Professional Documents
Culture Documents
Djoko Purwanto
Abstract
Kenong is one of structural ricikan, along with other ricikans such as kethuk, kempul, and gong,
fill–in reciprocally guiding and creating the tradition of gending karawitan forms Surakartan style.
This study will not elaborate the making of kenong with good quality, instead, it will elaborate the
performing techniques in Javanese karawitan. The studies that been done in libraries in Indonesia
Art Institute of Surakarta (Central Library, Karawitan Department Library, Post Graduate Library)
and personal collections, also audio record collections that been sold commercially or been kept
as personal properties had elaborated several ricikan kenong’s performing techniques. The result
of the study, according to Djojomlojo, kenong performing techniques using terms such as tunggal
rasa, kempyung, salah gumun, tuturan, plesetan, goyang, kerepan, ngganter, and nitir. The
performing or knocking techniques applied in Javanese karawitan, but it is not performed in one
single gending. Instead, they are performed in some separates gending. Besides, there are two
kenong performing techniques that are not categorized on the previous. They are (1) performing
technique in gending Loro–loro Topeng; (2) kenong performing technique in gending palaran.
Through understanding and learning several kenong performing techniques, we will find the more
komprehensive karawitan aesthetic in Javanese tradition karawitan surakarta style.
ricikan ini bertugas dan berfungsi memberikan tongkat pendek dengan desain tertentu,
batas-batas yang jelas dari sebuah susunan panjangnya antara 25cm s/d 30cm. Salah satu
atau bangunan dari sebuah bentuk. Bangunan ujung tongkat tersebut dibalut dengan kain dan
atau bentuk dimaksud disini adalah susuna di bagian luar dililit dengan semacam tali terbuat
sebuah lagu dengan keterukuran panjang dari anyaman benang yang disebut pluntur.
pendeknya melodi yang kemudian disebut Warna dari pluntur yang sering digunakan
gending. Batasan-batasan tersebut dengan adalah warna merah, sedang warna-warna lain
konsisten dilakukan, dimainkan, dan disajikan disesuaikan menurut selera pemakai.
oleh ricikan struktural tersebut. Melalui batasan Ricikan kenong dalam konteks sajian
yang dilakukannya terhadap susunan lagu karawitan kurang mendapat perhatian. Selain itu,
(gending) maka muncul sebuah bentuk. Maka tidak banyak orang, bahkan mungkin tidak ada
dalam tradisi karawitan Jawa Gaya Surakarta yang berkeinginan untuk menggeluti ricikan ini
terdapat bentuk-bentuk seperti lancaran, secara serius. Memang ricikan ini mungkin tidak
srepegan, ayak-ayakan, ketawang, ladrang, memberikan atau menjanjikan banyak
gending dan lain sebagainya (Martopangrawit, tantangan. Lebih ekstrimnya lagi bahwa menjadi
1972:7-14). Salah satu tugas dan fungsi ricikan pengrawit (penabuh) ricikan struktural (kethuk,
kenong adalah memberi penekanan dan kenong, kempul, dan gong) tidak perlu belajar/
penegasan tentang bentuk-betuk tersebut berlatih secara khusus. Tidak perlu berlatih
melalui konvensi dan aturan pada karawitan secara khusus dan intensif seperti ricikan rebab
tradisi gaya Surakarta. Semua bentuk tersebut atau gender barung, atau kendang. Dengan kata
dengan mudah dapat diidentifikasi melalui lain proses pembelajaran dari para penabuh,
ricikan struktural ini dan salah satunya adalah pemain, atau pengrawit ricikan struktural
ricikan kenong. Dengan jumlah hitungan dilakukan pada saat belajar menabuh secara
sabetan balungan yang tetap, maka ricikan bersama-sama dengan ricikan lain dan
struktural akan memberikan tanda, batasan yang kemungkinan juga pada saat mereka melakukan
jelas melalui pukulan atau sajiannya sesuai pentas. Apabila yang terjadi demikian dapat di
dengan aturannya masing-masing yang terdapat istilahkan sambil menyelam minum air, artinya
di dalam karawitan Jawa. belajar sambil terlibat dalam pergelaran.
Kenong, baik untuk laras slendro Sementara di institusi formal seperti Sekolah
maupun laras pelog pada prinsipnya adalah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI)
ricikan individu, dalam arti urutan untuk Surakarta, dan juga Institut Seni Indonesia (ISI)
menyusun pencon tidak harus selalu urut dari Surakarta, tidak memberikan pembelajaran atau
nada rendah ke nada tinggi atau sebaliknya dari perhatian khusus terhadap ricikan kenong,
nada tinggi ke nada rendah, tetapi bisa disusun seperti halnya pada ricikan rebab, kendang,
menurut keperluan. Dikatakan individu, karena gender barung, gambang, dan siter.
rancakan untuk menyangga setiap pencon pun Pembelajaran ricikan kenong hanya diberikan
juga berdiri sendiri-sendiri. Artinya satu pencon secara sepintas dan bisa dikatakan sambil lalu
satu rancakan dan tidak harus selalu bersamaan dengan ricikan struktural lainnya.
menggunakan rancakan tertentu (tidak harus Pembelajaran yang demikian pun sudah cukup
selalu sama). Idealnya rancakan ini dibuat satu untuk menghantarkan siswa dan atau
pencon untuk satu rancakan (ini yang terdapat mahasiswa (pebelajar) memahami dan
di perangkat gamelan gaya Yogyakarta). Untuk mempraktikkan ricikan kenong. Karena
gaya Surakarta biasanya dalam satu rancak posisinya yang kurang mendapat perhatian dan
kenong berisi dua atau tiga pencon kenong. dianggap kurang penting ini, maka tidak ada
Rancakan berbentuk persegi panjang yang berisi pengrawit yang mengkhususkan diri sebagai
dua atau tiga pencon kenong, memberi peluang pemain kethuk, kenong, kempul, dan atau gong.
rancakan (kotak) bagian luar untuk di ukir atau Namun demikian, ada beberapa seniman
diberi lukisan atau gambar ornamen tertentu. pengrawit yang biasa duduk di bagian ricikan
Tabuh yang digunakan untuk membunyikan struktural tersebut dan sering memainkan
ricikan kenong pada prinsipnya adalah sebuah ricikan ini, sehingga pengrawit tersebut
pada setiap bentuknya disajikan dengan Dalam contoh bentuk lancaran, dengan
menggunakan sabetan atau hitungan atau pulse batasan yang dilakukan masing-masing ricikan
yang tetap. Dikatakan dengan hitungan (sabetan secara ajeg, maka dengan mudah diidentifikasi,
balungan) yang tetap, karena setiap bentuk apabila terdengar pola yang semacam ini maka,
gending memiliki hitungan (sabetan) yang tetap. dapat dikatakan gending/lagu tersebut berbentuk
Pada akhir dari hitungan akan ditandai dengan lancaran. Demikian juga pada bentuk-bentuk
pukulan gong. Untuk pembahasan kali ini (gong gending yang lain, bahwa ricikan kenong,
sebagai penanda) yang dimaksud adalah bentuk kempul, dan gong menempati pukulan (sabetan
gending lancaran, ketawang, ladrang dan balungan) yang teratur pula, sehingga
gending kethuk kerep dan gending kethuk mencirikan bentuk-bentuk tertentu dalam
arang, serta bentuk-bentuk inggah. Sementara karawitan. Jalinan tabuhan ketiga ricikan ini
itu bentuk srepeg, sampak, ayak-ayak, kemuda, sangat jelas dan membentuk rasa yang dinamis,
jineman, langgam, dan bentuk-bentuk lain yang teratur, penuh semangat. Rasa dinamis ini akan
tidak konvensional, strukturnya tidak ditentukan lebih terasa mendalam dan mantap ketika
oleh ricikan gong sebagai penanda kembalinya batasan-batasan yang dilakukan oleh ricikan
pada hitungan pertama. kenong dan kempul menggunakan nada yang
Untuk sabetan atau hitungan (pulse) sesuai dengan lagu yang sedang dimainkan.
