You are on page 1of 10

Aspirator Vol. 2 No.

2 Tahun 2010 : 110 –119

Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan


Faktor Risiko Penularan
Aryu Candra1

Dengue Hemorrhagic Fever: Epidemiology, Pathogenesis, and


Its Transmission Risk Factors
Abstract. Dengue hemorrhagic fever is an infectious disease resulting spectrum of clinical
manifestations that vary from the lightest, dengue fever, hemorrhagic fever and dengue fever
are accompanied by shock or dengue shock syndrome. Its caused by dengue virus, transmit-
ted by Aedes mosquitoes. The case is spread in the tropics, especially in Southeast Asia,
Central America, America and the Caribbean, many causes of death in children 90% of
them attacking children under 15 years old.
Until now pathogenesis is unclear. There are two theories or hypotheses
immunopatogenesis DHF and DSS is still controversial which secondary infections
(secondary heterologus in- fection) and antibody-dependent enhancement.
Risk factors for dengue transmission are rapid urban population growth, mobilization of the
population because of improved transportation facilities and disrupted or weakened so that
population control. Another risk factor is poverty which result in people not has the ability
to provide a decent home and healthy, drinking water supply and proper waste disposal

Keywords: dengue hemorrhagic fever (DHF), epidemiology of DHF, pathogenesis of DHF,


transmission risk factors of DHF

PENDAHULUAN masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh


Demam berdarah dengue (DBD) meru- nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari.1
pakan penyakit yang banyak ditemukan di Manifestasi klinis mulai dari infeksi
sebagian besar wilayah tropis dan subtro- tanpa gejala demam, demam dengue (DD)
pis, terutama asia tenggara, Amerika ten- dan DBD, ditandai dengan demam tinggi
gah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD terus menerus selama 2-7 hari; pendarahan
adalah manusia, agentnya adalah virus den- diatesis seperti uji tourniquet positif, trom-
gue yang termasuk ke dalam famili Flaviri- bositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100
dae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 x 109/L dan kebocoran plasma akibat pen-
serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den ingkatan permeabilitas pembuluh.2
-41, ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk yang terinfeksi, khususnya nya- Tiga tahap presentasi klinis diklasifi-
muk Aedes aegypti dan Ae. albopictus 2 kasikan sebagai demam, beracun dan pem-
yang terdapat hampir di seluruh pelosok ulihan. Tahap beracun, yang berlangsung
Indonesia.3 24-48 jam, adalah masa paling kritis,
dengan kebocoran plasma cepat yang
Masa inkubasi virus dengue dalam mengarah ke gangguan peredaran darah.4
manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD,
3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, yaitu derajat I dengan tanda terdapat
gejala klinis rata-rata muncul pada hari demam disertai gejala tidak khas dan uji
keempat sampai hari ketujuh, sedangkan torniket + (positif); derajat II yaitu derajat I
ditambah ada perdarahan spontan di kulit
1. Staf Pengajar FK-UNDIP Semarang atau perdarahan lain, derajat III yang

