You are on page 1of 8

Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No.

1, April 2011

Pengaruh Pemberian Bakteri Bacillus pumilus pada kotoran Sapi


Sebagai Pupuk terhadap Jumlah Kandungan Klorofil Dunaliella salina

The Effect of Bacteria Bacillus pumilus In Cow Dung As Fertilizer to


Total Chlorophyll Dunaliella salina

Endang Dewi Masithah, Nuansa Adharia Ningrum dan Setiawati Sigit

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga


Kampus C Mulyorejo - Surabaya, 60115 Telp. 031 - 5911451
Abstract

Dunaliella salina is one type of natural food used in the hatchery business. Production stability D. salina
with an abundance of nutrients can be supported. The purpose of this study was to determine the effect and how many
doses of the bacteria Bacillus pumilus best fermented in cow dung as fertilizer in increasing the population of D.
salina. Research conducted at the Laboratory of Education Faculty of Fisheries and Marine Fisheries, Airlangga
University Surabaya. The research design used was Completely Randomized Design (CRD) is followed by Duncan
test. D. salina was cultured in 250 mL glass bottle with 5 treatments (2 treatments as a control) and four replications.
Culture medium used contained 10 ppm cow dung. The concentration of cow manure are given in the study, namely A
(12.5% Bacillus pumilus), B (10% Bacillus pumilus), C (7.5% Bacillus pumilus), control 1 (without fermentation),
control 2 (fertilizer Walne). The results showed that the addition of Bacillus pumilus on cow dung that were cultured in
culture medium D. salina can increase the amount of chlorophyll content of D. salina. Addition of Bacillus pumilus by
10% in the culture medium to produce the amount of chlorophyll-a D. salina high of 0.014055 µg/mL and
chlorophyll-b of 0.009657142 µg/mL on the first day.

Keywords : Dunaliella salina, cow dung, Bacillus pumilus

Latar Belakang Guna meningkatkan kualitas kotoran sapi


Dunaliella salina termasuk salah satu jenis maka dilakukan proses fermentasi menggunakan
fitoplankton dalam kelas Chlorophyceae (alga hijau) bakteri Bacillus pumilus. Bacillus pumilus dapat
yang sering disebut flagellata hijau bersel satu (green mensekresikan enzim selulase untuk mendegradasi
unicellulair flagellata). Keberadaan fitoplankton selulosa menjadi glukosa atau oligosakarida (Naved
jenis ini berperan penting dalam lingkungan perairan et al, 1998). Manfaat dari fermentasi kotoran sapi
sebagai produsen primer karena D. salina bersifat dengan penggunaan Bacillus pumilus adalah untuk
fotosintetik, mempunyai klorofil untuk menangkap menambah ketersediaan nutrien media kultur
energi matahari dan karbon dioksida menjadi karbon (Indrawan, 2003).
organik yang berguna sebagai sumber energi bagi Tujuan penelitian ini adalah untuk
kehidupan organism air. mengetahui pengaruh pemberian fermentasi kotoran
Setiap media kultur mempunyai komposisi sapi oleh bakteri Bacillus pumilus sebagai pupuk
unsur hara yang berbeda-beda dan masing-masing terhadap peningkatan kandungan klorofil D. salina
mempunyai fungsi yang berbeda pula bagi dan mengetahui dosis terbaik bakteri Bacillus
fitoplankton yang akan dibudidayakan (Prihatini et pumilus pada fermentasi kotoran sapi yang
al., 2007). Nutrisi merupakan sumber utama memberikan kandungan klorofil D. salina tertinggi.
fitoplankton yang menghasilkan klorofil. Nutrisi
akan dimanfaatkan oleh D. salina, makin tinggi Materi dan Metode Penelitian
kepadatan fitoplankton maka makin tinggi Waktu dan Tempat
kandungan klorofil (Arinardi, 1997). Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan
Kotoran sapi merupakan limbah kaya pada awal September sampai dengan Oktober 2010
lignohemiselulosa yang mempunyai potensi cukup di Laboratorium Pendidikan Perikanan, Program
besar bagi proses industri yang memerlukan bahan Studi Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan
baku mengandung lignohemiselulosa. Limbah Kelautan, Universitas Airlangga.
lignohemiselulosa yang mengandung xilan, manan,
arabinan dan arabinogalaktan pada kotoran sapi Materi Penelitian
dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon, substrat Materi penelitian yang digunakan terdiri
dan inducer pada media pertumbuhan Bacillus dari bahan dan alat penelitian. Bahan penelitian yang
pumilus untuk menghasilkan enzim-enzim digunakan adalah isolat D. salina berasal dari Balai
lignohemilanase (Gunawan dan Sundari, 2003). Budidaya Air Payau Situbondo, isolat bakteri

