You are on page 1of 8

Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.

2, 2017 : 135-142
p-ISSN 1979-6013
e-ISSN 2502-4221
Terakreditasi No. 687/AU3/P2MI-LIPI/07/2015

PENGETAHUAN EKOLOGI MASYARAKAT LOKAL DALAM PEMILIHAN


POHON PELINDUNG PADASISTEM AGROFORESTRI TRADISIONAL
"DUSUNG" PALA DI AMBON
(Local Community’s Ecological Knowledge in the Selection of Shading Trees
For Traditional Agroforestry System (Nutmeg “Dusung”) in Ambon)

Messalina Lovenia Salampessy1, Indra Gumay Febryano2 dan Iskar Bone3


1
Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa, Jl. K.H.Sholeh Iskandar Km 4
Tanah Sareal Bogor 16166, Indonesia;
E-mail: meis_forester@yahoo.com
2
Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Soemantri Brodjonegoro No. 1,
Bandar Lampung 35145, Indonesia;
E-mail: indragumay@yahoo.com
3
Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura, Kampus Poka, Ambon, Indonesia;
E-mail: Iskar72@yahoo.co.idm

Diterima 21 Mei 2016, direvisi 19 Mei 2017, disetujui 21 Agustus 2017

ABSTRACT

Local ecological knowledge is closely linked to decision-making process for planting tree. The aims of this
study are to describe and explain local community’s decision-making process in the selection of shading trees
on their lands according to their understanding and knowledge. This study used case study approach. Data was
collected through in-depth interviews and observations. The results of the study showed that to manage traditional
agroforestry, the community planted nutmeg (Myristica fragrans) as the main crop species and selected the
covering trees, such as walnuts (Canarium sp.) and durian (Durio sp.). The reasons in selecting shading trees
were as follows: the suitability of biophysical condition; supporting nutmeg growth; ease of maintenance and
harvesting activities; parental inheritance; yield diversity; and ease of marketing activities. Learning from the
study, the government and relevant stakeholders are expected touse local ecological knowledge to support the
development of community forestry.

Keywords: Local ecological knowledge; shading trees; agroforestry; dusung; nutmeg.

ABSTRAK

Pengetahuan ekologis lokal sangat terkait dengan pengambilan keputusan dalam penanaman pohon.Tujuan
penelitian ini adalah untuk menguraikan dan menjelaskan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh masyarakat
lokal dalam pemilihan jenis tanaman pelindung di lahan milik berdasarkan pemahaman dan pengetahuan
mereka.Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam
dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat dalam pengelolaan agroforestri tradisional
dengan jenis tanaman utama pala (Myristica fragrans) telah memilih jenis-jenis pohon pelindung, seperti kenari
(Canarium sp.) dan durian (Durio sp.). Alasan-alasan yang dikemukakan oleh masyarakat dalam memilih jenis
pohon pelindung adalah kesesuaian kondisi biofisik, menunjang pertumbuhan pala, kemudahan pemeliharaan
dan pemanenan, warisan orangtua, keanekaragaman hasil, dan kemudahan pemasaran. Pemerintah dan berbagai
pihak yang terkait diharapkan dapat menggunakan pengetahuan ekologi lokal untuk mendukung pengembangan
kehutanan masyarakat.

Kata kunci: Pengetahuan ekologi lokal; pohon pelindung; agroforestri; dusung; pala.

©2017 JPSE All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. doi: http://dx.doi.org/10.20886/jpse.2017.14.2.135-142 135
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.2, 2017 : 135-142

