You are on page 1of 18

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT RISIKO

GAGAL BAYAR UTANG PT PLN (PERSERO)

Muhammad Reza
Muhammad Hudaya
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin
Email: muhreza2201@gmail.com

ABSTRACT
The aim of this research is to knows the financial performance and the default risk
level of PT PLN (Persero) in years 2014–2017. The type of research was quantitative
descriptive research with case study approach. While the technique of data analysis,
that was: (1) analysing financial performance, (2) analysing default risk level, (3) quest
bankruptcy prediction model selected, (4) comparing two analysis results, and (5)
drawing conclusion.
The result of this research showed that financial performance of PT PLN
(Persero) in year 2014 from liquidity, activity and profitability were increase, while
solvability was decrease. In year 2015, the financial performance from liquidity,
activity and profitability were decrease, while solvability was increase in theory but
decrease in fact. In year 2016, the financial performance in all sector were increase.
And in year 2017, the financial performance from liquidity, solvability and profitability
were decrease, while activity was constant. Meanwhile, on the result of default risk
level analysis based on bankruptcy prediction model selected, the risk level of corporate
was high during 2014–2017 years. The two analysis results were same in showed the
financial condition of PT PLN (Persero) during 2014–2017 years.
Keywords: Financial Performance, Default Risk Level

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan dan tingkat risiko
gagal bayar utang PT PLN (Persero) pada tahun 2014–2017. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan studi kasus.

1
Sedangkan teknik analisis datanya, yaitu: (1) menganalisis kinerja keuangan, (2)
menganalisis tingkat risiko gagal bayar utang, (3) mencari model prediksi kebangkrutan
terpilih, (4) membandingkan kedua hasil analisis, dan (5) menarik kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan PT PLN (Persero) di
tahun 2014 dari segi likuiditas, aktivitas dan profitabilitas adalah membaik, sedangkan
dari segi solvabilitas adalah menurun. Di tahun 2015, kinerja keuangan dari segi
likuiditas, aktivitas dan profitabilitas adalah menurun, sedangkan dari segi solvabilitas
adalah membaik secara teori namun menurun secara kenyataan. Di tahun 2016, di
semua segi adalah membaik. Dan di tahun 2017, di segi likuiditas, solvabilitas dan
profitabilitas adalah menurun, sedangkan di segi aktivitas adalah tetap. Sementara itu,
pada hasil analisis tingkat risiko gagal bayar utang berdasarkan model prediksi
kebangkrutan terpilih, tingkat risiko perusahaan adalah tinggi selama tahun 2014–2017.
Kedua hasil analisis ini adalah sama dalam menunjukkan kondisi keuangan PT PLN
(Persero) dari tahun 2014–2017.
Kata Kunci: Kinerja Keuangan, Tingkat Risiko Gagal Bayar Utang

PENDAHULUAN
Listrik adalah sumber daya yang sangat diperlukan oleh masyarakat untuk
menjalankan berbagai aktivitasnya. Di indonesia, sumber daya listrik dikelola oleh
perusahaan milik Pemerintah yang bernama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
atau yang disingkat dengan PLN. Pada tahun 2014, PT PLN (Persero) diberikan
penugasan baru oleh Pemerintah yaitu menambah pasokan listrik nasional sebesar
35.000 MW, yang terdiri atas 10.000 MW untuk PT PLN (Persero) dan 25.000 MW
untuk pihak swasta (Agustinus, 2015).
Pada tanggal 27 September 2017, muncul berita yang menghebohkan publik
media massa terkait dengan program 35.000 MW. Berita tersebut yaitu adanya risiko
gagal bayar utang pada PT PLN (Persero) (Novalius, 2017). Berita ini bersumber dari
bocornya surat Menteri Keuangan di media massa. Dan di hari yang sama, direktur
utama PT PLN (Persero) menjawab surat Menteri Keuangan yang bocor di media massa
dengan mengatakan bahwaa kondisi keuangan perusahaan adalah sehat dan perusahaan
tidak pernah gagal bayar utang (Daniel, 2017).

2
Pada tanggal 28 September 2017, Bareksa di dalam lansirannya menyajikan
sebuah analisis perhitungan penilaian kinerja keuangan pada PT PLN (Persero) dengan
menggunakan model Altman Z-Score sebagai alat ukurnya. Unit analisis yang
digunakannya adalah laporan keuangan PT PLN (Persero) triwulan ke-II. Hasil dari
analisisnya menunjukkan nilai Z perusahaan adalah sebesar 1,446 dan berdasarkan titik
cut off model Altman Z-Score diinterpretasikan bahwa kategori PT PLN (Persero)
berada di kategori Distress Zone (Ikhsan, 2017).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan dan tingkat risiko
gagal bayar utang PT PLN (Persero) tahun 2014–2017. Alasan yang mendasari
dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui kondisi keuangan PT PLN (Persero)
dari segi kinerja keuangan dan tingkat risiko gagal bayar utangnya. Sedangkan alasan
yang mendasari dipilihnya tahun 2014–2017 sebagai periode unit analisis, yaitu pada
poin kesatu isi surat Menteri Keuangan telah disebutkan bahwa permintaan waiver dari
Kementerian Keuangan kepada lender PT PLN telah terjadi dalam tiga tahun terakhir
(2014–2016), dan di tahun 2017 adalah tahun ditulisnya surat oleh Menteri Keuangan.