tetap salah satu contohnya adalah bentuk Rasa yang ditimbulkan akan lebih mendalam
lancaran. Dalam bentuk lancaran, ricikan dan lebih mantap lagi ketika batasan yang
kenong akan memberikan batasan atau tanda dilakukan oleh ricikan kenong dan kempul tidak
pada sabetan (pukulan) ke empat dan sekedar mengikuti alur lagu, tapi lebih
kelipatannya (8, 12, dan 16). Setelah mencapai memberikan tafsir rasa, arah, tuntunan, dan
sabetan atau hitungan ke enambelas dimulai garap terhadap jalannya lagu yang sedang
lagi menghitung dari sabetan pertama. Begitu berlangsung. Oleh sebab itu, Djojomlojo
seterusnya diulang kembali sampai ke sabetan menggunakan istilah-istilah misalnya; salah
ke enambelas lagi. Ini dilakukan secara gumun, tuturan, plèsètan, kempyung, titiran, dan
konsisten sampai gending/lagu tersebut lain sebagainya untuk pukulan ricikan kenong.
berhenti. Demikian juga ricikan kempul akan Karena istilah tabuhan kempul sama seperti
memberikan batasan pada sabetan ke dua, ke- yang terdapat pada tabuhan kenong, artinya
enam, ke sepuluh dan ke duabelas pada bentuk tabuhan kempul tidak sekedar memukul nada-
lancaran. Namun untuk alasan estetik, maka nada dari sebuah lagu/gending, tetapi juga harus
pukulan kempul pertama (di sabetan kedua) menafsir seperti yang dilakukan oleh ricikan
dihilangkan karena bunyi (suara) atau gaung kenong. Permasalahannya adalah bahwa
gong masih terdengar sangat kuat (terutama tabuhan kenong, kempul, dan gong diperlukan
pada irama lancar dan atau tanggung), sehingga sebuah penafsiran dari para pengrawit atau
pukulan kempul pertama tidak diperlukan. senimannya, maka menurut saya cukup
Alasan kedua yaitu untuk memberikan rasa menarik untuk dibicarakan dalam konteks sajian
sèlèh yang lebih mantap, dalam (panjang) dan estetika karawitan.
terhadap ricikan gong. Ini alasan untuk bentuk Satu tingkat di atas lancaran adalah
lancaran, namun demikian alasan ini juga bentuk ketawang. Ricikan kenong pada bentuk
berlaku untuk bentuk-bentuk lain seperti bentuk ketawang dalam setiap gong hanya memberikan
ketawang dan ladrang. Alasan lain adalah untuk penegasan atau menabuh sebanyak dua kali.
membedakan sajian karawitan gaya Surakarta Sementara jumlah sabetan, pukulan, dalam
dengan karawitan gaya Yogyakarta. Karawitan bentuk ketawang ini sama dengan lancaran yaitu
Gaya Yogyakarta, pukulan kempul untuk bentuk enambelas (16) sabetan balungan atau
lancaran berjumlah 4 pukulan yaitu pada sabetan hitungan. Oleh sebab itu tabuhan kenong pada
ke dua, ke enam, ke sepuluh dan ke duabelas. bentuk ketawang lebih jarang yaitu hanya pada
Sedangkan ricikan gong akan memberi batasan sabetan ke delapan dan sabetan ke enambelas.
pada setiap pukulan (sabetan balungan) ke- Namun demikian ricikan kenong menjadi
enambelas (16). penanda yang sangat penting, dan
membutuhkan penafsiran garap yang cukup
kompleks dari setiap gendingnya. Tabuhan kerep adalah menunjukkan jarak pukulan kethuk
kenong pada bentuk ketawang merupakan satu ke kethuk berikutnya berjarak delapan (8)
tujuan sementara sebelum akhirnya menuju sabetan balungan. Sementara kethuk arang
tujuan utama yaitu tabuhan gong. Pada sèlèh - pada prinsipnya menunjukkan jarak pukulan
sèlèh kenong inilah ricikan garap dan kethuk satu ke kethuk berikutnya berjarak
kemungkinan vokal tunggal maupun bersama enambelas (16) sabetan balungan. Sedangkan
mengarahkan tujuannya (garap, tafsir, wilet, kata bilangan yang menyertai misalnya loro (2),
cengkok, kembangan dan lain sebagainya). papat (4), wolu (8), menunjukkan jumlah pukulan
Sajian kenong pada bentuk ladrang kethuk dalam satu kenongan (lebih jelasnya
terdapat empat pukulan dalam setiap gong. baca Joko Purwanto, Jurnal Gelar, volume 8, No
Masing-masing pukulan berjarak delapan (8) 2, 2010). Jumlah pukulan kethuk, baik kerep
sabetan balungan. Dengan demikian pukulan maupun arang pada bagian mérong menjadi
kenong pada bentuk ladrang berada pada penanda sebuah kalimat lagu. Kadang-kadang
sabetan balungan yang ke delapan, enambelas, bahkan mungkin sering penanda ini tidak pas
duapuluh empat, dan tigapuluh dua. Setelah atau mungkin dirasa kurang tepat. Namun
sabetan balungan yang ke tigapuluh dua, akan demikian menurut Martopangrawit kethuk
dimulai lagi dari awal atau hitungan pertama. menjadi pointer-pointer kecil untuk penanda
Perbedaan tabuhan kenong pada bentuk kalimat lagu dalam konsep padang-ulihan.
ladrang dengan ketawang adalah pada jumlah Untuk lebih jelasnya tentang konsep padang-
pukulan pada setiap gongnya. Jika pada bentuk ulihan dapat dibaca Martopangrawit,
ketawang dalam satu gongan terdapat dua Pengetahuan Karawitan Jilid I dan II, 1976. Inilah
pukulan kenong, sementara pada bentuk ladrang salah satu yang menjadi ciri dari masing-masing
terdapat empat pukulan kenong dalam satu bentuk gending dalam karawitan Jawa. Berikut
gongan. Pada bentuk ladrang, setiap pukulan ini akan dijelaskan secara garis besar setiap
kenong biasanya merupakan tujuan sementara bentuk gending mérong, hubungannya dengan
untuk ricikan garap, dan semua sèlèh tersebut fungsi kenong sebagai penanda struktural.
bermuara pada satu titik yaitu sèlèh gong. Pada Bentuk gending kethuk loro kerep, dalam
sèlèh -sèlèh Kenong itulah biasanya kalimat lagu satu gongan terdapat empat pukulan ricikan
menuju sebuah titik atau sebuah sèlèh tertentu. kenong. Sedangkan pukulan kenong satu ke
Pada sèlèh -sèlèh tertentu inilah ricikan garap kenong berikutnya pada bentuk gending ini
mengembangkan tafsir garapnya dan membuat sudah tetap yaitu berjarak enambelas sabetan
wiletan, kembangan serta mengaplikasikan balungan atau pukulan balungan. Jarak pukulan
cengkok-cengkoknya untuk menuju sebuah titik. kenong ini menjadi salah satu ciri bentuk gending
Ricikan kenong pada bentuk ladrang juga kethuk loro kerep. Lebih rinci lagi yaitu bahwa
sangat penting dan membutuhkan penafsiran ricikan kenong pada bentuk kethuk loro kerep
garap yang cukup kompleks dari sebuah sajian ini salah satunya adalah berfungsi sebagai
gending. penanda sebuah kalimat lagu. Selain itu jatuhnya
Sajian kenong atau pukulan kenong pada sabetan kenong juga menjadi tujuan sèlèh
bentuk gending, dibedakan menjadi beberapa sementara bagi seluruh ricikan garap dan
kategori bentuk diantaranya; bentuk gending penyaji vokal baik vokal sinden (swarawati)
kethuk loro kerep, bentuk gending kethuk papat maupun gérong, bagi gending yang bisa atau
kerep, bentuk gending kethuk wolu kerep, bentuk ada gérongnya. Tujuan sèlèh utama dari setiap
gending loro arang, bentuk gending papat arang, kalimat lagu adalah tabuhan kenong ke-empat
bentuk ketawang gending kethuk loro kerep, yang bersamaan dengan ricikan gong. Baik
bentuk ketawang gending kethuk loro arang. sèlèh sementara maupun sèlèh utama inilah
Bentuk gending kethuk kerep dan atau kethuk sebagai acuan bagi seluruh ricikan garap dan
arang adalah sebagai penanda yang hanya vokal dalam mengembangkan tafsir garapnya,
digunakan pada bentuk mérong, sedangkan baik wiletan maupun cengkok-cengkoknya.
pada bentuk inggah tidak digunakan istilah kerep Konsep padang-ulihan yang dikembangkan oleh
dan arang. Terdapat dua kata kunci disini yaitu Martopangrawit salah satunya juga mengacu
kethuk kerep dan kethuk arang. Pada prinsipnya pada sèlèh -sèlèh kenong ini. Perlu dicatat
bahwa terdapat banyak gending karawitan gaya Jalaga pelog lima, dan Bondet pelog barang.
