You are on page 1of 10

Hubungan Imunisasi dan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) terhadap Status Gizi Buruk

pada Bayi Dua Tahun (BADUTA) di Indonesia Tahun 2018

Nursevani Hamzah, Vinna Juniarti Fatimah, dan Devi Yulia Astuti


Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jambi

E-mail :

ABSTRACT

In Indonesia, the discussion of nutrition is one of the main discussions in human


development. As one of the countries with a population focus that is diverse in Indonesia, the
transition by malnutrition. Many factors are related to the status of malnutrition events both
directly and indirectly. The purpose of this study is to study the relationship of risk factors
with malnutrition status according to the provinces in Indonesia. This type of research is
descriptive with ecological study design or comparative study. The data used is tertiary data
from the national report on the results of basic health research (Riskesdas) conducted by the
Health Research and Development Agency (Balitbangkes) Ministry of Health of the Republic
of Indonesia from 34 Provinces in Indonesia in 2018. Riskesdas 2018 Request for
information from Cross Sectional and non-intervention studies . Data collection uses
interviews, measurements and direct health checks needed in each province in Indonesia
(representative data up to district / city level). The number of samples that were successfully
interviewed was 1,017,290 people. Samples were randomly selected using the PPS
(Probability Proportionate to Size) technique. Status of Malnutrition Proportion by Province
as an agreed variable, where the status of malnutrition distribution is obtained based on (BB /
U) and is related to several factors related to complete immunization, incomplete
immunization, non immunization, IMD <1 hour and IMD ≥ 1 hour. Data analysis using
Pearson's Product moment conversion test α = 0.05. The results showed a relationship
between the basis of complete immunization (P = 0,000; r = - 0.588), incomplete
immunization (P = 0,000; r = 0.602), non-immunization (P = 0.014; r = 0.417), IMD <1 hour
( P = 0.043; r = 0.350), IMD ≥ 1 hour (P = 0.044; r = - 0.348) with the proportion of poor
nutritional status of Two-Year Infants (Baduta) based on weight / U.
Keywords: Poor Nutrition Status, Complete Immunization, Incomplete Immunization, No
Immunization, IMD <1 hour, and IMD ≥ 1 hour.
ABSTRAK

Di Indonesia, persoalan gizi merupakan salah satu persoalan utama dalam pembangunan
manusia. Sebagai salah satu negara dengan kompleksitas kependudukan yang sampai
beraneka ragam Indonesia dihadapi oleh dinamika persoalan gizi buruk. Banyak faktor yang
berhubungan dengan kejadian status gizi buruk baik langsung maupun tidak langsung. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui hubungan beberapa faktor risiko dengan proporsi status gizi
buruk menurut Provinsi di Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
dengan rancangan studi ekologi atau studi korelasi. Data yang dipergunakan adalah data
tersier bersumber dari laporan nasional hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan
RI dari 34 Provinsi di Indonesia Tahun 2018. Riskesdas 2018 memuat informasi dari studi
Cross Sectional dan non-intervensi. Pengumpulan data menggunakan wawancara,
pengukuran, dan pemeriksaan kesehatan secara langsung yang diperlukan di setiap Provinsi
di Indonesia (Representatif data hinggan tingkat kabupaten/kota). Jumlah sampel yang
berhasil diwawancarai adalah 1.017.290 orang. Sampel dipilih secara random menggunakan
teknik PPS (Probability Proporsionate to Size). Proporsi Status Gizi Buruk menurut Provinsi
sebagai variabel terikat, dimana proporsi status gizi buruk diperoleh berdasarkan (BB/U)
dan dihubungkan dengan beberapa faktor risiko yaitu proporsi imunisasi lengkap, imunisasi
tidak lengkap, tidak imunisasi, IMD < 1 jam dan IMD ≥ 1 jam. Analisis data menggunakan
uji korelasi Pearson’s Product moment α = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan antara proporsi imunisasi dasar lengkap (P= 0,000 ; r= - 0,588), imunisasi tidak
lengkap (P= 0,000 ; r= 0,602), tidak imunisasi (P= 0,014 ; r= 0,417), IMD < 1 jam (P=
0,043 ; r= 0,350), IMD ≥ 1 jam (P=0,044 ; r= - 0,348) dengan proporsi status gizi buruk Bayi
Dua Tahun (Baduta) berdasarkan BB/U.
Kata Kunci : Status Gizi Buruk, Imunisasi Lengkap, Imunisasi Tidak Lengkap, Tidak
Imunisasi, IMD < 1 jam, dan IMD ≥ 1 jam.
Pendahuluan

