Professional Documents
Culture Documents
net/publication/335017417
CITATIONS READS
0 468
3 authors, including:
Esy Maryanti
Universitas Riau
19 PUBLICATIONS 10 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Esy Maryanti on 15 October 2019.
Abstract: Need for clean water is a very important issue and still can not be resolved, especially in
the peatlands. Clean water is used for everyday purposes must comply with the requirements of
water quality in accordance with the Minister of Health Decree No. 416 / Menkes / per / 1990 on
the conditions and water quality control. Peat water which is a source of raw water is very
abundant, whereas in the processing of peat water into clean water using a coagulant has been no
literature to say exactly how many doses of coagulant used, so this research is very important to do.
Therefore, this study aimed to determine the effectiveness of the use of alum, clay and a
combination of both on peat water treatment. This research method using a completely randomized
design-RAL (Completely Randomized Design) with two factors, alum and clay and performed
repeat three times with water media processing tool is simple. Test parameters are pH, color, 6
valence chromium (Cr), manganese (Mn), iron (Fe), sulfate (SO), chloride (Cl), organic substances
as KMnO4 (ZO), and hardness (CaCO3). Analysis of the data used in this study is the
determination of the effectiveness of the coagulant, ANOVA test (F test) and Duncan Multiple
(Duncan's Multiple Range Test). The results showed that the most effective coagulant addition is
the clay of 2 g / l in combination with alum to 200 mg / l, where the combination of this coagulant
obtain a pH level of 6.53 mg / l, 113.67 PtCo color, 6 valence chromium (Cr) 0,017 mg / l,
manganese (Mn) 1.07 mg / l, iron (Fe) 0.39 mg / l, sulfate (SO) 108.31 mg / l, chloride (Cl) 36.56
mg / l, substance organic as KMnO4 (ZO) 90.01 mg / l, and hardness (CaCO3) 53.38 mg / l.
Effectiveness and clay alum as a coagulant for peat water treatment discussed in more detail in this
paper.
Salah satu jenis air yang tidak memenuhi Sampai saat ini masyarakat masih belum
standar kesehatan adalah air gambut, mampu mengolah air gambut menjadi air bersih
menggunakan air gambut sebagai sumber air yang memenuhi standar baku mutu air bersih
bersih dan mengkonsumsi air gambut yang telah ditetapkan oleh Permenkes RI No
memberikan dampak terhadap kesehatan 416/Menkes/per/1990.
masyarakat yaitu berupa penyakit kulit, Krisis air bersih merupakan masalah
gangguan pencernaan, rusaknya email gigi dan sosial yang harus mendapatkan perhatian yang
lain sebagainya (Anderson et al., 2013). serius dari semua pihak termasuk di Indonesia,
Kualitas air bersih dilahan gambut jauh dari karena Indonesia mempunyai daerah lahan
memenuhi syarat kesehatan, baik secara fisik gambut yang sangat luas. Air gambut tidak
maupun kimiawi. Tampak beberapa parameter memenuhi persyaratan air bersih, sedangkan
air gambut melebihi dari nilai maksimum yang masyarakat yang hidup di daerah gambut
diperbolehkan antara lain meliputi rasa, warna, mempunyai permasalahan untuk ketersediaan
pH, kesadahan, besi, zat organik, klorida, air bersih bagi keperluan hidup sehari-hari. Air
kromium, mangan dan sulfat (Wasisto,1980). gambut tersebut pada dasarnya tidak layak
Ketersediaan air di daerah gambut sangat untuk dijadikan air baku untuk air minum.
banyak dan melimpah sepanjang tahun, akan Dibandingkan dengan air permukaan lainnya
tetapi air yang tersedia belum dapat yang bersifat tawar, maka air dari daerah
dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. gambut perlu diolah secara spesifik dengan
Dinamika Lingkungan Indonesia 40
Ulangan P1 P2 P3 P4 P5 P6
Pengolahan data berdasarkan 1 0,64 - 0,89 0,6 - 0,85 0,74 - 1.03 0,77 - 1,06 0,74 - 1.03 0,69 - 0,95
parameter Parameter pH. Kadar keasaman
2 0,61 - 0,85 0,59 - 0,82 0,78 - 1.08 0,79 - 1,09 0,7 - 0,97 0,64 - 0,89
(pH)air gambut yang diuji, dari masing-masing
3 0,62 - 0,86 0,59 - 0,82 0,77 - 1,06 0,78 - 1.08 0,73 - 1,01 0,7 - 0,97
perlakuan bervariasi seperti yang ditunjukkan
pada gambar 1 di bawah ini.