KAJIAN PUSTAKA
Laporan Keuangan
Menurut Hery (2012), laporan keuangan adalah sebuah hasil dari proses akuntansi
yang dijadikan sebagai alat untuk mengomunikasikan data keuangan kepada pihak-
pihak yang memiliki kepentingan atas hasil dari proses akuntansi tersebut.

Analisis Laporan Keuangan


Menurut Munawir (2010), analisis laporan keuangan adalah sebuah analisis yang
terdiri dari penelaahan dan tendensi untuk menentukan posisi keuangan dan hasil
operasi perusahaan, serta perkembangannya.

Kebangkrutan
Menurut Toto Prihadi (2011), kebangkrutan adalah ketidakmampuan perusahaan
dalam melunasi utang-utang perusahaannya. Sedangkan menurut Gamayuni (2011),
kebangkrutan adalah “kesulitan keuangan yang sangat parah, sehingga perusahaan tidak
mampu lagi menjalankan operasi perusahaan dengan baik” (Sartika, 2017, hal. 122).

3
Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan adalah gambaran keuangan suatu korporasi selama periode
tertentu, yang dapat dianalisis berdasarkan alat-alat analisis keuangan (Fahmi, 2011).
Menurut Jumingan (2006), alat-alat analisis keuangan yang digunakan untuk menilai
kinerja keuangan sebuah korporasi adalah: (a) analisis perbandingan laporan keuangan,
(b) analisis tren, (c) analisis common size, (d) analisis sumber dan penggunaan modal
kerja, (e) analisis sumber dan penggunaan kas, (f) analisis rasio keuangan, (g) analisis
perubahan laba kotor, dan (h) analisis break even.

Analisis Rasio Keuangan


Menurut Jumingan (2006), analisis rasio keuangan adalah “teknik analisis
keuangan untuk mengetahui hubungan di antara pos tertentu dalam neraca maupun laba
rugi baik secara individu maupun secara simultan” (hal. 242).

Analisis Kebangkrutan
Analisis kebangkrutan adalah sebuah analisis yang dilakukan untuk memprediksi
kebangkrutan suatu perusahaan. Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2016),
analisis kebangkrutan dilakukan dengan tujuan untuk “memperoleh peringatan awal
kebangkrutan (tanda-tanda awal kebangkrutan)” (hal. 260). Analisis kebangkrutan
dilakukan dengan cara melakukan perhitungan-perhitungan yang ada pada model-model
prediksi kebangkrutan, seperti model Altman Z-Score, Springate S-Score, dll.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan studi
kasus. Unit analisis yang digunakan adalah laporan keuangan PT PLN (Persero) tahun
2014–2017. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Dan teknik
analisis datanya, yaitu:
1. Menganalisis kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan rasio keuangan
berupa rasio likuiditas (current ratio), aktivitas (fixed asset turnover), solvabilitas
(debt to total asset ratio), dan profitabilitas (return on asset), dengan rumus:
a. Current Ratio

4
Aktiva Lancar
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
Kewajiban Lancar
(Ikhsan & dkk, 2016, hal. 83)
b. Fixed Asset Turnover
Penjualan
𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 𝑇𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟 =
Aktiva Tetap
(Hanafi & Abdul, 2016, hal. 78)
c. Debt to Total Asset Ratio
Total Utang
𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
Total Aktiva
(Ikhsan & dkk, 2016, hal. 85)
d. Return on Asset
Laba Bersih
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑜𝑛 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 =
Total Aset
(Hanafi & Abdul, 2016, hal. 81)
2. Menganalisis tingkat risiko gagal bayar utang perusahaan dengan menggunakan
model-model prediksi kebangkrutan untuk mengetahuinya. Model-model prediksi
kebangkrutan yang digunakan, yaitu:
a. Model Altman Z-Score (versi modifikasi tahun 1995)
Z = 6,56X1 + 3,26X 2 + 6,72X3 + 1,05X4
(Altman & Paul, 1997; Rahayu, I, & Ni, 2016, hal. 6)
Keterangan:
X1 = (current assets – current liabilities) / total assets
X2 = retained earnings / total assets
X3 = earnings before interest and taxes / total assets
X4 = book value of equity / total liabilities
Sumber: (www.wikipedia.org, n.d.)
Interpretasi:
Z > 2,6 = “Safe” Zone
1,1 < Z < 2,6 = “Gray” Zone
Z < 1,1 = “Distress” Zone
Sumber: (www.wikipedia.org, n.d.; Rahayu, I, & Ni, 2016)
b. Model Grover G-Score
G = 1,650X1 + 3,404X2 + 0,016ROA + 0,057
(Oktaviandri & dkk, 2016, hal. 74)