Di Indonesia, persoalan gizi merupakan salah satu persoalan utama dalam


pembangunan manusia. Sebagai salah satu negara dengan kompleksitas kependudukan yang
sampai beraneka ragam Indonesia dihadapi oleh dinamika persoalan gizi buruk. Status gizi
merupakan keadaan tubuh karena mengkonsumsi makanan dan penggunakan zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh.
Penilaian status gizi dapat diukur berdasarkan pengukuran antropometri yang terdiri dari
variabel umur, berat badan dan tinggi badan.

Pengukuran status gizi didasarkan atas Standar World Health Organization (WHO,
2005) yang telah ditetapkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Menurut standar tersebut, status gizi balita dapat diukur berdasarkan tiga indeks, yaitu berat
badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB). (buku antropometri)

Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status gizi yang didasarkan pada indeks berat
badan menurut umur (BB/U). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang
diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa persentase gizi buruk pada
balita usia 0-23 bulan di Indonesia adalah 3,8%, sedangkan persentase gizi kurang adalah
11,4%. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang
diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2017, yaitu persentase gizi buruk pada
balita usia 0-23 bulan sebesar 3,5% dan persentase gizi kurang sebesar 11,3%. Provinsi
dengan persentase tertinggi gizi buruk dan gizi kurang pada balita usia 0-23 bulan tahun 2018
adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah
Provinsi Jawa Barat. (profil kesehatan indonesia 2018)

Menurut UNICEF ada tiga penyebab gizi buruk pada anak yaitu penyebab tidak
langsung, penyebab mendasar, dan penyebab langsung. Penyebab tidak langsung gizi buruk
yaitu tidak cukup pangan, pola asuh yang tidak memadai dan sanitasi, air bersih/ pelayanan
kesehatan dasar yang tidak memadai. Penyebab utama masalah gizi buruk adalah karena
krisis ekonomi, politik dan sosial termasukbencana alam yang mempengaruhi ketersediaan
pangan, pola asuh dalam keluarga dan pelayanan kesehatan serta sanitasi yang memadai yang
pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita. Ada dua penyebab langsung gizi buruk, yaitu
asupan gizi yang kurang dan penyakit infeksi. (septikasari 2018).
Penyakit infeksi dapat meningkatkan karena dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan
dan hygiene sanitasi yang kurang baik meliputi imunisasi dan tindakan kuratif serta
rehabilitatif. Imunisasi diberikan secara lengkap diharapkan dapat meningkatkan kekebalan
anak dari penyakit infeksi sehingga status gizi anak dapat meningkat. Imunisasi yang dapat
diperoleh anak adalah imunisasi dasar. Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan
sengaja memberikan kekebalan pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit.
Imunisasi ini harus diperoleh anak sebelum usia 12 bulan.(jurnal pendahuluan imunisasi)

Selain imunisasi, IMD juga merupakan salah satu upaya untuk mencegah status gizi
buruk. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara
tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit bayi bersentuhan pada kulit ibu yang
dilakukan sekurang-kurangnya satu jam segera setelah lahir. Jika kontak tersebut terhalang
oleh kain atau dilakukan kurang dari satu jam maka dianggap belum sempurna dan tidak
melakukan IMD.(profil kesehatan 2018)

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2017 angka
inisiasi menyusu dini (IMD) 51% per 1000 kelahiran. Tahun 2018 inisiasi menyusu dini
(IMD) mengalami kenaikan yaitu 60% per 1000 kelahiran dari hasil yang ingin dicapai
100%. Dalam tahun 2019 diharapkan sudah mampu mencapai angka 100% atau setidaknya
mendekati target.(jurnalvinna)

Metode

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan rancangan studi ekologi atau
studi korelasi. Data yang dipergunakan adalah data tersier bersumber dari laporan nasional
hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI dari 34 Provinsi di
Indonesia Tahun 2018.

Riskesdas 2018 memuat informasi dari studi Cross Sectional dan non-intervensi.
Pengumpulan data menggunakan wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan kesehatan secara
langsung yang diperlukan di setiap Provinsi di Indonesia (Representatif data hinggan tingkat
kabupaten/kota). Jumlah sampel yang berhasil diwawancarai adalah 1.017.290 orang. Sampel
dipilih secara random menggunakan teknik PPS (Probability Proporsionate to Size) dengan
menggunakan Blok Sensus yang dipilih oleh BPS. Berdasarkan kerangka sampel
.......................
Riskesdas dilakukan setiap lima tahun sekali dan dipublikasikan pada website Balitbangkes
dimana setiap .....