I. PENDAHULUAN salah satu faktor yang mendorong pemilik


Pengetahuan ekologi lokal memiliki lahan untuk melakukan penanaman pohon di
kontribusi terhadap resiliensi masyarakat. lahan miliknya (Ruseva, Evans, & Fischer,
Istilah resiliensi, menurut Adger (2000), 2015). Hal ini pula yang menjadi salah satu
merupakan kapasitas kelompok manusia atau alasan petani dalam memilih jenis tanaman
individu untuk mengatasi gangguan terhadap dan pola tanam, sehingga mendorong
mata pencaharian mereka dan hilangnya mereka untuk mengusahakan lahannya
keamanan sebagai akibat dari dampak dengan orientasi produksi jangka panjang
perubahan sosial, ekonomi atau ekologi. (Rao, Spoor, Ma, & Shi, 2016). Di sisi lain,
Namun demikian, Blanco & Carrière (2016) ketidakamanan penguasaan lahan telah
berpendapat bahwa pengetahuan ekologis mendorong peningkatan deforestasi (Etongo,
lokal terkait dengan kegiatan subsisten dan Djenontin, Kanninen, Fobissies, Korhonen-
gaya hidup; dimana pelestarian gaya hidup ini Kurki, & Djoudi, 2015). Studi tentang
mungkin penting bagi resiliensi masyarakat keputusan masyarakat untuk menanam dan
dalam konteks ketidakpastian di masa yang memelihara pohon telah banyak dilakukan,
akan datang. Berkes, Colding, & Folke (2000) tetapi ada aspek penting yang belum
menjelaskan bahwa pengetahuan ekologi mendapat perhatian secara lebih mendalam,
lokal merupakan sekumpulan pengetahuan, yaitu dari sisi pandangan masyarakat,
praktik, dan keyakinan yang berkembang terutama mengenai alasan-alasan masyarakat
melalui proses adaptif dan diwariskan dari dalam pemilihan jenis tanaman. Pertanyaan
generasi ke generasi secara turun temurun utama dari penelitian ini adalah mengapa
melalui penyebaran budaya, tentang hubungan dan bagaimana masyarakat melakukan
sesama makhluk hidup (termasuk manusia) pengambilan keputusan untuk memilih suatu
dan dengan lingkungannya. jenis tanaman dan pola tanam tertentu di lahan
Pengetahuan ekologis lokal sangat terkait miliknya berdasarkan pengetahuan lokal yang
dengan pengambilan keputusan dalam dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk
penanaman dan pemeliharaan pohon. Menurut menguraikan dan menjelaskan pengambilan
Febryano, Suharjito, & Soedomo (2009), keputusan yang dilakukan oleh masyarakat
alasan-alasan petani di Desa Sungai Langka dalam pemilihan jenis tanaman pelindung
Provinsi Lampung memilih jenis tanaman di lahan milik berdasarkan pemahaman dan
dan pola tanam, yaitu: pendapatan uang, pengetahuan lokal masyarakat. Pengetahuan
kontinuitas produksi, kecepatan berproduksi, dan pemahaman tentang alasan-alasan
kemudahan pemeliharaan dan pemanenan, masyarakat ini akan bermanfaat bagi berbagai
kemudahan pengolahan pascapanen, pihak yang terlibat dalam pengembangan
kemampuan ditanam dengan tanaman kehutanan masyarakat, khususnya di lahan
lain, dan keamanan penguasaan lahan. milik.
Studi yang dilakukan Assogbadjo, Kakai,
Vadouhe, Djagoun, Codjia, & Sinsin (2012) II. METODE PENELITIAN
menunjukkan bahwa tiga alasan utama petani Penelitian dilakukan dari bulan Mei
di Benin (Afrika Barat) untuk mengkonservasi sampai dengan Juni 2015 di dusung pala milik
atau menumbuhkan pohon yang tumbuh liar masyarakat yang berada di desa Hutumuri
di ladangnya adalah kontribusinya terhadap Pulau Ambon. Dusung pala merupakan
pangan, penggunaannya untuk pengobatan salah satu sistem agroforestri tradisional di
dan seremoni tradisional, serta persepsi Provinsi Maluku yang dikembangkan secara
petani terhadap ketersediaannya di alam. turun temurun. Desa Hutumuri adalah salah
Keamanan penguasaan lahan merupakan satu desa adat di Kota Ambon yang terdapat