110
Demam Berdarah.......(Aryu Candra)

-sitotoksik yang akan melisis makrofag


yang sudah memfagosit virus. Juga
mengaktifkan sel B yang akan melepas an-
tibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah
dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi
hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.
Proses tersebut akan menyebabkan ter-
lepasnya mediator-mediator yang merang-
sang terjadinya gejala sistemik seperti
demam, nyeri sendi, otot, malaise dan
gejala lainnya.7
Patofisiologi primer DBD dan dengue
syock syndrome (DSS) adalah peningkatan
akut permeabilitas vaskuler yang mengarah
ke kebocoran plasma ke dalam ruang
ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan
Gambar 1.
darah. Pada kasus berat, volume plasma
Virus Dengue dengan TEM Micrograph
menurun lebih dari 20%, hal ini didukung
penemuan post mortem meliputi efusi pleu-
ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu ra, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.8
nadi cepat dan lemah serta penurunan
Setelah masuk dalam tubuh manusia,
tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi
virus dengue berkembang biak dalam sel
(sistolik menurun sampai <80 mmHg),
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti
sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit
dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari.
lembab dan pasen tampak gelisah; serta
Akibat infeksi ini, muncul respon imun
derajat IV yang ditandai dengan syok berat
baik humoral maupun selular, antara lain
(profound shock) yaitu nadi tidak dapat
anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan anti
diraba dan tekanan darah tidak terukur.5
komplemen. Antibodi yang muncul pada
Walaupun DD dan DBD disebabkan umumnya adalah IgG dan IgM, pada in-
oleh virus yang sama, tapi mekanisme feksi dengue primer antibodi mulai ter-
patofisiologisnya berbeda dan menyebab- bentuk, dan pada infeksi sekunder kadar
kan perbedaan klinis. Perbedaan utama antibodi yang telah ada jadi meningkat.7
adalah adanya renjatan yang khas pada
Antibodi terhadap virus dengue dapat
DBD yang disebabkan kebocoran plasma
ditemukan di dalam darah sekitar demam
yang diduga karena proses immunologi,
hari ke-5, meningkat pada minggu pertama
pada demam dengue hal ini tidak terjadi.6
sampai dengan ketiga, dan menghilang
Manifestasi klinis DD timbul akibat reaksi
setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG ber-
tubuh terhadap masuknya virus yang
beda dengan kinetik kadar antibodi IgM,
berkembang di dalam peredaran darah dan
oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus
ditangkap oleh makrofag. Selama 2 hari
dibedakan antara infeksi primer dan
akan terjadi viremia (sebelum timbul
sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG
gejala) dan berakhir setelah lima hari tim-
meningkat sekitar demam hari ke-14 se-
bul gejala panas. Makrofag akan menjadi
dang pada infeksi sekunder antibodi IgG
antigen presenting cell (APC) dan
meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu
mengaktifasi sel T-Helper dan menarik
diagnosa dini infeksi primer hanya dapat
makrofag lain untuk memfagosit lebih ban-
ditegakkan dengan mendeteksi antibodi
yak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T
IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis

111
Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119

Gambar 2.
Respon Primer dan Sekunder Infeksi Virus Dengue (7)

infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih peran sebagai super antigen setelah difag-
dini dengan adanya peningkatan antibodi osit oleh monosit atau makrofag. Makrofag
IgG dan IgM yang cepat.8 ini menampilkan antigen presenting cell
Patofisiologi DBD dan DSS sampai (APC) yang membawa muatan polipeptida
sekarang belum jelas, oleh karena itu mun- spesifik yang berasal dari mayor histocom-
cul banyak teori tentang respon imun. Pada patibility complex (MHC).7
infeksi pertama terjadi antibodi yang mem-
iliki aktivitas netralisasi yang mengenali Epidemiologi DBD
protein E dan monoklonal antibodi ter-
hadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus Demam berdarah dengue (DBD) ada-
penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel lah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
yang telah terinfeksi virus tersebut melalui virus dengue dan mengakibatkan spektrum
aktivitas netralisasi atau aktifasi komple- manifestasi klinis yang bervariasi antara
men. Akhirnya banyak virus dilenyapkan yang paling ringan, demam dengue (DD),
dan penderita mengalami penyembuhan, DBD dan demam dengue yang disertai ren-
selanjutnya terjadilah kekebalan seumur jatan atau dengue shock syndrome (DSS)9;
hidup terhadap serotipe virus yang sama, ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae.
tetapi apabila terjadi antibodi non- albopictus yang terinfeksi.10 Host alami
netralisasi yang memiliki sifat memacu DBD adalah manusia, agentnya adalah vi-
replikasi virus, keadaan penderita akan rus dengue yang termasuk ke dalam famili
menjadi parah apabila epitop virus yang Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari
masuk tidak sesuai dengan antibodi yang 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan
tersedia di hospest. Pada infeksi kedua Den-4.1 Dalam 50 tahun terakhir, kasus
yang dipicu oleh virus dengue dengan DBD meningkat 30 kali lipat dengan pen-
serotipe yang berbeda, virus dengue ber- ingkatan ekspansi geografis ke negara-
negara baru dan, dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan.9 Penderitanya

