You are on page 1of 20

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1410-4946

Volume 16, Nomor 3, Maret 2013 (187-292)

DAFTAR ISI

Gerakan Sosial (Baru) Pasca "Orde Baru"

1. PKBI: Aktor Intermediary dan Gerakan Sosial Baru


Haryanto, Siti Mauliana Hairini, Abu Bakar 187-199

2. Gerakan Buruh Pasca Soeharto:


Politik Jalanan di Tengah Himpitan Pasar Kerja Fleksibel
Muhtar Habibi 200-216

3. Gerakan Aktif Tanpa Kekerasan:


Sebuah Transformasi Perjuangan Masyarakat
(Kasus Masyarakat Moro-Moro Register 45 Mesuji Lampung)
Oki Hajiansyah Wahab 217-233

4. Reforma Agraria dan Aliansi Kelas Pekerja di Indonesia


Emilianus Yakob Sese Tolo 234-249

5. Optimising Community-Based Forest Management Policy In


Indonesia:
A Critical Review
Lucas Rumboko, Digby Race, Allan Curtis 250-272

6. Berlindung dalam Hak Asasi Manusia:


Strategi Pekerja Seks di Eropa untuk Mentransformasi Kebijakan
Prostitusi
Rima Nusantriani Banurea 273-292

i
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
JurnalVolume 16,
Ilmu Sosial danNomor 3, Maret
Ilmu Politik, 2013 3,(200-216)
Vol. 16, Nomor Maret 2013

ISSN 1410-4946

Gerakan Buruh Pasca Soeharto:


Politik Jalanan di Tengah Himpitan Pasar Kerja Fleksibel

Muhtar Habibi y

Abstract

Labor movement after Soeharto shows different trend compare to the many view of the observers before.
In the midst of the crush of neoliberal labor market flexibility, workers still often performs various street
protests. The rising of minimum wage and changes in employment status towards more profitable one, are
some workers material benefits gained through their street protest. Moreover, street protest also contrib-
utes to the making of collective workers identity. The high intensity of the street actions spawned the
backlash from the capital and state. However, this attack rather than weaken the labor movement, instead
it has the potential to encourage greater unity needs of the workers. The backlash from the capital and
state during growing economic circumstances provide momentum to the emerging needs of modern inter-
est organizations: a labor’ party. The future of the establishment labor’ party will depend on how much
effort of the progressive elements in trade union able to leverage on the one hand a growing economy
condition, and at the same time politically able to use reprisals of state and capital against their movement
to create the need for the formation of an independent labor party for the rank and file workers.

Keywords:
labor market flexibility; workers street-level politics; labor party

Abstrak

Gerakan buruh pasca Soeharto menunjukkan tren yang berbeda dibandingkan dengan
banyak pandangan pengamat sebelumnya. Di tengah himpitan fleksibilitas pasar tenaga
kerja neoliberal, pekerja masih sering melakukan aksi protes di jalanan. Kenaikan upah
minimum dan perubahan status kepegawaian selalu menjadi tuntutan utama. Selain
itu, aksi protes di jalanan juga berkontribusi terhadap pembuatan identitas pekerja
kolektif. Tingginya intensitas aksi protes di jalanan melahirkan reaksi dari pemerintah.
Namun, serangan ini bukan melemahkan gerakan buruh, melainkan memiliki potensi
untuk mendorong kesatuan yang lebih besar dari para pekerja. Reaksi dari pemerintah
selama keadaan ekonomi berkembang memberikan momentum untuk kebutuhan dari
organisasi modern: partai buruh. Masa depan pembentukan partai buruh akan tergantung
pada berapa banyak usaha. Unsur-unsur progresif dalam serikat pekerja dapat
memanfaatkan kondisi pertumbuhan ekonomi, dan pada saat yang sama secara politis
dapat menggunakan pembalasan dari negara dan modal terhadap gerakan mereka untuk
menciptakan kebutuhan untuk pembentukan partai buruh yang independen untuk kelas
pekerja.

Kata Kunci:
fleksibilitas pasar tenaga kerja; politik tingkat pekerja; partai buruh

y Peneliti Magister Administrasi Publik (MAP) Fisipol UGM dan saat ini sedang menempuh pendidikan di
Institute of Social Studies, Den Haag
e-mail: habibi.muhtar@gmail.com

200
Muhtar Habibi, Gerakan Buruh Pasca Soeharto: Politik Jalanan di Tengah Himpitan Pasar Kerja Fleksibel

Pendahuluan antara kesempatan yang diberikan


Gerakan buruh pasca Soeharto demokrasi (prosedural) dan tekanan
memang telah menyita banyak perhatian ekonomi akibat penerapan sistem kerja
masyarakat, termasuk para pengamat. Jika kontrak dan outsourcing, mendorong buruh
diamati lebih dekat, sebagian besar untuk turun ke jalanan dan unjuk kekuatan
pemerhati buruh sebenarnya memiliki (Juliawan, 2010b: 220-224)1. Perpecahan di
gambaran suram terhadap gerakan buruh kalangan buruh memang tidak bisa
Indonesia. Pertama, sebagian pengamat dinafikan. Tapi itu baru separuh cerita.
berargumen bahwa pasca Soeharto, buruh Aspek lain yang kurang mendapat
bukanlah kelompok yang solid. Sebagai perhatian ialah di tengah perpecahan itu,
warisan dari otoritarianisme brutal Soeharto, kaum buruh masih menyediakan ruang
buruh dilihat terlalu terpecah-pecah dan untuk bekerjasama dalam aksi-aksi jalanan
tidak bisa mendesakkan kepentingannya bersama (Juliawan, 2009).
sebagai kelompok (Hadiz, 1998; 2002, Tidak hanya berkontribusi pada sisi
Tornquist, 2004). Buruh tidak memiliki rasa material sebagaimana telah ditunjukkan
kebersamaan sebagai kelompok dan buruh Juliawan (2011), aksi jalanan buruh juga
seringkali justru lebih memperhatikan gaya berkontribusi pada pembentukan identitas
hidup konsumtifnya sendiri (Warrouw, mereka sebagai buruh (Saptari, 2008).
2005). Kedua, organisasi buruh dianggap Secara lebih spesifik, aksi-aksi jalanan buruh
tetap lemah meskipun telah lahir peraturan di Bekasi telah turut mendorong lahirnya
yang menyediakan payung bagi lahirnya benih-benih pembentukan kelas buruh
berbagai serikat buruh. Bukannya (Habibi, 2013). Tulisan ini akan diawali
membantu lahirnya organisasi buruh yang dengan uraian tentang konteks pasar kerja
independen, peraturan seperti itu justru fleksibel yang menjadi panggung gerakan
dianggap sebagai pemecah belah gerakan buruh pasca Soeharto. Bagian selanjutnya
buruh (Caraway, 2006). Kecenderungan menggambarkan aksi jalanan buruh pasca
ketiga dalam studi perburuhan sebelumnya Soeharto dan signifikansinya bagi buruh.
adalah dengan menunjukkan kegagalan Masa depan aksi jalanan buruh dalam
kelompok buruh dalam pertarungan pemilu melawan pasar kerja fleksibel akan
(Ford, 2005). Bagi kelompok pengamat ini, dijelaskan pada bagian terakhir.
buruh dianggap gagal menancapkan
pengaruh politiknya pasca Soeharto.
Berbeda dengan pandangan pengamat
sebelumnya, tulisan ini berupaya 1
Demokratisasi telah memberi ruang bagi
menunjukkan bahwa di tengah himpitan kelompok-kelompok dalam masyarakat, termasuk
pasar kerja fleksibel, kaum buruh masih buruh, untuk turut mempengaruhi kebijakan yang
menentukan hajat hidup orang banyak. Dari
tetap gencar melakukan perlawanan melalui demokratisasi juga, aksi demonstrasi dilegalkan
aksi-aksi jalanan yang mereka gelar. sebagai cara yang sah dalam menyuarakan
Menguasai jalan-jalan raya, menduduki kepentingan. Aksi demonstrasi-jalanan tidak
mengalami kriminalisasi. Diadopsinya sistem kerja
kantor-kantor publik, menutup jalan tol, kontrak dan outsourcing telah mengancam langsung
memblokade kawasan industri, merupakan kehidupan buruh secara umum. Ini bukan lagi
berbagai aksi jalanan yang kian banyak persoalan buruh per individu. Buruh mulai sadar
ketika kawannya kehilangan pekerjaan, tinggal
dilakukan buruh. Aksi jalanan nampaknya tunggu giliran saja dirinya juga bakal bernasib
mulai dipilih buruh sebagai reaksi mereka sama. Ujungnya, ketidakpastian pekerjaan dan
atas kebebalan penguasa yang dirasa makin penghidupan. Dalam kondisi ini, buruh seakan tidak
punya pilihan lain kecuali melawan. Lebih jauh lihat
abai terhadap nasib buruh. Kombinasi Juliawan (2010b: 220-224).

