You are on page 1of 11

PERMASALAHAN SOSIAL BUDAYA

DALAM UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN BAYI


DI PROVINSI SUMATERA BARAT

Socio-cultural Problems in ReducingThe Infant Mortality Rate in West Sumatera

Yulfira Media
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Provinsi Sumatera Barat
Email: fira.media@yahoo.com

Diterima: 2 Desember 2016; Direvisi: 19 Mei 2017; Disetujui: 23 Agustus 2017

ABSTRACT

The infant mortality rate (IMR) in the West Sumatra is still high and therefore it should be vigilantly
monitored. Data from Provincial Health Office of West Sumatra (2014) revealed that IMR in 2013 was
about of 27/1000 live births. The purpose of this study is to describe socio-cultural problems to decrease
the IMR in the West Sumatra. The research was carried out in 10 districts/cities in the West Sumatra
Province using a qualitative approach. Primary data collection was done through focus group discussion,
in-depth interviews and observations. While secondary data was obtained through a literature review. The
results showed that there were socio-cultural problems encountered that hindered the reduction of the
infant mortality rate. These including the lack of knowledge and community understanding towards mother
and child health, and the existence of practice and common beliefs that the examination of pregnancy and
child birth in the home with the help of traditional birth attendants. There was also beliefs regarding
tradional healing of sick children in rural community.

Keywords: Socio- cultural, infant mortality, the Province of West Sumatra

ABSTRAK

Angka kematian bayi di Provinsi Sumatera Barat masih tergolong tinggi dan masih perlu mendapatkan
perhatian yang serius. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat (2014) bahwa AKB pada tahun
2013 masih sebesar 27/1000 kelahiran hidup. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan permasalahan
sosial budaya dalam upaya penurunan AKB di Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan di 10
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan data primer dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD), wawancara mendalam dan
observasi. Sedangkan data sekunder dilakukan melalui penelusuran dokumen/laporan penelitian maupun
sumber-sumber lain.Hasil penelitian mengungkapkan bahwa ada permasalahan sosial budaya yang
dianggap turut menghambat upaya penurunan Angka Kematian Bayi, yaitu masih terbatasnya pengetahuan
dan pemahaman masyarakat terhadap upaya kesehatan ibu dan anak, dan adanya praktek dan adanya
praktek dan kebiasaan masyarakat seperti pemeriksaan kehamilan dan melahirkan di rumah dengan bantuan
dukun bayi serta masih adanya kepercayaan masyarakat dalam pengobatan anak dengan bantuan dukun
kampung.

Kata kunci: Sosial budaya, kematian bayi, Provinsi Sumatera Barat.

PENDAHULUAN per seribu kelahiran hidup. Angka ini masih


jauh dari target yang ditetapkan Provinsi
Angka kematian bayi di Provinsi
Sumatera Barat tahun 2013yaitu sebesar
Sumatera Barat masih tergolong tinggi,
18/1000 kelahiran hidup pada tahun 2015
sehingga perlu mendapatkan perhatian yang
(Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat,
serius. Berdasarkan data dari Dinas
2014). Sebagaimana diketahui bahwa bayi
Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, angka
hingga usia kurang dari satu bulan
kematian bayi (AKB) pada tahun 2013 masih
merupakan golongan umur yang paling
tinggi, yaitu sebesar 27 per seribu kelahiran
rentan atau memiliki rsiko gangguan
hidup; dan belum menunjukkan penurunan
kesehatan paling tinggi. Hal ini terjadi di
dibandingkan dengan tahun 2012, yaitu 27
Sumatera Barat, dimana lebih dari 50%
46
Permasalahan sosial budaya ...(Yulfira Media)

