You are on page 1of 20

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561

Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

MODEL PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERBASIS MASYARAKAT:


COMMUNITY BASED DEVELOPMENT
(Community Based Development:
Community-Based Coastal Area Management Model)
Anak Agung Istri Ari Atu Dewi
Fakultas Hukum Universitas Udayana
Jalan Pulau Bali Nomor 1 Denpasar 80114
Telepon 081338501180
ari_atudewi@unud.ac.id
Tulisan Diterima: 26-01-2018; Diperbaiki: 04-06-2017; Disetujui Diterbitkan: 21-06-2018

DOI: http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2018.V18.163-182

ABSTRACT

Indonesia is a country gifted with abundant marine resources. This potential should indeed be utilized
for the improvement and acceleration of national economic development. Optimal and proportional
utilization of marine resources will eventually help the communities living in the coastal areas to
escape from the trap of proverty. Coastal area development has been regulated in the Law No. 1 of
2014 regarding Amendment to the Law 27 of 2007 regarding Coastal Area and Minute Islands
Development, the Regulation of the Minister of Maritime and Fishery No. 40/PERMEN-KP/2014
regarding Roles and Empowerment of Communities in Coastal Area and Minute Islands Development.
These regulations have provided directives to the coastal communities in developing and managing the
coastal areas by observing the local traditions and widoms. According to this research, the
appropriate community-based coastal area development in bringing prosperities to coastal
communities has not been well formulated. This research is designed as an empirical legal research
aimed to analyze the community-based coastal area development models. The result of the research
concludes that the ideal model of the community-based coastal area development must be formulated
from appropriate synergy and interaction among the government, the communities and values of local
wisdoms. The empowerment of coastal communities in developing the coastal area management model
is also an important issue aimed to encourage their independency. The employment of this model will
bring benefits as the active participation of the coastal communities may increase incomes, preserve
the coastal area, and provide more spaces to the coastal communities in developing and managing the
marine resources by observing the potentials, characteristics and socio-culture of the people. Active
roles of the coastal communities also bring hopes to the eradication of poverty issues that eventually
will end up to the materialization of coastal communities justice and prosperity.

Keywords: Model, management, coastal area, communities, laws

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 18 No. 2, Juni 2018: 163 - 182 163
ABSTRAK

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya laut. Potensi ini tentu dapat
dimanfaatkan bagi peningkatan dan percepatan pembangunan ekonomi nasional. Pemanfaatan sumber
daya laut secara optimal dan proporsional juga niscaya dapat membantu masyarakat pesisir untuk lepas
dari jeratan taraf hidup kemiskinan. Pengelolaan pesisir telah diatur dalam UU 1 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas UU 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 40/PERMEN-KP/2014 tentang Peran serta dan
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengaturan ini
memberi arah bagi masyarakat pesisir dalam mengembangkan dan mengelola wilayah pesisir sesuai
dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Sepanjang penelusuran peneliti, model pengelolaan
wilayah pesisir berbasis masyarakat yang tepat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat pesisir
belum terformulasikan dengan baik. Penelitian ini didesain sebagai penelitian hukum empiris yang
bertujuan untuk menganalisis model pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat. Hasil
pembahasan menjelaskan bahwa model yang ideal pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat
dilakukan dengan adanya sinergi dan interaksi yang tepat antara pemerintah, masyarakat dan nilai
kearifan lokal. Pemberdayaan masyarakat pesisir dalam membangun model pengelolaan wilayah
pesisir juga sangat penting dilakukan dengan maksud untuk mendorong kemandirian mereka.
Penggunaan model ini memiliki keunggulan karena peran serta aktif masyarakat pesisir dapat
meningkatkan pendapatan, menjaga kelestarian lingkungan pesisir, dan memberi keleluasaan bagi
masyarakat pesisir dalam mengembangkan dan mengelola sumber daya kelautan sesuai dengan
potensi, karakteristik dan sosial budaya masyarakatnya. Peran serta aktif masyarakat pesisir juga
memberi harapan bagi pengentasan masalah kemiskinan yang berujung pada terwujudnya keadilan dan
kesejahteraan masyarakat pesisir.

Kata Kunci: Model, pengelolaan, wilayah pesisir, masyarakat, hukum

PENDAHULUAN kesejahteraan masyarakat pesisir. Namun


Indonesia adalah negara kepulauan yang demikian selama ini masyarakat wilayah
secara geografis diapit oleh dua benua yaitu pesisir secara kenyataan berada dalam
benua Asia dan Australia serta diapit oleh dua kehidupan kemiskinan.
samudera yaitu samudra Pasifik dan India. Kondisi sosiologis terkait dengan
Posisi Indonesia menjadikan Indonesia kemiskinan yang melanda pada masyarakat
dikarunai kekayaan dan sumber daya laut yang pesisir ditunjukan oleh data Bank dunia yang
sangat berlimpah. Sumber daya yang menunjukan 108,78 juta orang atau 49 persen
berlimpah baik berupa sumber daya hayati dan dari jumlah penduduk Indonesia hidup
non-hayati. Sumber daya non hayati dapat dalamsituasi kemiskinan. Selanjutnya Badan
berupa jasa lingkungan disekitar laut. Dengan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa
demikian Indonesia memiliki karakter yang angka kemiskinan di Indonesia sebesar 34,96
unik yaitu terdapat jutaan potensi sumber daya juta orang atau 15,42 persen. Angka tersebut
alam yang bisa dimanfaatkan untuk diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan
kesejahteraan masyarakat. Kekayaan sumber ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS
daya alam yang cukup besar didukung oleh (http://www.slideshare.net/Sidiranamenggal
ekosistem yang meliputi terumbu karang, a/kemiskinan-pada-masyarakat-nelayan-di-
rumput laut, hutan bakau. Melihat sumber daya indonesia, diakses pada tanggal 9 Maret
alam tersebut berpotensi dan mempunyai nilai 2016).
ekonomis yang tinggi yang berakibat pada

164 Model Pengelolaan Wilayah Pesisir… (Anak Agung Istri Ari Atu Dewi)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561

Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


Berdasarkan gambaran potensi sumber sumber daya pesisir yang ada kepada
daya alam yang demikian besar, seharusnya masyarakat pesisir.
kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir Kewajiban Pemerintah dalam
menjadi sejahtera, namun pada kenyataan memberikan perlindungan untuk kesejahteran
justru kehidupan nelayan dan masyarakat mayarakat pesisir telah dituangkan ke dalam
pesisir identik dengan kemiskinan. Sumber lain Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Di dalam
juga menyebutkan bahwa sekitar 60 juta Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dengan
Penduduk Indonesia bermukim di wilayah tegas dinyatakan bahwa “Pemerintahan Negara
Pesisir dan hidup dalam kemiskinan. Dalam Indonesia melindungi segenap bangsa
konteks ini dapat di lihat bahwa terdapat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
potensi yang besar mengenai sumber daya dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
alam namun kenyataannya kemiskinan banyak mencerdaskan kehidupan bangsa,…”. Hal ini
terdapat dalam kehidupan masyarakat pesisir mempunyai maksud bahwa Negara dalam hal
(pemikiman nelayan). Kemiskinan yang ini Pemerintah berkewajiban dalam melindungi
terdapat pada masyarakat pesisir atau dan memberdayakan segenap seluruh warga
pemukiman nelayan dipengarhi oleh banyak Negara Inonesia termasuk masyarakat pesisir.
faktor, diantaranya faktor alamiah, struktural,
Berdasarkan pada apa yang diamanatkan
dan kultural. Apabila dilihat dari faktor
oleh UUD NRI Tahun 1945 tersebut
alamiah, bahwa keadaan alam di laut sangat
menunjukan bahwa pada dasarnya pemerintah
tidak bisa diprediksi seperti gelombang tinggi,
memiliki kewajiban untuk mengelola setiap
angin kencang atau badai serta rusaknya alam
sumber daya ekonomi yang terkandung di
sehingga tangkapan ikan semakin sedikit.
wilayah Indonesia, untuk kemudian digunakan
Selanjutnya masyarakat nelayan memiliki
dan dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia
kelemahan secara struktural yaitu kemampuan
dengan tujuan menciptakan kemakmuran dan
dalam memenuhi permodalan sangat lemah
kemandirian rakyat secara berkeadilan,
bahkan seringkali dibawah kekuasaan
berkelanjutan, seimbang dalam kesatuan
tengkulak atau rentenir. Selain itu menejemen
perekonomian nasional. Pengelolaan wilayah
dan kelembagaan yang lemah serta
pesisir juga diatur dalam UU 27 Tahun 2007
keterbatasan teknologi.
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Dengan demikian dipahami bahwa Pulau-Pulau Kecil yang telah diubah dengan
nelayan sebagai bagian dari warga negara UU 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
dikonotasikan masyarakat yang berekonomi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
lemah, kontras dengan perannya sebagai Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
pahlawan protein bagi kecerdasan bangsa. Pulau-Pulau Kecil. Berkaitan dengan peran
Lebih lanjut kondisi kultural juga bisa serta masyarakat dalam melakukan
mendorong nelayan semakin terjun ke jurang pengelolaan wilayah pesisir diatur dengan
kemiskinan. Ketergantungan masyarakat Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan
nelayah pada sumber daya laut yang tersedia Nomor 40/PERMEN-KP/2014 Tentang Peran
mengakibatkan terjadi kepasrahan, dan ini Serta Dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam
berakibat tidak adanya peningkatan kualitas Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau
sumber daya manusia (SDM). Berdasarkan Kecil. Adanya pengaturan mengenai
gambaran keberadaan masyarakat pesisir yang pengelolaan wilayah pesisir memberi dasar
masih dalam tarap kemiskinan maka menuntut untuk peran serta aktif dalam pengelolaan
pemerintah untuk berupaya dalam pengentasan wilayah pesisir.
kemiskinan pada masyarakat pesisir. Hal ini
sebagai bentuk bahwa Pemerintah
berkewajiban dalam memberikan perlindungan
dan cara-cara melakukan pengelolaan sumber-