KadarpHmaksimum pH yang diperbolehkan
sesuai standar baku mutu berupa range 6,5-9,0
mg/L, sehingga hasil perhitungan yang
memperoleh nilai range mendekati angka 1
adalah yang paling efektif. Dari tabel 3 di atas
diketahui perlakuan P5 (tanah lempung 2 gr/l,
tawas 200 mg/l) yang paling efektif untuk
menetralisir pH pada air gambut.Hasil uji anova
menunjukkan perbedaan signifikan
(Fhitung(47,17) > Ftabel (3,11) pada taraf
kepercayaan 95%. Tawas dan tanah lempung
Dinamika Lingkungan Indonesia 42
Pada perlakuan P3 (tanah lempung 2 gr/l) berwarna merah menunjukkan nilai standar
dan P4 (tanah lempung 3 gr/l) terjadi juga baku mutu air bersih.Pada perlakuan P3 dan P4
sedikit penurunan kadar besi (Fe), hal ini kadar sulfat tidak meningkat, sedangkan dengan
disebabkan oleh aerasi yang dilakukan, dimana perlakuan P1 (tawas 200mg/l), P2 (tawas 300
tindakan aerasi akan melepaskan ion besi (Fe) mg/l), P5 (tanah lempung 2 gr/l, tawas 200
keudara dan juga akan merubah ion besi mg/l) dan P6 (tanah lempung 3 gr/l, tawas 300
menjadi senyawa besi sehingga lebih mudah mg/l) terjadi peningkatan kadar sulfat (SO4)
untuk diendapkan (Saiddan Wahyu, 2010). yang lebih besar tetapi tidak melebihi kadar
maksimum yang diperbolehkan sehingga masih
memenuhi standar baku mutu air bersih untuk
parameter sulfat (SO4). Dari itu terlihat bahwa
semakin tinggi takaran tawas yang digunakan,
maka kadar sulfat (SO4) akan semakin
meningkat.
Grafik batang berwarna biru menunjukkan Gambar 12. Kadar khlorida (Cl) dari masing-masing
nilai hasil pemeriksaan sampel. Grafik batang sampel dan perlakuan.
Dinamika Lingkungan Indonesia 45
semakin tinggi takaran tawas yang digunakan, menaikkan nilai pH sebesar 36,54%, begitu juga
maka kadar kesadahan (CaCO3) akan semakin dengan penelitian yang dilakukan oleh Debby et
meningkat. al., (2014) tentang perbandingan ketebalan
media terhadap luas permukaan filter pada
biosand filter untuk pengolahan air gambut
ditemukan bahwa Biosand filter menghasilkan
efisiensi terbaik dalam menaikkan nilai pH
sebesar 33,90%. Sedangkan Itnawita dan
Subardi (2012) melaporkan analisis tembaga,
seng, dan pH dalam air minum menemukan
bahwa analisis pH pada sampel air baku PDAM
Cabang Bengkalis adalah 4,2. Nilai pH untuk air
produksi dan distribusi menunjukkan
peningkatan jika dibandingkan dengan air baku.
Gambar 16. Kadar kesadahan (CaCO3) dari masing- Air produksi pHnya 6,67, naiknya pH air
masing sampel dan perlakuan. produksi ini dapat disebabkan oleh adanya
penambahan soda abu (Na2CO3) pada proses
Grafik batang berwarna biru menunjukkan pengolahan air baku yang berfungsi untuk
nilai hasil pemeriksaan sampel. Grafik batang menaikkan pH sekaligus sebagai koagulan.
berwarna merah menunjukkan nilai standar Said (2012) mengatakan bahwa
baku mutu air bersih. penggunaan tawas pada pengolahan air gambut
semakin menambahkan unsur sulfat di dalam air
gambut karena tawas dengan rumus kimianya
Al2(SO4)3.18H2O yang mengandung aluminium
dan sulfat sehingga pH air hasil olahan menjadi
turun dan air terasa asam, oleh karena itu jumlah
takaran tawas yang digunakan mempengaruhi
penurunan pH air.
