You are on page 1of 83

ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI KOPI SERTIFIKASI

COMMON CODE FOR THE COFFEE COMMUNITY (4C) DI KABUPATEN


TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

GITA MARINDRA

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRACT

SUSTAINABILITY ANALYSIS OF COFFEE CERTIFICATION


COMMON CODE FOR THE COFFEE COMMUNITY (4C) IN
TANGGAMUS REGENCY OF LAMPUNG PROVINCE

By

GITA MARINDRA

This research aims to analyze farming income and sustainability of the farming
practices of coffee certification and coffee non-certification farmers in Tanggamus
Regency. This research used survey method with 44 respondents of certification
farmers and 24 respondents of non-certification farmers. The data was collected
from August to November 2017. The data was analyzed by quantitative and
qualitative descriptive. The results of this research showed that farming income
of certification farmers were higher than non-certification farmers. Socially and
environmental sustainable farming practices of certification farmers were more
sustainable than non-certification farmers. Sustainability of economy, social and
environmental aspects of certification farmers were more sustainable than of non-
certification farmers. Total of farming income of certification farmers and non-
certification farmers were Rp16,330,309 per hectare and Rp10,637,482 per
hectare. About 93.2% of certification farmers’s farming were sustainable, while
about 91.7% of non-certification farmers’s farming were quite sustainable.

Key words: certification, coffee, farming, sustainability


ABSTRAK

ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI KOPI SERTIFIKASI


COMMON CODE FOR THE COFFEE COMMUNITY (4C) DI KABUPATEN
TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

Oleh

GITA MARINDRA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani dan praktik


usahatani yang berkelanjutan pada petani kopi sertifikasi dan nonsertifikasi di
Kabupaten Tanggamus. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan
sampel penelitian terdiri dari 44 petani sertifikasi dan 24 petani nonsertifikasi.
Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus sampai November 2017. Data
dianalisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan usahatani petani sertifikasi lebih
tinggi dibandingkan petani nonsertifikasi. Praktik usahatani kopi yang
berkelanjutan secara sosial dan lingkungan pada petani sertifikasi lebih
berkelanjutan dibandingkan petani nonsertifikasi. Keberlanjutan aspek ekonomi,
sosial dan lingkungan petani sertifikasi lebih berkelanjutan dibandingkan petani
nonsertifikasi. Total pendapatan usahatani kopi petani sertifikasi dan petani
nonsertifikasi adalah Rp16.330.309 per hektar dan Rp10.637.482 per hektar.
Sebanyak 93,2% usahatani petani sertifikasi tergolong berkelanjutan, sedangkan
sebanyak 91,7% usahatani petani nonsertifikasi tergolong cukup berkelanjutan.

Kata kunci : keberlanjutan, kopi, sertifikasi, usahatani


ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI KOPI SERTIFIKASI
COMMON CODE FOR THE COFFEE COMMUNITY (4C) DI KABUPATEN
TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

Oleh

GITA MARINDRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar


SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal

21 Oktober 1995 dari pasangan Bapak

Guntoro,S.H. dan Ibu Rini Destri,S.Ag.

Penulis merupakan anak kedua dari dua

bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan

tingkat Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1

Beringin Raya Bandar Lampung pada tahun 2007, tingkat Sekolah Menengah

Pertama (SMP) di SMP Negeri 14 Bandar Lampung pada tahun 2010, dan

tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 3 Bandar Lampung

pada tahun 2013. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas

Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis pada tahun 2013 melalui

jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis melaksanakan mata kuliah Praktik Pengenalan Pertanian (home stay)

selama 7 hari di Dusun 2 Desa Pancasila Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa

Ujung Gunung Ilir Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang selama

60 hari pada bulan Januari hingga Maret 2016. Penulis melaksanakan Praktik

Umum (PU) di Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung pada

bulan Juli hingga Agustus 2016. Selama masa perkuliahan, penulis


mengikuti organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Agribisnis

(Himaseperta) Universitas Lampung dan terdaftar sebagai anggota bidang 1

(Akademik dan Profesi). Penulis pernah menjadi Asisten Dosen untuk mata

kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi (PIE), Bahasa Inggris, Pembangunan

Pertanian dan Ekonomi Sumber Daya Alam (ESDA).

Penulis pernah menjadi surveyor untuk kegiatan Survei Pemantauan Harga

(SPH) dan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) yang dilakukan

oleh Bank Indonesia periode September-Desember tahun 2016. Penulis

pernah menjadi tenaga enumerator untuk penelitian yang diselenggarakan

atas kerjasama Australian Centre for International Agricultural Research

(ACIAR), University of Sydney dan Universitas Lampung pada tahun 2016-

2017. Penulis pernah menjadi asisten lapang untuk penelitian “Analisis

Ekonomi Air Bersih Berbasis Masyarakat Sekitar Taman Hutan Rakyat Wan

Abdul Rachman di Provinsi Lampung” pada tahun 2017


SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis

Keberlanjutan Usahatani Kopi Sertifikasi Common Code For The Coffee

Community (4C) Di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung”. Penulis

menyadari skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya

dukungan, bimbingan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

2. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.P., selaku Ketua Jurusan Agribisnis

Universitas Lampung.

3. Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc., sebagai Dosen Pembimbing Pertama atas

bimbingan, saran, arahan, motivasi, semangat dan ilmu yang bermanfaat

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Yaktiworo Indriani, M.Sc., sebagai Dosen Pembimbing Kedua atas

bimbingan, saran, nasihat, motivasi, semangat dan arahan kepada penulis

selama proses penyelesaian skripsi.

5. Dr. Ir. Raden Hanung Ismono, M.P., sebagai Penguji Bukan Pembimbing atas

saran, arahan dan masukan yang diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini
6. Prof. Dr. Ir. Irwan Effendi, M.S., selaku dosen pembimbing akademik atas

arahan, saran dan masukan selama perkuliahan.

7. Seluruh dosen dan karyawan di Jurusan Agribisnis atas ilmu pengetahuan,

pengalaman dan bantuan selama penulis menjadi mahasiswa Agribisnis.

8. Anggota Kelompok Usaha Bersama (KUB) Rendingan atas bantuan dan

masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Keluarga tercinta, Ayahanda Guntoro, Ibunda Rini Destri, dan Kakakku Zetta

Verina, serta keluarga besar Nurdin Abdi yang telah memberikan kasih

saying, dukuan, bantuan moril dan materil, dan doa yang tiada henti sampai

penulis meraih gelar Sarjana Pertanian.

10. Sahabat-sahabat tercinta dalam hidup penulis, Meryza Purnama, Intan Lubis,

dan Aisya Rachmadieny atas semangat, kebersamaan dan dukungan kepada

penulis selama ini.

11. Sahabat-sahabat terdekat masa SMA, Apriska Parancana, Desmita Kurnia,

Gea Arnanda, Mery Dwi, atas semangat, nasihat dan motivasi yang diberikan

selama ini.

12. Sahabat-sahabat terbaik dalam masa perkuliahan penulis, Jenisa Devy, S.P.,

Rayssa A. Harbani, S.P., Shintia Sinaga, S.P., dan Romidah Astuti, S.P., atas

canda tawa, kebersamaan dan semangat kepada penulis.

13. Sahabat-sahabat seperjuangan skripsi penulis, Aisyah Nur Citra, Rizka Esty

W., Mera Epriani, Wayan Nila S., Lutfiana Wardatun, dan Tiara Shinta A.

atas motivasi, nasihat dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini.

14. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2013, Lita, Silva, Cindo, Stella, Selvy,

Rika, Rani, Shima, Hesti, Vana, Ade Novia, Suf, Rahmi, Boim, Patar, Rohim,
Asti, Fitri Yuni, Meri, Onah, Mentari dan rekan seperjuangan Agribisnis 2013

lainnya, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah

memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

15. Kakak-kakak Agribisnis 2012, Adik-adik Agribisnis 2014 dan Agribisnis

2015 atas dukungan dan kerjasama yang baik di bidang akademik maupun

organisasi.

16. Teman-teman Jalan Inovasi Sosial (Janis) yang telah memberikan dukungan

dan semangat kepada penulis.

17. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

per satu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih

terdapat kekurangan, namun semoga skripsi ini tetap dapat berguna dan

bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Bandar Lampung,

Penulis,

Gita Marindra
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 10

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN


DAN HIPOTESIS ................................................................................... 11

2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................ 11


2.1.1 Teori Aspek Ekonomi Pertanian Berkelanjutan ...................... 11
2.1.1.1 Teori Pendapatan Usahatani ....................................... 15
2.1.2 Teori Aspek Sosial Pertanian Berkelanjutan ........................... 18
2.1.3 Teori Aspek Lingkungan Pertanian Berkelanjutan.................. 20
2.1.3.1 Sertifikasi Kopi........................................................... 22
2.1.3.2 Sertifikasi Common Code for the Coffee
Community (4C) ......................................................... 28
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu............................................................... 29
2.3 Kerangka Pemikiran........................................................................... 34
2.4 Hipotesis ............................................................................................ 36

III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 37

3.1 Jenis Penelitian dan Definisi Operasional.......................................... 37


3.1.1 Jenis Penelitian......................................................................... 37
3.1.2 Definisi Operasional ................................................................ 37
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ............................................ 40
3.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ................................................ 43
3.4 Metode Analisis Data......................................................................... 44
3.4.1 Metode Analisis Tujuan Pertama............................................. 44
3.4.1.1 Pendapatan Usahatani................................................. 44
3.4.1.2 Return Cost Ratio (R/C Ratio) ................................... 45
3.4.1.3 Uji Beda t-test............................................................. 45
3.4.1.4 Praktik Penerapan Usahatani yang Berkelanjutan
Secara Ekonomi.......................................................... 47
3.4.1.5 Uji Validitas dan Reliabilitas...................................... 48
3.4.1.6 Uji Mann Whitney U-Test........................................... 49
3.4.2 Metode Analisis Tujuan Kedua ............................................... 50
3.4.2.1 Skala Likert ................................................................ 50
3.4.2.2 Uji Validitas dan Reliabilitas...................................... 51
3.4.2.3 Uji Mann Whitney U-Test........................................... 52
3.4.3 Metode Analisis Tujuan Ketiga ............................................... 53
3.4.3.1 Skala Likert ................................................................ 53
3.4.3.2 Uji Validitas dan Reliablitas....................................... 56
3.4.3.3 Uji Mann Whitney U-Test........................................... 57
3.4.3.4 Keberlanjutan Usahatani Kopi ................................... 58
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 59
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 59
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus............................... 59
4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Pulau Panggung....................... 60
4.1.3 Gambaran Umum Kecamatan Air Naningan ........................... 60
4.1.4 Gambaran Umum Sertifikasi Common Code for the Coffee
Community................................................................................ 61
4.2 Karakteristik Responden .................................................................... 62
4.2.1 Umur Responden ..................................................................... 62
4.2.2 Pendidikan Responden............................................................. 63
4.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga ................................................. 64
4.2.4 Pengalaman Usahatani Kopi .................................................... 65
4.2.5 Luas Lahan............................................................................... 66
4.2.6 Status Kepemilikan Lahan ....................................................... 68
4.3 Analisis Usahatani Kopi .................................................................... 69
4.3.1 Penggunaan Input Produksi dan Biaya Usahatani Kopi .......... 69
4.3.1.1 Penggunaan Pupuk ...................................................... 69
4.3.1.2 Penggunaan Pestisida .................................................. 71
4.3.1.3 Penggunaan Tenaga Kerja ........................................... 74
4.3.1.4 Biaya Lainnya.............................................................. 75
4.3.2 Biaya Usahatani Kopi .............................................................. 76
4.4 Analisis Pendapatan Usahatani Kopi ................................................. 78
4.5 Manfaat Sertifikasi 4C terhadap Keberlanjutan Usahatani Kopi....... 81
4.5.1 Manfaat Sertifikasi 4C Berdasarkan Aspek Ekonomi ............. 81
4.5.1.1 Uji Beda Pendapatan Usahatani ................................. 84
4.5.1.2 Penerapan Usahatani yang Berkelanjutan Secara
Ekonomi ..................................................................... 85
4.5.2 Manfaat Sertifikasi 4C Berdasarkan Aspek Sosial .................. 90
4.5.3 Manfaat Sertifikasi 4C Berdasarkan Aspek Lingkungan......... 95
4.6 Keberlanjutan Usahatani Kopi di Kabupaten Tanggamus................. 101
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 105
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 105
5.2 Saran .................................................................................................. 106

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 107

LAMPIRAN.................................................................................................... 110
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Luas areal, produksi dan produktivitas kopi menurut provinsi
terbesar di Indonesia tahun 2015 ............................................................ 2

2. Luas areal, produksi dan produktivitas kopi menurut


kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2015 .................................. 3

3. Perbedaan sifat beberapa jenis sertifikasi kopi....................................... 26

4. Penelitian terdahulu ................................................................................ 30

5. Luas areal, produksi dan produktivitas tanaman kopi Kabupaten


Tanggamus Tahun 2014 ......................................................................... 40

6. Jumlah petani sertifikasi yang diteliti ..................................................... 43

7. Indikator penilaian praktik usahatani yang berkelanjutan secara


ekonomi .................................................................................................. 47

8. Indikator penilaian praktik usahatani yang berkelanjutan secara


sosial ....................................................................................................... 50

9. Indikator penilaian usahatani kopi yang berkelanjutan secara


lingkungan .............................................................................................. 53

10. Sebaran petani sertifikasi dan nonsertifikasi menurut golongan umur... 62

11. Sebaran petani sertifikasi dan nonsertifikasi menurut pendidikan ......... 64

12. Sebaran petani sertifikasi dan nonsertifikasi menurut jumlah


jumlah tanggungan keluarga................................................................... 65

13. Sebaran petani sertifikasi dan nonsertifikasi menurut pengalaman


usahatani kopi ......................................................................................... 66

14. Sebaran petani sertifikasi dan nonsertifikasi menurut luas lahan ........... 67
15. Sebaran petani sertifikasi dan nonsertifikasi menurut status
kepemilikan lahan................................................................................... 68

16. Rata-rata penggunaan pupuk petani sertifikasi dan nonsertifikasi di


Kabupaten Tanggamus (per hektar)........................................................ 70

17. Rata-rata penggunaan pestisida petani sertifikasi dan nonsertifikasi di


Kabupaten Tanggamus (per hektar)........................................................ 72

18. Daftar pestisida dengan kandungan bahan aktif yang diidentifikasi


oleh sertifikasi 4C ................................................................................... 73

19. Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani sertifikasi dan nonsertifikasi


di Kabupaten Tanggamus (per hektar) ................................................... 75

20. Rata-rata biaya lainnya yang dikeluarkan oleh petani kopi sertifikasi
dan nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus (per hektar) ...................... 76

21. Rata-rata biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani kopi sertifikasi
dan nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus (per hektar) ...................... 77

22. Rata-rata biaya diperhitungkan oleh petani kopi sertifikasi dan


nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus (per hektar)............................. 78

23. Rata-rata pendapatan usahatani kopi sertifikasi dan nonsertifikasi per


hektar di Kabupaten Tanggamus ............................................................ 79

24. Rata-rata penerimaan tanaman tumpangsari dan tanaman naungan


petani kopi sertifikasi dan nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus
(per hektar).............................................................................................. 82

25. Rata-rata pendapatan usahatani petani kopi sertifikasi dan


nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus (per hektar)............................. 83

26. Hasil uji Independent Sample T-Test pendapatan usahatani petani


kopi sertifikasi dan nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus................. 84

27. Hasil uji validitas dan reliabilitas penilaian praktik usahatani kopi
yang berkelanjutan secara ekonomi........................................................ 85

28. Rata-rata skor dan hasil uji Mann Whitney U penilaian praktik
usahatani kopi yang berkelanjutan secara ekonomi di Kabupaten
Tanggamus.............................................................................................. 86

29. Hasil uji validitas dan reliabilitas penilaian praktik usahatani kopi
yang berkelanjutan secara sosial............................................................. 91

30. Rata-rata skor dan hasil Mann Whitney U penilaian praktik


usahatani kopi yang berkelanjutan secara sosial di Kabupaten
Tanggamus.............................................................................................. 93

31. Hasil uji validitas dan reliabilitas penilaian praktik usahatani kopi
yang berkelanjutan secara lingkungan.................................................... 96

32. Rata-rata skor dan hasil Mann Whitney U penilaian praktik


usahatani kopi yang berkelanjutan secara lingkungan di Kabupaten
Tanggamus.............................................................................................. 97

33. Rata-rata nilai indeks keberlanjutan aspek ekonomi, sosial dan


lingkungan usahatani kopi di Kabupaten Tanggamus ............................ 102

34. Keberlanjutan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan usahatani kopi


di Kabupaten Tanggamus ....................................................................... 103

35. Petani sertifikasi binaan PT Nestle Indonesia di Desa Gunung


Meraksa Kecamatan Pulau Panggung .................................................... 111

36. Petani sertifikasi binaan PT Nestle Indonesia di Desa Sinar


Sekampung Kecamatan Air Naningan.................................................... 112

37. Identitas responden petani kopi di Kabupaten Tanggamus .................... 116

38. Biaya pemupukan petani sertifikasi di Kabupaten Tanggamus


(per hektar).............................................................................................. 121

39. Biaya pemupukan petani nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus


(per hektar).............................................................................................. 125

40. Biaya penggunaan pestisida petani sertifikasi di Kabupaten


Tanggamus (per hektar).......................................................................... 127

41. Biaya penggunaan pestisida petani nonsertifikasi di Kabupaten


Tanggamus (per hektar).......................................................................... 131

42. Biaya penyusutan alat-alat pertanian petani sertifikasi di Kabupaten


Tanggamus.............................................................................................. 133

43. Biaya penyusutan alat-alat pertanian petani nonsertifikasi di


Kabupaten Tanggamus ........................................................................... 139

44. Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) petani sertifikasi di


Kabupaten Tanggamus (per hektar)........................................................ 142

45. Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) petani nonsertifikasi di


Kabupaten Tanggamus (per hektar)........................................................ 152
46. Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) petani sertifikasi di
Kabupaten Tanggamus (per hektar)........................................................ 157

47. Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) petani nonsertifikasi di


Kabupaten Tanggamus (per hektar)........................................................ 167

48. Biaya lain-lain petani sertifikasi di Kabupaten Tanggamus


(per hektar).............................................................................................. 172

49. Biaya lain-lain petani nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus


(per hektar).............................................................................................. 174

50. Rata-rata penerimaan kopi petani sertifikasi di Kabupaten Tanggamus


(per hektar).............................................................................................. 175

51. Rata-rata penerimaan kopi petani nonsertifikasi di Kabupaten


Tanggamus (per hektar).......................................................................... 177

52. Rata-rata pendapatan kopi petani sertifikasi di Kabupaten Tanggamus


(per hektar).............................................................................................. 178

53. Rata-rata pendapatan kopi petani nonsertifikasi di Kabupaten


Tanggamus (per hektar).......................................................................... 182

54. Nilai R/C rasio kopi petani sertifikasi di Kabupaten Tanggamus (per
hektar) ..................................................................................................... 184

55. Nilai R/C rasio kopi petani nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus


(per hektar).............................................................................................. 185

56. Rata-rata penerimaan tanaman tumpangsari dan tanaman naungan


petani sertifikasi di Kabupaten Tanggamus (per hektar) ........................ 186

57. Rata-rata penerimaan tanaman tumpangsari dan tanaman naungan


petani nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus (per hektar) .................. 190

58. Rata-rata pendapatan usahatani petani sertifikasi di Kabupaten


Tanggamus (per hektar).......................................................................... 192

59. Rata-rata pendapatan usahatani petani nonsertifikasi di Kabupaten


Tanggamus (per hektar).......................................................................... 194

60. Nilai R/C rasio usahatani petani sertifikasi di Kabupaten


Tanggamus (per hektar).......................................................................... 195

61. Nilai R/C rasio usahatani petani nonsertifikasi di Kabupaten


Tanggamus (per hektar).......................................................................... 196

62. Hasil uji validitas dan reliabilitas aspek ekonomi .................................. 197

63. Hasil uji validitas dan reliabilitas aspek sosial ....................................... 197

64. Hasil uji validitas dan reliabilitas aspek lingkungan .............................. 198

65. Penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan berdasarkan


aspek ekonomi petani sertifikasi di Kabupaten Tanggamus................... 200

66. Penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan berdasarkan


aspek ekonomi petani nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus............. 201

67. Penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan berdasarkan


aspek sosial petani sertifikasi di Kabupaten Tanggamus ....................... 202

68. Penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan berdasarkan


aspek sosial petani nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus ................. 204

69. Penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan berdasarkan


aspek lingkungan petani sertifikasi di Kabupaten Tanggamus............... 205

70. Penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan berdasarkan


aspek lingkungan petani nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus......... 207

71. Nilai indeks keberlanjutan petani sertifikasi di Kabupaten


Tanggamus.............................................................................................. 208

72. Nilai indeks keberlanjutan petani nonsertifikasi di Kabupaten


Tanggamus.............................................................................................. 210

73. Hasil uji beda pendapatan usahatani petani sertifikasi dan petani
nonsertifikasi di Kabupaten Tanggamus ................................................ 211

74. Hasil uji beda usahatani keberlanjutan berdasarkan aspek ekonomi...... 211

75. Hasil uji beda usahatani keberlanjutan berdasarkan aspek sosial........... 212

76. Hasil uji beda usahatani keberlanjutan berdasarkan aspek lingkungan.. 212
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Unsur – unsur pembangunan pertanian berkelanjutan ......................... 13

2. Kerangka pemikiran analisis keberlanjutan usahatani


kopi sertifikasi 4C di Kabupaten Tanggamus ...................................... 35

3. Nilai indeks keberlanjutan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan


usahatani kopi di Kabupaten Tanggamus berdasarkan diagram
layang ................................................................................................... 103
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan komoditas tropis utama yang diperdagangkan di seluruh dunia

dengan kontribusi setengah dari total ekspor komoditas tropis. Pada tahun 2013,

Indonesia tercatat sebagai produsen kopi terbesar ke tiga di dunia setelah Brazil

dan Vietnam. Meskipun demikian, ekspor kopi dari Indonesia diperkirakan tidak

lebih banyak daripada ekspor kopi Brazil, Vietnam dan Kolombia. Berdasarkan

keunikan cita rasa dan aroma kopi asal Indonesia, Indonesia memiliki peluang

besar untuk meningkatkan perdagangan kopi di dunia (Kementerian Pertanian,

2016).

Indonesia memiliki beberapa provinsi terbesar yang memproduksi kopi, salah

satunya adalah Provinsi Lampung. Provinsi Lampung terkenal dengan produksi

karet dan kopinya, hal ini didukung oleh produksi kedua jenis tanaman

perkebunan tersebut (Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2016). Luas areal,

produksi dan produktivitas kopi menurut provinsi terbesar di Indonesia tahun

2015 dapat dilihat pada Tabel 1.


2

Tabel 1. Luas areal, produksi dan produktivitas kopi menurut provinsi terbesar di
Indonesia tahun 2015

No. Provinsi Luas Areal Produksi (Ton) Produktivitas


(Ha) (kg/Ha)
1. Sumatera Selatan 249.500 135.300 542,3
2. Lampung 161.200 109.000 676,2
3. Sumatera Utara 82.000 60.900 742,7
4. Jawa Timur 103.300 59.400 575,0
5. Bengkulu 87.700 56.400 643,1
6. Aceh 120.600 49.500 410,4
7. Sumatera Barat 42.900 33.600 783,2
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, 2016

Data pada Tabel 1 menunjukkan provinsi penghasil kopi terbesar di Indonesia

adalah Sumatera Selatan dengan jumlah produksi sebesar 135,300 ton pada tahun

2015. Provinsi Lampung menempati posisi kedua provinsi penghasil kopi

terbesar di Indonesia dengan jumlah produksi sebesar 109.000 ton pada tahun

2015. Luas areal kopi di Provinsi Lampung sebesar 161.200 hektar, sedangkan

produktivitas kopi di Provinsi Lampung sebesar 676,2 kg/Ha. Luas areal,

produksi dan produktivitas kopi di Provinsi Lampung tahun 2015 dapat dilihat

pada Tabel 2.

Data pada Tabel 2 menunjukkan tiga kabupaten/kota penghasil kopi tertinggi di

Provinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus dan Lampung

Utara. Lampung Barat memproduksi kopi sebesar 52.648 ton. Tanggamus

memproduksi kopi sebesar 27.581 ton. Lampung Utara memproduksi kopi

sebesar 11.021 ton. Kabupaten/kota penghasil kopi terendah di Provinsi Lampung

adalah Kota Metro dengan jumlah produksi sebesar satu ton pada tahun 2015.

Berdasarkan kontribusi Provinsi Lampung yang besar dalam memproduksi kopi,

maka kopi Lampung berpotensi untuk memasuki pasar kopi internasional.


3

Tabel 2. Luas areal, produksi dan produktivitas kopi menurut kabupaten/kota di


Provinsi Lampung tahun 2015

No. Kabupaten/Kota Luas Areal Produksi (Ton) Produktivitas


(Ha) (kg/Ha)
1. Lampung Barat 53.610 52.648 982,05
2. Tanggamus 43.916 27.581 628,03
3. Lampung Selatan 867 469 540,94
4. Lampung Timur 745 297 398,65
5. Lampung Tengah 522 279 534,48
6. Lampung Utara 23.835 11.021 462,38
7. Way Kanan 23.163 9.126 393,99
8. Tulang Bawang 114 56 491,22
9. Pesawaran 4.479 1.603 357,89
10. Pringsewu 2.543 1.044 410,53
11. Mesuji 110 67 609,09
12. Tulang Bawang Barat 171 41 239,76
13. Pesisir Barat 6.935 4.474 645,13
14. Bandar Lampung 217 257 1.184,33
15. Metro 2 1 500,00
Sumber : BPS Provinsi Lampung, 2016

Negara konsumen kopi di pasar internasional menuntut kopi yang berkualitas dan

aman bagi kesehatan. Tuntutan negara – negara tersebut diwujudkan dalam kopi

yang bersertifikat. Sertifikasi kopi adalah proses dimana pihak ketiga

memverifikasi pemenuhan standar dengan melakukan budidaya kopi yang baik

dan benar sesuai dengan standar yang telah ditentukan pemberi sertifikasi

sehingga mutu dan kualitas kopi terjamin. Beberapa lembaga sertifikasi dunia

telah melakukan sertifikasi kopi di Indonesia antara lain Organic, Fair Trade,

UTZ, Rain Forest Alliance, Bird Friendly dan Common Code for the Coffee

Community (4C) (Ardiyani dan Erdiansyah, 2012). Namun, hanya terdapat dua

sertifikasi kopi yang diterapkan di Provinsi Lampung yaitu Rain Forest Alliance

dan 4C.

Berdasarkan tuntutan pasar internasional tersebut, maka diperlukan adanya

sertifikasi kopi supaya kopi Lampung dapat diterima di pasar internasional. Salah
4

satu sertifikasi kopi yang telah diterapkan di Provinsi Lampung adalah sertifikasi

4C. Petani kopi yang telah mendapatkan sertifikasi kopi adalah petani kopi di

daerah Tanggamus. Elemen pokok dalam sertifikasi 4C adalah aspek ekonomi,

sosial dan lingkungan. Ketiga aspek tersebut berkaitan erat dengan penerapan

pertanian secara berkelanjutan.

Pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang dapat memenuhi kebutuhan

generasi di masa sekarang, tanpa membahayakan kemampuan generasi di masa

mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Pertanian berkelanjutan mencakup

tiga aspek yaitu aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Keberlanjutan usahatani

dalam aspek ekonomi dilihat berdasarkan pendapatan usahatani kopi, harga jual

kopi dan biaya usahatani. Keberlanjutan usahatani dalam aspek sosial dilihat

berdasarkan partisipasi petani dalam kelompok tani. Keberlanjutan usahatani

dalam aspek lingkungan dilihat berdasarkan praktik petani dalam memperhatikan

lingkungan saat menjalankan kegiatan usahatani kopi. Sertifikasi 4C diharapkan

mampu meningkatkan kualitas dan mutu kopi Lampung serta petani dapat

menerapkan pertanian berkelanjutan dalam usahatani kopi miliknya.