Variabel yang dianalisis pada penelitian ini meliputi proporsi Status Gizi Buruk
menurut Provinsi sebagai variabel terikat, dimana proporsi status gizi buruk diperoleh
berdasarkan (BB/U) dan dihubungkan dengan beberapa faktor risiko yaitu proporsi
imunisasi lengkap, imunisasi tidak lengkap, tidak imunisasi, IMD < 1 jam dan IMD ≥ 1 jam.
Analisis data menggunakan uji korelasi Pearson’s Product moment α = 0,05.

Tabel 1. Proporsi Status Gizi Buruk Baduta dan Beberapa Faktor Risiko
Menurut Provinsi di Indonesia
Imunisasi Dasar Lengkap IMD
Provinsi Status
Gizi Imunisasi Imunisasi Tidak IMD < 1 IMD ≥
Buruk Lengkap Tidak Imunisasi Jam 1 Jam
Lengkap
Aceh 6,30 19,5 39,6 40,9 89,9 10,2
Sumatera Utara 5,80 32,7 48,5 18,8 90,7 9,3
Sumatera Barat 3,90 38,7 48,1 13,2 86,8 13,2
Riau 4,40 34,4 51,3 14,3 88,9 11,1
Jambi 4,90 62,6 26,8 10,6 90,4 9,6
Sumatera Selatan 3,90 48,3 42,4 9,3 86,3 13,7
Bengkulu 2,40 62,6 28,1 9,3 92,2 7,8
Lampung 2,70 67,3 25,8 6,9 90,1 9,9
Bangka Belitung 4,60 75,2 16,7 8,1 91,0 9,0
Kepulauan Riau 2,70 71,2 23,3 5,4 90,2 9,8
DKI Jakarta 1,50 68,0 30,4 1,5 79,0 20,8
Jawa Barat 2,50 58,3 35,3 6,5 82,9 17,1
Jawa Tengah 3,50 75,0 22,3 2,7 82,3 17,7
DI Yogyakarta 1,40 83,7 16,3 0,0 62,6 37,4
Jawa Timur 3,60 69,2 26,3 4,6 81,9 18,1
Banten 3,00 47,0 37,4 15,6 88,9 11,1
Bali 1,60 92,1 7,4 0,5 81,9 18,1
NTB 4,40 70,8 24,8 4,5 75,6 24,4
NTT 6,90 51,6 40,5 7,9 77,1 22,9
Kalimantan Barat 5,20 48,0 35,4 16,6 88,1 11,9
Kalimantan Tengah 4,70 47,5 34,2 18,3 83,9 16,1
Kalimantan Selatan 3,90 68,7 24,3 6,9 82,1 17,9
Kalimantan Timur 3,40 73,6 19,9 6,4 87,0 13,0
Kalimantan Utara 1,70 73,3 22,2 4,5 82,2 17,8
Sulawesi Utara 6,30 56,9 37,1 6,0 93,4 6,6
Sul awesi Tengah 3,80 47,9 39,9 12,3 82,8 17,2
Sulawesi Selatan 4,80 60,8 31,7 7,4 88,8 11,2
Sulawesi Tenggara 6,30 45,6 43,0 11,4 92,2 7,8
Gorontalo 8,10 61,6 33,7 4,7 88,2 11,8
Sulawesi Barat 5,70 50,2 39,6 10,2 81,6 18,4
Maluku 10,30 33,1 49,5 17,4 88,3 11,7
Maluku Utara 6,50 38,1 43,8 18,1 86,4 13,6
Papua Barat 4,10 47,6 34,1 18,3 87,6 12,4
Papua 4,50 29,2 37,6 33,2 84,8 15,2

