Professional Documents
Culture Documents
Umj 1x Hudainihas 94 1 3.hudai I PDF
Umj 1x Hudainihas 94 1 3.hudai I PDF
ABSTRACT
An integrated study was conducted at Jember, Bondowoso and Banyuwangi (former
Besuki region) to determine characterization, distribution, and decomposition of the former
Besuki Azolla, its symbiosis with Cyanobacteria (Anabaena azollae) and the mechanism of N-
Azolla availability on paddy field as well. The study was carried out from January until
Oktober 2005. The design of this study was integrated method between field and laboratory
study. To find the local Azolla field study was conducted followed by stastistical analysis
using cluster and Gower analysis.
The results showed that the dominant strain of local Azolla was A. pinnata var.
pinnata or imbricata. The introduction strain from Philipines i.e.A. microphylla was found in
the upland of Banyuwangi (Wes Kalibaru). The characteristic distincation between pinnata
and microphilla strains was that at maximum growth pinnata tended to spread horizontally
and the edge of the leaves met each other to form triangular shape, while on microphylla
strainsit tended to overlapped vertically. The distribution pattern of local Azolla started from
Raung mountain northward to upland (Tenggarang, Sumber Kalong) and lowland Kejayen,
Puger), eastward to Kalibaru upland and Banyuwangi lowland, and southward to Sukosari and
Sukowono uplands and Jember lowland. Maximum production of Azolla sp. Was observed on
A. microphylla From West Kalibaru (3. 32 tos/ha/week) followed by A. pinnata of Jember
lowland (2.76 tos/ha/week). A symbiont of Annabaena azollae was found in the cavity of
Azolla leaves to fix free N 2 from the atmosphere and oxidized by its host (Azolla sp) to NO 2
and NO 3 . Under water in the paddy field it was reduced to NH3 and NH4 which was
transferred by Azetobacter and Azospirillum to the root system of rice. The limiting factor of
growth and production in the field and germination pond were snail (Planorbis sp, Pomasea
canaticula), Lepidophtera and Diphtera larvae, pH, soil temperature, relative humidity,
volume of soil water, and light intensity.
1
I. PENDAHULUAN
Penggunaan Azolla di Indonesia masih belum umum dan dikenal baik oleh para petani
dalam meningkatkan produksi padi di sawah. Ketergantungan petani di Indnesia pada pupuk
buatan N-anorganik sangatlah tinggi,meskipun mahal dan langka. Sehinggga tidak heran biaya
produksi menjadi tinggi dan pendapatan mereka rendah. Dan yang paling berbahaya adalah
terjadinya degradasi lahan dalam jangka panjang (unsustainable agriculture) dan dampak
negatif residu kimia an-organik terhadap kesehatan manusia. Oleh sebab itu sangatlah tepat
memanfaatkan Azolla sebagai pupuk alternatif dalam meningkatkan produksi/hasil padi.
Simbiose Azolla dengan salah satu Blue Green Algae (Annabaena azollae) ternyata
mampu menyumbangkan N yang dibutuhkan tanaman padi sawah. Menurut Liu (1979) sekitar
450 kg/Ha/tahun N – atmosfir ditambat oleh azolla. Sedangkan menurut Eskew (1987) lebih
dari 80 % N-Azolla diderivasi dari atmosfir, sehingga mampu mengoptimalkan ketersediaan
N- tersedia bagi tanaman padi sawah.Menurut Amstrong (2001) lebih kurang 10.000 spesies
Azolla tersebar diseluruh dunia. Namun berdasarkan struktur vegetatif dan reproduktif dibagi
menjadi 2 bagian yakni :EuAzolla dan Rhizospera.. Seluruh spesies dan strain tersebut
mengandung Annabaena azollae (Cyanobacteria) yang menambat N2 bebas dari atmosfir
(Peters et. al., 1977). Dari spesies tersebut hanya satu jenis yang paling menguntungkan
adalah Azolla pinnata karena mampu bersaing bebas dengan musuh-musuhnya (struggle for