kematian bayi di terjadi dalam periode meningkatkan cakupan persalinan oleh


neonatal yaitu dalam bulan pertama (Badan tenaga kesehatan terampil, meningkatkan
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi cakupan pelayanan komplikasi obsteri dan
Sumatera Barat, 2014). neonatal berkualitas (Pranata, Pratiwi and
Rahanto, 2011). Upaya dalam rangka
Tingginya kematian bayi baru lahir
penurunan AKB sudah dilaksanakan tersebut,
cenderung terjadi pada masa sekitar
belum dapat mengatasi seluruh
persalinan, disebabkan antara lain
permasalahan/hambatan dalam upaya
pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga
penurunan AKB masih sulit untuk diatasi.
kesehatan yang mempunyai kompetensi
Hal ini karena permasalahan/hambatan AKB
kebidanan (profesional). Hasil Riset
juga tidak terlepas dari faktor-faktor sosial
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
budaya dan lingkungan dalam masyarakat
menunjukkan bahwa persentase penolong
dimana mereka berada, seperti hubungan
persalinan oleh tenaga kesehatan adalah
sebab akibat antara makanan dan kondisi
sebesar hanya 86,9%. Dilihat dari fasilitas
sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan
tempat melahirkan, hanya 77,6% persalinan
masyarakat (Willa, Ruben and Madu, 2014)
dilakukan di fasilitas kesehatan dan
Poskesdes/Polindes. Hal ini berarti bahwa Kondisi permasalahan sosial budaya
22,4% ibu bersalin yang masih melahirkan di yang terdapat dalam masyarakat dapat
rumah (Badan Penelitian Pengembangan memberikan konsekwensi terhadap kesehatan
Kesehatan, 2013). bayi, dan turut menjadi hambatan dalam
upaya penurunan Angka Kematian Bayi.
Penyebab kematian bayi dari masa
Tujuan penelitian ini adalah untuk
perinatal sampai neonatal cukup beragam.
mengetahui gambaran permasalahan sosial
Penyebab kematian terbesar pada kelompok
budaya dalam upaya penurunan AKB di
perinatal menurut hasil penelitian
Sumatera Barat.
Balitbangkes (2013) disebabkan oleh Intra
Uterine Fetal Death (IUFD) sebanyak
26,6%, dan diikuti Berat Bayi Lahir Rendah
BAHAN DAN CARA
(BBLR) sebanyak 21,3% serta asfiksia
17,3%. Penyebab kematian neonatal (7±28 Penelitian merupakan studi kualitatif
hari), masih didominasi oleh pneumonia yang dilakukan pada tahun 2015. Lokasi
(34,5%) dan diikuti prematur (13,7%). penelitian meliputi 10 (sepuluh)
Selanjutnya untuk usia di atas neonatal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat,
sampai satu tahun, penyebab utama kematian yaitu di Kabupaten 50 Kota, Kabupaten
adalah penyakit infeksi yang berkaitan erat Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten
dengan perilaku hidup sehat ibu dan kondisi Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kabupaten
lingkungan setempat, seperti pneumonia Sijunjung, Kabupaten Padang Pariaman,
(29,5%) dan diare (11,2%) (Badan Penelitian Kota Payakumbuh, Kota Sawahlunto dan
Pengembangan Kesehatan, 2014). Beberapa Kota Padang. Lokasi ini dipilih, kaena
permasalahan lain yang dianggap menjadi kabupaten/kota tersebut merupakan
penyebab masih tingginya AKB menurut kabupayen/kota dengan jumlah kasus
diantaranya adalah karena terbatasnya kematian bayi cukup tinggi. Pengumpulan
informasi mengenai kesehatan reproduksi. data primer dilakukan dengan diskusi
Kurangnya informasi kesehatan seksual dan kelompok terarah (focus group discussion/
reproduksi, dan kurangnya diseminasi FGD), wawancara mendalam (indepth
informasi kesehatan reproduksi pada remaja interview), dan observasi. Jenis data yang
(Irawaty, 2015). dikumpulkan terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data sekunder diperoleh melalui
Beberapa program dan kegiatan yang
studi kepustakaan, dokumen dari Dinas
dilakukan dalam rangka penurunan AKB dari
Kesehatan dan instansi terkait, maupun
aspek medis, kebijakan dan manajemen
sumber-sumber lain yang sesuai dengan
pelayanan kesehatan antara lain adalah
standar keilmiahan sumber data. Peserta
meningkatkan cakupan dan meningkatkan
Focus Group Discussion (FGD) dari masing-
kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi
masing Kabupaten/Kota terdiri dari dua
melalui kegiatan dengan target antara lain
47
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 1, Juni 2017 : 46 - 56

