You are on page 1of 14

HUBUNGAN KESIAPAN DALAM INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE)

DENGAN KEMAMPUAN SHARED-DECISION MAKING (SDM) PADA


MAHASISWA PROFESI FKIK UMY

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh


Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

IZMI IKA FITRIYANI

20120320131

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016
The Relationship Readiness In interprofessional Education (IPE) Capabilities
Shared-Decision Making (SDM) at Student Profession FKIK UMY

Hubungan Kesiapan Dalam Interprofessional Education (IPE) Dengan


Kemampuan Shared-Decision Making (SDM) Pada Mahasiswa
Profesi FKIK UMY
Izmi Ika1, Mooh. Afandi2
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY,
2
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY

ABSTRACT

Background: The complexity of patient’s problems cannot be handled by the medical profession, but
must involve the various health professions. The practice of collaboration is necessary for patient
safety and increase the satisfaction and the creation of good quality health care. Interprofessional
collaboration practice can be applied through Education (IPE). In the interprofessional approach,
one thing that is needed is the Shared-Decision Making (SDM).
Purpose: The purpose of this study was to determine the relationship of preparedness in
interprofessional Education (IPE) with the abilityof Shared-Decision Making (SDM).
Methods: This study was a quantitative research. IPE is measured using Readiness for
interprofessional Learning Readiness Scale (RIPLS) questionnaire, while the human resources
capacity was measured using the Assessment of interprofessional Team Collaboration Scale (AITCS)
questionnaire. This Research was conducted in December 2015 until March 2016 in Asri Medical
Center. Respondents are consisted of 85 people who were students of co-assistent of medical, co-
assistent of dentistry, co-ners and student of pharmaceutical study program.
Results: There was no relationship between the readiness to interprofessional Education (IPE) with
the ability Shared-Decision Making (SDM) to the students of the Faculty of Medicine and Health
Sciences, University of Muhammadiyah Yogyakarta. It can be seen from the results of Chi-Square
test, the obtained value of p = 0.160.
Conclusion: There is no relationship between the readiness to interprofessional Education (IPE) with
the ability Shared-Decision Making (SDM).

Keywords: Readiness interprofessional Education (IPE), Shared Decision Making (SDM), RIPLS,
AITCS
INTISARI

Latar Belakang: Permasalahan pasien yang kompleks tidak dapat ditangani oleh satu profesi medis,
melainkan harus melibatkan berbagai profesi kesehatan. Praktik kolaborasi diperlukan demi
keselamatan pasien dan meningkatkan kepuasan serta terciptanya mutu pelayanan kesehatan yang
baik. Praktik kolaborasi dapat diterapkan melalui Interprofessional Education (IPE). Dalam
pendekatan interprofessional, salah satu hal yang dibutuhkan adalah Shared-Decision Making (SDM).
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kesiapan dalam Interprofessional
Education (IPE) dengan kemampuan Shared-Decision Making (SDM).
Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Pengukuran kesiapan IPE diukur
menggunakan Readiness for Interprofessional Learning Scale (RIPLS), sedangkan kemampuan SDM
diukur menggunakan Assesment of Interprofessional Team Collaboration Scale (AITCS). Penelitian
dilaksanakan pada Desember 2015 hingga Maret 2016 di Asri Medical Center. Responden terdiri dari
85 orang yang terdiri dari mahasiswa tahap profesi program studi pendidikan dokter, program studi
pendidikan dokter gigi, program studi ilmu keperawatan dan mahasiswa tahap akademik program
studi farmasi.
Hasil Penelitian: Tidak ada hubungan antara kesiapan dalam Interprofessional Education (IPE)
dengan kemampuan Shared-Decision Making (SDM) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji Chi-Square ,
yang diperoleh nilai p = 0,160.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara kesiapan dalam Interprofessional Education (IPE) dengan
kemampuan Shared-Decision Making (SDM).