53
Pengaruh Pemberian Bakteri ......

lignohemiselulolitik Bacilllus pumilus berasal dari Nutrien yang akan digunakan juga
isi rumen sapi (hasil penelitian Lamid, 2006), pupuk dilakukan proses sterilisasi yaitu dengan
Walne, kotoran sapi yang diperoleh dari kandang menggunakan autoclave. Nutrien dimasukkan
hewan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) kedalam botol erlenmeyer atau test tube steril yang
Universitas Airlangga, molases, air laut, air tawar, kemudian ditutup dengan menggunakan kapas +
aquadest, alkohol, klorin, Na Thiosulfat, MgCO3, gauze dilapisi dengan aluminium foil. Setelah itu
aceton 90% dan media peremajaan Bacillus pumilus erlenmeyer atau test tube yang berisi nutrien
yaitu menggunakan nutrien agar. disterilisasi dengan menggunakan autoclave pada
Peralatan yang digunakan dalam penelitian suhu 121 ºC selama 15 menit.
adalah toples kaca (sebagai wadah penelitian),
aerator set, sterefoam, gelas ukur, pipet tetes, pipet Persiapan Kotoran Sapi
volume, mikroskop, handcounter, autoclave, Kotoran sapi yang akan digunakan untuk
spektrofotometer, centrifuge, haemocytometer, test penelitian diperoleh dari kandang hewan, Fakultas
tube, cuvet, refraktometer, pH paper, pipet volume, Kedokteran Hewan (FKH), Universitas Airlangga,
kapas, kasa, tisu, corong air, erlenmeyer, timbangan Surabaya. Kotoran sapi yang akan digunakan
digital, termometer, lampu TL neon dengan panjang dikeringkan terlebih dahulu di bawah sinar matahari
1 meter, shaker incubator, aluminium foil dan kertas selama kurang lebih 4-5 hari sampai kering. Kotoran
saring. sapi kemudian digiling. Sebelum kotoran sapi
dipergunakan, kotoran sapi yang telah kering terlebih
Metode Penelitian dahulu dilakukan proses analisis laboratorium untuk
Penelitian ini semua dikondisikan sama mengetahui kadar N dan kadar P. Setelah itu kotoran
kecuali perlakuan dosis pupuk kotoran sapi. sapi tersebut diberi molases, kemudian ditambahkan
Rancangan penelitian utama yang digunakan adalah dengan bakteri Bacillus pumilus sebagai fermentor
Rancangan acak lengkap (RAL) (Kusriningrum, sesuai dengan perlakuan.
1989). Penelitian ini menggunakan kotoran sapi yang
difermentasi dengan penambahan dosis bakteri Persiapan Bakteri Bacillus pumilus
Bacillus pumilus, pada perlakuan A (12,5%), Sediaan isolat bakteri Bacillus pumilus
B(10%), C (7,5%), kontrol 1 (tanpa fermentasi) dan yang akan digunakan adalah hasil isolasi Lamid
kontrol 2 (pupuk Walne). Setiap perlakuan mendapat (2006) berasal dari isi rumen sapi yang diremajakan
ulangan sebanyak 4 kali. kembali pada nutrien agar dan dikultur selama 24
jam. Isolat bakteri Bacillus pumilus dilakukan
Prosedur Kerja peremajaan untuk mendapatkan isolat yang tetap
Persiapan Penelitian bertahan hidup dan stabil dalam pertumbuhannya
Sterilisasi peralatan yang akan digunakan (Schlegel, 1994).
untuk kultur dilakukan dengan terlebih dahulu
mencuci sampai bersih kemudian dibilas dengan air Fermentasi Kotoran Sapi dengan Menggunakan
tawar. Peralatan berukuran besar yang sudah bersih Bakteri Bacillus pumilus
direndam dengan larutan klorin 150 ppm selama 24 Kotoran sapi yang telah kering dan sudah
jam. Setelah itu, peralatan dikeringkan di bawah ditimbang sebanyak 5 gr difermentasi menggunakan
sinar matahari. Peralatan berukuran kecil dan terbuat isolat bakteri Bacillus pumilus dan sebagai aktivator
dari kaca tahan panas yang akan digunakan untuk adalah molases dan air. Proses ini diawali dengan
kultur disterilkan dengan menggunakan autoclave kotoran sapi ditambahkan 4% molases (Lamid,
dengan suhu 121oC selama 15 menit. Peralatan ini 2006). Setelah itu ditambahkan 1,5 ml air dan isolat
harus ditutup dengan kapas dan kasa kemudian bakteri Bacillus pumilus dengan dosis yang sesuai
dibungkus dengan aluminium foil (Ekawati, 2005). dengan perlakuan, kemudian diaduk secara merata.
Sterilisasi air laut dilakukan dengan Sesudah itu dimasukkan dalam plastik hitam dalam
menggunakan larutan klorin. Air laut terlebih dahulu kondisi tertutup rapat dengan jangka waktu yaitu 7
disaring dengan kapas yang diletakkan dalam corong hari dengan suhu 27 – 32oC. Setelah mencapai jangka
air lalu disterilkan dengan memberikan klorin waktu fermentasi yang ditentukan, kotoran sapi yang
sebanyak 60 ppm dan diaerasi selama 24 jam lalu Na telah difermentasi dikeringkan dan siap dipakai
Thiosulfat 20 ppm diberikan untuk menghilangkan (Nurjariah, 2005).
sisa–sisa klorin (Ekawati, 2005).

