Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Bidara (Ziziphus mauritiana L.) is widely grown in the tropics. Bidara is rich in benefits because it has
content of saponins contained in the leaves. Saponins compounds derived plants can be used as soap
foaming agents. Saponins can be applied in the manufacture of soap because of its nature as a natural
surfactant. The purpose of this study were to determine the influence of solvent type and particle size of
materials againts on the characteristics bidara leaf extract as a source of saponins, get the best solvent
type and particle size to produce bidara leaf extract as a source of saponins. This study used a
Randomized Block Design with treatment of solvent type and particle size of materials. Treatment of
solvent type consists of 3 levels, namely: methanol, ethanol and acetone. The particle size of materials
treatment also consists of 3 levels, namely: 40 mesh, 60 mesh and 80 mesh. Each treatment are grouped
into two-based implementation. The results showed that treatment of solvent type and particle size of
materials very significant effect on yield, coarse extract saponins content and foam height leaves bidara
as a source of saponins. Interaction between treatments very significant effect on yield and foam height.
However, significant effect on coarse extract saponins content bidara leaves. The methanol solvent type
treatment with particle size of material 80 mesh is the best treatment to produce bidara leaf extract as
a source of saponins with value yield of 17.91±0.73 %, 20.40 ± 0.79% coarse extract saponins content
and foam height of 8.27 ± 0.01 mm.
Keywords : Ziziphus mauritina L., saponins, extraction, solvent type, the particle size of material.
*Korespondensi Penulis:
Email : md_wartini@unud.ac.id
541
Lumbanraja, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri
542
Vol. 7, No. 4, Desember 2019 Pengaruh Jenis Pelarut dan Ukuran Partikel …
543
Lumbanraja, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri
Aseton 90%. Faktor kedua ialah ukuran pelarut. Selanjutnya, dilakukan proses
partikel bahan (S) yang terdiri dari tiga level, penyaringan menggunakan kertas saring
yaitu: S1 : 40 mesh, S2 : 60 mesh dan S3 : 80 kasar yang menghasilkan filtrat I dan ampas.
mesh. Filtrat yang diperoleh (filtrat I)
Berdasarkan kedua faktor diatas ditampung, sedangkan ampas yang
diperoleh 9 kombinasi perlakuan, yang dihasilkan dibilas menggunakan pelarut
masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 sesuai perlakuan (metanol 86%, etano 96%
kali berdasarkan waktu pelaksanaannya, dan aseton 90%) sebanyak 50 ml. Kemudian,
sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data digojog selama 5 menit dan disaring kembali
obyektif yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan kertas saring kasar sehingga
Analysis of Variance (ANOVA) dan apabila diperoleh filtrat II. Hasil filtrat I dan II
terdapat pengaruh perlakuan terhadap dicampur. Selanjutnya, disaring
parameter yang diamati, maka dilanjutkan menggunakan kertas saring Whatman No.1.
dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Filtrat yang diperoleh selanjutnya
Perlakuan terbaik ditentukan dengan dievaporasi menggunakan rotary evaporator
perlakuan yang menghasilkan rendemen vacuum pada suhu 40°C dengan tekanan 100
tertinggi, kadar saponin kasar tertinggi dan mBar. Proses evaporasi dihentikan pada saat
ketinggian busa tertinggi. semua pelarut sudah habis menguap sehingga
diperoleh ekstrak kental. Esktrak kental yang
Pelaksanaan Penelitian diperoleh dimasukkan ke botol sampel dan
Daun bidara (Ziziphus mauritiana L.) diberi label (Modifikasi Bintoro et al., 2017;
yang digunakan ialah daun bidara dengan Yulianingtyas dan Bambang, 2016).
kriteria daun berwarna hijau muda yang
diambil daun pertama sampai ke enam dari Variabel yang Diamati
pucuk (Sen et al., 1998). Selanjutnya, daun Variabel yang diamati pada penelitian
bidara yang diperoleh dibersihkan terlebih ini ialah rendemen ekstrak daun bidara, kadar
dahulu untuk menghilangkan kotoran- ekstrak saponin kasar dan ketinggian busa.