Hasil

Provinsi dengan proporsi Bayi Dua Tahun (Baduta) yang memiliki status gizi buruk
tertinggi adalah Provinsi Maluku (10,30%), Gorontalo (8,10%), dan NTT (6,9%), sedangkan
Provinsi dengan proporsi terendah adalah Provinsi DI Yogyakarta (1,40%), dan DKI Jakarta
(1,50%). Proporsi imunisasi lengkap terbanyak adalah Bali (92,1%), DI Yogyakarta (83,7%),
dan Bangka Belitung (75,2%), sedangkan proporsi imunisasi lengkap paling sedikit adalah
Aceh (19,5%), dan Papua (29,2%). Proporsi imunisasi tidak lengkap terbanyak adalah
Provinsi Riau (51,3%), Maluku Utara (49,5%), dan Sumatera Utara (48,5%), sedangkan
proporsi imunisasi tidak lengkap paling sedikit adalah Bali (7,4%), dan DI Yogyakarta
(16,3%0. Proporsi tidak imunisasi terbanyak adalah Aceh (40,9%), Papua (33,2%), dan
Sumatera Utara (18,8%), sedangkan proporsi tidak imunisasi paling sedikit adalah Provinsi
DI Yogyakarta (0,0%) , dan Bali (0,5%). Proporsi IMD < 1 jam tertinggi adalah Provinsi
Sulawesi Utara (93,4%), Bengku dan Sulawesi Utara (92,2%), sedangkan Provinsi dengan
proporsi terendah adalah DI Yogyakarta (62,6%), dan NTB (75,6%). Proporsi IMD ≥ 1 jam
adalah Provinsi DI Yogyakarta (37,4%), NTB (24,4%), dan NTT (22,9%), sedangkan
Provinsi dengan proporsi terendah adalah Sulawesi Utara (6,6%), Sulawesi Tenggara dan
Bengkulu (7,8%).
Tabel 2. Hubungan Proporsi Beberapa Faktor Risiko dengan Proporsi Status Gizi
Buruk Baduta Menurut Provinsi di Indonesia.

Status Gizi Buruk

Variabel yang di Uji P Value Nilai R

Imunisasi Lengkap 0,000 -0,588

Imunisasi Tidak Lengkap 0,000 0,602

Tidak Imunisasi 0,014 0,417

IMD < 1 Jam 0,043 0,350

IMD ≥ 1 Jam 0,044 -0,348

Ada hubungan (dengan kekuatan hubungannya kuat ) antara imunisasi lengkap


di masing-masing provinsi dengan status gizi buruk yang memiliki pola negatif
(berbanding terbalik) yang berarti semakin banyak proporsi Baduta yang mendapat
imunisasi lengkap maka semakin tinggi proporsi status gizi buruk pada Baduta,
sedangkan proporsi imunisasi tidak lengkap di masing-masing provinsi memiliki
hubungan (dengan kekuatan hubungannya kuat) terhadap status gizi buruk yang
memiliki pola positif (berbanding lurus) yang berarti semakin banyak proporsi Baduta
yang mendapat imunisasi tidak lengkap maka semakin tinggi proporsi status gizi buruk
pada Baduta, dan untuk proporsi tidak imunisasi di masing-masing provinsi memiliki
hubungan (kekuatan hubungan sedang) dengan status gizi buruk yang berpola positif
(berbanding lurus) yang berarti semakin banyak proporsi Baduta yang tidak mendapat
imunisasi maka semakin tinggi proporsi status gizi buruk pada Baduta. Pada proporsi
IMD < 1 jam di masing-masing provinsi memiliki hubungan (kekuatan hubungan
sedang ) dengan status gizi buruk yang berpola positif (berbanding lurus) yang berarti
semakin banyak Baduta yang mendapat IMD < 1 jam maka semakin tinggi proporsi
status gizi buruk , sedangkan untuk proporsi IMD ≥ 1 jam di masing-masing provinsi
memiliki hubungan (kekuatan hubungan sedang ) dengan status gizi buruk yang
berpola negatif (berbanding terbalik) yang berarti semakin banyak Baduta yang
mendapat IMD ≥ 1 jam maka semakin rendah proporsi status gizi buruk.

Pembahasan
Studi ini menemukan bahwa proporsi imunisasi dasar (imunisasi dasar lengkap,
imunisasi dasar tidak lengkap, dan tidak imunisasi) di setiap Provinsi menunjukkan
hubungan yang signifikan dengan status gizi buruk di Indonesia dengan p-value
masing-masing 0,000, 0,000, dan 0,014. Hal ini sejalan dengan penelitian Sowwam dan
Ningsih pada tahun 2018 yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara
kelengkapan imunisasi dasar dengan status gizi pada anak usia 12-24 bulan dengan p-
value 0,000. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan
penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak dan untuk
menurunkan angka kematian bayi dan balita yang menjadi salah satu tujuan pelita 1V
dibidang kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut , pelayanan imunisasi harus
dilaksanakan secara merata melalui puskesmas maupun sarana kesehatan lainnya di
kecamatan.4

Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Putri tahun 2014
dimana tidak ada hubungan antara status imunisasi dengan status gizi, dimana
diperoleh nilai p-value 0,786 dan penelitian Pusung, dkk tahun 2018 juga menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara riwayat imunisasi dengan status gizi dengan p-value
0,960.