136
Pengetahuan Ekologi Masyarakat Lokal dalam Pemilihan Pohon Pelindung..............(Messalina Lovenia Salampessy, Indra Gumay Febryano
dan Iskar Bone)

di bagian pesisir di kawasan Leitimur Pulau tradisional yang diterapkan petani dalam
Ambon. Desa tersebut memiliki wilayah pengelolaan sumber daya dusung palanya
seluas 270 km2 dan merupakan salah satu dan bagaimana dusung pala dapat terus
desa yang sangat potensial sebagai penghasil beradaptasi dengan perubahan ekosistem
pala di Pulau Ambon. Jarak dari desa tersebut di sekitarnya.
ke ibu kota provinsi sekitar 26 km yang dapat
ditempuh dalam waktu satu jam dengan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan kendaraan mobil. A. Pengelolaan Dusung Pala
Penelitian ini menggunakan metodologi
studi kasus. Secara umum studi kasus Pada awalnya sistem agroforestri
memberikan akses dan peluang yang luas tradisional dusung merupakan lahan hutan
kepada peneliti untuk menelaah secara alam, dimana pohon tumbuh secara alami
mendalam, detail, intensif, dan menyeluruh yang benihnya disebarluaskan oleh satwa liar,
terhadap unit sosial yang diteliti (Burhan, seperti burung, babi, atau serangga lainnya.
2006). Studi kasus tidak sekedar untuk Masyarakat kemudian menyisipkan jenis-
menjelaskan seperti apa pemahaman jenis tanaman tertentu dan menatanya sesuai
pengetahuan ekologi tradisional yang ingin rencana pengelolaan. Seiring berjalannya
diteliti, tetapi juga menjelaskan bagaimana waktu, terbentuklah agroforestri tradisional
pengetahuan ini dikembangkan dan mengapa yang didominasi oleh jenis tertentu,
dapat terus diimplementasikan masyarakat seperti pala (Myristica fragrans), cengkeh
dalam pengelolaan dusung di wilayah tersebut. (Syzygium aromaticum), dan lain-lain. Sistem
Pengumpulan data dilakukan dengan agroforestri tersebut oleh masyarakat disebut
wawancara mendalam dan observasi dusung pala, dusung cengkeh, dan lain-lain.
partisipan. Pemilihan sampel dilakukan secara Menurut Salampessy, Bone, & Febryano
sengaja (purposive sampling), dengan jumlah (2012) dusung memiliki beberapa manfaat
informan kunci sebanyak 15 orang petani yaitu sebagai sumber pendapatan masyarakat,
pemilik lahan dusung di desa Hutumuri dan memiliki stabilitas ekologis yang relatif
lima orang tokoh masyarakat yakni Kepala tinggi, dan pengelolaannya bertujuan untuk
Desa Hutumuri, Ketua RW 03, dua orang tokoh memelihara dan meningkatkan keunggulan
adat dan satu orang pemuka agama. Data yang tanaman di dalamnya. Begitu pula dengan
terkumpul kemudian dianalisis pemilihan pendapat Aworh (2015) bahwa budidaya
jenis tanamannya oleh masyarakat, khususnya dan pemanfaatan berbagai pohon buah
pohon pelindung dengan menggunakan teori asli setempat bertujuan untuk mengurangi
pengetahuan ekologi lokal dari Berkes et al. kerugian pasca panen, mempromosikan
(2000), dengan mekanisme sebagai berikut: ketahanan pangan, meningkatkan pendapatan
petani kecil, dan berkontribusi pada
1. Mengidentifikasi praktik manajemen pembangunan pedesaan yang berkelanjutan.
dusung pala yang diterapkan masyarakat Pengambilan keputusan dalam penanaman
berdasarkan pengetahuan ekologi dan pemeliharaan dusung oleh masyarakat
lokalnya, mulai dari aktivitas perencanaan merupakan bagian dari pengetahuan
sampai pemanenan. ekologis lokal yang diwariskan secara
2. Mengidentifikasi sejumlah mekanisme turun temurun. Hal ini sejalan dengan studi
sosial di balik praktik manajemen dusung yang dilakukan oleh Boafo, Saito, Kato,
pala dan bagaimana pengetahuan nilai Kamiyama, Takeuchi, & Nakahara (2015)
budaya ini diwariskan dari generasi ke yang menunjukkan bagaimana keberhasilan
generasi. dalam penerapan pengetahuan ekologi lokal
3. Mengevaluasi sistem pengetahuan menghadapi berbagai tantangan, seperti