112
Demam Berdarah.......(Aryu Candra)

banyak ditemukan di sebagian besar wila- transovarial dari induk nyamuk ke ke-
yah tropis dan subtropis, terutama Asia turunannya.16-17 Ada juga penularan virus
Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan dengue melalui transfusi darah seperti ter-
Karibia.1 jadi di Singapura pada tahun 2007 yang
Virus dengue dilaporkan telah men- berasal dari penderita asimptomatik(18).
jangkiti lebih dari 100 negara, terutama di Dari beberapa cara penularan virus dengue,
daerah perkotaan yang berpenduduk padat yang paling tinggi adalah penularan me-
dan pemukiman di Brazil dan bagian lain lalui gigitan nyamuk Ae. aegypti.19 Masa
Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nya-
dan India. Jumlah orang yang terinfeksi muk) berlangsung sekitar 8-10 hari, se-
diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta dangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh
orang, setengahnya dirawat di rumah sakit manusia) berkisar antara 4-6 hari dan dii-
dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap kuti dengan respon imun.20
tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau
Penelitian di Jepara dan Ujungpandang
hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di
menunjukkan bahwa nyamuk Aedes spp.
daerah endemis DBD yang memungkinkan
berhubungan dengan tinggi rendahnya in-
terinfeksi virus dengue melalui gigitan nya-
feksi virus dengue di masyarakat; tetapi
muk setempat.11
infeksi tersebut tidak selalu menyebabkan
Jumlah kasus DBD tidak pernah DBD pada manusia karena masih tergan-
menurun di beberapa daerah tropik dan tung pada faktor lain seperti vector capaci-
subtropik bahkan cenderung terus mening- ty, virulensi virus dengue, status kekebalan
kat12 dan banyak menimbulkan kematian host dan lain-lain.21 Vector capacity di-
pada anak8 90% di antaranya menyerang pengaruhi oleh kepadatan nyamuk yang
anak di bawah 15 tahun.13 Di Indonesia, terpengaruh iklim mikro dan makro, frek-
setiap tahunnya selalu terjadi KLB di be- uensi gigitan per nyamuk per hari, lamanya
berapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun siklus gonotropik, umur nyamuk dan
1998 dan 2004 dengan jumlah penderita lamanya inkubasi ekstrinsik virus dengue
79.480 orang dengan kematian sebanyak serta pemilihan Hospes.22 Frekuensi nya-
800 orang lebih.14 Pada tahun-tahun beri- muk menggigit manusia, di antaranya di-
kutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah pengaruhi oleh aktivitas manusia; orang
kematian turun secara bermakna yang diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah lebih banyak digigit nyamuk Ae. aegypti
kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dibandingkan dengan orang yang lebih ak-
dengan kematian 1.187 orang atau case tif, dengan demikian orang yang kurang
fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun aktif akan lebih besar risikonya untuk tertu-
2009 sebanyak 154.855 orang dengan ke- lar virus dengue. Selain itu, frekuensi nya-
matian 1.384 orang atau CFR 0,89%.15 muk menggigit manusia juga dipengaruhi
keberadaan atau kepadatan manusia; se-
Penularan virus dengue terjadi melalui hingga diperkirakan nyamuk Ae. aegypti di
gigitan nyamuk yang termasuk subgenus rumah yang padat penghuninya, akan lebih
Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan tinggi frekuensi menggigitnya terhadap
Ae. albopictus sebagai vektor primer dan manusia dibanding yang kurang padat.22
Ae. polynesiensis, Ae.scutellaris serta Ae Kekebalan host terhadap infeksi di-
(Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder,9 pengaruhi oleh beberapa faktor, salah
selain itu juga terjadi penularan satunya adalah usia dan status gizi, usia
transexsual dari nyamuk jantan ke nyamuk lanjut akan menurunkan respon imun dan
betina me- lalui perkawinan9 serta penyerapan gizi.23 Status status gizi yang
penularan salah satunya dipengaruhi oleh keseim-
bangan asupan dan penyerapan gizi, khu-
susnya zat gizi makro yang berpengaruh gizi makro, disebutkan pula bahwa zat gizi
pada sistem kekebalan tubuh.24 Selain zat mikro seperti besi dan seng mempengaruhi
113
Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119