kotoran yang terdapat pada daun. Kemudian,
ditiriskan dan dikeringkan menggunakan Rendemen (AOAC, 1999)
oven pada suhu 50±2°C selama 4 jam sampai Rendemen ekstrak daun bidara dihitung
daun bidara mudah dihancurkan. dengan cara, berat ekstrak daun bidara yang
Selanjutnya, dihancurkan menggunakan diperoleh dibagi dengan berat serbuk daun
blender agar didapatkan serbuk daun bidara. bidara yang digunakan, kemudian dikalikan
Serbuk tersebut diayak menggunakan 100%. Rumus perhitungan untuk mencari
ayakan 80, 60 dan 40 mesh. Serbuk daun rendemen dapat dilihat di bawah ini :
bidara yang sudah diayak ditimbang
sebanyak 50 gram, kemudian dimasukkan ke Berat ekstrak daun bidara (g)
Rendemen (%) = x
erlenmeyer dan ditambahkan pelarut sesuai Berat serbuk daun bidara (g)
544
Vol. 7, No. 4, Desember 2019 Pengaruh Jenis Pelarut dan Ukuran Partikel …
ekstrak kental dilarutkan dengan petroleum X2 = bobot kertas saring + endapan saponin
eter sebanyak 10 ml sambil sampel digojog (g)
menggunakan magnetic stirrer. Selanjutnya, A = bobot ekstrak daun bidara (g)
direfluks selama 15 menit pada suhu 60-
80°C. Setelah dingin larutan petroleum eter Uji Busa (Modifikasi Bintoro et al., 2017)
dibuang dan residu yang tertinggal dilarutkan Uji busa dilakukan untuk menghitung
kembali dengan 10 ml etil asetat sambil ketinggian busa yang terbentuk pada sampel
sampel digojog menggunakan magnetic yang diamati. Uji busa dilakukan dengan
stirrer. Kemudian, residu dipisahkan dari cara, residu saponin dari hasil pengukuran
larutan etil asetat menggunakan kertas saring ekstrak saponin kasar yang tertinggal di
kasar. kertas saring ditimbang sebanyak 0,03 gram.
Residu yang tertinggal dilarutkan Kemudian, dimasukkan ke tabung reaksi
kembali dengan n-butanol sebanyak 10 ml yang telah berisi aquades sebanyak 10 ml.
dan larutan tersebut diuapkan menggunakan Larutan tersebut digojog selama 10 detik
rotary evaporator vacuum. Residu yang hingga terbentuk buih yang stabil.
tertinggal dilarutkan dengan metanol Selanjutnya, ditambahkan larutan HCl 2 N
sebanyak 2 ml, kemudian larutan tersebut sebanyak 1 tetes melalui dinding tabung
diteteskan ke dalam 10 ml dietil eter sambil reaksi. Kemudian, diukur ketinggian busa
diaduk. Endapan yang terbentuk dalam yang terbentuk pada sampel menggunakan
campuran dituang ke kertas saring Whatman mikrometer sekrup. Pengukuran dilakukan
No.1 yang telah diketahui bobotnya. Endapan sebanyak 3 kali di waktu yang berbeda untuk
di atas kertas saring Whatman No.1 memperoleh hasil pengukuran yang akurat.
dikeringkan menggunakan oven pada suhu Kemudian, hasil pengukuran tersebut
40±2°C selama ±10 menit. Kemudian, kertas dijumlahkan untuk mendapatkan rerata yang
saring ditimbang sampai diperoleh bobot ditetapkan sebagai ketinggian busa.