5
Keterangan:
X1 = working capital / total assets
X2 = earnings before interest and taxes / total assets
ROA = net income / total assets
Sumber: (Oktaviandri & dkk, 2016, hal. 74)
Interpretasi:
G > 0,01 = “Safe” Zone
-0,02 < G < 0,01 = “Gray” Zone
G < -0,02 = “Distress” Zone
Sumber : (Oktaviandri & dkk, 2016, hal. 74)
c. Model Springate S-Score
S = 1,03A + 3,07B + 0,66C + 0,4D
(Sinarti & Tia, 2015, hal. 355)
Keterangan:
A = working capital / total assets
B = earnings before interest and taxes / total assets
C = profit before tax / current liabilities
D = sales / total assets
Sumber: (Sinarti & Tia, 2015, hal. 355)
Interpretasi:
S > 1,062 = “Safe” Zone
0,862 < S < 1,062 = “Gray” Zone
S < 0,862 = “Distress” Zone
Sumber: (Rahayu, I, & Ni, 2016, hal. 7)
d. Model Ohlson O-Score
O = TAt TLt WCt CLt
−1,32 − 0,407log ( ) + 6,03 − 1,43 + 0,0757
GNP TAt TAt CAt
NIt FFOt
− 1,72X − 2,37 − 1,83 + 0,285Y
TAt TLt
NIt − NIt−1
− 0,521
|NIt | + |NIt−1 |
(Ohlson, 1980; www.wikipedia.org, n.d.)
Keterangan:
TA = total assets

6
GNP = gross national prouct price index level
TL = total liabilities
WC = working capital
CL = current liabilities
CA = current assets
X = 1 if TL > TA, 0 otherwise
NI = net income
FFO = funds from operations
Y = 1 if a net loss for the last two years, 0 otherwise
Sumber: (www.wikipedia.org, Ohlson o-score, n.d.)
Interpretasi:
O < 0,38 = “Safe” Zone
O > 0,38 = “Distress” Zone
Sumber: (Wulandari & Emrinaldi, 2014, hal. 4)
Catatan:
Setelah diketahui hasil perhitungan O-Score, kemudian dilakukan perhitungan
lagi dengan rumus:
exp(hasil perhitungan O − 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒)
O − 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒 =
1 + exp(hasil perhitungan O − 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒)
(www.wikipedia.org, n.d.)
e. Model Zmijewski X-Score
X = −4,3 − 4,5X1 + 5,7X2 − 0,004X3
(Zmijewski, 1984; Sinarti & Tia, 2015, hal. 355)
Keterangan:
X1 = Return on Assets (ROA)
X2 = Debt to Total Assets (DTA)
X3 = Current Ratio (CR)
Sumber: (Rahayu, I, & Ni, 2016, hal. 7)
Interpretasi:
X < 0,5 = “Safe” Zone
X > 0,5 = “Distress” Zone
Sumber: (Wati & dkk, 2015)

7
3. Melakukan review atas model-model prediksi kebangkrutan untuk mencari model
prediksi kebangkrutan yang terpilih dan andal bagi PT PLN (Persero).
4. Melakukan perbandingan atas kedua hasil analisis yaitu hasil analisis kinerja
keuangan dan hasil analisis tingkat risiko gagal bayar utang.
5. Menarik kesimpulan.

PEMBAHASAN
Analisis Kinerja Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2014–2017
1) Kinerja Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2014
Tabel 1 Rasio Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2014
Rasio Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2014
(tahun 2013 sebagai tahun pembanding)

Nama Rasio 2014 2013 Selisih Ket. Interpretasi


Rasio Likuiditas (%) 97,56 95,00 2,57 ↑ Membaik
Rasio Aktivitas (kali) 0,58 0,54 0,05 ↑ Membaik
Rasio Solvabilitas (%) 74,76 74,53 0,23 ↑ Menurun*
Rasio Profitabilitas (%) 1,82 -4,45 6,27 ↑ Membaik
*disebut menurun karena interpretasi rasio solvabilitas terbalik dari rasio lainnya
Sumber: Data Diolah oleh Peneliti (2018)

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa kinerja keuangan PT PLN


(Persero) di tahun 2014 dari segi likuiditas adalah membaik, dari segi aktivitas
adalah membaik, dari segi solvabilitas adalah menurun, dan dari segi profitabilitas
adalah membaik. Kemudian, jika keempat hasil tersebut disimpulkan, maka
diketahui bahwa kondisi keuangan PT PLN (Persero) di tahun 2014 adalah membaik
dari tahun sebelumnya, karena perbaikan kinerja keuangan lebih dominan daripada
penurunan kinerja yang terjadi pada rasio solvabilitas, apalagi penurunan kinerja
yang terjadi tidaklah signifikan. Sementara itu, meskipun kondisi keuangan PT PLN
(Persero) di tahun 2014 mengalami perbaikan dari tahun sebelumnya, namun kondisi
keuangan perusahaan di tahun 2014 masih dianggap kurang baik, karena angka rasio
likuiditasnya telah menunjukkan keadaan perusahaan yang illikuid (utang lancar
lebih besar daripada aset lancar).