54
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April 2011

Persiapan Pembuatan Stok Kotoran Sapi Kultur Dunaliella salina


Terfermentasi Bacillus pumilus D. salina yang digunakan untuk penelitian
Kotoran sapi yang sudah kering dan telah diperoleh dari Balai Besar Budidaya Air Payau
difermentasi dengan isolat bakteri Bacillus pumilus Situbondo. Media kultur yang telah siap selanjutnya
ditimbang sebanyak 5000 mg, kemudian kotoran sapi dimasukkan ke dalam botol kultur dengan kepadatan
tersebut dilarutkan dalam 500 mL aquadest. 5 x 105 sel/ml dan diaerasi. Bibit D. salina murni
Konsentrasi larutan kotoran sapi yang digunakan kemudian dimasukkan ke dalam botol sesuai dengan
dalam penelitian ini adalah 10 ppm (Masithah, 2008) jumlah kepadatan. Wadah tersebut kemudian
dengan volume penggunaan 1mL/L. Kemudian diletakkan pada rak-rak kultur lalu diberi
dilakukan proses sterilisasi pada stok yaitu dengan pencahayaan dengan lampu TL 20 watt sebanyak 2
cara larutan kotoran sapi dimasukkan ke dalam buah untuk setiap perlakuan.
erlenmeyer sambil disaring dengan kertas saring. Selama penelitian berlangsung wadah
Erlenmeyer yang berisi larutan kotoran sapi ditutup ditutup dan air medianya diberi aerasi terus menerus
dengan gause (kapas yang dibalut dengan kasa) dan bertujuan untuk menjaga kestabilan pemenuhan
dibalut dengan aluminium foil lalu disterilkan oksigen terlarut (DO). Volume bibit atau jumlah bibit
menggunakan autoclave. Pembuatan larutan kotoran yang yang dibutuhkan untuk penebaran dapat
sapi terfermentasi bakteri Bacillus pumilus untuk dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
kultur D. salina menggunakan rumus : berikut:
V N 2×
V2
Q= ×
K (Satyantini dan Masithah, 2008) V1 = (Ekawati, 2005)
P N1
Keterangan: Keterangan:
Q = berat bahan yang dilarutkan (mg, gram) V1 = Volume bibit untuk penebaran awal (ml)
V = volume pelarut/ aquadest (ml, L) N1 = Kepadatan bibit/ stock Dunaliella salina
P = volume penggunaan dalam media kultur (ml/L) (unit/ ml)
K = konsentrasi pupuk yang diketahui (ppm, mg/L) V2 = Volume media kultur yang dikehendaki (L)
N2 = Kepadatan bibit Dunaliella salina yang
Persiapan Media Kultur Dunaliella salina dengan dikehendaki (unit/ ml)
Pupuk Kotoran Sapi
Media kultur yang digunakan dalam Pengukuran Kandungan Klorofil
penelitian adalah air yang mempunyai salinitas 33 Pengukuran kandungan klorofil D. salina
ppt sebanyak 250 ml yang dimasukkan dalam toples dilakukan menggunakan spektrofotometer dengan
kaca. Selanjutnya ditambahkan 1 ml larutan kotoran metode modifikasi dari Sterman, 1988. Sampel
sapi yang telah difermentasi dengan bakteri Bacillus diambil sebanyak 80 ml, selanjutnya dihitung
pumilus sesuai dengan dosis perlakuan. Kemudian kepadatan sel per ml D. salina. Sampel dibagi
media kultur diletakkan di rak kultur lalu diberi menjadi 8 bagian (kode A-H), masing-masing
aerasi dan siap dimasukkan bibit D. salina dengan sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam cuvet
kepadatan yang diinginkan. sentrifuge. Sampel disentrifuge dengan kecepatan
5000 rpm selama 5 menit.
Lingkungan Kultur Setelah proses sentrifuge selesai,
Lingkungan kultur dapat mempengaruhi supernatan dibuang hingga tersisa pelletnya. Sampel
pertumbuhan D. salina, oleh karena itu lingkungan A ditambah MgCO3 dan 1 ml acetone 90% untuk
dikondisikan sama untuk setiap perlakuan. proses ekstraksi. Sample dihomogenkan secara
Lingkungan kultur D. salina dalam penelitian adalah manual selama kurang lebih 10-15 menit. Sample
suhu 25 – 30oC, salinitas 33 ppt, intensitas cahaya kode A (1 tabung) merupakan blanko. Sedangkan
1300 – 2300 lux, pH 7 – 9 dan photoperiod 18 jam pellet dari sample kode B-H (7 tabung), dijadikan
dalam keadaan terang dan 6 jam dalam keadaan satu dalam satu kuvet, selanjutnya ditambahkan
gelap (Yurong, 2005). MgCO3 dan 1 ml acetone 90%. Sample tersebut
Rak kultur ditutupi dengan plastik hitam, merupakan sample kandungan klorofil yang akan
agar suhu ruang tetap stabil menghindari terjadinya dihitung pada spektrofotometer.
fluktuasi suhu yang ekstrim, menghindari Sebelum digunakan, spektrofotometer
kontaminan dan mengatur photoperiod. dikaliberasi terlebih dahulu, sesuai dengan panjang

