Professional Documents
Culture Documents
Menyikapi Kehadiran Siswa Berkebutuhan Khusus Dalam Pembelajaran Sejarah Di Kelas: Perbandingan Sekolah Inklusi Dan Non-Inklusi
Menyikapi Kehadiran Siswa Berkebutuhan Khusus Dalam Pembelajaran Sejarah Di Kelas: Perbandingan Sekolah Inklusi Dan Non-Inklusi
23286
RESEARCH ARTICLE
To cite this article: Halim, W.H.S., Wiyanarti, E., Kusmarni, Y.. (2020). Menyikapi kehadiran siswa berkebutuhan khusus
dalam pembelajaran sejarah di kelas: perbandingan sekolah inklusi dan non-inklusi HISTORIA: Jurnal Pendidik dan
Peneliti Sejarah, 3 (2). 2020. 123-134, DOI: https://doi.org/10.17509/historia.v3i2.23286
Naskah diterima : 15 Februari 2020, Naskah direvisi : 20 April 2020, Naskah disetujui : 30 April 2020
Abstract
The characteristic of history subject are consist of facts to implement the significance of past event presented in the learning
process, it probably leads student toward attitude transformation. Those opportunities should be provided to all student,
including for those whose special needs. The emergences of 17s sustainable development goals (no. 4: Quality Education)
has created multiple platforms to carry out inclusive education, including during history learning process. This article
uses descriptive study method to get in-depth explanation about history learning process in a set of inclusive education
implementation by comparing the condition between inclusive school and non-inclusive school. The result showed (1) lack
of understanding of history teacher in identify special needs students has becoming the main bottleneck during learning
process; (2) lack of history teacher’s capability in arranging PPI (Individual Learning Program) for special needs students; (3)
supporting teacher’s unavailability in helping history teacher during learning process.
Abstrak
Karakteristik mata pelajaran sejarah terdiri dari fakta yang mampu menunjang pemaknaan peristiwa sejarah dalam proses
pembelajaran yang diharapkan mampu mengarahkan peserta didik menuju perubahan sikap ke arah yang positif. Peran
dari mata pelajaran sejarah tersebut dipandang strategis, sehingga memungkinkan semua peserta didik memiliki hak untuk
melakukan proses perubahan sikap melalui pemaknaan peristiwa sejarah, termasuk bagi peserta didik yang memiliki
kebutuhan khusus. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif untuk memperoleh penjelasan mendalam mengenai
penyelenggaraan pembelajaran sejarah dalam setting inklusi dengan membandingkan pembelajaran di sekolah inklusi
dengan sekolah non-iklusi yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kendala
utama dalam menyelenggarakan pembelajaran sejarah di sekolah non-inklusi terletak pada (1) kurangnya proses identifikasi
terhadap anak berkebutuhan khusus; (2) kurang mampunya guru sejarah dalam menyusun PPI (Program Pembelajaran
Individu); (3) ketidaktersediaan guru pendamping anak berkebutuhan khusus dalam pembelajaran sejarah.
Kata Kunci: Anak berkebutuhan khusus; pembelajaran sejarah; pendidikan inklusi; studi deskriptif
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian deskriptif kualitatif karena penelitian
yang dilakukan di SMAN 1 Cileunyi dan SMAS Mutiara
Bunda memiliki subjek penelitian yang merupakan
bagian dari gejala sosial, situasi lapangan disajikan tanpa
dimanipulasi yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis dari pelaku yang dapat diamati dan
bersifat natural. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari
Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2010: hlm. 4) yang
menyatakan bahwa
“Metode penelitian kualitatif adalah prosedur kualitatif berperan sebagai observer as participant”.
penelitian yang menghasilkan data deskriptif Selain itu, penelitian ini menggunakan catatan lapangan
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang- yang memuat aspek 1) suasana kelas saat pembelajaran
orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian berlangsung; 2) pengelolaan kelas; 3) interaksi siswa
kualitatif bertumpu pada latar belakang alamiah dengan ABK; 4) interaksi guru dengan ABK. Catatan
secara holistik, memposisikan manusia sebagai lapangan dapat memperoleh informasi mengenai pola
alat penelitian yang dilakukan dan disepakati oleh tertentu yang dapat menjadi awal dari ditemukanya
peneliti dan subjek penelitian”. temuan konseptual sebagai tujuan akhir dari penelitian.