Surakarta yang memiliki lebih dari satu gongan Sedangkan untuk gending Rebab ada 7
mérong. Beberapa gending dimana gongan gendhing yaitu Agul-agul pelog lima, Jalaga
mérong kedua disebut ngelik, namun banyak Pelog lima, Paseban pelog nem, Semang pelog
juga mérong-mérong berikutnya tidak ada nem, Mundhuk Pelog nem. Gonjang Anom
indikasi ngelik. pelog nem, dan Gonjang Anom Bedaya pelog
Bentuk gending kethuk papat kerep, nem.
dalam satu gongan terdapat empat pukulan Bentuk gending kethuk arang seperti
ricikan kenong. Jarak antara pukulan kenong sudah disinggung pada paragraf sebelumnya,
satu ke kenong berikutnya pada bentuk kethuk yaitu jarak pukulan antara kethuk satu ke
papat kerep adalah tigapuluh dua (32) sabetan berikutnya terdiri dari enambelas sabetan
atau pukulan balungan. Salah satu ciri dari balungan. Pembedanya adalah bahwa jika
bentuk gending kethuk papat kerep adalah jarak kethuk loro arang artinya dalam satu kenongan
pukulan kenong ini. Jatuhnya sabetan kenong hanya terdiri dari dua pukulan kethuk, sedangkan
pada bentuk ini tidak jauh berbeda dengan untuk kethuk papat artinya dalam satu kenongan
bentuk gending kethuk loro kerep yaitu sebagai terdapat empat pukulan kethuk.
tujuan sèlèh sementara bagi seluruh ricikan Bentuk gending kethuk loro (2) arang,
garap dan penyaji vokal terutama swarawati atau dalam satu gongan terdiri dari empat kenongan.
sinden. Sedangkan tujuan sèlèh akhir adalah Pukulan kenong satu ke kenong berikutnya
pukulan kenong ke-empat yang bersamaan berjarak tigapuluh dua (32) sabetan balungan.
dengan pukulan ricikan gong. Sesuai dengan Secara jumlah pukulan balungan kethuk loro
kategori dari bentuk ini yaitu kethuk papat (4) arang ini sama dengan kethuk papat kerep, yang
kerep, artinya dalam satu kenongan terdiri dari membedakan adalah jumlah kethuk di setiap
empat pukulan kethuk dalam satu kenongan. kenongnya. Selain itu tentu kalimat-kalimat
Salah satu fungsi tabuhan kethuk maupun lagunya juga berbeda, ini sangat tergantung
kenong adalah sebagai acuan dalam melihat pada lagu atau gendingnya. Pada bentuk ini
konsep padang-ulihan. fungsi kenong tidak jauh berbeda dengan bentuk
Demikian pula pada bentuk gending kethuk kerep, yaitu sebagai acuan garap dan
kethuk wolu kerep dalam satu gongan terdiri dari acuan sèlèh sementara, dan sèlèh akhir yaitu
empat pukulan ricikan kenong. Pukulan kenong pada sèlèh gong.
satu ke kenong berikutnya adalah kelipatan dari Bentuk gending kethuk papat (4) arang,
bentuk gending kethuk papat, yaitu 64 sabetan dalam satu gongan terdiri dari empat kenongan.
balungan. Jarak pukulan kenong inilah yang Sedangkan jarak pukulan kenong satu ke kenong
juga menjadi salah satu ciri dari bentuk gending berikutnya berjarak enampuluh empat (64)
kethuk wolu kerep. Jatuhnya tabuhan kenong, sabetan balungan. Jumlah sabetan dalam satu
salah satunya adalah sebagai tujuan sèlèh kenongan bentuk ini setara dengan satu gongan
sementara dari ricikan garap, dan kesemuanya bentuk kethuk loro kerep. Dengan kata lain
itu akan bermuara pada sèlèh akhir yaitu pada jumlah sabetan balungan dalam satu kenongan
sabetan gong yang bersamaan dengan sabetan kethuk papat arang sama dengan satu
kenong ke empat. Sesuai dengan judul pada kenongan bentuk wolu kerep. Jika dilihat jumlah
bentuk ini yaitu kethuk wolu (8) kerep, artinya sabetan dalam satu kenongan untuk menuju
jumlah tabuhan dalam satu kenongan ada kenong atau sèlèh sementara cukup panjang/
delapan tabuhan kethuk. Apabila kethuk menjadi lama, artinya kalimat lagu pada bentuk ini bisa
penanda sebuah kalimat lagu, berarti pada dikatakan cukup panjang pula.
bentuk ini kalimat lagunya dapat dikatakan Bentuk ketawang gending adalah dalam
pendek-pendek. Namun dalam praktiknnya satu gongan terdiri dari dua kenongan. Dalam
kenyataannya tidak demikian adanya. Dalam satu kenongan terdiri dari enambelas (16)
catatan Gendhing-Gendhing Jawa Gaya sabetan balungan. Khusus untuk bentuk
Surakarta oleh Mloyowidodo, untuk bentuk Ketawang Gending hanya ada satu bentuk yaitu
gending kethuk wolu kerep hanya ada tiga kethuk kerep, dan tidak ada bentuk kethuk
gending Bonang yaitu; Pangrawit Pelog lima, arang. Ricikan garap ngajeng terutama ricikan
kendang menyesuaikan pada bentuk ketawang bentuk inggah tabuhan ricikan kethuk
ini. Karena pembeda antara bentuk gending dikombinasikan dengan ricikan kempyang,
dengan empat (4) kenongan dan bentuk gending kedua ricikan ini membuat jalinan secara ajeg
ketawang dengan dua (2) kenongan tidak terlihat (tetap). Jumlah kethuk dalam satu kenongan
jelas di dalam kalimat lagu atau padang- ulihan, menandakan bahwa jarak pukulan antara
oleh sebab itu pengrawit kenong harus dapat kenong satu ke kenong berikutnya berjarak
menguasai dan mengetahui mana yang kelipatannya. Misalnya apabila bentuk inggah
ketawang gending, dan mana yang bukan. kethuk papat jarak pukulan kenong satu ke
Dalam judul gending sering tidak disebutkan, kenong berikutnya berjarak enambelas sabetan
namun semua pengrawit biasanya mengetahui atau pukulan balungan. Apabila kethuk wolu
mana yang ketawang gending dan mana yang artinya jarak pukulan kenong satu ke pukulan
bukan. Beberapa gending yang termasuk dalam kenong berikutnya tigapuluh dua (32) sabetan
bentuk Ketawang Gending antara lain; Gd. Kawit, balungan, demikian pula kethuk nembelas
slendro manyura; Gd. Kabor, slendro nem; Gd. berjarak enampuluh empat (64) sabetan
Karawitan, slendro nem; Gd. Alas Padang, balungan atau pukulan balungan.
