Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Performance measurement by balanced scorecard method needed to be done at the pharmacy installation of
RSUD Datoe Binangkang to see the performance achievements that have been done and the basis for further
performance improvement. This research aims to know performance of pharmacy installation of RSUD
Datoe Binangkang with the balanced scorecard method based on customer perspective with learning and
growth perspective. This research was a non experimental with evaluative descriptive design. The data was
collected with retrospective and prospective methods. This research used both qualitative and quantitative
data. Qualitative data was obtained by interview and direct observation. Quantitative data was obtained by
questionnaires. The result research of performance at customer perspective with patient satisfaction
indicator showed that patients have not been satisfied with the services provided with the value of gap for
each dimension are: tangibles -0,22, reliability -0,17, responsiveness -0,19, assurance -0,02, emphaty -0,05.
Performance at learning and growth perspective with indicators of employee job satisfaction high 3,23, work
spirit very high 3,37 and percentage of employee training low 0%. The conclusion obtained from both
perspective were indicators with good performance was job satisfaction and work spirit. Indicators with not
good performance that require attention to be improved was employee training and patient satisfaction.
Keywords: Performance, Pharmacy Installation, Balanced Scorecard, Customer Perspective, Learning and
Growth Perspective.
ABSTRAK
Pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard perlu dilakukan di Instalasi Farmasi RSUD Datoe
Binangkang untuk melihat pencapaian kinerja yang telah dilakukan serta dasar bagi perbaikan kinerja
selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja Instalaasi Farmasi RSUD Datoe Binangkang
dengan metode balanced scorecard berdasarkan perspektif pelanggan serta perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran. Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif
evaluatif. Data diperoleh secara retrospektif dan prospektif. Kriteria data berupa data kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif melalui wawancara dan observasi langsung. Data kuantitatif melalui kuesioner.
Hasil penelitian kinerja pada perspektif pelanggan dengan indikator kepuasan pasien menunjukkan pasien
belum puas terhadap pelayanan yang diberikan, dengan perolehan nilai gap pada setiap dimensi yaitu:
berwujud -0,22, kehandalan -0,17, ketanggapan -0,19, jaminan -0,02, empati -0,05. Kinerja pada perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran dengan indikator kepuasan kerja karyawan tinggi 3,23, semangat kerja
karyawan sangat tinggi 3,37, dan persentase pelatihan karyawan rendah 0%. Kesimpulan yang didapat pada
kedua perspektif bahwa indikator dengan kinerja yang baik yaitu kepuasan kerja dan semangat kerja.
Indikator dengan kinerja yang kurang baik yang memerlukan perhatian untuk diperbaiki yaitu pelatihan
karyawan dan kepuasan pasien.
Kata Kunci: Kinerja, Instalasi Farmasi, Balanced Scorecard, Perspektif Pelanggan, Perspektif
Pertumbuhan dan Pembelajaran.
381
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020
382
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020
selama 1 bulan dan data jumlah karyawan (Notoatmodjo, 2012). Pengujian reliabilitas
Instalasi Farmasi RSUD Datoe Binangkang. biasanya menggunakan batasan tertentu seperti
0,6 (Priyatno, 2010).
Populasi dan Sampel
Analisis Data
Populasi dalam penelitian ini berdasarkan
perspektif pelanggan yaitu pasien rawat jalan yang Data dikumpulkan menggunakan
menebus obat di Instalasi Farmasi RSUD Datoe observasi langsung, wawancara serta kuesioner.
Binangkang, berdasarkan perspektif pertumbuhan Data yang diperoleh dikelompokkan menjadi data
dan pembelajaran yaitu seluruh karyawan Instalasi kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif
Farmasi RSUD Datoe Binangkang. melalui wawancara dan observasi langsung. Data
Sampel yang digunakan dalam penelitian kuantitatif melalui kuesioner kepuasan pasien,
ini adalah pasien rawat jalan yang menebus obat kuesioner kepuasan kerja karyawan dan kuesioner
di Instalasi Farmasi RSUD Datoe Binangkang dan semangat kerja karyawan. Masing-masing
12 karyawan Instalasi Farmasi RSUD Datoe kuesioner diolah menjadi skor dengan
Binangkang. Berdasarkan perspektif pelanggan, menggunakan skala Likert. Skala Likert penilaian
digunakan Rumus Slovin untuk menentukan kuesioner yang digunakan mengacu pada Azwar
besaran sampel (Sugiyono, 2013). (1999) yang dapat dilihat pada Tabel 1.