137
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.2, 2017 : 135-142

adanya kekhasan daerah dalam pengelolaan dusung ini berperan penting dalam
dan pengaturan sumber daya alam secara konservasi tanah dan air, serta merupakan
tradisional, kompleksitas lanskap sosial- areal penyangga sehingga hutan yang
ekologi, dan berhubungan dengan perubahan sejak semula sudah ditetapkan sebagai
kondisi ekosistem yang berbeda. hutan lindung atau yang disebut ewang
Secara umum pengelolaan dusung pala di hampir tidak tersentuh oleh masyarakat.
Desa Hutumuri dilakukan dalam tiga fase, Berdasarkan kepemilikannya, istilah
yaitu: dusung dibagi menjadi dua, yaitu dusung
1. Fase kebun/ladang pusaka dan dusung dati. Dusung pusaka
Fase kebun/ladang dilakukan setelah merupakan dusung yang dimiliki dan
penebangan hutan dan kegiatan diwariskan kepada keturunan anak laki-laki
pembakaran. Kegiatan dilakukan dengan yang menyandang nama marga, sementara
penanaman tanaman semusim (palawija). dusung dati dimiliki berdasarkan hubungan
Orientasi produksi menjadi pertimbangan kekerabatan antar marga yang terkait.
petani pada fase ini dalam pemilihan Pengambilan keputusan dalam pengelolaan
jenis tanaman semusim yang dapat hidup dusung sangat dipengaruhi oleh jenis
berdekatan dengan pohon pala; begitu kepemilikannya, sehingga untuk menata
pula dengan tanaman pelindung diatur, keberadaan berbagai jenis tanaman dan jumlah
diseleksi, dan ditentukan berdasarkan pohon di dalamnya tidak dapat ditentukan
keputusan bersama. oleh individu tertentu namun ditentukan
2. Fase aong oleh rapat bersama sesuai jenis kepemilikan
Fase aong dilakukan setelah dua sampai yang melibatkan hubungan kekerabatan yang
tiga tahun fase kebun/ladang. Kegiatan terjalin
dilakukan dengan menanami kebun
dengan tanaman keras antara lain pala, B. Pemilihan Jenis Pohon Pelindung pada
cengkeh, dan buah-buahan. Tanaman Dusung Pala
tersebut ditanam dengan jarak tanam yang 1. Kesesuaian kondisi biofisik
berjauhan, sedangkan tanaman semusim Dari pengalaman bercocok tanam selama
makin lama makin berkurang dan akhirnya bertahun-tahun, petani menyatakan bahwa
tidak lagi ditanam sehingga kebun kenari (Canarium sp.) dan durian (Durio
dibiarkan menyemak. Lahan tidak ditanami sp.) sangat sesuai dengan kondisi topografi
dengan palawija lagi dengan tujuan agar di desa tersebut yang berbukit dan beriklim
kesuburan tanah dapat terbentuk kembali. tropis, serta dapat ditanam sebagai pelindung
Pada fase ini pengaturan jarak tanam tanaman pala. Kondisi biofisik tersebut
dan kondisi biofisik menjadi salah satu mendukung pertumbuhan dan perkembangan
pertimbangan petani. durian dan kenari, sehingga hasilnya banyak
3. Fase dusung ditemui di Desa Hutumuri. Kondisi biofisik
Fase dusung dilakukan setelah enam merupakan aspek yang berkaitan dengan
sampai delapan tahun lahan fase aong. kesesuaian jenis tanaman dengan ketinggian/
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tanah dan kelembaban di wilayah setempat.
terbentuk hutan secara alami.Tanaman Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan
palawija mulai ditanam pada lahan-lahan oleh Assogbadjo et al. (2012); Norgrove
kosong yang masih dapat ditembus oleh & Hauser, (2016); Nyagumbo, Mkuhlani,
sinar matahari, sehingga terbentuk suatu Mupangwa, & Rodriguez (2017) bahwa petani
kawasan yang di dalamnya terdapat memiliki kriteria biofisik yang disesuaikan
pepohonan dan tanaman palawija. Fase dengan sistem penanaman yang dilakukannya.