Terakhir, pedoman wawancara yang ditujukan kepada
Selain itu, penelitian ini tidak dimaksudkan untuk subjek penelitian yakni 1) guru mata pelajaran sejarah
memperoleh generalisasi namun memfokuskan pada di sekolah inklusi dan non-inklusi; 2) supporting teacher
aspek proses. dan tim inklusi di sekolah inklusi; 3) guru BK di sekolah
Sebuah penelitian identik dengan proses non-inklusi; 4) dua orang ABK di sekolah non-inklusi;
pemerolehan data yang sesuai dan dapat digunakan dalam 5) teman kelas dari ABK di sekolah non-inklusi; 6) pihak
penelitian sebagai upaya dalam rangka mendapatkan keluarga dari ABK di sekolah non-inklusi.
jawaban atas pertanyaan penelitian, sehingga harus
terdapat langkah sistematis yang tertuang dalam suatu
bentuk desain penelitian agar memudahkan peneliti PENELITIAN TERDAHULU
dalam menyusun rencana untuk memperoleh data. Pada Penelitian terdahulu digunakan untuk
hakikatnya, desain penelitian merupakan rangkaian mengidentifikasi perbedaan dengan penelitian yang
rencana aksi (action plan) dalam sebuah penelitian sedang dilakukan, sehingga dapat berkontribusi
yang terdiri dari rangkaian kegiatan secara sistematis untuk mengembangkan penelitian. Adapun beberapa
dan logis yang berfungsi memandu peneliti dalam penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian
proses pengumpulan, analisis, dan interpretasi data. ini yaitu:
Untuk dapat memahami rencana aksi yang digunakan 1) Penelitian berjudul “Manajemen Pendidikan Inklusi
oleh peneliti, gambar 6.1 menyajikan gambar mengenai SMA dalam Naungan Yayasan Muhammadiyah di
bagan alur dari desain penelitian yang digunakan dalam Kota Yogyakarta” karya Dyah Witasoka. Penelitian
penelitian ini. ini ditujukan kepada pemangku kebijakan di tingkat
Penelitian ini berfokus pada 1) aspek perencanaan sekolah dalam mengelola pendidikan inklusi, dimulai
pembelajaran sejarah; 2) jalanya proses pembelajaran dari tahap perencanaan hingga evaluasi. Selain itu,
sejarah di kelas; 3) upaya yang dilakukan oleh guru disebutkan bahwa unsur kolaboratif merupakan
terhadap ABK. Adapun alat yang digunakan untuk jantung dari penyelenggaraan pendidikan inklusi.
mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah manusia Hasil dari penelitian karya Dyah Witasoka ini
(peneliti) hal ini didasari oleh pernyataan Suyanto dan dapat digunakan oleh peneliti untuk mengamati
Karnaji (2013: hlm. 63) bahwa “Peneliti dalam penelitian
HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, p-issn:2620-4789 | e-issn:2615-7993
125
Wardatul Haifa Syafira Halim, Erlina Wiyanarti, Yani Kusmarni
Menyikapi Kehadiran Siswa Berkebutuhan Khusus dalam Pembelajaran Sejarah di Kelas: Perbandingan Sekolah Inklusi dan
Non-Inklusi
unsur perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang PEMBAHASAN
dilakukan oleh sekolah inklusi dan non-inklusi,
sehingga dapat mengidentifikasi perbedaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi di SMAS Mutiara
permasalahan yang muncul dalam manajemen Bunda
pendidikan inklusi di sekolah reguler. Lebih jauh, SMAS Mutiara Bunda merupakan sekolah inklusi
dapat memberikan rekomendasi kepada sekolah pertama yang hadir di Bandung, jumlah guru yang
reguler dalam proses pengambilan keputusan terdapat di sekolah ini adalah 43 orang, terdiri dari guru
dan penerapan kebijakan serta menumbuhkan mata pelajaran dan guru inklusi (supporting teacher).
