Professional Documents
Culture Documents
Yulfira Media
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Provinsi Sumatera Barat
Email: fira.media@yahoo.com
ABSTRACT
The infant mortality rate (IMR) in the West Sumatra is still high and therefore it should be vigilantly
monitored. Data from Provincial Health Office of West Sumatra (2014) revealed that IMR in 2013 was
about of 27/1000 live births. The purpose of this study is to describe socio-cultural problems to decrease
the IMR in the West Sumatra. The research was carried out in 10 districts/cities in the West Sumatra
Province using a qualitative approach. Primary data collection was done through focus group discussion,
in-depth interviews and observations. While secondary data was obtained through a literature review. The
results showed that there were socio-cultural problems encountered that hindered the reduction of the
infant mortality rate. These including the lack of knowledge and community understanding towards mother
and child health, and the existence of practice and common beliefs that the examination of pregnancy and
child birth in the home with the help of traditional birth attendants. There was also beliefs regarding
tradional healing of sick children in rural community.
ABSTRAK
Angka kematian bayi di Provinsi Sumatera Barat masih tergolong tinggi dan masih perlu mendapatkan
perhatian yang serius. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat (2014) bahwa AKB pada tahun
2013 masih sebesar 27/1000 kelahiran hidup. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan permasalahan
sosial budaya dalam upaya penurunan AKB di Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan di 10
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan data primer dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD), wawancara mendalam dan
observasi. Sedangkan data sekunder dilakukan melalui penelusuran dokumen/laporan penelitian maupun
sumber-sumber lain.Hasil penelitian mengungkapkan bahwa ada permasalahan sosial budaya yang
dianggap turut menghambat upaya penurunan Angka Kematian Bayi, yaitu masih terbatasnya pengetahuan
dan pemahaman masyarakat terhadap upaya kesehatan ibu dan anak, dan adanya praktek dan adanya
praktek dan kebiasaan masyarakat seperti pemeriksaan kehamilan dan melahirkan di rumah dengan bantuan
dukun bayi serta masih adanya kepercayaan masyarakat dalam pengobatan anak dengan bantuan dukun
kampung.
dilatar belakangi alasan malu karena sudah tinggalnya. Hal ini seperti diungkapan
sering hamil dan sudah memiliki anak informan berikut:
banyak. Hal ini seperti yang diungkapkan
³6D\D WDKX GDUL GRNWHU NDODX SRVLVL
informan sebagai berikut:
anak dalam kandungan sungsang. Tapi saya
³%DJL NDPL \DQJ VXGDK EHUXPXU LQL sangat bingung pada saat itu, tidak tahu
malu untuk periksa sama ibu bidan karena harus bagaimana, kendaraan tidak ada,
udah sering hamil dan melahirkan serta jarak ke rumah sakit relatif jauh, rasanya
punya anak banyak, sehingga periksa sudah tidak tahan lagi menahan rasa sakit,
kehamilan cenderung dilakukan setelah maka akhirnya dipanggil saja dukun beranak
kehamilan di atas 5 bulan. Saat ini saya juga yang kebetulan WHWDQJJD UXPDK ´ LQIRUPDQ
belum periksa sama bu bidan sudah AN, ibu muda yang mengalami kasus
terlambat haid 5 bulan, saya malu karena kematian bayi).
kurang lebih lebih satu tahun yang lalu saya
Selanjuknya dari pihak tenaga
melahirkan dan anak saya
penolong persalinan (dukun beranak)
PHQLQJJDO ´ ,QIRUPDQ LEX \DQJ SHUQDK
mengungkapkan bahwa sebenarnya dia
mengalami kematian bayi)
mengakui mengalami kesulitan untuk
Pengetahuan masyarakat terutama di membantu persalinan, namun karena diminta
daerah pedesaan dalam pengenalan tanda bantuan, maka harus diupayakan. Bayi
bahaya/risiko persalinan dan pencarian tersebut meninggal beberapa menit setelah
pertolongan persalinan profesional cenderung dilahirkan. Sebagai seorang tenaga penolong
belum memadai. Dari beberapa kasus yang persalinan dia mengakui pernah disarankan
ditemukan bahwa pengetahuan masyarakat oleh pihak Puskesmas untuk didampingi atau
terutama bagi pasangan suami istri yang bermitra dengan tenaga kesehatan, tetapi
berusia muda masih terbatas, yang mana dalam kenyataannya informan membantu
mereka kurang mengetahui adanya tanda- persalinan tanpa didampingi oleh tenaga
tanda bahaya/risiko persalinan. Mereka kesehatan. Hal ini sebagaimana yang
kadang tidak menyadari nahwa mereka harus diungkapkan informan berikut:
memilih pertolongan persalinan yang
³6D\D GLPLQWD WHWDQJJD XQWXN
profesional. Hal ini dapat dilihat dari kasus
membantu persalinan. Sebagai dukun
yang dialami oleh seorang ibu muda yang
beranak tentunya saya berupaya untuk
baru melahirkan anak pertama dan meninggal
membantu kelahiran yang sungsang dan
setelah dibantu persalinan oleh tenaga non
tanpa didampingi oleh tenaga bidan karena
kesehatan (dukun beranak), padahal
bidan memang tidak ada di tempat. Saya
sebelumnya informan sudah pernah
mengalami kesulitan dalam membantu proses
melakukan pemeriksaan kehamilan oleh
kelahiran, dan kemudian bayi lahir tapi
dokter spesialis dan dinyatakan sungsang.