201
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 16, Nomor 3, Maret 2013

Kelenturan Pasar Kerja Fleksibel 28-29; Atkinson, 1984). Pertama, fleksibilitas


Buruh pasca Soeharto pada dasarnya eksternal (External Numerical Flexibility)
diatur melalui rezim neoliberal. Karakter yang berarti penyesuaian penerimaan
rezim ini dapat dilihat dalam gagasan buruh dari pasar kerja eksternal. Fleksibilitas
tentang Labor Market Flexibility (LMF). dicapai dengan mempekerjakan buruh
Gagasan dari LMF adalah pekerja bebas dengan kontrak tetap maupun kontrak
untuk mengalokasikan jasanya untuk sementara atau melalui peraturan
merespon pergantian kesempatan pengupahan dan pemberhentian yang
pergantian upah relatif, sementara longgar. Kedua, fleksibilitas internal (Inter-
perusahaan bebas untuk menyesuaikan nal Numerical Flexibility) atau biasa disebut
pekerja dalam respon untuk pergantian fleksibilitas dalam waktu kerja (working time
kesempatan keuntungan relatif. Di dalam flexibility). Bentuk fleksibilitas dilakukan
pasar tenaga kerja, interaksi yang bebas di dengan menyesuaikan jam atau jadwal
antara pengguna tenaga kerja (employer) pekerjaan bagi buruh yang bekerja di
dengan tenaga kerja (employee) dipandang perusahaan. Termasuk dalam fleksibilitas ini
sebagai kondisi yang perlu (necessary condi- adalah part-time, flexibilitas jam kerja
tion) bagi pertumbuhan ekonomi. (termasuk kerja bagian malam atau akhir
Pengguna tenaga kerja bebas mencari pekan), perhitungan waktu kerja
tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan berdasarkan jam lama kerja, waktu
rasional pengguna, sedangkan tenaga kerja meninggalkan pekerjaan dan berbagai
bebas memilih pengguna tenaga kerja yang penyesuaian waktu yang lain. Ketiga,
sesuai dengan kebutuhan rasional tenaga fleksibilitas fungsional (Functional Flexibi-
kerja (Purdy, 1988: 5-6). Kebutuhan rasional lity) dimana terdapat kelenturan dalam
pengguna ditentukan oleh jenis dan mempekerjakan buruh di berbagai bidang
kapasitas produksi yang dibutuhkan sesuai pekerjaan yang berbeda di dalam
dengan persaingan yang dihadapinya perusahaan. Pekerjaan dilakukan oleh op-
dalam pasar komoditas. Kebutuhan rasional erator atau manajemen dan buruh yang
tenaga kerja ditentukan oleh seberapa jauh terlatih. Fleksibilitas jenis ini juga dapat diraih
pendapatan yang diberikan oleh pengguna melalui cara outsourcing. Keempat,
tenaga kerja dapat memenuhi kebutuhan fleksibilitas upah (Financial or Wage Flexibil-
hidupnya. Dalam kerangka seperti ini, ity). Dalam hal ini, upah tidak ditentukan
perundingan kolektif oleh serikat buruh, secara kolektif antara pengusaha dan buruh.
pelaksanaan secara ketat aturan rekrutmen Namun upah dari pekerjaan merupakan
dan pemecatan pekerja, pesangon, upah refleksi atau hasil pertemuan sisi permintaan
minimum dan seterusnya dianggap sebagai (demand) dan sisi penawaran (supply) tenaga
suatu distorsi harga karena dianggap kerja.
membatasi kebebasan antara pemberi kerja Paling tidak ada dua aspek hubungan
dan pekerja (Islam, 2000: 3-4). Jika negara industrial pasca Soeharto yang
terlalu banyak campur tangan dalam pasar mencerminkan karakter ini. Pertama,
kerja, maka pasar kerja disebut terlalu ‘kaku’ pengaturan serikat buruh menganut multy
berlawanan dengan pasar kerja ‘fleksibel’ union system. Melalui UU No.21/2000
yang minim peran negara dan tentang serikat buruh/pekerja, sekurang-
menyerahkan mekanisme pasar sebagai kurangnya sepuluh orang buruh dapat
penggerak utama kondisi kerja. membentuk serikat buruh di suatu
Pasar kerja fleksibel paling tidak perusahaan. Meskipun sedikit menyimpang
memiliki empat dimensi (Juliawan, 2010a: dari konvensi inti ILO No.87 namun UU ini

202
Muhtar Habibi, Gerakan Buruh Pasca Soeharto: Politik Jalanan di Tengah Himpitan Pasar Kerja Fleksibel

dianggap mendorong berjalannya diberlakukannya sistem Perjanjian Kerja


demokratisasi di tempat kerja melalui serikat Waktu Tertentu (PKWT). Dengan PKWT,
pekerja/serikat buruh, buruh diberikan perusahaan dapat mempekerjakan buruh
kesempatan untuk berpartisipasi dalam kontrak untuk pekerjaan-pekerjaan jenis
menentukan syarat-syarat kerja dan kondisi tertentu dalam waktu tertentu. Dampaknya
kerjanya (Uwiyono, 2006). adalah banyak perusahaan yang
Pengaturan ini bertolak belakang dari memutuskan hubungan kerja terhadap
jaman kekuasaan Soeharto. Pada masa Orde pekerja tetap untuk kemudian direkrut
Baru, buruh dikondisikan dalam suatu kembali dengan perjanjian kerja waktu
hubungan “korporatisme eksklusioner tertentu (kontrak). Dalam mekanisme ini,
negara”2 dimana kebebasan berserikat buruh kontrak tidak memperoleh hak-hak
direpresi secara brutal oleh Soeharto (Hadiz, sebagaimana buruh tetap sehingga
1996: 1). Represi terhadap buruh dapat meringankan beban pengusaha (Uwiyono,
dilihat dari berbagai peraturan menteri yang 2006). Dengan buruh kontrak, pengusaha
menaklukkan sejumlah undang-undang tidak perlu mengeluarkan biaya sebesar
(Katjasungkana, 1996: 31). UU No. 21 buruh tetap. Kedua, diberlakukannya sistem
Tahun 1954 yang menjamin kebebasan outsourcing. Dalam hal ini perusahaan dapat
berserikat buruh ditakhlukkan oleh KepMen menyerahkan sebagian pelaksanaan
1/1975 dan Permen 1108/1986. UU No.22 pekerjaan kepada perusahaan lainnya
Tahun 1957 yang menjamin hak mogok melalui perjanjian pemborongan pekerjaan
ditaklukkan oleh Kepmen 342/1986 yang atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang
membolehkan pengusaha memberi sanksi dibuat secara tertulis. 3 Implikasi dari
kepada buruh mogok dan tanpa membayar penerapan outsourcing adalah banyak
upah. Bahkan Kepmen yang dikeluarkan perusahaan memutuskan hubungan kerja
pada masa Mennaker Sudomo itu dengan dengan buruhnya untuk selanjutnya
jelas mengatakan bahwa “aparat direkrut kembali melalui perusahaan jasa
keamanan” (Korem, Kodim, dan Kores) pekerja (outsourcing pekerja). Pengusaha
boleh ikut campur dalam penyelesaian dengan tujuan efisiensi merasa aman jika
perselisihan perburuhan, terutama bila buruh yang bekerja pada mereka adalah
mengarah pada aksi mogok, dan petugas buruhnya perusahaan jasa pekerja. Dengan
Depnaker perlu berkoordinasi dengan mekanisme ini, yang bertanggung jawab
Pemda, Polres dan Kodim ketika terhadap buruh outsource tadi adalah
menanggulangi tindakan fisik dalam perusahaan jasa pekerja.
pemogokan (Rudiono, 1992: 80). Sama halnya dengan aspek serikat
Aspek kedua dalam hubungan indus- pekerja, pengaturan hubungan kerja pasca
trial yang mencerminkan karakter neoliberal 1998 merupakan perubahan drastis dari
ialah pengaturan hubungan kerja. Melalui masa Soeharto. Masa Orde Baru ditandai
UU 13/2003, hubungan perburuhan telah oleh pengaturan hubungan kerja yang
menjadi lebih fleksibel. Pertama, kaku. Kekakuan ini mengacu pada tidak
dikenalnya status pekerja kontrak (tidak
2
“Korporatisme Eksklusioner” diperkenalkan oleh tetap) dan outsourcing dalam peraturan le-
Alfred Stepan untuk menjelaskan upaya kelompok elite gal. Baru pada tahun 1997, masa kritis
dalam masyarakat untuk meredam dan mengubah
bentuk “kelompok-kelompok kelas pekerja yang
kekuasaan Soeharto, gagasan tentang
menonjol” melalui kebijakan yang bersifat koersi. Ia sistem kontrak diperkenalkan. Beruntung
berbeda dengan “korporatisme inklusioner” yang
lebih bercirikan akomodasi dan inkorporasi kelompok-
3
kelompok tersebut oleh negara. Pasal 64 UU No. 13 Tahun 2003