kelompok yaitu kelompok informan yang pemahaman masyarakat terhadap upaya


berasal dari aparat kesehatan seperti Kabid, kesehatan ibu dan anak, dan 2) Adanya
Kasi dan pemegang program/staf, Kepala praktek, kebiasaan dan kepercayaan
Puskesmas/pemegang program dari beberapa masyarakat yang terkait dengan kesehatan
kecamatan, dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) anak/bayi.
Kabupaten/Kota. Selanjutnya FGD juga
dilakukan terhadap kelompok masyarakat,
yaitu Ketua PKK Kecamatan (kecamatan Pengetahuan dan Pemahaman
dengan kasus kematian bayi tinggi) dan Masyarakat Terkait Upaya Kesehatan Ibu
Tokoh dan masyarakat. Wawancara dan Anak
mendalam dilakukan terhadap beberapa Pengetahuan dan pemahaman
informan yang bertempat tinggal di wilayah masyarakat terkait upaya kesehatan dan anak
kerja Puskesmas dengan kasus kematian bayi yang akan diuraikan dalam hal ini adalah
yang relatif tinggi di 10 kabupaten/kota. meliputi perawatan kehamilan, pertolongan
Kriteria informan yang dipilih adalah mereka persalinan dan perawatan bayi. Berdasarkan
yang dianggap mampu dalam memberikan hasil wawancara mendalam dengan informan
informasi atau mempunyai pengalaman ibu yang memiki kasus kematian bayi
terkait permasalahan kematian bayi yaitu ibu diketahui bahwa karakteristik informan jika
yang mempunyai kasus kematian bayi, ibu ditinjau dari latar belakang usia cenderung
hamil/punya anak balita, dukun beranak dan masih berusia muda (usia kurang lebih 16
tokoh masyarakat. Selanjutnya juga sampai dengan 25 tahun) dengan pendidikan
wawancara juga dilakukan kepada informan tamat SMP dan SMA. Bahkan untuk
yang dianggap mengetahui dan terlibat dalam kehamilan di luar nikah masih berada di
pelaksanaan program penurunan kematian bangku SMP atau SMA. Selanjutnya jika
bayi adalah Kepala Dinas ditinjau dari usia menikah dan pertama kali
Kesehatan/Kabid/Kasi dan tenaga kesehatan hamil, terbanyak berada pada kelompok usia
(bidan). Pengolahan dan analisi data 16 sampai dengan 18 tahun.
dilaksanakan menggunakan kaidah kualitatif
dengan metode content analysis. Pengolahan Hasil penelitian mengungkapkan
data dilakukan melalui beberapa tahap, tahap bahwa beberapa kasus kematian bayi tidak
pertama dari data yang dikumpulkan dibuat terlepas dari persoalan masih terbatasnya
transkrip hasil wawancara dan FGD, yaitu pengetahuan dan kesadaran masyarakat
mencatat seluruh data yang diperoleh dari tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan
wawancara dan diskusi. Selanjutnya data dan pertolongan persalinan dengan tenaga
yang dihasilkan disajikan dalam bentuk kesehatan. Masyarakat cenderung belum
matriks hasil wawancara dan diskusi. Proses mempunyai pengetahuan serta pemahaman
analisis data dimulai dengan menelaah tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan
seluruh data yang tersedia dari berbagai yang sesuai dengan standar kesehatan
sumber, yaitu dari hasil FGD, wawancara (minimal dilakukan sebanyak empat kali
mendalam, observasi/pengamatan yang sudah selama kehamilan). Walaupun sudah ada
dituliskan dalam catatan lapangan, dan yang melakukan pemeriksaan kehamilan
dokumen resmi dari instansi terkait. dengan tenaga kesehatan, namun
Selanjutnya dilakukan analisis data menurut pemeriksaan kehamilan dilakukan setelah
Miles dan Huberman (Afrizal, 2008). usia kehamilan 4 atau 5 bulan, sehingga
target untuk pemeriksaan kehamilan yang
sesuai standar tersebut cenderung tidak
HASIL tercapai. Adapun alasan untuk tidak
dilakukan pemeriksaan kehamilan pada awal
Berdasarkan hasil Focus Group
kehamilan terutama bagi pasangan muda
Discussion (FGD), wawancara mendalam
antara lain adalah karena faktor malu untuk
dan observasi yang dilakukan diketahui
melakukan pemeriksaan kehamilan pada
bahwa ada beberapa permasalahan sosial
awal kehamilan karena kehamilannya belum
budaya yang dianggap turut menghambat
pasti dan takut terlalu berharap. Sedangkan
upaya penurunan Angka Kematian Bayi,
mereka yang sudah lama menikah juga
yaitu: 1) Masih terbatasnya pengetahuan dan
48
Permasalahan sosial budaya ...(Yulfira Media)