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 18 No. 2, Juni 2018: 163 - 182 165
Bekenaan dengan keberadaan perlindungan dan pemenuhan atas
masyarakat yang ada di wilayah pesisir dan kesejahteraan masyarakat khususnya
sebagai masyarakat yang menggantungkan pemberantasan kemiskinan. Namun secara
kehidupannya pada ekosistem laut yang realita, kehidupan masyarakat pesisir masih
berdasarkan pada hukum adatnya, maka perlu hidup dalam kemiskinan.
dilakukan pengelolaan lingkungan di wilayah Bertitik tolak dari uraian di atas, maka
laut dan pantai dilakukan secara terpadu. penulis memandang perlu untuk melakukan
Pengelolaan lingkungan secara terpadu penelitian lebih lanjut tentang “Model
berdampak pada pengelolaan efektif untuk pengelolaan wilayah pesisir berbasis
penyeimbang pemanfaatan ekonomi dan masyarakat: community based development”.
pelestarian lingkungan. Berdasarkan Berdasarkan uraian di atas berujung pada
penyeimbang pemanfaatan tersebut rumusan masalah yaitu bagaimana model
memungkinkan timbulnya bentuk-bentuk pengelolaan wilayah pesisir yang berbasis
pengelolaan lain yang lebih aplikatif masyarakat?.
(applicable) dan adaptif (acceptable). Salah
Tujuan Penelitian hukum ini adalah:
satu bentuk pengelolaan yang lebih aplikatif
Untuk mengetahui model pengelolaan wilayah
dan adaptif dalam pengelolaan adalah
pesisir yang berbasiskan pengembangan dan
pengelolaan wilayah pesisir yang berbasis
pemberdayaan komunitas masyarakat pesisir.
masyarakat (community based management).
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah
Sebagaimana di ketahui bahwa setiap
secara teoritis dan praktis. Manfaat secara
masyarakat memiliki adat-istiadat, nilai dan
teoritis adalah untuk mendapatkan
kebiasaan yang berbeda di setiap tempat.
pengetahuan dan kepastian hukum terkait
Perbedaaan ini tentu saja berdampak pada
dengan model pengelolaan wilayah pesisir
perbedaan tata cara dalam pengelolaan
yang berbasiskan komunitas masyarakat.
lingkungan di masing masing tempat. Selain
Secara praktis, bahwa penelitian ini bermanfaat
itu dalam pengelolaan lingkungan juga tidak
sebagai rujukan bagi para ahli, praktisi hukum,
terlepas dari kondisi fisik, masyarakat dan
perancang peraturan hukum dan masyarakat
budaya masyarakat itu sendiri. Dengan
terkait dengan model ideal dalam pengelolaan
demikian perlu dicarikan model untuk
wilayah pesisir yang berbasiskan
efektifitas pengelolaan lingkungan terutama di
pengembangan dan pemberdayaan komunitas
wilayah pesisir.
masyarakat.
Pengelolaan lingkungan di wilayah
pesisir memang tidak bisa dilepaskan dari
kondisi riil mayarakat pesisir itu sendiri. METODE PENELITIAN
Sehingga strategi yang diperlukan dalam Metode penelitian yang digunakan
pengelolaan lingkungan di wilayah pesisir dalam penelitian ini adalah metode penelitian
adalah pengelolaan berbasis masyarakat. Empiris. Metode penelitian empiris
Pengelolaan wilayah pesisir yang berbasis merupakan metode penelitian hukum yang
masyarakat tentunya di masing masing wilayah berfungsi untuk melihat bekerjanya hukum di
memiliki perbedaan. Hal ini sangat kental lingkungan masyarakat. Soetandyo
dipengaruhi oleh potensi, karakteristik dan Wignjosoebroto menyebut penelitian empiris
nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat. sebagai penelitian nondoktrinal
Dengan demikian pengelolaan wiayah pesisir (Wignjosoebroto, 2002: 147). Bambang
yang dilakukan berbasis masyarakat tentunya Sunggono juga menyebut aspek penelitian
berujung pada tercapainya kesejahteraan hukum empiris juga disebut sebagai
masyarakat pesisir, terutama mengurangi nondoctrinal research atau sociolegal research
angka kemiskinan pada masyarakat pesisir. Di (Sunggono, 2003: 43). Mengenai sociolegal
sisi lain, peran pemerintah dalam hal ini adalah research sebagaimana ditegaskan Sulistyowati
bahwa pemerintah wajib memberikan Irianto meruapakan kajian terhadap hukum

166 Model Pengelolaan Wilayah Pesisir… (Anak Agung Istri Ari Atu Dewi)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561

Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


dengan menggunakan pendekatan ilmu hukum menyajikan hasil analisis secara deskriptif
maupun ilmu sosial. Pada prinsipnya yaitu dengan memaparkan secara lengkap
sociolegal research mengkaji tekstual yaitu permasalahan yang diteliti dengan ulasan-
kajian terhadap pasal-pasal dalam peraruran ulasan kritis.
perundang-undangan dan menganailis secara
kritis serta mengungkap makna yang
terkandung di dalamnya serta implikasi pada PEMBAHASAN DAN ANALISIS
subjek hukum, selanjutnya dikaitkan denggan A. Kewenangan Pemerintah Daerah
konteksnya (Irianto, 2009: 299). Di dalam Dalam Pengaturan Tentang
melakukan penelitian empirik, penting Pengelolaan Wilayah Pesisir
melakukan studi lapangan. Dalam hal ini Di Dalam Pembukaan UUD Negara
peneliti melakukan pengumpulan data Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya
kualitatif yaitu dengan melakukan alinea ke-2 dan ke-4, jelas dipahami bahwa
pengumpulan catatan pengamatan dan pemerintahan daerah merupakan alat
wawancara. kelengkapan negara yang betujuan untuk
Di dalam penelitian empiris ini fokus mewujudkan cita- cita negara. Untuk
kajiannya pada model pengelolaan wilayah mewujudkan cita- cita negara, pemerintahan
pesisir yang berbasis kumunitas masyarakat. daerah diberi kewenangan untuk
Tentu saja dalam mengkaji model pengelolaan menjalankan seluruh urusan pemerintahan di
wilayah pesisir tidak terlepas dari peraturan– daerah sesuai dengan kewenangan
peraturan dan kebijakan-kebijakan yang pemerintahan daerah. Untuk mengetahui
mengatur wilayah pesisir. kewenangan pemerintah daerah maka
Sumber data yang digunakan adalah data sebelumya perlu diketahui konsep
primer dan data sekunder. data primer yang kewenangan. Konsep kewenangan dapat dilihat
digunakan adalah data lapangan yang dalam bahasa Belanda yang dikenal dengan
bersumber dari catatan dan pengamatan serta “bevoegdheid” yang berarti wewenang atau
hasil wawancara dengan pihak yang terkait. berkuasa. Berdasarkan pemahaman
Sedangkan data sekunder yang digunakan Atmosudirdjo anatar kewenangan dan
adalah peraturan perundang-undangan yang wewenang adalah berbeda walaupun dalam
terkait dengan perlindungan dan pengelolaan praktiknya perbedaan itu tidak terlalu
wialayah pesisir, buku, jurnal makalh yang dirasakan. Atmosudirdjo memahami
terkait dengan permasalahan yang diajukan kewenangan meruapakan kekuasaan formal
Selanjutnya teknik analisis data diawali dalam arti kekuasaan yang berasal dari
dengan pengolahan data primer selanjutnya legislatif (kekuasaan yang diberi oleh Undang-
dikaitkan dengan data sekunder. Pada tahap Undang atau kekuasaan eksekutif
pengolahan data ini, data yang telah terkumpul administratif) (Atmosudirjo, 1994: 78).
selanjutnya dikategorikan dan dikualifikasi Konsep kewenangan juga disampaikan oleh P.
berdasarkan permasalahhan yang diajukan Nicolai yang menegaskan bahwa kewenangan
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan merupakan kemampuan untuk melakukan
interpretasi hukum, Interpretasi hukum yang tindakan hukum tertentu dalam arti tindakan
digunakan adalah hermeneutika hukum yang menimbulkan akibat hukum serta
(Irianto, 2009: 181). Hermeneutika hukum mencakup timbul dan lenyapnya akibat hukum
pada dasarnya merupakan metode penafsiran (Ridwan, 2006: 102). M. Hadjon memberikan
teks hukum yang berfungsi menggali makna konsep bahwa kewenangan itu adalah konsep
yang terdapat dalam teks hukum tersebut, inti dalam hukum tata negara dan hukum
selanjutnya hasil interpretasi tersebut di administrasi negara (Setiawan, 2009: 16).
konfirmasi dengan teori, konsep dan doktrin Dalam Pemahaman M. Hadjon bahwa segala
sesuai dengan tematik penelitian (Atmaja, tindakan pemerintah harus didasarkan pada
2012: 17-18). Langkah berikutnya adalah hukum yang berlaku. Dengan demikian bahwa