203
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 16, Nomor 3, Maret 2013

bagi buruh, UU 25/1997 itu dibekukan lainnya (Tjandraningsih, Herawati dan


hingga turunnya Soeharto karena mendapat Suhadmadi, 2010b: 46). Pekerja yang
tantangan luas dari kelompok masyarakat dipekerjakan dengan sistem fleksibel, tidak
sipil (Tjandraningsih & Herawati, 2008). memiliki rasa kesatuan yang cukup untuk
Perbandingan karakter kebijakan memperjuangkan hak-haknya secara
perburuhan masa Orde Baru dan Reformasi berkesinambungan, mengingat jangka
dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini : waktu kerjanya yang singkat. Ketidak-
pastian akan pekerjaan di masa depan
Tabel 1. menjadi senjata ampuh melumpuhkan
Perbandingan Karakter militansi buruh.
Kebijakan Perburuhan Dalam aspek lain, praktik outsourcing
Orde Baru dan Reformasi dan sistem kontrak juga telah menurunkan
arti penting kebebasan berserikat buruh
yang diberikan pasca Soeharto runtuh
(Juliawan, 2010a). Munculnya perusahaan-
perusahaan penyalur buruh (yayasan
outsourcing) sebagai akibat UU No.13/2003,
telah mengambil keuntungan signifikan
dari menjual tenaga buruh. Sebagai
perantara, yayasan telah mengambil tenaga
dari pemiliknya sendiri (buruh) karena
Sumber: Diolah dari berbagai data sekunder
keuntungan terbesar bukan diperoleh buruh
bersangkutan, melainkan para pemilik
Pengadopsian fleksibilitas hubungan
yayasan outsourcing dan makelar buruh
kerja melalui praktik outsourcing dan sistem
lainnya (Juliawan, 2010a: 26). Dengan studi
kontrak telah mengantarkan kaum buruh
kasus di Tangerang, Juliawan (2010a)
pada lautan pasar tenaga kerja bebas yang
memperlihatkan betapa sebagian besar
berbasis pada hukum besi penawaran dan
buruh direkrut melalui agen-agen informal
permintaan. Hanya buruh tetap yang masih
seperti “orang kuat lokal”, jagoan, preman
memperoleh hak normatif, itupun belum
atau Jawara dalam kasus spesifik Tangerang.
tentu dipenuhi. Sebaliknya, buruh berstatus
Mereka ini jika tidak pemilik yayasan, maka
kontrak tidak berhak memperoleh
paling tidak mereka bekerjasama dengan
perlindungan normatif. Bagaimana
yayasan outsourcing.
dampak pengaturan neoliberal bagi buruh?
Praktik yang dijalankan yayasan telah
Selain kesejahteraan yang secara langsung
menguntungkan pihak perusahaan. Biaya
terancam 4 , buruh juga mengalami
produksi perusahaan dapat turun karena
pelemahan gerakan. Pemberlakukan sistem
biaya perekrutan buruh dapat dilakukan
kontrak dan outsourcing, telah secara halus
pihak yayasan. Perusahaan juga tidak perlu
menekan buruh yang memiliki status itu
khawatir dengan buruh yang “rewel”
untuk berpikir ulang sebelum bergabung
dengan kondisi kerja, karena mereka dapat
dalam serikat pekerja maupun terlibat dalam
dikembalikan ke yayasan. Biaya sosial
aksi-aksi perjuangan solidaritas buruh
perusahaan juga dapat ditekan. Pihak
4
Hasil penelitian Tjandraningsih, Herawati dan pensiun, tidak ada jaminan kesehatan yang
Suhadmadi, (2010a: v) menyatakan: “Mayoritas memadai, mudah di PHK tanpa melalui proses
pekerja outsourcing menerima upah dibawah nilai peradilan perburuhan, dan usia produktif yang
upah minimum dan adanya pemotongan upah oleh hilang karena pekerja outsourcing pada umumnya
agen outsourcing; tidak ada pesangon dan jaminan disyaratkan berusia dibawah 25 tahun”.

204
Muhtar Habibi, Gerakan Buruh Pasca Soeharto: Politik Jalanan di Tengah Himpitan Pasar Kerja Fleksibel

yayasan melalui orang lokal kuat yang gerakan buruh pasca ambruknya
memiliki relasi patron-klien kuat, dapat otoritarianisme Soeharto (Juliawan, 2011).
mengontrol buruh yang dia rekrut untuk Geliat aksi jalanan buruh makin
tidak menuntut kondisi lingkungan kerja menunjukkan peningkatan signifikan sejak
yang memadai. Hal yang lebih parah bagi persiapan pembentukan Komite Aksi
buruh, persaingan antar yayasan telah Jaminan Sosial (KAJS) di tahun 2009 hingga
membuat buruh benar-benar seperti deklarasinya pada April 2010. Bukan
komoditas barang lain. Persaingan antar kebetulan, aliansi berbagai serikat buruh
yayasan dengan menawarkan paket dan organisasi masyarakat ini memilih
tertentu agar buruh mau disalurkan, menjadi menggunakan nama ‘Komite Aksi’. Mereka
kian umum. Penawaran uang muka lebih percaya bahwa perjuangan membuat
rendah, pelatihan, hingga bonus menjadi perubahan tidak akan terwujud tanpa
cara yayasan bersaing dengan yayasan lain sebuah aksi nyata berupa tekanan terhadap
(Juliawan, 2010a: 39-40). Tapi ujungnya negara. Puluhan aksi yang melibatkan
tetap sama: buruh menjadi komoditas yang ribuan buruh telah dilakukan sejak
dijual murah. Kebebasan berserikat nampak pertengahan 2010 hingga akhirnya UU
kurang berarti bagi buruh ketika praktik BPJS disahkan pada 28 Oktober 2011 (SPAI-
outsourcing dan sistem kontrak telah FSPMI, 2012). Tidak hanya terjadi di Jakarta,
mengikat mereka dalam sebuah relasi pa- aksi KAJS juga menjamur ke berbagai kota
tron-klien dengan perekrutnya. Buruh tidak di Indonesia. Pada tahun 2010 juga, aksi
benar-benar bebas untuk berserikat. tutup kawasan industri pertama di Indone-
sia pasca Soeharto, terjadi di Kawasan
Perlawanan Buruh: Aksi Jalanan Berikat Nusantara (KBN), Cakung Jakarta
Buruh memang tidak sama sekali diam (Antara, 25/11/2010).
ketika dihimpit oleh mekanisme pasar kerja Puncak aksi jalanan buruh terjadi pada
fleksibel ala neoliberal. Bahkan sebelum tahun 2012. Pada tanggal 10 dan 27 Januari,
pengadopsian aturan outsourcing dan aksi tutup tol terjadi di Serang dan Bekasi
kontrak dilakukan (UU No.13/2003), buruh melibatkan puluhan ribu buruh yang
telah menunjukkan perlawanan merayakan menuntut kenaikan upah (Kabar Serang,
kejatuhan kekuasaan Soeharto. Aksi ribuan 11/1/2012; Kompas, 27/1/2012). Militansi
buruh pada Mei dan Juni 2001 di berbagai buruh kembali terlihat ketika mereka
daerah yang menuntut pemberlakuan menjadi tulang punggung gerakan
kembali KepMen Tenaga Kerja No 150/2000 perlawanan kenaikan harga BBM pada
menjadi salah satu tonggak aksi jalanan Maret – April. Gerakan buruh benar-benar
buruh. Aksi ribuan buruh di bulan April dan unjuk kekuatan pada bulan yang dianggap
Mei 2006 dalam demo besar-besaran miliknya: Mei. Tepat pada May Day, delapan
menolak revisi UU No/13/2003 juga kembali puluh ribuan buruh yang beratribut
menancapkan kehadiran aksi buruh. Secara berbagai serikat buruh memenuhi jalanan
periodik, kita juga melihat aksi protes buruh Ibukota hingga masuk Stadion Gelora Bung
yang secara rutin terjadi di berbagai daerah Karno (Berita Satu, 1/5/2012). Di hari itu
menuntut kenaikan upah minimum tiap juga, Majelis Pekerja Buruh Indonesia
tahunnya. Belum lagi, jika melihat (MPBI) dideklarasikan, menandai
kecenderungan aksi jalanan buruh tiap bersatunya tiga konfederasi terbesar yang
tahun ketika merayakan May Day. Aksi beranggotakan sekitar 2 juta buruh. Aksi
jalanan seakan memang menjadi ikon jalanan buruh paling spektakuler mungkin
adalah gerakan yang populer disebut