kesadaran akan pentingnya kolaborasi dalam Jumlah kelas yang ada di SMAS Mutiara Bunda adalah
pelaksanaan pendidikan inklusi. enam kelas dengan masing-masing jurusan IPA dan IPS
2) Penelitian berjudul “Educators’ Challenges of di setiap jenjang kelas. Masing-masing kelas terdiri dari
Including Children with Disability in Mainstream 15-20 orang siswa, termasuk ABK. Menurut penuturan
Classrooms” karya Sally Lindsay, Meghan Proulx, guru inklusi, jumlah ABK di masing-masing kelas
Nicole Thomspson, dan Helen Scott dengan menempati 1/3 dari populasi siswa di kelas, sehingga
sampel 13 guru yang pernah mengajar ABK di masing-masing kelas memiliki jumlah ABK sebanyak
beberapa sekolah reguler yang terdapat di kota 5-6 orang. Sistem kelas yang digunakan adalah moving
Ontario, Kanada dengan pengalaman minimal 2 class sehingga guru mata pelajaran memiliki ruang kelas
tahun mengajar. Berdasarkan hasil penelitian, guru masing-masing, termasuk guru sejarah yang menempati
mengaku menjadi lebih peka dalam memahami kelas sejarah (social room 2).
perilaku peserta didiknya, terutama siswa dengan Sementara itu, berkaitan dengan status sekolah
kebutuhan khusus. Selain itu, disebutkan juga sebagai sekolah inklusi, SMAS Mutiara Bunda memiliki
bahwa permasalahan yang dihadapi oleh guru manajemen inklusi yang terdiri dari manajer inklusi,
tidak hanya muncul ketika menghadapi ABK tetapi psikolog anak, kepala supporting teacher, dan supporting
juga beriringan dengan berbagai hambatan secara teacher. Tim inklusi ini yang kemudian bertanggung
sosio-kultural, seperti permasalahan manajemen jawab atas pemenuhan kebutuhan ABK di SMAS
dan kebijakan sekolah; hubungan antar guru; serta Mutiara Bunda yang termaktub ke dalam perencanaan
hubungan guru dan orangtua dalam menciptakan program khusus, observasi ABK, sosialisasi program
lingkungan sekolah yang inklusi. Melalui penelitian khusus kepada orangtua, pre dan in-service training,
ini, dapat diketahui bahwa hambatan sosio- pengelolaan sumber daya supporting teachers, serta
kultural akan selalu beriringan dengan hadirnya perumusan PPI bersama guru mata pelajaran, termasuk
ABK di sekolah reguler. Hal ini relevan dengan mata pelajaran sejarah (baik sejarah peminatan, maupun
permasalahan yang terdapat di sekolah non- sejarah Indonesia). Berkaitan dengan tugas tim inklusi
inklusi pada penelitian ini. Sehingga dapat menjadi di SMAS Mutiara Bunda, terdapat pendapat dari Dapa
rekomendasi untuk tidak mengabaikan unsur sosio- dkk. dalam Witasoka (2016: hlm. 169) yang menjelaskan
kultural dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi bahwa
di sekolah reguler. “…manajemen pendidikan inklusi adalah proses
3) Penelitian berjudul “Science Education for Students keseluruhan kegiatan bersama dalam bidang
with Special Needs” karya Marry Grace Villanueva, pendidikan inklusi yang meliputi perencanaan,
dkk. yang meneliti mengenai proses pembelajaran pengorganisasian, pengelolaan, dan evaluasi
dengan model discovery dan cooperative learning dengan menggunakan dan memanfaatkan fasilitas
dengan menempatkan 3 guru di dalam kelas yang tersedia baik secara personil, materil, maupun
selama pembelajaran. Sehingga ABK dapat spiritual untuk mencapai tujuan secara efektif dan
‘dilayani’ lebih oleh guru agar mampu menjadi full- efisien”.
member serta berpartisipasi dalam pembelajaran.
Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa, Dengan demikian, dapat diketahui bahwa SMAS
penyelenggaraan pendidikan inklusi tidak dapat Mutiara Bunda telah melakukan manajemen inklusi
dilakukan oleh single-teacher di dalam kelas reguler dimulai dari aspek perencanaan, pengelolaan, dan
karena seorang guru tidak akan mampu untuk evaluasi. Selain itu, dalam melakukan proses perencanaan,
mengakomodir kebutuhan seluruh siswa di kelas, tim inklusi akan terlebih dahulu mengklasifikasikan
serta dapat meminimalisir ABK untuk tidak menjadi ABK berdasarkan beberapa kriteria, adapun kriteria
golongan yang termarjinalkan ketika pembelajaran yang dimiliki oleh SMAS Mutiara Bunda adalah:
berlangsung.
Tabel 6.1 Kriteria ABK SMAS Mutiara Bunda 3 1. Kemampuan berbahasa dan komunikasi
lisan (verbal) cukup baik.
Kriteria Penjelasan 2. Konsentrasi dan atensinya belum stabil
1c 1. Toilet training cukup mampu dengan (20-30 menit).
pemberian instruksi untuk membuka dan 3. Koordinasi motorik halus dan kasar sudah
memakai celana. cukup fleksibel.
2. Bahasa verbal sudah ada dan sesuai 4. Pemahaman bahasa lisan dan tulis masih
konteks yang dibicarakan, meskipun belum belum terstruktur sesuai kaidah bahasa
terstruktur. yang baik dan benar.
3. Koordinasi motorik kasar-halus belum 5. Mampu mengendalikan kebutuhan libido
fleksibel dan lamban ketika menulis serta seksual sesuai dengan norma agama dan
tidak seimbang ketika jalan cepat, lari, dan kehidupan sosial.
melompat. 6. Motivasi dan minat belajar relatif rendah.
4. Konsentrasi dan atensi tidak fokus pada 7. Kemandirian sesuai usia kalendernya pada
objek yang dilihat, didengar, dan dikerjakan saat ini.
serta duduk tertib ketika melakukan 8. Mampu menyesuaikan diri dengan teman
kegiatan akademik selama (5-15 menit). sebayanya dan lingkungan baru.
5. Sosialisasi masih terbatas. 9. Kesenjangan usia kalender dan kecakapan
6. Melakukan kontak mata dengan orang lain sudah tidak terlalu jauh. Contoh: usia
dan fokus pada materi 1-5 menit. kalender anak 12 tahun kemandirian setara
7. Kesenjangan antara usia kalender dan usia kecakapan anak 10 tahun.
kecakapan masih cukup jauh. Contoh:
usia kalender anak 12 tahun, kemandirian 4 (grey 1. Motivasi belajar masih bersifat eksternal
setara dengan usia kecakapan anak 7 tahun. area) belum internal (muncul dari kesadaran diri
8. Pemahaman informasi yang dilihat dan sendiri).
didengar baru pada tahap konkrit. 2. Perilaku belum stabil seperti:
a. Mudah tersinggung
2 1. Mampu toilet training, seperti BAK dan b. Emosional (mudah cemas ketika
BAB teratur dan mandiri dalam membuka menghadapi tugas/ pekerjaan baru di
dan memakai celana sendiri. sekolah)
2. Menyalurkan libido seksual sesuai tempat c. Impulsif (perilaku tak terkendali dan
pribadinya. spontanitas tanpa disadari)
3. Bahasa verbal sudah ada meskipun belum 3. Menerapkan dan menghubungkan
terstruktur dan sesuai konteksnya. pengetahuan yang abstrak dalam
4. Konsentrasi dan atensinya sudah cukup kehidupan sehari-hari.
panjang meskipun belum stabil (10-20 4. Sudah mulai memahami matematika dasar
menit). dengan cukup baik.
5. Sosialisasinya masih terbatas dengan teman 5. Usia kalender kemandirian anak sudah
sebaya yang dikenalnya. hampir setara dengan usia kecakapanya.