N
n Tabel 1. Penilaian Kuesioner
1 Ne 2
840 Range Skor Kriteria Penilaian
n 1,0 ≤ x≤ 1,75 Sangat Rendah
1 (840 x0,05 2 )
1,75 ≤ x ≤ 2,5 Rendah
840 2,5 ≤ x ≤ 3,25
n Tinggi
3,1 3,25 ≤ x ≤ 4,0 Sangat Tinggi
n 270,96 271
Kuesioner yang telah terisi dengan
Keterangan jawaban responden dan dinyatakan telah
n = ukuran sampel memenuhi kriteria penelitian selanjutnya
N = ukuran populasi dilakukan uji validitas dan reliabilitas
e = penelitian ini menggunakan derajat menggunakan aplikasi SPSS. Setelah dilakukan
kepercayaan 95% maka tingkat kesalahan penilaian dengan menggunakan skala Likert pada
dalam penelitian ini adalahf 5% atau 0,05 semua responden, selanjutnya dilakukan analisis
distribusi skor pada jawaban responden dari
Uji Validitas dan Reliabilitas masing-masing kuesioner yang dijumlahkan lalu
dihitung nilai rata-ratanya. Perhitungan penilaian
Uji validitas merupakan suatu alat mengacu pada range skor kuesioner Harsono
pengukuran untuk mengukur apa yang diukur (2010) yang dapat dilihat pada Tabel 2.
guna menunjukkan tingkat kesahihan suatu
instrumen (Dahlan, 2010). Alat ukur yang Tabel 2. Range Skor Kuesioner
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Jawaban Nilai Jawaban
Sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian, favourable unfavourable
kuesioner dilakukan uji validitas terlebih dahulu. Sangat Setuju 4 Sangat Tidak
Kuesioner dinyatakan valid jika r hitung ≥ r tabel Setuju
(Dahlan, 2012). Setuju 3 Tidak Setuju
Setiap item yang dinyatakan valid, Tidak Setuju 2 Setuju
selanjutnya dilakukan uji reliablitas. Uji Sangat Tidak 1 Sangat Setuju
reliabilitas dilakukan dengan cara Setuju
membandingkan angka Cronbach’s alpha dengan
ketentuan nilai Cronbach’s alpha. Uji ini Analisis gap lima dimensi kualitas
dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana suatu pelayanan hanya dilakukan pada indikator
alat pengukur dapat dipercaya jika dilakukan kepuasan pasien. Pengukuran kualitas dalam
pengukuran berulang dengan alat yang sama model servqual (tangible, reliability,
383
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020
Datoe Binangkang sesuai dengan harapan pasien pasien yang belum terpenuhi. Angka positif
rawat jalan sebagai tolak ukur mengenai kinerja menunjukkan bahwa kinerja yang diberikan telah
apa saja yang perlu dibenahi serta ditingkatkan. melebihi harapan pasien (Aini, 2017). Adanya
Analisis gap menggambarkan selisih antara perbedaan antara persepsi harapan pasien terhadap
pelayanan yang diterima pasien rawat jalan pelayanan yang diterima akan mempengaruhi
terhadap pelayanan yang diharapkan. Idealnya tingkat kepuasan pasien. Data hasil analisis gap
nilai gap adalah nol, yang berarti kinerja yang lima dimensi kualitas pelayanan dapat dilihat pada
diberikan telah sesuai dengan harapan pasien. Tabel 4.
Angka negatif menunjukkan adanya harapan
Tabel 4. Analisis Gap Antara Kinerja dan Harapan Pada Lima Dimens Kualitas Pelayanan
385
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020
kehandalan, seperti diadakannya pelatihan dan pelayanan dan proses pelayanan yang lama dapat
seminar. menurunkan kepuasan pelanggan.