respon kekebalan tubuh, apabila terjadi Munculnya kejadian DBD, dikare-


defisiensi salah satu zat gizi mikro, maka nakan penyebab majemuk, artinya muncul-
akan merusak sistem imun.25 nya kesakitan karena berbagai faktor yang
Status gizi adalah keadaan kesehatan saling berinteraksi, diantaranya agent (virus
akibat interaksi makanan, tubuh manusia dengue), host yang rentan serta lingkungan
dan lingkungan yang merupakan hasil yang memungkinan tumbuh dan berkem-
interaksi antara zat-zat gizi yang masuk da- bang biaknya nyamuk Aedes spp.30 Selain
lam tubuh manusia dan penggunaannya. itu, juga dipengaruhi faktor predisposisi
Tanda-tanda atau penampilan status gizi diantaranya kepadatan dan mobilitas
dapat dilihat melalui variabel tertentu penduduk, kualitas perumahan, jarak antar
[indikator status gizi] seperti berat badan, rumah, pendidikan, pekerjaan, sikap hidup,
tinggi badan, dan lain lain.26 Sumber lain golongan umur, suku bangsa, kerentanan
mengatakan bahwa status gizi adalah terhadap penyakit, dan lainnya.31
keadaan yang diakibatkan oleh status
keseimbangan antara jumlah asupan zat Patogenesis DBD
gizi dan jumlah yang dibutuhkan Nyamuk Aedes spp yang sudah terin-
[requirement] oleh tubuh untuk berbagai fesi virus dengue, akan tetap infektif sepan-
fungsi biologis: [pertumbuhan fisik, jang hidupnya dan terus menularkan kepa-
perkembangan, aktivitas, pemeliharaan da individu yang rentan pada saat meng-
kesehatan, dan lain lain].27 gigit dan menghisap darah.9 Setelah masuk
ke dalam tubuh manusia, virus de-ngue
Status gizi sangat berpengaruh
akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer
terhadap status kesehatan manusia karena
hepar, endotel pembuluh darah, nodus lim-
zat gizi mempengaruhi fungsi kinerja
paticus, sumsum tulang serta paru-paru.
berbagai sistem dalam tubuh. Secara umum
Beberapa penelitian menunjukkan, sel
berpengaruh pada fungsi vital yaitu kerja
monosit dan makrofag mempunyai peran
otak, jantung, paru, ginjal, usus; fungsi
pada infeksi ini, dimulai dengan menempel
aktivitas yaitu kerja otot bergaris; fungsi
dan masuknya genom virus ke dalam sel
pertumbuhan yaitu membentuk tulang, otot
dengan bantuan organel sel dan membentuk
& organ lain, pada tahap tumbuh kembang;
komponen perantara dan komponen
fungsi immunitas yaitu melindungi tubuh
struktur virus. Setelah komponen struktur
agar tak mudah sakit; fungsi perawatan
dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel.7
jaringan yaitu mengganti sel yang rusak;
Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas
serta fungsi cadangan gizi yaitu persediaan
protektif terhadap serotipe virus tersebut
zat gizi menghadapi keadaan darurat.28
tetapi tidak ada cross protective terhadap
Penderita DBD yang tercatat selama serotipe virus lainnya.32
ini, tertinggi adalah pada kelompok umur
Secara invitro, antobodi terhadap virus
<15 tahun (95%) dan mengalami
dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu
pergerseran dengan adanya peningkatan
netralisasi virus, sitolisis komplemen, anti-
proporsi penderita pada kelompok umur 15
body dependent cell-mediated cytotoxity
-44 tahun, sedangkan proporsi penderita
(ADCC) dan ADE.33 Berdasarkan
DBD pada kelompok umur >45 tahun san-
perannya, terdiri dari antobodi netralisasi
gat rendah seperti yang terjadi di Jawa Ti-
atau neutralizing antibody yang memiliki
mur berkisar 3,64%.29
serotipe spesifik yang dapat mencegah in-
feksi virus, dan antibody non netralising
serotype yang mempunyai peran reaktif
silang dan dapat meningkatkan infeksi yang
berperan dalam pathogenesis DBD dan
DSS(7).