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 18 No. 2, Juni 2018: 163 - 182 167
tindakan pemerintah yang sah adalah apabila didelegasikan ke Pemerintah Daerah Provinsi
sesuai dengan kewenangan. Lebih lanjut juga dan Kabupaten/Kota. Di dalam perlindungan
dikatakan bahwa kewenangan hanya dapat dan pengelolaan wilayah pesisir, peran
diperoleh dengan dua cara yaitu atribusi dan Pemerintah Daerah dan Kabupaten/Kota sangat
delegasi (Hadjon, et.al, 2011: 130). besar, sehingga diperlukan produk hukum
Pemahaman yang sama juga dijelaskan oleh daerah yang mengatur perlindungan dan
F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek (Sadjijono, pengelolaan wilayah pesisir. Dasar
2011: 65) . Selanjutnya Indroharto menegaskan pementukan produk hukum daerah ini adalah
bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, untuk mendukung semangat otonomi daerah
delegasi dan mandat (Indroharto, 1993:90). dengan memanfaatkan potensi yang ada di
Berdasarkan pemahaman di atas dapat daerah masing-masing. Namun demikian
dipahami bahwa sumber wewenang bagi dalam pembentukan produk hukum daerah
pemerintah dalam menyelenggarakan suatu tidak terlepas dari dasar-dasar yang diatur
pemerintahan sangatlah penting, karena dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
penggunaan wewenang berkaitan dengan tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
pertanggungjawaban hukum (Ridwan, 2006: Undangan, yang pada prinsipnya menunjukan:
108). Oleh karena itu dalam konteks kajian ini 1. Keharusan adanya kewenangan dari
pemahaman konsep kewenangan sangatlah pembuat Peraturan Perundang-undangan;
penting dalam mengkaji kewenangan 2. Keharusan adanyan kesesuaian bentuk atau
pemerintah dalam pengaturan perlindungan jenis peraturan perundang-undangan dengan
dan pengelolaan wilayah pesisir berbasis materi yang diatur;
masyarakat.
3. Keharusan mengikuti tatacara pembentukan
Merujuk pendapat Nicolai dan Philipus tertentu;
M Hadjon dan Indroharto yang menegaskan
4. Keharusan tidak bertentangan dengan
bahwa sumber kewenangan di dapat dari 3
peraturan perundang-undangan yang lebih
(tiga ) bentuk yaitu atribusi, delegasi dan
tinggi.
mandat. Lebih lanjut Hadjon juga menyatakan
bahwa kewenangan itu merupakan konsep inti Prinsip-prinsip ini dalam proses
dalam HTN dan HAN yang pada dasarnya pembentukan produk hukum sangat penting
Pemerintah dalam mengambil suatu tindakan diperhatikan, mengingat sebuah produk hukum
maka harus berdasarkan atas hukum yang daerah haruslah mengandung semangat
berlaku. Hal ini dapat dipahami bahwa suatu regulasi yang sesuai dengan tatacara
tindakan pemerintah dikatakan sah, apabila pembentukan peraturan perundang-undangan
tindakan itu berdasarkan atas hukum. Dengan dan regulasi yang dapat ditaati oleh masyarakat
demikian konsep kewenangan sangat kental serta memberi kebahagiaan dan kesejahteraan
dengan aspek legalitas. Secara singkat pada masyarakat. Dengan demikian sangat
dipahami bahwa hukum memberikan suatu tepat dalam perlindungan dan pengelolaan
kewennangan baik untuk bertindak maupun wilayah pesisir mendorong dan mendukung
tidak bertindak. Apabila Pemerintah otonomi daerah melalui pembentukan produk
melakukan tindakan yang berakibat pada hukum daerah yang responsif dan sesuai
timbul atau lenyapnya akibat hukum. Dengan dengan potensi daerah (Suharjono, 2014: 22).
demikian dapat dikatakan bahwa kewenangan Konsep perlindungan juga merupakan
pemerintah untuk bertindak akan hal penting dalam pembahasan perlindungan
menimbulkan akibat hukum maupun tidak dan pengelolaan wilayah pesisir. Pemahaman
menimbulkan akibat hukum. konsep perlindungan hukum tidak dapat
Berkaitan dengan kewenangan dilepaskan dari pemahaman konsep negara
sebagaimana dijelaskan di atas, sangat penting hukum. Di dalam konsep negara hukum,
dalam konteks perlindungan dan pengelolaan perlindungan hukum merupakan salah satu
wilayah pesisir, kewenangan juga unsur dalam membetuk suatu negara hukum.

168 Model Pengelolaan Wilayah Pesisir… (Anak Agung Istri Ari Atu Dewi)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561

Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


Perlindungan hukum merupakan kewajiban dan tugas pembantuan. Dalam konteks ini
negara dalam memberikan perlindungan pemerintah daerah mempunyai kewenangan
hukum kepada setiap warga negara. untuk menetapkan peraturan daerah terkait
Perlindungan hukum juga dapat digambarkan dengan perlindungan dan pengelolaan wilayah
sebagai fungsi hukum baik sebagai fungsi pesisir yang berbasis pada masyarakat.
mengatur maupun sebagai fungsi menegakkan Selanjutnya pengaturan perlindungan dan
hukum untuk tercapainya keadilan dan pengelolaan wilayah pesisir juga diatur dalam
kemanfaatan hukum. Selanjutnya, konsep Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 menegaskan
perlindungan hukum ditegaskan oleh Satjipto bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang
Rahardjo uang menegaskan bahwa terkandung di dalamnya dikuasi oleh negara
perlindungan hukum dalam konteks hak asasi dan dioergunakan sebesar-besarnya bagi
manusia yang diartikan sebagai memberikan kemakmuran rakyat. Norma Pasal 33 UUD
pengayoman kepada hak asasi manusia yang NRI Tahun 1945 dimaknai bahwa sumber daya
dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut alam yang ada dimanfaatkan sebesar-besarnya
diberikan kepada masyarakat agar mereka untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam
dapat menikmati hak-hak yang diberikan oleh konteks ini sumber daya alam yang ada di
hukum (Rahardjo, 1983: 121). Selanjutnya M. wilayah pesisir juga dimanfaatkan sebesar-
Hadjon memberikan pemahaman bahwa besarnya untuk kesejahteraan masyarakat
konsep perlindungan hukum adalah terutama masyarakat pesisir. Untuk
perlindungan akan harkat, martabat serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat pesisir,
pengakuan terhadap hak asasi manusia maka wilayah pesisir perlu dikelola secara
berdasarkan ketentuan hukum. Hadjon juga profesional dengan melibatkan masyarakat
menambahkan bahwa perlindungan hukum dengan basis nilai-nilai kearifan lokal yang
merupakan kumpulan peraturan atau kaidah ada. Pemahaman pengelolaan berbasis
yang dapat melindungi masyarakat (Hadjon, masyarakat diartikan sebagai sebuah sistem
1987: 38). pengelolaan sumber daya alam pada suatu
Berdasarkan pada konsep kewenangan tempat, dimana masyarakat setempat ikut
dan konsep perlindungan hukum di atas, terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan
berkaitan dengan kewenangan pemerintah wilayah pesisir yang dapat dilakukan dengan
daerah dalam pengaturan perlindungan dan pendekatan strtural dan non struktural.
pengelolaan wilayah pesisir dapat dilihat dalam Pelibatan masyarakat setempat dalam upaya
dalam batas-batas kewenangan yang telah pengelolaan wilayah pesisir tentu saja memberi
diatur dalam peraturan perundang-undangan. akses kepada masyarakat setempat untuk
Dalam konteks pengaturan, setiap mewujukan kesejahteraan pada masyarakat
pembentukan peraturan hukum sebagai bentuk setempat dan sekaligus memperbaiki taraf
perlindungan hukum kepada masyarakat maka kehidupam masyarakat serta memajukan desa-
dasar kewenangan merupakan point penting desa yang ada disekitar pantai (Fabianto dan
dalam suatu proses pembentukan hukum. Berhitu, 2014: 3).
Selain mendasarkan pada dasar kewenangan Selanjutnya dasar kewenangan lain
suatu pembentukan hukum juga medasarkan diatur dalam Undang-Undang Nomor 27
pada fakta sosiologis atau kebutuhan Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
masyarakat terhadap produk hukum tersebut. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran
Terkait dengan dasar kewenangan dalam Negara Republik Indonesia Tahun 2007
pengaturan perlindungan dan pengelolaan Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
wilayah pesisir didasarkan pada Pasal 18 Ayat Republik Indonesia Nomor 4739), sebagaiman
(6) UUD Negara Republik Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1
menegaskan bahwa pemerintah daerah berhak Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
menetapkan peraturan daerah dan peraturan- Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 18 No. 2, Juni 2018: 163 - 182 169
Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia berada dalam lingkup kemiskinan dan
Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran kesulitan perekonomian. Dengan demikian
Negara Republik Indonesia Nomor 5490, aturan-aturan yang terbitan terbaru lebih
dalam Pasal 1 angka 32 dengan tegas banyak mulai melindungi masyarakat pesisir
menyatakan bahwa masyarakat adalah dan diberikan otoritas oleh peraturan hukum
Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri untuk mengelola wilayah pesisirnya sesuai
atau Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat dengan kearifan lokalnya.
Lokal, dan Masyarakat Tradisional yang Kewenangan pemerintah daerah dalam
bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau membentuk hukum adalah pada Undang-
kecil. Dalam konteks ini UU 1 tahun 2014 Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
secara legal mengatur masyarakat untuk ikut Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
berpartisipasi dalam perlindungan dan Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
pengelolaan wilayah pesisir. Hal ini Tambahan Lembaran Negara Republik
menandakan bahwa masyarakat diberi otoritas Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
untuk ikut menentukan kebijakan dan diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
penyelenggaraan yang berkaitan dengan Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang
perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir. Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Konteks dasar kewenangan dalam Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
membentuk kebijakan hukum terutama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
peraturan hukum juga terdapat dalam Undang- Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Negara Republik Indonesia Nomor 5679),
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dengan tegas menyatakan bahwa antara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun pemerintah pusat, provinsi dan
2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara kabupatem/Kota mempunyai kewenangan yang
Republik Indonesia Nomor 5234, yang berbeda untuk mengurus daerahnya
mengatur teknis pembentukan kebijakan berdasarkan pada otonomi daerah.
hukum. Dalam membentuk kebijakan hukum Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 11 UU
ada 3 (tiga) unsur yang harus terpenuhi yaitu 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
unsur filosofis, sosiologis dan yuridis. Dalam yang menegaskan bahwa klasifikasi urusan
menelaah kewenangan pemerintah daerah pemerintahan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :
untuk mengatur perlindungan dan pengelolaan 1. Urusan pemerintahan absolute (urusan
wilayah pesisir yang berbasisi masyarakat pemerintah pusat)
perlu mempertimbangkan aspek filosofisnya
2. Urusan pemerintahan konkuren,(urusan
yaitu tujuan dan arah pengaturan dari suatu
pemerintah provinsi, kabupaten/kota), dan
peraturan yang dibentuk (perlindungan dan
pengelolaan wilayah pesisir yang berbasis 3. Urusan pemerintahan umum (Urusan
masyarakat). Selanjutnya aspek sosiologis Pemerintahan yang menjadi kewenangan
yaitu dilihat dari aspek kebutuhan dari Presiden sebagai kepala pemerintahan).
masyarakat pesisir yang memang Selanjutnya berkaitan dengan
membutuhkan pengaturan terkait partisipasi kewenangan pemerintah dalam pengaturan
masyarakat pesisir dalam pengelolaan wilayah perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir
pesisir sebagaimana tttelah diatur dalam yang berbasis masyarakat masuk dalam
peratutan yang lebih tinggi (UU 1 tahun 2014 pembagian urusan konkuren yang merupakan
dan permendagri 40 tahun 2014). Aturan ini kewenangan pemerintah Provinsi dan
dengan tegas menyatakan bahwa ketika pemerintah kabupaten/kota. Perlindungan dan
melakukan perlindungan hukum dan Pengelolaan wilayah pesisir termasuk dalam
pengelolaan wilayah pesisir, masyarakat wajib pembagian urusan di bidang kelautan dan
ikut berpatisipasi. Hal ini juga didasarkan perikanan yang pengaturannya terdapat dalam
bahwa selama ini masyarakat pesisir selalu Pasal 12 Ayat (3) huruf a. Berdasarkan pada
UU 23 tahun 2014 menjadi jelas kewenangan