slendro manyua; Gd. Gondokusuma, slendro Demikian uraian tentang bentuk gending
sanga; Gd. Ela-ela Kalibeber, slendro sanga; ditinjau dari pukulan ricikan kenong. Apa yang
Gd. Lagudempel, slendro sanga; Gd. Merak sudah dipaparkan adalah bentuk gending yang
Kesimpir, slendro manyura; Gd. Sumedhang, umum artinya tidak ada pengecualian. Dalam
pelog nem; Gd. Angun-angun, pelog barang; Gd. gending tradisi Jawa gaya Surakarta walaupun
Boyong, pelog barang; dan masih banyak lagi. tidak banyak jumlahnya, namun ditemukan
Mestinya perbedaan bentuk Ketawang Gending pengecualian-pengecualian di antaranya, jumlah
dan bentuk Gending bisa dilihat dari kalimat lagu, kenongan dalam satu gongan, jumlah sabetan
namun ini sangat sulit, dan perlu ada penelitian dalam satu kenongan dan lain-lain. Beberapa
khusus tentang hal ini. gending yang termasuk dalam pengecualian
Semua bentuk Gending yang sudah tersebut antara lain; Gd. Srundeng Gosong,
dibicarakan tersebut adalah ciri pembentuk pelog nem, dimana pada kenong ke empat (4)
secara fisik, terutama posisi ricikan kenong. terdapat enam gatra atau duapuluh empat (24)
Namun secara rinci, ciri masing-masing gending sabetan balungan dalam satu kenongan. Gd.
terdapat pada detail dari setiap gending. Panjang Majemuk, slendro nem, terdapat lima (5)
pendeknya kalimat lagu, padang-ulihan dari kenongan dalam satu gongan, baik dalam
kalimat lagu, padang-ulihan dari setiap kenong mérong maupun pada inggahnya. Gd. Laler
dari masing-masing bentuk sangat berbeda- Mengeng, slendro sanga, pada Kenong ke-
beda. Selain itu pola kendang dari tiap-tiap empat (4) berubah bentuk menjadi kethuk
bentuk juga berbeda-beda. Dari ketidak samaan kerep. Dengan perubahan itu maka jumlah
pola kendangan, kalimat lagu, padang-ulihan dan sabetan dalam satu kenongan menjadi
lain sebagainya, posisi sèlèh kenong inilah yang berkurang, yaitu menjadi enambelas (16)
menjadi salah satu acuan bagi ricikan garap sabetan balungan sedangkan kenongan
untuk membuat dan menginterpretasikan sebelumnya berjumlah tigapuluh dua (32)
garapnya bermuara dan atau menjadi tujuan sabetan balungan. Gd. Miyanggong, pelog nem,
sèlèh . adalah gending kethuk loro (2) arang, namun
Pukulan kenong pada bentuk inggah pada kenong ke tiga dan ke empat berubah
dibedakan menjadi inggah kethuk papat (4), menjadi kethuk kerep. Gd. Tunjung Karoban,
kethuk wolu (8), dan kethuk nembelas (16). slendro nem, baik mérong maupun inggah terdiri
Bilangan empat, delapan, dan enambelas adalah dari lima (5) kenongan. Gd. Gendrèh Kemasan,
menunjukkan jumlah pukulan kethuk dalam satu slendro sanga, bentuk pada mérong terdiri dari
kenongan. Artinya setiap empat pukulan kethuk kethuk 2, 4, dan 3 arang. Jadi dalam satu
satu kenongan. Untuk kethuk wolu (8) artinya gongan jumlah sabetan balungan pada tiap-tiap
setiap delapan pukulan kethuk akan diakhiri kenong berbeda-beda. Kasus yang sama persis
dengan satu pukulan kenongan. Demikian pula dengan Gendrèh Kemasan terjadi pada gending
untuk kethuk enambelas (16). Sedangkan pada Daradasih slendro sanga. Gd. Montro Madura,
slendro manyura, pada mérong kethuk loro (2) adalah sama, Misalnya dalam sajian gending
arang, namun pada kenong ke tiga dan ke empat tertentu terdapat tabuhan kenong mlèsèt 3
berubah menjadi kethuk kerep. Gd. Rimong, (dhadha) atau mlèsèt 5 (lima) dan sebagainya.
pelog barang, pada bagian mérong terdiri dari Demikian juga untuk ricikan kempul juga
kethuk empat (4) dan kethuk loro (2) arang. Gd. digunakan istilah mlèsèt misalnya tabuhan
Maraséba, pelog barang, pada mérong kenong kempul mlèsèt 1 (penunggul) atau yang lainnya.
ke dua berbentuk kethuk telu (3) arang. Terdapat sembilan istilah untuk pukulan ricikan
Beberapa gending tersebut yang dapat kami kenong dan atau kempul yaitu; tunggal rasa,
temukan yang memiliki beberapa pengecualian kempyung, salah gumun, tuturan, plèsètan,
baik jumlah sabetan, kenongan maupun gatra. goyang atau sungsun, kerepan, ngganter, dan
Data tersebut kami peroleh dari data Gending- nitir. Sementara itu seluruh istilah yang sudah
gending Jawa Gaya Surakarta susunan disebutkan ini oleh sebagian para pengrawit/
Mloyowidodo 1976. penabuh kenong atau kempul disebut mlèsèt.
Padahal kata mlèsèt dan atau plèsètan adalah
Permainan Ricikan Kenong hanya salah satu istilah dalam pukulan sajian
kenong atau kempul.
Terlepas dari permasalahan di atas, Kata mlèsèt adalah kata bahasa Jawa
menurut hemat saya menjadi pengrawit atau yang artinya mlétré, mingset, ora nuhoni janji,
sebagai pengrawit kenong, kempul, dan gong nyimpang saka lajer, ora pener, (W.J.S.
tidaklah mudah. Terutama apabila dihubungkan Poerwadarminta, 1937:320) dalam pengertian
dengan sajian karawitan dan estetika karawitan, tidak sesuai dengan yang dituju. Kaitannya
mereka dituntut menguasai banyak repertoar dengan karawitan, apabila jatuhnya nada
gending tradisi karawitan Jawa Gaya Surakarta. kenong pada melodi tertentu dalam sebuah lagu
Ketika hanya mengikuti prosedur yang sudah tidak sesuai dengan nada balungan, maka
tertuang dalam judul gending, yaitu bentuk- disebut mlèsèt. Namun tidak semua nada
bentuk gending tradisi karawitan, mungkin tidak kenong yang tidak sesuai dengan balungan
akan menemui kesulitan. Karena bentuk disebut mlèsèt. Menurut saya kata mlèsèt itu
gending sudah memberikan petunjuk, tuntunan sendiri digunakan kurang tepat atau salah
(guideline) kepada pemain ricikan struktural kaprah baik untuk tabuhan ricikan kenong
untuk melakukan sajiannya sesuai dengan maupun ricikan kempul. Apapun susunan
aturan, konvensi-konvensinya. Namun tidak balungannya, apabila nada kenong tidak sama
hanya sampai di situ saja sebagai seorang dengan nada sèlèh kenong sering disebut
pengrawit. Mereka dituntut mampu menafsir mlèsèt. Padahal menurut Djojomlojo terdapat
disesuaikan dengan rasa, kemantapan terhadap beberapa peristilahan untuk menyebut nada
gending yang sedang disajikan. Banyak gending kenong yang tidak sama dengan balungannya.
yang memerlukan penafsiran bagi penabuh Istilah-istilah itu muncul dari susunan balungan
kenong dan juga penafsiran ricikan struktural atau susunan lagu yang sangat kompleks dan
lainya terutama hubungannya dengan rasa. bervariasi. Sehingga kurang tepat dan tidak logis
Maka muncul beberapa istilah di dalam ketika semua perbedaan sèlèh pada tabuhan
penyajian kenong. Oleh sebab itu pengrawit kenong itu disebut sama yaitu mlèsèt.