114
Gambar 3.
Bagan Kejadian Infeksi Virus Dengue

Terdapat dua teori atau hipotesis im- dan platelet activating factor (PAF); aki-
munopatogenesis DBD dan DSS yang batnya akan terjadi peningkatan
masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (enhancement) infeksi virus dengue.7 TNF
(secondary heterologus infection) dan anti- alpha akan menyebabkan kebocoran dind-
body dependent enhancement (ADE).7 Da- ing pembuluh darah, merembesnya cairan
lam teori atau hipotesis infeksi sekunder plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan
disebutkan, bila seseorang mendapatkan kerusakan endothel pembuluh darah yang
infeksi sekunder oleh satu serotipe virus mekanismenya sampai saat ini belum
dengue, akan terjadi proses kekebalan ter- diketahui dengan jelas.34 Pendapat lain
hadap infeksi serotipe virus dengue tersebut menjelaskan, kompleks imun yang ter-
untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika bentuk akan merangsang komplemen yang
orang tersebut mendapatkan infeksi farmakologisnya cepat dan pendek dan ber-
sekunder oleh serotipe virus dengue sifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
lainnya, maka akan terjadi infeksi yang be- menimbulkan kebocoran plasma (syock
rat. Ini terjadi karena antibody heterologus hipolemik) dan perdarahan.35 Anak di
yang terbentuk pada infeksi primer, akan bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang
membentuk kompleks dengan infeksi virus terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi
dengue serotipe baru yang berbeda yang dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut
tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung terjadi non neutralizing antibodies akaibat
membentuk kompleks yang infeksius dan adanya infeksi yang persisten. Akibatnya,
bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya bila terjadi infeksi virus dengue pada anak
akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL- tersebut, maka akan langsung terjadi proses
6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) enhancing yang akan memacu makrofag
mudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha
juga PAF.36-37
Faktor Risiko Penularan Demam
Pada teori ADE disebutkan, jika ter- Berdarah Dengue
dapat antibodi spesifik terhadap jenis virus
tertentu, maka dapat mencegah penyakit Salah satu faktor risiko penularan
yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi DBD adalah pertumbuhan penduduk
sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk
menetralisasi virus, justru akan men- karena membaiknya sarana dan prasarana
imbulkan penyakit yang berat.7 Kinetik im- transportasi dan terganggu atau
munoglobulin spesifik virus dengue di da- melemahnya pengendalian populasi sehing-
lam serum penderita DD, DBD dan DSS, ga memungkin terjadinya KLB.40 Faktor
didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.38 risiko lainnya adalah kemiskinan yang
mengakibatkan orang tidak mempunyai ke-
Selain kedua teori tersebut, masih ada mampuan untuk menyediakan rumah yang
teori-teori lain tentang pathogenesis DBD, layak dan sehat, pasokan air minum dan
di antaranya adalah teori virulensi virus pembuangan sampah yang benar.11 Tetapi di
yang mendasarkan pada perbedaan serotipe lain pihak, DBD juga bisa menyerang
virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 penduduk yang lebih makmur terutama
dan DEN 4 yang kesemuanya dapat yang biasa bepergian.41 Dari penelitian di
ditemukan pada kasus-kasus fatal tetapi Pekanbaru Provinsi Riau, diketahui faktor
berbeda antara daerah satu dengan lainnya. yang berpengaruh terhadap kejadian DBD
Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang adalah pendidikan dan pekerjaan masyara-
berdasarkan pada penderita atau kejadian kat, jarak antar rumah, keberadaan tempat
DBD terjadi penurunan aktivitas sistem penampungan air, keberadaan tanaman hias
komplemen yang ditandai penurunan kadar dan pekarangan serta mobilisai penduduk;
C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 48- sedangkan tata letak rumah dan keberadaan
72% penderita DBD, terbentuk kompleks jentik tidak menjadi faktor risiko.42
imun antara IgG dengan virus dengue yang
dapat menempel pada trombosit, sel B dan Faktor risiko yang menyebabkan mun-
sel organ tubuh lainnya dan akan culnya antibodi IgM anti dengue yang
mempengaruhi aktivitas komponen sistem merupakan reaksi infesksi primer, berdasar-
imun yang lain. Selain itu ada teori modera- kan hasil penelitian di wilayah Amazon
tor yang menyatakan bahwa makrofag yang Brasil adalah jenis kelamin laki-laki, kem-
terinfeksi virus dengue akan melepas iskinan, dan migrasi. Sedangkan faktor risi-
berbagai mediator seperti interferon, IL-1, ko terjadinya infeksi sekunder yang me-
IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersa- nyebabkan DBD adalah jenis kelamin laki-
ma endotoksin bertanggungjawab pada ter- laki, riwayat pernah terkena DBD pada
jadinya sok septik, demam dan peningkatan periode sebelumnya serta migrasi ke daerah
permeabilitas kapiler.39 perkotaan.43