205
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 16, Nomor 3, Maret 2013

‘grebek pabrik’ atau solidaritas antar pabrik Aksi jalanan buruh pada beberapa
yang terjadi di Bekasi pada rentang Mei tahun terakhir telah turut menentukan
hingga November (Mufakhir, 2012). Belum proses kenaikan upah minimum di beberapa
lagi aksi mogok nasional tanggal 3 Oktober kota dan propinsi. Di Jawa Timur, rata-rata
2012 yang disebut sebagai mogok terbesar kenaikan UMK tahun 2013 mencapai 22,14
di Indonesia setelah masa Soekarno. persen atau jauh di atas angka inflasi
Melibatkan 80 kawasan industri dengan 754 (Disnakertrans Jawa Timur, 24/11/2012).
perusahaan di 12 provinsi dan 37 kabupaten/ Sementara di Jawa Barat, rata-rata kenaikan
kota (Gatra, 3/10/2012) dan 2,4 juta buruh UMK mencapai 20 persen. UMK Kota Bogor
mogok telah melumpuhkan aktivitas bahkan naik hingga 42 persen (Radar Bogor,
produksi di kawasan-kawasan industri. 15/11/2012). Di kota Tangerang, UMK naik
Kronologi tonggak-tonggak aksi jalanan 50 persen (Tempo, 21/11/2012). Sementara
buruh pada tahun 2012 dapat dilihat dalam di Ibukota Jakarta, kenaikan UMP
tabel berikut: mencapai 30 persen (Antara, 27/11/2012).

Tabel 2.
Kronologi Aksi Jalanan Buruh Tahun 2012

Diolah dari berbagai data sekunder

206
Muhtar Habibi, Gerakan Buruh Pasca Soeharto: Politik Jalanan di Tengah Himpitan Pasar Kerja Fleksibel

Secara umum di tingkat nasional, kenaikan habis kesabaran melihat watak negara dan
UMP adalah 18,32 persen. Kenaikan UMP pengusaha. Beberapa keberhasilan aksi
tahun ini lebih tinggi apabila dibandingkan jalanan juga makin mempertebal keyakinan
dengan rata-rata kenaikan UMP tahun 2012 pemimpin buruh untuk selanjutnya
yang hanya sebesar 10, 27 persen (Kompas, menggunakan aksi jalanan sebagai metode
Wageindicator, 2012). Semua kenaikan penuntutan kepentingan mereka. Kedua,
upah minimum itu tentu tidak dicapai dari aksi-aksi jalanan juga memperlihatkan
kebaikan pengusaha atau pemerintah munculnya aliansi-aliansi antar serikat
semata. Aksi jalanan buruh ikut buruh. Fragmentasi serikat-serikat buruh
mempengaruhi proses penentuan besaran ternyata tidak seburuk yang dibayangkan
upah minimum (Juliawan, 2011: 364-366). pengamat sebelumnya. Mereka yang
Selain pencapaian kenaikan UMK berkompetisi tetap menyediakan ruang
secara umum di berbagai daerah, aksi untuk bekerjasama sebagai bagian dari
jalanan buruh juga berhasil mendapat kelompok buruh yang lebih besar (Juliawan,
konsesi lain. Aksi ribuan buruh melakukan 2009). Ketiga, aksi jalanan buruh tidak lagi
‘grebek pabrik’ di Bekasi telah sukses hanya membawa isu di dalam pabrik.
memaksa ratusan pabrik untuk Mereka mulai ikut menyuarakan
mengangkat puluhan ribu buruh kepentingan publik yang lebih luas.
outsourcing dan kontrak menjadi buruh Misalnya, isu penolakan kenaikan harga
tetap. Data dari Federasi Serikat Pekerja BBM5, jaminan sosial bagi seluruh rakyat
Metal (FSPMI) menunjukkan bahwa aksi- Indonesia 6, penolakan terhadap RUU
aksi grebek yang diinisiasi FSPMI telah Organisasi Masyarakat 7 dan RUU
berhasil menuntut lima puluhan pabrik Keamanan Nasional8 di Yogyakarta, aksi
untuk mengubah status 40 ribuan buruh buruh pada May Day 2013 juga menuntut
outsourcing menjadi buruh tetap (Febrianto, pelaksanaan Reforma Agraria sejati9.
2012). Jumlah ini akan bertambah besar jika 5
Setelah tahun 2012 juga turun ke jalan menolak
ditambah dengan aksi ‘grebek pabrik’ yang kenaikan harga BBM, buruh di tahun 2013 kembali
dipelopori oleh Forum Komunikasi dan melakukan aksi penolakan. Ribuan buruh yang
tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia
Informasi (FKI) KSPSI Bekasi. Menurut (MPBI) dan berbagai elemen buruh lainnya
pengakuan salah satu anggota Presidium mengepung gedung DPR-MPR RI. (Monitor Indo-
FKI, aksi grebek pabrik yang dilakukan FKI nesia, 17 Juni 2013)
6
Ribuan buruh berunjuk-rasa berjalan dari
hingga November 2012, berhasil Kementerian Kesehatan menuju Kementerian
membebaskan 12 ribu buruh outsourcing Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta, menuntut
untuk kemudian diangkat menjadi buruh adanya jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indo-
nesia (Kompas, 28 September 2012).
tetap (Maianto, 2012). Jumlah buruh 7
Sebelum akhirnya disahkan pada awal Juli 2013,
outsourcing yang berhasil diangkat menjadi ribuan buruh buruh Jabodetabek yang tergabung
buruh tetap masih akan bertambah jika dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
(KSPI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indone-
grebek yang diinisiasi serikat di bawah sia (FSPMI) telah melakukan aksi demontrasi
bendera Sekretariat Bersama (Sekber) menolak RUU Ormas di depan Gedung DPR
Buruh Bekasi dihitung. (Republika, 2 Juli 2013).
8
Puluhan ribu buruh dalam payung Majelis Pekerja
Ada beberapa hal yang patut dicatat Buruh Indonesia (MPBI) menolak RUU Keamanan
dari berbagai aksi jalanan buruh belakangan Nasional dengan melakukan aksi unjuk rasa di
ini. Pertama, aksi jalanan buruh dipilih Jakarta. (Tribunnews, 22 November 2012).
9
Ribuan buruh di Yogyakarta yang tergabung dalam
secara sadar sebagai media perjuangan. Komite Aksi May Day memperingati Hari Buruh
Beberapa pemimpin buruh menyatakan Internasional dengan mengajukan beberapa
dengan gamblang bahwa mereka sudah tuntutan, salah satunya ialah Reforma Agraria
(Tribunnews, 29 April 2013).

207
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 16, Nomor 3, Maret 2013