55
Pengaruh Pemberian Bakteri ......

gelombang yang akan digunakan yaitu A664 dan A647. suhu, pH dan salinitas dilakukan setiap hari.
Selanjutnya blanko dan sample diukur serapan Parameter pendukung digunakan untuk melengkapi
cahayanya pada spektrofotometer. Selanjutnya data dari parameter utama.
kandungan klorofil dihitung menggunakan rumus
berikut: Analisis Data
Data penelitian yang diperoleh dianalisis
Kandungan klorofil-a dan klorofil-b (larutan secara statistik dengan menggunakan ANAVA. Data
aceton 90%) : yang dihasilkan bila terdapat perbedaan dapat
a) Klorofil-a = 11,93 A664 – 1,93 A647 dilakukan uji lanjutan. Uji lanjutan dengan Uji Jarak
b) Klorofil-b = 20,63 A647 – 5,50 A664 Berganda Duncan (Duncan's Multiple Range Test)
digunakan untuk mengetahui signifikasi pengaruh
Sterman (1988) menyatakan bahwa setelah perlakuan satu dengan perlakuan yang lain
nilai absorban diketahui, selanjutnya nilai absorban (Kusriningrum, 2008).
dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini :
Hasil dan Pembahasan
Klorofil - a
Data pertumbuhan dan hasil Analisis Varian
Berat molekul : chl-a 894, chl-b 908 (ANAVA) pada hari pertama yang ditunjukkan pada
tabel 1 menunjukkan bahwa masing – masing
Parameter Utama perlakuan memberi pengaruh yang berbeda nyata
Parameter utama dalam penelitian adalah (p<0,05) terhadap jumlah kandungan klorofil-a D.
kandungan klorofil D. salina. Perhitungan salina. Jumlah kandungan klorofil D. salina hari
kandungan klorofil D. salina dilakukan setiap dua pertama meningkat dan terus mengalami penurunan
hari yaitu pada hari pertama, ketiga dan kelima. sampai pada hari kelima. Puncak yang terjadi pada
Kandungan klorofil dihitung dengan menggunakan hari pertama diperoleh pada perlakuan B yaitu
spektrofotometer. penambahan dosis bakteri Bacillus pumilus sebanyak
10%.
Parameter Pendukung
Parameter pendukung dalam penelitian
adalah suhu, pH dan salinitas. Pengamatan terhadap

Tabel 1. Jumlah rata-rata klorofil-a Dunaliella salina (µg/ml) pada hari pertama, ketiga, dan kelima

Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-5


Perlakuan
Rata-rata ± SD (µg/ml) Rata-rata ± SD (µg/ml) Rata-rata ± SD (µg/ml)

Kontrol 1 (tanpa fermentasi) 0.0073211c ± 0.0007963 0.007375a ± 0.0022774 0.00464ab ± 0.0016352


Kontrol 2 (walne) 0.012785ab ± 0.0008151 0.0088675a ± 0.0020201 0.00643a ± 0.0013880
Perlakuan A (12,5% B. pumillus) 0.0080375c ± 0.0009290 0.00672a ± 0.0006007 0.00342bc ± 0.0013634
Perlakuan B (10% B. pumillus) 0.014055a ± 0.0006668 0.00765a ± 0.0015769 0.00673a ± 0.0005061
Perlakuan C (7,5% B. pumillus) 0.0118225b ± 0.0008007 0.0064525a ± 0.0009294 0.00106c ± 0.0005172

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan (p<0,05)

Tabel 2. Jumlah rata-rata klorofil-b Dunaliella salina (µg/ml) pada hari pertama, ketiga, dan kelima

Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-5


Perlakuan
Rata-rata ± SD (µg/ml) Rata-rata ± SD (µg/ml) Rata-rata ± SD (µg/ml)

Kontrol 1 (tanpa fermentasi) 0.011308b±0.0015605 0.007375a ± 0.0022774 0.00464ab ± 0.0016352


Kontrol 2 (walne) 0.0.022361a±0.00128890 0.0088675a ± 0.0020201 0.00643a ± 0.0013880
Perlakuan A (12,5% B. pumillus) .009657b±0.0027681 0.00672a ± 0.0006007 0.00342bc ± 0.0013634
Perlakuan B (10% B. pumillus) 0.021579a±0.0013277 0.00765a ± 0.0015769 0.00673a ± 0.0005061
b
Perlakuan C (7,5% B. pumillus) 0.009122 ±0.0068903 0.0064525a ± 0.0009294 0.00106c ± 0.0005172

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan (p<0,05)