138
Pengetahuan Ekologi Masyarakat Lokal dalam Pemilihan Pohon Pelindung..............(Messalina Lovenia Salampessy, Indra Gumay Febryano
dan Iskar Bone)

2. Menunjang pertumbuhan pala terdekomposisi secara alami di bawah pala dan


Masyarakat cenderung memilih jenis berfungsi sebagai pupuk alami. Pengendalian
pohon kenari (Canarium sp.) dan durian hama penyakit terhadap jenis pohon
(Durio sp.) sebagai tanaman pelindung pelindung sangat jarang dilakukan kerena
utama untuk pala karena memiliki daun yang kedua jenis pohon ini termasuk jenis yang
mudah terdekomposisi dan menyuburkan sangat jarang diserang hama dan penyakit.
tanah di sekitar pala sehingga bermanfaat Petani cenderung membiarkan pertumbuhan
meningkatkan kondisi biofisik. Kedua jenis pohon-pohon di dalam dusungnya secara
pohon tersebut ditanam di sela-sela pala alami. Pohon pelindung seperti durian dan
dengan jarak tanam 5x5 meter. Selain itu, kenari tidak memerlukan pemeliharaan
kenari dan durian merupakan jenis pohon khusus dan aktivitas pemanenannya sangat
yang ukurannya besar dan tinggi, serta mudah, sehingga masyarakat senang
memiliki tajuk yang lebar sehingga berfungsi membudidayakan.
menaungi tanaman pala. Pala adalah jenis
4. Warisan
tanaman yang tidak tahan terhadap angin yang
terlalu kencang karena dapat mengganggu Dusung pala secara tradisi merupakan
penyerbukan buahnya. Pengetahuan ini sesuai warisan yang diturunkan secara turun
dengan yang dijelaskan oleh Herman (2012) temurun dan dihormati keberadaannya oleh
bahwa pala merupakan jenis tanaman yang masyarakat. Pengelolaannya juga memerlukan
tidak baik diusahakan pada daerah terbuka dan kesepakatan berdasarkan jenis kepemilikan
membutuhkan tanaman pelindung. Penelitian dusungnya. Kepemilikan dusung di Desa
Riry & Amanupunyo (2012) memperlihatkan Hutumuri didominasi oleh dusung dati, dimana
fungsi kanopi kenari dan durian yang biasanya pengelolaan berbagai pohon dan tanaman
ditanam di sisi utara dan selatan dari dusung di dalamnya memerlukan kesepakatan antar
sebagai penghalang angin terhadap tanaman marga yang terkait. Sebagian besar petani
utama pala dan cengkeh. mengungkapkan bahwa kenari dan durian
akan selalu dipertahankan keberadaannya
3. Kemudahan pemeliharaan dan sebagai pohon pelindung pala pada dusung
pemanenan yang dimilikinya sebagai penghargaan
Kemudahan pemeliharaan menunjuk pada terhadap warisan orangtuanya. Menurut
orientasi penghematan input produksi, seperti: Suharjito (2011) bahwa budidaya pohon
tenaga kerja, pupuk, serta penanganan hama dikategorikan sebagai suatu tradisi apabila
dan penyakit. Pengusahaan dusung tetap dapat kegiatan tersebut sudah menjadi praktik,
dilakukan meskipun petani hanya mempunyai kepercayaan dan melembaga yang diturunkan
modal yang relatif kecil. Pattinama & dari generasi ke generasi dan menjadi sumber
Siwalette (2012) menyatakan bahwa semua stabilitas sosial dan legitimasi.
aktivitas pengelolaan dusung dikerjakan oleh
pemilik dusung dan keluarganya, sehingga 5. Pendapatan uang
tidak ada biaya produksi yang dikeluarkan Dusung mempunyai fungsi sebagai sumber
untuk tenaga kerja tambahan di luar keluarga. pendapatan uang (cash income) yang dapat
Kegiatan penyiangan durian dilakukan diperoleh sepanjang tahun. Penjualan produk-
bersamaan dengan penyiangan pala, produk yang dihasilkan dusung menunjukkan
sedangkan kenari tumbuh alami tanpa bagaimana orientasi komersial pemiliknya
memerlukan penyiangan dan pemeliharaan dalam pengusahaan dusung. Pendapatan uang
khusus. Bahkan tindakan pemupukan tidak merupakan aspek yang menunjukkan bahwa
banyak dilakukan petani terhadap pala petani lebih memilih jenis tanaman yang
karena daun kenari dan durian yang gugur mempunyai harga yang tinggi di pasaran.

