomor antrian,
2. Verifikasi kurangnya pegawai terutama pada
1.69 5.53
Resep
jam sibuk sehingga obat akan
3. Penyiapan
Obat
1.65 7.45 diserahkan ketika petugas sudah
4. Pemberian menyelesaikan pekerjaannya pada
3.62 12.84 tahap yang lain. Kemudian delay juga
Etiket
5. Penyerahan terjadi karena petugas menunggu
1.25 14.57 keranjang obat menumpuk banyak
Obat
Total 8.47 40.39 setelah pemberian etiket baru
kemudian diserahkan ke meja
Rata-rata waktu tunggu penyerahan obat.
pelayanan resep adalah jumlah dari
Tabel 2 Tindakan dan Delay pada Proses Pelayanan Resep Non Racikan
Berdasarkan Status Pasien
Rata-rata waktu yang dibutuhkan (menit)
Tindakan Delay
No. Proses
Askes Askes
Umum JKN Umum JKN
Kom. Kom.
1. Penerimaan Resep 0.24 0.25 0.77
2. VerifikasiResep 1.99 1.61 3.50 2.84 5.93 0
3. Penyiapan Obat 1.23 1.70 0.98 3.40 8.04 0
4. Pemberian Etiket 2.98 3.73 1.65 6.63 13.77 0
5. Penyerahan Obat 1.22 1.26 1.24 7.36 15.41 9.80
Total 7.66 8.55 8.14 20.23 43.15 9.80

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui Hal ini sesuai dengan hasil


bahwa rata-rata waktu tindakan pada wawancara mendalam, bahwa pasien
masing-masing status pasien tidak umum didahulukan karena tuntutan
jauh berbeda, namun pada waktu pasien akan pelayanan yang cepat
delay resep dari pasien JKN paling karena merasa membayar langsung,
besar serta selisihnya dengan pasien sehingga pihak manajemen
umum asuransi kesehatan komersial menetapkan strategi untuk
sangat jauh. Jika melihat masing- mendahulukannya sebagai upaya
masing tahapan, delay tertinggi juga untuk menjaga pasien umum agar
berasal dari pasien JKN. tidak keluar karena pasien umum
Berdasarkan hasil pengamatan, kode memberikan masukan langsung pada
antrian “D” yang terdiri dari pasien rumah sakit. Sedangkan pasien
umum dan asuransi kesehatan asuransi kesehatan komersial
komersial memang didahulukan didahulukan karena tuntutan pasien
dalam proses pelayanan resep. akan pelayanan yang cepat sehingga

105
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 1, Januari 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

untuk antisipasi komplain, yang 80%, serta sistem pelayanan yang


awalnya pasien asuransi kesehatan mendahulukan pasien umum dan
komersial masuk kode antrian “B” asuransi kesehatan komersial, maka
sama dengan pasien JKN, diubah hal ini dapat menjadi salah satu
menjadi kode “D”. Alasan lain karena penyebab tidak tercapainya standar
tidak mungkin mendahulukan pasien pelayanan resep non racikan karena
JKN yang jumlahnya banyak dan delay banyak berasal dari proses
anggapan bahwan nantinya semua pelayanan resep pasien JKN.
akan ada pada era BPJS. Namun Tabel 3 Tindakan dan Delay pada
saat ini memangtidak ada kebijakan Proses Pelayanan Resep Racikan
tertulis untuk mendahulukan baik Rata-rata waktu
pasien umum maupun asuransi No. Proses (menit)
kesehatan komersial. Tindakan Delay
Standar waktu tunggu 1. Penerimaan
0.13
pelayanan resep non racikan Resep
menurut SPM adalah ≤30 menit. 2. Verifikasi
2.06 4.30
Resep
Berdasarkan hasil penelitian 63.7%
3. Penyiapan
resep non racikan tidak mencapai Obat
17.16 7.22
standar SPM, dimana resep yang 4. Pemberian
paling banyak tidak mencapai 4.12 4.74
Etiket
standar adalah resep dari pasien 5. Penyerahan
JKN. Sedangkan standar waktu yang 1.04 5.40
Obat
menjadi acuan dalam pelayanan Total 24.51 21.66
resep di RS Islam Sultan Agung
adalah berdasarkan IMRS, dimana Berdasarkan tabel 3 rata-rata waktu
standar waktu tunggu untuk resep tunggu resep racikan adalah 46.54
non racikan adalah ≤20 menit. menit, dimana waktu tindakanlebih
Berdasarkan hasil penelitian 78% besar daripada delay, hal ini berarti
resep non racikan tidak mencapai proses pelayanan resep racikan
standar IMRS, dimana resep yang sudah cukup efektif. Tindakan lebih
paling banyak tidak mencapai besar terutama pada tahap
standar adalah dari pasien JKN. Jika penyiapan obat dikarenakan pada
melihat komposisi pasien yang resep racikan melalui proses
didominasi oleh pasien JKN sebesar peracikan.