Pada saat penambahan tawas yang
berlebihan, maka ion H+ yang terbentuk juga
semakin banyak pula, yang artinya pH menjadi
Gambar 17. Nilai efektivitas kesadahan (CaCO3) masing-
turun sehingga mengganggu kestabilan flok
masing perlakuan.
yang telah terbentuk. Flok tersebut kembali
pecah menjadi flok yang lolos saring. Pada pH
Dari gambar 17 dapat dilihat perlakuan P3
< 7 terbentuk Al(OH)2+, Al(OH)24+, Al2(OH)4+.
(tanah lempung 2 gr/l) dan P4 (tanah lempung 3
Dengan adanya ion positif yang banyak, akan
gr/l) yang paling efektif untuk parameter
lebih banyak mendestabilisasi muatan negatif
kesadahan (CaCO3). Hasil uji anova
zat pengeruh, akan tetapi tidak stabil.
menunjukkan perbedaan signifikan
Penggunaan tanah lempung pada
(Fhitung(14,83) > Ftabel (3,11) pada taraf
kombinasi tanah lempung dan tawas
kepercayaan 95%. Tawas dan tanah lempung
memperbanyak timbulnya flok yang
sangat berpengaruh nyata terhadap kadar
berorientasi secara acak atau struktur yang
kesadahan (CaCO3) air gambut.
berukuran lebih besar akan turun dari larutan itu
dengan cepatnya membentuk sedimen yang
PEMBAHASAN
lepas. Semakin banyak flokulasi yang
dihasilkan maka ion sulfat yang dilepaskan oleh
Parameter pH. Hasil penelitian ini berbeda
tawas akan semakin banyak yang terikat oleh
dengan penelitian yang dilakukan oleh Usman
flok tersebut, sehingga pH air bisa menjadi
et al.,(2014) tentang pengolahan air gambut
netral (Endriani, 2012).
dengan teknologi biosand filter dual media
Parameter warna. Penurunan parameter
diketahui bahwa biosand filter dual media
warna disebabkan karena penambahan koagulan
menghasilkan efisiensi terbaik dalam
akan menghasilkan reaksi kimia dimana
Dinamika Lingkungan Indonesia 47
muatan- muatan negatif yang saling tolak- dengan aktifitas manusia dapat berupa limbah
menolak di sekitar partikel terlarut berukuran atau buangan industri sampai buangan rumah
koloid akan ternetralisasi oleh ion-ion positif tangga. Kadar kromium valensi 6 yang tinggi
dari koagulan dan pada akhirnya partikel- bisa menyebabkan gangguan pencernaan,
partikel koloid tersebut akan saling tarik- berupa sakit lambung, muntah, dan perdarahan,
menarik dan menggumpal membentuk flok. luka pada lambung, konvulsi, kerusakan ginjal,
Flok-flok yang telah terbentuk akan lebih dan hepar. Alat pernafasan juga merupakan
mudah mengendap dan dipisahkan dari air organ target utama dari kromium valensi 6 baik
gambut, sehingga nilai kekeruhan, zat organik akut maupun kronis, melalui inhalasi. Gejala
dan warna akan menurun (Nastitiet al., 2015). toksisitas yang ditimbulkan meliputi nafas
Hasil penelitian yang diperoleh sejalan pendek, batuk-batuk serta kesulitan bernafas.