dilatar belakangi alasan malu karena sudah tinggalnya. Hal ini seperti diungkapan
sering hamil dan sudah memiliki anak informan berikut:
banyak. Hal ini seperti yang diungkapkan
³6D\D WDKX GDUL GRNWHU NDODX SRVLVL
informan sebagai berikut:
anak dalam kandungan sungsang. Tapi saya
³%DJL NDPL \DQJ VXGDK EHUXPXU LQL sangat bingung pada saat itu, tidak tahu
malu untuk periksa sama ibu bidan karena harus bagaimana, kendaraan tidak ada,
udah sering hamil dan melahirkan serta jarak ke rumah sakit relatif jauh, rasanya
punya anak banyak, sehingga periksa sudah tidak tahan lagi menahan rasa sakit,
kehamilan cenderung dilakukan setelah maka akhirnya dipanggil saja dukun beranak
kehamilan di atas 5 bulan. Saat ini saya juga yang kebetulan WHWDQJJD UXPDK ´ LQIRUPDQ
belum periksa sama bu bidan sudah AN, ibu muda yang mengalami kasus
terlambat haid 5 bulan, saya malu karena kematian bayi).
kurang lebih lebih satu tahun yang lalu saya
Selanjuknya dari pihak tenaga
melahirkan dan anak saya
penolong persalinan (dukun beranak)
PHQLQJJDO ´ ,QIRUPDQ LEX \DQJ SHUQDK
mengungkapkan bahwa sebenarnya dia
mengalami kematian bayi)
mengakui mengalami kesulitan untuk
Pengetahuan masyarakat terutama di membantu persalinan, namun karena diminta
daerah pedesaan dalam pengenalan tanda bantuan, maka harus diupayakan. Bayi
bahaya/risiko persalinan dan pencarian tersebut meninggal beberapa menit setelah
pertolongan persalinan profesional cenderung dilahirkan. Sebagai seorang tenaga penolong
belum memadai. Dari beberapa kasus yang persalinan dia mengakui pernah disarankan
ditemukan bahwa pengetahuan masyarakat oleh pihak Puskesmas untuk didampingi atau
terutama bagi pasangan suami istri yang bermitra dengan tenaga kesehatan, tetapi
berusia muda masih terbatas, yang mana dalam kenyataannya informan membantu
mereka kurang mengetahui adanya tanda- persalinan tanpa didampingi oleh tenaga
tanda bahaya/risiko persalinan. Mereka kesehatan. Hal ini sebagaimana yang
kadang tidak menyadari nahwa mereka harus diungkapkan informan berikut:
memilih pertolongan persalinan yang
³6D\D GLPLQWD WHWDQJJD XQWXN
profesional. Hal ini dapat dilihat dari kasus
membantu persalinan. Sebagai dukun
yang dialami oleh seorang ibu muda yang
beranak tentunya saya berupaya untuk
baru melahirkan anak pertama dan meninggal
membantu kelahiran yang sungsang dan
setelah dibantu persalinan oleh tenaga non
tanpa didampingi oleh tenaga bidan karena
kesehatan (dukun beranak), padahal
bidan memang tidak ada di tempat. Saya
sebelumnya informan sudah pernah
mengalami kesulitan dalam membantu proses
melakukan pemeriksaan kehamilan oleh
kelahiran, dan kemudian bayi lahir tapi
dokter spesialis dan dinyatakan sungsang.
hanya bertahan beberapa menitakhirnya
Hal ini seperti yang diungkapkan informan
PHQLQJJDO´ ,QIRUPDQ GXNXQ EHUDQDN
berikut:
Pemahaman masyarakat akan
³Ketika melakukan pemeriksaan
pentingnya kehadiran anak perempuan juga
kehamilan dengan dokter spesialis dan
masih relatif tinggi. Dalam hal ini kehadiran
kondisi kehamilan dinyatakan sungsang,
anak perempuan adalah mempunyai makna
maka sejak itu pemeriksaan kehamilan tetap
yang tinggi sebagai penerus keturunan,
dilanjutkan dengan dokter spesialis´
sehingga mereka akan berupaya untuk
(informan AN, ibu muda yang mengalami
memperoleh keturunan anak perempuan.
kasus kematian bayi).
Alasan masyarakat untuk mendapatkan anak
Karena alasan tidak ada kendaraan, perempuan adalah karena seorang anak
jarak ke rumah sakit cukup jauh dan belum perempuan dianggap bisa merawat orang tua
mempunyai pengalaman serta pengetahuan dan bisa mewarisi harta warisan keluarga
yang memadai dalam menghadapi persalinan, yang dilakukan secara turun temurun
maka langsung saja memanggil dukun menurut garis keturunan ibu (matrilinial). Hal
beranak yang tidak jauh dari tempat ini sesuai dengan ungkapan informan berikut:

49
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 1, Juni 2017 : 46 - 56

³$QDN SHUHPSXDQ EDJL PDV\DUDNDW sebelum ibunyamelewati masa nifas dengan


di sini penting, karena anak perempuan yang alasan khawatir nantinya diganggu oleh
biasanya mendampingi orang tua jika sudah mahluk ghaib. Selanjutnya juga ada persepsi
tua dan anak perempuan mendapat warisan bahwa imunisasi bisa menyebabkan anak
GDUL JDULV NHWXUXQDQ LEX´ menjadi panas, dan bahkan ada yang
beranggapan bahwa imunisasi adalah sesuatu
Sementara itu, masyarakat di
yang dilarang oleh agama atau dianggap
pedesaan khususnya yang berada di daerah
haram. Sebagaimana yang diungkapkan
terpencil dan terbatasnya akses pelayanan
informan dari tenaga kesehatan berikut:
kesehatan mempunyai pandangan bahwa
pemeriksaan kehamilan akan dilakukan jika ³0DV\DUDNDW PDVLK NXDWLU MLND
mereka mengalami keluhan atau masalah imunisasi nantinya anak jadi panas, dan
dengan kehamilannya. Upaya yang mereka imunisasi itu juga dianggap haram atau
lakukan jika mengalami masalah dengan dilarang agama, sehingga mereka kuatir
kehamilan seperti posisi janin yang sungsang anaknya diimunisasi.
adalah dengan meminta pertolongan dukun
beranak untuk membetulkan posisi letak
janin. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Praktek, Kebiasaan dan Kepercayaan
informan berikut: Masyarakat Yang Terkait Dengan
Kesehatan Anak/Bayi
³0DV\DUDNDW GL VLQL MDUDQJ \DQJ
periksa kehamilan ke bidan, apalagi daerah Bentuk tindakan dan kebiasaanyang
kami daerah sulit dan bidan pun jarang di dilakukan masyarakat terkait upaya
tempat. Jika ada masalah baru periksa atau kesehatan anak, dimulai dari perawatan
jika kondisi janin sungsang minta bantuan kehamilan, pertolongan persalinan sampai
dukun beranak untuk memperbaiki posisi dengan perawatan anak pasca kelahiran.
MDQLQ DJDU ODQFDU PHODKLUNDQ´ Dalam upaya perawatan kehamilan, ada
kecenderungan masyarakat yang belum
Pengetahuan masyarakat akan
memanfaatkan pelayanan kesehatan secara
pentingnya menjaga kesehatan ibu dan janin
optimal. Masyarakat masih cenderung
yang dikandungnya masih belum memadai
melakukan pemeriksaan kehamilan setelah
termasuk dalam pengetahuan terhadap
kehamilan sudah memasuki trisemester ke
pemenuhan kebutuhan gizi anak yang
dua. Di samping itu, sebagian masyarakat
dikandung seorang ibu. Pemahaman
akan melakukan pemeriksaan kehamilan
masyarakat tentang makanan adalah
dengan dukun beranak jika mereka ingin
membuat kenyang, tanpa mempedulikan
memastikan kehamilan, mengalami keluhan
kebutuhan gizi yang harus dipenuhi oleh ibu
dan ingin membetulkan letak posisi janin
hamil, seperti adanya pandangan bahwa
yang ada dalam kandungan.
makan mie atau makan bakso dianggap sudah
cukup untuk memenuhi kebutuhan makan. Pada kasus kematian bayi dari
Selanjutnya dalam masyarakat juga ada yang kehamilan di luar pernikahan, kesadaran
mempunyai kepercayaan tentang pantangan untuk pemeriksaan kehamilan dan menjaga
makan ikan dan cumi dengan alasan takut kesehatan bayi juga belum memadai.
placenta anak jadi lengket. Dengan adanya Walaupun ada pemeriksaan kehamilan
pantangan makan ikan ini menyebabkan dengan tenaga kesehatan, namun
masyarakat cenderung tidak akan pemeriksaannya tidak memenuhi standar
mengkonsumsi ikan. Pada hal mengkosumsi kesehatan. Pemeriksaan kehamilan
ikan sangat baik untuk kebutuhan gizi anak. cenderung dilakukan untuk memastikan
kehamilan dan pada saat menjelang
Pengetahuan masyarakat tentang
kelahiran. Selanjutnya karena faktor malu,
manfaat imunisasi juga masih belum
pemeriksaan kehamilan pun cenderung tidak
memadai. Pada hal imunisasi merupakan
dilakukan pada tenaga kesehatan setempat,
salah satu upaya untuk mencegah kesakitan
tetapi dilakukan dengan tenaga bidan yang
dan kematian pada bayi. Namun demikian,
berada di luar wilayahnya. Hal tersebut
masih ada persepsi masyarakat yang
sebagaimana yang diungkapkan informan
melarang membawa anak keluar rumah
dari tenaga kesehatan berikut:
50
Permasalahan sosial budaya ...(Yulfira Media)