Signifikansi Aksi-aksi Jalanan Buruh Pandangan yang hampir diterima sebagai


Berbeda dengan pengamat lain yang taken for granted ini mendapat peluang
kurang memberi perhatian pada signifikansi untuk ditentang melalui berbagai aksi protes
aksi jalanan buruh, tulisan ini berpendapat buruh. Bukannya mensejahterakan,
sebaliknya. Seperti yang dengan tepat memanjakan ‘iklim investasi’ sama saja
dinyatakan oleh Juliawan (2011:352), “While dengan mengikat leher buruh dengan upah
in many ways Indonesian labour is not yet an murah.
established political force…industrial workers Selain dampak material, aksi jalanan
have been routinely mobilised to take to the buruh juga berkontribusi pada proses
streets, mainly to challenge government poli- pembentukan identitas buruh (internal) itu
cies that are perceived as threats to their well- sendiri. Pemahaman tentang proses
being, but also to show support to other non- pembentukan identitas buruh lewat berbagai
labour causes”. Politik jalanan seperti ini aksi jalanannya merupakan hal penting
memiliki signifikansi tersendiri bagi buruh, untuk dijelaskan. Tanpa pemahaman
baik secara material maupun immaterial. terhadap pembentukan identitas buruh
Beberapa aksi jalanan berhasil mendesakkan dalam keterlibatan mereka pada berbagai
kepentingan buruh dalam perundingan aksi jalanan, kita akan gagal untuk
dengan negara dan kapital (misal dalam menjelaskan “..the internal dynamics of the
penentuan upah). Selanjutnya, aksi jalanan working class, under what circumstances work-
buruh juga ikut berkontribusi dalam ers’ become involved in collective action, or how
mendobrak hubungan antara pemerintah they have given meaning to such involvement”
dan pengusaha yang selama masa Soeharto (Saptari, 2008: 9). Saptari (2008) dengan
secara alamiah dianggap ‘mesra’ demi mengajukan kasus mogok buruh PT Mayora
memacu pertumbuhan ekonomi (Juliawan, berargumen bahwa pembentukan identitas
2011: 366). Pada sisi immaterial, aksi jalanan pekerja sebagai kelas ditentukan oleh dua
telah mendorong hadirnya pengakuan faktor sekaligus, yaitu kondisi kerja (material-
elemen masyarakat lain (pemerintah, objektif) dan pengalaman buruh baik di
pengusaha, kelompok lain) terhadap adanya tempat kerja maupun di lingkungan mereka
‘collective power’ buruh. Aksi buruh juga tinggal (immaterial-subjektif). Pengalaman
dianggap ikut berkontribusi dalam merebut buruh dengan demikian tidak terbatas pada
kembali ‘jalanan’ yang selama masa aksi bersama politik seperti mogok atau
Soeharto dikontruksi sebagai medan demonstrasi. Memang benar bahwa “The
‘disiplin’ dan ‘menakutkan’. Aksi jalanan various modes of protest, the rhetoric used, and
buruh pasca Soeharto ikut kembali the theatrics involved helped workers obtain in
membangkitkan lagi ‘jalanan’ sebagai area new experiences the consciousness of being part
aksi politik populis, sebagaimana pada masa of a larger group” (Saptari, 2008: 34-35).
Soekarno. Selebihnya, menurut Juliawan Namun pengalaman juga menyangkut
(2011: 364), aksi protes dan kritik buruh ikut kehidupan buruh sehari-hari di dalam
menawarkan kepada masyarakat cara komunitas mereka. Kondisi kerja tetap
pandang baru untuk memikirkan ulang menjadi dasar, sementara ‘pengalaman’
berbagai konsepsi tentang ‘masyarakat’, menjadi perantara dalam proses
‘negara’ atau ‘politik’ yang selama ini pembentukan identitas kelas pekerja. Studi
diterima begitu saja. Contoh dari hal ini Saptari (2008) dapat dilihat telah memberikan
misalnya ialah pandangan umum tentang konstribusi besar pada kajian perburuhan
pentingnya penciptaan ‘iklim investasi’ bagi Indonesia, khususnya terkait isu aksi jalanan
penciptaan kemakmuran masyarakat. dan pembentukan identitas buruh.

208
Muhtar Habibi, Gerakan Buruh Pasca Soeharto: Politik Jalanan di Tengah Himpitan Pasar Kerja Fleksibel

Dalam kasus yang lebih spesifik, aksi- dalam masifnya aksi jalanan, pendidikan,
aksi jalanan buruh di Bekasi dan kegiatan kegiatan kultural bersama maupun
kolektif lain yang menyertainya, telah turut produksi simbol bagi pengikat identitas
melahirkan benih-benih pembentukan kelas kolektif buruh, tidak memiliki bentuk
buruh (Habibi, 2013). Perjuangan politik pengalaman kelas tertentu yang diperlukan
buruh Bekasi melalui ‘grebek pabrik’ yang untuk mendorong penguatan kesadaran
tidak lagi mengenal sekat warna bendera, kelas.
kegiatan pendidikan bersama, ruang-ruang
kultural yang diisi praktik keseharian buruh, Masa Depan Gerakan Buruh: Aksi
dan produksi simbol kolektif telah Jalanan dan Partai Buruh?
menyediakan sebuah pengalaman kelas Pertanyaan penting yang sering
yang mampu membangun kesadaran dilontarkan baik para aktivis maupun
kolektif sebagai buruh. Pengalaman kelas pengamat terhadap fenomena keriuhan aksi
demikian turut membangun perasaan jalanan buruh belakangan ini ialah, akan
senasib sepenanggungan yang kuat di berujung kemana aksi-aksi jalanan itu?
antara buruh. Ia juga berkontribusi Juliawan (2011) melihat bahwa aksi jalanan
membentuk kesadaran dimana kepentingan buruh masih akan berlanjut hingga
buruh nyaris selalu berbeda dan beberapa waktu ke depan. Gerakan buruh
bertentangan dengan mereka para pemilik disinyalir tidak akan berkembang menjadi
kapital. Pengalaman kelas itu juga telah partai politik10 atau kelompok kepentingan.
memberi mereka simbol-simbol kolektif Gerakan buruh Indonesia, seperti
yang makin memperkuat identitas dinyatakan Juliawan (2011), tidak punya
bersamanya sebagai buruh. Aksi jalanan kebutuhan untuk melakukan unifikasi dan
buruh dan pengalaman kelas yang tercipta sentralisasi (sebagai karakter organisasi
darinya, disadari atau tidak telah mengubah buruh modern), paling tidak dalam waktu
cara pandang (kesadaran) buruh terhadap dekat. Mereka masih akan mengandalkan
diri dan lingkungan sosialnya. Para buruh aksi jalanan dan juga memanfaatkan
mulai mampu melihat dengan lebih jelas perundingan-perundingan dalam mekanis-
kesamaan nasib dan kepentingan diantara me yang tersedia (tripartite) sebagai arena
mereka, yang berlawanan dengan nasib dan perjuangannya terhadap negara dan kapital.
kepentingan pemilik kapital di pihak lain. “Labour movements will continue to consist
Pembentukan kelas buruh tengah
berlangsung. Pandangan kritis buruh 10
Tentu saja di Indonesia sebelumnya telah berdiri
terhadap Hubungan Industrial Pancasila partai berbasis buruh, seperti Partai Buruh Nasional
dengan pimpinan Mukhtar Pakpahan yang ikut
yang bercorak anti-konflik telah mulai Pemilu 1999. Kemudian berganti nama menjadi
muncul. Buruh kini mulai menganggap Partai Buruh Sosial Demokrat pada Pemilu 2004
bahwa pertentangan atau konflik buruh (Ford, 2005: 201) dan kembali mengubah nama
menjadi Partai Buruh pada Pemilu 2009 (Pemilu
dengan kapital bukanlah hal aneh dan tabu, Indonesia, 2013). Tetapi yang dimaksud Juliawan
tapi justru sebagai sesuatu yang wajar. barangkali ialah Partai Buruh yang dibentuk oleh
Memang tidak semua buruh mempunyai serikat-serikat buruh dengan jumlah anggota
besar yang turut menggerakkan aksi jalanan
pengalaman kelas yang dapat membangun belakangan ini. Terutama mereka yang tergabung
kesadaran kolektif mereka. Meski sama- dalam MPBI (Majelis Pekerja Buruh Indonesia)
sama bekerja di dalam pabrik sebagai yaitu: KSPSI, KSPI, KSBSI dengan total anggota
sekitar 2 juta orang. Dengan kata lain, sebuah
buruh, tidak otomatis membuat mereka partai buruh yang menyatukan berbagai basis
semua memiliki kesadaran kelas. Mereka buruh di berbagai serikat yang ada. Mengenai
yang tidak secara aktif terlibat langsung kiprah partai berbasis buruh pasca Soeharto dalam
Pemilu, lihat lebih detail dalam Ford (2005).

209
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 16, Nomor 3, Maret 2013