56
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April 2011

Klorofil - b Bacillus pumilus), C (7,5% Bacillus pumilus) dan


Data pertumbuhan dan hasil Analisis Varian kontrol 1. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
(ANAVA) pada hari pertama yang ditunjukkan pada bakteri Bacillus pumilus pada kotoran sapi
tabel 1 menunjukkan bahwa masing – masing memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah
perlakuan memberi pengaruh yang berbeda nyata klorofil-a dan klorofil-b D. salina antara perlakuan.
(p<0,05) terhadap jumlah kandungan klorofil-a D. Hasil dari penelitian pemberian bakteri
salina. Jumlah kandungan klorofil D. salina hari Bacillus pumilus pada kotoran sapi terhadap jumlah
pertama meningkat dan terus mengalami penurunan klorofil-a terendah pada kontrol 1 (tanpa fermentasi).
sampai pada hari kelima. Puncak yang terjadi pada Hal ini dikarenakan kandungan unsur hara dalam
hari pertama diperoleh pada kontrol 2 yaitu kotoran sapi masih dalam bentuk senyawa kompleks
penambahan pupuk Walne. yang belum dapat memenuhi kebutuhan nutrien D.
salina. Denault et al., (2000) juga menyatakan bahwa
Kandungan Nutrien Kotoran Api jumlah klorofil-a menurun seiring dengan
Uji laboratorium kadar nitrogen dan menurunnya unsur hara pada media pemeliharaan.
phosphor sebelum fermentasi adalah 1,3333 dan Kurangnya unsur hara dapat menyebabkan proses
1,48. Kadar unsur nitrogen kotoran sapi setelah fotosintesis terhambat dan berpengaruh terhadap
fermentasi menggunakan bakteri Bacillus pumilus jumlah klorofil (Latif, 2008).
terjadi peningkatan menjadi 1,470 sedangkan kadar Kandungan klorofil pada hari pertama
unsur phosphor mengalami penurunan menjadi 0,04. tertinggi pada perlakuan B (10% Bacillus pumilus)
Data kandungan bahan organik dapat dilihat pada bila dibandingkan dengan yang lainnya. Hal tersebut
tabel 4. disebabkan pada perlakuan C (7,5% Bacillus
pumilus) diduga dosis bakteri Bacillus pumilus yang
Nitrogen Phospor
Rasio N:P ditambahkan pada media kultur kurang, sehingga
(ppm) (ppm)
belum mencukupi kebutuhan nutrien yang diperlukan
Sebelum 1,333 1,48 01 : 10
D. salina untuk tumbuh lebih baik dibandingkan
Sesudah 1,470 0,04 37 : 10
perlakuan B (10% Bacillus pumilus), sedangkan pada
perlakuan A (12,5% Bacillus pumilus) diduga
Kualitas Air mengandung dosis Bacillus pumilus yang lebih
Hasil analisis kualitas air meliputi pH, suhu banyak, mengakibatkan populasi Bacillus pumilus
dan salinitas yang memberikan pengaruh terhadap meningkat sehingga terjadi persaingan nutrien oleh
populasi Dunaliella salina. Pengukuran kualitas air bakteri akibatnya nutrien yang ada pada kotoran sapi
dilakukan setiap hari selama kegiatan penelitian. menurun. Sedangkan pada kontrol 1 (tanpa
Pengukuran suhu air selama penelitian bekisar fermentasi) tidak dilakukan penambahan Bacillus
antara antara 26 – 28 oC, salinitas berkisar antara 36 – pumilus, sehingga belum mencukupi kebutuhan
45 ppt dan pH berkisar antara 6 – 8. nutrien yang diperlukan D. salina diduga karena
komponen-komponen serat kasar masih belum
Hasil penghitungan Anova pada penelitian terurai sehingga belum dapat dimanfaatkan oleh D.
pengaruh pemberian bakteri Bacillus pumilus pada salina untuk sumber nutrien. Pada kontrol 2 (walne)
kotoran sapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan
jumlah klorofil-a D. salina. Hasil uji jarak berganda perlakuan B, hal ini dikarenakan komposisi kimia
Duncan menunjukkan bahwa perlakuan B (10% Walne mencukupi kebutuhan nutrien yang diperlukan
Bacillus pumilus) pada hari pertama memberikan D. salina.
pengaruh terbaik dibandingkan dengan hari ketiga Kandungan klorofil terbaik pada perlakuan B
dan kelima, yang berbeda nyata (p<0,05) dengan (10% Bacillus pumilus) hari pertama. Hal ini diduga
perlakuan lainnya. bahwa bakteri B. pumilus mampu menguraikan
Hasil penghitungan Anova pada penelitian semua komponen organik terutama
pengaruh pemberian bakteri Bacillus pumilus pada lignohemisellulosa yang merupakan serat kasar yang
kotoran sapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap sulit dipecah. Oleh karena itu dengan penambahan
jumlah klorofil-b D. salina. Hasil uji jarak berganda Bacillus pumilus diharapkan mampu memecah
Duncan menunjukkan bahwa kontrol 2 (walne) pada menjadi komponen yang lebih sederhana. Lamid,
hari pertama memberikan pengaruh terbaik yang 2006 menyatakan bahwa peningkatan kandungan
berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan A (12,5% nutrisi kotoran sapi dapat terjadi apabila adanya