³8QWXN NDVXV NHPDWLDQ ED\L \DQJ GL temurun, dan bayarannya bisa dengan beras,
luar pernikahan jarang dilakukan tergantung dari kondisi ekonomi masyarakat.
pemeriksaan. Karena malu, periksa
Masyarakat juga ada yang memilih
kehamilan hanya dilakukan untuk
untuk melakukan pertolongan persalinan
memastikan kehamilan dan mendekati
dengan dukun beranak terlebih dahulu, dan
kelahiran, dan tidak bisa mencapai minimal
kalau kondisinya sudah tidak bisa lagi
NDOL SHPHULNVDDQ´
ditangani oleh dukun beranak, maka barulah
Hasil penelitian juga biasanya dukun beranak tersebut meminta
mengungkapkan bahwa ada masyarakat yang keluarga untuk memanggil bidan. Dalam hal
benar-benar fanatik atau percaya dengan satu ini keberadaan dukun beranak masih dihargai
bidan, sehingga ketika mengalami masalah oleh dan dipercaya masyarakat. Jika ada
dalam proses persalinan dan harus dirujuk ke terjadi permasalahan dengan kelahiran dan
rumah sakit mereka cenderung untuk dukun beranak sudah tidak sanggup lagi,
menolak. Akhirnya proses persalinan tetap maka baru dipanggil bidan. Pada saat ini
ditangani oleh bidan, namun proses kondisinya cederung sudah tidak bisa
persalinan mengalami hambatan dan harus ditangani oleh bidan dan harus di rujuk ke
segera dibawa ke rumah sakit. Kondisi rumah sakit. Namun karena adanya kebiasaan
keterlambatan untuk segera mendapatkan musyawarah yang dilakukan masyarakat
pelayanan kesehatan inilah menyebabkan dalam pengambilan keputusan dan cenderung
bayi tidak bisa terselamatkan.Hal tersebut relatif lama berakibat pada keterlambatan
sebagaimana yang diungkapkan oleh untuk sampai pada tempat pelayanan rujukan.
informan (tenaga kesehatan) sebagai berikut:
Pada sisi lain pengambilan keputusan
³0DV\DUDNDW DGD \DQJ KDQ\D IDQDWLN bisa saja menyebabkan tidak dirujuk, dan hal
sama satu bidan dan tidak mau dirujuk ke ini dengan pertimbangan besarnya biaya
rumah sakit, walaupun kondisi proses yang akan dikeluarkan nantinya jika akan
kelahiran sangat berisiko untuk ditangani dirujuk ke rumah sakit. Sebagaimana
bidan. Akhirnya persalinan ditangani bidan, diungkapkan informan berikut:
namun proses kelahiran tidak berjalan
³ NHSXWXVDQ NHOXDUJD XQWXN
lancar karena pinggul ibu yang sempit harus
membawa anak ke rumah sakit memang bisa
segera dirujuk ke rumah sakit, yang akhirnya
saja tidak dilaksanakan karena mengingat
ED\L WLGDN ELVD GLVHODPDWNDQ´
biaya yang harus ditanggung jika anak harus
Masyarakat di daerah pedesaan GL UDZDW GL UXPDK VDNLW´
khususnya daerah terpencil cenderung masih
Apalagi jika harus dirujuk ke rumah
melahirkan di rumah dengan bantuan tenaga
sakit yang berada di Padang, dan tentunya
dukun beranak. Walaupun sudah tersedia
menjadi pertimbangan bagi keluarga mereka
tenaga bidan, namun kebiasaan dan tradisi
karena merekatidak mempunyai jaminan
melahirkan di rumah dengan bantuan dukun
kesehatan secara gratis. Pada hal kondisi bayi
beranak tersebut masih dilakukan oleh
dianggap sudah parah dan harus dirujuk, dan
masyarakat. Alasan informan melahirkan di
hal inilah yang menyebabkan bayi akhirnya
rumah karena merasa lebih nyaman, tenang
meninggal di rumah. Hal ini seperti yang
di rumah sendiri didampingi oleh keluarga,
diungkapkan informan yang mengalami
sebagaimana diungkapkan informan berikut:
kasus kematian bayi sebagai berikut:
³0HODKLUNDQ GL UXPDK GHQJDQ
³.DPL WDKX DQDN NDPL KDUXV GLUXMXN
memanggil dukun beranak sudah tradisi
ke rumah sakit yang terdapat di Padang,
karena perasaan lebih enak dan tenang
tetapi kami kesulitan dalam biaya perawatan
karena di rumah sendiri serta didampingi
dan biaya hidup selama menunggu di rumah
NHOXDUJD¶
sakit. Kami tidak memiliki jaminan kesehatan
Dukun dipilih sebagai penolong secara gratis, pada hal kami termasuk
persalinan karena sudah dikenal dekat, keluarga yang kurang mampu. Dulu pernah
mempunyai kedudukan/kekuatan yang kuat, ikut BPJS secara mandiri yang harus
dipercaya, sudah merupakan membayar sebesar Rp. 25.500,- untuk setiap
tradisi/kebiasaan yang dilakukan secara turun anggota keluarga. Namun kemudian karena
51
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 1, Juni 2017 : 46 - 56