8
2) Kinerja Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2015
Tabel 2 Rasio Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2015
Rasio Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2015
(tahun 2014 sebagai tahun pembanding)

Nama Rasio 2015 2014 Selisih Ket. Interpretasi


Rasio Likuiditas (%) 66,04 97,56 -31,52 ↓ Menurun
Rasio Aktivitas (kali) 0,23 0,58 -0,35 ↓ Menurun
Rasio Solvabilitas (%) 38,77 74,76 -35,99 ↓ Membaik*
Rasio Profitabilitas (%) 0,46 1,82 -1,36 ↓ Menurun
*disebut membaik karena interpretasi rasio solvabilitas terbalik dari rasio lainnya
Sumber: Data Diolah oleh Peneliti (2018)

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa kinerja keuangan PT PLN


(Persero) di tahun 2015 dari segi likuiditas adalah menurun, dari segi aktivitas adalah
menurun, dari segi solvabilitas adalah membaik, dan dari segi profitabilitas adalah
menurun. Namun, pada rasio solvabilitas, setelah ditelaah ke posisi keuangan,
perbaikan solvabilitas yang terjadi bukanlah disebabkan penurunan utang melainkan
revaluasi aset tetap, bahkan utang perusahaan adalah semakin besar baik dari jangka
pendek maupun jangka panjang. Oleh sebab itu, keadaan kinerja keuangan PT PLN
(Persero) dari segi solvabilitas memang secara teori adalah membaik, namun secara
kenyataannya adalah menurun. Kemudian, jika keempat hasil tersebut disimpulkan,
maka diketahui bahwa kondisi keuangan PT PLN (Persero) di tahun 2015 adalah
menurun dari tahun sebelumnya, karena penurunan kinerja keuangan terjadi di
keseluruhannya. Selain itu, kondisi keuangan perusahaan di tahun 2015 juga
dianggap masih kurang baik, bahkan dianggap semakin kurang baik karena
perusahaan semakin illikuid dari tahun sebelumnya.

3) Kinerja Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2016


Tabel 3 Rasio Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2016
Rasio Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2016
(tahun 2015 sebagai tahun pembanding)

Nama Rasio 2016 2015 Selisih Ket. Interpretasi


Rasio Likuiditas (%) 81,04 66,04 15,00 ↑ Membaik
Rasio Aktivitas (kali) 0,25 0,23 0,02 ↑ Membaik
Rasio Solvabilitas (%) 30,95 38,77 -7,82 ↓ Membaik*
Rasio Profitabilitas (%) 0,64 0,46 0,18 ↑ Membaik
*disebut membaik karena interpretasi rasio solvabilitas terbalik dari rasio lainnya
Sumber: Data Diolah oleh Peneliti (2018)

9
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa kinerja keuangan PT PLN
(Persero) di tahun 2016 dari semua segi adalah membaik. Kemudian, jika
disimpulkan, maka diketahui bahwa kondisi keuangan PT PLN (Persero) di tahun
2016 adalah membaik dari tahun sebelumnya. Namun, meskipun kinerja keuangan
perusahaan di tahun 2016 mengalami perbaikan dari tahun sebelumnya, kondisi
keuangan perusahaan masih dianggap kurang baik karena angka rasio likuiditas
masih menunjukkan keadaan perusahaan yang illikuid.

4) Kinerja Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2017


Tabel 4 Rasio Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2017
Rasio Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2017
(tahun 2016 sebagai tahun pembanding)

Nama Rasio 2017 2016 Selisih Ket. Interpretasi


Rasio Likuiditas (%) 67,44 81,04 -13,60 ↓ Menurun
Rasio Aktivitas (kali) 0,25 0,25 0,00 – Tetap
Rasio Solvabilitas (%) 34,87 30,95 3,92 ↑ Menurun*
Rasio Profitabilitas (%) 0,33 0,64 -0,31 ↓ Menurun
*disebut menurun karena interpretasi rasio solvabilitas terbalik dari rasio lainnya
Sumber: Data Diolah oleh Peneliti (2018)

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa kinerja keuangan PT PLN


(Persero) di tahun 2017 dari segi likuiditas adalah menurun, dari segi aktivitas adalah
tetap, dari segi solvabilitas adalah menurun (jika ada standar rasio mungkin
interpretasi adalah sebaliknya karena rasio sebesar ini bisa jadi ideal untuk
perusahaan dalam hitungan leverage), dan dari segi profitabilitas adalah menurun.
Kemudian, jika disimpulkan, maka diketahui bahwa kondisi keuangan PT PLN
(Persero) di tahun 2017 adalah menurun dari tahun sebelumnya, karena di tahun ini
rasio likuiditas dan profitabilitas mengalami penurunan dan penurunan yang terjadi
pada likuiditas adalah signifikan, meskipun pada rasio solvabilitas masih belum
diketahui interpretasi yang sebenarnya namun melihat besaran kenaikan yang terjadi
tidaklah terlalu signifikan sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil
kesimpulan. Selain itu, kondisi keuangan perusahaan di tahun ini juga masih
dianggap kurang baik bahkan semakin kurang baik karena rasio likuiditas perusahaan
semakin illikuid dari tahun sebelumnya.