Tabel 4 Tindakan dan Delay pada Proses Pelayanan Resep Racikan


Berdasarkan Status Pasien
Rata-rata waktu yang dibutuhkan (menit)
No. Proses Tindakan Delay
Umum JKN Umum JKN
1. Penerimaan Resep 0.09 0.15
2. Verifikasi Resep 1.51 2.21 5.04 4.08
3. Penyiapan Obat 10.60 19.04 13.98 5.29
4. Pemberian Etiket 5.88 3.62 4.67 4.76
5. Penyerahan Obat 1.25 0.98 7.50 4.81
Total 19.33 26.00 21.19 18.94
Berdasarkan tabel 4 dapat pada tahap penyiapan obat, hal ini
diketahui bahwa rata-rata waktu delay dikarenakan pada resep racikan obat
pada pasien umum lebih besar akan mulai diracik setelah pasien
dibandingkan pasien JKN terutama membayar di kasir, sehingga

106
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 1, Januari 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

menunggu masien untuk membayar di hanya saja masih sering rusak


kasir terlebih dahulu. sehingga cukup mengganggu
Standar waktu tunggu pelayanan dalam proses pelayanan,
resep racikan menurut SPM adalah contohnya printer beberapa kali
≤60 menit. Berdasarkan hasil macet, mic untuk memanggil
penelitian 88.9% resep racikan sudah pasien, dan AC mati.Selain itu,
mencapai standar SPM. Berdasarkan luas ruangan dianggap terlalu
IMRS, dimana standar waktu tunggu sempit sehingga kurang optimal
untuk resep racikan adalah ≤45 menit, untuk melakukan pelayanan
55.6% resep racikan tidak mencapai karena petugas kesulitan keluar
standar IMRS. masuk ketika banyak petugas
Berdasarkan hasil wawancara berada di depan.
mendalam, faktor-faktor yang turut Tata letak ruangan juga
memengaruhi lamanya waktu tunggu dianggap kurang sesuai dengan
pelayanan resep antara lain: alur pelayanan, karena sejak awal
1. Sumber Daya Manusia pembuatan ruangan tidak
Kurangnya tenaga disesuaikan dengan alur
mengakibatkan proses pelayanan pelayanan resep. Hal ini diperjelas
kepada pasien tidak optimal dengan hasil pengamatan bahwa
karena banyaknya resep sehingga dengan adanya door closer pada
pegawai cenderung terburu-buru pintu yang menghubungkan
dalam melayani pasien, hal ini bagian depan dan belakang depo
menyebabkan delay terutama cukup sulit untuk dibuka, sehingga
pada tahap verifikasi resep. Selain petugas verifikasi yang berada di
itu, delay juga terjadi karena depan menumpuk resep yang
menunggu apoteker dari depo lain telah selesai diverifikasi sampai
datang untuk memberikan banyak, baru menyerahkan ke
informasi cara pemakaian alat belakang. Begitu pula keranjang
pada pasien. Kekurangan tenaga obat yang telah selesai diberi
juga terjadi pada tahap pemberian etiket ditunggu menumpuk sampai
etiket dan penyerahan obat. banyak, baru diserahkan ke depan
Kemampuan dalam untuk penyerahan obat kepada
membaca resep dianggap paling pasien, karena petugas cukup
berpengaruh dalam kecepatan kesulitan untuk membuka pintu
pelayanan, namun selama ini dengan membawa keranjang obat.
belum ada pelatihan khusus untuk Hal ini dilakukan karena tata letak
peningkatan kemampuan pegawai ruangan tidak memungkinkan bagi
dalam pelayanan. Hal ini petugas untuk keluar masuk
diperjelas dengan hasil ruangan dengan mudah, hal ini
pengamatan bahwa pada saat jelas menyebabkan delay pada
verifikasi dan pengecekan saat kedua tahap tersebut.
pemberian etiket, beberapa kali 3. Sistem Informasi Manajemen
petugas kesulitan dalam membaca Rumah Sakit (SIM RS)
tulisan dari dokter penulis resep, SIM RS untuk pelayanan
sehingga harus bertanya pada resep sudah tersedia, namun saat
petugas lain, hal ini jelas ini masih dalam proses
memperlama proses pelayanan. pengembangan sehingga belum
2. Sarana dan Prasarana dapat mencukupi keterbutuhan
Peralatan untuk melakukan pegawai dan masih sering error.
pelayanan resep sudah lengkap, SIM RS belum dapat mengetahui