of loose and decentralised networks of activ- rakyat buruh ataupun sebuah partai buruh.
ists and unions without strong central lead- Saya tidak bisa ramalkan mekanismenya.
Apalagi diluncurkan oleh semua atau
ership, even if the unions are part of a unitary sebagian serikat buruh melalui
organisation or affiliated with bigger pengurusnya atau strukturnya? Atau
organisations based in Jakarta” (Juliawan, melalui mekanisme di luar itu? Atau
2011: 368). kombinasi? Atau melalui perpecahan
Juliawan menunjukkan bahwa aksi ataupun gabungan?”.
jalanan akan tetap dipilih buruh karena
dianggap masih memberikan hasil cukup Pandangan Lane didasarkan pada
memuaskan. Selain secara material terbukti sebuah pengamatan bahwa embrio bagi
cukup efektif, aksi jalanan buruh juga partai buruh telah hadir dalam diri Federasi
seakan mendapat angin segar dari negara. Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)
Pasca Soeharto, muncul kecenderungan yang juga berperan sebagai salah satu pilar
bahwa berbagai aksi kolektif-jalanan buruh utama MPBI (Lane, 2013). Embrio ini dapat
mulai diterima sebagai cara berhubungan dilihat dari formasi pra-partai yang
dengan negara yang sah. Terjadi semacam dibangun FSPMI11. Wacana yang sering
proses ‘pelembagaan protes’ dari negara. digulirkan FSPMI tentang perlunya sebuah
Protes jalanan kemudian dianggap sebagai partai buruh mandiri dinilai sebagai fase
mekanisme yang wajar dan sah dalam pendahulu krusial sebelum berlanjut dalam
berhubungan dengan negara. Tidak hanya realisasi pembentukan partai buruh. Lane
terhadap aksi buruh, berbagai aksi dari (2013) juga tidak ketinggalan untuk
berbagai kelompok kepentingan lain serasa menyebut intervensi serikat buruh terhadap
dibiarkan oleh negara dengan hanya sedikit Pemilukada sebagai langkah awal penting
pembatasan. Perkembangan ini sekaligus bagi lahirnya partai buruh. Rieke Diah
memiliki implikasi lain. Adanya Pitaloka sebagai calon Gubernur Jawa Barat
‘pelembagaan protes’, munculah 2013-2018, memang dikenal sangat dekat
kecenderungan di kalangan buruh untuk dengan serikat buruh, terutama FSPMI.
terus melanjutkan aksi jalanan selama ini Bukan hal yang aneh, meskipun tidak secara
yang dianggap berhasil. terbuka mendukung ‘Oneng’, banyak sekali
Pendapat berbeda disampaikan oleh anggota dan pengurus FSPMI yang menjadi
Lane (2012). Ia termasuk orang yang relawan PITAMAS (Rieke Diah Pitaloka-
percaya bahwa gerakan buruh belakangan
ini akan berujung pada pembentukan partai 11
Mungkin salah satu yang dirujuk Lane terkait
buruh. Lane menyebut beberapa indikasi kemampuan FSPMI mengorganisasi iuran
anggota. Pada tahun 1999 ketika jumlah
akan hal ini. anggotanya 60 ribu buruh, FSPMI berhasil
mengumpulkan iuran sekitar 60 juta per tahun. Di
“Dalam tiga tahun terakhir ini, dengan tahun 2012, jumlah anggotanya meningkat menjadi
berkembangnya gerakan serikat buruh 170 ribu buruh dengan iuran yang berhasil
dikumpulkan naik drastis menjadi sejumlah 10
sektor formal yang melahirkan MBPI
milyar per tahun (Kompas, 3/12/2012). Secara
(Majelis Pekerja Buruh Indonesia) dan yang umum, FSPMI mewajibkan anggotanya membayar
mampu melakukan mogok nasional, situasi iuran sebesar 2 persen dari upah minimum yang
sudah berubah. Ini dirasakan oleh semua diterima. Selain itu, anggota juga masih harus
orang, termasuk serikat buruh kecil yang membayar iuran yang sering disebut “Dana
berhaluan ideologis terbuka dan lebih kiri. Perjuangan” untuk kepentingan aksi masa, yang
Saya kira dinamika yang sedang besarannya tergantung situasi. Besarnya iuran
berkembang ini, asal tidak direpresi atau yang berhasil dikumpulkan serikat buruh dilihat
dikhianati, sedang menciptakan situasi telah menjadi tonggak penting bagi kemandirian
gerakan buruh, sebuah prasyarat penting bagi
untuk melahirkan sebuah gerakan politik
lahirnya partai buruh independen.

210
Muhtar Habibi, Gerakan Buruh Pasca Soeharto: Politik Jalanan di Tengah Himpitan Pasar Kerja Fleksibel

Teten Masduki) dalam upaya pemenangan Spektrum berbagai warna ideologi,


Pemilukada Jawa Barat. Meski faktor Jokowi meskipun tidak secara eksplisit terlihat,
selalu dianggap sebagai pendongkrak sangat terasa dalam tubuh MPBI. Mayoritas
terpenting perolehan suara PITAMAS, anggota MPBI tetap didominasi serikat
namun banyak pengamat dan aktivis warisan Soeharto (SPSI) yang meskipun
melihat peran relawan buruh dalam beberapa anggota mudanya mulai punya
memenangkan suara PITAMAS, terutama semangat progresif, namun secara umum
di kawasan-kawasan industri sebagai hal tetaplah serikat buruh konservatif.
yang tidak bisa diremehkan. Dominasi jumlah anggota SPSI dalam
Embrio partai buruh dalam diri serikat MPBI tentu tidak ingin mengatakan bahwa
buruh, terutama FSPMI memang tidak bisa serikat warisan Soeharto itu dapat dengan
diabaikan begitu saja. Soliditas pengumpu- mudah mengendalikan anggota federasi
lan iuran anggota, eksperimen terlibat atau konfederasi lain di dalamnya, terutama
langsung dalam pertarungan Pemilukada, FSPMI. Sudah dikenal luas di kalangan
dan pendidikan kaderisasi12 yang dijalankan buruh betapa FSPMI merupakan tulang
FSPMI mungkin menjadi secercah harapan punggung bagi aksi-aksi jalanan yang
bagi terbentuknya partai buruh. Hanya digelar MPBI. FSPMI memiliki kekuatan
saja, kita mesti segera ingat bahwa FSPMI penggerak massa yang jauh lebih efektif
bukanlah pemain terbesar dalam konstelasi dibanding serikat buruh lain di MPBI. Tidak
serikat buruh pasca Soeharto. Dalam tubuh berlebihan jika FSPMI dimana ketua
MPBI, sumbangan anggota terbesar masih umumnya, Said Iqbal yang sekaligus juga
disetor oleh Konfederasi Serikat Pekerja menjadi Ketua KSPI, memainkan peran
Seluruh Indonesia (KSPSI) dengan anggota penting dalam gerak MPBI. Meski
sekitar 1,6 juta orang. Konfederasi Serikat demikian, jumlah anggota FSPMI sebagai
Pekerja Indonesia (KSPI), dimana FSPMI sebuah embrio partai buruh, nampak masih
terafiliasi didalamnya, menyumbang 793 kurang signifikan dalam skala nasional,
ribu buruh. Konfederasi ketiga yang sebuah prasyarat penting bagi
berkontribusi dalam MPBI ialah Konfederasi pembentukan partai yang besar.
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Dalam konteks seperti ini, apa yang
dengan anggota 227 ribu orang diperkirakan Juliawan (2011) patut
(Kemenakertrans, 2010). Dari data ini saja diperhatikan. Pembentukan partai akan
terlihat betapa FSPMI dengan anggota 170 tergantung pada seberapa kuat tuntutan
ribu masih menjadi minoritas dalam tubuh kebutuhan masa-buruh dalam skala
KSPI. Angkanya menjadi kian kecil jika nasional terhadap hadirnya sebuah partai
ditempatkan dalam konstelasi di tubuh buruh mandiri. Semakin banyak buruh
MPBI. MPBI memang wadah bersama yang membutuhkan kehadiran sebuah
buruh nir ikatan ideologi yang kuat. partai, kemungkinan pembentukan sebuah
partai buruh independen akan lebih besar
12
FSPMI melakukan pendidikan berjenjang dari dapat dilakukan. Aksi-aksi jalanan
tingkat dasar hingga lanjutan. Di samping itu,
terutama di Bekasi, FSPMI memiliki titik kumpul
belakangan memang masih dirasa efektif
pendidikan yang sekaligus menjadi arena budaya sebagai senjata buruh melakukan tuntutan.
bagi anggotanya, seperti Saung Buruh dan Omah Dalam kondisi demikian, kebutuhan akan
Buruh. Meskipun memiliki beberapa kekurangan,
terutama dalam keluasan partisipasi anggota,
sebuah partai nampak belum terasa. Aksi
pendidikan di FSPMI tetap dianggap jauh lebih baik jalanan masih akan terus dilakukan buruh
dan progresif oleh kalangan serikat buruh lain, sepanjang dinilai masih menguntungkan
misalnya SPSI (Wawancara dengan Sa, salah satu
pengurus SPSI Cabang Bekasi, 8 Januari 2013).
secara praktis. Tapi di sisi lain, buruh,

