Professional Documents
Culture Documents
Edi Setiyono
Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai
Uiversitas Diponegoro Semarang
edi.setiyonol989@gmail.com
Abstract
Community Based Management (CBM) makes people as the one who has a main role in
the natural resource management. This management involves local people in planning,
executing and also enjoying the result of that natural resource management. The basic
principle of SBM is the government empowers the potency of local wisdom available in an
area and make it as the principle of the coastal resource management. CBM can be seen in
Awig-Awig Tradition in East Lombok and Sasi Tradition in Middle Maluku. Awig-Awig is
a convention of East Lombok people. This convention becomes a written traditional law
legalized by Village Regulation containing rules to regulate coastal resource management
along with the sanction if it is broken. Awig-Awig is highly obeyed by East Lombok people
that makes it suitable for empowering local people to manage their natural resources.
Meanwhile, Sasi tradition on in Middle Maluku can be simply described as prohibition and
license of catching fish in a certain period. As Awig-Awig in East Lombok, Sasi is also
legalized by the traditional law and has sanction for those who break the law. These two
traditions, Awig-Awig Tradition in East Lombok and Sasi Tradition di Middle Maluku, are
both aimed at preserving the natural resources so that it can be the basic principle in
Coastal Resources Community Based Management.
demonstrasi dan merusak Balai Desa Sandak di Teluk Jukung. Kawasan suaka
Tanjung Luar. Karena masalah ini belum Perikanan Sapak Kokok dan Gusoh
diselesaikan dengan tuntas, maka pada Sundak meliputi ekosistem mangrove dan
tahun 1994 nelayan tradisional dari desa padang lamun. Setiap kawasan suaka
Tanjung Luar melakukan demonstrasi ke perikanan dibagi menjadi zona inti dan
DPRD Kabupaten Lombok Timur. Dalam zona penyangga. Baik di dalam zona inti
masalah ini Dinas Perikanan Kabupaten maupun zona penyangga, semua kegiatan
Lombok Timur ditugaskan unt dapat eksploitas dilarang. Di zona inti juga
menyelesaikan masalah tersebut. Melalui dilarang kegiatan noneksploitatif seperti
proses dialog antara nelayan tradisional bersampan dan budidaya. Kegiatan
dan nelayan mini purse-seine yang tersebut diperbolehkan hanya di zona
difasilitasi Dinas Perikanan Kabupaten penyangga. Penetapan ketiga lokasi
Lombok Timur, akhirnya diperoleh tersebut sebagai kawasan suaka perikanan
kesepakatan bahwa petikaian ini agar dan penetapan aturanaturan
diselesaikan melalui pembuatan awig- pengelolaannya dibuat dalam bentuk
awig dalam bentuk adat yang memuat kesepakatan masyarakat awig-awig di
larangan-larangan bagi nelayan mini semua kawasan. Karena itu, dokumen
purse seine untuk beroperasi pada jalur I rencana pengelolaan kawasan suaka
beserta sanksi-sanksinya, selanjutnya perikanan disahkan secara tertulis yang
ketentuan tersebut dituangkan dalam ditandatangani oleh Badan Perwakilan
bentuk tertulis dan merupakan Peraturan Desa (BPD) dari semua desa yang
Desa (Perdes) yang ditetapkan pada terlibat. Sementara itu, KPPL
tanggal 14 Nopember 1994. Penerapan bertanggung jawab atas pelaksanaan
tradisi awig-awig masih berjalan dengan kegiatan pengelolaannya. Implementasi
baik sampai saat ini, bahkan tradisi ini tradisi awig-awig dalam pengelolaan
dimanfaatkan oleh pemerintah Kabupaten suaka perikanan di Kabupaten Lombok
Lombok Timur untuk membentuk suaka Timur dinilai merupakan salah satu yang
perikanan dengan pola partisipasi berhasil di Indonesia, berdasarkan hasil
masyarakat. Dinas Kelautan dan evaluasi, melalui data-seri yang berurutan
Perikanan sebagai pemegang mandat antara tahun 1998-2002 dengan adanya
pengelolaan wilayah laut hingga 4 mil kesepakatan tersebut frekuensi
laut, mendelegasikan sebagian pengeboman ikan di sekitar kawasan
kewenangannya dalam pembentukan suaka perikanan menurun sangat
kawasan suaka perikanan kepada signifikan, seperti ditampilkan dalam
kelompok masyarakat melalui Komite
Pengelola Perikanan Laut (KPPL) pada Tabel 1.