Kata Kunci: Kesiapan Interprofessional Education (IPE), Kemampuan Shared Decision Making
(SDM), RIPLS, AITCS
PENDAHULUAN lebih profesi belajar tentang dan dari satu

70-80% kesalahan dalam pelayanan sama lain untuk mewujudkan kolaborasi

kesehatan disebabkan oleh buruknya yang efektif dan meningkatkan kesehatan.

komunikasi dan pemahaman di dalam tim Sekelompok mahasiswa tersebut belajar

(WHO, 2010). Dalam dunia kesehatan, bersama selama periode pendidikan

praktik kolaborasi sangatlah penting. tertentu, untuk berkolaborasi dalam upaya

Permasalahan pasien yang kompleks tidak promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif

dapat ditangani hanya oleh satu profesi dan hal lainnya yang berhubungan dengan

medis, melainkan harus melibatkan kesehatan (CIHC, 2009). Manfaat dari

berbagai profesi. Perbedaan status antar pelaksanaan IPE dan kolaboratif dapat

profesi, stereotyping, adanya perasaan mengubah cara berinteraksi petugas

superior dan inferior, serta banyaknya kesehatan dengan profesi lain dalam

tindakan yang bersifat instruksi dari memberikan perawatan pada pasien

profesi lain masih mendominasi praktik (WHO, 2010).

kolaborasi, sehingga perlunya kesepakatan Di dalam pendekatan

antar tenaga kesehatan terhadap praktik interprofessional ada beberapa hal yang

kolaborasi interprofesi yang baik sehingga dibutuhkan, yaitu kemitraan, kerjasama,

dapat meningkatkan mutu pelayanan kolaborasi dan Shared Decision Making

kesehatan (Legare, 2010). (SDM) atau kemampuan membuat

Pada tahun 2007, WHO mengadakan keputusan bersama. Shared Decision

kelompok studi Interprofessional Making (SDM) didefinisikan sebagai suatu

Education (IPE). WHO (2010) proses dimana pilihan kesehatan yang

mendifinisikan pendidikan dibuat oleh praktisi bersama-sama dengan

Interprofessional Education (IPE) sebagai pasien dan berpusat pada perawatan

kesempatan ketika siswa dari dua atau pasien (Legare, 2007). Penanganan pasien
secara interdisiplin baik pada rawat inap menyelenggarakan IPE terhadap

maupun pelayanan kesehatan primer, dapat mahasiswa tahap profesi (Sembodo A,

meningkatkan kepuasan serta mengurangi 2013).

hospitalisasi dan angka kematian. Dengan Berdasarkan fenomena tersebut,

demikian, proses pengambilan keputusan penulis tertarik untuk melakukan

klinis bukanlah monopoli dari satu profesi penelitian tentang hubungan kesiapan

medis. Esensi dari pelayanan interdipsilin mahasiswa profesi dalam IPE dengan

adalah mengutamakan shared expertise kemampuan Shared-Decision Making atau

dan mengurangi personal autonomy kemampuan mengambil keputusan

sehingga terjadi proses berbagi peran. Hal bersama. Subjek yang dipilih adalah

terpenting dari praktik kolaborasi adalah mahasiswa profesi karena mereka dinilai

hubungan saling percaya, menghargai, dan sudah terpapar dengan profesi lain baik di

mampu bekerja sama. primary health care maupun di rumah

Aplikasi IPE telah diterapkan di sakit. Universitas Muhammadiyah

beberapa negara di dunia seperti Amerika Yogyakarta dipilih sebagai tempat

Serikat, Kanada, dan Inggris. Pada tahun penelitian karena belum pernah dilakukan

2010 di Indonesia, Universitas Gadjah penelitian tentang hubungan kesiapan

Mada menyelenggarakan IPE. Fakultas dalam IPE dengan kemampuan SDM di

kedokteran Universitas Gadjah Mada yang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

terdiri dari program profesi kedokteran dan sehingga penelitian ini perlu dilakukan.

ners mempunyai kesiapan yang baik METODE

terhadap IPE (Fauziah, 2010). Fakultas Penelitian ini menggunakan metode

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) penelitian kuantitatif yaitu

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta korelasionalndengan mengkaji hubungan

(UMY) mulai tahun 2013 kesiapan IPE dan kemampuan SDM


dengan pendekatan cross sectional yang antara kesiapan IPE dan kemampuan SDM

menekankan pada waktu menggunakan uji Chi-Square.

pengukuran/observasi data hanya satu kali HASIL DAN PEMBAHASAN

dalam satu waktu dalam periode waktu Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa

tertentu. Total sampel yang digunakan karakteristik responden berdasarkan jenis

dalam penelitian ini adalah mahasiswa kelamin di dominasi oleh perempuan

FKIK UMY tahap profesi Program Studi sebanyak 58 (68,3%) responden. Dikuti

Pendidikan Dokter (PSPD), Program Studi responden berjenis kelamin laki-laki

Pendidikan Dokter Gigi (PSPDG), sebanyak 27 (31,8%) responden. Hasil

Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) perhitungan terhadap umur responden pada

dan mahasiswa S1 Farmasi sebanyak 85 rentang 19 sampai 22 tahun 40 (47,1%)

orang. Penelitian ini berlangsung dari responden, diikuti rentang usia 23 sampai

Desember 2015 hingga Mei 2016. 26 tahun 45 (52,9%) responden.