1.2 Rumusan Masalah

Pendapatan petani kopi yang masih rendah

Berdasarkan sertifikasinya, petani kopi di Provinsi Lampung terdiri dari dua jenis,

yaitu petani kopi sertifikasi dan petani kopi nonsertifikasi. Petani kopi sertifikasi

mendapatkan pelatihan dan penyuluhan dari perusahaan seperti PT Nestle

Indonesia. Pelatihan dan penyuluhan tersebut berisikan tentang budidaya kopi


5

yang baik dan benar tetapi tetap memperhatikan keberlanjutan usahatani kopi,

baik dari segi ekonomi, sosial maupun lingkungan. Pada saat musim panen,

petani kopi sertifikasi akan menjual hasil panen kopi kepada perusahaan dengan

harga yang relatif lebih baik dibandingkan bila dijual kepada tengkulak. Hal ini

karena kualitas kopi petani sertifikasi lebih baik dibandingkan kualitas kopi pada

umumnya, sehingga petani kopi sertifikasi mampu mendapatkan premium fee

(Juwita, Prasmatiwi dan Santoso, 2014).

Petani kopi nonsertifikasi umumnya masih memiliki kopi mutu non-grade atau

mutu asalan (Incamilla, Arifin dan Nugraha, 2015). Hal ini karena petani kopi

nonsertifikasi masih tidak memperhatikan kualitas dan mutu kopi tersebut. Saat

petani kopi nonsertifikasi menjual kopi ke tengkulak, petani kopi nonsertifikasi

mendapatkan harga yang rendah dan tidak mendapatkan premium fee karena

kualitas dan mutu kopi yang kurang baik. Hal ini menyebabkan pendapatan

petani kopi yang masih rendah.

Petani kopi nonsertifikasi masih memiliki pengetahuan yang kurang dalam

pemetikan kopi. Banyak petani kopi yang masih kurang memperhatikan

pentingnya memetik buah kopi yang matang. Masih ada petani kopi yang

melakukan pemetikan saat buah belum begitu matang (belum berwarna merah-

kuning) dan membiarkan buah jatuh ke tanah. Penanganan tersebut

mempengaruhi mutu biji yang dihasilkan sehingga jumlah biji kopi cacat masih

tinggi, citarasa dan kadar air pun masih kurang baik. Kopi yang dihasilkan pun

hanya dapat dijual di pasar lokal karena masih mengandung residu bahan kimia

yang tidak diperbolehkan di pasar internasional (Juwita, dkk., 2014).


6

Petani kopi nonsertifikasi juga kurang memperhatikan pasca panen kopi. Banyak

petani kopi yang masih menjemur kopi di tanah atau tanpa alas. Fatmalasari,

Prasmatiwi dan Rosanti (2016) menyatakan penjemuran kopi sebaiknya dilakukan

dengan menggunakan alas atau di lantai semen, hal ini dilakukan supaya aroma

tanah tidak masuk kedalam biji kopi dan kualitas rasa kopi tetap terjaga. Namun,

masih ada petani sertifikasi yang menjemur di tanah tanpa alas sama seperti

kebanyakan petani nonsertifikasi.

Padahal, menjemur kopi di tanah akan mempengaruhi aroma kopi sehingga akan

menyebabkan menurunnya kualitas dan mutu kopi. Bahkan, petani kopi

terkadang menjemur kopi mereka di jalan aspal. Hal ini tentunya menyebabkan

kopi akan terlindas oleh kendaraan yang lewat, sehingga akan menyebabkan cacat

pada kopi dan pada akhirnya akan menurunkan kualitas dan harga kopi.

Berdasarkan hal tersebut, didapatkan bahwa pendapatan petani kopi masih rendah.

Kurangnya praktik usahatani yang berkelanjutan secara sosial

Petani kopi sertifikasi mendapatkan pelatihan dan penyuluhan dari perusahaan.

Hal tersebut meningkatkan semangat kerja para petani kopi sertifikasi sehingga

mereka semakin aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok tani. Petani kopi

sertifikasi bertukar ilmu pengetahuan dan informasi terkait budidaya kopi kepada

sesama anggota kelompok tani. Hal ini menjadikan petani kopi sertifikasi mampu

mendapatkan informasi baru dan dapat memilah informasi tersebut untuk dapat

diterapkan dalam lahan usahatani miliknya. Selain pelatihan dan penyuluhan dari

perusahaan, petani sertifikasi juga mendapatkan informasi baru dari kegiatan


7

partisipasi dalam kelompok masyarakat, seperti pengajian, arisan, dan gotong

royong.

Pelatihan dan penyuluhan juga menyadarkan petani kopi akan pentingnya

kesehatan. Petani sertifikasi sudah menggunakan alat pelindung seperti sepatu,

masker dan topi ketika melakukan pemupukan dan penyemprotan. Petani

sertifikasi juga sudah menerapkan kearifan lokal dalam usahatani kopi, yaitu

sebesar 96,67 persen petani sertifikasi menerapkan sistem tumpangsari dan

naungan pada usahatani kopi (Fatmalasari, dkk., 2016).

Petani kopi nonsertifikasi kurang berpartisipasi dalam kegiatan kelompok tani,

bahkan jarang terdapat kegiatan pertemuan anggota kelompok tani (Fatmalasari,

dkk., 2016). Petani nonsertifikasi di lokasi penelitian tidak tergabung dalam

anggota kelompok tani. Hal ini menyebabkan petani nonsertifikasi tidak

mendapatkan informasi dan pengetahuan terkait budidaya tanaman kopi. Petani

nonsertifikasi hanya mampu mengandalkan informasi dari kegiatan kelompok

masyarakat, sehingga informasi dan pengetahuan yang didapatkan tidak sebanyak

petani nonsertifikasi.

Petani nonsertifikasi masih belum memperhatikan kesehatan dalam bekerja di

kebun. Petani nonsertifikasi jarang menggunakan alat pelindung diri seperti

masker, sarung tangan, sepatu, dll saat bekerja di kebun. Hal ini dapat

mempengaruhi kesehatan petani apabila terus dilakukan dalam jangka panjang.

Berdasarkan hal tersebut, didapatkan bahwa petani masih kurang dalam praktik

usahatani yang berkelanjutan secara sosial.


8

Petani kopi masih belum memperhatikan lingkungan

Petani kopi sertifikasi mendapatkan pelatihan dan penyuluhan dari perusahaan

tentang budidaya kopi yang baik dan benar. Salah satu aspek yang diperhatikan

adalah lingkungan. Petani kopi sertifikasi mendapatkan pengetahuan tentang

bahaya pengunaan bahan kimia baik pestisida kimia maupun pupuk kimia yang

terus-menerus serta beberapa bahan kimia baik pestisida kimia maupun pupuk

kimia yang mampu merusak tanah dan lingkungan. Petani kopi sertifikasi

menjadi sadar akan pentingnya lingkungan dan mulai mengurangi penggunaan

bahan kimia serta mengganti bahan kimia tersebut dengan bahan organik seperti

pupuk kandang, pupuk kompos dan lain sebagainya.

Terdapat 25,64% petani kopi yang mengikuti program sertifikasi yang telah

melakukan penanaman pohon naungan sesuai dengan anjuran standar Sustainable

Agriculture Network (SAN) dan hanya 10,26% petani kopi yang tidak mengikuti

program sertifikasi yang telah sesuai dengan anjuran. Sustainable Agriculture

Network (SAN) menganjurkan untuk menanam pohon naungan dengan kategori

minimal 30% (untuk lahan non kawasan) dan 40% (untuk lahan kawasan)

kepadatan kanopi keseluruhan di kebun kopi, dalam upaya mengembalikan

vegetasi alami kebun kopi (Oktami, Prasmatiwi dan Rosanti, 2014).

Petani kopi nonsertifikasi masih menggunakan bahan kimia yang terus - menerus

dalam usahatani kopi mereka. Petani nonsertifikasi lebih banyak membersihkan

rumput dengan cara disemprot dengan pestisida kimia. Pembersihan sampah

plastik, botol dan kaleng oleh petani nonsertifikasi lebih sering dilakukan dengan

cara dibakar (Fatmalasari, dkk., 2016).


9

Petani kopi masih menggunakan beberapa bahan kimia yang mampu merusak

tanah dan lingkungan, serta masih bergantung dan menggunakan bahan kimia

baik pupuk kimia maupun pestisida kimia dalam jumlah banyak. Hal ini mampu

menyebabkan kerusakan baik di tanah maupun lingkungan sekitar lahan usahatani

pertanian kopi. Hal tersebut tentunya juga akan berdampak negatif dalam

usahatani kopi di masa yang akan datang.

Kerusakan lingkungan akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas tanah di

lahan pertanian. Hal ini selanjutnya juga akan berdampak pada kualitas tanaman

kopi di masa yang akan datang. Pada akhirnya, lahan pertanian kopi tersebut akan

menjadi tidak produktif lagi di masa yang akan datang. Berdasarkan hal tersebut,

didapatkan bahwa petani kopi masih belum memperhatikan lingkungan dalam

kegiatan usahatani kopi mereka.

Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

(1) Berapa pendapatan usahatani petani kopi sertifikasi dan petani kopi

nonsertifikasi?

(2) Bagaimana petani kopi sertifikasi dan petani kopi nonsertifikasi dalam

melakukan praktik usahatani yang berkelanjutan secara sosial?

(3) Bagaimana petani kopi sertifikasi dan petani kopi nonsertifikasi dalam

melakukan praktik usahatani yang berkelanjutan secara lingkungan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


10

(1) Mengetahui dan menganalisis pendapatan usahatani petani kopi sertifikasi

dan petani kopi nonsertifikasi

(2) Mengetahui dan menganalisis petani kopi sertifikasi dan petani kopi

nonsertifikasi dalam melakukan praktik usahatani yang berkelanjutan secara

sosial

(3) Mengetahui dan menganalisis petani kopi sertifikasi dan petani kopi

nonsertifikasi dalam melakukan praktik usahatani yang berkelanjutan secara

lingkungan

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Referensi untuk analisis tingkat lanjut mengenai sertifikasi kopi dan

kaitannya dengan pertanian kopi yang berkelanjutan

(2) Informasi dan pertimbangan dalam penentuan kebijakan yang berkaitan

dengan pertanian kopi yang berkelanjutan


11

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Aspek Ekonomi Pertanian Berkelanjutan

Pada hakikatnya, sistem pertanian yang berkelanjutan adalah back to nature,

yakni sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras dan

seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaida-

kaidah alamiah (Salikin, 2003). Hal yang sama dikemukakan oleh Youngberg

dan Harwood (1989) dalam Dewan Guru Besar IPB (2012), yang mendefinisikan

bahwa sistem pertanian berkelanjutan adalah suatu cara meningkatkan pangan

yang sehat bagi konsumen dan pakan bagi ternak, tidak membahayakan

lingkungan, sangat manusiawi bagi pekerja / petani, memperlakukan hewan

ternak secara bermartabat, memberikan pendapatan yang adil bagi petani, dan

mendukung bagi peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat. Beberapa

karakteristik pertanian berkelanjutan meliputi:

(a) Azas konservasi dan pelestarian lingkungan

(b) Keanekaragaman hayati yang tinggi

(c) Menghargai martabat dasar makhluk hidup

(d) Secara ekonomi layak

(e) Adil
12

Menurut Basuni dalam Dewan Guru Besar IPB (2012), pengelolaan sumber daya

alam hayati secara berkelanjutan adalah upaya mempertahankan manfaat sumber

daya alam hayati sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kerusakan

padanya dan menjadi beban bagi orang lain. Prinsip dasar pengelolaan sumber

daya alam hayati secara berkelanjutan adalah konservasi sumber daya alam hayati,

yaitu: “pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan

secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap

memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati dan nilainya”.

Jika konservasi sumber daya alam hayati merupakan prinsip dasar pengelolaan

sumber daya alam hayati secara lestari, dan dengan memerhatikan konsep sumber

daya alam hayati secara landasan filosofis seperti tersebut, pengelolaan

berkelanjutan (sustainable management) saja tidak cukup, tetapi harus

pengelolaan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (ecologically sustainable

management). Konsep pengelolaan sumber daya alam hayati secara berkelanjutan

berhubungan erat dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan

generasi saat ini, tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhannya. Konsep ini mencakup tiga perspektif utama, yaitu

ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dapat dilihat secara lebih jelas pada

Gambar 1.
13

 Pertumbuhan
 Efisiensi
 Stabilitas
Ekonomi

 Keadilan intragenerasi Kemiskinan • Valuasi/internalisasi


 Kebutuhan dasar/mata Keadilan • Munculnya dampak
pencaharian Keberlanjutan
Perubahan iklim

Sosial Keadilan intergenerasi Lingkungan


 Pemberdayaan Nilai-nilai/budaya • Resiliensi
 Inklusi/konsultasi • SDA
 Governance • Polusi

Gambar 1. Unsur – unsur pembangunan pertanian berkelanjutan


Sumber : Basuni dalam Dewan Guru Besar IPB (2012)

Kemajuan ekonomi sering dievaluasi dalam pengertian kesejahteraan (utilitas /

kepuasan), yang diukur sebagai kemampuan membayar untuk barang dan jasa

yang dikonsumsi. Oleh karena itu, banyak kebijakan ekonomi secara khusus

mencoba untuk meningkatkan income, serta mendorong produksi dan konsumsi

barang dan jasa yang lebih efisien. Stabilitas harga – harga dan pekerjaan juga

merupakan tujuan – tujuan penting. Keberlanjutan ekonomi mencoba

memaksimumkan aliran income yang dapat dihasilkan sambil paling sedikit

mempertahankan cadangan aset – aset (atau modal) yang menghasilkan ouput

bermanfaat. Efisiensi ekonomi terus mengoptimalkan produksi dan konsumsi.

Permasalahan muncul ketika mengidentifikasi macam kapital yang dipertahankan


14

(misalnya, manufaktur, alam, modal manusia dan sosial), dan berkelanjutannya

(Basuni dalam Dewan Guru Besar IPB, 2012).

Seringkali sulit untuk memberi nilai aset – aset dan jasa yang disediakannya,

terutama untuk sumber daya ekologi dan sumber daya sosial. Bahkan aset – aset

ekonomi kunci dapat terabaikan, khususnya dalam situasi – situasi di mana

transaksi – transaksi non-market based adalah penting. Sementara itu, persamaan

kesejahteraan dengan income moneter dan konsumsi telah ditantang untuk sekian

tahun lamanya. Isu ketidakpastian, ireversibilitas, dan bencana katastropik

merupakan tambahan kesulitan lainnya, dalam menentukan lintasan – lintasan

pembangunan yang efisien secara dinamik. Banyak pendekatan ekonomi mikro

umum bersandar pada analisis marginal (misalnya, membandingkan peningkatan

biaya dan manfaat dari aktivitas ekonomi yang terus – menerus), dengan

mengasumsikan variabel – variabel yang berubah secara halus. Pendekatan ini

tidak cukup untuk menganalisis perubahan – perubahan besar, gejala yang tidak

menerus, dan transisi yang tiba – tiba di antara keseimbangan ganda. Karya

terakhir telah mengeksplorasi perilaku sistem – sistem besar, nonlinear, dinamik,

semrawut dan konsep – konsep seperti kerapuhan dan resiliensi (ketahanan)

sistem.