6. Bisa menyesuaikan diri dengan teman
sebaya dan orang lain yang sudah
dikenalnya. Proses pengklasifikasian ABK oleh tim inklusi tidak
7. Koordinasi motorik halus belum fleksibel dapat secara langsung membuat ‘judgement’ terhadap
sedangkan koordinasi motorik kasar ABK, tetapi harus melalui proses observasi yang dimulai
cukup baik walaupun masih ada beberapa dari meninjau catatan terdahulu, berkomunikasi dengan
koordinasi yang belum optimal. orangtua, dan melakukan observasi anak selama 3 – 6
8. Kesenjangan usia kalender dan kecakapan bulan pertama. Setelah observasi selesai dilakukan,
anak masih cukup jauh. Contoh: usia tim inklusi akan memberikan laporan perkembangan
kalender anak 12 tahun, kemandirian anak kepada orangtua. Melalui observasi dan laporan
setara dengan usia kecakapan anak 8 tahun.
perkembangan anak, tim inklusi akan menyampaikan
pada guru mata pelajaran. Sehingga dalam masa
Tugas proyek yang selalu ada dalam mata pelajaran hlm. 3) bahwa “integrated learning is powerful in
sejarah adalah membuat autobiografi (kelas 10) di bawah providing student’s understandings about subject matters
tanggung jawab guru mata pelajaran. Selain itu siswa which allow them to translate and transfer the knowledge
kelas 10 juga ditugaskan untuk membuat benda-benda into practice in making project with their peers”.
peninggalan zaman pra-aksara. Dalam pembuatan Kendati SMAS Mutiara Bunda sudah memiliki
tugas kelompok, tiap individu dalam kelompok dapat kematangan dalam penyelenggaraan pembelajaran
diawasi dengan baik oleh guru mata pelajaran melalui sejarah yang inklusi, namun kendala tetap ditemui
lembar monitoring kelompok dan ABK memiliki peran sebagai bagian dari dinamika pendidikan inklusi.
dalam pembuatan karya kelompok tersebut. Karya Berdasarkan sudut pandang guru mata pelajaran sejarah,
tersebut kemudian dipresentasikan oleh kelompok dan kendala yang dihadapi terdapat pada aspek formatif,
setelahnya dapat digunakan sebagai media pembelajaran yakni kendala dalam merumuskan dan menentukan
sejarah. Begitupun dengan proyek yang terdapat di kelas tingkat kesukaran dari berbagai tipe soal yang terdiri
11 dan 12. dari 5 tipe soal. Adapun tipe soal dibagi menjadi:
Selain memberikan tugas berbasis proyek, guru mata
pelajaran sejarah juga melakukan kolaborasi dengan Tipe 01 Bagi siswa reguler (umum)
guru mata pelajaran ilmu sosial lainya, penugasan Tipe 02 Bagi siswa reguler (tipe 4: grey area)
dalam setting ini dikenal sebagai proyek pembelajaran Tipe 03 Bagi ABK 3 (soal reguler yang diseder-
integrasi. Penugasan proyek integrasi ini biasa terdiri hanakan)
dari kolaborasi mata pelajaran sosiologi, geografi, Tipe 04 Bagi ABK 2 (soal yang sudah dimodifikasi)
sejarah, ekonomi, dan bahasa inggris. Ilmu-ilmu sosial Tipe 05 Bagi ABK 1 (soal yang dimodifikasi dan
berkontribusi terhadap substansi dari materi, sementara disederhanakan)
bahasa inggris menjadi bahasa yang digunakan dalam
menyampaikan atau menyajikan hasil dari proyek Guru mata pelajaran sejarah memiliki tanggung
integrasi. Kehadiran proyek integrasi ini melatih siswa jawab dalam merumuskan tipe soal 1-3 yang termasuk ke
untuk meninjau permasalahan dari berbagai sudut dalam tipe soal reguler yang pada dasarnya sulit karena
pandang ilmu sosial sehingga dapat memperoleh tipisnya batas kesukaran antar tipe soal. Sementara
gambaran yang utuh dan bulat. Di sisi lain, dengan untuk tipe soal 4-5, guru mata pelajaran sejarah bersama
adanya proyek intergrasi ini dapat menguntungkan dengan tim inklusi merumuskan soal bagi ABK 1C
siswa karena meringkas tugas dari masing-masing mata dan 2 yang memiliki karakteristik lebih sederhana dan
pelajaran. Dalam proyek integrasi ini tentu ABK ikut individual.