Kesiapan terhadap IPE diukur Perhitungan berdasarkan program studi

menggunakan Readiness for responden di dominasi oleh program studi

Interprofessional Learning Scale (RIPLS) ilmu keperawatan sebanyak 54 (63,5%)

dan kemampuan SDM diukur responden. Hasil perhitungan berdasarkan

menggunakan Assessment of angkatan responden didominasi oleh

Interprofessional Team Collaboration angkatan 2011 sebanyak 50 (58,8%)

Scale (AITCS). Analisis Data yang responden.

digunakan untuk mengetahui hubungan

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (N=85)


Karakteristik N (%)
Jenis Kelamin
a. Laki-laki 27 31,8
b. Perempuan 58 68,2
Umur
a. 19-22 tahun 40 47,1
b. 23-26 tahun 45 52,9
Program Studi 3 3,5
a. Farmasi 18 21,2
b. Pendidikan Dokter 10 11,8
c. Pendidikan Dokter Gigi 54 63,5
d. Ilmu Keperawatan
Angkatan
a. 2008 1 1,2
b. 2010 31 36,5
c. 2011 50 58,8
d. 2013 3 3,5

Tabel 4.2 menunjukkan sebanyak 45 (52,9%) responden yang tidak siap terhadap praktek

IPE.

Tabel 4.2 Gambaran Kesiapan Mahasiswa Terhadap IPE


RIPLS N %
Siap 40 47,1
Tidak Siap 45 52,9
Total 85 100
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak Hasil penelitian yang dilakukan oleh

52,9% responden tidak siap terhadap IPE. Arkhiyati (2011) menunjukkan komponen

Hal yang perlu diperhatikan dalam teamwork dan kolaborasi menunjukkan

pembelajaran IPE adalah standar nilai tertinggi sedangkan peran dan

kompetensi yang harus mahasiswa capai, tanggungjawab memiliki nilai terendah

sehingga adanya IPE akan memperjelas pada dosen FK UGM. Serupa dengan hasil

kontribusi setiap profesi kesehatan dalam penelitian Yuniawan A (2015), komponen

sistem pelayanan kesehatan. Penelitian paling tinggi adalah teamwork dan

yang dilakukan oleh Yuniawan A (2015) kolaborasi, kemudian identitas profesi dan

menunjukkan kesiapan dosen dalam IPE terakhir adalah komponen peran dan

94,5 % dan dikategorikan baik. Komponen tanggung jawab. Pemahaman peran dan

kesiapan IPE dibagi menjadi tiga, yaitu tanggung jawab masing-masing profesi

team work dan kolaborasi, identitas membuat professional di bidang kesehatan

profesi, peran dan tanggungjawab. dapat memahami apa yang sebenarnya

akan dilakukan tiap-tiap profesi dalam


pekerjaanya sehingga meningkatkan team antar profesi kesehatan tentang peran

work dan kolaborasi (Yuniawan A, 2015). masing-masing.

Oleh karena itu penerapan interprofesional Tabel 4.3 menunjukkan sebanyak 43

sejak tahap akademik dirasakan sangat (50,6%) responden yang tidak mampu

perlu untuk meningkatkan pemahaman dalam shared decision making.