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nastiti et Kromium valensi 6 juga bisa menyebabkan kulit
al.,(2015) tentang penyisihan warna, zat organik gatal dan luka yang tidak lekas sembuh.
dan kekeruhan pada air gambut dengan Senyawa kromium valensi 6 juga bisa
kombinasi proses koagulasi-flokulasi menyebabkan iritasi mata, luka pada mata,
menggunakan koagulan aluminium sulfat iritasi pada kulit dan membran mukosa
(AL2(SO4)) dan membran ultrafiltrasi diperoleh (Asmaradhani, 2015).
bahwa nilai warna menurun dari 391 PtCo Hasil penelitian diketahui bahwa semua
menjadi 128 PtCo. Penurunan kadar warna pada sampel air baik yang belum diolah maupun yang
penelitian ini karena penggunaan tawas sebagai sudah dilakukan pengolahan memiliki kadar
koagulan dalam pengolahan air gambut. kromium valensi 6 yang masih dibawah kadar
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh maksimum yang diperbolehkan sehingga tidak
Natalina (2006) tentang penurunan warna dikuatirkan akan menimbulkan gangguan-
dengan karbon aktif tempurung kelapa sawit gangguan kesehatan seperti yang disebutkan di
pada air gambut Sungai Sebangau Kota atas.
Palangkaraya menunjukkan adanya penurunan Parameter mangan (Mn). Menurut Said
warna air setelah perlakuan menggunakan dan Wahyu (2010), pengolahan air gambut yang
karbon aktif tempurung kelapa sawit dimana umum digunakan terdiri dari beberapa tahapan
semakin tinggi tingkat ketebalan karbon aktif proses, salah satu prosesnya adalah proses
yang digunakan, maka akan semakin turun oksidasi dengan aerasi yang bertujuan untuk
kadar warna yang dihasilkan. menghilangkan zat besi atau mangan. Pada
Hasil penelitian diketahui bahwa proses oksidasi dengan aerasi, pengurangan
perlakuan P6 (tanah lempung 3 gr/l, tawas 300 mangan (Mn) akan sangat efektif pada pH 7-8.
mg/l) yang paling efektif dimana air hasil Oleh karena sampel air gambut yang diolah
olahan berwarna lebih putih dan jernih dari pada memiliki kadar pH 6,6 sehingga proses oksidasi
air hasil olahan perlakuan P1, P2, P3 dan P4. dengan aerasi menjadi tidak efektif, sehingga
Penggunaan kombinasi tanah lempung kadar mangan (Mn) dari air hasil pengolahan
menghasilkan lebih banyak flokulasi sehingga menjadi meningkat. Kusnaedi (2006)
lebih banyak mengikat zat organik dalam air mengatakan bahwa proses pengendapan logam
gambut, kemudian disempurnakan dengan mangan (Mn) akan terjadi pada pH 11.
pengendapan oleh tawas. Tetapi dari hasil Hasil penelitian diketahui bahwa
pemeriksaan laboratorium kadar parameter penggunaan tawas dapat meningkatkan kadar
warna masih diatas kadar maksimum yang mangan (Mn) dalam air hasil pengolahan karena
diperbolehkan yaitu sebesar 88 PtCo untuk nilai dipengaruhi oleh kadar pH, sehingga air hasil
terendah perlakuan P6, sedangkan kadar olahan tersebut tidak layak untuk digunakan
maksimum yang diperbolehkan adalah sebesar terutama untuk dikonsumsi. Sedangkan dengan
50 PtCo. Jika pada proses pengendapan penambahan tanah lempung saja, terjadi sedikit
dilakukan dengan waktu yang lebih lama, peningkatan kadar mangan (Mn) tetapi masih
diyakini air akan semakin jernih dan kadar dibawah kadar maksimum yang diperbolehkan.
warna air akan semakin turun. Hal ini disebabkan tanah lempung yang bersifat
Parameter kromium valensi 6 (Cr) alkali (basa) dengan kadar pH yang tinggi dapat
Sumber-sumber kromium yang berkaitan mengendapkan logam mangan (Mn).Hasil
Dinamika Lingkungan Indonesia 48
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian 280-300 mg/l tidak signifikan baik terhadap
yang dilakukan oleh Ignasius (2014) tentang penurunan konsentrasi besinya.
kajian jar test koagulasi-flokulasi sebagai dasar Pada proses koagulasi dengan
perancangan instalasi pengolahan air gambut menggunakan alum akan efektif pada pH ≥ 6. 4.