kenong dituntut menguasai berbagai repertoar Bagi pemula (pembelajar) karawitan
gending tradisi karawitan Jawa Gaya Surakarta. tentu permasalahan ini akan dipandang ruwet
Bagaimana mereka mengetahui kapan harus (complicated), ketika harus juga menghafal
mlèsèt, tuturan, kempyung, dan lain sebagainya nama-nama istilah yang digunakan untuk
kalau mereka tidak menguasai repertoar sebuah tabuhan. Sementara itu juga harus
gending. Mungkin istilah-istilah ini tidak asing di menghafal beberapa melodi balungan sebagai
kalangan para pengrawit, namun belum tentu awal dari sebuah pembelajaran untuk semua
istilah ini dimengerti dan dipahami oleh para ricikan. Namun demikian, semua ini saya rasa
pembelajar karawitan dewasa ini. penting, agar diketahui asal-usul mengapa ada
Menurut Djojomlojo istilah yang istilah kempyung, tuturan, tungal rasa, dan lain
digunakan untuk tabuhan kenong dan kempul sebagainya untuk ricikan kenong atau kempul,
dan apa alasannya. Selain alasan yang mungkin kenong tertentu, dengan nada kempyungnya.
lebih konseptual (akademis), alasan rasa dan Nada kempyung yang dimaksud disini adalah
kemantapan bagi pengrawit yang bersangkutan nada yang berjarak dua langkah di atas nada
menjadi salah satu pertimbangan utama. sèlèhnya. Misalnya melodi balungan yang
Kesemuanya ini sangat berkait dan berpengaruh berakhir dengan nada Kenong 1(ji), tetapi
terhadap estetika karawitan. pemain kenong menabuh nada 5 (ma). Ini
Hubungannya dengan estetika karawitan adalah yang dinamakan penafsiran kempyung
paling tidak ada dua alasan, yaitu alasan yaitu dua nada di atas nada sèlèh. Mencermati
musikologis, dan alasan kemantapan. Alasan apa yang terjadi pada penyajian karawitan gaya
musikologis yaitu adanya istilah-istilah yang Surakarta, kenong yang menggunakan teknik
disampaikan oleh Djojomlojo. Munculnya istilah kempyung lebih banyak digunakan pada
itu disebabkan karena susunan balungan atau gending-gending laras slendro pathet sanga, dan
susunan lagu yang sangat variatif dan juga gending-gending laras pelog pathet lima dan
kompleks, dimana semua itu kurang tepat dan pelog pathet nem yang mengacu pada garap
tidak logis apabila disebut mlèsèt. Sedangkan slendro sanga, (wawancara Suraji, 23 Maret
alasan kemantapan adalah bergantung kepada 2013). Misalnya pada balungan berikut . . 3
2 . 1 2 y 2 2 . . 2 3 2 n1
seniman atau pengrawit kenong atau kempul itu
sendiri. Dalam hal ini pengalaman menabuh
Pada jatuhnya kenong nada 1 (ji), tetapi pemain
sebagai pengrawit kenong atau kempul menjadi
kenong memukul nada 5 (ma). Nada 5 (ma),
sangat penting. Disamping itu pengetahuan dan
adalah nada kempyungnya nada 1 (ji).
pengalaman tentang pementasan atau sajian
Penggunaan teknik ini hanya berlaku pada
karawitan juga sangat menunjang kemantapan
balungan pada wilayah nada rendah dan sedang,
seorang pengrawit kenong atau kempul.
sedangkan untuk balungan nada tinggi teknik ini
Kesembilan teknik tabuhan kenong yang
tidak berlaku.
sudah disebutkan dimuka, itulah yang sering
Permainan dengan teknik kempyung ini
digunakan atau diaplikasikan oleh para penabuh/
juga berlaku untuk ricikan kempul. Namun
pengrawit kenong dalam karawitan Jawa Gaya
demikian tidak semua sèlèh kempul
Surakarta. Untuk lebih jelasnya dari masing-
menggunakan teknik kempyung, hanya pada
masing teknik tabuhan sajian kenong, dimaksud
garap-garap tertentu teknik ini digunakan. Teknik
akan diuraikan sebagai berikut.
ini juga hanya berlaku untuk nada-nada rendah
dan nada-nada sedang, sementara unuk nada-
Tunggal rasa, adalah penafsiran teknik
nada tinggi tidak berlaku. Misalnya frase melodi
pukulan kenong dimana nada kenong
didasarkan atas nada jatuhnya kenong pada 6 5 2 p1 3 2 1 ny 2 3 2 p1 5 3
sebuah lagu atau gending. Teknik ini tidak perlu 2 n1 pada pathet slendro sanga, dimana di
menafsir pukulan kenong, karena nada yang
kedua frase tersebut jatuhnya nada Kempul
akan dimainkan oleh seorang penyaji kenong
adalah nada 1 (ji), tetapi pemain kempul
adalah menyesuaikan nada jatuhnya kenong
memukul nada 5 (ma) sebagai nada
pada sebuah lagu atau gending. Contoh, apabila
kempyungnya. Ini bisa dilakukan demikian
notasi pada sèlèh kenong nada 5 (ma), maka
apabila kalimat lagu atau gatra berikutnya tidak
penyaji kenong juga memainkan nada 5 (ma).
terdapat atau memerlukan tafsir garap lain.
Teknik ini dilakukan untuk sebuah melodi
Tetapi apabila gatra berikutnya memerlukan atau
balungan yang setelah kenong tidak diikuti
ada tafsir garap untuk tuturan atau mlèsèt atau
dengan melodi balungan tertentu. yang lainnya tentu saja konsep kempyung tidak
Misalnya 2 1 2 y 2 1 y nt nada sèlèh berlaku. Acuan tafsir garap tersebut bisa melalui
pada kenong adalah nada 5 dan penyaji kenong garap rebab, vokal, atau garap ricikan lainnya.
juga memukul nada 5.
Salah Gumun adalah sebuah
Kempyung, adalah sebuah penafsiran penafsiran permainan ricikan kenong atas
permainan ricikan kenong atas jatuhnya sèlèh jantuhnya kenong dengan jarak nada satu
langkah di atas nada sèlèh. Misalnya melodi sajian karawitan gaya Surakarta, permainan
balungan yang berakhir nada kenong 3 kenong yang menggunakan teknik tuturan
(dhadha), tetapi pemain kenong menabuh nada digunakan pada seluruh pathet baik pada laras
6 (nem). Ini adalah penafsiran salah gumun. slendro maupun pelog.
Mencermati apa yang terjadi di penyajian
karawitan gaya Surakarta, permainan ricikan Plèsètan, adalah sebuah penafsiran
kenong dengan teknik salah gumun kurang permainan ricikan kenong terhadap melodi
mendapat perhatian atau tidak banyak balungan atau frasa tertentu, dengan
digunakan. Karena teknik ini hanya bisa memainkan nada yang terdapat pada sabetan
dilakukan apabila pengrawit kenong paham betul pertama setelah kenong. Misalnya pada melodi
3 3 . . 6 5 3 n2
dan berpengalaman dalam hal penyajian
balungan
5 6 5 3 2 7 5 n6
kenong. Sebagai aplikasi teknik salah gumun
dapat dilihat contoh berikut ini:
3 3 . . y 1 2 n3 5 6 5 3 pada Pada balungan kenong yang bernada 2
frase ini sèlèh kenong ada pada nada 3 (gulu) tersebut ricikan kenong tidak menabuh
(dhadha), tetapi penyaji atau pengrawit kenong nada 2 (gulu) tetapi menabuh nada 5 (lima)
bermain nada 6. Ini yang dinamakan penafsiran karena nada pertama setelah kenong adalah
salah gumun. Teknik salah gumun sering nada 5 (ma). Ini adalah penafsiran plèsètan.
diaplikasikan pada perangkat ricikan kenong Teknik semacam ini didasarkan atas dua alasan
yang tidak lengkap. Terutama pada perangkat yaitu, pertama ricikan kenong tidak memainkan
ricikan kenong lama yang hanya terdiri dari nada nada pada jatuhnya kenong, melaikan
5 (ma), 6 (nem) dan 1 (ji) untuk laras slendro. memainkan nada setelah jatuhnya kenong,
Ketika ricikan kenong hanya ada tiga nada (5, maka disebut mlèsèt. Artinya terpeleset pada
6, 1), seperti pada perangkat lama (kuna), nada berikutnya. Kedua didasarkan atas tafsir
teknik salah gumun banyak digunakan karena garap ricikan ngajeng terutama garap rebab.