Dimensi responsiveness berada pada Dimensi assurance memiliki nilai gap
peringkat keempat. Waktu tunggu pelayanan resep terkecil dari lima dimensi kualitas pelayanan. Hal
di Instalasi Farmasi yang terlalu lama disebabkan ini menunjukkan bahwa kinerja yang dilakukan
oleh banyaknya resep yang menumpuk terutama oleh karyawan Instalasi Farmasi RSUD Datoe
pada jam-jam sibuk yaitu antara pukul 11.00 Binangkang terhadap dimensi assurance sudah
hingga pukul 13.00 dikarenakan pada jam tersebut cukup besar hampir sesuai dengan harapan pasien,
pasien baru mendapatkan resep dari masing- sehingga gap antara kinerja karyawan dengan
masing poli rawat jalan, sehingga pasien harus harapan pasien rawat jalan pada dimensi ini lebih
mengantri terlalu lama hingga mencapai 1 sampai kecil dibandingkan dengan dimensi lainnya. Hal
2 jam lebih untuk mendapatkan obat. Hal ini ini menunjukkan masih ada aspek yang perlu
membuat pasien merasa kurang puas terhadap dibenahi, sekalipun pasien sudah merasa cukup
pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Datoe puas. Pasien menilai bahwa bahwa karyawan
Binangkang dan berharap adanya perbaikan. Instalasi Farmasi bersikap kurang ramah dalam
Berdasarkan observasi, Instalasi Farmasi memiliki melayani pasien. Pasien beranggapan mungkin
shift 3 orang perhari selama 24 jam yang terdiri dikarenakan karyawan sangat sibuk dan harus
dari 1 Apoteker untuk melayani pasien dengan terburu-buru melayani pasien yang lain,
rata-rata resep rawat jalan yang masuk perhari khususnya pada saat jam-jam sibuk, sehingga hal
kira-kira 20an resep. Sesuai dengan Peraturan ini mempengaruhi kepuasan pasien terhadap
Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang pelayanan yang diberikan oleh Instalasi Farmasi.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Menurut Zainaro dkk (2018), pelayanan yang baik
penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan harus disertai dengan sikap keramahan kepada
beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat pihak yang dilayani. Untuk meningkatkan
jalan idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker keramahan di bidang pelayanan kesehatan seperti
dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien. Dilihat pelayanan kefarmasian, perlu membangun budaya
dari resep rawat jalan yang masuk perhari jika kerja bermutu yaitu budaya tidak ada kesalahan
dibandingkan dengan rasio Apoteker, maka yang diterapkan mulai dari pimpinan sampai ke
seharusnya pelayanan bisa dilakukan lebih cepat. karyawan yang langsung berhubungan dengan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor pasien. Budaya kerja seperti ini perlu diterapkan
129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan untuk membentuk kelompok kerja yang kompak
Minimal Rumah Sakit, waktu tunggu obat jadi dan mendapat pelatihan secara terus menerus
(non racikan) selama ≤ 30 menit dan waktu sesuai dengan perkembangan teknologi dan
tunggu obat racikan selama ≤ 60 menit. Dilihat ekspektasi pasien.
dari waktu tunggu pelayanan kefarmasian yang Dimensi emphaty berada pada urutan
belum sesuai dengan standar pelayanan, maka peringkat kedua. Hal ini dinilai oleh pasien bahwa
perlu dilakukan upaya perbaikan meningkatkan karyawan memberikan pelayanan dengan
kepuasan pasien yaitu diharapkan pihak Apoteker memandang status sosial dimana hanya sebagian
di Instalasi Farmasi Rumah Sakit lebih sigap orang saja yang mendapat perhatian khusus.