Tabel 4.3 Gambaran Kemampuan Shared Decision Making (SDM)


AITCS N %
Mampu 42 49,4
Tidak Mampu 43 50,6
Total 85 100

Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak meningkatkan kemampuan mengambil

50,6% responden tidak mampu dalam keputusan seseorang. Pengambilan

shared decision making. Pembuatan keputusan merupakan proses yang

keputusan dilakukan oleh seseorang untuk mempengaruhi motivasi intrisik dan

mencapai tujuan (goal). Proses ekstrinsik para pembuat keputusan.

pengambilan keputusan dipengaruhi oleh Hasil penelitian yang dilakukan oleh

beberapa faktor. Faktor-faktor personal Pohancova (2010) menunjukkan hasil

yang menentukan apa yang diputuskan motivasi memiliki korelasi dengan

antara lain kognisi (kuantitas dan kualitas kemampuan mengambil keputusan. Senada

pengetahuan yang dimiliki), motivasi dengan penelitian yang dilakukan oleh

(tujuan yang ingin dicapai sehingga Nasiyati (2014) menyatakan bahwa

diperlukan pengambilan keputusan), dan semakin tinggi motivasi maka kemampuan

sikap (sikap positif dan negatif mengambil keputusan akan meningkat.

menentukan keputusan yang akan diambil) Oleh karena itu sangat dibutuhkan faktor

(Rakhmat,2007). Senada dengan penelitian motivasi yang kuat dalam diri mahasiswa

yang dilakukan oleh Nasiyati (2014), untuk meningkatkan kemampuan dalam

menyatakan bahwa motivasi dapat mengambil keputusan secara selektif


dengan menggunakan rasional dan mampu dalam mengambil keputusan

mempertimbangkan resiko yang (SDM) berjumlah 23 (27,19%) responden,

mengiringi hasil keputusan tersebut. mahasiswa yang siap dalam IPE dan tidak

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa mampu dalam mengambil keputusan

hubungan antara kesiapan dalam IPE (SDM) sebanyak 17 (20,0%) responden.

dengan kemampuan SDM didominasi oleh Sedangkan mahasiswa yang tidak siap

kelompok yang tidak siap mengahadapi dalam IPE dan mampu dalam mengambil

IPE dan tidak mampu dalam mengambil keputusan (SDM) sebanyak 19 (22,4%)

keputusan (SDM) sebanyak 26 (30,6%). responden.

Mahasiswa yang siap dalam IPE dan

Tabel 4.4 Hubungan Kesiapan Terhadap IPE dengan Kemampuan Shared Decision Making

AITCS
P
Tidak OR
Mampu (CI 95%)
Mampu
23 17
Siap 0.160
(27,19%) (20,0%)
RIPLS 1,85 (0,782-
19 26 4,384)
Tidak Siap
(22,4%) (30,6%)

Nilai uji korelasi antara kesiapan menunjukkan bahwa terdapat 17 orang

terhadap IPE dengan kemampuan SDM p= yang tidak siap dalam IPE tetapi mampu

0,160 , nilai tersebut lebih besar dari 0,05 dalam SDM serta 19 orang yang tidak siap

yang berarti tidak terdapat hubungan yang dalam IPE tetapi mampu dalam SDM. Ada

bermakna antara variabel kesiapan hal lain yang dibutuhkan dalam

terhadap IPE dengan kemampuan SDM. pendekatan Interprofesional Shared

Kesiapan bukan hanya faktor yang dapat Decision Making (IP-SDM) yaitu

mempengaruhi dalam kemampuan kolaborasi dan kerjasama.

pengambilan keputusan, hal ini juga Kolaborasi menyatakan bahwa anggota

tampak pada hasil crosstab yang tim kesehatan harus bekerja dengan
kompak dalam mencapai tujuan. Menurut interaksi dalam praktik interprofesi.

Lindeke and Sieckert (2010) kolaborasi Berdasarkan penjelasan tersebut, tidak

merupakan proses komplek yang adanya hubungan dalam penelitian ini

membutuhkan sharing pengetahuan yang dapat disebabkan karna masih kurangnya

direncanakan yang disengaja, dan menjadi kemampuan atau kompetensi mahasiswa

tanggung jawab bersama untuk merawat dalam praktek kolaborasi terutama dalam

pasien. Hal ini dikarenakan praktik pengetahuan dan sikap yang ditunjukkan

kolaboratif sangat diperlukan demi oleh masing-masing profesi.