hanya bertahan beberapa menitakhirnya
Hal ini seperti yang diungkapkan informan
PHQLQJJDO´ ,QIRUPDQ GXNXQ EHUDQDN
berikut:
Pemahaman masyarakat akan
³Ketika melakukan pemeriksaan
pentingnya kehadiran anak perempuan juga
kehamilan dengan dokter spesialis dan
masih relatif tinggi. Dalam hal ini kehadiran
kondisi kehamilan dinyatakan sungsang,
anak perempuan adalah mempunyai makna
maka sejak itu pemeriksaan kehamilan tetap
yang tinggi sebagai penerus keturunan,
dilanjutkan dengan dokter spesialis´
sehingga mereka akan berupaya untuk
(informan AN, ibu muda yang mengalami
memperoleh keturunan anak perempuan.
kasus kematian bayi).
Alasan masyarakat untuk mendapatkan anak
Karena alasan tidak ada kendaraan, perempuan adalah karena seorang anak
jarak ke rumah sakit cukup jauh dan belum perempuan dianggap bisa merawat orang tua
mempunyai pengalaman serta pengetahuan dan bisa mewarisi harta warisan keluarga
yang memadai dalam menghadapi persalinan, yang dilakukan secara turun temurun
maka langsung saja memanggil dukun menurut garis keturunan ibu (matrilinial). Hal
beranak yang tidak jauh dari tempat ini sesuai dengan ungkapan informan berikut:
49
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 1, Juni 2017 : 46 - 56
³8QWXN NDVXV NHPDWLDQ ED\L \DQJ GL temurun, dan bayarannya bisa dengan beras,
luar pernikahan jarang dilakukan tergantung dari kondisi ekonomi masyarakat.
pemeriksaan. Karena malu, periksa
Masyarakat juga ada yang memilih
kehamilan hanya dilakukan untuk
untuk melakukan pertolongan persalinan
memastikan kehamilan dan mendekati
dengan dukun beranak terlebih dahulu, dan
kelahiran, dan tidak bisa mencapai minimal
kalau kondisinya sudah tidak bisa lagi
NDOL SHPHULNVDDQ´
ditangani oleh dukun beranak, maka barulah
Hasil penelitian juga biasanya dukun beranak tersebut meminta
mengungkapkan bahwa ada masyarakat yang keluarga untuk memanggil bidan. Dalam hal
benar-benar fanatik atau percaya dengan satu ini keberadaan dukun beranak masih dihargai
bidan, sehingga ketika mengalami masalah oleh dan dipercaya masyarakat. Jika ada
dalam proses persalinan dan harus dirujuk ke terjadi permasalahan dengan kelahiran dan
rumah sakit mereka cenderung untuk dukun beranak sudah tidak sanggup lagi,
menolak. Akhirnya proses persalinan tetap maka baru dipanggil bidan. Pada saat ini
ditangani oleh bidan, namun proses kondisinya cederung sudah tidak bisa
persalinan mengalami hambatan dan harus ditangani oleh bidan dan harus di rujuk ke
segera dibawa ke rumah sakit. Kondisi rumah sakit. Namun karena adanya kebiasaan
keterlambatan untuk segera mendapatkan musyawarah yang dilakukan masyarakat
pelayanan kesehatan inilah menyebabkan dalam pengambilan keputusan dan cenderung
bayi tidak bisa terselamatkan.Hal tersebut relatif lama berakibat pada keterlambatan
sebagaimana yang diungkapkan oleh untuk sampai pada tempat pelayanan rujukan.