10
Analisis Tingkat Risiko Gagal Bayar Utang PT PLN (Persero) Tahun 2014–2017
1) Tingkat Risiko Gagal Bayar Utang PT PLN (Persero) Tahun 2014
Tabel 5 Hasil Perhitungan Model Prediksi Kebangkrutan
PT PLN (Persero) Tahun 2014
Hasil Perhitungan Model Prediksi Kebangkrutan PT PLN (Persero) Tahun 2014

Nama Model Hasil Perhitungan Kategori Tingkat Risiko


Altman Z-Score 1,25 “Gray” Zone Sedang
Grover G-Score 0,34 “Safe” Zone Rendah
Springate S-Score 0,53 “Distress” Zone Tinggi
Ohlson O-Score 35,13 “Distress” Zone Tinggi
Zmijewski X-Score -0,12 “Safe” Zone Rendah
Sumber: Data Diolah oleh Peneliti (2018)

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa tingkat risiko gagal bayar utang
PT PLN (Persero) di tahun 2014 adalah berbeda-beda. Hal ini terjadi karena hasil
perhitungan masing-masing model prediksi kebangkrutan menunjukkan kategori
yang berbeda-beda. Pada model Altman Z-Score, tingkat risiko PT PLN (Persero)
adalah Sedang, pada model Grover G-Score adalah Rendah, pada model Springate S-
Score adalah Tinggi, pada model Ohlson O-Score adalah Tinggi, dan pada model
Zmijewski X-Score adalah Rendah.

2) Tingkat Risiko Gagal Bayar Utang PT PLN (Persero) Tahun 2015


Tabel 6 Hasil Perhitungan Model Prediksi Kebangkrutan
PT PLN (Persero) Tahun 2015
Hasil Perhitungan Model Prediksi Kebangkrutan PT PLN (Persero) Tahun 2015

Nama Model Hasil Perhitungan Kategori Tingkat Risiko


Altman Z-Score 1,75 “Gray” Zone Sedang
Grover G-Score 0,07 “Safe” Zone Rendah
Springate S-Score 0,14 “Distress” Zone Tinggi
Ohlson O-Score 1,31 “Distress” Zone Tinggi
Zmijewski X-Score -2,11 “Safe” Zone Rendah
Sumber: Data Diolah oleh Peneliti (2018)

Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa tingkat risiko gagal bayar utang
PT PLN (Persero) di tahun 2015 juga berbeda-beda. Hal demikian terjadi karena
hasil perhitungan masing-masing model prediksi kebangkrutan menunjukkan
kategori yang berbeda-beda. Pada model Altman Z-Score, tingkat risiko PT PLN

11
(Persero) adalah Sedang, pada model Grover G-Score adalah Rendah, pada model
Springate S-Score adalah Tinggi, pada model Ohlson O-Score adalah Tinggi, dan
pada model Zmijewski X-Score adalah Rendah.

3) Tingkat Risiko Gagal Bayar Utang PT PLN (Persero) Tahun 2016


Tabel 7 Hasil Perhitungan Model Prediksi Kebangkrutan
PT PLN (Persero) Tahun 2016
Hasil Perhitungan Model Prediksi Kebangkrutan PT PLN (Persero) Tahun 2016

Nama Model Hasil Perhitungan Kategori Tingkat Risiko


Altman Z-Score 2,69 “Safe” Zone Rendah
Grover G-Score 0,11 “Safe” Zone Rendah
Springate S-Score 0,19 “Distress” Zone Tinggi
Ohlson O-Score 0,59 “Distress” Zone Tinggi
Zmijewski X-Score -2,56 “Safe” Zone Rendah
Sumber: Data Diolah oleh Peneliti (2018)

Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa tingkat risiko gagal bayar utang
PT PLN (Persero) di tahun 2016 juga berbeda-beda. Hal ini karena hasil perhitungan
masing-masing model prediksi kebangkrutan menunjukkan kategori yang berbeda-
beda. Namun, di tahun ini, pada model Altman Z-Score, kategori perusahaan
mengalami perubahan. Sehingga, dengan karenanya, tingkat risiko perusahaan juga
ikut berubah, yaitu dari Sedang menjadi Rendah di tahun 2016. Sedangkan pada
model-model yang lain, yaitu model Grover G-Score, Springate S-Score, Ohlson O-
Score, dan Zmijewski X-Score, adalah masih sama dengan tahun sebelumnya. Pada
model Grover G-Score, tingkat risiko perusaahaan adalah Rendah, pada model
Springate S-Score adalah Tinggi, pada model Ohlson O-Score adalah Tinggi, dan
pada model Zmijewski X-Score adalah Rendah.