life). Peters et. al., (1977) menyatakan bahwa Proses biokimia simbiose Azolla dan
Annabaena azollae masih belum banyak terungkap dalam proses ketersediaan N-Azolla pada
lahan sawah, termasuk juga berbagai aspek alamiahnya seperti: distribusi ,dekomposisi, reaksi
biokimia dan mekanisme dasar ketersediaan N-Azolla bagi tanaman padi sawah. Memang
banyak penelitian tentang azolla, namun belum banyak diketahui karakteristik,
distribusi,dekomposisi Azolla yang berada di Indonesia, yang bersimbiose dengan simbiont
Cyanobacteria (Anabaena azollae) dan mampu menambat N2-bebas secara langsung dari
atmosfir (N2 fixation). Namun demikian mekanisme reaksi ketersediaan N-Azolla bagi
tanaman padi sawah belum banyak terungkap dengan jelas. Sehingga timbul beberapa
pertanyaan yang perlu dijawab: 1) Apakah secara langsung N-Azolla di bawa oleh
mikroorganisme yang ada di dalam tanah ke perakaran padi sawah atau secara tidak langsung
lewat mineralisasi dekomposisi Azolla yang telah matang ?, 2) Berapa lama waktu yang
dibutuhkan agar dekomposi tersebut siap dipakai sebagai pupuk organik (green manure)?, 3)
Bagaimanakah pola distribusi/penyebarannya di berbagai daerah di Indonesia,khususnya di
daerah eks karesidenan Besuki (Jawa Timur), 4) Bagaimana karakterisasi agroekologinya di
daerah eks karesidenan Besuki (Jember, Bondowoso dan Banyuwangi), 5) Dibagian manakah
tepatnya simbiont Cyanobacteria tersebut bersimbiose dengan Azolla?, dan 6) Seberapa
2
jauhkah peluang Azolla sebagai pengganti pupuk urea di masa datang? Oleh sebab itu perlu
diteliti bagaimana distribusi, dekomposisi, proses biokimianya agar rahasia mekanisme
ketersediaan N-Azolla pada padi sawah tersebut terungkap, dan pada akhirnya mampu
memecahkan masalah kelangkaan pupuk N dan tingginya biaya produksi dan bermuara pada
peningkatan pendapatan masyarakat .
3
RU = A. rubra, uji Hoagland, Na-Hipurat, Aeskulin. Perbedaan ciri biovar/strain dilihat dari
pigmentasi pada Isolat agar, perbedaan kemampuan memecahkan laktosa dan pola penyebaran
tipe. Kemungkinan agihan silang N-labelled dari Azolla ke Cyanobacteria atau sebaliknya
ditentukan dengan melihat derajat kesamaan karakteristik isolat dari simbiont dengan inang
(Host). Untuk mengetahui adanya peranan bakteri-N terhadap penyediaan N-Azolla pada
perakaran tanaman padi maka hasil dekomposi Azolla diambil isolat sampel dan diuji dengan
metode pertumbuhan GBS dengan 3 cara: (1) pertumbuhan bakteri di media cair, (2) panjang
rantai: paralel dengan pembacaan pertumbuhan, dan (3) pertumbuhan bakteri dalam soft agar.
Untuk derajat hidrofibositas dilakukan uji SAT (Salt Aggregation Test) (Lindahl et.al., 1981).
Penentuan ketersediaan N-Azolla bagi tanaman padi sawah dapat ditentukan dengan
menganalisis hasil dekomposisi bahan Azolla tersebut di laboratorium, yakni dengan
menghitung C/N rasionya. Apabila < 30, maka bisa dikatakan N-Azolla tersedia bagi tanaman,
sebaliknya apabila nilainya > 30, maka dikatakan tidak tersedia bagi tanaman. Determinasi
faktor-faktor pembatas agroekologis Biovar/strain di lapang (pest), dilakukan dengan
identifikasi mahluk virulen terhadap Azolla dan Anabaena azollae seperti : hama dan
penyakit, alga bloom, snail dsb; serta pengukuran temperatur, kelembaban, pH, intensitas
cahaya, volume air, curah hujan dan musim secara langsung. Mengingat data berhubungan
dengan karakter fenotipe dan distribusi, maka data berupa data umumnya berupa data
kuantitatif , sedangkan data berupa angka/kualitatif akan digunakan untuk melengkapi dan
membantu pendiskripan data kulaitatif. Setelah dilakukan survei di lapang, data dianalisis.