Menurut Oktami dkk. (2014), faktor – faktor yang berpengaruh positif terhadap

keputusan petani dalam menerapkan usahatani kopi yang berkelanjutan adalah

pendapatan usahatani dan keikutsertaan petani dalam program sertifikasi. Petani

sertifikasi berpeluang lebih tinggi dalam menerapkan usahatani kopi yang

berkelanjutan dibandingkan dengan petani nonsertifikasi. Penelitian ini


15

menunjukkan bahwa sertifikasi kopi mampu meningkatkan kualitas dan

pengontrolan biaya usahatani kopi, namun belum dapat meningkatkan

produktivitas kopi, efisiensi biaya kopi dan pendapatan kopi. Hal sebaliknya

dikemukakan oleh Fatmalasari, dkk. (2016), bahwa sertifikasi memberikan

manfaat berupa peningkatan efisiensi biaya kopi, namun belum memberikan

manfaat peningkatan produktivitas, harga kopi dan pendapatan usahatani kopi.

Berdasarkan kedua penelitian tersebut, didapatkan hal penting bahwa sertifikasi

kopi mampu meningkatkan kualitas, pengontrolan biaya usahatani kopi dan

efisiensi biaya kopi, namun belum dapat meningkatkan produktivitas kopi,

pendapatan kopi dan harga kopi. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini ingin

melihat keterkaitan sertifikasi kopi dengan produktivitas kopi, pendapatan kopi

dan harga kopi.

2.1.1.1 Teori Pendapatan Usahatani

Suatu usahatani merupakan agroekosistem yang unik, suatu kombinasi sumber

daya fisik dan biologis seperti bentuk – bentuk lahan tanah, air, tumbuhan

(tumbuhan liar, pepohonan, tanaman budidaya) dan hewan (liar dan piaraan),

dengan mempengaruhi komponen – komponen agroekosistem ini dan

interaksinya, rumah tangga petani mendoatkan hasil atau produk seperti tanaman,

kayu dan hewan. Demi menjaga proses produksi terus berlangsung, rumah tangga

itu membutuhkan input, misalnya benih, energi, unsur hara dan air. Input dalam

diambil dari usahatani sendiri, misalnya pupuk kandang, sisa tanaman, pupuk

hijau, pakan ternak, tenaga kerja keluarga dan pengalaman – pengalaman belajar.

Input luar adalah input yang diperoleh di luar usahatani, misalnya informasi,
16

tenaga buruh, bahan bakar minyak, pupuk buatan, biosida kimia, benih dan

anakan unggul, air irigasi, alat – alat, mesin dan jasa (Reijntjes, Haverkort, dan

Water-Bayer, 2002).

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang

mengusahakan dan mengkoordinir faktor – faktor produksi berupa lahan dan alam

sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik – baiknya.

Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara

– cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan

penggunaan faktor – faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga

usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2006).

Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi

kewajiban membayar bunga modal, alat – alat yang digunakan, upah tenaga luar

serta sarana produksi yang lain termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga dan

dapat menjaga kelestarian usahanya. Terdapat penerimaan, biaya dan pendapatan

dalam usahatani.

Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani adalah perkalian antara

produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan

sebagai berikut.

TR = Y . Py

Keterangan:

TR = total penerimaan

Y = produksi yang diperoleh salam suatu usahatani


17

Py = harga Y

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

(a) Biaya tetap (fixed cost)

Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap

jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak

atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar –

kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya pajak. Biaya untuk pajak

atetap dibayar walaupun hasil usahatani itu besar atau gagal sekalipun. Cara

menghitung biaya tetap adalah:

FC = X Px

Keterangan:

FC = biaya tetap

Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap

Pxi = harga input

n = macam input

(b) Biaya variabel (variable cost)

Biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya

yang besar – kecilnya dipengaruhi oleh produk yang diperoleh. Contohnya

biaya untuk sarana produksi. Bila menginginkan produksi yang tinggi, maka

tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu ditambah dan sebagainya,

sehingga biaya ini sifatnya berubah – ubah tergantung dari besar – kecilnya

produksi yang diinginkan.


18

Total biaya adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC) dengan

rumus sebagai berikut.

TC = FC + VC

Keterangan:

TC = biaya total usahatani

FC = biaya tetap

VC = biaya variabel

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang

dirumuskan sebagai berikut.

Pd = TR – TC

Keterangan:

Pd = pendapatan usahatani

TR = total penerimaan

TC = total biaya

2.1.2 Teori Aspek Sosial Pertanian Berkelanjutan

Pembangunan sosial biasanya merujuk pada perbaikan kesejahteraan individu dan

keseluruhan sosial yang dihasilkan dari peningkatan dalam modal sosial—secara

khusus, akumulasi kapasitas yang menjamin individu – individu dan komunitas

untuk bekerjasama. Kuantitas dan kualitas interaksi sosial menentukan eksistensi

manusia (termasuk level – level saling percaya dan norma – norma sosial

bersama) dan menentukan cadangan modal sosial. Oleh karena itu, modal sosial
19

tumbuh dengan penggunaannya yang lebih besar dan tererosi karena tidak adanya

penggunaan, tidak seperti modal ekonomi dan lingkungan, yang berkurang atau

habis dengan penggunaan. Keadilan dan pengurangan kemiskinan juga

merupakan unsur penting. Oleh karena itu, dimensi sosial dari pembangunan

termasuk strategi – strategi protektif yang dilakukan untuk mengurangi

kerentanan, memperbaiki keadilan dan menjamin bahwa kebutuhan – kebutuhan

dasar terpenuhi (Basuni dalam Dewan Guru Besar IPB, 2012).

Keberlanjutan sosial sejajar dengan keberlanjutan lingkungan. Mengurangi

kerentanan dan mempertahankan kemampuan sistem – sistem sosio – budaya

untuk bertahan terhadap terpaan – terpaan merupakan hal yang penting.

Peningkatan modal manusia (melalui pendidikan) dan penguatan nilai – nilai

sosial, kelembagaan – kelembagaan dan tata kelola (governance) merupakan

aspek – aspek kunci. Banyak perubahan – perubahan berbahaya terjadi secara

lambat, dan pengaruh – pengaruh jangka panjangnya sering diabaikan dalam

analisis sosio – ekonomi. Mempertahankan modal sosial dan keanekaragaman

dunia, penguatan kohesi sosial dan mengurangi konflik – konflik deskruktif,

merupakan elemen – elemen integral dalam pendekatan ini. Aspek penting yang

menyangkut pemberdayaan dan partisipasi yang lebih luas melalui subsidiaritas,

misalnya desentralisasi pengambilan keputusan pada level yang paling bawah

(atau yang paling lokal) masih efektif. Singkatnya, untuk sistem ekologi dan

ekonomi, penekanannya terletak pada perbaikan kesehatan sistem dan

kemampuan dinamiknya menyesuaikan untuk berubah lintas skala ruang dan

waktu daripada konservasi status statik “ideal”.


20

Berdasarkan aspek sosial, Fatmalasari, dkk. (2016) menyatakan bahwa sertifikasi

kopi telah memberikan manfaat berupa kesehatan petani, kearifan lokal, keadilan

sosial, dan kebebasan berkumpul serta berorganisasi. Hal ini sejalan dengan

penelitian Oktami, dkk. (2014), bahwa sertifikasi kopi telah memberikan manfaat

berupa sistem manajemen sosial, hubungan masyarakat, keselamatan dan

kesehatan kerja, serta perlakuan yang adil dan kondisi yang baik untuk pekerja.

2.1.3 Teori Aspek Lingkungan Pertanian Berkelanjutan

Pembangunan dalam pengertian lingkungan merupakan perhatian baru yang

berhubungan dengan kebutuhan untuk mengelola sumber daya alam langka secara

bijaksana, karena kesejahteraan manusia pada akhirnya bergantung pada jasa –

jasa ekologis. Mengabaikan keamanan batas – batas ekologis dapat merusak

prospek – prospek pembangunan jangka panjang. Keberlanjutan lingkungan

berfokus pada viabilitas dan fungsi normal dari sistem – sistem alam. Untuk

sistem – sistem ekologi, keberlanjutan ditentukan oleh resiliensi, kekuatan dan

organisasi (yang bersifat komprehensif, multiskala, dinamika, hierarki).

Resiliensi adalah kemampuan ekosistem – ekosistem untuk bertahan dari terpaan

– terpaan eksternal, yaitu sejumlah gangguan yang akan menyebabkan suatu

ekosistem berubah dari status sistem yang satu ke status lainnya. Status ekosistem

ditentukan oleh struktur internalnya dan gugus proses – proses yang secara mutual

menguatkan. Kekuatan ekosistem berhubungan dengan produktivitas primer atau

pertumbuhan suatu ekosistem. Organisasi ekosistem bergantung pada

kompleksitas dan struktur sistem. Misalnya, organisme multiseluler seperti

manusia lebih sangat terorganisir daripada amoeba bersel tunggal. Semakin tinggi
21

status – status organisasi, semakin rendah level – level antropi (Basuni dalam

Dewan Guru Besar IPB, 2012).

Pada hubungan ini, degradasi sumber daya alam, polusi dan kehilangan

biodiversitas dapat mengganggu karena menambah kerentanan, merusak

kesehatan sistem dan mengurangi resiliensi. Gagasan tentang ambang batas

keamanan dan kapasitas bawa adalah penting, untuk menghindari keruntuhan

ekosistem katastropik, juga bermanfaat untuk berpikir tentang keberlanjutan

dalam pengertian fungsi normal dan umur panjang dari hierarki bersarang sistem

– sistem ekologi dan sosioekonomi, yang diurut berdasarkan skala. Pembangunan

berkelanjutan tidak harus sinonim dengan mempertahankan status quo ekologis.

Suatu sistem ekologi – ekonomi yang berpasangan dapat berkembang, sementara

level – level biodiversitas yang menjamin resiliensi ekosistem – ekosistem yang

bergantung pada konsumsi dan produksi manusia mendatang dapat dipertahankan.

Singkatnya, pendekatan ekonomi berkelanjutan berbasis pada konsep

maksimalisasi aliran pendapatan antargenerasi, dengan cara merawat dan menjaga

cadangan sumber daya atau modal yang mampu menghasilkan suatu keuntungan.

Upaya optimalisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya yang langka menjadi

keharusan dalam menghadapi berbagai isu ketidakpastian, bencana alam dan

sebagainya. Konsep sosial berkelanjutan berorientasi pada manusia dan hubungan

pelestarian stabilitas sosial dan sistem budaya, termasuk upaya mereduksi

berbagai konflik sosial yang merusak. Perhatian utama perspektif sosial ditujukan

pada pemerataan atau keadilan, pelestarian keanekaragaman budaya dan kekayaan

budaya lintas wilayah, serta pemanfaatan praktek-praktek pengetahuan lokal yang


22

berorientasi jangka panjang dan berkelanjutan. Tinjauan aspek lingkungan

terfokus pada upaya menjaga stabilitas sistem biologis dan lingkungan fisik,

dengan bagian utama menjaga kelangsungan hidup masing – masing subsistem

menuju stabilitas yang dinamis dan menyeluruh pada ekosistem (Salikin, 2003).

Menurut Chairawaty (2012), dampak pelaksanaan perlindungan lingkungan

melalui sertifikasi Fair Trade bagi para petani kopi adalah meningkatnya

kesuburan tanah, bertambahnya keragaman hayati, ketahanan tanaman terhadap

perubahan cuaca, dan peningkatan kesehatan para petani lokal. Hal serupa

dikemukakan oleh Oktami, dkk. (2014) bahwa sertifikasi telah memberikan

manfaat dalam aspek lingkungan berupa konservasi ekosistem, perlindungan

satwa liar, konservasi air, pengelolaan tanaman terpadu dan konservasi tanah.

2.1.3.1 Sertifikasi Kopi

Sertifikasi adalah proses dimana pihak ketiga memverifikasi pemenuhan standar

yang ditentukan pemberi sertifikasi. Persyaratan dasar untuk eko – sertifikasi

harus memasukkan kriteria ekologi sedangkan standar keberlanjutan

(sustainability) memuat seluruh kriteria lingkungan, ekonomi dan sosial.

Sertifikasi sukarela menambah nilai bagi komoditas dengan memberikan

kesempatan kepada petani untuk menegosiasikan harga preminum untuk

komoditas tersertifikasi dan / atau membuka akses ke pasar. Berbagai jenis

sertifikasi telah diaplikasikan untuk berbagai macam komoditas di Indonesia.

Beberapa sertifikasi merupakan kewajiban, seperti ISPO, namun sebagian besar

bersifat sukarela, seperti RSPO, C.A.F.E. Practices, Rainforest Alliance /

Sustainable Agriculture Network (SAN), UTZ, Organic, dan lain sebagainya.


23

Umumnya berbagai sertifikat tersebut telah dikenal dan diakui secara global

(Leimona dkk., 2015).

Sertifikat kopi di Indonesia merupakan instrumen yang aplikasinya secara

sukarela dan berbasis pasar selama 10 tahun terakhir ini. Sampai saat ini, belum

ada sertifikasi nasional untuk kopi di Indonesia. Direktur Puslitkoka (ICCRI)

menyebutkan keuntungan jika Indonesia memiliki sertifikasi nasional untuk kopi,

seperti berkurangnya nilai komisi yang dikenakan dibandingkan dengan sertifikasi

global. Pembahasan tentang standar Indonesian Sustainable Coffee (IS-Coffee)

mulai dilakukan namun masih dalam tahap sangat awal.

Saat ini, semua sertifikasi kopi yang ada di Indonesia merupakan sertifikasi global

/ internasional, seperti Rainforest Alliance / SAN, UTZ, Organic, Fair Trade,

Coffee and Farmers Equity (C.A.F.E) Practices, dan verifikasi 4C. C.A.F.E.