4) Tingkat Risiko Gagal Bayar Utang PT PLN (Persero) Tahun 2016


Tabel 8 Hasil Perhitungan Model Prediksi Kebangkrutan
PT PLN (Persero) Tahun 2017
Hasil Perhitungan Model Prediksi Kebangkrutan PT PLN (Persero) Tahun 2017

Nama Model Hasil Perhitungan Kategori Tingkat Risiko


Altman Z-Score 2,17 “Gray” Zone Sedang
Grover G-Score 0,07 “Safe” Zone Rendah

12
Springate S-Score 0,14 “Distress” Zone Tinggi
Ohlson O-Score 1,03 “Distress” Zone Tinggi
Zmijewski X-Score -2,33 “Safe” Zone Rendah
Sumber: Data Diolah oleh Peneliti (2018)

Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa tingkat risiko gagal bayar utang
PT PLN (Persero) di tahun 2017 juga berbeda-beda. Hal ini karena hasil perhitungan
masing-masing model prediksi kebangkrutan menunjukkan kategori yang berbeda-
beda. Namun, di tahun ini, pada model Altman Z-Score, kategori perusahaan
mengalami kemunduran kembali setelah di tahun 2016 mengalami peningkatan.
Sehingga, dengan karenanya juga, tingkat risiko perusahaan juga ikut mundur, yaitu
dari Rendah menjadi Sedang di tahun 2017. Sedangkan pada model-model yang lain,
yaitu model Grover G-Score, Springate S-Score, Ohlson O-Score, dan Zmijewski X-
Score, adalah masih sama dengan tahun sebelumnya. Pada model Grover G-Score,
tingkat risiko perusaahaan adalah Rendah, pada model Springate S-Score adalah
Tinggi, pada model Ohlson O-Score adalah Tinggi, dan pada model Zmijewski X-
Score adalah Rendah.

Review Model-model Prediksi Kebangkrutan


Bagian ini merupakan bagian untuk mencari prediksi kebangkrutan yang terbaik
dan andal bagi PT PLN (Persero), karena pada pembahasan sebelumnya telah diketahui
tingkat risiko gagal bayar utang PT PLN (Persero) berbeda-beda antara model yang satu
dengan model yang lainnya. Sehingga, dengan karenanya, bagian ini penting untuk
dilakukan.
1) Membandingkan Hasil Perhitungan Model Prediksi Kebangkrutan dengan
Kondisi Keuangan PT PLN (Persero) dari Kesimpulan Analisis Kinerja
Keuangan
Bagian ini merupakan langkah yang pertama. Yang dimaksud dengan hasil
perhitungan model prediksi kebangkrutan, yaitu besaran angka masing-masing nilai,
seperti nilai Z pada model Altman yang di tahun 2014 sebesar 1,25, di tahun 2015
sebesar 1,75, dst. Sedangkan yang dimaksud dengan kondisi keuangan PT PLN
(Persero) dari kesimpulan analisis kinerja keuangan yaitu kesimpulan yang diambil
dari kinerja keuangan perusahaan berdasarkan empat rasio keuangan. Sebagaimana
yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, bahwa kondisi keuangan PT PLN

13
(Persero) berdasarkan kinerja keuangan dari keempat rasio keuangan, yaitu membaik
di tahun 2014, menurun di tahun 2015, membaik di tahun 2016, dan menurun di
tahun 2017.
Dari perbandingan yang dilakukan, diperoleh model Grover G-Score dan
Springate S-Score sebagai model prediksi kebangkrutan yang terpilih pada langkah
yang pertama. Hal demikian dipilih karena pada kedua model tersebut memiliki
keselarasan dalam menunjukkan perubahan atas kondisi keuangan PT PLN (Persero)
dari tahun 2014–2017. Hal ini dapat dilihat dari perubahan angka masing-masing
model prediksi kebangkrutan dari tahun 2014–2017 terhadap perubahan kondisi
keuangan perusahaan. Adapun pada model Ohlson O-Score dan Zmijewski X-Score,
sekilas terlihat selaras, namun pada nyatanya tidak, karena batas/interval arah
kategori model Ohlson O-Score dan Zmijewski X-Score adalah berlainan dengan
batas/interval arah kategori pada model Altman Z-Score, Grover G-Score, dan
Springate S-Score. Untuk dapat melihat hal ini dapat dilihat kembali pada
Interpretasi Kategori masing-masing model pada bagian teknik analisis data di
Metode Penelitian.
2) Membandingkan Hasil Kategori Model Prediksi Kebangkrutan Terpilih
dengan Kenyataan Kondisi Keuangan PT PLN (Persero) Tahun 2014–2017
Bagian ini merupakan langkah yang kedua. Yang dimaksud dengan hasil
kategori model prediksi kebangkrutan terpilih yaitu interpretasi kategori pada model
yang tepilih seperti safe zone pada model Grover G-Score dan distress zone pada
model Springate S-Score. Sedangkan yang dimaksud dengan kenyataan kondisi
keuangan PT PLN (Persero) tahun 2014–2017, yaitu kenyataan kondisi keuangan PT
PLN (Persero) dari tahun 2014–2017 yang dianggap kurang baik karena keuangan
perusahaan adalah illikuid.
Dari perbandingan yang dilakukan, diperoleh model Springate S-Score sebagai
model prediksi kebangkrutan yang terpilih. Hal ini karena interpretasi kategori model
Springate S-Score adalah selaras dengan kenyataan kondisi keuangan PT PLN
(Persero) dari tahun 2014–2017. Sedangkan pada model Grover G-Score, adalah
tidak selaras karena interpretasi kategori model Grover G-Score menunjukkan
perusahaan adalah safe zone, padahal kenyataan dari kondisi keuangan PT PLN
(Persero) adalah kurang baik karena keuangan perusahaan adalah illikuid.