informan (tenaga kesehatan) sebagai berikut:
Pada sisi lain pengambilan keputusan
³0DV\DUDNDW DGD \DQJ KDQ\D IDQDWLN bisa saja menyebabkan tidak dirujuk, dan hal
sama satu bidan dan tidak mau dirujuk ke ini dengan pertimbangan besarnya biaya
rumah sakit, walaupun kondisi proses yang akan dikeluarkan nantinya jika akan
kelahiran sangat berisiko untuk ditangani dirujuk ke rumah sakit. Sebagaimana
bidan. Akhirnya persalinan ditangani bidan, diungkapkan informan berikut:
namun proses kelahiran tidak berjalan
³ NHSXWXVDQ NHOXDUJD XQWXN
lancar karena pinggul ibu yang sempit harus
membawa anak ke rumah sakit memang bisa
segera dirujuk ke rumah sakit, yang akhirnya
saja tidak dilaksanakan karena mengingat
ED\L WLGDN ELVD GLVHODPDWNDQ´
biaya yang harus ditanggung jika anak harus
Masyarakat di daerah pedesaan GL UDZDW GL UXPDK VDNLW´
khususnya daerah terpencil cenderung masih
Apalagi jika harus dirujuk ke rumah
melahirkan di rumah dengan bantuan tenaga
sakit yang berada di Padang, dan tentunya
dukun beranak. Walaupun sudah tersedia
menjadi pertimbangan bagi keluarga mereka
tenaga bidan, namun kebiasaan dan tradisi
karena merekatidak mempunyai jaminan
melahirkan di rumah dengan bantuan dukun
kesehatan secara gratis. Pada hal kondisi bayi
beranak tersebut masih dilakukan oleh
dianggap sudah parah dan harus dirujuk, dan
masyarakat. Alasan informan melahirkan di
hal inilah yang menyebabkan bayi akhirnya
rumah karena merasa lebih nyaman, tenang
meninggal di rumah. Hal ini seperti yang
di rumah sendiri didampingi oleh keluarga,
diungkapkan informan yang mengalami
sebagaimana diungkapkan informan berikut:
kasus kematian bayi sebagai berikut:
³0HODKLUNDQ GL UXPDK GHQJDQ
³.DPL WDKX DQDN NDPL KDUXV GLUXMXN
memanggil dukun beranak sudah tradisi
ke rumah sakit yang terdapat di Padang,
karena perasaan lebih enak dan tenang
tetapi kami kesulitan dalam biaya perawatan
karena di rumah sendiri serta didampingi
dan biaya hidup selama menunggu di rumah
NHOXDUJD¶
sakit. Kami tidak memiliki jaminan kesehatan
Dukun dipilih sebagai penolong secara gratis, pada hal kami termasuk
persalinan karena sudah dikenal dekat, keluarga yang kurang mampu. Dulu pernah
mempunyai kedudukan/kekuatan yang kuat, ikut BPJS secara mandiri yang harus
dipercaya, sudah merupakan membayar sebesar Rp. 25.500,- untuk setiap
tradisi/kebiasaan yang dilakukan secara turun anggota keluarga. Namun kemudian karena
51
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 1, Juni 2017 : 46 - 56
jumlah anggota keluarga 5 (lima), sedangkan optimal dan digantikan dengan susu formula
penghasilan rata-rata sebesar Rp. dengan menggunakan botol. Masyarakat
200.000/minggu kami kesulitan untuk yang terdapat di pedesaan dan memiliki
membayarnya, dan inilah yang menyebabkan pekerjaan ke sawah juga mengalami hal yang
kami tidak bisa merujuk anak ke rumah tidak jauh berbeda, sehingga jika anak
VDNLW´ menangis karena lapar maka anggota
keluarga akan memberikan makanan
Sementara itu, ada perilaku dan
tambahan seperti biskuit, roti, pisang, bubur
kebiasaan masyarakat yang dianggap kurang
dll.