konstan. Selisih bobot kertas saring sebelum
dan sesudah penguapan pelarut dari endapan HASIL DAN PEMBAHASAN
ditetapkan sebagai bobot saponin. Rumus
perhitungan untuk mencari kadar saponin Rendemen Ekstrak
dapat dilihat di bawah ini : Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan jenis pelarut, ukuran partikel bahan
X2−X1 dan interaksi antar perlakuan berpengaruh
Kadar saponin = A x 100%
sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen
Keterangan :
ekstrak. Nilai rata-rata rendemen ekstrak
X1 = bobot kertas saring (g)
daun bidara dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai rata-rata rendemen ekstrak (%)
Ukuran Partikel (S)
Jenis Pelarut (P)
S1 (40 mesh) S2 (60 mesh) S3 (80 mesh)
c
P1 (Metanol) 13,14±0,01 15,51±0,30b 17,91±0,73a
P2 (Etanol) 6,14±0,08f 8,23±0,21e 10,48±0,52d
h
P3 (Aseton) 2,12±0,05 3,66±0,18g 4,20±0,03g
Keterangan : Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
pada taraf kesalahan 1% (P<0,01).
Tabel 1 menunjukkan bahwa jenis 80 mesh menghasilkan nilai rata-rata
pelarut metanol dengan ukuran partikel bahan rendemen tertinggi yaitu sebesar 17,91±0,73
545
Lumbanraja, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri
persen sedangkan jenis pelarut aseton dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
ukuran partikel bahan 40 mesh menghasilkan Pasaribu et al. (2014) mengenai pengaruh
nilai rata-rata rendemen terendah yaitu ukuran partikel dan jenis pelarut terhadap
sebesar 2,12±0,05 persen. Tabel 1 kandungan saponin dari ekstrak kulit buah
menunjukkan bahwa semakin polar pelarut Sapindus rarak. Hasil yang diperoleh
yang digunakan dan semakin kecil ukuran menunjukkan bahwa jenis pelarut metanol
partikel bahan, maka semakin banyak menghasilkan rendemen saponin sebesar
senyawa dalam daun bidara yang terekstrak. 35,98 persen dan ukuran partikel bahan 200
Hal ini dikarenakan senyawa yang mesh menghasilkan rendemen saponin
terkandung dalam daun bidara cenderung sebesar 43,52 persen. Hal ini sesuai dengan
bersifat polar sehingga lebih banyak larut penelitian yang telah dilakukan bahwa
dalam pelarut metanol. Gillespie et al. (2001) penggunaan pelarut yang semakin polar dan
menyatakan bahwa konstanta dielektrik ukuran partikel yang semakin kecil
pelarut sangat berpengaruh terhadap daya menyebabkan semakin tinggi rendemen
larut. Pelarut metanol memiliki nilai saponin yang dihasilkan, karena pelarut
konstanta dielektrik yang lebih tinggi yaitu metanol dan ukuran partikel bahan 80 mesh
sebesar 33,62, sehingga pelarut metanol lebih adalah yang paling efektif digunakan untuk
bersifat polar (Sumardji et al., 1997). menarik senyawa fitokimia dari daun bidara.
Darma et al. (1991) menyatakan bahwa
penggunaan pelarut yang semakin polar Kadar Ekstrak Saponin Kasar
cenderung lebih mudah larut dalam bahan Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
dengan ukuran partikel yang semakin kecil. perlakuan jenis pelarut dan ukuran partikel
Hal tersebut dikarenakan, semakin kecil bahan berpengaruh sangat nyata (P<0,01),
ukuran partikel bahan menyebabkan semakin sedangkan interaksi antar perlakuan
banyak sel yang rusak sehingga memudahkan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar
pelarut untuk menembus dinding sel dan ekstrak saponin kasar daun bidara. Nilai rata-
menarik senyawa aktif dari bahan Ketaren rata kadar esktrak saponin kasar daun bidara
(1986). Hal tersebut didukung oleh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata kadar ekstrak saponin kasar (%)
Ukuran Partikel (S)
Jenis Pelarut (P)
S1 (40 mesh) S2 (60 mesh) S3 (80 mesh)
P1 (Metanol) 15,23±0,15c 18,47±0,01b 20,40±0,79a
P2 (Etanol) 8,11±0,67f 10,02±0,45e 13,27±0,07d
i
P3 (Aseton) 3,01±0,16 4,69±0,35h 6,42±0,13g
Keterangan : Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada
taraf kesalahan 5% (P<0,05).
Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis pelarut dan ukuran partikel bahan yang
pelarut metanol dengan ukuran partikel bahan berbeda saat proses ekstraksi sangat
80 mesh menghasilkan rata-rata kadar esktrak mempengaruhi kadar saponin yang
saponin kasar daun bidara tertinggi yaitu dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa
sebesar 20,40±0,79 persen sedangkan jenis semakin polar pelarut yang digunakan dan
pelarut aseton dengan ukuran partikel bahan semakin kecil ukuran partikel bahan, maka
40 mesh menghasilkan rata-rata kadar esktrak semakin tinggi kadar saponin yang
saponin kasar daun bidara terendah yaitu dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan ekstrak
sebesar 3,01±0,16 persen. Penggunaan jenis saponin yang terdapat pada daun bidara
546
Vol. 7, No. 4, Desember 2019 Pengaruh Jenis Pelarut dan Ukuran Partikel …
memiliki tingkat kepolaran yang mendekati metanol menghasilkan total saponin sebesar
kepolaran pelarut metanol, sehingga pelarut 30,55 persen dan ukuran partikel bahan 200
metanol lebih mudah larut daripada pelarut mesh menghasilkan total saponin sebesar
etanol dan aseton (Pham et al,. 2015). 35,51 persen. Hal ini sesuai dengan penelitian
Sesuai dengan pernyataan Vogel yang telah dilakukan bahwa penggunaan
(1978) yang menyatakan bahwa polaritas pelarut yang semakin polar dan ukuran
suatu pelarut sangat berpengaruh terhadap partikel yang semakin kecil menyebabkan
daya larut. Semakin polar pelarut yang semakin tinggi kadar saponin yang
digunakan cenderung akan lebih mudah larut dihasilkan, karena kontak antara bahan
dalam bahan dengan ukuran partikel yang dengan pelarut semakin efektif sehingga
semakin kecil. Hal tersebut dikarenakan, mempunyai kesempatan melarut lebih
semakin kecil ukuran partikel bahan banyak.
menyebabkan semakin banyak sel yang rusak
sehingga memudahkan pelarut untuk Ketinggian Busa
menembus dinding sel dan menarik senyawa Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
aktif dari bahan (Ketaren, 1986). Hal tersebut perlakuan jenis pelarut, ukuran partikel bahan
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dan interaksi antar perlakuan berpengaruh
dilakukan oleh Pasaribu et al. (2014) sangat nyata (P<0,01) terhadap ketinggian
mengenai pengaruh ukuran partikel dan jenis busa ekstrak kasar saponin daun bidara. Nilai
pelarut terhadap kandungan saponin dari rata-rata ketinggian busa ekstrak kasar
ekstrak kulit buah Sapindus rarak. Hasil yang saponin dapat dilihat pada Tabel 3.
diperoleh menunjukkan bahwa jenis pelarut
Tabel 3. Nilai rata-rata ketinggian busa (mm)
Ukuran Partikel (S)
Jenis Pelarut (P)
S1 (40 mesh) S2 (60 mesh) S3 (80 mesh)
c
P1 (Metanol) 7,21±0,02 7,52±0,01b 8,27±0,01a
f
P2 (Etanol) 6,06±0,02 6,30±0,03e 6,48±0,04d
i
P3 (Aseton) 4,08±0,07 4,44±0,06h 5,47±0,02g
Keterangan : Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
pada taraf kesalahan 1% (P<0,01).
Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis semakin tinggi busa yang terbentuk. Hal ini
pelarut metanol dengan ukuran partikel bahan sesuai dengan penelitian yang dilakukan
80 mesh menghasilkan rata-rata ketinggian bahwa kadar saponin tertinggi terdapat pada
busa tertinggi yaitu sebesar 8,27±0,01 mm perlakuan jenis pelarut metanol dengan
sedangkan jenis pelarut aseton dengan ukuran ukuran partikel 80 mesh yaitu sebesar
partikel 40 mesh menghasilkan rata-rata 20,40±0,79 persen sedangkan kadar saponin
ketinggian busa terendah yaitu sebesar terendah terdapat pada perlakuan jenis
4,08±0,07 mm. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut aseton dengan ukuran partikel bahan
semakin polar pelarut yang digunakan dan 40 mesh yaitu sebesar 3,01±0,16 persen.
semakin kecil ukuran partikel bahan, maka Sesuai dengan pernyataan Ariani
semakin tinggi busa yang dihasilkan. Hal (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi
tersebut dikarenakan tinggi busa yang busa yang terbentuk setelah penggojogkan
terbentuk dipengaruhi oleh kadar saponin dan penambahan HCl 2 N maka semakin
yang terkandung pada sampel. Semakin tinggi kadar saponin yang terkandung pada
tinggi kadar saponin yang dihasilkan maka sampel. Terbentuknya busa setelah
547
Lumbanraja, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri
548
Vol. 7, No. 4, Desember 2019 Pengaruh Jenis Pelarut dan Ukuran Partikel …
Bintoro, A., A.M. Ibrahim dan B. Situmeang. dan Tidak Difragmentasi di Perairan
2017. Analisis dan identifikasi senyawa Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
saponin dari daun bidara (Zhizipus Skripsi. Tidak dipublikasi. Fakultas
mauritania L.). Jurnal Itekima. 2(1): 84- Matematika dan Ilmu Pengetahuan
94. Alam, Institut Pertanian Bogor.
Calabria, L.M. 2008. The Isolation and Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna
Characterization of Triterpene Indonesia, Jilid III. Yayasan Sarana
Saponins from Silphium and the Wanaraja, Jakarta.
Shemosystematic and Biological Jaya, A.M. 2010. Isolasi dan Uji Efektivitas
Significance of Saponins in the Antibakteri Senyawa Saponin dari
Asteraceae. Disertasi. Tidak Akar Putri Malu (Mimosa pudica).
dipublikasi. University of Texas, Skripsi. Tidak dipublikasi. Jurusan
Austin. Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,
Chen, Y.L., E.W.L. Chan, P.L. Tan, Y.Y. Universitas Islam Negeri Maulana
Lim, J. Stanslas and J.K. Goh. 2010. Malik Ibrahim, Malang.
Assessment of phytochemical content, Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi
pholyphenolic composition, Minyak dan Lemak Pangan.
antioxidant and antibacterial activities Universitas Indonesia Press, Jakarta.
of Leguminosae medicinal plants in
peninsular Malaysia. BMC Mandal, P. 2005. Antimicrobial activity of
Complementary and Alternative saponins from Acacia auriculiformis.
Medicine. 11(12): 2-10. Fitoterapia. 76(5): 462-465.
Darma, G., Lucyana dan H.G. Pohan. 1991. Manoi, F. 2015. Pengaruh kehalusan bahan
Pengaruh jenis pelarut serta ukuran dan lama ekstraksi terhadap mutu
partikel terhadap rendemen dan kadar ekstrak tempuyung (Sonchus arvensis
piperin oleoresin limbah lada putih L.). Jurnal Penelitian Pertanian
(Piper nigrum Linn). Journal of Agro- Terapan. 15(2): 156-161.
based Industry. 5(1): 24-27. Michel, G.C., D.I. Nesseem and M.F. Ismail.
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and 2011. Antidiabetik activity and stability
phytochemical screening of plants. study of the formulated leaf extract of
Journal of Pharmaceutical Sciences. Ziziphus spina-christi with the
5(3): 225-276. influence of seasonal variation. Journal
of Ethnopharmacology. 133(1): 53-62.