139
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.2, 2017 : 135-142

Selain itu, harga jual produk yang dihasilkan Keberadaan hasil pohon kenari dan durian
oleh kenari dan durian relatif stabil dan sangat membantu kestabilan hasil dusung
selalu diminati oleh masyarakat, terlebih pala terutama bila hasil panen pala tidak
ketika pada musim panennya. Soltani, seperti yang diharapkan. Studi yang dilakukan
Sankhayan, & Hofstad (2015) menjelaskan oleh Salampessy et al. (2012) menunjukkan
bahwa masyarakat di sekitar hutan cenderung perkembangan dusung yang memunculkan
menggabungkan potensi sumber daya hutan kombinasi jenis-jenis tanaman dengan hasil
yang tersedia karena memberikan pendapatan yang beragam dan berkesinambungan, serta
ekonomi tambahan dan turut meningkatkan dapat diatur sepanjang tahun.
kesejahteraan masyarakat. 7. Kemudahan pemasaran
Kenari dapat dipanen sekali dalam
setahun yaitu pada bulan Januari sampai Pemasaran hasil dusung oleh petani tidak
dengan Maret. Buah yang baru dipanen dapat banyak menemui kesulitan. Pedagang atau
disimpan hingga setahun tanpa mengalami tengkulak banyak ditemui di desa dan mereka
kerusakan. Bila sewaktu-waktu dibutuhkan dapat langsung membeli dari petani dan
untuk dijual, maka buah kenari diolah lebih menjual hasil dusung tersebut ke pasar di kota
lanjut dengan mengambil daging buahnya dan Ambon. Kenari dan durian dapat juga dijual
dikeringkan. Harga jualnya di pasar sangat sendiri atau dijual kepada para pedagang
tinggi yaitu ± Rp80.000/150 biji kenari kering buah dipasar dengan perantara/tengkulak.
dan Rp20.000/100 biji kenari mentah. Durian Bravo-Monroy, Potts, & Tzanopoulos
dapat dipanen 1-2 kali setahun dengan harga (2016) menjelaskan bahwa salah satu
jual berkisar antara Rp15.000 sampai dengan keputusan yang dilakukan petani terhadap
Rp25.000 per buah. aktivitas pengelolaan lahannya didasarkan
pada kesadaran petani sebagai penggerak
6. Keanekaragaman hasil ekonomi, dimana aspek profitabilitas tanaman
Hasil yang beragam dapat diperoleh menentukan bagaimana petani terlibat dalam
dari dusung pala yang diusahakan oleh perdagangan dan jaringan pasar pada skala
masyarakat. Dalam satu hektar, keberadaan spasial regional, nasional, dan internasional.
pohon kenari rata-rata berjumlah sekitar 6-10
pohon dan pohon durian sekitar 20-30 pohon, IV. KESIMPULAN DAN SARAN
dimana pohon-pohon tersebut menaungi 50-
100 pohon pala. Selain itu, terdapat beberapa A. Kesimpulan
pohon buah lainnya yang juga dikelola Dusung merupakan salah satu sistem
dengan baik oleh petani. Pengelolaan seperti agroforestri tradisional yang berkembang
ini dilakukan masyarakat agar dapat diperoleh di Provinsi Maluku. Pengelolaan dusung
hasil yang berkelanjutan dan beragam dan pala di Desa Hutumuri dilakukan dalam tiga
dapat dipanen secara bergantian sepanjang fase, yaitu: kebun/ladang, aong, dan dusung.
tahun. Pala dapat dipanen sebanyak tiga kali Pengambilan keputusan dalam pemilihan
dalam setahun diselingi oleh hasil panen jenis tanaman pelindung di dusung pala
kenari dan durian serta buah lainnya. dilakukan berdasarkan pengetahuan ekologis
Pengelolaan dusung yang menghasilkan lokal masyarakat yang berkembang secara
keanekaragaman produk dilakukan oleh turun temurun. Pengambilan keputusan
petani untuk meminimalkan resiko dan tersebut didasari oleh alasan-alasan tertentu,
ketidakpastian misalnya apabila harga yaitu: kesesuaian kondisi biofisik, menunjang
jual pala menurun atau hasil panen pala pertumbuhan pala, kemudahan pemeliharaan
berfluktuasi karena perubahan iklim. dan pemanenan, warisan orangtua, pendapatan