Practices didukung oleh satu entitas bisnis swasta (Starbucks), sementara skema

sertifikasi kopi yang lain dipilih oleh banyak pembeli dan produsen swasta

internasional (ECOM, OLAM, Ned Commodities, Volcafe / ED&F Man, Louis

Dreyfus Commodities, Kraft / Mondelez, Nescafe) dan perusahaan dalam negeri

seperti PT Indocafco dan PT Sari Makmur. Petani skala kecil disertifikasi dengan

skema kelompok. Beberapa perkebunan kopi milik negara (misalnya PTPN XII

di Jawa Timur) juga telah mengikuti permintaan sertifikasi berbasis pasar. Di

bawah Nescafe Plan, Puslitkoka dengan beberapa mitranya melatih 10.000 petani

kopi dalam menerapkan Good Agriculture Practice (GAP).

Globalisasi perdagangan menuntut produk – produk pertanian yang diekspor ke

negara – negara Amerika dan Eropa harus bersertifikat, termasuk kopi.


24

Sertifikasi kopi ekolabel saat ini sedang mengalami perkembangan pesat dan

diperkirakan tahun 2015 pangsa pasar ekolabel dapat mencapai 40%. Beberapa

lembaga sertifikasi dunia telah melakukan sertifikasi kopi di Indonesia antara lain

Organic, Fair Trade, UTZ, Rainforest Alliance, Bird Friendly, dan 4C. Secara

ekonomi, kegiatan sertifikasi tersebut berdampak pada peningkatan pendapatan

petani, serta menjaga kelestarian lingkungan guna mendukung produksi kopi yang

berkelanjutan (Ardiyani dan Erdiansyah, 2012).

Masyarakat di negara – negara maju mulai sadar akan pentingnya kelestarian

lingkungan bagi keberlanjutan hidup manusia sehingga produk yang dihasilkan

harus memiliki dampak positif terhadap lingkungan. Sertifikasi ekolabel

merupakan solusi terhadap masalah tersebut. Bagi negara pengekspor kopi,

sertifikasi merupakan langkah yang harus ditempuh untuk mempermudah

pemasaran kopi ke negara – negara yang mewajibkan sertifikasi. Terdapat banyak

hal yang harus dilakukan petani dalam proses sertifikasi, yang mencakup tiga

aspek yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Penerapan sistem ini terasa berat

bagi sebagian petani karena secara umum tingkat kepemilikan lahan petani kopi

relatif kecil sehingga penerapan sistem sertifikasi ini akan lebih sulit

dibandingkan perkebunan besar.

Demi sistem sertifikasi yang berjalan dengan baik, diperlukan adanya kompensasi

harga yang diterima petani yang melakukan sertifikasi. Kompensasi harga atau

lebih dikenal dengan harga premium mungkin telah disosialisasikan kepada petani

di beberapa tempat, tetapi pada kenyataannya ada beberapa petani yang tidak

mendapatkan kompensasi harga tersebut. Apabila hal ini lebih diperhatikan, akan
25

sangat mungkin apabila petani di Indonesia dapat mengelola lahannya dengan

prinsip sustainable agriculture.

Jenis – jenis sertifikasi kopi tersebut memiliki sistem dan standar yang berbeda –

beda, seperti pada pemberian harga premium, keanggotaan sertifikasi dan elemen

pokok yang mempengaruhi. Perbedaan sifat beberapa jenis sertifikasi dapat

dilihat pada Tabel 3.


26

Tabel 3. Perbedaan sifat beberapa jenis sertifikasi kopi

No. Jenis Sertifikasi Organic Fair Trade Rainforest Bird Friendly UTZ Certified 4C
Alliance
1. Elemen pokok - Lingkungan - Sosial - Manajemen Biofisik kriteria - Sosial - Ekonomi
dalam sertifikasi - Produktivitas - Ekonomi - Konservasi (naungan) - Lingkungan - Sosial
kopi lahan - Lingkungan lingkungan - Ekonomi - Lingkungan
- Standar proses - Organisasi - Ekosistem - Keamanan
- UU tenaga pangan
kerja
- Keuntungan
komunitas
2. Keanggotaan Semua pihak Semua pihak Semua pihak Semua pihak Semua pihak Semua pihak
dalam sertifikasi kecuali yang yang sudah dari produsen yang sudah yang sudah yang sudah
tidak terdaftar dalam hingga penjual terdaftar dalam terdaftar dalam terdaftar dalam
berhubungan sertifikasi sertifikasi sertifikasi sertifikasi
dengan proses
dan penjualan
3. Ketelusuran Dijamin dari Dijamin dari Dijamin dari Dijamin dari Dijamin dari Dijamin dari
sistem sertifikasi pembeli hingga pembeli hingga pembeli hingga pembeli hingga pembeli hingga pembeli hingga
produsen produsen produsen produsen produsen produsen
4. Perbedaan harga Ada Ada Ada Ada Ada Tidak
dengan petani
non sertifikasi

26
27

Tabel 3. (Lanjutan)

No. Jenis Sertifikasi Organic Fair Trade Rainforest Bird Friendly UTZ Certified 4C
Alliance
5. Harga Premium USD 0,255 / USD 1,25 – 0,1 Diwujudkan USD 0,05 – 0,1 USD 0,05 / Pon Tidak memiliki
Pon / Pon dengan / Pon
membantu
melakukan
efisiensi,
meningkatkan
kualitas dan
mengontrol
biaya produksi
6. Biaya yang Biaya inspeksi Biaya proses Biaya audit - Akomodasi Biaya (fee) Biaya
dikeluarkan (biasanya audit inspektor auditor keanggotaan
produsen ditanggung oleh - Biaya
negara) penggunaan
logo
7. Biaya yang Sekitar USD Tidak dikenakan USD 1,5 / Pon USD 100 / USD 0,012 / Pon Tergantung pada
dikeluarkan 700 – 3.000 / biaya tetapi kopi beras Tahun posisi
pembeli tahun harus membayar keanggotaan
dengan harga dalam sertifikasi
minimum
Sumber : Ardiyani dan Erdiansyah, 2012

27
28

2.1.3.2 Sertifikasi Common Code for the Coffee Community (4C)

Common Code for the Coffee Community (4C) adalah sebuah organisasi dengan

keanggotaan yang terbuka bagi para pemegang kepentingan dan mempersatukan

pihak – pihak yang berkomitmen untuk menangani persoalan kelestarian

lingkungan, khususnya kebun kopi. Organisasi ini beranggotakan semua pihak

yang berhubungan dengan kelestarian kopi, seperti petani, importir, eksportir,

pedagang, dan pengecer kopi. Selain itu, 4C juga beranggotakan organisasi

masyarakat sipil, seperti organisasi non - pemerintah, badan standarisasi, serikat

pekerja, institusi publik, badan riset, dan individu yang berkomitmen terhadap

sasaran asosiasi. Misi 4C adalah menjadi platform sistem perkopian yang

berkelanjutan, yang dapat memfasilitasi semua pemegang kepentingan dan

memiliki kesempatan untuk berpartisipasi. Visi 4C adalah mempersatukan

seluruh pemegang kepentingan kopi yang relevan, agar dapat bekerja bersama -

sama menuju perbaikan sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan serta membangun

sektor berkelestarian bagi generasi – generasi mendatang. Keanggotaan 4C

bersifat berkelanjutan dan perpanjangan tahunan akan berjalan secara otomatis

(kecuali jika dibatalkan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan)

(Ardiyani dan Erdiansyah, 2012).

Menurut Dewan 4C (2015), Asosiasi 4C adalah platform kopi berkelanjutan multi

– pemangku – kepentingan yang bekerja bagi perbaikan kondisi ekonomi, sosial

dan lingkungan dalam produksi dan pemrosesan kopi untuk membangun sektor

yang sejahtera dan lestari bagi generasi – generasi mendatang. Demi mencapai

misinya, Asosiasi 4C memiliki tiga fungsi sebagai berikut.


29

(a) Asosiasi ini menetapkan, memelihara dan menjalankan Kode Perilaku 4C,

sebuah standar tingkat dasar yang mendefinisikan dasar umum global dan

membantu semua pelaku rantai pasokan kopi untuk mulai berjalan menuju

produksi, pemrosesan dan perdagangan kopi yang berkelestarian

(b) Asosiasi ini secara aktif mempromosikan dan bermitra dengan standar dan

inisiatif kelestarian lain yang ada di pasar untuk meningkatkan pasokan dan

permintaan akan kopi berverifikasi dan bersertifikasi

(c) Asosiasi ini menawarkan platform terbuka dan dinamis yang mengundang

para anggota dan mitra dari sektor publik dan juga swasta untuk bekerja

bersama secara efektif tanpa persaingan untuk menangani persoalan –

persoalan yang menyeluruh dan isu – isu kritis yang mengancam kelestarian

sektor kopi.

2.2 Kajian Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian terdahulu diperlukan sebagai bahan referensi dan penuntun

dalam penentuan metode dalam menganalisis data penelitian. Penelitian ini

mengkaji tentang keberlanjutan usahatani kopi sertifikasi dalam aspek ekonomi,

aspek lingkungan dan aspek sosial. Kajian penelitian terdahulu dapat dilihat pada

Tabel 4.
30

Tabel 4. Penelitian terdahulu

No. Nama Tahun Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian Keterkaitan
1. Juwita, T 2014 Manfaat Finansial Uji Mann - Usahatani kopi terverifikasi dan non- Penelitian ini cukup berkaitan
Pembinaan dan Whitney U verifikasi layak untuk dijalankan. dengan penelitian penulis karena
Verifikasi Kopi Meskipun demikian, usahatani kopi penelitian ini memberikan
dalam Upaya terverifikasi memiliki nilai kriteria informasi terkait aspek ekonomi
Peningkatan Mutu kelayakan yang lebih tinggi. dalam pembinaan dan verifikasi
Kopi: Studi Kasus - Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa kopi. Penelitian ini
Program Verifikasi kemungkinan pertama yaitu penurunan menunjukkan bahwa usahatani
Binaan PT Nestle produksi dapat menyebabkan kedua jenis kopi terverifikasi memiliki nilai
Indonesia di usahatani tersebut tidak layak dijalankan. kriteria kelayakan yang lebih
Kabupaten Pada kemungkinan lainnya yaitu tinggi.
Tanggamus penurunan harga jual kopi dan kenaikan
biaya produksi, kedua jenis usahatani kopi
tersebut tetap layak untuk dijalankan.
2. Pratama, Y 2015 Manfaat Ekonomi Analisis - Manfaat ekonomi tunda jual berupa selisih Penelitian ini kurang berkaitan
dan Risiko Tunda kuantitatif dan harga jual sebesar Rp 2.073,70/kg dan dengan penelitian penulis, tetapi
Jual Kopi di Desa deskriptif keuntungan sebesar Rp 1.884.822,03 / penelitian ini memberikan
Tanjung Rejo kuantitatif tahun informasi terkait aspek ekonomi
Kecamatan Pulau - Tunda jual berisiko rendah artinya petani yaitu harga jual kopi yang
Panggung Kabupaten berpeluang mendapatkan keuntungan bila didapatkan oleh petani.
Tanggamus melakukan tunda jual
- Permasalahan terbesar dalam tunda jual
adalah tempat penyimpanan kopi
- Faktor – faktor yang mempengaruhi tunda
jual adalah total produksi, pendapatan
rumah tangga petani dan kepemilikan
lantai jemur
3. Fatmalasari, M 2016 Analisis Manfaat Uji Mann - Sertifikasi INOFICE sudah memberikan Penelitian ini cukup berkaitan
Sertifikasi Indonesian Whitney U manfaat berkelanjutan secara ekonomi, dengan penelitian penulis karena
Organic Farm lingkungan dan sosial menganalisis keberlanjutan
Certification ( - Sebanyak 73,33% petani sertifikasi usahatani kopi melalui tiga

30
31

Tabel 4. (Lanjutan)

No. Nama Tahun Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian Keterkaitan
INOFICE) terhadap tergolong berkelanjutan dan 96,67% aspek yaitu ekonomi, sosial dan
Keberlanjutan petani cukup berkelanjutan lingkungan. Penelitian ini fokus
Usahatani Kopi - Sertifikasi INOFICE juga sudah pada sertifikasi INOFICE.
Organik di
memberikan manfaat berupa peningkatan
Kecamatan Air
Hitam Kab. Lampung efisiensi biaya kopi
Barat
4. Oktami, N 2014 Manfaat Sertifikasi - Analisis - Pada aspek ekonomi, sertifikasi RA Penelitian ini cukup berkaitan
Rainforest Alliance kuantitatif dan memberikan manfaat dilihat dari dengan penelitian penulis karena
(RA) dalam deskriptif peningkatan kualitas dan pengontrolan menganalisis keberlanjutan
Mengembangkan kualitatif biaya usahatani kopi petani sertifikasi usahatani kopi melalui tiga aspek
Usahatani Kopi yang - Uji beda t-test - Pada aspek lingkungan, pengelolaan yaitu ekonomi, sosial dan
Berkelanjutan di dua sampel perlindungan satwa liar, pengelolaan lingkungan. Penelitian ini fokus
Kecamatan Pulau - Uji Mann tanaman dan limbah terpadu, konservasi pada sertifikasi RA.
Panggung Kabupaten Whitney U ekosistem, air dan tanah yang dilakukan
Tanggamus oleh petani kopi sertifikasi lebih baik
dibandingkan petani non-sertifikasi.
Pada aspek sosial, keaktifan serta
penyediaan lapangan pekerjaan dari
petani sertifikasi untuk masyarakat sekitar
lebih banyak dibandingkan petani non-
sertifikasi
- Faktor-faktor yang berpengaruh positif
terhadap keputusan petani dalam
menerapkan usahatani kopi yang
berkelanjutan adalah pendapatan dan
keikutsertaan dalam program sertifikasi.