Analisis yang digunakan berupa analisis fenomenologis dan pola kecenderungan dilakukan
sepanjang rentang waktu penelitian, secara garis besar dibedakan menjadi: Biovar/Strain
Mapping, teknik ini dipergunakan untuk mengetahui distribusi biovar/strain/jenis Azolla yang
dominan di daerah penelitian secara cepat dan cermat. Cluster analysis, teknik ini
dipergunakan untuk mengetahui pola sebaran dan pertumbuhan biovar/strain/jenis Azolla dan
simbiontnya di lapang dan di laboratorium. Fenotipe mapping, teknik ini dipergunakan untuk
mengetahui dan mencatat karakter biovar/strain/jenis Azolla dan simbiontnya (Anabaena
azollae) di lingkungan tumbuhnya secara langsung dengan asumsi bahwa: Fenotif merupakan
akumulasi dari Genotif dan lingkungan ( F = G + E). Adapun subjek penelitian ini adalah :
Karakteristik Azolla yang ada di daerah Eks Karesidenan Besuki (Jember, Bondowoso, dan
Banyuwangi); Distribusi (penyebaran) spesies/konstrain Azolla yang ada di daerah Jember,
Banyuwangi, dan Bondowoso, Jawa Timur (Eks karesidenan Besuki); Proses reaksi biokimia
pada system simbiose antara Simbiont endophytic Cyanobacteria (Annabaena azollae) dengan
inangya (Azolla untuk menentukan Jumlah serta aktivitas perubahan N yang tertambat/fiksasi
oleh Azolla dari lingkungan) dengan menggunakan formula :
4
W = 4(b + c) + 8 (a + d ) X 28
3
Agroekologi Azolla dan Annabaena azollae pada tanah sawah di daerah eks
karesidenan Besuki terdiri : iklim mikro seperti : temperatur, pH, kelembaban,
mikroorganisme, dan iklim makro : Cahaya, curah hujan, cuaca/musim.; Nilai dekomposisi
azolla yang telah bersimbiose dengan Annabaena azollae untuk mengetahui tingkat
kematangan dan efisensi penggunaan azolla sebagai pupuk hijau (Green manure) melalui nilai
nisbah C/N.
J F M A M J J A S O N
Nama Species A E A P A U U U E C O
N B R R Y N L G P T V
1. Azolla pinnata + + + + + + + + + + +
2. Azolla microphylla + + + + + + + + + + +
3. Eichhornia crassipes + + + + + + + + + + +
4. Pistia stratiotes - - - + + + + + + + -
5. Salvinia cucullata + + + + + + + + + + +
Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa jenis Azolla yang dominan di lapang adalah
jenisAzolla pinnata.Namun ditemukan satu strain microphylla di daerah Banyuwangi.
Anabaena azollae hidup pada tanaman inangnya (host) yaitu Azolla pinnata pada sisi daun
sebelah bawah, tepatnya pada sisi pinnate dari Azolla pinnata. Anabaena azollae sebagai
pengambil atau penambat N2 bebas dari atmosfir yang pertama kali dan berlangsung secara
oksidasi sehingga dihasilkan NO2. Kemudian NO2 ini diambil oleh inangnya yaitu tanaman
Azolla pinnata lewat reaksi respirasi sehingga menjadi berubah NO3. Kemudian NO3 ini
dilepaskan sebagai hasil eksresi oleh Azolla pinnata ke dalam sawah yang mengandung air
sehingga hasil reaksi reduksi tersebut berubah menjadi NH3. Oleh mikroorganisme zat tersebut
diambil untuk respirasinya secara anaerob, sehingga dari reaksi reduksi tersebut dihasilkan
senyawa baru berupa NH4 yang akan di bawa ke perakaran tanaman padi sawah. Dan akhirnya
5
senyawa dalam bentuk inilah yang dibutuhkan tanaman padi sawah sebagai pengganti pupuk
Urea dalam memperoleh Nitrogen untuk pertumbuhan dan produksinya. Tanaman ini dapat
diperbanyak secara vegetatif melalui fragmentasi dan secara reproduktif melalui produksi
sporanya. Hipotesis yang menyatakan bahwa Volatilisasi ammoniak dapat diperkecil jika
terdapat penghambat atau barrier di permukaan Lumpur. Azolla juga dapat bertindak sebagai
penghambat fisik (physical barrier) terhadap jebakan NH3 bebas dan menyerap sinar matahari
yang datang. Jadi azolla mengawetkan N dan mengatur induksi pH alga-padi di lahan sawah.,
mempengaruhi sifat kimia tanah dan proses mikrobiogis di lahan sawah. Azolla mampu
mereduksi kehilangan N dan meningkatkan efisiensi penggunaan N dengan cara menutup
permukaan sawah (Villegas and San Valentin,1989; Vlek et.al., 1995; Cisse, 2000).