(IPAG) menjadi air bersih, dimana ditemukan Karena pH air gambut yang akan diolah adalah
bahwa hasil analisa kualitas kimiawi air gambut 6,6 sehingga tawas (alum) yang digunakan
nilai mangan (Mn) dari 0,061 mg/l turun menjadi efektif untuk menurunkan kadar besi
menjadi 0,008 mg/l. (Fe), dimana Fe yang sudah teroksida sebagian
Parameter besi (Fe). Besi adalah salah lepas keudara dan sebagian lagi turut
satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada mengendap bersama flok yang timbul akibat
harnpir setiap tempat di bumi, pada semua proses koagulasi. Terlihat pada grafik diatas
lapisan geologi dan badan air. Pada umumnya, bahwa perlakuan P1, P2, P5 dan P6 yang
besi yang ada di dalam air dapat bersifat : 1) menggunakan tawas dalam perlakuan
Terlarut sebagai Fe2+ (Fero) atau Fe3+ (Feri). 2) memperoleh nilai rata-rata besi (Fe) yang lebih
Tersuspensi sebagai butir koloidal (< I pm atau rendah dari kadar besi (Fe) air gambut yang
lebih besar seperti Fez Or, FeOOH, Fe (OH)3.3) belum diolah. Sedangkan pada perlakuan P3 dan
Tergabung dengan zat organis zat padat yang P4 memperoleh nilai rata-rata besi (Fe) yang
inorganik (seperti tanah liat) (Effendi, 2003). lebih tinggi dari kadar besi (Fe) perlakuan lain,
Besi pada konsentrasi yang > 1,0 mg/l dapat hal ini disebabkan flok yang terbentuk akibat
menyebabkan warna air menjadi kemerah- proses koagulasi lebih sedikit dibandingkan
merahan, memberi rasa yang tidak enak pada air dengan perlakuan P1, P2, P5 dan P6 (Kusnaedi,
disamping dapat membentuk endapan pada 2006).
pipa-pipa logam dan bahan cucian (Musadad, Perlakuan P1 (tawas 200 mg/l), P2 (tawas
1998). 300 mg/l), P5 ( tanah lempung 2 gr/l, tawas 200
Hasil penelitian ini sejalan dengan mg/l) dan P6 (tanah lempung 3 gr/l, tawas 300
penelitian yang dilakukan oleh Herlambang dan mg/l) sama-sama menggunakan tawas di dalam
Nusa (2005) tentang aplikasi teknologi proses pengolahannya, sehingga menurunkan
pengolahan air sederhana untuk masyarakat kadar pH air hasil olahannya. Pada perlakuan P3
pedesaan, menemukan bahwa ada perbaikan (tanah lempung 2 gr/l) dan P4 (tanah lempung 3
nilai besi (Fe) dari 0,4 mg/l menjadi 0,18 mg/l. gr/l), justru meningkatkan kadar pH karena
Sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan tanah lempung mempunyai sifat plastis dan
oleh Ignasius (2014) tentang kajian jar test alkali (Terzaghi, 1987). Sedangkan pada
koagulasi-flokulasi sebagai dasar perancangan perlakuan P5 menurunkan kadar pH tetapi
instalasi pengolahan air gambut (IPAG) menjadi masih berada dalam batas standar baku mutu air
air bersih menemukan bahwa hasil analisa bersih, karena penurunan kadar pH oleh
kualitas kimiawi air gambut nilai besi (Fe) penambahan tawas bisa dinetralisir dengan sifat
0,414 mg/l menjadi 0,09 mg/l. Sejalan juga alkali tanah lempung yang digunakan.
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rubinata Parameter sulfat (SO4). Ion sulfat adalah
(2014) tentang perancangan alat pengolahan air salah satu anion yang banyak terjadi pada air
gambut sederhana menjadi air minum skala alam. Ion sufat merupakan sesuatu yang penting
rumah tangga, penentuan dosis dengan metode dalam penyediaan air untuk umum karena
jar test dilakukan dengan penentuan dosis pengaruh pencucian perut yang bisa terjadi pada
koagulan tawas dan netralisasi kapur tohor manusia apabila ada dalam konsentrasi yang
yakni 350 mg/l dan 150 mg/l diperoleh hasil cukup besar. Kadar ion sulfat yang cukup besar
parameter besi turun menjadi 62,09% (0,23 didalam air minum akan menimbulkan kerak air
mg/l).Berbeda dengan penelitian yang dilakukan yang keras pada ketel dan alat pengubah panas
oleh Fitria (2007) tentang penurunan warna dan (Juwita, 2009). Ion sulfat dalam jumlah besar
kandungan zat organik air gambut dengan cara dapat bereaksi dengan ion natrium atau
Two Stage Coagulation, dimana ditemukan magnesium dalam air sehingga membentuk
bahwa dengan metode Two Stage Coagulation garam natrium sulfat dan magnesium sulfat
dengan menggunakan koagulan alum pada dosis yang dapat menimbulkan reaksi laxative
(Musadad, 1998).