Gillespie, R.J. and Paul. 2001. Chemical
Bonding and Molecular Geometry. Mien, D.J., W.A. Carolin dan P.A. Firhani.
Oxford University Press, Oxford. 2015. Penetapan kadar saponin pada
ekstrak daun lidah mertua (Sansevieria
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia trifasciata Prain varietas S. Laurentii)
Penuntun Cara Modern Menganalisis secara gravimetri. Jurnal Ilmu dan
Tumbuhan. Edisi II. Terjemahan Teknologi Kesehatan. 2(2): 65-69.
Kosasih Padmawinata dan Iwang
Soediro (Eds.). Penerbit ITB, Bandung. Ngo, T.V., C.J. Scarlett, M.C. Bowyer, P.D.
Ngo and Q.V. Vuong. 2017. Impact of
Hardiningtyas, S.D. 2009. Aktivitas Different Extraction Solvents on
Antibakteri Ekstrak Karang Lunak Bioactive Compounds and Antioxidant
Sarcophyton sp. yang Difragmentasi Capacity from the Root of Salacia
549
Lumbanraja, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri
chinensis L. Journal of Food Quality. Sen, C., H.P.S. Makkar and K. Becker. 1998.
2017(-): 1-8. Alfalfa saponins and their implication
in animal nutrition. Journal Agriculture
Novitasari, A.E. dan D.Z. Putri. 2016. Isolasi
Food Chem. 46(1): 131−140.
dan identifikasi saponin pada ekstrak
daun mahkota dewa dengan ekstraksi Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi.
maserasi. Jurnal Sains. 6(12): 10-14. 1997. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty,
Octaviani, Y. 2009. Isolasi dan Identifikasi
Yogyakarta.
Aglikon Saponin Kecambah Kacang
Hijau (Phaseolus radiates L.). Skripsi. Suharto, M.A.P., H.J. Edy dan J.M.
Tidak dipublikasi. Fakultas Farmasi, Dumanauw. 2012 Isolasi dan
Universitas Sanata Dharma, identifikasi senyawa saponin dari
Yogyakarta. ekstrak metanol batang pisang ambon
(Musa paradisiaca var. sapientum L.).
Pasaribu, T., D.A. Astuti, E. Wina, Sumiati
Pharmacon. 1(2): 86-92.
and A. Setiyono. 2014. Saponin content
of Sapindus rarak Pericarp affected by Vincken, J.P., L. Heng, A.D. Groot and H.
particle size and type of solvent, its Gruppen. 2007. Saponnins,
biological activity on Eimeria tenella classification and occurrence in the
Oocysts. Journal of Poultry Science. plant kingdom. Journal
13(6): 347-352. Phytochemistry. 68(-): 275-297.
Pham, H.N.T., V.T. Nguyen, Q.V. Vuong, Vogel, A.I. 1978. Kimia Analisa Kuantitatif
M.C. Bowyer and C.J. Scarlett. 2015. Anorganik. EGC, Jakarta.
Effect of extraction solvents and drying Yulianingtyas, A. dan B. Kusmartono. 2016.
methods on the physicochemical and Optimasi volume pelarut dan waktu
antioxidant properties of Helicteres maserasi pengambilan flavonoid daun
hirsuta L. Technologies. 3(-): 285-301. belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
Pratiwi, E. 2010. Perbandingan Metode L.). Jurnal Teknik Kimia. 10(2): 58-64.
Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan
Reperkolasi dalam Ekstrak Senyawa
Aktif Andrographolide dari Tanaman
Sambiloto (Andrographis paniculata
N.). Skripsi. Tidak dipublikasi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Safrudin, N. dan F. Nurfitasari. 2018.
Analisis senyawa metabolit sekunder
dan uji aktivitas antioksidan dengan
metode DPPH (1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl) dari ekstrak daun
bidara (Ziziphus spina-christi L.).
Jurnal Itekima. 4(2): 11-20.
550