dalam pelayanan, maupun penambahan loket obat Berdasarkan observasi, pada saat mengantri obat
atau penambahan karyawan yang dapat pasien umum lebih dulu mendapatkan pelayanan
mempercepat penyerahan obat kepada pasien daripada pasien BPJS. Berdasarkan analisis gap
sehingga waktu tunggu pelayanan resep dapat yang menunjukkan nilai negatif, masih ada
diminimalkan dan pelayanan dapat dilaksanakan perbedaan/ketidaksesuaian antara harapan pasien
secara optimal. Pelayanan yang demikian sangat dengan kualitas pelayanan terhadap kinerja yang
memberikan dorongan bagi pasien sehingga dirasakan pasien. Dimana pasien menuntut
mendukung dalam pelaksanaan terapi. Hal ini karyawan Instalasi Farmasi untuk dapat
sejalan dengan pendapat Kaplan dan Norton memberikan pelayanan yang mengutamakan
(2004) dalam Satibi dkk (2011) yang menyatakan perhatian secara pribadi kepada pasien. Hasil
bahwa faktor pendorong kepuasan dan penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
kepercayaan pelanggan, yaitu proses pelayanan dilakukan oleh Isnandar dkk (2013) yang
yang bermutu atau tidak terjadi kesalahan dalam menunjukkan hasil negatif terhadap pelayanan
pelayanan dan proses waktu yang cepat. dimensi emphaty, menyatakan perlu adanya
Sebaliknya, seringnya terjadi kesalahan dalam pelatihan dalam hal keterampilan antar pribadi
386
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020
khususnya menyangkut interaksi dengan pasien. kepuasan terhadap uang jasa yang diperoleh
Menurut Sumiati (2019) indikator-indikator pada berada pada nilai terendah. Hal ini disebabkan
dimensi emphaty merupakan perwujudan dari karena karyawan merasa uang jasa yang diperoleh
aspek intangible yang menekankan betapa belum sesuai dengan beban kerja yang ada. Selain
besarnya peran karyawan dalam menjalin itu tidak semua karyawan memperoleh uang jasa
komunikasi efektif terhadap pasien sebagai salah yang sama, dimana karyawan yang sudah Pegawai
satu cara meningkatkan kualitas pelayanan Negeri Sipil mendapat penghasilan yang lebih
kefarmasian. besar dibandingkan dengan Pegawai Kontrak.
2. Perspektif Pertumbuhan dan Nilai tertinggi berada pada pernyataan 4 dan 8
Pembelajaran yaitu kepuasan pada hubungan dengan Kepala
a. Kepuasan Kerja Karyawan Instalasi dan hubungan dengan teman-teman,
dikarenakan terjalin hubungan yang baik antar
Tabel 5. Rata-rata Kepuasan Kerja Karyawan sesama karyawan maupun dengan Kepala
Instalasi Farmasi RSUD Datoe Instalasi dengan cara saling menghargai dan
Binangkang menghormati serta komunikasi yang baik demi
tercapainya tujuan bersama. Menurut Buitenbach
No. Pernyataan Nilai Kategori dan De Witt (2005) dalam Saharuddin dkk (2019)
Rata- karyawan yang senang dan puas terhadap
rata pekerjaannya dapat meningkatkan produktivitas
1. Kepuasan 2,58 Tinggi kerja sehingga hasilnya akan meningkatkan
komitmen karyawan terhadap organisasi.
terhadap uang
jasa
b. Semangat Kerja Karyawan
2. Kepuasan pada 3,16 Tinggi
pekerjaan
Tabel 6. Hasil Pengukuran Skala Semangat Kerja
3. Kepuasan 3,33 Sangat
Karyawan Instalasi Farmasi RSUD
terhadap Tinggi
Datoe Binangkang
pengawasan
selama bekerja Keterangan Skala Keterangan
4. Kepuasan pada 3,50 Sangat Semangat
hubungan dengan Tinggi Kerja
Rata-rata 3,37 Sangat Tinggi
Kepala Instalasi
Minimal 2,91 Tinggi
5. Kepuasan 3,25 Tinggi Maksimal 3,75 Sangat Tinggi
terhadap promosi
jabatan Berdasarkan data pada Tabel 6,
6. Kepuasan 3,41 Sangat menunjukkan nilai rata-rata tingkat semangat
terhadap jam Tinggi kerja karyawan berada pada kategori sangat
kerja tinggi, sehingga hal ini akan berpengaruh pada
kinerja Instalasi Farmasi RSUD Datoe
7. Kepuasan 3,16 Tinggi
Binangkang karena semangat kerja yang baik
terhadap seiring dengan adanya loyalitas petugas terhadap
pembagian tugas perusahaan (Rao, 2009). Dimana karyawan
kerja dengan loyalitas yang tinggi selalu mempunyai
8. Kepuasan pada 3,50 Sangat semangat dalam melaksanakan setiap tugas dan
hubungan dengan Tinggi pekerjaanya dengan baik untuk memajukan
teman-teman Rumah Sakit. Hal ini harus terus ditingkatkan dan