14
Perbandingan Hasil Analisis Kinerja Keuangan dan Hasil Analisis Tingkat Risiko
Gagal Bayar Utang PT PLN (Persero) Tahun 201–2017
Jika kedua hasil analisis diperbandingkan, maka dapat diketahui bahwa kedua
hasil analisis menunjukkan hal yang sama dalam menunjukkan kondisi keuangan PT
PLN (Persero) selama tahun 2014–2017. Hal ini dapat diketahui dari pembahasan
sebelumnya bahwa kondisi keuangan perusahaan yang diperoleh dari kesimpulan
kinerja keuangan di periode tersebut seperti di tahun 2014 adalah membaik, di tahun
2015 adalah menurun, di tahun 2016 adalah membaik, dan di tahun 2017 adalah
menurun, adalah sama dengan perubahan angka nilai S perusahaan dari tahun 2014–
2017, seperti di tahun 2014 adalah 0,53 kemudian turun menjadi 0,14 di tahun 2015,
kemudian naik menjadi 0,19 di tahun 2016, dan kemudian turun menjadi 0,14 di tahun
2017. Selain itu, kenyataan kondisi keuangan yang diperoleh yaitu kurang baik selama
tahun 2014–2017, juga sama dengan kategori S perusahaan yang menunjukkan distress
zone atau tingkat risiko gagal bayar utangnya yang tinggi. Oleh karena itu, baik hasil
analisis kinerja keuangan maupun hasil analisis tingkat risiko gagal bayar utang, adalah
sama dalam menunjukkan kondisi keuangan PT PLN (Persero) dari tahun 2014–2017.

SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN


Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis kinerja keuangan dan analisis
tingkat risiko gagal bayar utang PT PLN (Persero) tahun 2014–2017, yaitu:
1. Kinerja keuangan PT PLN (Persero):
a. Kinerja keuangan perusahaan di tahun 2014 dari segi likuiditas, aktivitas dan
profitabilitas adalah membaik, sedangkan dari segi solvabilitas adalah
menurun.
b. Kinerja keuangan perusahaan di tahun 2015 dari segi likuiditas, aktivitas dan
profitabilitas adalah menurun, sedangkan dari segi solvabilitas secara teori
adalah membaik, namun secara kenyataan adalah menurun.
c. Kinerja keuangan perusahaan di tahun 2016 di semua segi adalah membaik.
d. Kinerja keuangan perusahaan di tahun 2017 dari segi likuiditas, solvabilitas
dan profitabilitas adalah menurun, sedangkan dari segi aktivitas adalah tetap.

15
2. Kondisi keuangan PT PLN (Persero) berdasarkan hasil kinerja keuangan
perusahaan di tahun 2014–2017, yaitu di tahun 2014 adalah membaik, di tahun
2015 adalah menurun, di tahun 2016 adalah membaik, dan di tahun 2017 adalah
menurun.
3. Meskipun kondisi keuangan PT PLN (Persero) di tahun 2014 dan 2016
mengalami perbaikan, tetapi pada kenyataannya masih dianggap kurang baik,
karena likuiditas perusahaan telah menunjukkan keadaan perusahaan yang illikuid
selama tahun 2014–2017.
4. Tingkat risiko gagal bayar utang PT PLN (Persero) berdasarkan model prediksi
kebangkrutan yang terpilih (model Springate S-Score) dari tahun 2014–2017
adalah tinggi.
5. Kedua hasil analisis adalah selaras dalam menunjukkan kondisi keuangan PT PLN
(Persero) dari tahun 2014–2017.

Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang ada dalam penelitian ini yaitu ketiadaan besaran
angka rasio solvabilitas yang ideal bagi PT PLN (Persero). Sehingga, dengan
karenanya, interpretasi kinerja keuangan di tahun 2017 tidak dapat diketahui apakah
membaik atau menurun. Selain itu, ketiadaan standar rasio keuangan bagi PT PLN
(Persero) juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini, karena tanpa adanya standar
rasio keuangan, peneliti kesulitan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan yang
sebenarnya. Akan tetapi, meskipun demikian, besaran angka rasio likuiditas perusahaan
yang di bawah 100% (utang lancar lebih besar daripada aset lancar / illikuid) sudah
dianggap cukup untuk menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.

