You are on page 1of 5

Nama : Febryan Dewandaru

NIM : 235080400113007

Kelas : KA

Program Study : Sosial Ekonomi Perikanan

Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan (PSDKU UB Kediri)

Mata Kuliah : Penyuluhan dan Komunikasi Perikanan

Dosen Pengampu : Dr. Tiwi Nurjananti Utami, S.Pi,MM.

Jurnal 1

Nama Penulis Endang Sutrisno


Judul IMLEMENTASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PESISIR BERBASIS
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU UNTUK
KESEJAHTERAAN NELAYAN (Studi di Perdesaan Nelayan Cangkol
Kelurahan Lemahwungkuk Kota Cirebon)
Jurnal Dinamika Hukum
Volume, Halaman Volume 14, Halaman 1-12
Tahun 2014
Sinta 2
Reviewer Febryan Dewandaru 235080400113007
Tanggal Review 03-03-2024

Hasil Review

Latar Belakang Pada bagian latar belakang menceritakan adanya pengelolaan wilayah pesisir
di daerah, khususnya di Cirebon yang memiliki kecenderungan lebih bersifat
parsial hal ini dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang tidak terintegrasikan
dengan baik antar sektor. Pada sisi lain penerapan kebijakan dihadapkan pada
persoalan tidak ada dukungan dari kultur masyarakat nelayan yang lebih
bersifat apatis.
Pendahuluan Pendahuluan pada Artikel ini berisi fakta bahwasnya seperti yang kita ketahui
Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah laut yang memiliki luas
bahkan lebih luas dari pada wilayah daratan, tentu hal tersebut adalah potensi
yang cukup tinggi pada sektornya. Sumber daya yang cukup tinggi tersebut
dikelola untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat namun dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan agar tetap terjaga. Namun pada faktanya
masyarakat pada daerah pesisir khususnya masih memiliki tingkat kesejahteraan
yang masih sangat rendah hal tersebut diakibatkan oleh adanya kesalahan dalam
interpretasi dari undangan-undangan yang pro malah kepada para penguasa
yang berada pada pusat dan cenderung mengabaikan masyarakat pesisir lokal.

Wewenang daerah (kabupaten/kota) dalam eksplorasi, eksploitasi, konservasi


dan pengelolaan kekayaan sumber daya ikan hanya terbatas pada 4 mil laut
dihitung dari baseline. Konflik fisik yang muncul akibat adanya aturan tersebut
yaitu mengenai permasalahan pengkaplingan wilayah laut oleh nelayan daerah
atau bahkan oleh pemerintah daerah maupun campur tangan dari pihak swasta.
Permasalahan ini merupakan permasalahan fisik yaitu konflik kepentingan
(conflict of interest) dan tumpang tindih antar sektor dan stakeholders lainnya
dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir. Konflik ini jelas
melibatkan “pemakai” yang mengelola dan mengeksplorasi sumber daya pesisir
tersebut. Beberapa titik kawasan pantai di Kota Cirebon saat ini bahkan
terpuruk menjadi kawasan permukiman nelayan yang mempunyai ciri-ciri
kekumuhan dan tidak sejahtera secara materi.
Permasalahan Permasalahan yang dibahas pada artikel ini adalah mengenai implementasi
yuridis pengelolaan sumber daya pesisir berbasis pengelolaan wilayah pesisir
terpadu untuk mewujudkan kesejahteraan nelayan di wilayah pesisir Kota
Cirebon.
Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian yaitu guna menanggulangi masalah kemiskinan, pendidikan
sumber daya manusia nelayan yang cukup memprihatinkan, penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang kurang baik, serta tata niaga pemasaran hasil
perikanan yang didominasi oleh tengkulak (bakul).
Metode Penelitian Penelitian pada artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan
pendekatan socio-legal research dengan maksud melihat pelaksanaan hukum
mengenai pemberdayaan usaha kecil dalam kehidupan masyarakat secara nyata,
bagaimana hukum itu dikonseptualisasikan dan dilaksanakan serta bagaimana
hukum berinteraksi dengan aspek-aspek di luar hukum seperti politik, ekonomi,
sosial dan budaya, sebab fakta historis menampakkan bahwa ilmu pengetahuan
modern termasuk ilmu hukum sebagai bagian dari behavioral science.
Hasil Penelitian Hasil Penelitian menunjukkan bahwa persoalan umum yang paling
mendominasi kehidupan masyarakat nelayan adalah kemiskinan, dalam 2 (dua)
kecamatan wilayah pesisir yaitu Kecamatan Lemahwungkuk 2.694 keluarga
miskin dan Kecamatan Kejaksan 2.751 keluarga miskin, dan hal ini dapat
ditegaskan kembali dengan jelas dalam komposisi jumlah tenaga kerja dalam
bidang perikanan yang untuk pekerjaan sebagai nelayan buruh 1.378 RTP
(Rumah Tangga Perikanan) yaitu orang-orang yang bekerja pada pemilik kapal
(juragan) yang biasa disebut Anak Buah Kapal (ABK) dan buruh perikanan non
nelayan sejumlah 1.396 RTP (Rumah Tangga Perikanan) yaitu masyarakat
perikanan yang bukan nelayan misalnya tukang becak nelayan yang
mengangkut ikan dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), atau buruh angkut ikan di
TPI, yang menduduki jumlah cukup besar.