31
32

Tabel 4. (Lanjutan)

No. Nama Tahun Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian Keterkaitan
5. Incamilla, A 2015 Keberlanjutan - Uji t - Pendapatan usahatani petani kopi Penelitian ini cukup berkaitan
Usahatani Kopi - Uji Mann sertifikasi lebih tinggi dibandingkan non dengan penelitian penulis karena
Agroforestri di Whitney sertifikasi menganalisis keberlanjutan
Kecamatan Pulau - Tingkat partisipasi petani kopi sertifikasi usahatani kopi melalui tiga aspek
Panggung Kabupaten lebih tinggi dibandingkan non sertifikasi yaitu ekonomi, sosial dan
Tanggamus - Manfaat tidak langsung yang lingkungan. Penelitian ini fokus
diasumsikan mampu diperoleh petani pada kopi agroforestri.
kopi adalah sebesar 4.191.080 per hektar
6. Chairawaty, F 2012 Dampak Pelaksanaan Analisis deskriptif - Dampak pelaksanaan perlindungan Penelitian ini cukup berkaitan
Perlindungan lingkungan yang dirasakan oleh petani dengan penelitian penulis karena
Lingkungan Melalui lebih didominasi oleh dampak ekonomi menganalisis aspek lingkungan
Sertifikasi Fair Trade berupa berkurangnya biaya input dari dalam sertifikasi kopi yaitu Fair
(Studi Kasus: Petani pembelian bahan-bahan kimia Trade.
Kopi Anggota - Salah satu strategi yang dapat diterapkan
Koperasi Permata dalam hal perlindungan lingkungan
Gayo, Nanggroe adalah pemberian pelatihan berupa teori
Aceh Darussalam) berikut praktek secara langsung
7. Hakim dan 2011 Prospek Ekspor Kopi Analisis trend - Volume dan nilai ekspor kopi arabika Penelitian ini kurang berkaitan
Septian Arabika Organik organik bersertifikat mengalami dengan penelitian penulis, tetapi
Bersertifikat di peningkatan di masa-masa mendatang, penelitian ini memberikan
Kabupaten Aceh walaupun secara monimal nilainya informasi bahwa kopi organik
Tengah berfluktuasi, tetapi tetap menunjukkan bersertifikat memiliki prospek
peningkatan yang positif ekspor yang cerah dan
- Ekspor kopi Kabupaten Aceh Tengah menunjukkan peningkatan
dapat dikatakan memberikan prospek positif.
yang cerah

32
33

Tabel 4. (Lanjutan)

No. Nama Tahun Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian Keterkaitan
8. Chandra, D 2013 Prospek Perdagangan Metode ARIMA - Volume ekspor kopi robusta Indonesia Penelitian ini kurang berkaitan
Kopi Robusta (Autoregressive pada sepuluh tahun mendatang memiliki dengan penelitian penulis, tetapi
Indonesia di Pasar Integreted Moving prospek yang baik penelitian ini memberikan
Internasional Average) - Pemerintah harus mendukung informasi bahwa volume ekspor
terwujudnya kondisi ekspor yang baik di kopi robusta memiliki prospek
masa mendatang yang baik di pasar internasional
9. Risandewi, T 2013 Analisis Efisiensi - Analisis Data - Tingkat efisiensi produksi rata-rata kopi Penelitian ini kurang berkaitan
Produksi Kopi Envelopment robusta di Kecamatan Candiroto masih dengan penelitian penulis, tetapi
Robusta di Kabupaten Analysis (DEA) belum efisien yaitu 73,24% penelitian ini memberikan
Temanggung (Studi - Analisis regresi Faktor-faktor yang mempengaruhi secara informasi tentang faktor – faktor
Kasus di Kecamatan signifikan terhadap tingkat produksi kopi yang berpengaruh nyata terhadap
Candiroto) robusta di Kecamatan Candiroto adalah produksi kopi robusta.
luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah
tanaman, penggunaan pupuk dan umur
tanaman
- Cara meningkatkan efisiensi produksi
kopi robusta di Kecamatan Candiroto
adalah dengan mengurangi jumlah tenaga
kerja yang tidak diperlukan, peremajaan
umur kopi robusta, mengurangi jumlah
pupuk agar tidak berlebihan
10. Nalurita, S 2014 Analisis Daya Saing Analisis deskriptif - Analisis daya saing secara komparatif, Penelitian ini kurang berkaitan
dan Strategi kualitatif dan kopi Indonesia memiliki daya saing di dengan penelitian penulis, tetapi
Pengembangan kuantitatif pasar internasional penelitian ini memberikan
Agribisnis Kopi - Kopi Indonesia juga memiliki informasi bahwa kopi Indonesia
Indonesia keunggulan secara kompetitif yang memiliki daya saing di pasar
didukung oleh kondisi faktor, industri internasional.
terkait dan pendukung, peran pemerintah
serta kesempatan.strategi peningkatan
daya saing

33
34

2.3 Kerangka Pemikiran

Kopi adalah salah satu komoditas perkebunan pendorong agribisnis yang

membantu menyumbang devisa negara. Demi dapat bersaing di pasar

internasional, kualitas dan mutu kopi harus diperhatikan agar mampu

mendapatkan harga jual kopi yang tinggi. Salah satu upaya agar kualitas dan

mutu kopi dapat diperhitungkan di pasar internasional adalah sertifikasi kopi.

Kopi bersertifikasi internasional dapat memasuki pasar internasional karena

kualitas dan mutunya yang terjamin.

Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu sentra produksi kopi di Provinsi

Lampung. Salah satu sertifikasi kopi yang ada di Provinsi Lampung adalah

sertifikasi 4C. Berdasarkan sertifikasinya, petani kopi terbagi dalam dua

kelompok yaitu petani sertifikasi dan petani nonsertifikasi. Selanjutnya akan

diteliti keberlanjutan usahatani kopi pada dua kelompok petani tersebut.

Keberlanjutan usahatani kopi ditinjau dari tiga aspek, yaitu ekonomi, lingkungan

dan sosial.

Aspek ekonomi ditinjau dari pendapatan kopi, pendapatan usahatani, biaya

usahatani dan harga jual kopi. Aspek sosial ditinjau dari praktik usahatani yang

berkelanjutan secara sosial. Aspek lingkungan ditinjau dari praktik usahatani kopi

yang berkelanjutan secara lingkungan. Kerangka berpikir analisis keberlanjutan

usahatani kopi sertifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.


35

Petani kopi

Sertifikasi Nonsertifikasi

Keberlanjutan usahatani kopi

Aspek ekonomi Aspek sosial Aspek lingkungan

Pendapatan Partisipasi Praktik usahatani


kopi petani dalam kopi yang
kelompok berkelanjutan
masyarakat secara lingkungan
Pendapatan
usahatani
Hak masa
Biaya usahatani kanak-kanak
dan pendidikan

Harga jual kopi Kesehatan dan


keselamatan
kerja

Gambar 2. Kerangka pemikiran analisis keberlanjutan usahatani kopi sertifikasi


4C di Kabupaten Tanggamus
36

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

(1) Diduga pendapatan usahatani petani sertifikasi lebih besar daripada

pendapatan petani nonsertifikasi

(2) Diduga praktik usahatani yang berkelanjutan secara sosial petani sertifikasi

lebih berkelanjutan daripada petani nonsertifikasi

(3) Diduga praktik usahatani petani sertifikasi yang berkelanjutan secara

lingkungan petani sertifikasi lebih berkelanjutan daripada petani

nonsertifikasi
37

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian dan Definisi Operasional

3.1.1 Jenis Penelitian

Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara dengan

responden. Wawancara atau interview adalah suatu cara mengumpulkan data

dengan menanyakan langsung kepada informan atau responden. Responden pada

penelitian ini adalah petani sertifikasi dan petani nonsertifikasi.

3.1.2 Definisi Operasional

Definisi operasional mencakup pengertian mengenai unsur – unsur yang akan

diteliti untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

Sertifikasi kopi adalah proses dimana pihak ketiga memverifikasi pemenuhan

standar dengan melakukan budidaya kopi yang baik dan benar sesuai dengan

standar yang telah ditentukan pemberi sertifikasi sehingga mutu dan kualitas kopi

terjamin.

Sertifikasi 4C adalah sertifikasi kopi yang berafiliasi dengan PT Nestle Indonesia

dan telah diterapkan pada pengelolaan usahatani petani binaan perusahaan.


38

Petani sertifikasi adalah petani kopi yang tergabung dalam kelompok tani yang

telah tersertifikasi 4C di Kecamatan Pulau Panggung dan Air Naningan,

Kabupaten Tanggamus.

Petani nonsertifikasi adalah petani kopi yang tidak tergabung dalam kelompok

tani tersertifikasi 4C di Kecamatan Pulau Panggung dan Air Naningan, Kabupaten

Tanggamus.

Usahatani kopi berkelanjutan adalah usahatani kopi yang dilakukan oleh petani

yang tetap memperhatikan tiga aspek, yaitu aspek ekonomi, sosial dan

lingkungan.

Harga jual kopi adalah harga kopi yang didapatkan petani saat menjual hasil

panen kopi. Harga jual kopi diukur dalam satuan rupiah per kg (Rp/kg).

Pendapatan kopi adalah selisih antara total penerimaan tanaman kopi dan total

biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam satu tahun. Pendapatan kopi diukur

dalam satuan rupiah per tahun (Rp/tahun).

Pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan tanaman kopi,

tanaman tumpangsari serta tanaman naungan dan total biaya yang dikeluarkan

oleh petani dalam satu tahun. Pendapatan usahatani diukur dalam satuan rupiah

per tahun (Rp/tahun).

Biaya usahatani adalah jumlah rupiah yang dikeluarkan oleh petani untuk

memproduksi kopi dalam satu tahun masa tanam. Biaya usahatani diukur dalam

satuan rupiah per tahun (Rp/tahun).


39

Produksi kopi adalah jumlah kopi yang dihasilkan dalam satu tahun musim panen.

Produksi kopi diukur dalam satuan kilogram (kg).

Partisipasi petani adalah keterlibatan petani kopi dalam kegiatan kelompok tani

yang diikuti.

Kelompok tani adalah perkumpulan petani kopi yang terbentuk atas dasar

kemauan para anggota untuk meningkatkan dan mengembangkan usahatani

anggota.

Aspek lingkungan adalah salah satu aspek penting untuk mengetahui

keberlanjutan suatu usahatani kopi. Indikator yang digunakan dalam aspek

lingkungan adalah konservasi keanekaragaman hayati; pengelolaan hama, gulma

dan penyakit; penanganan pestisida dan bahan kimia berbahaya lainnya;

konservasi tanah; konservasi air; kesuburan tanah dan manajemen pupuk; serta

manajemen limbah.

Pestisida kimia adalah jumlah pestisida berbahan kimia yang digunakan petani

pada kegiatan usahatani kopi dalam satu tahun masa tanam. Pestisida kimia

diukur dalam satuan liter (l).

Pupuk kimia adalah jumlah pupuk berbahan kimia yang digunakan petani dalam

kegiatan usahatani kopi dalam satu tahun masa tanam. Pupuk kimia diukur dalam

satuan kilogram (kg).


40

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Pemilihan

lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa

Kabupaten Tanggamus adalah salah satu sentra produksi kopi di Provinsi

Lampung dan terdapat petani bersertifikasi yang aktif di beberapa daerahnya.

Kabupaten Tanggamus berkontribusi sebesar 19,06% atau 17.519 ton dari total

produksi kopi robusta perkebunan rakyat di Provinsi Lampung (Kementerian

Pertanian, 2016). Luas areal, produksi dan produktivitas tanaman kopi di

Kabupaten Tanggamus dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas areal, produksi dan produktivitas tanaman kopi Kabupaten


Tanggamus Tahun 2014

No. Kecamatan Luas Areal Produksi Produktivitas


(Ha) (Ton) (Kg/Ha)
1. Wonosobo 2.223 1.400,00 753,09
2. Semaka 340 442,00 1.300,00
3. Bandar Negeri Semuong 805 400,00 623,05
4. Kota Agung 327 234,00 893,13
5. Pematang Sawa 1.154 500,00 764,53
6. Kota Agung Barat 216 160,00 952,38
7. Kota Agung Timur 354 155,00 767,33
8. Pulau Panggung 7.339 5.250,00 879,25
9. Ulu Belu 7.549 4.970,00 838,11
10. Air Naningan 6.984 4.585,00 786,85
11. Talang Padang 304 80,00 444,44
12. Sumberejo 2.147 1.559,32 805,85
13. Gisting 1.281 680,81 602,49
14. Gunung Alip 1.180 897,00 901,51
15. Pugung 6.567 4.180,50 764,68
16. Bulok 1.660 600,00 648,65
17. Cukuh Balak 1.599 843,00 633,83
18. Kelumbayan 251 289,20 1.279,65
19. Limau 1.191 19,60 21,08
20. Kelumbayan Barat 445 336,00 1.200,00
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tanggamus, 2015
41

Data pada Tabel 5 menunjukkan tiga kecamatan penghasil kopi tertinggi di

Kabupaten Tanggamus adalah Kecamatan Pulau Panggung, Ulu Belu dan Air

Naningan. Kecamatan penghasil kopi terendah di Kabupaten Tanggamus adalah

Kecamatan Limau. Penelitian akan dilakukan di Kecamatan Pulau Panggung dan

Air Naningan dengan pertimbangan bahwa sebagian besar petani kopi di kedua

daerah tersebut telah menerapkan sertifikasi 4C dalam kurung waktu lebih atau

sama dengan dua tahun dan petani aktif dalam mengikuti pelatihan dan pembinaan

yang diadakan oleh PT Nestle Indonesia. Selain itu, Kecamatan Pulau Panggung

adalah kecamatan dengan produksi kopi tertinggi dan di Kecamatan Air Naningan

terdapat Kelompok Usaha Bersama (KUB) Rendingan yang merupakan tempat

petani sertifikasi menjual hasil panen kopi. Desa yang memiliki kelompok petani

bersertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung adalah Desa Gunung Meraksa,

sedangkan desa yang memiliki kelompok petani bersertifikasi di Kecamatan Air

Naningan adalah Desa Sinar Sekampung, sehingga penelitian akan dilaksanakan

di Desa Gunung Meraksa dan Desa Sinar Sekampung. Jumlah populasi petani

bersertifikasi di Desa Gunung Meraksa dan Desa Sinar Sekampung adalah 103

orang.

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Isaac dan

Michael dalam Sugiyono (2004) sebagai berikut.

λ . N. P. Q
s=
d (N − 1) + λ . P. Q

Keterangan:

s : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi petani sertifikasi


42
2
: tingkat kepercayaan (95% = 1,841)

P.Q : proporsi populasi (0,05)

d : tingkat akurasi (0,05)

Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel petani sertifikasi keseluruhan

adalah sebagai berikut.

(1,841) x 103 x 0,05


n=
(0,05)2 (103-1) + (1,841) x 0,05

17,45
=
0,25 + 0,15

= 43,62 ≈> 44

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka didapatkan jumlah sampel petani

sertifikasi adalah 44 orang. Pengambilan sampel di masing-masing desa

dilakukan dengan rumus alokasi proporsional sampel sebagai berikut.

Ni
ni = xn
N

Keterangan :

ni = jumlah sampel menurut stratum

Ni = jumlah populasi menurut stratum

n = jumlah sampel keseluruhan

N = jumlah populasi keseluruhan

Berdasarkan rumus tersebut, maka didapatkan jumlah sampel di masing – masing

desa. Jumlah petani yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 6.