pelayanan kesehatan yang lebih baik. Bila dilihat dari karakteristik responden

Sehingga tenaga kesehatan dapat berbagi seharusnya didalam penelitian ini kesiapan

peran dan dapat melakukan pengambilan dapat mempengaruhi kemampuan

keputusan secara cepat dan tepat. Dasar- dikarenakan faktor-faktor yang dapat

dasar kompetensi dalam kolaborasi adalah mempengaruhi kesiapan seperti

komunikasi, kepercayaan dan respek, karakteristik umur didalam peneletian ini

memberikan dan menerima feedback, menunjukkan rata rata umur responden

pengambilan keputusan, dan menejemen adalah 23-26 tahun sesuai dengan teori

konflik. (Potter & Perry 2009) usia antara 20-40

Sesuai dengan penelitian yang merupakan periode untuk memilih,

dilakukan oleh Utami L (2015) terdapat menetapkan tanggung jawab, mencapai

hubungan antara sikap dan perilaku kestabilan, dan mulai melakukan

kolaborasi dokter dan perawat terhadap hubungan erat sehingga dapat berpengaruh

kolaborasi interprofesi. Semakin positif terhadap kemampuan pengambilan

sikap dokter dan perawat terhadap keputusan. Tidak terdapatnya hubungan

kolaborasi interprofesi, maka akan antara kesiapan IPE dan kemampuan

semakin baik perilaku kerjasama dan Shared-Decision Making didukung oleh


penelitian yang dilakukan oleh Yuniawan administrasi untuk kegiatan pembelajaran

A (2015) bahwa kesiapan terhadap IPE IPE. Selain itu penyediaan fasilitas,

justru mempunyai hubungan dengan pengajar, standar kurikulum dan

persepsi terhadap IPE. Hal ini dapat terjadi penyelenggaraan IPE juga termasuk dalam

karena adanya persamaan komponen faktor penting yang mempengaruhi proses

diantara kesiapan IPE dan persepsi IPE, pembelajaran IPE. Hal ini yang

yaitu komponen bukti bekerja sama membuktikan bahwa kesiapan terhadap

dengan teamwork dan kolaborasi. Salah IPE tidak memiliki pengaruh terhadap

satu outcome yang diharapkan dalam kemampuan Shared Decision Making

penerapan IPE adalah terjadinya teamwork karena kesiapan IPE bukan hanya factor

dan kolaborasi yang kuat antar yang dapat mempengaruhi kemampuan

professional kesehatan dari disiplin ilmu Shared Decision Making yang dimiliki

yang berbeda. mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Tidak adanya hubungan antara kedua Kesehatan Universitas Muhammadiyah

variable dalam penelitian ini menunjukkan Yogyakarta.

masih banyak faktor yang tidak KESIMPULAN DAN SARAN

berkontribusi dalam hubungan tersebut. A. Kesimpulan

Faktor tentang bagaimana penerapan IPE Berdasarkan dari hasil penelitian dan

dan hambatannya di institusi pendidikan pembahasan yang telah dilakukan,

adalah salah satu yang perlu diperhatikan dapat disimpulkan sebagai berikut:

(Sedyowinarso, 2011). Misalnya 1. Mayoritas responden penelitian tidak

membangun kesepakatan antara tiap siap dalam pembelajaran

program studi, antara fakultas, antara Interprofessional Education (IPE) dan

institusi pendidikan dan rumah sakit tidak mampu dalam Shared Decision

sampai sikronisasi birokrasi dan Making (SDM).


2. Tidak terdapat hubungan kesiapan DAFTAR RUJUKAN

Interprofessional Education (IPE) Arifin, M. 2014. Hubungan


Kemampuan Efikasi Diri Dan
dengan kemampuan Shared Decision Kemampuan Kependidikan Dengan
Kesiapan Menjadi Guru TIK
Making (SDM) pada mahasiswa Mahasiswa Pendidikan Teknik
Informatika. Journal Teknologi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu dan Kejuruan, vol.37.No
2.September 2014.
Kesehatan Universitas
Aryakhiyati, N. (2011). Analisis
Muhammadiyah Yogyakarta. sikap dan kesiapan dosen FK UGM
terhadap interprofessional
B. Saran education (IPE). Skripsi Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
1. Bagi mahasiswa agar bisa Kedokteran Universitas Gadjah
Mada.
meningkatkan dan mengembangkan
Canadian Interprofessional Health
kemampuan dalam interprofessional, Collaborative. 2007.
Interprofessional Education &
seperti teamwork dan kolaborasi Core Competencies.
(http://www.caipe.org.ukdiakses 5
dimulai sejak tahap akademik agar Juni 2015)

memudahkan penerapan di dunia Fauziah, F. A’la, MZ. Astuti F.