107
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 1, Januari 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

stok obat, jumlah resep per hari, dianggap memperlama proses.


serta belum dapat langsung Berdasarkan hasil observasi, SPO
mengetahui harga obat saat input, yang ada dibuat pada tahun 2014,
maka SIM RS belum optimal untuk sedangkan pada prakteknya
proses pelayanan resep. Hal ini sudah banyak mengalami
diperjelas dengan hasil perubahan, contohnya pada SPO
pengamatan bahwa sistem tertulis bahwa nomor antrian B
sempat error sehingga tidak bisa untuk semua pasien jaminan,
melakukan input di komputer. SIM pada prakteknya pasien asuransi
RS belum mampu untuk melihat kesehatan komersial masuk
stok obat, sehingga tidak bisa nomor antrian D dengan pasien
langsung mengetahui umum.
ketersediaan obat. 5. Formularium
4. Standar Prosedur Operasional Sudah ada peraturan yang
(SPO) mewajibkan penulisan resep
Standar prosedur sesuai formularium, namun masih
operasional untuk pelayanan banyak penulisan resep yang tidak
resep pasien rawat jalan sudah sesuai dengan formularium
tersedia, namun belum semua sehingga memperlama proses
pegawai tahu karena tidak pelayanan resep. Resep yang
semuanya mendapatkan tidak sesuai formularium juga akan
sosialisasi atau penjelasan terkait berdampak saat proses
SPO, sehingga dalam melakukan penyerahan obat karena petugas
pelayanan resep tidak menjelaskan jika ada obat yang
berpedoman pada SPO dan hanya tidak masuk formularium lalu
mengikuti kebiasaan saja. Alasan membuatkan copy resep jika
lain yaitu jika mengikuti SPO justru pasien ingin menebus obat di luar,
lebih lama dalam melakukan atau jika ingin ditebus sekalian
pelayanan. Menurut informan maka petugas akan kembali
triangulasi, untuk pegawai baru menyiapkan obat dan pasien
diutamakan langsung melakukan membayar ke kasir sehingga
pelayanan karena jika mempelajari proses menjadi lebih lama.
SPO terlebih dahulu pelayanan
resep terhambat sehingga KESIMPULAN DAN SARAN
penjelasan mengenai SPO A. KESIMPULAN
dilakukan sambil jalan. Selain itu, Rata-rata waktu tunggu
saat ini memang belum ada pelayanan resep non racikan
pengawasan khusus terhadap adalah 48.90 menit, jika dilihat
kesesuaian kinerja pegawai berdasarkan status pasien, rata-
dengan SPO karena keberadaan rata waktu tunggu pasien umum
penanggung jawab pelayanan 27.92 menit, pasien JKN 51.73
yang tidak selingkup dengan depo menit, dan pasien asuransi
farmasi gedung MCEB. kesehatan komersial 17.96 menit.
Hal ini diperjelas dengan Delay terlama yaitu pada saat
hasil pengamatan bahwa pada menunggu untuk penyerahan obat
tahap verifikasi dan penyerahan sebesar 14.57 menit.
seharusnya menggunakan form Resep non racikan yang
telaah obat dan telaah resep, tidak mencapai standar SPM
namun pada prakteknya petugas sebesar 63.7% dan yang tidak
tidak menggunaan form karena mencapai IMRS sebesar 78%.