43

Tabel 6. Jumlah petani sertifikasi yang diteliti

Kecamatan Desa Kelompok Tani Populasi Sampel


Pulau Panggung Gunung Meraksa Sumber Makmur 21 9
Ajan Sejahtera 16 7
Air Naningan Sinar Sekampung Serumpun Jaye 15 6
Harapan Bunda 20 9
Maju Sejahtera 4 15 6
Maju Sejahtera 5 16 7
Jumlah 103 44

Tabel 6 menunjukkan jumlah petani sertifikasi yang diteliti berjumlah 44 orang.

Populasi petani nonsertifikasi di lokasi penelitian berjumlah 24 orang.

Berdasarkan hal tersebut didapatkan bahwa jumlah sampel keseluruhan sebanyak

68 orang. Sampel petani sertifikasi dipilih secara acak kelompok (cluster random

sampling) dimana dari masing masing sub populasi atau kelompok desa (cluster)

diambil sampel secara proposional tergantung ukuran sub populasi. Metode

cluster random sampling menggunakan kerangka sampling yang dapat dilihat

pada Tabel 35 dan Tabel 36 terlampir. Sampel petani nonsertifikasi diambil

secara sensus karena populasi hanya berjumlah 24 orang. Waktu pengumpulan

data lapangan dilakukan pada bulan Agustus 2017 sampai November 2017.

3.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti

langsung dari sumber pertama, dalam hal ini merupakan petani kopi. Teknik

pengumpulan data primer adalah wawancara dengan bantuan kuisioner untuk

memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian serta

pengamatan langsung pada lapangan atau lokasi penelitian. Data sekunder adalah

data pendukung yang diperoleh dari institusi atau organisasi yang berkaitan
44

dengan penelitian. Instansi atau organisasi yang berkaitan dengan penelitian ini

adalah Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, Badan Pusat Statistik Kabupaten

Tanggamus, Dinas Perkebunan dan instansi lainnya.

3.4 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif

dan deskriptif kualitatif. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab

ketiga tujuan dalam penelitian ini, sedangkan metode analisis deskriptif kualitatif

digunakan untuk menjabarkan hasil penelitian usahatani kopi yang berkelanjutan

berdasarkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.

3.4.1 Metode Analisis Tujuan Pertama

3.4.1.1 Pendapatan Usahatani

Tujuan pertama dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat pendapatan petani

sertifikasi dan petani non sertifikasi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara

penerimaan dan semua biaya. Rumus pendapatan usahatani yang dikemukakan

oleh Soekartawi (1995) adalah sebagai berikut.

Pd = TR – TC

Keterangan:

Pd = pendapatan usahatani (Rp)

TR = total penerimaan (tanaman kopi, tanaman naungan dan tanaman

tumpangsari (Rp))

TC = total biaya (tanaman kopi, tanaman naungan dan tanaman

tumpangsari (Rp))
45

3.4.1.2 Return Cost Ratio (R/C Ratio)

Dalam usahatani, untuk mengetahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau

tidak, dapat dianalisis dengan menggunakan analisis R/C ratio, yaitu

perbandingan (nisbah) total penerimaan terhadap total biaya. Rumus untuk

menghitung nilai R/C ratio adalah sebagai berikut.

R/C = PT / BT

Keterangan:

R/C = nisbah penerimaan dan biaya

PT = penerimaan total (Rp)

BT = biaya total (Rp)

Kriteria pengukuran dalam R/C ratio adalah sebagai berikut.

(1) Jika R/C > 1, artinya usahatani yang dilakukan mengalami keuntungan

(2) Jika R/C < 1, artinya usahatani yang dilakukan mengalami kerugian

(3) Jika R/C = 1, artinya usahatani yang dilakukan mengalami impas (tidak

untung dan tidak rugi)

3.4.1.3 Uji Beda t-test

Uji beda t-test merupakan uji statistika yang digunakan untuk melihat ada

tidaknya perbedaan antara pendapatan usahatani kopi petani sertifikasi dan petani

nonsertifikasi. Rumus yang digunakan dalam uji ini adalah sebagai berikut

(Sugiyono, 2006).
46

X − X
t hitung =
s s
n + n

Keterangan:

X = rata – rata pendapatan petani sertifikasi

X = rata – rata pendapatan petani nonsertifikasi

S1 = standar deviasi pendapatan petani sertifikasi

S2 = standar deviasi pendapatan petani nonsertifikasi

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H0 : µ 1 = µ 2 artinya tidak terdapat perbedaan antara pendapatan petani

sertifikasi dan petani nonsertifikasi

H1 : µ 1 ≠ µ 2 artinya terdapat perbedaan antara pendapatan petani sertifikasi dan

petani nonsertifikasi

Hipotesis tersebut diuji dengan uji beda t-test yang dilakukan dengan

menggunakan SPSS 16 sebagai alat bantu perhitungan. Kriteria pengambilan

keputusan adalah sebagai berikut.

(1) Jika nilai sig (2-tailed) > 0,05, maka H0 diterima, artinya tidak terdapat

perbedaan antara pendapatan petani sertifikasi dan petani nonsertifikasi

(2) Jika nilai sig (2-tailed) < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan

antara pendapatan petani sertifikasi dan petani nonsertifikasi


47

3.4.1.4 Praktik Penerapan Usahatani yang Berkelanjutan Secara Ekonomi

Selain menghitung pendapatan usahatani, manfaat ekonomi sertifikasi 4C juga

melihat praktik penerapan usahatani yang berkelanjutan secara ekonomi.

Penilaian praktik usahatani yang berkelanjutan secara ekonomi diukur dengan

menggunakan skala likert. Indikator penilaian praktik usahatani yang

berkelanjutan secara ekonomi dapat dilihat secara jelas pada Tabel 7.

Tabel 7. Indikator penilaian praktik usahatani yang berkelanjutan secara ekonomi

No. Indikator Skor Penilaian


1. Produktivitas usahatani kopi (1) Tidak
(2) Sama saja
(3) Ya
2. Kemudahan dalam memperoleh informasi (1) Tidak
pasar berupa harga kopi yang sedang berlaku (2) Sama saja
(3) Ya, mudah
3. Harga jual kopi (1) Tidak
(2) Sama saja
(3) Ya
4. Transparansi dalam penilaian mutu kopi yang (1) Tidak
dihasilkan (kadar air, cacat biji, dll) sebagai (2) Kadang-kadang,
pertimbangan harga jual kopi tergantung tengkulak
(3) Ya
5. Kemudahan dalam pemasaran kopi (1) Tidak
(2) Sama saja
(3) Ya

Pengukuran penilaian praktik usahatani yang berkelanjutan secara ekonomi

dilakukan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan. Jawaban tersebut

memiliki kategori skor dengan penilaian sebagai berikut.

(1) Skor 1 apabila tidak sesuai standar

(2) Skor 2 apabila kurang sesuai standar

(3) Skor 3 apabila sesuai standar


48

3.4.1.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk menunjukkan apakah indikator yang

akan digunakan untuk mengukur data penelitian benar – benar dapat mengukur

dalam penelitian. Uji validitas memiliki tujuan untuk mengetahui kesahan alat

ukur sehingga mampu mengukur apa yang akan diukur, sedangkan uji reliabilitas

dilakukan untuk mengetahui konsistensi setiap item sebagai alat ukur sehingga

hasil pengukuran dapat dipercaya. Menurut Sufren dan Natanael (2013), uji

validitas merupakan suatu alat ukur yang valid dan dapat menjalankan fungsi

ukurnya dengan tepat, juga memiliki kecermatan tinggi dalam mengukur sah atau

valid tidaknya suatu kuisioner. Nilai validitas dapat dikatakan baik jika nilai

Corrected Item dari Total Correlation bernilai di atas 0,2. Apabila nilai korelasi

butir Corrected Item dari butir Total Correlation sudah di atas 0,2 maka butir –

butir tersebut sudah dikatakan valid.

Reliabilitas adalah alat yang digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika

jawaban seseorang terhadap pertanyaan selalu konsisten. Pengujian reliabilitas

dihitung dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha. Suatu instrumen

dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,6 (Ghozali, 2002).

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan SPSS 16 sebagai alat

bantu perhitungan.
49

3.4.1.6 Uji Mann Whitney U-Test

Uji Mann Whitney U-Test merupakan uji non parametrik yang digunakan untuk

menguji hipotesis komparatif dua sampel independen bila datanya berbentuk

ordinal. Uji Mann Whitney dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H0 : µ 1 = µ 2 artinya tidak terdapat perbedaan antara praktik usahatani yang

berkelanjutan secara ekonomi petani sertifikasi dan petani

nonsertifikasi

H1 : µ 1 ≠ µ 2 artinya terdapat perbedaan antara praktik usahatani yang

berkelanjutan secara ekonomi petani sertifikasi dan petani

nonsertifikasi

Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut.

(1) Jika nilai sig (2-tailed) > 0,05, maka H0 diterima, artinya tidak terdapat

perbedaan antara praktik usahatani yang berkelanjutan secara ekonomi petani

sertifikasi dan petani nonsertifikasi

(2) Jika nilai sig (2-tailed) < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan

antara praktik usahatani yang berkelanjutan secara ekonomi petani sertifikasi

dan petani nonsertifikasi


50

3.4.2 Metode Analisis Tujuan Kedua

3.4.2.1 Skala Likert

Tujuan kedua dari penelitian ini adalah menganalisis petani kopi sertifikasi dan

petani kopi nonsertifikasi dalam melakukan praktik usahatani yang berkelanjutan

secara sosial. Penilaian praktik usahatani yang berkelanjutan secara sosial diukur

dengan menggunakan skala likert. Indikator penilaian praktik usahatani yang

berkelanjutan secara sosial dapat dilihat secara lebih jelas pada Tabel 8.

Tabel 8. Indikator penilaian penilaian praktik usahatani yang berkelanjutan secara


sosial

No. Indikator Skor Penilaian


Partisipasi dalam Kelompok Masyarakat
1. Mengikuti kelompok tani (1) Tidak
(2) Tidak tahu
(3) Ya
2. Keaktifan dalam mengikuti kegiatan kelompok tani (1) Tidak pernah
(2) Jarang (< 3 kali
setahun)
(3) Sering (> 3 kali
setahun)
3. Mengikuti kegiatan kelompok masyarakat (1) Tidak
(2) Tidak tahu
(3) Ya
4. Jumlah kelompok masyarakat yang diikuti (1) Tidak pernah
(2) Hanya satu
(3) Lebih dari satu
5. Keaktifan dalam mengikuti kegiatan kelompok (1) Tidak pernah
masyarakat (2) Jarang (< 3 kali
setahun)
(3) Sering ( > 3 kali
setahun)
6. Keaktifan dalam kegiatan gotong royong di (1) Tidak pernah
lingkungan sekitar (2) Jarang (< 3 kali
setahun)
(3) Sering ( > 3 kali
setahun)
Hak Masa Kanak-Kanak dan Pendidikan
1. Apakah anak usia < 15 tahun di lingkungan sekitar (1) Tidak bersekolah
bersekolah (2) Mayoritas bersekolah
(3) Semua bersekolah
51

Tabel 8. (Lanjutan)

No. Indikator Skor Penilaian


2. Apakah anak usia < 15 tahun di lingkungan sekitar menjadi (1) Tidak tahu
buruh tani (2) Ada beberapa
(3) Tidak ada
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1. Memiliki alat pelindung diri (1) Tidak ada
(2) Hanya satu
(3) Lebih dari satu
2. Penggunaan alat pelindung diri saat bekerja di kebun (1) Tidak
(2) Jarang
(3) Selalu
3. Pembersihan limbah yang ada setelah bekerja (1) Tidak
(2) Jarang
(3) Selalu

Pengukuran penilaian praktik usahatani yang berkelanjutan secara sosial

dilakukan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan. Jawaban tersebut

memiliki kategori skor dengan penilaian sebagai berikut.

(1) Skor 1 apabila tidak sesuai standar

(2) Skor 2 apabila kurang sesuai standar

(3) Skor 3 apabila sesuai standar

3.4.2.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

Sama halnya dengan indikator aspek ekonomi, indikator pada aspek sosial ini juga

dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas memiliki tujuan untuk

mengetahui kesahan alat ukur sehingga mampu mengukur apa yang akan diukur,

sedangkan uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi setiap item

sebagai alat ukur sehingga hasil pengukuran dapat dipercaya. Uji validitas dan

reliabilitas dilakukan dengan menggunakan SPSS 16 sebagai alat bantu

perhitungan.
52

3.4.2.3 Uji Mann Whitney U-Test

Uji Mann Whitney U-Test merupakan uji non parametrik yang digunakan untuk

menguji hipotesis komparatif dua sampel independen bila datanya berbentuk

ordinal. Uji Mann Whitney dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H0 : µ 1 = µ 2 artinya tidak terdapat perbedaan antara penilaian praktik usahatani

yang berkelanjutan secara sosial petani sertifikasi dan petani

nonsertifikasi

H1 : µ 1 ≠ µ 2 artinya terdapat perbedaan antara penilaian praktik usahatani yang

berkelanjutan secara sosial petani sertifikasi dan petani

nonsertifikasi

Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut.

(3) Jika nilai sig (2-tailed) > 0,05, maka H0 diterima, artinya tidak terdapat

perbedaan antara penilaian praktik usahatani yang berkelanjutan secara sosial

petani sertifikasi dan petani nonsertifikasi

(4) Jika nilai sig (2-tailed) < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan

antara penilaian praktik usahatani yang berkelanjutan secara sosial petani

sertifikasi dan petani nonsertifikasi


53

3.4.3 Metode Analisis Tujuan Ketiga

3.4.3.1 Skala Likert

Tujuan ketiga dari penelitian ini adalah menganalisis petani kopi sertifikasi dan

petani kopi non sertifikasi dalam memperhatikan lingkungan. Indikator yang

digunakan untuk penilaian petani dalam memperhatikan lingkungan mengacu

pada Kode Perilaku 4C, yaitu.

(1) Konservasi keanekaragaman hayati

(2) Penggunaan pestisida

(3) Penanganan pestisida dan bahan kimia berbahaya lain

(4) Konservasi tanah

(5) Kesuburan tanah dan manajemen pupuk

(6) Kesuburan tanah dan manajemen zat organik

(7) Sumber air

(8) Air limbah

(9) Limbah berbahaya

Indikator penilaian usahatani kopi berdasarkan aspek lingkungan dapat dilihat

lebih jelas pada Tabel 9.