Pada infeksi virus dengue, viremia ter-


jadi sangat cepat, hanya dalam beberapa Vektor Demam Berdarah Dengue
hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat Demam berdarah dengue ditularkan
tapi derajat kerusakan jaringan (tissue de- oleh nyamuk Ae. aegypti yang menjadi
struction) yang ditimbulkan tidak cukup vektor utama serta Ae. albopictus yang
untuk menyebabkan kematian karena in- menjadi vektor pendamping. Kedua spesies
feksi virus; kematian yang terjadi lebih nyamuk itu ditemukan di seluruh wilayah
disebabkan oleh gangguan metabolic.7 Indonesia, hidup optimal pada ketinggian di
atas 1000 di atas permukaan laut,10 tapi dari
beberapa laporan dapat ditemukan pada
daerah dengan ketinggian sampai de-ngan
1.500 meter,44 bahkan di India dilaporkan dapat ditemukan pada ketinggian 2.121
meter serta di Kolombia pada ketinggian 5. Hadinegoro, Rezeki S, Soegianto S, Soeroso
2.200 meter.45 Nyamuk Aedes berasal dari T, Waryadi S. Tata Laksana Demam
Brazil dan Ethiopia, stadium dewasa Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta:
berukuran lebih kecil bila dibandingkan Ditjen PPM&PL Depkes&Kesos R.I; 2001.
dengan rata-rata nyamuk lainnya.3 6. Harikushartono, Hidayah N, Dar-
Kedua spesies nyamuk tersebut terma- mowandowo W, Soegijanto S. Demam
suk ke dalam Genus Aedes dari Famili Cu- Berdarah Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Di-
agnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta:
licidae. Secara morfologis keduanya sangat
Salemba Medika; 2002.
mirip, namun dapat dibedakan dari strip
putih yang terdapat pada bagian sku- 7. Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan
tumnya.46 Skutum Ae. aegypti berwarna Patofisiologi Infeksi Virus Dengue.
www.pediatrikcom/buletin/20060220-
hitam dengan dua strip putih sejajar di ba-
8ma2gi-buletindoc; 2002 [cited 2010];
gian dorsal tengah yang diapit oleh dua Available from: www.pediatrikcom/
garis lengkung berwarna putih. Sedangkan buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc.
skutum Ae. albopictus yang juga berwarna
hitam hanya berisi satu garis putih tebal di 8. Novriani H. Respon Imun dan Derajat
Kesakitan Demam Berdarah Dengue dan
bagian dorsalnya.11
Dengue Syndrome Pada Anak. Cermin
Nyamuk Ae. aegypti mempunyai dua Dunia Kedokteran. 2002;Vol 134:46-9.
subspesies yaitu Ae. aegypti queenslanden- 9. WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis,
sis dan Ae. aegypti formosus. Subspesies Treatment, Prevention and Control. New
pertama hidup bebas di Afrika, sedangkan Edition. Geneva: World Health Organiza-
subspecies kedua hidup di daerah tropis tion; 2009.
yang dikenal efektif menularkan virus 10. Supartha I, editor. Pengendalian Terpadu
DBD. Subspesies kedua lebih berbahaya Vektor Virus Demam Berdarah Dengue,
dibandingkan subspecies pertama.11 Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopic-
tus (Skuse) (Diptera:Culicidae). Pertemuan
DAFTAR PUSTAKA Ilmiah Dalam Rangka Dies Natalis 2008
Universitas Udayana; 3-6 September 2008;
1. Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.
Spesial Emphasis on Immunopathogenesis.
Comparative Immunology, Microbiology & 11. Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman
Infectious Disease. 2007; Vol 30:329-40. M, Pitch F. Mosquito-Borne Dengue Fever