57
Pengaruh Pemberian Bakteri ......

degradasi ikatan lignin dengan xilan, mannan, penggunaan unsur P lebih banyak daripada yang
arabinogalaktan dan arabinan. diproduksi didalam proses fermentasi.
Berdasarkan penelitian pendahuluan,
perlakuan lama fermentasi terbaik adalah perlakuan Kesimpulan
B (10% Bacillus pumilus) yaitu fermentasi 7 hari. Penggunaan pupuk kotoran sapi yang
Hal ini menunjukkan bahwa dengan waktu difermentasi dengan bakteri B. pumilus berpengaruh
fermentasi tersebut, nutrien tersedia bagi plankton nyata (P<0,05) terhadap jumlah kandungan klorofil
adalah optimal dibanding perlakuan lama fermentasi D. salina.
5 hari dan 9 hari. Pada fermentasi 5 hari, diduga Penggunaan pupuk kotoran sapi yang
proses fermentasi belum berjalan sempurna, sehingga difermentasi dengan bakteri B. pumilus terhadap
nutrisi tersedia lebih rendah. Pada fermentasi yang klorofil D. salina yang memberikan hasil tertinggi
lebih lama (9 hari), diduga nutrisi hasil fermentasi terdapat pada perlakuan B (pupuk kotoran sapi
digunakan untuk kehidupan dan pertumbuhan bakteri dengan dosis 10% bakteri B. pumilus).
sehingga nutrien menjadi berkurang. Lama Pada kultur D. salina, untuk meningkatkan
fermentasi untuk masing-masing bahan organik dapat jumlah kandungan klorofil D. salina dapat digunakan
berbeda-beda bergantung asal bahan organik dan kotoran sapi yang difermentasi oleh B. pumilus
bakteri fermentor itu sendiri. Prasojo (2010) dengan dosis 10 % sehingga limbah dapat
mendapatkan waktu fermentasi terbaik untuk kotoran termaanfaatkan sehingga dapat mengurangi
ayam adalah 5 hari. Bila dibandingkan dengan pencemaran lingkungan.
penelitian ini, maka waktu fermentasi penelitian ini
lebih lama. Hal ini diduga karena perbedaan asal Daftar Pustaka
pakan yang berbeda. Makanan ayam ternak Anggadireja, J. T., A. Zatnika., H. Purwanto dan S.
umumnya berupa pellet dan dedak yang mengandung Istini. 2006. Rumput Laut. Penebar
serat lebih rendah dibanding sapi yang Swadaya. Jakarta. hal. 39-47.
mengkonsumsi rumput pakan hijauan lainnya. Arinardi, O.H., A.B. Sutomo, S.A. Yusuf,
Hasil uji laboratorium kadar nitrogen dan Trimaningsih, E. Asnaryanti dan S.H.