Dinamika Lingkungan Indonesia 49
Pada perlakuan P3 dan P4 kadar sulfat bau dan rasa dankekeruhan yang tidak
tidak meningkat karena tanah lempung dengan diinginkan. Adanya zat organik dalam air dapat
rumus kimia Al2O3.nSiO2KH2O tidak diketahuidengan menentukan angka
mengandung unsur sulfat sehingga tidak ada permanganatnya (Barutu, 2013).Pengaruh
sulfat yang dilepaskan kedalam air. Sedangkan terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh
pada perlakuan P1, P2, P5 dan P6 yang penyimpangan terhadap standar ini adalah
menggunakan tawas dalam pengolahan timbulnya bau yang tidak sedap pada air
memperoleh hasil kadar sulfat yang meningkat minum, dan dapat menyebabkan sakit perut
dari sebelum diolah. Hal ini disebabkan oleh (Musadad, 1998).
tawas atau alum dengan rumus kimianya Hasil pengolahan diketahui untuk
Al2(SO4)3.18H2O mengandung unsur sulfat perlakuan P1 dan P2 menghasilkan endapan
(SO4) sehingga dengan lepasnya sulfat dari dengan butiran halus, berwarna kekuningan, dan
reaksi tawas menyebabkan peningkatan kadar air yang dihasilkan setelah penyaringan
sulfat dalam air.Hasil penelitian diketahui berwarna putih jernih tetapi hasil pemeriksaan
bahwa kadar sulfat (SO4) dari sampel air yang laboratorium masih diatas kadar maksimum
belum diolah dan sampel air yang sudah diolah yang diperbolehkan. Pada perlakuan P3 dan P4
dengan enam perlakuan yang berbeda berada menghasilkan sedikit endapan yang halus,
dibawah kadar maksimum yang diperbolehkan berwarna coklat tua, air yang dihasilkan setelah
sehingga memenuhi standar baku mutu air penyaringan berwarna kekuningan, dan hasil
bersih, sehingga tidak akan menimbulkan pemeriksaan laboratorium masih sangat tinggi
gangguan kesehatan seperti yang disebutkan melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan.
diatas. Pada perlakuan P5 dan P6 menghasilkan
Parameter khlorida (Cl). Khlorida endapan yang lebih banyak dengan flok yang
merupakan salah satu bahan penyusun pestisida, lebih besar berwarna kuning kecoklatan dan air
pestisida kimia merupakan bahan beracun yang yang dihasilkan setelah penyaringan berwarna
angat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. putih jernih tetapi hasil pemeriksaan
Hal ini disebabkan pestisida merupakan polutan laboratoriummasih melebihi kadar maksimum
yang dapat menyebabkan radikal bebas. yang diperbolehkan. Sehingga air hasil
khlorida bersifat memberi rasa asin pada air jadi pengolahan ini belum layak untuk dijadikan
khlorida juga sebagai pencemar air (Ulfa, 2012). sumber air minum, hanya bisa digunakan
Khlorida yang berikatan dengan ion natrium sebagai sumber air bersih untuk keperluan
dapat menimbulkan rasa asin dan menyebabkan rumah tangga selain untuk dikonsumsi.
kerusakan pada pipa-pipa air. Khlorida yang Hasil penelitian ini sejalan dengan
berlebihan dalam air alam memberikan indikasi penelitian yang dilakukan oleh Herlambang dan
adanya pencemaran. Khlorida yang terlarut Nusa (2005) tentang aplikasi teknologi
biasanya tidak dapat dihilangkan dengan proses pengolahan air sederhana untuk masyarakat
sederhana lain kecuali dengan pengenceran pedesaan, menemukan bahwa ada perbaikan
(Musadad, 1998). nilai zat organik 470 mg/l menjadi 10,5 mg/l.