Implikasi Penelitian
Implikasi yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu PT PLN (Persero)
dapat menggunakan model Springate S-Score sebagai alat ukur untuk mengetahui
tingkat risiko gagal bayar utang korporasinya. Selain itu, hasil analisis yang ada dalam
penelitian ini dapat menjadi salah satu alasan bagi manajer perusahaan untuk
memperbaiki kinerja dan kondisi keuangannya menjadi lebih baik.

16
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus, M. (2015, September 2). Bangun Pembangkit 10.000 MW, PLN Butuh Rp
512 Triliun. Retrieved Januari 18, 2018, from detikfinance:
https://m.detik.com/finance/energi/3008103/bangun-pembangkit-10000-mw-pln-
butuh-rp-512-triliun
Altman, E. I., & Paul, N. (1997). An International Survey of Business Failure
Classification Models. Financial Market, Institutions & Intstruments , 6 (2).
Daniel, W. (2017, September 27). Dirut PLN: Saya Akan Jawab Surat Sri Mulyani.
Retrieved Februari 13, 2018, from detikfinance:
https://m.detik.com/finance/energi/3661075/dirut-pln-saya-akan-jawab-surat-sri-
mulyani
Fahmi, I. (2011). Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Alfabeta.
Gamayuni. (2011). Analisis Ketepatan Model Altman sebagai Alat untuk Memprediksi
Kebangkrutan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan .
Hanafi, M. M., & Abdul, H. (2016). Analisis Laporan Keuangan (5th ed.). Yogyakarta:
UPP STIM YKPN.
Hery. (2012). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ikhsan, A., & dkk. (2016). Analisa Laporan Keuangan. Medan: Madenatera.
Ikhsan, M. (2017, September 28). Bagaimana Kinerja Keuangan PLN? Ini Analisa
Menggunakan Altman Z-Score. Retrieved Januari 22, 2018, from bareksa:
http://m.bareksa.com/id/text/2017/09/28/benarkah-pln-terancam-bangkrut-ini-
analisa-menggunakan-altman-zscore/16790/news
Jumingan. (2006). Analisis Laporan Keuangan Cetakan Pertama. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Munawir. (2010). Analisis Laporan Keuangan (4th ed.). Yogyakarta: Liberty.
Novalius, F. (2017, September 27). Risiko Gagal Bayar Utang PLN Jadi Sorotan,
BUMN: Program 35.000 Mw Terus Berjalan. Retrieved Maret 29, 2018, from
okezone.com:
https://economy.okezone.com/read/2017/09/27/320/1783956/risiko-gagal-bayar-
utang-pln-jadi-sorotan-bumn-program-35-000-mw-terus-berjalan#lastread
Ohlson, J. A. (1980). Financial Ratios and The Prediction of Corporate Bankruptcy.
Journal of Accounting Research , 18 (1), 109-131.
Oktaviandri, A., & dkk. (2016). Analisis Prediksi Kebangkrutan dengan Model Altman,
Springate, Ohlson, dan Grover pada Perusahaan di Sektor Pertanian Bursa Efek
Indonesiaa Periode 2011 - 2015. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol. 15 No.1 , 71-78.
Prihadi, T. (2011). Analisis Laporan Keuangan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PPM.
Rahayu, F., I, W. S., & Ni, N. Y. (2016). Analisis Financial Distress dengan
Menggunakan Metode Altman Z-Score, Springate, dan Zmijewski pada
Perusahaan Telekomunikasi. Jurnal Manajemen Vol. 4 Tahun 2016 , 1-13.

17
Sartika, U. (2017). Analisis Prediksi Kebangkrutan dengan Menggunakan Model
Altman Z Score pada Perusahaan BUMN yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
117-130.
Sinarti, & Tia, M. S. (2015). Bankruptcy Prediction Analysis of Manufacturing
Companies Listed in Indonesia Stock Exchange. International Journal of
Economics and Financial Issues , 354-359.
Wati, M. W., & dkk. (2015). The Analysis of Bank Health Levels Using X-Score
(Zmijewski), Y-Score (Ohlson), and Z-Score (Altman) (Case Study at Banking
Sector in Indonesia Stock Exchange Periods of 2011-2013). JAB Vol. 28 No. 1,
November 2015 , 185-192.
Wulandari, V., & Emrinaldi, N. D. (2014). Analisis Perbandingan Model Altman,
Springate, Ohlson, Fulmer, CA-Score dan Zmijewski Dalam Memprediksi
Financial Distress (studi empiris pada Perusahaan Food and Beverages yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012). JOM FEKON Vol. 1 No. 2
Oktober 2014 , 1-18.
www.wikipedia.org. (n.d.). Altman Z-score. Retrieved Maret 4, 2018, from
WIKIPEDIA: https://en.m.wikipedia.org/wiki/Altman_Z-score
www.wikipedia.org. (n.d.). Ohlson o-score. Retrieved Maret 5, 2018, from
WIKIPEDIA: https://en.m.wikipedia.org/wiki/Ohlson_o-score
Zmijewski, M. E. (1984). Methodological Issues to the Estimation of Financial Distress
Model. Journal of Accounting Research , 59-82.

18

You might also like