211
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 16, Nomor 3, Maret 2013

terutama dalam serikat non-FSPMI masih kayu, dan pentungan membubarkan aksi
akan berjalan seperti biasa: business as usual. demonstrasi buruh yang menuntut
Iuran anggota tetap dipatok rendah dengan penghapusan outsourcing di tiga perusahaan
kedisplinan yang rendah pula, pendidikan di dekat PT SEIN (Kompas, 31/10/2012).
dan kaderisasi tidak dijalankan, dan Seakan belum puas, sore harinya preman
membayangkan serikat seperti SPSI terlibat menghancurkan Saung Buruh, sebuah
kegiatan politik dalam pertarungan Pemilu, rumah panggung di sekitar Jababeka yang
sebagaimana dilakukan pengurus dan dijadikan ruang kumpul bersama buruh
anggota FSPMI, mungkin masih menjadi FSPMI untuk kegiatan konsolidasi dan
bayangan yang agak jauh. pendidikan. Buruh yang sedang berada
Tapi tentu saja gambaran seperti itu disitu dipukuli14. Pasca aksi brutal itu, buruh
mengasumsikan aksi-aksi jalanan masih akhirnya dipaksa menyetujui kesepakatan
akan dapat dilakukan dan memberi hasil pakta damai: 8 November 2012. Aksi jalanan
efektif di masa depan. Bagaimana pun, ‘grebek pabrik’ disepakati tidak akan lagi
kapitalisme bukanlah sistem yang statis. dijalankan demi menjaga ‘hubungan indus-
Gerak dialektis antar bagian sistem trial yang kondusif’. Pakta damai telah
merupakan watak alamiah kapitalisme. Aksi mengubah peta perjuangan buruh.15 Aksi-
dari satu bagian sistem (buruh) akan aksi ‘grebek pabrik’ di seputaran kawasan
mendatangkan reaksi dari bagian sistem industri mulai menurun drastis. Beberapa
yang lain (pemilik kapital). Sama sekali tidak grebek memang masih terjadi di luar
ada jaminan bahwa negara akan terus kawasan, namun tidak dengan intensitas
memelihara ‘pelembagaan protes’. Mengapa beberapa bulan sebelumnya.16
negara akan terus membiarkan aksi jalanan Dalam level nasional, kaum buruh
buruh dan menganggap aksi itu sebagai melihat bahwa dua Rancangan Undang-
mekanisme yang sah dalam berhubungan Undang: RUU Keamanan Nasional dan
dengan negara? Bagaimana jika ada kondisi
14
objektif tertentu (tekanan keuntungan-krisis Wawancara dengan Ar, anggota FSPMI pengelola
Saung Buruh, 11 Januari 2013.
ekonomi) yang akhirnya ‘memaksa’ negara- 15
Setelah pakta damai, aksi jalanan buruh hanya
kapital untuk menindak aksi-aksi buruh? diperbolehkan berlangsung hingga pukul 18.00 dan
Kepentingan negara mengkondisikan dianggap sebagai aksi demonstrasi biasa. Aksi di
atas pukul 18.00 hanya boleh dilakukan di dalam
sekaligus dikondisikan oleh perjuangan lingkungan pabrik dan dianggap sebagai mogok
kelas yang terjadi di masyarakat. kerja. Ini berarti, masa buruh dari pabrik lain tidak
Serangan balik kapital-negara telah dapat memberikan solidaritas ke pabrik lain diatas
pukul 18.00. Aksi solidaritas antar pabrik yang
terbukti di Bekasi. Ketika kepentingan salah biasanya dapat berlangsung dengan menginap
satu kapital terbesar di Bekasi terancam, selama beberapa hari menjadi tidak bisa lagi
yaitu PT SEIN (Samsung Indonesia)13, 16
dilakukan.
Menurunnya aksi jalanan tidak lain juga karena
serangan balik terhadap aksi jalanan buruh masih masifnya aksi premanisme di seputaran
dimulai. Sejak pagi: 29 Oktober 2012, empat Bekasi pada tahun 2013. Di kawasan industri
ratusan preman di sekeliling PT SEIN MM2100, organisasi masyarakat mengatas-
namakan Masyarakat Peduli Investor (MPI),
dengan bersenjatakan bambu runcing, membangun tenda di tanah lapang, layaknya
angkatan perang yang siap tempur. Mereka seakan
13
PT Samsung merupakan perusahaan multi- melakukan konsolidasi untuk mengintimidasi
nasional asal Korea Selatan yang berani secara buruh. Puluhan spanduk dipasang di titik-titik
terbuka menolak berdirinya serikat buruh di pabrik- strategis, bertuliskan ‘Masyarakat Peduli Investor:
pabriknya di seluruh dunia. Bukan hal aneh jika PT Sahabat Pengusaha Musuh Buruh Anarkis’.
Samsung dikenal paling sering dikecam karena Bahkan, menjelang 6 Februari, mereka sudah
telah melakukan pemberangusan serikat buruh mengancam akan melakukan sweeping terhadap
(Union Busting). buruh yang mengenakan baju atau jaket serikat

212
Muhtar Habibi, Gerakan Buruh Pasca Soeharto: Politik Jalanan di Tengah Himpitan Pasar Kerja Fleksibel

RUU Organisasi Masyarakat secara tidak yang lebih besar. Elemen progresif serikat
langsung merupakan upaya kolaborasi buruh dapat menggunakan momentum
negara – kapital dalam memukul mundur ekonomi-politik ini bagi perluasan basis
buruh yang telah begitu merepotkan dengan dukungan pembentukan partai buruh.
aksi-aksi jalanannya (Republika, 2 Juli 2013; Masa depan pembentukan partai buruh
Tribunnews, 22 November 2012; Gatra, 4 Juli akan sangat tergantung pada seberapa jauh
2013). Pada awal Juli 2013, RUU Organisasi upaya elemen serikat buruh progresif dalam
Masyarakat akhirnya disahkan DPR. Buruh memanfaatkan di satu sisi suatu kondisi
melalui Presiden Konfederasi Serikat Pekerja ekonomi yang tengah tumbuh, dan pada
Indonesia (KSPI) menolak keras pengesahan saat bersamaan secara politis mampu
RUU Organisasi Masyarakat dengan menggunakan langkah perlawanan balik
menyebut demokrasi akan kembali ke jaman kapital-negara sebagai isu lawan bersama
Orde Baru. Mereka pun mengancam akan untuk menumbuhkan kebutuhan akan
melakukan tiga mogok nasional dalam kehadiran sebuah partai buruh independen.
tahun ini (Gatra, 4 Juli 2013).
Situasi demikian melahirkan kembali Penutup
kebutuhan akan persatuan buruh dalam Gerakan buruh pasca Soeharto
skala lebih besar. Serangan balik terhadap memang tidak selemah yang digambarkan
buruh membuka mata betapa kapital- para pengamat sebelumnya. Di tengah
negara menggunakan instrumen otoritas himpitan pasar kerja fleksibel, buruh masih
formal negara untuk menundukkan aksi gencar melakukan perlawanan dengan
jalanan buruh. Berlindung di balik jubah melakukan aksi-aksi jalanan. Melalui aksi
aparat formal, kapital-negara dapat jalanan, buruh memperoleh manfaat mate-
memaksa buruh menyetujui pakta damai. rial yang dinilai memadai. Kenaikan upah
Sebuah aturan legal juga tengah disiapkan minimum dan perubahan status kerja yang
untuk meredam buruh. Tidak dapat lebih menguntungkan, merupakan
disangkal, kekuasaan formal memainkan beberapa kompensasi yang diperoleh buruh
peran penting dalam sebuah perjuangan. lewat aksi jalanan mereka. Di samping
Aksi-aksi jalanan buruh tidak bisa dilakukan perolehan material, aksi jalanan juga
terus-menerus tanpa diikuti perebutan berkontribusi pada pembentukan identitas
instalasi-instalasi kekuasaan formal. kolektif buruh. Di Bekasi, pembentukan
Meskipun kondisi ekonomi yang tengah kelas buruh tengah berlangsung bersamaan
tumbuh meningkatkan posisi tawar buruh, dengan masifnya aksi jalanan buruh.
tanpa dibarengi kekuatan politik yang Tingginya intensitas aksi jalanan
kokoh, buruh akan tunduk di bawah menimbulkan reaksi dari pemilik capital.
pengaturan negara yang mengakomodasi Serangan balik terhadap buruh dimulai.
kepentingan kapital. Kondisi ekonomi yang Menggunakan tameng preman bayaran dan
kondusif dan serangan balik kapital aparat formal, kapital memukul aksi jalanan
mendorong kebutuhan persatuan buruh buruh.
Pertanyaan penting lantas muncul di
tertentu, khususnya FSPMI yang merayakan hari permukaan. Bagaimana masa depan aksi
jadinya. Kejadian yang dikhawatirkan akhirnya jalanan buruh? Akankah aksi buruh
benar-benar terjadi. Pada saat buruh anggota
FSPMI ingin merayakan ulang tahun mereka,
belakangan akan berujung pada
banyak diantaranya yang melalui kawasan pembentukan partai politik? Seperti telah
MM2100 dihentikan, dipukuli, dilucuti jaketnya dan dibahas sebelumnya, pembentukan partai
kemudian dibakar (Wawancara dengan Wa,
anggota FSPMI, 9 Februari 2013).
akan tergantung pada seberapa kuat