Seperti halnya khlorida pada tanah Sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan
sebagai pestisida, kadar khlorida dalam air juga oleh Nastiti et al (2015) tentang penyisihan
diperbolehkan asalkan berada pada kontrol di warna, zat organik dan kekeruhan pada air
bawah jumlah maksimal yang diperbolehkan. gambut dengan kombinasi proses koagulasi-
Tidak hanya bersifat merugikan, khlorida juga flokulasi menggunakan koagulan aluminium
memiliki manfaat bagi manusia yaitu dengan sulfat (AL2(SO4)) dan membran ultrafiltrasi
cara deklorinasi air. Deklorinasi ini merupakan diperoleh bahwa nilai zat organik menurun dari
perlindungan kesehatan masyarakat melalui 42,34 mg/l KmnO4 menjadi 23,38 mg/l KMnO4.
pengendalian penyakit ditularkan melalui air Penurunan tersebut disebabkan karena
(Ulfa, 2012). penambahan koagulan akan menghasilkan
Parameter zat organik sebagai KmnO4. reaksi kimia dimana muatan-muatan negatif
Adanya bahan-bahan organik dalam air erat yang saling tolak-menolak di sekitar partikel
hubungannya dengan terjadinya perubahan sifat terlarut berukuran koloid akan ternetralisasi oleh
fisik dari air, terutama dengan timbulnya warna, ion-ion positif dari koagulan dan pada akhirnya
Dinamika Lingkungan Indonesia 50
diperoleh sebaiknya digunakan untuk keperluan Herlambang, A dan Nusa, I. S. 2005. Aplikasi
rumah tangga yang lain seperti mencuci dan Teknologi Pengolahan Air Sederhana
mandi, tidak untuk keperluan memasak karena untuk Masyarakat Pedesaan. Kelompok
kadar parameter warna, mangan (Mn) dan zat teknologi pengelolaan air bersih dan
organik sebagai KMnO4 yang masih diatas limbah cair. Pusat pengkajian dan
kadar maksimum yang diperbolehkan bisa penerapan teknologi lingkungan. BPPT.
menimbulkan gangguan kesehatan pada JAI 1 (2) : 113-122.
manusia. Ignasius, D. A. 2014. Kajian Jar Test Koagulasi-
Flokulasi sebagai Dasar Perancangan
UCAPAN TERIMA KASIH Instalasi Pengolahan Air Gambut
(IPAG) Menjadi Air Bersih,
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
http://www.OPI.LIPI.go.id/data.
terima kasih kepada semua pihak yang
(Diakses pada tanggal 06 Mei 2015).
membantu dalam melaksanakan penelitian ini.
Itnawita dan Subardi, B. 2012. Analisis
Tembaga, Seng, dan pH dalam Air
Minum. Jurnal Health Care. 2 (1) : 34-
DAFTAR PUSTAKA
38.
Juwita, E. 2009. Penentuan Kadar Sulfat dalam
Anderson, E, L. Darmayanti dan Rinaldi. 2013.
Air Bersih.
Pengolahan Air Gambut dengan Media
http:http://repository.usu.ac.id/bitstream/
Filter Batu Apung. Jurnal Ilmiah Teknik
2009.pdf (Diakses pada tanggal 10
Sipil Unri. 1 (1) : 2-5.
September 2016).
Asmaradhani, D. 2015. Analisis Krom Valensi 6
Kusnaedi. 2006. Mengolah Air Gambut dan
(Cr+6) pada Air Bersih.
Kotor untuk Air Minum. Penebar
http://repository.usu.ac.id/bitstream/.../3/
Swadaya. Jakarta.
Chapter%20II.pdf (Diakses pada tanggal
Menteri Kesehatan RI. 1990. Peraturan Menteri
10 Sepetember 2016).
Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tentang
Barutu, M. 2013. Air Merupakan Zat Kima
Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas
yang Ada di Lingkungan. http://
Air. Sekretariat Negara. Jakarta.
repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapt
Musadad, A. 1998. Pengaruh Air Gambut
er%20II.pdf. (Diakses pada tanggal 10
terhadap Kesehatan dan Upaya
September 2016).