kawasan tertentu. Dengan pendelegasian Tabel 1. Penurunan frekuensi
kewenangan ini, KPPL dan masyarakat pengeboman ikan di sekitar tiga kawasan
menentukan sendiri lokasi yang akan suaka perikanan hasil kesepakatan awig-
dijadikan kawasan suaka perikanan dan awig di Lombok Timur
menjalin kerjasama dalam perencanaan
dan pengelolaan kawasan suaka Frekuensi Pengeboman
perikanan. Melalui partisipasi masyarakat
tersebut di atas, pada tahun 2001 di Tahun Teluk Teluk Teluk
Kabupaten Lombok Timur terbentuk tiga Ekas Sawere Jukung
kawasan suaka perikanan, yaitu (1) Suaka
Perikanan Sapak Kokok di Teluk Ekas; 1998 30-40 30-40 30-40
(2) Suaka Perikanan Gili Rango di Teluk
1999 20-25 20-30 30-40
Serewe; dan (3) Suaka Perikanan Gusoh
2000 15-20 20-30 30-40 umum dikenai aturan Sasi adalah Trochus
Niloticus atau tripang. Pada saat tutup
2001 0-0,8 0 0-6 Sasi yang biasanya berlangsung selama
2002 0 0 0-6 satu sampai tiga tahun, tidak boleh
seorang pun mengambil sumberdaya di
wilayah petuanan yang dikenai aturan itu.
Selain tampak dari penurunan
Pada saat yang telah ditentukan Sasi akan
frekwensi pengeboman ikan seperti
dibuka. Pada saat itu panen sumberdaya
ditampilkan pada tabel 1, dapat dikatakan
akan dilakukan. Ada tempat-tempat yang
bahwa keberhasilan program tersebut
membolehkan setiap wakil dari rumah
dapat dilihat dari beberapa indikator lain,
tangga, janda atau rumah tangga renta
seperti tidak adanya laporan pelanggaran
atau orang-orang yang ditunjuk oleh
kesepakat awig-awig kawasan suaka
pemangku adat Sasi untuk mengambil
perikanan, semakin meningkatnya jumlah
sumberdaya tersebut dengan ketentuan
dan ukuran hasil tangkapan seperti
tertentu. Ketentuan tersebut, misalnya,
kepiting bakau di sekitar kawasan suaka
pada saat mengambil hasil, mereka hanya
Gili Rango, dan meningkatnya produksi
diperbolehkan menyelam tanpa alat
kerja serta pendapatan masyarakat,
kecuali kacamata menyelam (tradisional),
walaupun pemerintah juga menyadari
ukuran yang boleh diambil juga dibatasi,
bahwa peningkatan ini belum tentu
biasanya minimal ukuran diameter
merupakan dampak langsung dari
cangkang kerangnya tiga jari (kurang
pembentukan suaka perikanan tersebut.
lebih 6 cm). Pada daerah lain, di Maluku,
Secara singkat awig-awig
hanya orang-orang tertentu yang boleh
menurut Hasani (2014) merupakan
turut memanen komoditi yang disasi
kombinasi antara konsepsi 'teritorialiti'
tetapi hasilnya akan dikelola desa/negeri
pendefinisian wilayah kelola, dan
untuk kepentingan bersama. Buka Sasi
pengaturan pengelolaan yang
biasanya berjalan beberapa hari atau
diberlakukan di dalamnya. Dia bertujuan
minggu. Setelah selesai, pemimpin adat
untuk mengatur eksploitasi, mencegah
Sasi akan menutup kembali dan
dan mengatasi kegiatan destruktif dan
mengimplementasikan larangan kegiatan
konflik di antara pengguna taut dan yang
pengambilan sumberdaya tersebut.
tidak kalah pentingnya adalah konservasi
Sasi dilakukan oleh sebagian
dan fokus terhadap keberlangsungan
masyarakat pesisir di Propinsi Maluku.
sumberdaya laut.
Di pedesaan Pulau Saparua, Maluku
Tengah, pemanfaatan sumberdaya laut
2.2.2. Sasi di Maluku Tengah
pesisir dan hutan umumnya dikelola
Salah satu contoh pengelolaan
dengan sistem yang disebut Sasi, yang
sumberdaya laut dengan mengedepankan
merupakan suatu sistem atau
kaidah konservasi berbasis masyarakat
kelembagaan yang mengatur masyarakat
adalah tradisi alam laut yang sepenuhnya
desa untuk tidak menangkap ikan di
diatur melalui peraturan.
daerah tertentu dan waktu tertentu.