140
Pengetahuan Ekologi Masyarakat Lokal dalam Pemilihan Pohon Pelindung..............(Messalina Lovenia Salampessy, Indra Gumay Febryano
dan Iskar Bone)

uang, keanekaragaman hasil, dan kemudahan Blanco, J., & Carrière, S. (2016). Sharing local
pemasaran. ecological knowledge as a human adaptation
strategy to arid environments: Evidence from
B. Saran an ethnobotany survey in Morocco. Journal
of Arid Environments, 127, 30-43. https://doi.
Pemerintah dan berbagai pihak yang terkait
org/10.1016/j.jaridenv.2015.10.021.
seharusnya dapat menggunakan pengetahuan
Boafo, Y. A., Saito, O., Kato, S., Kamiyama, C.,
ekologi lokal masyarakat, seperti dusung, Takeuchi, K., & Nakahara, M. (2015). The
untuk mendukung pengembangan kehutanan role of traditional ecological knowledge in
masyarakat. ecosystem services management: the case of
four rural communities in Northern Ghana.
International Journal of Biodiversity Science,
UCAPAN TERIMA KASIH Ecosystem Services & Management, 12(1-2),
Penulis menyampaikan terima kasih 24-38. https://doi.org/10.1080/21513732.201
kepada Universitas Pattimura yang telah 5.1124454.
membiayai penelitian dosen pemula ini Bravo-Monroy, L., Potts, S. G., & Tzanopoulos, J.
melalui DIPA Universitas dengan nomor (2016). Drivers influencing farmer decisions
for adopting organic or conventional
DIPA 023.04.2.415247/2014 dan terima kasih coffee management practices. Food Policy,
juga disampaikan penulis kepada Bapak Polly 58, 49-61. https://doi.org/10.1016/j.
Pessy dan Ina Hutubessy yang telah sangat foodpol.2015.11.003.
membantu penulis dalam pengambilan data di Bungin, B. (2006). Metode penelitian kualitatif.
lapangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Etongo, D., Djenontin, I. N. S., Kanninen, M.,
Fobissie, K., Korhonen-Kurki, K., & Djoudi,
H. (2015). Land tenure, asset heterogeneity
DAFTAR PUSTAKA and deforestation in Southern Burkina Faso.
Forest Policy and Economics, 61, 51-58.
Adger, W. N. (2000). Social and ecological resilience, https://doi.org/10.1016/j.forpol.2015.08.006
are they related? Progress in Human Febryano, I. G., Suharjito, D., & Soedomo, S. (2009).
Geography, 24(3), 347-364. https://doi. Pengambilan keputusan pemilihan jenis
org/10.1191/030913200701540465. tanaman dan pola tanam di lahan hutan
Assogbadjo, A. E., Kakaï, R. G., Vodouhê, F. G., negara dan lahan milik: Studi kasus di Desa
Djagoun, C. A. M. S., Codjia, J. T. C., Sungai Langka, Kecamatan Gedong Tataan,
& Sinsin, B. (2012). Biodiversity and Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.
socioeconomic factors supporting farmers’ Decision Making of Crop and Croping
choice of wild edible trees in the agroforestry System Selection. Forum Pascasarjana,
systems of Benin (West Africa). Forest Policy 32(2), 129-143. Retrieved March 7, 2017.
and Economics, 14(1), 41-49. https://doi. from http://download.portalgaruda.org/
org/10.1016/j.forpol.2011.07.013. article.php?article=86236&val=245.
Aworh, O. C. (2015). Promoting food security and Herman, R. (2012). Budidaya pala dalam sistim
enhancing Nigeria’s small farmers’ income dusung (pp. 25-34). Prosiding Workshop
through value-added processing of lesser- Nasional: Agroforestry berbasis pala untuk
known and under-utilized indigenous fruits kesejahteraan masyarakat Maluku. Ambon
and vegetables. Food Research International, 5-6 Maret 2012. Maluku: Universitas
76, 986-991. https://doi.org/10.1016/j. Pattimura-CORDAID.
foodres.2015.06.003. Norgrove, L., & Hauser, S. (2016). Biophysical criteria
Berkes, F., Colding, J., & Folke, C. (2000). Rediscovery used by farmers for fallow selection in West
of traditional ecological knowledge as adaptive and Central Africa. Ecological Indicators,
management. Ecological Applications, 10(5), 61, 141-147. https://doi.org/10.1016/j.
1251-1262. Retrieved August 2, 2013 from ecolind.2015.06.013.
https://www.fws.gov/nativeamerican/pdf/ Nyagumbo, I., Mkuhlani, S., Mupangwa, W., &
tekberkes-2000.pdf. Rodriguez, D. (2017). Planting date and