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
Rata-rata 3,23 Tinggi semangat kerja karyawan. Menurut Satibi (2007)
dalam Saharuddin dkk (2019) semangat kerja
Berdasarkan data pada Tabel 5, karyawan yang tinggi didukung oleh adanya
menunjukkan rata-rata tingkat kepuasan kerja kesesuaian job desk dari masing-masing karyawan
karyawan berada pada kategori tinggi. Nilai dengan tingkat pendidikan dan keahliannya, selain
terendah berada pada pernyataan 1 yaitu itu semangat kerja tinggi juga dipengaruhi oleh
387
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020
tugas, wewenang, serta jabatannya. Instalasi dan semangat kerja karyawan yang sangat tinggi
Farmasi RSUD Datoe Binangkang selama ini 3,37. Hasil kinerja yang kurang baik yang
belum ada pengadaan sistem reward seperti bonus memerlukan perhatian untuk diperbaiki yaitu
kepada karyawan yang memiliki kinerja yang pelatihan karyawan dan kepuasan pasien. Hal ini
tinggi, namun demi meningkatkan semangat kerja dilihat dari hasil yang diperoleh dengan pelatihan
karyawan, Kepala Instalasi Farmasi RSUD Datoe karyawan sebesar 0% dan kepuasan pasien dengan
Binangkang saling bertukar pikiran dengan rata-rata nilai gap sebesar -0,13 dengan nilai gap
karyawan terkait kendala-kendala yang terjadi di pada setiap dimensi pelayanan berwujud -0,22,
Instalasi Farmasi RSUD Datoe Binangkang dan kehandalan -0,17, ketanggapan -0,19, jaminan -
saling memberikan semangat sehingga hal 0,02 dan empati -0,05.
tersebut diharapkan dapat meningkatkan semangat
kerja karyawan. SARAN
388
PHARMACON– PROGRAM STUDI FARMASI, FMIPA, UNIVERSITAS SAM RATULANGI,
Volume 9 Nomor 3 Agustus 2020
Helmawati, T., Handayani, S. 2014. Pengaruh Saharuddin, T. S., Satibi., Andayani, T. M. 2019.
Kualitas Layanan Terhadap Minat Analisis Perspektif Pembelajaran Dan
Kunjungan Ulang yang Dimediasi oleh Pertumbuhan Dalam Mengukur Kinerja
Kepuasan Pasien di Klinik Rumah Zakat Instalasi Farmasi RSUD A.M. Parikesit
Yogyakarta. Journal Of Medicolegal- Tenggarong Kutai Kartanegara
ethics and Hospital Management. 3: 1-15. Kalimantan Timur Dengan Pendekatan
Balanced Scorecard. Jurnal Ilmiah
Isnandar., Saputra, I, Robiyanto. 2013. Analisis Manuntung. 1(5): 97-105.
Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Di
Ruangan Penyakit Dalam Terhadap Satibi., Fudholi, A., Kusnanto, H., Jogiyanto.
Pelayanan Di Instalasi Farmasi Rumah 2011. Evaluasi Kinerja Instalasi Farmasi
Sakit Periode Desember 2011-Februari RSUD Kota Yogyakarta dengan
2012. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Pendekatan Balanced Scorecard. Majalah
Farmasi. 3(4): 231-248. Farmaseutik. 7(3): 77-86.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif,
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Kualitatif dan R&D. Alfa Beta, Bandung.
Rumah Sakit.
Sumiati, L. 2019. Analisis Kinerja Instalasi
Mulia, D. S. 2019. Evaluasi Kinerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
Farmasi Rumah Sakit Islam PKU Kota Surakarta Dengan Pendekatan
Muhammadiyah Palangka Raya Balanced Scorecard [Tesis]. Universitas
Kalimantan Tengan Dengan Pendekatan Setia Budi, Yogyakarta.
Balanced Scorecard. Jurnal Surya
Medika. 4(2): 72-78. Suryani, N. K., FoEh, J. 2018. Kinerja
Organisasi. Deepublish,Yogyakarta.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta Taher, T. H. 2018. Analisis Pendekatan Balanced
Scorecard Mengukur Kinerja Perusahaan.
Nur, Y. D., Haksama, S. 2016. Pengukuran Jurnal Komunikasi Bisnis dan
Kinerja Rawat Inap Berdasarkan Manajemen. 5(1): 103 – 119.
Perspektif Balanced Scorecard. Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesia. 4(1): Zainaro, M . A., Dherlirona., Norabela, A. 2018.
67-76. Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan
Dengan Kepuasan Pasien Di Klinik Dira
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Medika Gotong Royong Bandar Lampung
Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Tahun 2017. Holistik Jurnal Kesehatan.
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit. 12(2): 126-135.
389