berpartisipasi dalam kelompoknya dan memperoleh Adanya kolaborasi antara guru mata pelajaran
tugas yang disesuaikan dengan kemampuan yang sejarah dan supporting teacher dapat menutupi
dimiliki ABK dengan bantuan supporting teacher dan permasalahan dan kesulitan yang dialami pada saat
guru mata pelajaran. proses pembelajaran sejarah. Kolaborasi konkrit yang
Proyek integrasi ini hadir di kelas 10 dan 11 yang terjalin antara guru mata pelajaran sejarah dengan
tiap tahunya memiliki proyek integrasi yang berbeda. supporting teacher dapat ditinjauh dengan adanya PPI
Salah satu contoh proyek integrasi yang dimiliki kelas yang dikhususkan bagi ABK, masing-masing ABK
10 adalah mengidentifikasi asal-usul nenek moyang memiliki PPI yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan
dan proses pembentukkan kepulauan Indonesia dan kemampuan ABK. PPI ini dirancang oleh supporting
melalui kunjungan ke berbagai museum yang terdapat teacher melalui diskusi dengan guru sejarah. Selain itu
di Bandung. Proyek ini memiliki luaran berupa vlog, terdapat lembar kerja khusus (worksheet) dan media
makalah, dan tayangan yang ditampilkan dalam bahasa pembelajaran khusus bagi ABK yang disusun dan
inggris (proyek integrasi mata pelajaran sejarah, geografi, dirancang bersama oleh guru sejarah dan supporting
dan bahasa inggris). Sementara kelas 11 memiliki proyek teacher. Walaupun jumlah indikator yang hendak dicapai
integrasi melaksanakan outing ke tempat bersejarah oleh ABK telah dipangkas dan disederhanakan, tetapi
stone garden dengan mengidentifikasi asal-usul, aspek substansi dari materi yang disampaikan dan dipelajari
kemasyarakatan, prospek pariwisata, dan unsur geografis tetap berada di bawah ‘framework’ yang sama dengan
yang kemudian dipresentasikan dengan bahasa Inggris. siswa reguler. Selain itu, siswa reguler menunjukkan
Berkaitan dengan proyek integrasi terdapat sikap positif dan terbuka terhadap teman kelasnya yang
pandangan dari Karim, Campbell, dan Hasan (2019: merupakan ABK.
oleh penyandang slow learner, Chamidah (tanpa tahun: yang menunjukkan kemampuan kognitif normal dan
3) mendefinisikan slow learner sebagai seorang yang “… mampu secara otodidak mempelajari bahasa Jepang.
memiliki hambatan berpikir, merespon rangsangan, dan
adaptasi sosial tetapi masih lebih baik dibandingkan Proses Pembelajaran Sejarah di SMAN 1 Cileunyi
dengan tunagrahita, lebih lamban dibandingkan yang (Sekolah Non-inklusi)
normal, butuh waktu lebih lama dan berulang untuk
Proses pembelajaran sejarah yang inklusi di SMAN 1
dapat menyelesaikan tugas akademik maupun non-
Cileunyi masih menemui berbagai kendala. Dalam kasus
akademik”.
siswa AS, kendala tidak hanya berasal dari individu
Berkaitan dengan keadaan kognitif yang ditunjukkan
AS sebagai seorang penyandang autisme tipe asperger
oleh SL, terdapat penjelasan dari Mullins dkk dalam
syndrome tetapi juga datang dari sikap denial orangtua
Lambert dan Dryer (2017: hlm. 2) bahwa
AS. Hal ini yang menjadi alasan guru tidak dapat
“One of the key learning barriers faced by students
melakukan interaksi kolaboratif dengan orangtua dalam
with slow learning is the continued emphasis on
pemenuhan kebutuhan AS pada mata pelajaran sejarah.
written text as the key format for delivering leaning
Terlebih dengan karakteristik AS yang penyendiri, tidak
resources. To manage this barriers, students report
menyukai kebisingan, dan enggan untuk terlibat dalam
needing to commit significantly more time to read
kelompok belajar.