Rahayu G.,2010. Interprofessional
kerja. Education (IPE) sebagai Inovasi
Baru Kurikulum Pendidikan
2. Pada penelitian ini masih banyak Profesi Kesehatan: Simulasi
Pembelajaran IPE Mahasiswa FK
aspek yang mempengaruhi UGM. Program Kreativitas
Mahasiswa Penelitian DIKTI.
ketercapaian kesiapan dan keampuan Tidak diterbitkan.

yang belum mampu dikontrol oleh Fauziah, F.A. (2010). Analisis


gambaran persepsi dan kesiapan
peneliti. Oleh karena itu, diperlukan mahasiswa profesi FK UGM
terhadap interprofessional
penelitian lebih lanjut untuk education di tatanan pendidikan
klinik. Skripsi Program Studi Ilmu
mengetahui aspek-aspek yang Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.
mempengaruhi kesiapan IPE dan
Gunawan, N.2010. Actual Self –
kemampuan SDM. Ideal Disrepancy Dalam Perilaku
Pengambilan Keputusan.
Yogyakarta : Universitas Negeri
Yogyakarta
Skripsi, Tesis, dan Instrumen
Interprofessional Education for Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Collaborative Patient-Centered Salemba Medika
Practice (IECPCP).
(http://www.hc-sc.gc.ca/hcs- Oktavia, (2013), Hubungan
sss/hhr-rhs/diakses 2 Juni 2015) Prestasi Akademik, Keterampilan
Psikomotor, dan Kematangan
Jolly, James P. Thomas J. Reynold Emosi Mahasiswa Profesi Ners
dan John W. Slocum JR. (1988). Unsoed Terhadap Kemampuan
Aplication of the Means End Merawat Klien Gangguan Jiwa.
Theoritic for Understanding the
Cognitif Bases of Performance Potter, Patricia A; Perry, Anne
Appraisal. Organzational Behavior Grifin, (2009). Buku Ajaran
Human Decision Proces Journal. Fundamental Keperawatan:
41,153-179 (1988). Academic Konsep, Proses dan Praktek. Edisi
Press Inc. 7. Jakarta: EGC.

Legare F, Stacey D, Gagnon S, Raaij, W Fred Van. (1999).


Dunn S, Pluye P, Frosch D, Economic Psychology Between
Kryworuchko J, Elwyn G, Gagnon Psychology and Economics : an
MP, Graham ID., 2010. Validating Introduction. Applied Psychology :
a conceptual model for an inter- An International Review, 1999, 48
professional approach to shared (3), 263-272
decision making: a mixedmethods
study. J Eval Clin Pract Rahal, M. R. (2012). Identifying
and Motivating Underachievers.
Legare F, Stacey D., Nathalie Alexandria, VA: Educational
Brière., Sophie Desroches., Serge Reseacrh Service
Dumont., Kimberley Fraser., et al.
2011. BMC Health Services Sedyowinarso, M., Fauziah, F. A.,
Research : A conceptual Aryakhiyati, N., Julica, M. P.,
framework for interprofessional Sulistyowati, E., Masriati, F. N.,
shared decision making in home Olam, S. J., Dini, C., Afifah, M.,
care: Protocol for a feasibility Meisudi, R., & Piscesa, S. (2011).
study. Persepsi dan kesiapan mahasiswa
(http://www.biomedcentral.com/14 dan dosen profesi
72-6963/11/23 diakses 3 juni 2015) kesehatanterhadap model
pembelajaran pendidikan
Nasiyati, N. 2014. Hubungan interprofesi. Proyek HPEQ-Dikti
Antara Motivasi Berprestasi Dan
Regulasi Diri Dengan Kemampuan World Health Organisation., 2010.
Mengambil Keputusan. Indonesian Framework for Action on
Journal og Guidance and Interprofessional Education &
Counselinh Theory and Collaborative Practice.
Application. Semarang :
Universitas Negeri Semarang. Yuniawan, A. Persepsi dan
Kesiapan Dosen Terhadap
Nursalam. 2013. Konsep dan Pembelajaran Interprofesional.
Penerapan Metodologi Penelitian Jurnal Keperawatan Soedirman,
IlmuKeperawatan :Pedoman Volume 10, No.2, Juli 2015

You might also like