mementingkan pemeliharaan kesehatan. Hal
ini bisa dilihat dari salah satu kasus kematian Tindakan dan kebiasaan masyarakat
bayi (umur 3 bulan) akibat pneumonia, yang dalam merespon ketika anak mereka
dilatarbelakangi oleh adanya kebiasaan mengalami sakit juga berbeda. Bagi mereka
keluarga yang membawa anaknya sejak usia yang mempunyai persepsi bahwa ketika anak
satu setengah bulan ke tempat pekerjaan panas disebabkan oleh adanya gangguan
(bekerja di peternakan ayam) dengan penyakit, maka mereka akan berupaya
lingkungannya kurang bersih dan sehat. mencari pengobatan melalui tenaga
Kondisi ini berisiko terhadap kesehatan kesehatan. Namun jika masyarakat
anaknya (pneumonia) dan harus dirujuk ke mempunyai persepsi bahwa ketika anak
rumah sakit. Namun, karena alasan kejang-kejang dianggap karena tasapo
pertimbangan kondisi ekonomi keluarga, (diganggu makluk halus), akan berupaya
anak tersebut tidak jadi dirujuk ke rumah mencari pengobatan tradisional atau dukun
sakit, dan akhirnya meninggal di rumah. kampung. Persepsi masyarakat ini
Informan menyatakan sangat menyesal sedih dilatarbelakangi oleh adanya anggapan
sekali karena anaknya ke empat tersebut bahwa jika anak panas dan kejang-kejang
adalah perempuan satu-satunya. Dia tidak diakibatkan adanya gangguan makluk halus
menyadari bahwa tindakan kebiasaan yang (hal gaib), maka dukun kampung yang bisa
dilakukannya tersebut berisiko terhadap menyembuhkan. Hal ini sebagaimana
kesehatan anaknya tersebut, seperti yang diungkapkan oleh informan berikut:
diungkapkan informan berikut:
³ DQDN panas dan kejang-kejang
´6D\D VDQJDW PHQ\HVDO VHGLK VHNDOL karena tasapo atau akibat diganggu makluk
karena anak itu adalah anak perempuan halus akan dicarikan penyembuhan dengan
satu-satunya yang sangat saya harapkan meminta bantuan pengobatan dukun
untuk penerus keturunan karena saya tidak kampung, karena dukun kampung yang
punya saudara lagi. Namun karena kondisi GLDQJJDS ELVD PHQ\HPEXKNDQ´
ekonomi keluarga yang tidak mencukupi saya
Selanjutnya apabila penyakit tersebut
juga harus bekerja setiap hari untuk bantu
tidak kunjung dapat disembuhkan, maka
suami dengan membawa anak ke kandang
mereka baru pergi ke tenaga kesehatan, dan
ayam, dan saya tidak tahu kalau akhirnya
pada saat ini kondisinya harus dirujuk ke
EHJLQL ´
rumah sakit. Selanjutnya jika kondisi ini
Kebiasaan masyarakat lainya adalah tidak segera dirujuk ke rumah sakit tentunya
kebiasaandalam pemberian susu botol beresiko terhadap keselamatan anak mereka.
(pengganti ASI) yang dianggap kurang
Berdasarkan hasil temuan di
memperhatikan kebersihan botol (botol tidak
lapangan juga diketahui bahwa hambatan
direbus dan kebersihannya kurang terjaga),
untuk mendapatkan akses pelayanan juga
dan akhirnya anak mengalami diare dan tidak
terkait dengan keterlambatan dalam
bisa terselamatkan.
pengambilan keputusan. Hal ini bisa dilihat
Hasil penelitian juga menemukan dari kasus kematian bayi yang dialami
bahwa alasan masyarakat tidak melaksanakan infoman akibat adanya keterlambatan dalam
pemberian ASI ekslusif secara 6 bulan terkait mengambil keputusan karena harus
alasan pekerjaan, yang mana setelah 3 bulan menunggu suami pulang ke rumah,
cuti melahirkan mereka harus kembali sebagaimana yang diungkapkan informan
bekerja, sehingga pemberian ASI tidak bisa berikut:
52
Permasalahan sosial budaya ...(Yulfira Media)
mempunyai persepsi ketika anak kejang- anak, anak yang hanya di berikan makanan
kejang dianggap karena tasapo (guna-guna), asal kenyang tapi tidak memperhatikan nilai
akan mencari pengobatan non medis atau gizinya,dan pengetahuan orang tua yang
melalui dukun kampung. Hasil penelitian rendah tentang cara mengasuh anak yang
yang dilakukan Kresno, Sudarti dkk di baik serta kemiskinan (Willa, Ruben dan
Jakarta Utara juga mengungkapkan adanya Madu, 2014)
persepsi masyarakat mengenai pengobatan
Hasil studi tumbuh kembang anak
bagi bayi yang mengalami sakit diare
yang dilakukan Badan Litbang Kesehatan
berbeda dengan konsep medis. Masyarakat
mengemukakan bahwa pertumbuhan dan
beranggapan bahwa penyebab diare pada
perkembangan anak sejak masih janin
bayi adalah disebabkan karena bayi tersebut
ternyata dipengaruhi tidak hanya oleh status
sedang mengalami proses peningkatan
gizi si ibu pada saat hamil, tetapi sejak
kepandaian, sehingga hal ini dianggap wajar
sebelum hamil atau pada masa remaja. Ibu
dan tidak perlu diobati. Adanya perbedaan
hamil yang mengalami kurang energi kronis
persepsi antara masyarakat dan petugas
(KEK) dapat melahirkan anak dengan berat
kesehatan inilah yang cenderung
badan lahir rendah (BBLR) karena kurus,
menimbulkan permasalahan dalam
pendek atau keduanya.