Pemecahannya. Jurnal Litbangkes. 8
Debby, E. C, L. Darmayanti dan Lilis, H. 2014.
(01) : 8-13.
Perbandingan Ketebalan Media terhadap
Nastiti , Y. Syarfi, D dan Syamsu, H. 2015.
Luas Permukaan Filter pada Biosand
Penyisihan Warna, Zat Organik dan
Filter untuk Pengolahan Air Gambut.
Kekeruhan pada Air Gambut dengan
JOM FTEKNIK Unri. 1 (2) : 1-10.
Kombinasi Proses Koagulasi-Flokulasi
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
menggunakan Koagulan Aluminium
Pengelolaan Sumber Daya dan
Sulfat (AL2(SO4)) dan Membran
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius.
Ultrafiltrasi. JOM FTEKNIK Unri. 2 (2)
Yogyakarta.
:1-7.
Endriani, D. 2012. Pengaruh Penambahan Abu
Naswir. 2009. Kajian Pemanfaatan Air Gambut
Cangkang Sawit Terhadap Daya Dukung
untuk Air Minum Rumah Tangga,
dan Kuat Tekan pada Tanah lempung
http://www.foxitsoftware.com. (Diakses
ditinjau dari UCT Dan CBR
pada tanggal 18 April 2015).
Laboratorium. Universitas Sumatra
Natalina, F. 2006. Penurunan Warna dengan
Utara. Medan.
Karbon Aktif Tempurung Kelapa Sawit
Fitria, S. N. 2007. Penurunan Warna dan
pada Air Gambut Sungai Sebangau Kota
Kandungan Zat Organik Air Gambut
Palangkaraya. Tesis Pasca Sarjana.
dengan Cara Two Stage Coagulation.
Universitas diponegoro.
Jurnal Teknik Lingkungan.13 (1) : 20-
Rubinata, A. 2014. Perancangan Alat
26.
Pengolahan Air Gambut Sederhana
Dinamika Lingkungan Indonesia 52
menjadi Air Minum Skala Rumah Ulfa, I. 2012. Unsur Klor Memiliki Pengaruh
Tangga. Jurnal Mahasiswa Teknik Ganda pada Air.
Lingkungan UNTAN. 1 (1) : 5-12. http://immabanget.blogspot.com/.../jurna
Said, N. I. 2012.Pengolahan Air sungai/gambut l-kimia-lingkungan... (Diakses pada
sederhana, BPPT, tanggal 10 September 2016).
http://www.kelair.bppt.go.id.html. Usman, R. L. Darmayanti dan M. Fauzy. 2014.
(diakses pada tanggal 22 Mei 2016). Pengolahan Air Gambut dengan
Said, N. I dan Ruliasih. 2012. Penghilangan Teknologi Biosand Filter Dual Media.
Kesadahan didalam Air Minum http:// JOM FTEKNIK Unri. 1 (2) : 11-26.
www.kelair.bppt.go.id/.../BukuAirMinu Terzaghi, K. 1987. Mekanika Tanah dalam
m/BAB9SADAH... (Diakses pada Praktek Rekayasa. Erlangga. Jakarta.
tanggal 10 September 2016). Wasisto, S. 1980. Laporan Penelitian Sumber
Said, N. I dan Wahyu, W. 2010. Teknologi Air Minum dan Cara Pembuangan
Pengolah Air Gambut Sederhana. Jurnal Kotoran di Daerah Pasang Surut Rantau
Nusa Idaman. 5 (8). 35-52. Rasau Jambi. Pusat Penelitian Ekologi
Sutrisno, Muhdarina dan T. Ariful Amri. 2014. Kesehatan. Badan Litbangkes Depkes
Pengolahan Air Gambut dengan RI. Jakarta.
Koagulan Cair Hasil Ekstraksi Lempung
Alam Desa Cengar menggunakan
Larutan H2SO4. JOM FMIPA Unri. 1 (2)
:13-20.