Pada umumnya kegiatan perikanan di wilayah Kota Cirebon didominasi oleh


perikanan skala kecil, aktivitas penangkapan ikan dilakukan dengan teknologi
penangkapan sederhana dan dioperasikan oleh nelayan dengan organisasi
penangkapan bersifat kolektif. Kondisi sarana penangkapan ikan yang terbatas
menyebabkan ruang pemanfaatan sumberdaya ikan cenderung dilakukan di
perairan pantai. Namun, dengan meningkatnya kecenderungan tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan yang tidak seimbang dengan ketersediaan
sumberdaya ikan diperairan pantai menyebabkan kondisi perikanan pantai lebih
tangkap (overfishing).
Kesimpulan Dari Artikel ini dapat diambil kesimpulan bahwa Implementasi yuridis
pengelolaan sumber daya pesisir berbasis pengelolaan wilayah pesisir secara
terpadu pada dasarnya telah memiliki regulasi sebagai pedoman dalam berbagai
progam yang mengupayakan kesejahteraan masyarakat pesisir yang khususnya
nelayan, terutama nelayan tradisional/skala kecil.

Terobosan-terobosan baru dalam paradigma regulasi pengelolaan wilayah


pesisir terpadu, harapannya norma tersebut dapat berlaku secara efektif dengan
alasan yaitu: pertama,produk hukum yang dibuat selama ini lebih mengacu pada
pendekatan yang bersifat sektoral dan parsial, mengingat kebijakan-kebijakan
yang ditawarkan dalam pengelolaan wilayah pesisir haruslah terpadu dan lintas
sektora.
Solusi Solusi atas permasalahan yang terjadi yaitu dengan penyediaan sarana dan
prasarana juga diperlukan untuk menunjang aktivitas nelayan tradisional agar
dapat melakukan aktivitas melaut dengan lebih baik demi meningkatkan taraf
kesejahteraan hidupnya. Pembinaan masyarakat nelayan perlu dilakukan pula
dengan cara penyuluhan dan sosialisasi penataan wilayah pesisir. Selain itu,
diperlukan pemberlakuan kebijakan dari pemerintah setempat atau yang
berwewenang untuk mengendalikan konservasi secara top down dengan melalui
sosialisasi dan pemberian sanksi bagi para pelanggarnya. Pembangunan kultur
hukum yang positif, kreatif dengan dukungan kebijakan pengelolaan wilayah
pesisir secara terpadu yang bersifat integral-komprehensifholistik.

Jurnal 2

Nama Penulis Yudistira, A.N., Muljono, P., Taryono, A.H.


Judul KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KINERJA BELAJAR TARUNA
PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERIKANAN POLITEKNIK AUP
SELAMA PANDEMI COVID-19
Jurnal Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia
Volume, Halaman Volume 14, Halaman 11-23
Tahun 2022
Sinta 2
Reviewer Febryan Dewandaru 235080400113007
Tanggal Review 03-03-2024

Hasil Review

Latar belakang Artikel ini dilatar belakangi oleh kesulitan yang dialami selama pembelajaran
daring akibat pandemi Covid-19 di Program Studi Penyuluhan Perikanan
Politeknik AUP, tujuh taruna tidak menyelesaikan pendidikan di Semester I.
Pada saat terjadi pandemi Covid-19 pada awal 2020, tercatat lebih dari 4.600
perguruan tinggi dan lebih dari delapan juta mahasiswa terkena dampak
pandemi. Hal yang sama juga terjadi di Politeknik Ahli Usaha Perikanan
(AUP), sejak Maret 2020 seluruh taruna (sebutan untuk mahasiswa) mengikuti
pembelajaran daring dari rumah masing-masing. Sejak saat itu, seluruh proses
pembelajaran dilakukan secara daring.Aktivitas pembelajaran daring yang
dilakukan merupakan sebuah upaya agar kegiatan pembelajaran tetap dapat
berjalan di masa pandemi.
Pendahuluan Pendahuluan pada artikel ini yakni memaparkan fakta bahwasnya Pada masa
pembelajaran darurat, tujuh dari 92 taruna semester I gagal menyelesaikan studi
di Program Studi Penyuluhan Perikanan Politeknik AUP. Jumlah tersebut lebih
tinggi dibandingkan dengan yang terjadi pada tahun sebelumnya, yakni satu
orang taruna.
Permasalahan Permasalahan yang dihadapi pada artikel ini yaitu mahasiswa mengalami
gejala depresi, kecemasan, dan stres saat mengikuti pembelajaran daring.
Selama mengikuti pembelajaran daring, mahasiswa juga ditemukan mengalami
stres tingkat rendah hingga stress tingkat tinggi. Orang dengan kemampuan
komunikasi interpersonal yang baik,mampumengatasi stres,beradaptasi dan
menyesuaikan diri .Kemampuan berkomunikasi diperlukan jika taruna menjadi
penyuluh,maupun saat bersaing dalam dunia kerja.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan efikasi diri, kemandirian
belajar, motivasi akademik, kemampuan komunikasi interpersonal, dan tingkat
kehadiran dengan kinerja belajar taruna di Program Studi Penyuluhan Perikanan
Politeknik Ahli Usaha Perikanan (AUP).
Metode Penelitian Metode Penelitian yang digunakan yaitu Data dianalisis menggunakan Partial
Least Square (PLS) untuk menguji hubungan prediktif antar konstruk,
pengujian dilakukan menggunakan hierarchical component models dengan dua
tingkatan variabel, Dimensi setiap variabel digolongkan sebagai tingkat
pertama. Variabel efikasi diri terhadap pembelajaran daring; kemampuan
komunikasi interpersonal, kemandirian belajar; motivasi sebagai tingkat kedua.