3.1 Deskripsi Azolla di lapang
1. Azolla Pinnata
Tanaman Azolla memiliki slender, sedikit cabang, seperti layaknya daun yang
panjangnya hanya 1 mm. Setiap tanaman terdiri dari moss dengan slender yang mengambang
di permukaan air, akar pendulum yang terletak di bawahnya. Tanaman ini cenderung
mengelompok bersama-sama dan sering membentuk “compact mats” di permukaan air. Dari
beberapa jenis Azolla yang ditemukan di lapang (Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi) yang
dominan adalah Azolla pinnata dan Azolla microphylla yang secara morfologis berbeda dan
juga dalam berkompetisi terhadap unsur hara dan cahaya matahari. Produksi inokulum
dilakukan secara vegetatif (vegetative multiplication) yang menimbulkan masalah dalam hal
peyimpanan dan pengangkutannya.
6
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa distribusi strain
Azolla yang terdeteksi dari hasil survei lapang pada 6 lokasi penelitian ( 2 lokasi
Jember; 2 lokasi Banyuwangi dan 2 lokasi Bondowoso) adalah Azolla pinnata dan
Azolla microphylla. Berdasarkan pengamatan di biakan kolam terlihat bahwa
sporophyta Azolla terdiri dari cabang mengambang yang menopang daun dan
perakaran . Simbiont Anabaena hidup di Cavitas daun bagaian bawah (Aerial dorsal
leaves lobes). Cavitas daun tersebut juga mengandung sejumlah lapisan bulu
(epidermal hairs). Sel bulu ini digunalkan dalam pertukaran metabolit antara inang
(Azolla) dengan simbiont (Anabaena). Salah satu keunikan simbiosis Azolla anabaena
adalah ditemukannya simbiont pada megasopocarp inang (Azolla) selama masa
reproduktif (sexual Life) seperti terlihat pada Gambar 3.
Sporophyta Vegetatif
+ Ana Reproduktif Sporophyta
+Ana
Megasoporocarp Microsporocarp
+ Ana + Ana
Megasopora Microsporocarp
+ Ana + Ana
Gametophyta
+ Ana
ZIGOT EMBRYO
+ Ana + Ana
7
Dari hasil inokulasi Azolla dari lapang ke kolam pembiakan didapat sporocarp dengan
cara menggabungkannya di kolam biakan dan siklus sexualnya didapat melalui
perkecambahan sporophyta baru. Setiap microsoporocarp dewasa mengandung delapan atau
lebih microsporangia (Gambar 2). Megasopra berkecambah menjadi gametophyta betina.
Tahap-Tahap perkembangan embryo menjadi sporophyta muda ditunjukkan pada Gambar 3.
Meskipun belum tahu faktor apa yang menyebabkan Azolla pinnata dan Azolla microphylla
bersporulasi, namun dari hasil penelitian diketahui bahwa sporocarp dijumpai hanya pada saat
musim kering (tanpa hujan) di daerah Besuki (Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi).
Perkecambahan sporophyta membutuhkan suhu antara 25 – 30 oC dan intensitas cahaya 1 –
1,5 klx
Dari hasil pengamatan di media biakan (kolam biakan) Faperta UM Jember proses
Sprouting Sporopcarp Azolla pinnata dan A. microphylla dapat dibagi menjadi 3 periode yaitu
: 1) Perkecambahan (germination), 2) Screening, dan 3) Shooting. Dari hasil penelitian
dietahui bahwa ada 4 hal yang menjadi persyaratan untuk proses shooting yaitu : Derajat
kematangan sporocarp, temperatur, cahaya matahari, dan kelembaban (ketersediaan air).
8
nif secara langsung kedalam tanaman, tanpa melibatkan mikroba penambat nitrogen (azolla
dan Annabaena sp), seperti yang telah dilakukan pada gen insulin pada manusia ke dalam
bakteri E. coli. Ini perlu penelitian lebih lanjut.