phoshpor sebelum fermentasi adalah 1,3333 dan Riyono, 1997. Kisaran Kelimpahan dan
1,48. Kadar unsur nitrogen kotoran sapi setelah Komposisi Plankton Predominan di
fermentasi menggunakan Bacillus pumilus terjadi Perairan Kawasan Timur Indonesia.
peningkatan menjadi 1,470. Sedangkan kadar Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta.
phosphor setelah fermentasi mengalami penurunan Denault, M., E. Stieve and I. valiela. 2000. Effects of
menjadi 0,04. Ratio N:P sebelum fermentasi adalah Nitrogen Load and Irradiance on
1:1. Sedangkan rasio N:P setelah fermentasi adalah Photosynthetic Pigment Concentration in
37:1. Perubahan rasio N:P setelah fermentasi, Cladophora vagabunda and Gracillaria
menyebabkan komposisi nutrien menjadi lebih sesuai tikhivae in Esturies of Waquoit Bay.
untuk pertumbuhan D. salina. Rachmawati (2002) Biology Billetins. 199 : 223-225.
mengatakan bahwa rasio N:P optimal untuk Ekawati, A. W. 2005. Diktat Kuliah Budidaya Pakan
pertumbuhan Chlorophyceae adalah 25:1. Hal Alami. Fakultas Perikanan Universitas
tersebut menunjukkan bahwa perlakuan B (10% Brawijaya. Malang. hal. 3 – 48.
Bacillus pumilus) memberikan hasil N tertinggi yang Gunawan dan Sundari. 2003. Pengaruh Penggunaan
merupakan komponen penting bagi pertumbuhan Probiotik dalam Ransum terhadap
fitoplankton (Anggadireja dkk., 2006). Hal ini P r o d u k t i v i t a s A y a m .
disebabkan N merupakan faktor pembatas bagi http://peternakan.litbang.deptan.go.id/133-
pertumbuhan mikrolaga (Hanisak, 1983). Novizan 2.pdf. 25/10/2009. 7 hal.
(2000) dalam Latif (2008) menyatakan bahwa pupuk Hanisak, 1983. The Nitrogen Relationhips of Marine
N di dalam perairan menyebabkan fitoplankton Macroalgae. In : Carpenter, E. J and D. G.
mengalami kepadataan yang tinggi, sehingga Capone. Nitrogen in The Marine
produksinya meningkat. N berfungsi membantu Environment. Academic Press Inc. New
proses pembentukan klorofil-a, fotosintesis, protein, York. p. 703
lemak dan persenyawaan organik lainnya (Salundik Kusriningrum, R. 1989. Dasar Perencanaan
dan Simamora, 2006). Unsur P setelah fermentasi Percobaan dan Rancangan Acak Lengkap.
mengalami penurunan diduga aktivitas bakteri untuk Universitas Airlangga. Surabaya. hal.53–90.