Evaluasi model pengukuran meliputi evaluasi validitas pengukuran (outer


loading, average variance extracted, validitas diskriminan) dan reliabilitas
pengukuran (cronbach’s alpha, reliabilitas komposit). Evaluasi model
struktural dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam model
melalui evaluasi koefisien determinasi (R2), efek ƒ2,dan pengujian hipotesis.
Hasil Penelitian Hasil Penelitian menunjukkan bahwa motivasi akademik tidak berhubungan
signifikan dengan kinerja belajar mahasiswa. Indeks prestasi dan sebagai
indikator kinerja belajar tidak berhubungan dengan motivasi akademik. Taruna
dengan motivasi akademik yang tinggi bisa jadi memperoleh nilai akademik
yang rendah. Hal ini diduga karena tingkat kecerdasan yang dimiliki setiap
taruna berbeda. Kemampuan akademik seseorang berhubungan dengan tingkat
kecerdasannya. kecerdasan yang diukur sebagai intelligence quotient, 60 – 80
persen dipengaruhi oleh gen, sisanya dipengaruhi oleh lingkungan. Nilai
akademik yang rendah bukan berarti bodoh, lebih tepat mengatakan orang
memiliki kecerdasan pada suatu bidang dan memiliki kecerdasan yang kurang
pada bidang lain. Mahasiswa umumnya memiliki kecerdasan majemuk yang
beragam. Multiple intelligences, meliputi kecerdasan linguistik, logika-
matematika, seni, kinestesis, spasial, interpersonal, dan intrapersonal. Beberapa
taruna misalnya, ditemukan lebih mudah memahami materi yang disampaikan
melalui praktikum dibandingkan saat diberikan materi dalam perkuliahan di
dalam kelas.
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari artikel ini adalah Model yang dibuat
mempunyai koefisien determinasi yang kecil, lebih banyak varian kinerja
belajar yang dijelaskan oleh variabel lain di luar model, misal kemampuan
dosen dalam menyusun dan menjelaskan materi, dan umpan balik yang
diberikan oleh dosen. Model struktural yang dibuat terpisah untuk semester II,
semester IV, dan Semester VI dan VIII memperlihatkan nilai koefisien
determinasi yang lebih besar dibandingkan dengan gabungan keseluruhan
taruna. Kehadiran taruna di jam perkuliahan memberi mereka ruang
untuknberdiskusi dan memahami penjelasan yang diberikan oleh dosen.
Pemahaman mereka tidak hanya diperoleh dari penjelasan yang disampaikan
oleh dosen. Diskusi, jawaban dosen atas pertanyaan yang disampaikan oleh
rekan mereka saat mengikuti perkuliahan secara tidak langsung menambah
pemahaman taruna.
Solusi Solusi dari permasalahan tersebut yaitu :
1. Tingkat kehadiran taruna menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan
untuk meningkatkan kinerja belajar taruna. Pengambil kebijakan dapat
mendorong satuan pendidikan untuk memantau dan meningkatkan
kehadiran taruna dalam perkuliahan.
2. Kemampuan komunikasi tidak hanya diperlukan oleh taruna. Kejelasan
informasi dan instruksi, umpan balik dari dosen kepada taruna dalam
perkuliahan daring perlu ditingkatkan. Peningkatan kompetensi dosen
dalam berkomunikasi secara daring hendaknya dilakukan oleh
pengambil kebijakan di bidang pendidikan kelautan dan perikanan.
3. Dalam menghadapi pembelajaran daring, pengambil kebijakan
hendaknya membantu dosen dan satuan pendidikan untuk dapat
membuat materi perkuliahan yang dilengkapi dengan penjelasan atau
instruksi, untuk meningkatkan pemahaman taruna misal dalam bentuk
rekaman audio visual.

You might also like