3.3 Karakteristik Azolla asal eks Karesidenan Besuki (Jember, Bondowoso, dan
Banyuwangi) berdasarkan sifat kimianya
Tabel 2. Karakteristik Bivar/Strain Azolla sp asal eks Karesidenan Besuki berdasarkan sifat
kimianya
4. Bondowoso
(Dat. Rendah) 4,161 92,05 38,64 13.98 17,89
(A.pinnata)
Banyuwangi /
Dari Tabel 2 diatas terlihat bahwa Azolla microphylla menghasilkan P dalam bentuk P-
organik yang sangat tinggi sehingga pada uji coba aplikasi skala Rumah Kaca terlihat bahwa
munculnya malai pertama kali pada tanaman padi sawah di green house lebih cepat dibanding
control dengan (urea) yakni umur 40 HST, dibanding control umur 60 HST. Hal ini sejalan
dengan pendapat Rao (1994), bahwa kompos Azolla menyediakan nutrisi dalam bentuk P-
9
organic yang tinggi sehingga kebutuhan P tercukupi mendukung terbentuknya malai pada padi
sawah.. Kandungan unsur hara dalam kompos Azolla tersebut yang tinggi, lebih efektif
diserap oleh tanaman dalam bentuk tersedia sehingga pembentukan malai lebih cepat,
pertumbuhan bulir bahkan lebih baik dan bernas dan akan menghasilkan produksi (berat basah
dan berat kering) yang lebih tingggi dibanding dengan kontrol (urea). Kelemahannya adalah
bahwa untuk C/N rasio >15%, N Azolla lebih lambat tersedia (slow-release) bagi tanaman padi
sawah. C/N rasio ideal adalah 15 (siap tersedia). Menurut Sutanto (2002) Azolla memiliki
nisbah C/N : 12-18, keadaan ini ideal untuk komposisi maksimal karena tidak terjadi
pembebasan N. Kompos Azolla microphyla (asal Banyuwangi, Kali Baru Kulon/dataran
rendah) mempunyai CN ratio sebesar 15,24 kondisi ini telah memenuhi rentang optimal dalam
katagori sempurna. Rentang N tersedia dalam kompos antara : 1,4 % - 1,7% dan mineral dari
sisa-sisa organik diatas jumlah yang dibutuhkan untuk sintesis mikrobia (Rao, 1994). Hal ini
mendukung hasil analisis Dekomposisi Azolla memiliki N total sebesar 1,621 %, kondisi N-
Azolla tersebut telah memenuhi standart dalam katagori tersedia bagi tanaman padi sawah.
Dari Table 3 di atas terlihat bahwa : pembatas virulen agroekologi bivar/strain Azolla
di lapang dan kolam biakan akan dominan adalah ulat, keong jenis : Lymnaca sp, Planorbis
sp, Pomasea caniticutta, dan keong/siput. Faktor pembatas lingkungan yang paling dominan
adalah ketersediaan air, pH cenderung masam (4-6) intensitas cahaya (306 – 655) RH rendah
10
juga suhu tanah dan beragam terutama pada daerah-daerah kering. Hal ini bisa terlihat dari
debit/volume air yang terdata belum memenuhi standar ideal bagi pertumbuhan Azolla di
lapang.
Gambar 5. Fungsi gompert berdasarkan analisis Cluster pada keeratan beberapa strain Azolla
11
1.6 Pola Distribusi Azolla di eks Karesidenan Besuki (Jember, Bondowoso, dan
Banyuwangi)
Berdasarkan hasil survey lapang dan data yang didapat dapat ditemulan pola agihan
azolla local asal esk karesidenan Besuki (Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi) seperti
terlihat pada Gambar 6. Untuk strain local (Azolla pinnata var pinnata dan imbricate) berasal
dari gunung Raung. Kemudian terbawa oleh hujan ke daerah yang lebih rendah ke utara
terbawa ke Bondowoso (dominant Azolla pinnata var pinnata), ke timur terbawa ke
Banyuwangi ( ditemukan A. pinnata var imbricate dan A. microphylla) dan ke selatan terbawa
ke Jember (dominant A. pinnata var pinnata dan imbricata). Juga ditemukankan strain
introduksi Azolla microphylla di dataran tinggi Banyuwangi (Kecamatan Kalibaru, Kalibaru
Kulon).