keterbatasan nada-nada kenong. Sehingga Oleh sebab itu seorang pengrawit kenong
penafsiran kenong sangat diperlukan dalam sebaiknya selain menguasai balungan gending
hubungannya dengan estetika karawitan. Istilah juga menguasai dan memahami garap rebab
salah gumun oleh beberapa seniman atau untuk bisa melakukan tafsir yang demikian.
pengrawit lain digunakan istilah adu manis untuk
aplikasi teknik yang sama. Untuk pelaksanaan Selain itu, menurut Martopangrawit
teknik ini diperlukan penafsiran garap dan rasa, terdapat beberapa tafsir mlèsèt yang didasarkan
agar dapat mencapai sajian yang lebih padu atas garap atau tafsir sindhèn. Dalam hal ini
dalam karawitan. Teknik salah gumun bisa ricikan kenong juga harus memberikan petunjuk
digunakan pada ricikan kempul, misalnya terhadap penyaji sindhèn (swarawati). Mlèsèt
jatuhnya kempul pada nada 3 (dhadha) tapi yang dimaksud adalah sebagai berikut.
sajian kempul bermain nada 6 (nem). Aplikasi 1. Plèsètan mbesut: 2321 321n 6 11..;
semacam ini berlaku untuk laras slendro dibelakang nada sèlèh terdapat nada kembar
urutannya.
2. Plèsètan cengkok: 2321 321n6 33..;
maupun pelog.
Tuturan, adalah sebuah penafsiran dibelakang nada sèlèh terdapat nada kembar
bukan urutannya.
3. Plèsètan tungkakan; etyt wwenw 66..;
permainan ricikan kenong terhadap sebuah
frase atau melodi balungan dimana setelah
jatuhnya sèlèh kenong terdapat nada kembar. dimuka nada kembar terdapat nada yang
Misalnya frase atau melodi balungan 2 1 2 n6
bagi pesindhèn tidak bisa/mungkin
menyajikan vokalnya karena alur melodi
3 3 . . artinya bahwa jatuhnya kenong pada dengan nada rendah. Dengan demikian
nada 6 (nem) tetapi penyaji atau pengrawit pesindhèn akan menunggu jatuhnya kenong
kenong bermain nada 3 (dhadha). Ini adalah terlebih dahulu sebelum menyajikan
yang dinamakan penafsiran tuturan. Mencermati vokalnya.
4. Plèsètan jujugan: 2321 321n y !!..; Mlojowidodo, 1976, tidak terdapat gd. Ldr.
dibelakang nada sèlèh terdapat nada kembar Lengker Pl. Nem. Menurut pengalaman Suyadi
yang berjarak lebih dari satu gembyang. Tejopangrawit, dia belum pernah menyajikan
5. Plèsètan wilet: 2321 321n6 56!. ....; di
gending tersebut, dan tidak mengetahui gending
tersebut. (wawancara November 2012).
belakang nada sèlèh terdapat kadens yang
panjangnya sama dengan padang-ulihan
Kerepan: adalah sebuah penafsiran
cengkok (gatra padangnya pada sabetan
permainan ricikan kenong atas sèlèh balungan
pertama berisi pin di belakang sèlèh padang tertentu (dalam satu gatra), yang disajikan pada
terdapat pin lebih dari satu atau: 2321 321n6 sabetan genap atau pada dhong kecil dan dhong
35..; dibelakang nada sèlèh padang yang besar. Misalnya pada melodi balungan 5 n6 5
n 3 6 n5 3 n2 pada gatra pertama dalam
berisi balungan hanya sabetan pertama dan
dari sabetan balungannya. Misalnya pada melodi di dalam karawitan, kemudian tiba-tiba atau
balungan 3 3 3 3 2 2 2 2 pada gatra dengan sendirinya bisa memainkan ricikan
pertama dalam contoh ini, kenong akan kenong. Ada persyaratan minimal yang
memainkan nada j.n3 jn3n3 nj3n3 nj3n3 n3 di setiap
diperlukan untuk bisa menabuh ricikan kenong
yaitu pengetahuan dasar tentang bentuk gending
sabetannya dan pada gatra kedua pada contoh (lancaran, ketawang, ladrang, gending kethuk 2
ini, kenong akan memainkan nada j.n2 nj2n2 kerep dan seterusnya), laras dan lagu atau
nj2n2 jn2n2 n2 disetiap sabetannya. Permainan gending, pengetahuan karawitan, serta
nada-nada 3 (dhadha) atau nada 2 (gulu), beberapa teknik yang sudah dijelaskan
diambil dari nada sèlèh atau nada kuat di akhir sebelumnya. Beberapa permainan sèlèh
setiap gatra. Pola nitir ini biasanya digunakan kenong dari berbagai bentuk gending diperlukan
pada gending-gending sampak baik dalam laras tafsir garap sesuai dengan alur lagu gending,
slendro maupun pelog di semua pathet. tafsir garap ricikan ngajeng terutama rebab dan
vokal (swarawati).
Kenong dalam Karawitan Tradisi Jawa. Selain hal-hal yang sudah dijelaskan
sebelumnya, terdapat satu teknik yang belum
Seperti sudah dijelaskan di paragraf- terwakili atau terjelaskan di dalam teknik-teknik
paragraf sebelumnya bahwa ricikan kenong permainan kenong sebelumnya yaitu teknik yang
memiliki teknik-teknik sajian yang cukup terdapat di dalam gending Loro-loro Topeng
kompleks. Pertama yaitu sajian yang disebut slendro manyura. Sebetulnya jika di cermati
tunggal rasa atau sering juga disebut mbalung, tabuhan kenong pada gending tersebut adalah
artinya menabuh nada-nada apa adanya yang teknik nitir, tetapi hanya berlaku pada balungan
kebetulan menjadi sèlèh kenong. Dengan kata kembar saja. Selebihnya mengikuti aturan teknik
lain teknik tunggal rasa ini tidak perlu menafsir. kenong bentuk ladrang. Berbicara tentang
Kedua adalah menafsir tabuhan kenong gending Loro-loro Topeng ini agaknya sedikit
berdasarkan alur lagu atau alur melodi setelah menyimpang dari topik pembicaraan ini, namun
jatuhnya pukulan kenong. Dalam hal ini pemain demikian karena berkait dengan teknik pukulan
kenong diharapkan bisa mengantisipasi tabuhan kenong sehingga perlu sedikit dikupas.
kenong melalui tafsir-tafsir garap kenong seperti Jika ditinjau dari sajiannya, gending Loro-
yang di sampaikan sebelumnya, misalnya loro Topeng termasuk gending inggah, karena
dengan tafsir salah gumun, kempyung, tuturan, biasanya disajikan dalam satu rangkaian dengan
dan atau plèsètan. Dengan membawa atau gending Loro-loro Gendong sebagai gending
memanfaatkan catatan atau pengalaman atau lagu bentuk mérong. Namun demikian
menabuh sebagai pengrawit kenong gending Loro-loro Topeng ini juga bisa disajikan
mengantisipasi atau menafsir permainan secara mandiri, yaitu tanpa melibatkan gending
kenong bisa dilakukan. Sementara itu teknik Loro-loro Gendong. Artinya setelah buka
kerepan, ngganter, dan nitir adalah teknik langsung masuk ke gending Loro-loro Topeng.
bermain kenong untuk bentuk-bentuk gending Jika demikian yang terjadi, maka gending Loro-
tertentu. Namun demikian sebetulnya dalam loro Topeng disajikan dengan menggunakan
teknik-teknik tersebut terutama teknik kerepan pola inggah artinya baik pola kendangan, maupun
atau ngganter masih juga diperlukan tafsir-tafsir teknik kethuk kempyang mengacu garap inggah.
tuturan, plèsètan, kempyung atau salah gumun. Keistimewaan lain adalah bahwa gending ini
Pada prinsipnya setiap pengrawit atau hanya terdiri dari tiga kenongan. Sementara
penabuh karawitan tidak akan kesulitan untuk bentuk inggah ladrang lain biasanya terdiri dari
memainkan ricikan kenong. Sebab menabuh empat kenongan. Uniknya teknik kenong pada
ricikan kenong tidak diperlukan kemampuan ladrang Loro-Loro Topeng ini terletak pada
atau ketrampilan (Skill) khusus seperti halnya balungan kembar, dan hanya khusus pada
menabuh ricikan kendang, atau ricikan rebab, balungan kembar 2 (gulu) saja. Lebih jelasnya
atau ricikan gender barung. Pendapat ini juga akan dituliskan notasi gending ladrang Loro-loro
tidak membenarkan bahwa seseorang yang Topeng slendro pathet manyura, beserta teknik
tidak pernah atau belum pernah berkecimpung pukulan kenongnya.