Threat Spreading in the Americas. New
2. WHO. Pencegahan dan Penanggulangan York: Natural Resources Defense Council
Penyakit Demam Dengue dan Demam Issue Paper; 2009.
Berdarah Dengue. Jakarta: WHO & Depar-
temen Kesehatan RI; 2003. 12. Weissenbock H, Hubalek Z, Bakonyi T,
Noowotny K. Zoonotic Mosquito-borne
3. Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Flaviviruses: Worldwide Presence of
Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Indo- Agent with Proven Pathogenesis and Po-
nesia. Farmaka. Desember 2007; Vol. 5 No. tential candidates of Future Emerging Dis-
3: hal . 12-29. eases. Vet Microbiol. 2010;Vol 140:271-
4. Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Path- 80.
ophysiology and Management of Dengue 13. Malavinge G, Fernando S, Senevirante S.
Hemorrhagic Fever. Bangkok: Department Dengue Viral Infection. Postgraduate
of Pediatrics, Faculty of Medicine, Ra- Medical Journal. 2004;Vol 80:p. 588-601.
mathibodi Hospital, Mahidol University;
2006. 14. Kusriastuti R. Kebijaksanaan Penanggu-
langan Demam Berdarah Dengue Di Indo-
nesia. Jakarta: Depkes R.I; 2005.
15. Kusriastuti R. Data Kasus Demam 16. Josi V, Sharma R. Impact of Vertically-
Berdarah Dengue di Indonesia tahun 2009 transmitted Dengue Virus on Viability of
dan Tahun 2008. Jakarta: Ditjen PP & PL Eggs of Virus-Inoculated Aedes aegypti.
Depkes RI; 2010. Dengue Bulletin. 2001;Vol 25:103-6.
17. Rohani A, Zamree I, Lee HL, I M. Detec- dan Pengembangan Program. Direktorat
tion of Transovarian Dengue for Field
Gizi dan Puslitbang Gizi, Depkes R.I;
Caught Aedes aegypti and Aedes albopic-
2003.
tus Mosquitoes Using C6/36 Cool Line
Culture and RT-PCR. Institue for Medical 26. WHO-NHD. Nutrition for Health and De-
Research press. Kuala Lumpur; 2005. velopment : A global agenda for combat-
ing malnutrition. Geneva: World Health
18. Tambyah PA, Koay ESC, Poon MLM, Lin Organization; 2000.
RVTP, Ong BKC. Dengue Hemorrhagic
Fever Transmitted by Blood Transfusion. 27. Zerfas AJ, Jelliffe DB, Jelliffe PEF. Epide-
The England Journal of Medicine. 2008; miology and Nutrion in Human Growth. :
Vol. 359: p. 1526-7. A comprehensive Treatise Edisi 2, Meth-
odology Ecological, Genetics, and Nutri-
19. Gubler DJ. Epidemic Dengue Hemorrhag- tional Effects on Growth. New York.: Ple-
ic Fever as a Public Health, Sosial and num Press. p. 475 1986.
Economic Problem in Tha 21st Century.
Trends Microbiol. 2002; Vol. 10: p. 100- 28. Gibson RS. Anthropometric Assessment.
13. Dalam: Principles of Nutritional. New
York: Oxford Univ.Press. Madison Av. p.
20. Kristina, Ismaniah, Wulandari L. Kajian 45-7; 1990.
Masalah Kesehatan : Demam Berdarah
Dengue. In: Balitbangkes, editor.: Tri 29. Wirahjanto A, Soegijanto S. Epidemilogi
Djoko Wahono. . 2004. p. hal 1-9. Demam Berdarah Dengue, dalam Demam
Berdarah Dengue Edisi 2. Surabaya: Air-
21. Lubis I. Peranan Nyamuk Aedes dan langga University Press. Hal 1-10.; 2006.
Babi Dalam Penyebaran DHF dan JE di
Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 30. Kasjono H, Kristiawan H. Intisari Epide-
1990; Vol. 60. miologi. Jakarta: Mitra Cendikia Press;
2008.
22. Canyon D. Advances in Aedes aegypti
Biodynamis and Vector Capacity: Tropical 31. Sari CIN. Pengaruh Lingkungan Terhadap
Infectious and Parasitic Diseases Unit, Perkembangan Penyakit Malaria Dan