170 Model Pengelolaan Wilayah Pesisir… (Anak Agung Istri Ari Atu Dewi)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561

Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


pemerintah daerah dalam pengaturan mendasarkan dan menyesuaikan dengan
perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir. kearifan lokal (nilai-nilai hukum yang hidup
Mencermati pada lampiran UU 23 Tahun 2014 dalam masyarakat).
tentang Pemerintahan Daerah huruf Y tentang Berkaitan dengan topik penelitian ini,
Pembagian Urusan Bidang Kelautan dan lebih fokus pada penelitian dan pemahaman
Perikanan bahwa Provinsi mempunyai pada sejauh mana pengaturan keterlibatan
kewenangan dalam melakukan pengelolaan peran masyarakat pesisir dalam pengembangan
ruang laut sampai 12 mil di luar minyak dan dan pengelolaan wilayah pesisir. Mengenai
gas bumi dan mempunyai kewenangan dalam pengelolaan wilayah pesisir juga di atur dalam
pemberdayaan masyarakat pesisir, sedangkan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan
Pemerintah Kabupaten/Kota tidak ada Nomor 34/PERMEN-KP/2014 Tentang
kewenangan dalam melakukan pengelolaan Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan
ruang laut dan pemberdayaan masyarakat Pulau-Pulau Kecil. Dalam Peraturan Menteri
pesisir. Kewenangan Pemerintah Kelautan Dan Perikanan ini, konteks
Kabupaten/Kota hanya sebatas pemberdayaan perencanaan pengelolaan yang dimaksud yaitu
nelayan kecil, pengelolaan dan rencana yang memuat susunan kebijakan,
penyelenggaraan tempat pelelangan ikan dan tatacara dan tanggung jawab dalam
Penerbitan IUP di bidang pembudidayaan ikan pengambilan keputusan dari berbagai lembaga
yang usahanya masih dalam 1 (satu) daerah atau instansi pemerintah terkait dengan
Kabupaten/Kota. Sependapat dengan kesepakatan penggunaan sumber daya alam
pandangan Dhiana Puspitawati yang atau kegiatan pembangunan di wilayah pesisir.
menegaskan bahwa Pemerintah Hal ini lebih ditekankan pada bagaimana
Kabupaten/Kota tidak mempunyai kewenangan pemerintah merencanakan untuk membuat
yang jelas terkait dengan pengelolaan sumber kebijakan dan prosedur maupun kesepakatan
daya pesisir (Puspitawati, 2014: 218). Oleh dalam penggunaan sumber daya wilayah
karena tidak ada pengaturan kewenangan pesisir sesuai dengan kewenangannya.
pengelolaan wilayah pesisir bagi Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Kelautan
Kabupaten/Kota sehingga menjadi tidak jelas Dan Perikanan Nomor 40/PERMEN-KP/2014
peran pemerintah Kabupaten/Kota dalam Tentang Peran Serta Dan Pemberdayaan
pengelolaan wilah pesisir. Di sisi lain, dalam Masyarakat Dalam Pengelolaan Wilayah
Pasal 14 UU 1 Tahun 2014 menentukan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, lebih
bahwa ada kewenangan pemerintah menegaskan bahwa di dalam melakukan
Kabupaten/Kota dalam pengelolaan wilayah pengelolaan wilayah Pesisir, peran serta
pesisir. Dalam Pasal 14 UU 1 Tahun 2014 masyarakat pesisir memiliki arti penting.
ditentukan bahwa Bupati/Walikota Dalam Peraturan Menteri Kelautan Dan
menyampaikan dokumen final tentang Perikanan Nomor 40/PERMEN-KP/2014
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir. khususnya Pasal 1 angka 5 menegaskan bahwa
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa peran serta masyarakat dalam pengelolaan
Kabupaten/Kota memiliki kewenangan dalam wilayah pesisir adalah kepedulian masyarakat
pengelolaan wilayah pesisir di daerahnya. dan keterlibatannya baik secara fisik atau non
Lebih lanjut, yang menarik dalam UU 1 fisik, maupun langsung atau tidak langsung,
Tahun 2014 adalah bahwa dalam hal atas dasar kesadaran sendiri ataupun
melakukan pengelolaan wilayah pesisir aspek didasarkan pada pembinaan dalam rangka
penting yang perlu diperhatikan adalah peran pengelolaan wilayah pesisir. Adapun bentuk
masyarakat pesisir dalam keterlibatannya keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan
untuk ikut serta di bidang perlindungan dan wilayah pesisir adalah perencanaan,
pengelolaan wilayah pesisir. Dalam melakukan pelaksanaan dan pengawasan. Dalam konteks
kegiatan perlindungan dan pengelolaan ini masyarakat pesisir mempunyai peran
wilayah pesisir, masyarakat pesisir penting dan diberikan otoritas oleh peraturan

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 18 No. 2, Juni 2018: 163 - 182 171
perundang-undangan untuk mengelola wilayah Selama ini dasar hukum dalam melakukan
pesisir sesuai dengan kearifan lokal dan hukum pengelolaan wilayah pesisir hanya didasarkan
adatnya. Untuk pengelolaan wilayah pesisir pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16
yang tepat dan berhasilguna, maka pemerintah Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
sesuai dengan kewenangannya berkewajiban Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029. Di
melakukan pemberdayaan masyarakat terutama dalam Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun
masyarakat pesisir berdasarkan potensi dan 2009, pengaturan pengelolaan wilayah pesisir
karakteristik, serta analisis kebutuhan yang berbasis masyarakat belum diatur.
masyarakat dengan mempertimbangkan Mengenai pengelolaan wialayah pesisir juga
kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan tidak diatur secara jelas dalam Peraturan
lingkungan. Pemberdayaan masyarakat Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2015
dilakukan sebagai upaya untuk dorongan, atau Tentang Arahan Peraturan Zonasi Sistem
memberikan bantuan kepada masyarakat Provinsi.
pesisir agar mampu menentukan pilihan yang Selanjutnya mencermati Peraturan
terbaik dalam memanfaatkan sumber daya Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor
pesisir. Selain pemberdayaan yang diberikan 12 Tahun 2017 Tentang Rencana Zonasi
oleh pemerintah, pembinaan juga merupakan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
unsur penting dalam pengelolaan wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2017-
pesisir. Dalam pembinaan ini pemerintah 2037, dengan tegas menentukan bahwa di
berdasarkan kewenangannya memberikan dalam penyelenggaraan zonasi wilayah pesisir
bimbingan, pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan pulau-pulau kecil dilakukan oleh
dan sosialisasi terkait dengan pengelolaan Pemerintah Daerah dengan melibatkan
wilayah pesisir yang baik dan berhasil guna. masyarakat pesisir. Namun demikian perlu
Tujuan dilakukan pemberdayaan dan dicermati terkait dengan keterlibatan
pembinaan ini adalah agar masyarakat pesisir masyarakat pesisir dalam penyelenggaraan
memiliki kemampuan dan kemandirian dalam wilayah pesisir. Terhadap hal ini dapat
pengelolaan wilayah pesisir, untuk dianalisis bahwa tata cara peran serta
meningkatkan efektifitas dan keberlanjutan keterlibatan masyarakat pesisir dalam
dalam pemanfaatan wilayah pesisir dengan penyelenggaraan wilayah pesisir yang tidak
memperkuat nilai-nilai kearifan lokal untuk jelas.
proses pembangunan bangsa khususnya
Berdasarkan uraian di atas, dapat
pembangunan wilayah pesisir yang
dipahami bahwa pengaturan mengenai peran
berkelanjutan.
masyarakat pesisir dalam penyelenggaraan
Berdasarkan pemahaman kewenangan wilayah pesisir diatur mulai dari UUD NRI
berdasarkan analisis peraturan perundang- Tahun 1945, tataran UU, Permen KP dan
undangan yang telah di uraikan di atas, maka Perda, namun masih ada ketidakjelasan terkait
pemerintah daerah Provinsi dan tatacara peran serta masyarakat pesisir dalam
Kabupaten/Kota mempunyai dasar penyelenggaraan wilayah pesisir. Dengan
kewenangan untuk membentuk pengaturan demikian sebagai dasar untuk kepastian hukum
hukum terkait dengan perlindungan dan bagi peran serta masyarakat pesisir dalam
pengelolaan wilayah pesisir berbasis penyelenggaraan wilayah pesisir, di tingkat
masyarakat. Bentuk produk hukum yang tepat Provinsi sangat dibutuhkan Perda yang
dalam pengaturan perlindungan dan mengatur secara jelas tatacara keterlibatan
pengelolaan wilayah pesisir berbasiskan masyarakat pesisir dalam konteks
masyarakat adalah peraturan Daerah (Perda). penyelenggaraan wilayah pesisir. Sehingga ada
Kondisi riil pada pemerintah Provinsi kepastian hukum bagi masyarakat pesisir untuk
Bali, bahwa Provinsi Bali belum mempunyai melakukan perlindungan dan pengelolaan
Peraturan Daerah berkaitan dengan wilayah pesisir.
perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir.