Studi ini menemukan bahwa proporsi IMD (< 1jam dan ≥ 1jam) di setiap
Provinsi menunjukkan hubungan yang signifikan dengan status gizi buruk di Indonesia
dengan p-value masing-masing 0,043 dan 0,044. Hal ini sejalan dengan penelitian Alim
tahun 2019 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara terdapat hubungan
antara pelaksanaan IMD terhadap status gizi bayi dengan p-value 0,034. Hal ini
disebabkan bayi yang diberikan IMD terbukti asupan gizinya lebih terpenuhi ditandai
dengan kenaikan berat badan setiap bulannya saat ditimbang di posyandu dan ibu
mereka mengakui bahwa bayi nya jarang sakit seperti demam, influenza, diare.
Sedangkan bayi yang tidak mendapatkan IMD asupan gizinya kurang baik terbukti saat
dilakukan penimbangan berat badan diposyandu berat badannya menurun atau tidak
mengalami kenaikan sama sekali dan menurut pengakuan ibunya, bayi mereka mudah
terserang demam, influenza,diare.6

Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Ridzal M, dkk tahun 2013
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara IMD dengan status gizi anak pada
usia baduta. Tidak adanya hubungan antara status IMD dengan status gizi disebabkan
adanya faktor lain yang mempengaruhi status gizi anak pada usia baduta seperti
lingkungan sekitar rumah yang kurang bersih, prilaku hidup yang tidak higienis
sehingga dapat menyebabkan anak sakit pada waktu tertentu.7

Penelitian ini memiliki keterbatasan dikarenakan penggunaan rancangan studi


ekologi dimana studi ini hanya dapat mendeskripsikan hubungan korelatif antara
proporsi status gizi dengan proporsi imunisasi dasar dan IMD yang diobservasi dengan
sumber data bersifat agregat (kelompok pengamatan adalah Provinsi). Kelemahan dari
studi ekologi ini adalah yang pertama studi ini tidak dapat menjembatani kesenjangan
status paparan dan status penyakit pada tingkat populasi dan individu, yang kedua,
penelitian ini tidak dapat mengontrol pengaruh faktor perancu. 8 Sehingga penting untuk
melakukan penelitian lanjutan menggunakan desain studi analitik yang lebih baik
seperti cross sectional atau kohort untuk memastikan hubungan sebab akibat yang
berlaku pada tingkat individu.

Kesimpulan dan Saran


Ada hubungan antara imunisasi lengkap dengan status gizi buruk yang
memiliki pola negatif (berbanding terbalik), sedangkan proporsi imunisasi tidak
lengkap terhadap status gizi buruk yang memiliki pola positif (berbanding lurus), dan
untuk proporsi tidak imunisasi dengan status gizi buruk yang berpola positif
(berbanding lurus). Pada proporsi IMD < 1 jam dengan status gizi buruk yang berpola
positif (berbanding lurus), sedangkan untuk proporsi IMD ≥ 1 jam dengan status gizi
buruk yang berpola negatif (berbanding terbalik).

Daftar Pustaka
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, Tanggal 30 Desember 2010.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta :
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
3. S
4. Sowwam, M. & Warti N. 2018. Hubungan Antara Kelengkapan Imunisasi Dasar
Dengan Status Gizi Pada Anak Usia 12-24 Bulan Di Desa Ketanggung, Sine, Ngawi.
Jurnal Keperawatan Care. 8(1): 1-9.
5. T
6. Alim, N. 2019. Hubungan Pelaksanaan IMD dan Pemberian ASI Eksklusif terhadap
Status Gizi Bayi di Puskesmas Lamurukung . Celebes Health Journal. 1(2): 112-120.
7. Ridzal, MM., dkk. 2013. Hubungan Pola Pemberian Asi Dengan Status Gizi Anak
Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar Tahun 2013.
8. Susilani, AT. & Wibowo, TA. 2015. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Graha Cendekia.

You might also like