Tabel 9. Indikator penilaian usahatani kopi berdasarkan aspek lingkungan

No. Indikator Skor Penilaian


Konservasi Keanekaragaman Hayati
1. Yang dilakukan bila melihat satwa liar (1) Dibunuh
di kebun (2) Diusir
(3) Dibiarkan
2. Peta kebun sendiri (1) Tidak ada
(2) Sedang disusun
(3) Ada
54

Tabel 9. (Lanjutan)

No. Indikator Skor Penilaian


3. Melakukan langkah dan tindakan (1) Tidak
konservasi dengan cara menanam (2) Menanam hanya satu jenis
bermacam tanaman tanaman tumpangsari/naungan
tumpangsari/naungan di kebun (3) Menanam lebih dari satu jenis
tanaman tumpangsari/naungan
Penggunaan Pestisida
1. Pengendalian hama, penyakit dan (1) Tidak ada upaya untuk
gulma di kebun meminimalkan penggunaan
pestisida
(2) Telah berupaya meminimalkan
penggunaan pestisida
(3) Penggunaan pestisida dikurangi,
sesuai kondisi hama, penyakit
dan gulma
2. Menggunakan pestisida daftar merah (1) Pestisida dalam daftar merah 4C
dan daftar kuning 4C digunakan
(2) Pestisida dalam daftar merah 4C
tidak digunakan. Pestisida daftar
kuning 4C mungkin digunakan
(3) Pestisida dalam daftar merah 4C
tidak digunakan dan pestisida
dalam daftar kuning 4C tidak
digunakan atau diminimalkan
3. Menggunakan sistem pengendalian (1) Tidak
hama terpadu (PHT) (2) Sedang disusun
(3) Telah diterapkan
Penanganan Pestisida dan Bahan Kimia Berbahaya Lain
1. Cara menangani pestisida dan bahan (1) Disimpan, digunakan dan
kimia berbahaya lain dibuang dengan cara yang
berbahaya bagi kesehatan
manusia dan lingkungan
(2) Menghindari penyimpanan,
penggunaan dan pembuangan
secara berbahaya
(3) Disimpan, digunakan dan
dibuang dengan cara yang paling
tidak berbahaya bagi kesehatan
manusia dan lingkungan
2. Pengetahuan tentang pestisida dan (1) Tidak mengetahui sifat
bahan kimia lain berbahaya dari pestisida dan
bahan kimia yang digunakan
(2) Orang yang menangani pestisida
dan bahan kimia berbahaya lain
dilatih dalam hal penanganan
yang benar (penggunaan,
penyimpanan, pembuangan)
55

Tabel 9. (Lanjutan)

No. Indikator Skor Penilaian


(3) Semua pestisida dan bahan
kimia berbahaya lain
ditangani dengan benar serta
menggunakan alat pelindung
diri
Konservasi Tanah
1. Kebun pernah mengalami erosi (1)Sering
(2)Beberapa kali
(3)Tidak pernah
2. Kebun memiliki rorak (1)Tidak ada
(2)Hanya satu
(3)Lebih dari satu
3. Membuat terasering di kebun (1)Tidak
(2)Ya, namun hanya sedikit
(3)Ya, di semua lahan yang
miring
Kesuburan Tanah dan Manajemen Pupuk
1. Penggunaan pupuk di kebun (1) Penggunaan berlebihan
(2) Ada sejumlah penggunaan
mineral dan/atau organik
(3) Penggunaan pupuk
disesuaikan dengan kebutuhan
tanaman
2. Memiliki dokumentasi pemupukan (1) Tidak dilakukan
(2) Ada rencana
(3) Telah didokumentasikan dan
dicatat
Kesuburan Tanah dan Manajemen Zat Organik
1. Melakukan pemeliharaan zat organik (1) Tidak
(2) Zat organik digunakan
kembali dan didaur ulang
(3) Zat organik digunakan
kembali dan didaur ulang
serta sebagian menggantikan
pupuk mineral
2. Membuat pupuk dari limbah organik (1) Tidak
(2) Pupuk dari limbah organik
sedang dibuat
(3) Pupuk dari limbah organik
telah digunakan
Sumber Air
1. Sumber air di dekat kebun dijaga (1) Tidak
(2) Dibiarkan
(3) Tidak membuang sampah di
sumber air
2. Menggunakan air dengan efisien (1) Tidak
(2) Mulai dikurangi
(3) Sudah efisien disesuaikan
dengan kebutuhan
56

Tabel 9. (Lanjutan)

No. Indikator Skor


Air Limbah
1. Tempat membuang air bekas cucian (1) Sungai
sprayer pestisida (2) Tanah/kebun
(3) Ada tempat khusus
2. Tempat membuang air limbah rumah (1) Di sungai
tangga (2) Tanah/kebun
(3) Ada tempat khusus
Limbah Berbahaya
1. Mengumpulkan bekas botol atau (1) Tidak
sampah pestisida/pupuk dari kebun (2) Kadang-kadang
(3) Selalu
2. Perlakuan terhadap bekas botol atau (1) Dibakar
sampah pestisida/pupuk dari kebun (2) Dikubur
(3) Dijual untuk didaur ulang

Ketentuan kategori skor yang digunakan adalah sebagai berikut:

(4) Skor 1 apabila tidak sesuai standar

(5) Skor 2 apabila kurang sesuai standar

(6) Skor 3 apabila sesuai standar

3.4.3.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

Sama halnya dengan aspek ekonomi dan sosial, indikator pada aspek lingkungan

ini juga dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas memiliki tujuan

untuk mengetahui kesahan alat ukur sehingga mampu mengukur apa yang akan

diukur, sedangkan uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi setiap

item sebagai alat ukur sehingga hasil pengukuran dapat dipercaya. Uji validitas

dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan SPSS 16 sebagai alat bantu

perhitungan.
57

3.4.3.3 Uji Mann Whitney U-Test

Uji Mann Whitney U-Test merupakan uji non parametrik yang digunakan untuk

menguji hipotesis komparatif dua sampel independen bila datanya berbentuk

ordinal.. Uji Mann Whitney dilakukan dengan menggunakan SPSS 16 sebagai

alat bantu perhitungan.

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H0 : µ 1 = µ 2 artinya tidak terdapat perbedaan antara pengelolaan usahatani

berdasarkan aspek lingkungan petani sertifikasi dan petani

nonsertifikasi

H1 : µ 1 ≠ µ 2 artinya terdapat perbedaan antara pengelolaan usahatani

berdasarkan aspek lingkungan petani sertifikasi dan petani

nonsertifikasi

Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut.

(1) Jika nilai sig (2-tailed) > 0,05, maka H0 diterima, artinya tidak terdapat

perbedaan antara pengelolaan usahatani berdasarkan aspek lingkungan petani

sertifikasi dan petani nonsertifikasi

(2) Jika nilai sig (2-tailed) < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan

antara pengelolaan usahatani berdasarkan aspek lingkungan petani sertifikasi

dan petani nonsertifikasi


58

3.4.3.4 Keberlanjutan Usahatani Kopi

Keberlanjutan usahatani kopi ditinjau berdasarkan tiga aspek yaitu aspek

ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan. Keberlanjutan usahatani kopi

diukur dengan menggunakan indeks keberlanjutan. Rumus indeks keberlanjutan

adalah sebagai berikut.

skor yang diperoleh


Indeks keberlanjutan= x 100%
skor maksimum

Indeks keberlanjutan diklasifikasikan menjadi empat kategori status keberlanjutan

sebagai berikut (Thamrin, dkk., 2007).

(1) 0-25 persen : tidak berkelanjutan (buruk)

(2) 25,01-50 persen : kurang berkelanjutan (kurang)

(3) 50,01-75 persen : cukup berkelanjutan (cukup)

(4) 75,01-100 persen : berkelanjutan (baik)


105

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka didapatkan kesimpulan

sebagai berikut :

(1) Pendapatan usahatani petani kopi sertifikasi lebih tinggi dibandingkan petani

nonsertifikasi. Pendapatan usahatani atas biaya total petani sertifikasi sebesar

Rp16.330.309 per hektar, sedangkan pendapatan usahatani atas biaya total

petani nonsertifikasi sebesar Rp10.637.482 per hektar.

(2) Praktik usahatani kopi yang berkelanjutan secara sosial petani sertifikasi lebih

berkelanjutan dibandingkan petani nonsertifikasi. Rata-rata total skor

penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan secara sosial petani

sertifikasi dan petani nonsertifikasi masing-masing sebesar 29,80 dan 20,46.

(3) Praktik usahatani kopi yang berkelanjutan secara lingkungan petani sertifikasi

lebih berkelanjutan dibandingkan petani nonsertifikasi. Rata-rata total skor

penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan secara sosial petani

sertifikasi dan petani nonsertifikasi masing-masing sebesar 50,41 dan 33,17.

Sebanyak 93,2% usahatani petani sertifikasi tergolong berkelanjutan,

sedangkan 91,7% usahatani petani nonsertifikasi tergolong cukup

berkelanjutan.
106

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat

diberikan adalah sebagai berikut :

(1) Bagi pemerintah dan perusahaan kemitraan kopi, disarankan untuk

memberikan kebijakan harga kopi yang lebih baik bagi petani.

(2) Bagi peneliti lain, disarankan untuk meneliti pendapatan rumah tangga petani

kopi di Kabupaten Tanggamus.


107

DAFTAR PUSTAKA

Ardiyani, F., dan N. P. Erdiansyah. 2012. Sertifikasi Kopi Berkelanjutan di


Indonesia. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus. 2015. Tanggamus dalam Angka


2015. BPS Kabupaten Tanggamus. Kota Agung.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2016. Provinsi Lampung dalam Angka
2016. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2016. Statistik Indonesia 2016. BPS
Indonesia. Jakarta.

Chairawaty, F. 2012. “Dampak Pelaksanaan Perlindungan Lingkungan Melalui


Sertifikasi Fair Trade (Studi Kasus: Petani Kopi Anggota Koperasi Permata
Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Nanggroe Aceh Darussalam).” Jurnal
UNDIP, Vol. 10(2), 2012. Pp: 76-84.

Chandra, D., R.H. Ismono, dan E. Kasymir. 2013. “Prospek Perdagangan Kopi
Robusta Indonesia di Pasar Internasional.” Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis (JIIA) ,
Vol. 1(1), Januari 2013. Pp: 10-15.

Dewan Guru Besar IPB. 2012. Merevolusi Revolusi Hijau. IPB Press. Bogor.

Dewan 4C. 2015. Kode Perilaku 4C. www.4c-coffeeassociation.org. Diakses


pada 21 Oktober 2016 pukul 16.30 WIB.

Fatmalasari, M., F.E. Prasmatiwi, dan N. Rosanti. 2016. “Analisis Manfaat


Sertifikasi Indonesian Organic Farm Certification (INOFICE) terhadap
Keberlanjutan Usahatani Kopi Organik di Kecamatan Air Hitam Kabupaten
Lampung Barat.” Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis (JIIA) , Vol. 4(1), Januari 2016.
Pp: 30-39.

Ghozali, I. 2002. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Undip


Press. Semarang.

Hakim, L., dan A. Septian. 2011. “Prospek Ekspor Kopi Arabika Organik
Bersertifikat di Kabupaten Aceh Tengah.” Jurnal Agrisep, Vol. 12(1), 2011.
Pp: 1-8.
108

Incamilla, A., B. Arifin, dan A. Nugraha. 2015. “Keberlanjutan Usahatani Kopi


Agroforestri di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.” Jurnal
Ilmu-Ilmu Agribisnis (JIIA) , Vol. 3(3), Juni 2015. Pp: 260-267.

Juwita, T., F. E. Prasmatiwi, dan H. Santoso. 2014. “Manfaat Finansial


Pembinaan dan Verifikasi Kopi dalam Upaya Peningkatan Mutu Kopi: Studi
Kasus Program Verifikasi Binaan PT Nestle Indonesia di Kabupaten
Tanggamus.” Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis (JIIA) , Vol. 2(3), Juni 2014. Pp:
276-284.

Kementerian Pertanian. 2016. Outlook Kopi: Komoditas Pertanian Subsektor


Perkebunan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal –
Kementerian Pertanian. Jakarta.

Leimona, B., S. Amaruzaman, B. Arifin, F. Yasmin, F. Hasan, H. Agusta, P.


Sprang, S. Jaffee, dan J. Frias. 2015. Kebijakan dan Strategi “Pertanian
Hijau” Indonesia: Menjembatani Kesenjangan antara Aspirasi dan Aplikasi.
World Agroforestry Centre (ICRAF) – Southeast Asia Regional Program.
Bogor.

Nalurita, S., R.W. Asmarantaka, dan S. Jahroh. 2014. “Analisis Dayasaing dan
Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia.” Jurnal Agribisnis
Indonesia, Vol. 2(1), Juni 2014. Pp: 63-74.

Oktami, N., F.E. Prasmatiwi, dan N. Rosanti. 2014. “Manfaat Sertifikasi


Rainforest Alliance (RA) dalam Mengembangkan Usahatani Kopi yang
Berkelanjutan di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.” Jurnal
Ilmu-Ilmu Agribisnis (JIIA) , Vol. 2(4), Oktober 2014. Pp: 337-347.

Pratama, Y., R.H. Ismono, dan F.E. Prasmatiwi. 2015. “Manfaat Ekonomi dan
Risiko Tunda Jual Kopi di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus.” Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis (JIIA) , Vol. 3(3), Juni
2015. Pp: 268-276.

Reijntjes, C., B. Haverkort, dan A. Water-Bayer. 2002. Pertanian Masa Depan:


Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah.
Kanisius. Yogyakarta.

Risandewi, T. 2013. “Analisis Efisiensi Produksi Kopi Robusta di Kabupaten


Temanggung (Studi Kasus di Kecamatan Candiroto).” Jurnal Litbang Provinsi
Jawa Tengah, Vol. 11(1), Juni 2013. Pp: 87-102.

Salikin, K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta.


Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta.
Sufren dan Natanael, Y. 2013. Mahir Menggunakan SPSS Secara Otodidak. PT
Elex Media Komputindo. Jakarta.
109

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. CV Alfabeta. Bandung.

________. 2006. Statistika untuk Penelitian. CV Alfabeta. Bandung.

Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Swadaya. Jakarta.

Thamrin, Sutjahjo, Herison, dan Sabiham. 2007. “Analisis Keberlanjutan


Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia untuk Pengembangan
Kawasan Agropolitan.” Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 25 (2), Oktober 2007. Pp:
103-124.

You might also like