Bondowoso
TINGGI AP
RENDAH AP
TINGGI RDH
B.wangi
Gunung
RAUNG AM AP
JBR UTARA AP
JBR SELATAN AP
Jember
12
daun yang saling bertemu dan daun membentuk segi tiga, sedangkan strain microphylla
cenderung berhimpitan ke atas (ke arah vertical)
3. Pola distribusi Azolla local Besuki ini dimulai dari Gunung Raung, ke utara menyebar ke
dataran tinggi (Sumber Kalong, Tenggarang dan dataran rendah Bondowoso (Kejayen,
Pujer), ke timur ke dataran tinggi (Kalibaru Kulon) dan dataran rendah Banyuwangi
(sempu) dan ke selatan ke dataran tinggi (Sukasari, Sukowono) dan dataran rendah Jember
(Pondokjoyo, Semboro,)
4. Produksi Maksimum (PM) Azolla sp tertinggi diperoleh dari Azolla microphylla asal
Kalibaru Kulon (Banyuwangi) sebesar 3,32 ton/ha/minggu diikuti dataran rendah Jember
bagian selatan (Semboro) sebesar 2,76 ton/ha/minggu. Demikian juga pada produktivitas
rata-rata (Pm) sebesar 2,94 ton/ha/minggu dan 1,85 ton/ha/minggu, dan juga biomassa
maksimum (M) yakni sebesar 4,32 ton/ha dan 2,76 ton/ha
5. Simbiont Anabaena azollae terletak di bawah cavity daun Azolla sp bagian bawah yang
mengikat N2 bebas dari atmosfir diubah menjadi NO2 dan NO3 oleh inangnya (Azolla sp)
lalu terreduksi menjadi NH3 dan NH4 di dalam air di sawah dibawa oleh perantara
mikrobia : bakteri Azitobacter dan Azospirillum sp ke perakaran tanaman padi sawah.
6. Faktor pembatas pertumbuhan dan produksi Azolla sp di lapang dan di kolam biakan
adalah : Hama keong Planorbis sp, Pomasea canaticuta, ulat dari klas lepidoptera dan
diphtera, pH, temperatur air tanah, kelembanan tanah, debit/volume air tanah dan
intensitas cahaya.
7. Pupuk kompos Azolla mampu menggantikan hampir 50 % pupuk Urea buatan pada uji
produk ke tanaman padi sawah, dan mampu mempercepat fase produksi (40 HST; Urea 60
HST).tetapi lambat dalam meningkat pertumbuhan di fase vegetatif dibandingkan dengan
pupuk Urea buatan.
4.2 Saran
1. Dari pengalaman penelitian ini maka untuk pemakaian pupuk Azolla di lapang ,
pemberiannya sebaiknya 3 – 4 minggu sebelum tanam karena Azolla adalah bahan organik
yang bersifat slow release dan lambat terdekomposi
2. Pupuk kompos Azolla yang siap pakai adalah yang mempunyai kematangan sempurna
(C/N rasio < 15)
3. Untuk mendapatkan produktivitas Azolla yang tinggi sebaiknya diperhatikan faktor
pembatas lingkungan antara lain: hama keong, ulat, pH, tingkkat ketersediaan air,
kelembaban, suhu mikro dan intesitas cahaya.
4. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk Uji produk kompos Azolla (Kompazolla) di lapang.
13
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, C.J. 2001. Some kinds of Azollas around the world. //http:www.Uni.edu.//Google
search//United state.
Eskew., D.L. 1997. Use of 15N in N2 fixation and N Cycling studies of Azollas. Agric. J.
Liu, C.1979. The Relationship of Red Azolla with environment. Turang Feilliao.3:36-40.
Peter, G.A., O.Ito,V.V.S. Tyogi and D. Kaplan. 1991. Physiological studies on N2 Fixing
Azolla: 343-362 in Genetic engineering of symbiotic Nitrogen fixation and Conservation
of fixed Nitrogen. J.M. Lyons. R.C. Valentine, D.A. Phillips. D.W. Rains and R.C.
Huffaker.eds. Plenium Press. New York.
Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman, Universitas Indonesia
Jakarta.
Sutanto,A. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius.
Yogyakarta.
14