2 y 2 1 3 2 6 5 3 3 . 5 6 3 5 g6
kenong juga memahami/menguasai garap
ricikan rebab dan garap ricikan lainnya.
Selain permasalahan tersebut di atas,
Satu tabuhan balungan terdapat dua kali terdapat satu teknik sajian kenong yang belum
pukulan kenong, dan pada teknik tersebut dibicarakan dalam pembahasan sebelumnya
diawali dan diakhiri dengan pukulan gong yaitu teknik sajian palaran. Teknik palaran
suwukan nada 2 (gulu). Tabuhan atau teknik sebetulnya menggunakan teknik ngganter
kenong tersebut berlaku untuk irama tanggung, (srepeg), namun permainannya mengacu pada
dados, dan juga untuk irama wilet, maupun lagu vokal. Untuk memperjelas sajian palaran
rangkep. Ini bisa dikategorikan tabuhan khusus tersebut berikut ini disampaikan sedikit ulasan
untuk gending ini. Sebab pada gending lain yang yang berkenaan dengan sajian kenong dalam
terdapat balungan kembar, namun garap kenong palaran.
juga tidak demikian. Tabuhan yang demikian Sajian palaran adalah termasuk sajian
mengikuti garap tari, namun demikian ketika gending yang memerlukan ricikan kenong
gending ini disajikan untuk klenengan garap sebagai ricikan utama (Rabimin, 1993:231). Ada
kenong masih menggunakan garap seperti yang mengatakan bahwa palaran adalah
ketika digunakan untuk karawitan tari. gending kethuk kenong. Artinya bahwa ricikan
Kembali ke pembicaraan kita tentang tersebut menjadi sangat penting dalam
teknik tabuhan kenong. Jika di cermati menterjemahkan dan mengaktualisasikan sajian
penjelasan yang sudah dipaparkan sebelumnya palaran. Ada pula yang menyebut sajian palaran
hanya mencakup pada melodi atau frasa juga disebut gending vokal. Ini mengacu pada
balungan mlaku, belum menjelaskan pada keterlibatan vokal itu sendiri, bahwa tanpa
melodi atau frasa balungan nibani. Melihat adanya vokal tunggal agaknya sulit untuk
catatan balungan gending yang di susun oleh merealisasikan gending palaran. Dengan
Mlojowidodo, balungan nibani lebih banyak demikian, vokal menjadi sangat penting dan
terdapat pada inggah gending dan beberapa dominan, karena lagu vokal inilah yang menjadi
gending bentuk ladrang dan ketawang. Pada acuan utama bagi seluruh ricikan yang terlibat
balungan nibani sajian ricikan kenong juga dalam sajian palaran.
menggunakan berbagai macam teknik yang Mengacu pada praktik karawitan gaya
sudah di jelaskan sebelumnya. Jika pada Surakarta, palaran dapat disajikan dengan irama
balungan mlaku ricikan kenong dengan mudah lancar dan atau irama tanggung (Rabimin,
bisa memberikan petunjuk garap atau tafsirnya 1993:76-77). Sedangkan teknik kenong baik
karena dipandu melalui susunan melodi atau sajian irama lancar maupun irama tanggung
susunan lagunya lebih jelas, sementara pada menggunakan pola ngganter. Ricikan yang
lagu balungan nibani petunjuk garap atau tafsir terlibat dalam sajian palaran ini adalah, vokal
tersebut kurang jelas. Perlu dicatat pula bahwa tunggal (putra atau putri), kethuk, kenong,
gending tradisi Jawa pada balungan nibani kempul dan gong, kendang, gender barung,
hampir tidak mengenal balungan kembar atau gender penerus, gambang, siter, dan suling
nada kembar. Namun demikian, pada balungan (Rabimin, 1993:69). Terlihat di sini bahwa tidak
nibani selain teknik tunggal rasa dan kempyung, semua ricikan dalam perangkat gamelan ageng
juga menggunakan teknik mlèsèt yang mengacu terlibat dalam sajian palaran. Selain vokal,
pada garap rebab dan garap ricikan lain. Oleh terdapat dua kelompok ricikan yang terlibat yaitu
sebab itu tafsir garap kenong pada balungan ricikan yang berfungsi pada bagian ritme dan
nibani lebih kompleks atau lebih sulit, karena ricikan yang berfungsi pada bagian penghias
petunjuknya ada pada garap rebab dan garap lagu. Dalam hal ini lima ricikan yang disebut
ricikan lainnya. Disinilah fungsi ricikan rebab terakhir adalah sebagai ricikan penghias lagu.
sebagai pamurba lagu berperan besar dan
n. : pukulan Kenong
(8) Pucung, (9) Gambuh, (10) Maskumambang,
(11) Megatruh, (12) Girisa, (13) Wirangrong, (14)
p. : pukulan Kempul
Jurudemung, dan (15) Balabak. Jenis Macapat
yang sudah disebutkan ini hampir seluruhnya
bisa disajikan dalam dua laras yaitu slendro
Jatuhnya pukulan kempul juga disertai maupun pelog. Masing-masing jenis Macapat
pukulan kenong, dan jatuhnya pukulan kempul ini juga memiliki berbagai versi. Setiap jenis lagu
kadang-kadang diganti pukulan gong, apabila macapat memiliki jumlah baris, suku kata setiap
kalimat lagunya serta garap ricikan yang lain baris, lagu, dan garap yang berbeda-beda.
mengarah atau menuju nada sèlèh. Artinya setiap jenis lagu Macapat yang semula
digunakan sebagai lagu waosan, ketika disajikan
Kenong dalam Gending/ Lagu Palaran dalam bentuk palaran lagunya mengalami
perubahan atau perkembangan terutama dalam
Sajian gending palaran biasanya hal cengkok dan wiletan (Rabimin, 1993:36-46).
menggunakan lagu vokal bentuk macapat Pada prinsipnya semua jenis tembang Macapat
sebagai acuan garap bagi seluruh ricikan yang di atas dapat disajikan dalam bentuk palaran.
terlibat. Macapat adalah jenis tembang yang Berikut ini disajikan salah satu bentuk vokal
awalnya hanya digunakan untuk membaca buku palaran yang diambil (ditulis) dari rekaman
atau serat yang berbentuk tembang, tanpa ada komersial Ira Record (WD-505), disajikan oleh
bunyi ricikan gamelan yang menyertainya kelompok karawitan Condong Raos pimpinan
(Gunawan Sri Hastjarjo, 1983). Namun Ki Nartosabdo.