and completing assesments and must generally work
Menyikapi hal tersebut, guru sejarah berupaya untuk
much harder to achieve the same result as their non-
mengkondisikan kelas menjadi lebih tenang dan kondusif
learning disabled peers. Key learning barriers include
sehingga AS dapat mengerjakan tugas mandirinya.
the attitudes of peers toward student with learning
Selain itu, upaya juga ditempuh melalui penugasan
diability and a lack of awarness about the nature
yang disesuaikan dengan minat yang dimiliki oleh AS.
of their disability or what constitutes reasonable
Sebagai contoh, AS pernah diberi tugas individu untuk
adjustment”.
membuat puisi lengkap dengan gambar sebagai ilustrasi
Pendapat tersebut sangat relevan dengan performa
dengan tema kepahlawanan. Meninjau upaya tersebut,
SL dalam pembelajaran sejarah, selain itu ditinjau dari
guru mata pelajaran sejarah baru dapat mengarahkan
segi karakteristik mata pelajaran sejarah yang terdiri
pembelajaran berdasarkan minat yang dimiliki oleh AS,
dari lautan fakta dan hanya disajikan ke dalam bentuk
bukan berdasarkan urgensi dan kebutuhan yang harus
teks, maka pasti SL akan mengalami kesulitan dalam
dipenuhi.
memahami substansi dari materi sejarah yang sedang
Kendala lain yang dihadapi dalam penyelenggaraan
dipelajari. Namun, SL beruntung karena teman kelas
pembelajaran di kelas ialah kesulitan untuk memancing
terutama rekan sekelompoknya menunjukkan sikap
AS agar dapat terlibat dan berinteraksi dalam kelompok
terbuka dan berkenan untuk membantu SL dalam proses
karena ia memiliki kecenderungan sebagai individu yang
pembelajaran sejarah.
penyendiri dan kesulitan memelihara konsentrasi karena
Di sisi lain, terdapat hal unik yang terjalin antara
ia mudah terdistraksi. Selain itu, untuk menghindari
dua ABK ini, keduanya berteman baik walau berada
gejolak emosional AS (ia kerap tidur di kelas, enggan
pada jenjang yang berbeda. AS dan SL kerap pergi ke
mengikuti ujian, dan keluar ketika pembelajaran
kantin di waktu istirahat dan menuju masjid ketika
berlangsung), guru sejarah membiarkanya melakukan
akan mendirikan ibadah salat. AS yang biasanya
hal yang disukainya (menonton video dan menulis di
menunjukkan sikap diam justru senang bercerita ketika
blog pribadinya) apabila ia tidak menunjukkan minat
sedang bersama SL. Meskipun ketika ditanya lebih lanjut,
dalam mengikuti pembelajaran sejarah di kelas.
SL ternyata tidak memahami apa yang dibicarakan oleh
Antusiasme ditunjukkan oleh AS hanya ketika
AS, tetapi ia tetap mendengarkan cerita yang dituturkan
pembahasan materi mengenai Jepang. AS dengan fasih
oleh AS. Ironisnya, tidak semua pihak dapat melakukan
menjelaskan materi tersebut secara individu di depan
‘penerimaan’ terhadap AS seperti halnya yang dilakukan
kelas melalui media video dan peta. Teman-teman
oleh SL. Di muka telah disampaikan bahwa AS kesulitan
kelasnya memperhatikan dengan seksama ketika AS
dalam bersosialisasi, hal inilah yang menjadi alasan
melakukan presentasi individu dan ia mendapat apresiasi
AS tidak berkawan dengan teman kelasnya. Selain itu,
berupa tepuk tangan yang riuh dari teman kelasnya.
kedua orangtua AS menunjukkan sikap denial terhadap
Sementara dalam kasus siswa SL, ia tidak
kondisi AS yang merupakan penyandang autisme.
memiliki minat khusus terhadap mata pelajaran atau
Orangtuanya menganggap bahwa AS merupakan remaja
materi tertentu, tetapi ia sangat senang belajar secara
biasa seperti teman sebayanya, asumsi ini didasari AS
kelompok bersama dengan teman sebayanya. Sehingga