172 Model Pengelolaan Wilayah Pesisir… (Anak Agung Istri Ari Atu Dewi)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561

Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


B. Model Ideal Pengelolaan Wilayah penduduk miskin di wilayah pesisir cukup
Pesisir Yang Berbasis Pada besar, yakni mencapai 32,14 persen dari
Masyarakat jumlah total penduduk miskin Indonesia.
Penduduk miskin pesisir hampir 2 kali lipat
Masyarakat pesisir merupakan
penduduk miskin dari total penduduk
masyarakat atau komunitas yang hidup dan
indonesia (www.compas.com. Diakses
tumbuh di pesisir dan terikat dengan kearifan
tanggal 20 oktober 2016).
lokal setempat. Indonesia yang merupakan
negara kepalauan, luas lautnya mencapai 70 Perbedaaan laju pertumbuhan ekonomi
persen dari total wilayah kepulauan. Kondisi di daerah pesisir dengan di daerah lainnya
laut yang demikian luas dengan sumber daya disebabkan berbagai permasalahan dan
laut yang berlimpah seharusnya mampu persoalan yang melingkupinya. Permasalahan-
membawa masyarakat pesisir hidup makmur permasalahan sosial di daerah pesisir sangat
dan sejahtera, namun sebaliknya masyarakat kompleks. Permasalahan-permasalahan
pesisir kurang berkembang dan terus dalam kompleks tersebut timbul secara langsung
posisi marjinal (Satria, 2015: 1). Namun maupun tidak langsung. Berkaitan dengan
sejalan dengan perkembangan jaman, kemiskinan pada masyarakat pesisir
perkembangan wilayah pesisir mulai disebabkan oleh penerapan kebijakan yang
diperhatikan. Mulai dari pembentukan regulasi kurang tepat, rendahnya penegakan hukum
yang berpihak pada program pengembangan (law enforcement), serta rendahnya
wilayah pesisir. kemampuan sumber daya manusia (SDM).
Permasalahan pada wilayah pesisir di atas,
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka
tidak lepas dari kondisi riil dan faktor-faktor
2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
yang mempengaruhi kemiskinan menjadi
tentang Perubahan Atas Undang-Undang
permanen di wilayah pesisir. Dahuri
Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
(Rokhmin, 1997: 4) menegaskan ada lima
Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil bahwa
faktor yang mempengaruhi permasalahan
wilayah pesisir merupakan daerah peralihan
pokok yang terdapat pada masyarakat pesisir
antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang
yaitu pertama tingkat kepadatan penduduk
kental dipengaruhi oleh adanya perubahan
yang tinggi dan kemiskinan, kedua konsumsi
iklim di darat maupun di laut. Selanjutnya
berlebihan dan penyebaran sumber daya yang
Bingen menyatakan bahwa wilayah pesisir
tidak merata, ketiga kelembagaan, keempat,
merupakan daerah pertemuan antara darat dan
kurangnya pemahaman tentang ekosistem
laut. Dengan demikian pesisir merupakan
alam, dan kelima kegagalan sistem ekonomi
bagian daratan yang masih dipengaruhi oleh
dan kebijakan dalam menilai ekosistem alam.
sifat-sifat laut termasuk masih digunakan untuk
kegiatan manusia (Harahap, 2015: 1). Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil
studi terkait dengan daerah pesisir
Wilayah pesisir merupakan tempat yang
menunjukkan bahwa perencanaan dan
sering digunakan untuk melakukan kegiatan
pelaksanaan pembangunan serta pengelolaan
oleh masyarakat terutama masyarakat pesisir,
sumber daya di daerah pesisir yang selama ini
baik itu kegiatan yang berhubungan dengan
dijalankan masih bersifat sektoral dan terpilah-
religius, sosial kemasyarakatan maupun
pilah. Tidak terintegrasi dalam pembangunan
kegiatan untuk meningkatkan perekonomian
di daerah pesisir disebabkan ada kebijakan
masyarakat. Kompleksnya pemanfaatan
hukum yang tidak tepat atau kebijakan yang
wilayah pesisir terutama kegiatan yang
kurang melibatkan peran serta masyarakat
berdampak pada pertumbuhan ekonomi
dalam perencanaan maupun dalam pengelolaan
masyarakat pesisir, seharusnya masyarakat
wilayah pesisir, padahal karakteristik
pesisir tidak mengalami kekurangan atau
ekosistem pesisir saling terkait. Dengan
maraknya kemiskinan pada masyarakat pesisir.
demikian pengelolaan sumber daya wilayah
Berdasarkan penelusuran data pada pesisir secara optimal dan berkelanjutan hanya
masyarakat pesisir, bahwa angka jumlah

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 18 No. 2, Juni 2018: 163 - 182 173
dapat diwujudkan melalui pendekatan terpadu memberdayakan masyarakat pesisir
dan holistik. Pengelolaan wilayah pesisir (pembangunan berbasis masyarakat).
terpadu dinyatakan sebagai proses Pembangunan berbasis masyarakat secara
pemanfaatan sumber daya pesisir serta ruang sederhana dapat diartikan sebagai
yang memperhatikan aspek konservasi dan pembangunan yang mengacu pada kebutuhan
keberlanjutannya. Adapun konteks masyarakat, direncanakan dan dilaksanakan
keterpaduan meliputi dimensi sektor, ekologis, oleh masyarakat dengan sebesar-besarnya
pemerintahan, antar bangsa dan negara, memanfaatkan sumber daya alam yang ada
masyarakat pesisir dan disiplin ilmu. dan dapat diakses oleh masyarakat setempat.
Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir Oleh karena itu pembangunan berbasis
(masyarakat pesisir) menjadi bagian yang masyarakat seharusnya pembangunan yang
terpenting dalam ekosistem pesisir. Masyarakat berangkat dari kebutuhan masyarakat dan
pesisir merupakan komponen yang memiliki bukannya dirumuskan oleh orang luar atau elit
peran penting dalam membangun wilayah masyarakat yang merasa tahu dan pandai untuk
pesisir yang berkelanjutan. merumuskan pembangunan yang cocok bagi
Secara yuridis konsep masyarakat diatur masyarakatnya.
dalam Pasal 1 angka 32 UU 1 Tahun 2014 Menurut Aprillia Theresia menyatakan
yang menegaskan masyarakat adalah bahwa pembangunan berbasis masyarakat
masyarakat yang terdiri dari masyarakat berarti pembangunan harus berbasis sumber
hukum adat, masyarakat lokal dan masyarakat daya lokal, berbasis pada modal sosial,
tradisional yang bermukim di wilayah pesisir berbasis pada budaya lokal, berbasis pada
dan pulau-pulau kecil. Adapun perbedaan kearifan lokal yang dimiliki dan diyakini oleh
konsep antara masyarakat hukum adat lebih masyarakat setempat (Theresia, 2014: 28).
menekankan pada sekelompok orang secara Selanjutnya Aprillia Theresia juga mengatakan
turun-temurun bermukim di wilayah tertentu bahwa pembangunan berbasis masyarakat
karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, seringkali dikonotasikan dengan pembangunan
hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, dari bawah yang lebih baik dari pembangunan
sumber daya alam, memiliki pranata dan dari atas (Theresia, 2014: 29).
tatanan hukum adat. Konsep masyarakat lokal Memahami pengelolaan sumber daya
menekankan pada sekelompok masyarakat alam berbasis masyarakat adalah sama dengan
yang menjalankan tata kehidupan sehari-hari memahami partisipasi masyarakat dalam
sesuai dengan kebiasaan yang sudah diterima pengelolaan wilayah pesisir. Partisipasi
sebagai nilai-nilai yang berlaku umum, namun masyarakat pesisir dalam pengelolaan sumber
tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya pesisir dapat dikatakan sebagai suatu
daya pesisir. Konsep masyarakat tradisional proses pemberian wewenang, tanggung jawab
adalah masyarakat perikanan tradisional yang dan kesempatan kepada masyarakat untuk
masih diakui hak tradisional-nya dalam mengelola sumber dayanya sendiri berdasarkan
melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kebutuhan dan keinginan serta tujuan
kegiatan lain yang sah yang berada dalam aspirasinya.
perairan kepulauan sesuai dengan kaidah
Keberhasilan pengelolaan wilayah
hukum laut internasional. Dengan demikian
pesisir yang berbasis masyarakat dipengaruhi
masyarakat pesisir dapat dipahami masyarakat
oleh dua (2) macam yaitu :
hukum adat, masyarakat lokal dan masyarakat
tradisional. 1. Konsensus yang jelas dan pasti dari tiga
aktor atau pelaku utama yaitu pemerintah,
Masyarakat pesisir merupakan unsur
masyarakat dan peneliti (sosial, ekonomi,
yang penting di dalam pembangunan wilayah
sumber daya).
pesisir. Unsur penting dalam pembangunan
wilayah pesisir yang berkelanjutan adalah 2. Pemahaman peran dan tanggungjawab yang
membangun wilayah pesisir beserta mendalam dari masing-masing aktor atau
pelaku utama terutama dalam