58
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April 2011

Lamid, M., S. Chuzaemi, N. Nyoman T. P. dan Satyantini, W.H dan E. D. Masithah. 2007. Diktat
Kusmartono. 2006. Inokulasi Bakteri Penuntun Praktikum Budidaya Pakan
Xilanolitik Asal Rumen sebagai Upaya Alami. Program Studi Budidaya Perairan
Peningkatan Nilai Nutrisi Jerami Padi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. hal. 2 – 28.
A i r l a n g g a . S u r a b a y a . Sterman, T. N. 1988. Spectrophotometric and
h t t p / / w w w. m i r n i l a m i d @ y a h o o . c o m . Fluorometric Chlorophyll Analysis. In :
11/03/2010. 7 hal. Lobban, S. C., D.J. Chapman and B. P.
Nurjariah. 2005. Kelimpahan Bakteri dalam Kremer. Experimental phycology, A
Budidaya Cacing Sutera Limnodrilus sp. Laboratory Manual Cambridge University
Yang Dipupuk Kotoran Ayam Hasil Press. New York. P. 35-39
Fermentasi. Skripsi. Institut Pertanian Yurong, C., L. Yumin, W. Tianyun, H. Weihong and
Bogor. Bogor. 34 hal. X. Lexun. 2007. Heterologous Gene
Prasojo, R. 2010. Pengaruh Penggunaan Pupuk Expression Driven by Carbonic Anhydrase
Kotoran Ayam yang Difermentasi EM4 Gene Promoter in Dunaliella salina.
Terhadap Pertumbuhan Populasi Dunaliella http://www.sciencedirect.com. 25/10/2009.
salina. Skripsi. Fakultas Perikanan dan 6pp.
Kelautan Universitas Airlangga.

59

You might also like