Jika dicermati lagu palaran di atas, nada susahnya seorang pemain/penyaji kenong
pada setiap akhir baris adalah sebagai nada apabila tidak mengetahui lagu vokal (macapat)
sèlèh yang disertai pukulan gong. Sebelum yang sedang disajikan oleh seorang vokal
menuju nada sèlèh, pada setiap baris terdapat tunggal.
simbul kenong di beberapa nada di dalam lagu Menurut Rabimin dan kawan-kawan
palaran tersebut. Simbul kenong dimaksudkan dalam laporan penelitiannya 1993, menjelaskan
sebagai nada tujuan sementara atau rasa sèlèh bahwa bermain kenong dalam gending palaran
sementara menjelang atau sebelum nada sèlèh lebih sulit dibandingkan bermain kenong pada
utama dalam setiap barinya. Nada-nada gending pada umumnya. Karena kenong dalam
sementara tersebut sebagai acuan bagi seluruh gending palaran memerlukan tafsir garap yang
ricikan gamelan yang terlibat untuk menyajikan lebih kompleks. Selain itu pemain kenong harus
cengkok dan wiletannya, baik ricikan yang menguasai jenis dan lagu vokal dalam hal ini
bertugas dalam ritme maupun ricikan yang tembang-tembang macapat. Lebih lanjut
bertugas dalam penghias lagu. Dengan pola dijelaskan bawa perubahan sajian dari waosan
ngganter, penyaji kenong akan memainkan menjadi bentuk sajian palaran mengakibatkan
nada-nada yang mengacu pada nada yang perubahan wiletan, perubahan pernapasan, dan
terdapat simbul kenong. Apabila penyaji vokal lain sebaginya sehingga hal ini menjadi sangat
telah mencapai nada tujuan sementara, maka perlu untuk diperhatikan. Semua perubahan ini
penyaji kenong akan segera berpindah ke nada akan berpengaruh terhadap garap ricikan yang
tujuan sementara atau nada sèlèh sementara terlibat dalam sajian palaran ini. Demikian pula
berikutnya. Perpindahan tersebut juga diikuti rasa yang ditimbulkan dari sajian palaran
oleh semua ricikan lainnya. Setelah semua tersebut berbeda-beda. Beberapa rasa yang
ricikan mencapai nada sèlèh di akhir setiap dapat dirangkum dari sajian palaran tersebut
baris, ricikan kenong akan mengawali dengan antara lain; luruh, prenes, sigrak, gagah, mrabu,
nada sèlèh sementara berikutnya yang diikuti sengsem, trenyuh, sedih, dan sebagainya.
oleh ricikan lainnya pula. Nada seleh seterusnya Dijelaskan pula bahwa fungsi utama dari kenong
ini berdasarkan lagu vokal baris berikutnya, dan pada gending palaran adalah nuturi (memberi
dalam contoh ini kami tulis setelah nada seleh tahu lebih dulu untuk sebuah sèlèh tertentu).
pada setiap barisnya. Penafsiran demikian Tafsir angkatan (nuturi) dalam hal ini tidak selalu
dilakukan dari baris ke baris berikutnya secara mengambil nada pertama dalam vokal tetapi
terus menerus sejalan dengan lagu vokal sampai mengambil sèlèh sementara yang paling kuat.
pada lagu vokal mencapai baris akhir. Kira-kira Hal ini dapat dilihat dari rasa sèlèh pada
demikian gambaran sekilas jalannya sajian pengambilan pernafasan, rasa sèlèh pada akhir
palaran dalam karawitan Jawa. Yang tersaji di baris, dan lain sebaginya (Rabimin, 1993:230-
atas adalah sebuah kasus garap palaran untuk 246).
lagu pangkur paripurna laras slendro pathet
manyura dalam tempo lamba atau lambat. Tentu Kesimpulan
untuk palaran macapat lain kasusnya akan
berbeda dan menyesuaikan dengan tafsir garap, Berdasarkan paparan di atas, ricikan
tafsir lagu vokal, tafsir tempo, tafsir pathet, dan kenong mengalami perkembangan.
lain sebagainya. Dengan demikian, alangkah Perkembangan ricikan kenong mengikuti
perkembangan karawitan Jawa Gaya oleh sebab itu pemain kenong harus menguasai
Surakarta, ini terlihat dari perubahan atau hal tersebut. Bentuk gending palaran adalah
penambahan nada-nada di dalamnya. Tentu saja kasus lain yang sangat komplek bagi pemain
penambahan itu tidak sekedar memenuhi jumlah ricikan kenong. Pengalaman dan pemahaman
atau kelengkapan sebuah ricikan, tetapi mesti dalam menguasai tembang-tembang Macapat
di dasarkan atas kebutuhan estetik mutlak diperlukan untuk bisa menyajikan
penggunanya yaitu pengrawit itu sendiri. Ricikan tabuhan ricikan kenong dengan baik.
kenong dalam gending-gending konvensional Perubahan atau penambahan ricikan
(lancaran, ketawang, ladrang, gending kethuk kenong adalah wujud nyata pengembangan
kerep, maupun arang, dan juga bentuk-bentuk estetika karawitan. Penyajian ricikan kenong
inggah) berfungsi sebagi pembatas sekaligus dengan menggunakan konsep yang
memperjelas bentuk gending. Dalam fungsinya disampaikan oleh Djojomlojo merupakan salah
tersebut sekaligus juga menjadi acuan untuk satu jalan untuk mewujudkan dan memelihara
beberapa ricikan dalam menafsir garap. Ricikan bentuk-bentuk estetik dalam karawitan Jawa.
kenong juga menjadi referensi untuk melihat Dengan menguasai berbagi bentuk garap dalam
kalimat lagu di beberapa bentuk gending ricikan kenong baik dalam bentuk gending
hubungannya dengan analisis garap. umum maupun khusus adalah salah satu jalan
Teknik permainan ricikan kenong adalah berkontribusi dalam pengembangan estetika
sangat kompleks apabila ditinjau dari beberapa karawitan. Semoga tulisan sederhana ini dapat
teknik yang sudah dijelaskan di dalam bermanfaat bagi kemajuan karawitan tradisi
pembahasan. Teknik-teknik dimaksud antara gaya Surakarta.
lain; tunggal rasa, kempyung, salah gumun,
tuturan, plèsètan, goyang atau sungsun, Kepustakaan
kerepan, ngganter, dan nitir. Namun juga bisa
dipandang tidak terlalu sulit apabila tidak Djakoeb Kaliyan Wignya Roemeksa. 1998. “Bab
mengindahkan berbagai teknik yang Gangsa”, Transkripsi no F. 24 dening;
disampaikan oleh Djojomlojo tersebut. Jika R.T. Soemarso Ps. Surakarta: Milik
demikian yang dipilih, artinya estetika sajian Kantor Reksopustoko, Istana
kenong juga belum dapat dipertimbangkan. Dan Mangkunagaran, Surakarta.
apabila ini yang terjadi penghayat/ pendengar
Djojomlojo. t.th. “Nama-nama Gending dan
pun juga tidak akan menggerutu, mengeluh atau
Tuntunan Menabuh”, Manuskrip.
complain. Kenyataan di dalam praktik sajian
karawitan nampaknya para pengrawit/penyaji Djoko Waluyo dkk. 1990. Karawitan Cara
ricikan kenong hanya mendasarkan atas Ngayogyakarta Hadiningrat,
kebiasaan-kebiasaan yang mereka dengar atau Kempyang, Kethuk – Kenong, Kempul
tradisi turun temurun yang didapatkan dari – Gong. Yogyakarta: Taman Budaya
pengrawit terdahulu. Yogyakarta.
Dikatakan bahwa teknik permainan Gunawan Sri Hastjarjo. 1983. Macapat, jilid I, II,
ricikan kenong adalah kompleks, karena di III: ASKI Surakarta.
dalam permainannya harus memerhatikan tafsir
garap dari ricikan depan terutama ricikan rebab Joko Purwanto. 2010. “Ricikan Kethuk Pada
dan atau vokal (swarawati). Disamping itu, alur Karawitan Jawa Gaya Surakarta”,
melodi menjadi sangat penting untuk diketahui Gelar, Jurnal Seni Budaya, volume 8
oleh seorang pengrawit atau penabuh ricikan No 2. Institut Seni Indinesia (ISI)
kenong. Karena dengan ketidaktahuan alur Surakarta.
melodi menyebabkan permainan penyaji kenong Joko Purwanto. 2012. “Beberapa Unsur
menjadi tidak bermakna atau salah. Selain itu, Pembentuk Estetika Karawitan Jawa
pengetahuan tentang repertoar gending tradisi Gaya Surakarta”, Gelar, Jurnal Seni
gaya Surakarta mutlak diperlukan. Kasus Budaya, volume 10 No 1. Institut Seni
khusus terjadi pada gending Loro-loro Topeng, Indinesia (ISI) Surakarta.
dimana garap ricikan kenong adalah istimewa,