108
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 1, Januari 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Resep yang paling banyak tidak 3. Pemeliharaan berkala


mencapai kedua standar tersebut terhadap fasilitas dan
adalah resep dari pasien JKN. peralatan di depo farmasi
Rata-rata waktu tunggu gedung MCEB.
pelayanan resep racikan adalah 4. Pemberian tempelan yang
46.54 menit, jika dilihat berisi standar waktu tunggu
berdasarkan status pasien, rata- pelayanan resep pada ruang
rata waktu tunggu pasien umum kerja agar pegawai selalu
50.54 menit dan pasien JKN 45.40 ingat dan diharapkan bekerja
menitRata-rata waktu tindakan untuk mencapai standar yang
pada resep racikan adalah 24.51 telah ditetapkan.
menit, sedangkan waktu 5. Pelatihan untuk peningkatan
delaysebesar 21.66 menit. Waktu kemampuan pegawai
tindakan lebih besar daripada terutama dalam membaca
delay dikarenakan melalui tahap resep.
peracikan obat. Bagi Manajemen RS Islam Sultan
Pada pelayanan resep Agung
racikan terdapat delay di semua 1. Proses pelayanan resep
tahap pelayanan, dengan waktu dilayani berdasarkan resep
delay terlama adalah saat yang pertama masuk (first in,
menunggu penyiapan obat first out). Jika tetap ada
sebesar 7.22 menit. Resep racikan pembedaan dalam urutan
yang tidak mencapai standar SPM proses pelayanan, maka
sebesar 11.1% dan yang tidak dapat dibuat standar yang
mencapai IMRS sebesar 55.6%. berbeda antara pasien umum,
JKN, dan asuransi kesehatan
B. SARAN komersial.
Bagi Instalasi Farmasi 2. Dalam perencanaan
1. Pembuatan lubang loket pada pembuatan ruangan farmasi,
tembok untuk mempersingkat dapat melibatkan pihak
akses bagian depan dan instalasi farmasi agar tata
belakang depo, sehingga letak dan luas ruangan dapat
petugas tidak perlu keluar disesuaikan dengan
masuk ruangan, maka kebutuhan farmasi terutama
diharapkan dapat dalam pelayanan resep.
memperpendek delay pada 3. Tindak lanjut terhadap
tahap verifikasi dan penulisan resep yang tidak
penyerahan obat. sesuai formularium.
2. Pengerjaan resep yang urut
nomor antrian terutama pada
tahap pemberian etiket.
Multiple-Item scale for
Measuring Consumer
DAFTAR PUSTAKA
Perceptions of Service Quality. J
1. Undang-Undang Republik Retail. 1988;64:28.
Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit. 3. Nurjanah I, Maramis FR,
2009; Engkeng S. Hubungan Antara
Waktu Tunggu Pelayanan
2. Parasuraman A, Zeithaml VA, Resep dengan Kepuasan
Berry LL. SERVQUAL: A Pasien di Apotek Pelengkap

109
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 1, Januari 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Kimia Farma BLU Prof. Dr. RD Rumah Sakit dalam Upaya


Kandou Manado. J Ilm Farm Penentuan Daftar Obat Standar
UNSTRAT. 2016;5(1):362–70. (Studi Kasus Manajemen
Logistik Farmasi di Rumah Sakit
4. Kementerian Kesehatan. Gatoel Mojokerto). J Adm
Keputusan Menteri Kesehatan Kebijak Kesehat. 2004;2(3).
Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 Tentang 6. Fedrini S. Analisis Sistem
Standar Pelayanan Minimal Formularium 2013 Rumah Sakit
Rumah Sakit. 2008. St. Elisabeth Bekasi. J Adm
Kebijak Kesehat. 2015;2(1).
5. Tjahjani R. Analisis Komparasi
Daftar Obat yang Berkaitan
dengan Pelayanan Farmasi

110

You might also like