174 Model Pengelolaan Wilayah Pesisir… (Anak Agung Istri Ari Atu Dewi)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561

Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


merencanakan dan mengimplementasikan yaitu :1) pemberdayaan;2)pemerataan akses
program-program pengelolaan daerah dan peluang; 3) ramah lingkungan dan lestari;
pesisir yang berbasis masyarakat. 4) pengakuan terhadap pengetahuan dan
Menurut Tjokrowinoto (Mardikato kearifan lokal; 5) kesetaraan gender.
at.al, 2012: 6) bahwa ciri-ciri pembangunan Selanjutnya dalam Pasal 21 UU 1 Tahun 2014
yang berpusat pada masyarakat yaitu : yang dengan tegas menyatakan bahwa
Pemanfaatan ruang dan sumber daya Perairan
1. Gagasan dan proses-proses dalam
Pesisir pada wilayah masyarakat hukum adat
pengambilan keputusan yang bertujuan
oleh masyarakat hukum adat menjadi
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,
kewenangan masyarakat hukum Adat
harus dilakukan oleh masyarakat sendiri.
setempat. Hal ini menunjukan bahwa ada peran
2. Pengambilan keputusan oleh masyarakat penting dari masyarakat dalam konteks ini
terhadap pengelolaan sumber daya yang masyarakat hukum adat dalam aspek
terdapat dalam masyarakat sendiri bertujuan perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir
meningkatkan kemampuan masyarakat berdasarkan hukum adat dan kebiasaannya.
setempat dalam melakukan pengelolaan
Merujuk prinsip dari Dahuri di atas,
wilayah pesisir.
bahwa dalam konteks perlindungan dan
3. Menyesuaikan dengan nilai-nilai kearifan pengelolaan wilayah pesisir, pemberdayaan,
lokal masyarakat setempat. adanya akses dan peluang, ramah lingkungan
4. menekankan pada proses social learning pengakuan kearifan lokal dan keadilan gender
yaitu interaksi kolaboratif antara birokrasi tampaknya bersesuaian dengan nilai-nilai
dan komunitas lokal. hukum adat. Pemberdayaan, dalam konteks ini
5. Proses pembentukan jejaring (networking) pemberdayaan masyarakat pesisir sangat
antara birokrasi dan lembaga swadaya diperlukan untuk pembangunan wilayah
masyarakat. pesisir yang berkelanjutan dan bertujuan untuk
Di samping beberapa ciri-ciri mengarahkan terwujudnya perbaikan teknis
pembangunan yang berpusat pada masyarakat, pengelolaan wilayah pesisir termasuk
untuk mewujudkan secara riil perlindungan penangkapan ikannya serta perbaikan
dan pengelolaan wilayah pesisir yang masyarakat pesisir itu sendiri.
berbasiskan masyarakat diperlukan terobosan- Dalam pengelolaan wilayah pesisir
terobosan baru dalam perlindungan dan sangat berkaitan dengan kearifan lokal
pengelolaan wilayah pesisir. Terobosan masyarakat pesisir setempat. Hal ini diatur
tersebut dapat berupa keterpaduan antara dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
kebijakan-kebijakan hukum negara, Provinsi, Perikanan Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Kabupaten/Kota dan hukum adat. Oleh Endang peran serta masyarakat dalam pengelolaan
Sutrisna ditegaskan ada tiga terobosan dalam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dalam
pengelolaan wilayah pesisir yaitu pertama, Peraturan Menteri No 40 Tahun 2014
pembentukan produk hukum mengenai khususnya Pasal 3 menegaskan bahwa untuk
pengelolaan wilayah pesisir haruslah terpadu mendukung proses pembangunan wilayah
dan listas sektoral; kedua, di dalam pengaturan pesisir maka harus memperkuat nilai-nilai
pengelolaan wilayah pesisir dibentuk produk kearifan lokal.
hukum yang lebih spesifik untuk mendorong Mencermati teori segitiga pluralisme
implementasi otonomi daerah yang lebih (triangle pluralist) dari Menski bahwa dalam
merujuk pada potensi daerah (Sutrisna; 2014: praktik hukum ada tiga (3) unsur utama yang
11). saling berinteraksi dan bernegosiasi yaitu
Selanjutnya menurut Dahuri (Dahuri, masyarakat, negara serta unsur nilai dan etika
2000: 145) menyatakan bahwa ada lima (Menski, 2015: 816). Teori segitiga pluralisme
prinsip dasar yang penting untuk dilaksanakan ini tepat di terapkan pada pembangunan
dalam pengelolaan yang berbasis masyarakat wilayah pesisir beserta pembangunan

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 18 No. 2, Juni 2018: 163 - 182 175
masyarakat pesisir. Penerapan segitiga Kedongan dengan memberdayakan masyarakat
pluralisme dalam pembangunan dan adatnya yang juga merupakan masyarakat
pengelolaan wilayah pesisir adalah dengan pesisir untuk dapat terlibat langsung dalam
melibatkan masyarakat pesisir, pemerintah dan pengelolaan wisata kuliner. Pengelolaan pesisir
regulasinya, serta nilai-nilai kearifan lokal pantai Kedongan sebagai objek wisata kuliner
masyarakat pesisir. Ketiga unsur utama ini yang berbasis masyarakat tetap dijiwai oleh
merupakan salah satu unsur dalam filosofis Tri Hita Karana sebagai nilai kearifan
pengembangan model pengelolaan wilayah lokal sehingga hubungan masyarakat dengan
pesisir. wisatawan, hubungan masyarakat dengan
Berdasarkan wawancara dengan Manu lingkungan dan hubungan masyarakat dengan
Mudita yang merupakan ketua himpunan Tuhannya dapat berjalan harmonis.
Nelayan seluruh Indonesia di Bali (HNSI Bali) Selanjutnya daerah pesisir pantai
menegaskan bahwa untuk membangun wilayah Pendawa di desa Kutuh Kabupaten Badung
pesisir dan tercapainya kesejahteraan Bali mulai menggeliat. Masyarakat pesisir
masyarakat pesisir, harus ada sinergi antara mulai menggali dan mengembangkan potensi
pemerintah, masyarakat pesisir dan kearifan pantai yang ada. Salah satu objek yang
lokal masyarakat (Wawancara dengan Manu dikembangkan ada ekowisata yaitu
Mudita ketua HNSI Bali, 2017). Banyak hal pengembangan dan budidaya jenis karang laut.
yang dapat dilakukan oleh masyarakat pesisir Pengembangan karang laut ini di lakukan
dalam rangka pengelolaan daerah pesisir. dengan pemberdayaan masyarakat adat Desa
Dalam melakukan pengembangan dan Adat Kutuh. Pengembangan dan pengelolaan
pengelolaan wilayah pesisir, masyarakat harus wilayah pesisir dilakukan dengan
tahu potensi yang dapat dikembangkan di memberdayakan masyarakat adat Desa Adat
wilayah pesisir mereka dan dalam melakukan Kutuh serta di dukung oleh desa Dinas dan
pengembangan wilayah pesisir juga tidak luput Kabupaten Badung. Keadaan yang berbeda
dari dukungan pemerintah daerah. terlihat di pesisir pantai Watu Klotok di
Berdasarkan penelitian di pesisir pantai Kabupaten Klungkung Bali. Potensi Pesisir
Kedongan Jimbaran Bali. Desa Kedongan Watu Klotok adalah objek wisata surfing,
merupakan desa pesisir yang sebagaian besar namun pengelolaan wilayah pesisir Watu
masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Klotok belum dilakukan secara optimal. Peran
Pesisir pantai Kedongan yang mulanya tidak masyarakat pesisir masih minim dan peran
terjamah, namun setelah tahun 1995 pesisir pemerintah daerah juga masih minim, padahal
pantai Kedongan mulai terjamah peluang untuk menjadi tujuan wisata surfing
perkembangan pariwisata. Pesisir pantai yang tinggi.
landai dan berpasir putih serta kehidupan sosial Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
budaya yang kental menjadikan pesisir pantai menunjukkan bahwa belum merata
Kedongan dikembangkan dan dikelola menjadi pengelolaan wilayah pesisir di Bali. Banyak
salah satu tujuan pariwisata khususnya wisata wilayah pesisir yang memiliki potensi untuk
kuliner seafood. Selanjutnya pada tahun 2007 dikembangkan tidak dikelola dengan baik,
melalui kesatuan masyarakat hukum adat di sehingga di beberapa wilayah pesisir di Bali
Bali yaitu Desa Adat Kedongan dan didukung masyarakatnya masih hidup dalam kemiskinan.
oleh Pemerintah Kabupaten Badung mulai Berkaitan dengan pengembangan dan
menata dan mengelola pesisir pantai seluas pengelolaan wilayah pesisir dan untuk menuju
1.258 meter sebagai tujuan wisata kuliner. pengelolaan yang optimal maka pengelolaan
Berkembangnya wisata kuliner di pesisir pantai berbasis masyarakat perlu di bangun. Potensi-
Kedongan tidak terlepas dari dukungan Desa potensi wilayah pesisir secara detail perlu
Adat Kedongan dan Pemerintah Daerah diidentifikasi oleh masyarakatnya, sehingga
Kabupaten Badung. Penataan dan pengelolaan dapat dikembangkan dan dikelola secara
pesisir pantai Kedongan dibawah Desa Adat optimal. Di dalam membangun dan

176 Model Pengelolaan Wilayah Pesisir… (Anak Agung Istri Ari Atu Dewi)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561

Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


mengembangkan wilayah pesisir peran serta pengelolaan wilayah pesisir. Di samping itu,
aktif masyarakat pesisir sangat dibutuhkan. untuk mengembangkan pengelolaan wilayah
Peran serta aktif masyarakat pesisir dalam pesisir yang berbasis masyarakat (community
mengembangkan dan mengelola wilayah based development), kearifan lokal juga tidak
pesisir mulai dari tahap perencanaan, boleh diabaikan. Kearifan lokal dipahami
pelaksanaan, pengawasan secara langsung dari sebagai tradisi dan nilai-nilai yang tumbuh
masyarakat. Di dalam Peraturan Menteri dalam dan diwarisi secara turun temurun pada
Kelautan dan Perikanan Nomor 40/Permen- masyarakat pesisir yang cukup efektif dalam
KP/2014 khususnya dalam Pasal 4 diatur perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir
mengenai Peran serta masyarakat dalam (Utina, 2012: 15). Pada prinsipnya kearifan
pengelolaan wilayah pesisir yaitu mulai tahap lokal diartikan perilaku sosial masyarakat lokal
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. atau masyarakat pesisir dalam berinteraksi dan
Peran serta masyarakat dalam tahap berinterelasi dengan kehidupannya. Perilaku
perencanaan dilakukan dengan menggali sosial yang berkaitan dengan kearifan lokal
potensi wilayah pesisir dan memberi usulan terdiri dari 2 dimensi yaitu:
kepada pihak terkait mengenai pengelolaan 1. Karakteristik dan kualitas lingkungan
wilayah pesisir serta tanpa mengabaikan mempengaruhi perilaku sosial tertentu;
kearifan lokal wilayah pesisir. Selanjutnya 2. Perilaku sosial tertentu mempengaruhi
pada tahap pelaksanaan dipahami bahwa peran karakteristik dan kualitas lingkungan
serta masyarakat dapat berupa pengelolaan (Usman, 1996:10).
sumber daya pesisir, menjaga dan memelihara
Berdasarkan pemahaman di atas dan
fungsi lingkungan hidup wilayah pesisir,
sesuai dengan teori segitiga pluralisme
memantau pelaksanaan rencana pengelolaan
(triangle pluralist) maka model pengelolaan
wilayah pesisir serta memberi informasi
wilayah pesisir berbasis masyarakat
pelaksanaan pemanfaatan wilayah pesisir. Hal
(community based development) tetap
yang tidak kalah penting dalam pengelolaan
melibatkan tiga (3) unsur utama yaitu
wilayah pesisir adalah pemberdayaan
pemerintah, masyarakat pesisir dan nilai
masyarakat pesisir (community development).
kearifan lokal. Ketiga unsur utama ini saling
Dalam konteks pemberdayaan masyarakat
berinteraksi dan berkomunikasi dalam
pesisir dalam pengelolaan wilayah pesisir
meningkatkan pengelolaan wilayah pesisir.
disesuaikan dengan potensi, karakteristik dan
Namun yang menjadi starter poin dalam
analisis kebutuhan masyarakat dengan
pengelolaan wilayah pesisir adalah peran aktif
memperhatikan kondisi sosial, ekonomi,
masyarakat pesisir dengan ide-ide kreatif untuk
budaya dan lingkungan pesisir.
mengembangkan pengelolaan wilayah pesisir.
Di dalam pengelolaan wilayah pesisir Dalam hal ini prinsip model pengelolaan
berbasis masyarakat (community based wilayah pesisir berbasis masyarakat di
development) tidak terlepas dari dukungan tekankan pada peran aktif masyarakat pesisir.
pemerintah, desa adat dan masyarakat. Dalam hal ini tentu saja tidak terlepas dari
Berbagai hal dapat dilakukan dalam rangka nilai-nilai kearifan lokal sebagai landasan
pemberdayaan masyarakat diantaranya dalam melakukan pengembangan pengelolaan
pelatihan, pendidikan, penyuluhan, wilayah pesisir.
permodalan, akses teknologi dan informasi,
Model pengelolaan wilayah pesisir
bantuan sarana dan prasarana, akses pemasaran
berbasis masyarakat (community based
dan akses kerja sama dengan pihak lain. Dalam
development) memiliki keunggulan
konteks inilah dibutuhkan peran pemerintah
diantaranya :
daerah untuk dapat membantu pemberdayaan
masyarakat pesisir. Pemberdayaan masyarakat 1. Fungsi lingkungan di wilayah pesisir tetap
pesisir ini penting untuk membangun terjaga, lestari dan berkelanjutan.
kemandirian masyarakat pesisir dalam 2. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 18 No. 2, Juni 2018: 163 - 182 177
3. Meningkatkan partisipasi aktif masyarakat pada nilai-nilai kearifan lokal. Kearifan lokal
pesisir yang berlandaskan nilai-nilai yang dapat dikembangkan adalah Nilai-nilai
kearifan lokal. yang terdapat dalam adat kebiasaan pada
4. Pembangunan wilayah pesisir terpusat pada masyarakat pesisir yang telah di dapat secara
masyarakat pesisir dan tidak lagi berbasis turun temurun dipandang sangat efektif dalam
negara atau pemerintah. memberi perlindungan dan pengelolaan
wilayah pesisir. Wujud konkritnya adalah
5. Akses sumber daya pesisir terbuka luas
awig-awig. Awig-awig ini digunakan sebagai
untuk masyarakat pesisir, tidak eksklusif di
pedoman dalam melakukan perlindungan dan
tangan pemerintah.
pengelolaan masyarakat pesisir. Selain itu
6. Prioritas pengembangan dan pengelolaan peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan
wilayah pesisir sesuai dengan kebutuhan dalam rangka pemberdayaan masyarakat
masyarakat pesisir. pesisir sesuai dengan potensi, karakter,
7. Manfaat sumber daya pesisir langsung kebutuhan masyarakat dan sosial budaya
dapat dinikmati oleh masyarakat pesisir. masyarakat untuk menuju kemandirian dalam
Berdasarkan keunggulan di atas, pengelolaan wilayah pesisir.
memperkuat dalam pengembangan model
pengelolaan wilayah pesisir berbasis
KESIMPULAN
masyarakat. Sebagaimana hasil penelitian di
Model pengelolaan wilayah pesisir
wilayah pesisir Kedongan Desa Adat
berbasis masyarakat (community based
Kedongan dan Pesisir pantai Pendawa Desa
development) merupakan model yang ideal dan
Adat Kutuh Kabupaten Badung, memberi
tepat untuk diterapkan dalam rangka
dampak positif pada masyarakatnya, bahkan
mewujudkan kemandirian masyarakat pesisir.
menjadi contoh nasional terkait dengan
Model yang ditawarkan dalam makalah ini
kemandirian desa adat dalam mengelola
adalah peran serta aktif masyarakat pesisir baik
wilayah pesisir. Dengan adanya partisipasi
mulai tahap perencanaan, pelaksanaan maupun
aktif masyarakat pesisir yang juga merupakan
pengawasan pengelolaan wilayah pesisir.
masyarakat desa adat dalam pengelolaan
Dalam tahap perencanaan dipahami bahwa
wilayah pesisirnya berdampak pada pesisir
masyarakat pesisir menggali potensi-potensi
pantai Kedongan dan Pesisir Pantai Pandawa
wilayah pesisir yang dapat dikembangkan
menjadi objek wisata mancanegara.
selanjutnya membuat perencanaan pelaksanaan
Keberhasilan sinergi pemerintah daerah pengelolaan wilayah pesisir. Pada tahap
Kabupaten Badung dan masyarakat pesisir perencanaan, masyarakat pesisir dituntut untuk
yang di bawah naungan desa adatnya dalam kreatif dan inovatif dalam membaca peluang
mengelola wilayah pesisir dengan potensi-potensi yang dapat dikembangkan.
menonjolkan potensi sumber daya alamnya Pada tahap pelaksanaan, bahwa yang terlibat
masing-masing memberi dampak pada aktif dalam pelaksanaan pengelolaan wilayah
meningkatnya kesejahteraan masyarakat pesisir pesisir adalah masyarakat pesisir. Mayarakat
bahkan tidak ada lagi masyarakat miskin di pesisir konsisten dengan perencanaan yang
wilayah pesisir pantai Kedongan dan pesisir telah disepakati, melakukan kegiatan
Pantai Pandawa. Keberhasilan sinergi antara pengelolaan wilayah pesisir yang berdasarkan
pemerintah daerah dengan masyarakat pesisir pada nilai kearifan lokal serta melakukan
di Kabupaten Badung harus menjadi contoh pencegahan terhadap kegiatan yang berpotensi
dalam pengembangan dan pengelolaan mengakibatkan kerusakan wilayah pesisir.
wilayah-wilayah pesisir lainnya di Bali. Selanjutnya tahap pengawasan, bahwa apabila
Pada prinsipnya dalam melakukan terjadi indikasi pencemaran dan kerusakan
pengembangan dan pengelolaan wilayah wilayah pesisir maka masyarakat pesisir segera
pesisir secara optimal dibutuhkan peran serta melaporkan pada pihak yang terkait.
aktif masyarakat pesisir yang berlandaskan Disamping itu peran pemerintah sangat penting

178 Model Pengelolaan Wilayah Pesisir… (Anak Agung Istri Ari Atu Dewi)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561

Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


terutama dalam konteks pemberdayaan
masyarakat pesisir. Dalam hal ini pemerintah
memberikan bantuan baik berupa permodalan,
akses informasi, akses infrastruktur,
pembinaan, pelatihan dan penyuluhan kepada
masyarakat pesisir mengenai strategi dalam
pengembangan dan pengelolaan wilayah
pesisir. Model pengelolaan wilayah pesisir
berbasis masyarakat memiliki beberapa
keunggulan yaitu peran serta aktif masyarakat
pesisir dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat, lingkungan pesisir terjaga dan
lestari dan masyarakat pesisir bebas
mengembangkan dan mengelola sesuai dengan
potensi, karakteristik dan sosial budaya
masyarakat pesisir. Pada prinsipnya dalam
melakukan pengembangan dan pengelolaan
wilayah pesisir secara optimal dibutuhkan
peran serta aktif masyarakat pesisir yang
berlandaskan pada nilai-nilai kearifan lokal
serta dukungan dari pemerintah daerah untuk
menuju kemandirian masyarakat pesisir dalam
mengelola wilayah pesisir sehingga tercapai
kesejahteraan masyarakat pesisir.