School of Public Health and Tropical Demam Berdarah Dengue. Bogor: IPB;
Medicine, James Cook University; 2000. 2005.
23. Fatmah. Respons Imunitas Yang Rendah 32. Koraka P, Suharti C, Setiati CE, Mairuhu
Pada Tubuh Manusia Usia Lanjut. Makara AT, Van Gorp E, Hack CE, et al. Kinetics
Kesehatan. 2006 Juni 2006; Vol. 10 No. 1: of Dengue Virus-specific Immunoglobulin
hal. 47-53. Classes and Subclasses Correlate with
Clinical Outcome of Infection. J Clin Mi-
24. Harahap H. Masalah Gizi Mikro Utama crobio. 2001;Vol. 39 4332-8.
dan TumbuhKembang Anak Di Indonesia.:
Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702). 33. Darwis D. Kegawatan Demam Berdarah
Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Per- Dengue Pada Anak. Naskah lengkap,
tanian Bogor.; 2004. pelatihan bagi dokter spesialis anak dan
dokter spesialis penyakit dalam pada tata
25. Husaini MA, Siagian UL, Suharno J. Ane-
laksana kasus DBD. Jakarta: Penerbit
mia Gizi: Suatu Kompilasi Informasi da-
Fakultas Kedokteran Universitas Indone-
lam Menunjang Kebijaksanaan Nasional
sia; 1999.
34. Dewi BE, Takasaki T, Sudiro TM, Nelwan
R, Kurane I. Elevated Levels of Solube
Tumour Necrosis Factor Receptor 1,
Thrombomodulin and Solube Endothelial
Cell adhesion Molecules in Patients with
Dengue Hemorrhagic Fever. Dengue Bul-
letin. 2007;Vol 31:103-10.
35. Gibson RV. Dengue Conundrums. Interna- 36. Sowandoyo E, editor. Demam Berdarah
tional Journal of Antimicrobial Agents. Dengue pada Orang Dewasa, Gejala Klinik
2010;Vol 36(26-39). dan Penatalaksanaannya. Seminar Demam
Berdarah Dengue di Indonesia 1998; RS
Sumberwaras. Jakarta. 45. WHO. Insect and Rodent Control Through
37. Wang S, Patarapotikul HR. Antibody- Environmental Management. Geneva:
Enhanced Binding of Dengue Vitus to Hu- World Health Organization; 1992.
man Platelets. J Virology. 1995;Vol.
46. Depkes RI. Pencegahan dan Pemberanta-
213:1254-7.
san Demam Berdarah dengue di Indonesia.
38. Soegijanto S. Prospek Pemanfaatan Vaksin Jakarta: Depkes RI; 2005.
Dengue Untuk Menurunkan Prevalensi di
Masyarakat. Dipresentasikan di Peringatan
90 Tahun Pendidikan Dokter di FK Unair;
Surabaya; 2003.
39. Avirutnan P, Malasit P, Seliger B, Bhakti
S, Husmann M. Dengue Virus Infection of
Human Endothelial Cells Leads to Chem-
okin Production, Complement Activation,
and Apoptosis. J Immunol. 1998;Vol
161:6338-46.
40. Wilder-Smith A, Gubler D. Geographic
Expansion of Dengue: the Impact of Inter-
national Travel. Med Clin NAm. 2008;
Vol. 92: p. 1377-90.
41. U.S.D.T. International Travel and Trans-
portation Trends. Washington D. C.: Bu-
reau of Transportation Statistics of U.S.
Department of Transportation; 2006.
42. Roose A. Hubungan Sosiodemografi dan
Lingkungan dengan Kejadian Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Keca-
matan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2008.
43. Silva-Nunes MD, Souza V, Pannuti CS,
Sperança MA, Terzian ACB, Nogueira
ML. Risk Factors for Dengue Virus Infec-
tion in Rural Amazonia: Population-based
Cross-sectional Surveys. Am J Trop Med
Hyg. 2008; Vol 79 (4): p. 485–94.
44. Noor R. Nyamuk Aedes aegypti. 2009
[cited 24 Desember 2010]; Available from:
http://id.shvoong.com/medicine-and-
health/epidemiology-public-
health/2066459-nyamuk-aedes-aegypti.

You might also like