213
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 16, Nomor 3, Maret 2013

kebutuhan buruh terhadap lembaga Daftar Pustaka


kepentingan modern itu. Aksi jalanan
memang awalnya nampak akan terus dapat
dilakukan dan memberi hasil efektif bagi
buruh. Jika kecenderungan ini terus terjadi, Atkinson, J. (1984). Flexibility,Uncertainty
bisa jadi benar tidak ada kebutuhan buruh and Manpower Management. IMS Re-
untuk membangun partai. Hanya saja, port No.89, Institute of Manpower Stud-
serangan balik kapital-negara telah ies, Brighton.
membuktikan bahwa aksi jalanan tidak bisa Caraway, T. (2006). Freedom of Association:
terus dilakukan tanpa upaya perebutan Battering Ram or Trojan Horse?(.) Re-
kekuasaan formal oleh buruh. Pada sisi lain, view of International Political Economy.
embrio partai buruh dalam diri FSPMI Vol. 13 No. 2, pp 210-32.
memang tidak bisa disepelekan. Tetapi
Febrianto, R. (2012, 14 November),
jumlah anggota serikat buruh sempalan
HOSTUM Jalan Menuju Buruh Indone-
SPSI itu masih kurang signifikan secara
sia Bermartabat, Makalah pada Diskusi
nasional.
Pejaten: Kerja Kontrak-Outsourcing dan
Dalam kondisi demikian, pembentukan
Perlindungan Hak Pekerja, Jakarta.
partai buruh sebenarnya memiliki landasan
ekonomi-politik yang cukup kuat. Suatu Ford, M. (2005, 9-11 February.). Economic
kondisi ekonomi yang tengah tumbuh dan Unionism and Labour’s Poor Performance
serangan balik kapital-negara terhadap aksi in Indonesia’s 1999 and 2004 Elections.
jalanan buruh dapat menjadi momentum Paper presented at the Association of
bagi lahirnya kebutuhan akan sebuh Industrial Relations Academics of Aus-
organisasi kepentingan modern bagi buruh: tralia and New Zealand Conference:
sebuah partai independen. Pada akhirnya, Reworking Work, Sydney, Australia.
masa depan pembentukan partai akan Habibi, M. (2013). Politik Jalanan dan
tergantung pada seberapa jauh upaya Pembentukan Kelas Buruh. Majalah
elemen serikat buruh progresif mampu BASIS, Vol. 62 No. 05-06.
memanfaatkan di satu sisi suatu kondisi
ekonomi yang tengah tumbuh, dan pada Hadiz, V.R. (1996). Buruh Dalam Penataan
saat bersamaan secara politis mampu Politik Awal Orde Baru. Majalah Prisma
menggunakan langkah perlawanan balik No.7, Juli.
kapital-negara untuk menumbuhkan ________. (1998). Reformasi Total? Labour
kebutuhan akan kehadiran sebuah partai After Soeharto. Indonesia, No.66, pp 109
buruh independen. Elemen progresif buruh - 125.
tentu tidak bisa sendirian. Tantangan itu kini
________. (2002). The Indonesian Labour
ada di hadapan kita: ikut berkontribusi
Movement: Resurgent or Constrained?.
membantu elemen progresif itu atau justru
Southeast Asian Affairs , pp 130-142.
sebaliknya.
Islam, I. (2000). Employment, Labor Market
and Economic Recovery In Indonesia: Is-
sues and Options. Working Paper 00/04
Jakarta: UNSFIR.
Juliawan, B.H. (2009). Menakar Ulang
Fragmentasi Kelas Buruh. Majalah BA-
SIS, Vol. 58 No. 09-10.

214
Muhtar Habibi, Gerakan Buruh Pasca Soeharto: Politik Jalanan di Tengah Himpitan Pasar Kerja Fleksibel

___________. (2010a). Extracting Labor Purdy, D. (1988). Sosial Power and The
from Its Owner: Private Employment Labour Market : A Radical Approach to
Agencies and Labor Market Flexibility Labour Economics. Macmillan Education
in Indonesia. Critical Asian Studies. Vol. Ltd : London.
42 No. 1, pp 25-52. Rudiono, D. (1992). Kebijakan Perburuhan
___________. (2010b). Playing Politics: Pasca Boom Minyak. Majalah Prisma
Labour Movements in Post-Authoritar- No.1, Januari.
ian Indonesia. Disertasi Phd tidak Saptari, R. (2008). The Politics of Workers’
diterbitkan, Oxford University. Contention: The 1999 Mayora Strike in
___________.(2011). Street-level Politics: Tangerang, West Java. International
Labour Protests in Post-authoritarian Review of Social History. Vol. 53, pp. 1-
Indonesia. Journal of Contemporary Asia. 35.
Vol. 41 No. 3, pp 349-370. Tjandraningsih, I, Herawati, R &
Katjasungkana, N. (1996). Undang-Undang Suhadmadi. (2010a). Diskriminatif dan
Perburuhan Masa Orde Baru. Majalah Eksploitatif: Praktek Kerja Kontrak Dan
BASIS No. 7-8, Oktober. Outsourcing Buruh Di Sektor Industri
Lane, M. (2013a). Dr. Max Lane: Sistem yang Metal Di Indonesia. Bandung: Akatiga-
Berlaku ini Tidak Waras. Wawancara Fspmi-Fes.
Jurnal Indoprogress Edisi IX, http:// Tjandraningsih, I dan Herawati, R. (2008).
indoprogress.com/lbr/?p=1194 (diakses Dinamika Jaringan Perburuhan Indone-
30 April 2013). sia : Angin Segar Gerakan Buruh. Jurnal
______. (2013b, 5 April). Decentralization Indoprogress, Mei http://indo-
and Its Discontents. Makalah Presentasi progress.com/dinamika-jaringan-
Seminar di Magister Administrasi perburuhan-di-indonesia/ (diakses 9 Juli
Publik UGM, Yogyakarta. 2013).

Maianto, T. (2012). Membangun SPSI Yang Tornquist, O. (2004). Labour and Democ-
Modern, Progresif & Revolusioner. http:/ racy? Reflection on the Indonesian Im-
/rumahburuh.com/membangun-spsi- passe. Journal of Contemporary Asia. Vol.
yang-modern-progresif- 34 No. 3, pp 377-399.
revolusioner.html (diakses 7 Januari Uwiyono, A. (2006). Refleksi Masalah
2013). Hukum Perburuhan tahun 2005 dan
Mufakhir, A. (2012). Hukum yang Retak, Tren Hukum Perburuhan tahun 2006.
Perundingan, dan Grebek Pabrik: Catatan www.ui.ac.idhttp://www.ui.edu/
Awal Pergerakan Buruh di Bekasi. http:/ indonesia/main.php?hlm=berita-
/www.majalahsedane.net/2012/10/ &id=2006-01-02%2010:37:40 (diakses 2
hukum-yang-retak-perundingan-dan- Januari 2008).
grebek_5175.html#more (diakses 6 Warouw, N. (2005). Pekerja Industri Indo-
Desember 2012). nesia, Gerakan Buruh, dan New Social
Pemilu Indonesia. (2013). Partai Buruh. http:/ Movement: Merajut Sebuah
/www.pemiluindonesia.com/parpol/ Kemungkinan. Jurnal Analisis Sosial.
partai-buruh.html (diakses 10 Juli 2013). Vol. 10 No 2, hal 1-18.

215
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 16, Nomor 3, Maret 2013

Surat Kabar Kompas, 31 Oktober 2012, Buruh Kecam


Penyerangan
Gatra, 3 Oktober 2012, Mogok Nasional,
Buruh Kepung Jakarta Kompas, 3 Desember 2012, Gerakan Buruh
Kian Mandiri
Gatra, 5 Oktober 2012, Buruh Ancam
Mogok Sepekan Monitor Indonesia, 17 Juni 2013, Tolak BBM
Naik, Ribuan Buruh Kepung Gedung
Gatra, 4 Juli 2013, Buruh Tuding Pengusaha DPR
Jadi Bandar UU Ormas
Republika, 2 Juli 2013, Ribuan Buruh Demo
Kompas, 28 September 2012, Buruh Tuntut Tolak RUU Ormas
Jaminan Sosial dan Upah Murah
Tribunnews, 22 November 2012, Ini Alasan
Kompas, 3 Oktober 2012, Kawasan Industri Majelis Pekerja Buruh Tolak RUU
Dilumpuhkan Kamnas
Kompas, 3 Oktober 2012, MPBI: Konsentrasi Tribunnews, 29 April 2013, Ribuan Buruh
Demo Buruh Bukan di Jakarta Yogya Geruduk Malioboro Peringati
Mayday

216

You might also like