SARAN
Perlu membentuk peraturan daerah untuk
menjamin kepastian hukum bagi masyarakat
pesisir untuk dapat terlibat dalam melakukan
pengelolaan wilayah pesisir. Dalam melakukan
pengelolaan wiayah pesisir hendaknya
berdasarkan pada nilai kearifan lokal
masyarakat setempat. Pembentukan peraturan
daerah mengenai peran serta aktif masyarakat
dalam pengelolaan wilayah pesisir merupakan
bentuk penguatan dan pemberdayaan
masyarakat pesisir untuk menuju kemandirian
dalam pengelolaan wilayah pesisir.
Selanjutnya bagi daerah-daerah pesisir yang
belum berkembang perlu menerapkan strategi
yaitu sinergi dan interaksi yang tepat antara
pemerintah daerah, masyarakat pesisir dan
nilai kearifan lokal dalam melakukan
pengelolaan wilayah pesisir, sehingga
terbangun kemandirian masyarakat pesisir
dalam pengelolaan wilayah pesisir.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 18 No. 2, Juni 2018: 163 - 182 179
DAFTAR KEPUSTAKAAN Irianto, Sulistyowati, Memperkenalkan Studi
Sosiolegal dan Implikasi Metodologisnya,
Buku
makalah dalam Metode Penelitian Hukum
Anggriani, Jum, “ Hukum Adminsitrasi Konstelasi dan Refleksi, Editor
Negara”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012. Sulistyowati Irianto &Shidarta, Yayasan
Atmaja, Marhaendra Wija Gede, “Politik Obor Indonesia, Jakarta, 2009.
Pluralisme Hukum dalam Pengakuan -------------, “Praktik Penelitian Hukum
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Perspektif Sosiolegal” dalam Sulistyowati
dengan Peraturan Daerah”, Disertasi Irianto dan Shidarta, Editor, Metode
Doktor, Program Doktor Ilmu Hukum Penelitian Hukum Konstelasi dan
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Refleksi, Yayasan Obor Indonesia,
Malang, 2012. Jakarta, 2009.
Mardikanto, Totok, and Poerwoko
Atmosudirjo, Prajudi, Hukum Administrasi Soebiato, Pemberdayaan masyarakat
Negara, Cetakan Kesepuluh, Ghalia dalam perspektif kebijakan publik.
Indonesia, Jakarta., 1994. Alfabeta, 2012.
Cohen, Morris L. dan Kent C. Olson, Legal Menski, Werner, "Perbandingan Hukum dalam
Research In A Nutshell, Seventh Edition, Konteks Global Sistem Eropa, Asia, dan
ST. Paul, Minn, West Group, 2000. Afrika." 2014.
Dahuri, Rokhmin, Pengembangan Rencana Hadjon,Philipus M., Perlindungan Hukum
Pengelolaan Pemanfaatan Berganda Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu
Ekosistem Mangrove di Sumatera. Dalam Surabaya, 1987.
Panduan Pelatihan Pelestarian dan ………, et.al, Pengantar Hukum Administrasi
Pengembangan Ekosistem Mangrove Indonesia, Introduction to the Indonesian
Secara Terpadu dan Berkelanjutan, Pusat Administrative law, Gadjah Mada
Penelitian Lingkungan Hidup Universitas University Press, Yogyakarta, 2011.
Brawijaya, Malang 1997.
Puspitawati, Dhiana, "Desentralisasi
……..., Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan
Untuk Kesejahteraan Rakyat, Kumpulan dalam Kerangka Prinsip Negara
Pemikiran. Lembaga Informasi dan Studi Kepulauan." Arena Hukum 7.2, 2014.
Pembangunan Indonesia. Jakarta, 2000.
Rahardjo, Satjipto, "Permasalahan Hukum di
Fabianto, M. D., and Pieter Th Berhitu, Indonesia, Alumni, Bandung, 1983.
"Konsep Pengelolaan Wilayah Pesisir
SecaraTerpadu dan Berkelanjutan yang Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT.
Berbasis Masyarakat." Jurnal Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.
TEKNOLOGI, Volume11 Nomor2(2014): Satria Arif, Pengantar Sosiologi Masyarakat
2054-2058. Pesisir, Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
Harahap, R. Hamdani, Pengelolaan Wilayah Jakarta, 2015.
Pesisir Berbasis Masyarakat yang Sadjijono, H, Bab- Bab Pokok Hukum
Berkelanjutan,dalam workshop Administrasi, Cetakan II, Edisi II,
Membangun Sinergitas Ekonomi, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2011.
Lingkungan, Hukum, Budaya dan Setiawan, Yudhi. Instrumen hukum campuran
Keamanan untuk Menegakkan Negara (gemeenschapelijkrecht) dalam
Maritim yang Bermartabat, Biro Rektor konsolidasi tanah. RajaGrafindo Persada,
USU, Medan, 2015. 2009.
Indroharto, Usaha memahami Undang-Undang Soekanto, Soerjono. Pengantar penelitian
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, hukum. Penerbit Universitas Indonesia
Pustaka Harapan, Jakarta, 2003. (UI-Press), 2006.

180 Model Pengelolaan Wilayah Pesisir… (Anak Agung Istri Ari Atu Dewi)
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

De Jure
e-ISSN 2579-8561

Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016


Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Peraturan Perundang-undangan
Paradigma, Metode dan Dinamika, Undang-Undang Dasar Negera Republik
Penerbit Lembaga Studi dan Advokasi Indonesia Tahun 1945.
Masyarakat (ELSAM) dan Perkumpulan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
untuk Pembaharuan Hukum Berbasis tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Masyarakat dan Ekologi (HUMA), 2002. Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara
Sunggono Bambang,, Metodelogi Penelitian Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
Hukum, Rajawali Pers Jakarta, 2003. 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4739),
Sutrisno, Endang, "Implementasi Pengelolaan
sebagaiman telah diubah dengan
Sumber Daya Pesisir Berbasis
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara
tentang Perubahan Atas Undang-
Terpadu untuk Kesejahteraan Nelayan
Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang
(Studi di Perdesaan Nelayan Cangkol
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Kelurahan Lemahwungkuk Kecamatan
Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Lemahwungkuk Kota Cirebon)." Jurnal
Indonesia Tahun 2014 Nomor 2,
Dinamika Hukum 14.1, 2014.
Tambahan Lembaran Negara Republik
Suharjono, Muhammad, "Pembentukan Indonesia Nomor 5490;
Peraturan Daerah Yang Responsif Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Mendukung Otonomi Daerah." DIH: tentang Pemerintahan Daerah
Jurnal Ilmu Hukum 10.19, 2014. (Lembaran Negara Republik Indonesia
Theresia, Aprillia, et al. Pembangunan Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
berbasis masyarakat: acuan bagi praktisi, Lembaran Negara Republik Indonesia
akademisi, dan pemerhati pengembangan Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
masyarakat. Penerbit Alfabeta, 2014. beberapa kali terakhir dengan Undang-
Usman, S., Sosiologi Lingkungan Pembahasan Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang
Tentang Lingkungan dan Perilaku Sosial, Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Universitas Gadjah Mada, Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Yogyakarta,1996. Pemerintahan Daerah (Lembaran
Utina, Ramli, Kecerdasan Ekologis Dalam Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Kearifan Lokal Masyarakat Bajo Desa Nomor 58 , Tambahan Lembaran
Torosiaje Provinsi Gorontalo, Proseding Negara Republik Indonesia Nomor
Konfrensi Dan Seminar Nasional Pusat 5679);
Studi Lingkungan Hidup Indonesia Ke 21, Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010
13-15 September 2012 di Mataram. Tentang Mitigasi Bencana Di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam (Lembaran Negara Republik Indonesia
Praktek. Sinar Grafika, 1991. Tahun 2010 Nomor 109, Tambahan
Yahya, Zein Ahmad, "Problematika Hak Asasi Lembaran Negara Republik Indonesia
Manusia". 2012 Nomor 5154);
http://www.slideshare.net/Sidiranamenggala/ke Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2015
miskinan-pada-masyarakat-nelayan-di- Tentang Pelaksanaan Koordinasi
indonesia, diakses pada tanggal 9 Maret Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
2016. Pulau Kecil Tingkat Nasional;
www.compas.com. Diakses tanggal 20 oktober Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan
2016. Nomor 12/PERMEN-KP/2013 Tentang
Pengawasan Pengelolaan Wilayah
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil;
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan
Nomor 34/PERMEN-KP/2014 Tentang

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 18 No. 2, Juni 2018: 163 - 182 181
Perencanaan Pengelolaan Wilayah
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil;
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan
Nomor 40/PERMEN-KP/2014 Tentang
Peran Serta Dan Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Pengelolaan Wilayah
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16
Tahun 2009 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun
2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi
Bali Tahun 2009 Nomor 16).
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8
Tahun 2015 Tentang Arahan Peraturan
Zonasi Sistem Provinsi (Lembaran
Daerah Provinsi Bali Tahun 2015
Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Bali Nomor 6).
Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara
Barat Nomor 12 Tahun 2017 Tentang
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan
Pulau-Pulau Kecil Provinsi Nusa
Tenggara Barat Tahun 2017-2037
(Lembaran Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Barat Tahun 2017 Nomor ).

182 Model Pengelolaan Wilayah Pesisir… (Anak Agung Istri Ari Atu Dewi)

You might also like