melaksanakan program kesehatan. Kondisi
adanya perbedaan persepsi masyarakat antara Imunisasi juga dianggap sebagai
masyarakat dan petugas kesehatan dalam upaya untuk mengurangi resiko kematian
merespon penyakit diare tersebut tentunya bayi. Namun dari hasil penelitian tampak
dianggap menjadi hambatan dalam upaya bahwa sebagian masyarakat masih
penurunan Angka Kematian Bayi mempunyai persepsi bahwa imunisasi
(Notoatmodjo, 2010). tersebut bisa menyebabkan anak menjadi
panas, dan bahkan ada persepsi
Berdasarkan hasil penelitian juga
bahwaimunisasi dianggap haram dan tidak
ditemukan bahwa sebagian masyarakat tidak
boleh dilakukan. Kondisi ini juga bisa dilihat
bisa melaksanakan pemberian ASI ekslusif
dari cakupan imunisasi dasar lengkap di
secara 6 bulan karena alasan pekerjaan, tidak
Provinsi Sumatera Barat menurut hasil Riset
ada ASI, anak masih lapar, dan akhirnya
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
anak diberikan makanan pengganti ASI
yang sebesar 39,7% dan cakupan imunisasi
seperti susu formula dengan botol, pemberian
dasar tidak lengkap sebesar 46,9%.
pisang dan lain-lain. Hasil penelitian Yulfira
Selanjutnya yang tidak imunisasi adalah
Media, Prasojo and Manalu di Kabupaten
sebesar 13,4%, dan data ini lebih tinggi dari
Karawang Jawa Barat juga menemukan
rata-rata nasional yang sebesar 8,7% (Badan
adanya kebiasaan masyarakat memberikan
Penelitian Pengembangan Kesehatan, 2013).
minuman/makanan pada bayi yang masih
berumur satu bulan seperti memberikan Berkaitan dengan tindakan imunisasi
pisang dan biskuit dengan alasan ASI saja dan pemberian ASI eksklusif, hasil penelitian
tidak cukup dan bayi masih lapar (Media, yang dilakukan Ipa dan kawan-kawan
Prasojo and Manalu, 2005). Selanjutnya mengungkapkan bahwa kematian bayi dan
penggunaan botol dengan dot/kempeng balita yang terjadi di masyarakat Badui pada
memiliki pengaruh terbesar terhadap tahun 2012 dan 2014 diagnosis sebagai
pemberian ASI ekslusif. Penggunaan dot bronkopneumonia. Salah satu faktor resiko
dianggap dapat mengganggu mekanisme kejadian pneumonia berat adalah karena
perlekatan penyusuan yang benar dan dapat ketiadaan imunisasi dan ASI ekslusif.
dikaitkan dengan kejadian bingung puting, Antibody dari imunisasi dan ASI eksklusif
sehingga bayi merasa lebih gampang untuk merupakan salah satu alternatif upaya
menggunakan botol dan dot (Suparmi, 2014). pencegahan terjadinya pneumonia berat.
Namun karena adanya pikukuh adat
Hasil penelitian Willa, Ruben, dan
masyarakat Badui Dalam belum mau
Madu juga menemukan hal yang tidak jauh
menerima adanya imunisasi dan pemberian
berbeda, permasalahan kematian bayi yang
ASI eksklusif (Ipa et.al, 2014)
disebabkan oleh gizi buruk dan gizi kurang
terkait dengan pola asuh orang tua terhadap
54
Permasalahan sosial budaya ...(Yulfira Media)
56