141
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.2, 2017 : 135-142

yield benefits from conservation agriculture Ruseva, T. B., Evans, T. P., & Fischer, B. C.
practices across Southern Africa. Agricultural (2015). Can incentives make a difference?
Systems, 150, 21-33. https://doi.org/10.1016/j. Assessing the effects of policy tools for
agsy.2016.09.016. encouraging tree-planting on private lands.
Pattinama, M., & Siwalette, J. (2012). Ketika pala Journal of Environmental Management,
mulai berbuah? Suatu tinjauan etnobotani & 155, 162-170. https://doi.org/10.1016/j.
etnobiogeografi dalam agroforestry berbasis jenvman.2015.03.026.
pala di Maluku (pp. 16-24). Prosiding Salampessy, M. L., Bone, I., & Febryano, I. G. (2012).
Workshop Nasional: Agroforestry berbasis Performansi dusung pala sebagai salah satu
pala untuk kesejahteraan masyarakat Maluku. agroforestri tradisional di Maluku. Jurnal
Ambon, 5-6 Maret 2012. Maluku: Universitas Tengkawang, 2(2), 55-65. Retrieved August
Pattimura-CORDAID. 24, 2017 from http://download.portalgaruda.
Rao, F., Spoor, M., Ma, X., & Shi, X. (2016). Land org/article.php?article=111696&val=2344.
tenure (in)security and crop-tree intercropping Soltani, A., Sankhayan, P. L., & Hofstad, O. (2015).
in rural Xinjiang, China. Land Use Policy, A recipe for co-management of forest and
50, 102-114. https://doi.org/10.1016/j. livestock-Results of bio-economic model at
landusepol.2015.09.001. a village level in Iran. Agricultural Systems,
Riry, J & Amanupunyo, H.R.D. (2012). Penataan 140, 74-86. https://doi.org/10.1016/j.
komoditas pala berbasis dusung di pulau agsy.2015.09.001
kecil (pp. 39-52). Prosiding Workshop Suharjito, D. (2011). Tradisi dan perubahan budidaya
Nasional: Agroforestry berbasis pala untuk pohon di Desa Rambahan Kuansing dan Desa
kesejahteraan masyarakat Maluku. Ambon Ranggang Tanah Laut, Jurnal Manajemen
5-6 Maret 2012. Maluku: Universitas Hutan Tropika, XVII(3), 95-102.
Pattimura-CORDAID.

142

You might also like