Menurut Nendissa (2010), istilah
Tujuan adanya larangan ini supaya ikan
Sasi mengacu pada suatu sistem yang
dapat berkembang biak, tumbuh
berkenaan dengan pengaturan kegiatan
mencapai ukuran tertentu, tetap tersedia
eksploitasi terhadap wilayah petuanan
hingga dapat ditangkap dan dikonsumsi
atau sumberdaya tertentu di petuanan itu.
pada waktu yang lama dan agar
Sasi laut biasanya ditujukan pada seluruh
sumberdaya ikan tetap lestari dan tetap
atau sebagian petuanan laut dan
dapat dimanfaatkan di kemudian hari
dikenakan pada sumberdaya tertentu yang
oleh generasi yang akan datang.
ada di dalamnya. Sumberdaya yang
Pelaksanaan Sasi dilakukan dengan cara keunikan ikan lompa itu sendiri yang
menutup musim dan daerah penangkapan dapat hidup baik di air laut maupun di air
ikan. Untuk itu, masyarakat desa tidak kali. Setiap hari, dari pukul 04.00 dinihari
diizinkan menangkap ikan selama periode sampai pukul 18.30 petang, ikan ini tetap
waktu tertentu di kawasan perairan tinggat di dalam kali Learisa Kayeli
tertentu. Periode penutupan penangkapan sejauh kurang lebih 1500 meter dari
ikan ini dikenal dengan nama tutup Sasi muara. Pada malam hari barulah ikan-
Sementara itu, periode musim ikan ini ke luar ke laut lepas untuk
penangkapan ikan ini dikenal dengan mencari makan dan kembali lagi ke
nama buka Sasi. Pelaksanaan juga dalam kali pada subuh hari. Pada saat
mengatur tentang pelarangan penggunaan mulai memberlakukan masa Sasi (tutup
alat tangkap yang merusak lingkungan. Sasi, dilaksanakan upacara yang disebut
Pemimpin dan masyarakat desa bersama- panas Upacara ini dilakukan tiga kali
sama menentukan jenis alat tangkap ikan dalam setahun, dimulai sejak benih ikan
yang boleh digunakan. Penggunaan lompa sudah mulai terlihat.
dinamit, bom, dan racun untuk Sasi dalam penyelengaraannya
menangkap ikan dilarang. Hal ini diawasi oleh suatu lembaga adat yang
disebabkan masyarakat desa benar-benar disebut kewang (semacam polisi adat di
telah memahami bahwa penangkapan Maluku Tengah), sebagai lembaga adat
ikan dengan cara ini dapat merusak yang berakses secara langsung dengan
lingkungan dan membunuh semua jenis wilayah adat (wilayah ulayat/petuanan)
dan ukuran ikan. Selain itu, penggunaan suatu masyarakat adat baik di darat
bom dan dinamit juga sangat berbahaya maupun di laut. Pengawasan dan
bagi keselamatan jiwa nelayan. Sistem pengamanan lembaga kewang menjamin
Sasi di Kabupaten Maluku Tengah ini terjaganya keseimbangan hubungan
pada dasarnya dibentuk berdasarkan antara manusia dan lingkungan hidupnya
kesepakatan adat dan disampaikan secara dengan pemanfaatan sumber daya alam
alarniah dari generasi ke generasi secara terkendali dan bijaksana (Kusnadi,
(Adhuri, 2014). 2010).
Menurut Tuhulele (2013), Sasi Isi ketentuan peratura Sasi yang
yang dikenal masyarakat di pesisir salah masih berlaku sampai sekarang di
satunya adalah Sasi ikan lompa di Pulau Maluku Tengah menurut Wahyudi
Haruku bupaten Maluku Tengah, terkenal (2003), antara lain sebagai berikut :
sebagai satu acara tahunan yang unik bagi 1 Larangan menangkap dan atau
masyarakat di Pulau Haruku dan Ambon mengambil jenis ikan tertentu,
yang menunjukkan salah satu bentuk teripang, Lola dan hasil laut
kearifan lokal dalam menjaga dikenal lainnya menggunakan alat
dengan nama buka yang disebut, yang tangkap seperti pancing, kalawai
merupakan kelestarian lingkungan. (sejenis panah), tombak dan alat-
Dengan ditetapkannya Sasi atas spesies alat tertentu lainnya pada saat
dan di wilayah tertentu oleh Kewang dilakukan Sasi laut maupun pada
maka siapapun tidak berhak untuk lokasi-lokasi konservasi.
mengambil spesies tersebut. Ketentuan 2 Larangan menangkap ikan dengan
ini memungkinkan adanya pengembang- menggunakan racun, atau akar
biakan dan membesarnya si ikan lompa, bore (sejenis tanaman mematikan
untuk kemudian di panen ketika Sasi bagi biota laut) dan bahan kimia
dibuka lagi. Keunikan di pulau Haruku lain.
ini karena Sasi ini merupakan kali 3 Larangan merusak terumbu
(sungai). Hal ini disebabkan karena karang, biota laut termasuk