jumlah anggota keluarga 5 (lima), sedangkan optimal dan digantikan dengan susu formula
penghasilan rata-rata sebesar Rp. dengan menggunakan botol. Masyarakat
200.000/minggu kami kesulitan untuk yang terdapat di pedesaan dan memiliki
membayarnya, dan inilah yang menyebabkan pekerjaan ke sawah juga mengalami hal yang
kami tidak bisa merujuk anak ke rumah tidak jauh berbeda, sehingga jika anak
VDNLW´ menangis karena lapar maka anggota
keluarga akan memberikan makanan
Sementara itu, ada perilaku dan
tambahan seperti biskuit, roti, pisang, bubur
kebiasaan masyarakat yang dianggap kurang
dll.
mementingkan pemeliharaan kesehatan. Hal
ini bisa dilihat dari salah satu kasus kematian Tindakan dan kebiasaan masyarakat
bayi (umur 3 bulan) akibat pneumonia, yang dalam merespon ketika anak mereka
dilatarbelakangi oleh adanya kebiasaan mengalami sakit juga berbeda. Bagi mereka
keluarga yang membawa anaknya sejak usia yang mempunyai persepsi bahwa ketika anak
satu setengah bulan ke tempat pekerjaan panas disebabkan oleh adanya gangguan
(bekerja di peternakan ayam) dengan penyakit, maka mereka akan berupaya
lingkungannya kurang bersih dan sehat. mencari pengobatan melalui tenaga
Kondisi ini berisiko terhadap kesehatan kesehatan. Namun jika masyarakat
anaknya (pneumonia) dan harus dirujuk ke mempunyai persepsi bahwa ketika anak
rumah sakit. Namun, karena alasan kejang-kejang dianggap karena tasapo
pertimbangan kondisi ekonomi keluarga, (diganggu makluk halus), akan berupaya
anak tersebut tidak jadi dirujuk ke rumah mencari pengobatan tradisional atau dukun
sakit, dan akhirnya meninggal di rumah. kampung. Persepsi masyarakat ini
Informan menyatakan sangat menyesal sedih dilatarbelakangi oleh adanya anggapan
sekali karena anaknya ke empat tersebut bahwa jika anak panas dan kejang-kejang
adalah perempuan satu-satunya. Dia tidak diakibatkan adanya gangguan makluk halus
menyadari bahwa tindakan kebiasaan yang (hal gaib), maka dukun kampung yang bisa
dilakukannya tersebut berisiko terhadap menyembuhkan. Hal ini sebagaimana
kesehatan anaknya tersebut, seperti yang diungkapkan oleh informan berikut:
diungkapkan informan berikut:
³ DQDN panas dan kejang-kejang
´6D\D VDQJDW PHQ\HVDO VHGLK VHNDOL karena tasapo atau akibat diganggu makluk
karena anak itu adalah anak perempuan halus akan dicarikan penyembuhan dengan
satu-satunya yang sangat saya harapkan meminta bantuan pengobatan dukun
untuk penerus keturunan karena saya tidak kampung, karena dukun kampung yang
punya saudara lagi. Namun karena kondisi GLDQJJDS ELVD PHQ\HPEXKNDQ´
ekonomi keluarga yang tidak mencukupi saya
Selanjutnya apabila penyakit tersebut
juga harus bekerja setiap hari untuk bantu
tidak kunjung dapat disembuhkan, maka
suami dengan membawa anak ke kandang
mereka baru pergi ke tenaga kesehatan, dan
ayam, dan saya tidak tahu kalau akhirnya
pada saat ini kondisinya harus dirujuk ke
EHJLQL ´
rumah sakit. Selanjutnya jika kondisi ini
Kebiasaan masyarakat lainya adalah tidak segera dirujuk ke rumah sakit tentunya
kebiasaandalam pemberian susu botol beresiko terhadap keselamatan anak mereka.
(pengganti ASI) yang dianggap kurang
Berdasarkan hasil temuan di
memperhatikan kebersihan botol (botol tidak
lapangan juga diketahui bahwa hambatan
direbus dan kebersihannya kurang terjaga),
untuk mendapatkan akses pelayanan juga
dan akhirnya anak mengalami diare dan tidak
terkait dengan keterlambatan dalam
bisa terselamatkan.
pengambilan keputusan. Hal ini bisa dilihat
Hasil penelitian juga menemukan dari kasus kematian bayi yang dialami
bahwa alasan masyarakat tidak melaksanakan infoman akibat adanya keterlambatan dalam
pemberian ASI ekslusif secara 6 bulan terkait mengambil keputusan karena harus
alasan pekerjaan, yang mana setelah 3 bulan menunggu suami pulang ke rumah,
cuti melahirkan mereka harus kembali sebagaimana yang diungkapkan informan
bekerja, sehingga pemberian ASI tidak bisa berikut:

52
Permasalahan sosial budaya ...(Yulfira Media)

³.HWLND DQDN VD\D PHQJDODPL SDQDV kehamilan sudah memasuki trisemester ke


dan disarankan bidan untuk dibawa ke dua, sehingga pemeriksaaan kehamilan yang
rumah sakit, saya tidak berani membawanya sesuai dengan standar kesehatan yaitu
langsung ke rumah sakit sakit. Saya harus minimal 4 kali cenderung tidak bisa
menunggu suami yang sedang bekerja di terpenuhi . Hal ini lebih jelas terlihat pada
Padang, sedangkan lama perjalanan dari kasus kematian bayi yang disebabkan oleh
Padang ke rumah kami hampir dua jam, kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang
VHKLQJJD DQDN NDPL WLGDN ELVD GLVHODPDWNDQ´ tidak diinginkan, yang mana frekwensi
pemeriksaan kehamilan relatif kurang, dan
Keterlambatan dalam pengambilan
pemeriksaaan lebih cenderung dilakukan
keputusan untuk merujuk tersebut berakibat
untuk memastikan kehamilan dan mendekati
pada keterlambatan untuk memperoleh
kelahiran. Hasil penelitian Lisa Indrian Dini,
pertolongan pada fasilitas kesehatan,
dan kawan-kawan, dengan menggunakan
sehingga bayi tidak bisa terselamatkan.
analisis data SDKI 2012 juga menunjukkan
bahwa pada kehamilan yang tidak diinginkan
cenderung hampir dua kali membuat ibu
PEMBAHASAN
untuk tidak melakukan perawatan kehamilan
Seperti yang telah dikemukakan di sesuai kriteria (ANC K4) dibandingkan
atas bahwa hasil penelitian menunjukkan kehamilan yang diinginkan dan direncanakan
bahwa ada permasalahan sosial budaya yang (Dini L.S., Riono and Sulistiyowati, 2016).
ditemukan dalam upaya penurunan Angka
Kematian Bayi, yaitu masih terbatasnya Berdasarkan hasil penelitian juga
pengetahuan/pemahaman dan perilaku terungkap bahwa masyarakat terutama di
masyarakat dalam menghadapi kehamilan, pedesaan masih mempercayaai dukun
persalinan dan pasca persalinan, dan adanya beranak bisa untuk melakukan perawatan
praktek, kebiasaan dan kepercayaan kehamilan seperti membetulkan letak posisi
masyarakat yang terkait dengan perawatan janin yang sungsang. Selanjutnya kebiasaan
kehamilan, pertolongan persalinan dan dan tradisi melahirkan di rumah dengan
perawatan kesehatan anak/bayi. bantuan dukun beranak juga masih dilakukan
oleh masyarakat teruma pada masyarakat di
Berdasarkan hasil penelitian juga pedesaan.Dukun dipilih sebagai penolong
terungkap bahwa usia menikah dan pertama persalinan karena sudah dikenal dekat,
kali hamil dari ibu yang memiliki kasus mempunyai kedudukan/kekuatan yang
kematian bayi adalah cenderung relatif muda kuat,masih dipercaya, sudah merupakan
(usia 16 sampai dengan 18 tahun) dan tradisi/kebiasaan yang dilakukan secara turun
memiliki pendidikan yang relatif rendah temurun, dan bayarannya bisa dengan beras.
(tamat SMP), dan ini bisa berdampak pada
kesiapan ibu dalam menghadapi kehamilan Hasil penelitian yang dilakukan
dan persalinan. Dari faktor umur ibu yang Macmud juga mengungkapkan adanya faktor
kurang dari 20 tahun tersebut dianggap yang mendasari suatu kepercayaan dan
belum cukup matang dalam menghadapi perilaku masyarakat dalam melakukan
kehidupan, sehingga pada waktu menghadapi perawatan kehamilan. Perilaku dan
kehamilan dan persalinan mereka belum siap kepercayaan masyarakat tentang kehamilan,
secara fisik dan mental. Pada usia tersebut persalinan, dan perawatan bayi baru lahir
rahim dan panggul ibu belum berkembang masih dipengaruhi oleh dasar pemikiran dan
baik, sehingga perlu diwaspadai kepercayaan, kebiasaan serta adat istiadat
kemungkinan mengalami persalinan yang yang sudah turun temurun (Mahmud, 2010).
sulit dan keracunan kehamilan atau gangguan Berdasarkan hasil penelitian juga
lain karena adanya faktor ketidaksiapan ibu telah terungkap adanya perbedaan persepsi
untuk menerima tugas dan tanggung dan kebiasaan masyarakat dalam merespon
jawabnya sebagai orang tua(Mara, 2014). ketika anak sakit. Mereka yang mempunyai
Hasil penelitian juga persepsi ketika anak panas disebabkan oleh
mengungkapkan bahwa informan yang adanya gangguan penyakit, maka akan
mengalami kasus kematian cenderung mencari pengobatan melalui tenaga
melakukan pemeriksaan kehamilan setelah kesehatan. Namun jika masyarakat
53
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 1, Juni 2017 : 46 - 56

mempunyai persepsi ketika anak kejang- anak, anak yang hanya di berikan makanan
kejang dianggap karena tasapo (guna-guna), asal kenyang tapi tidak memperhatikan nilai
akan mencari pengobatan non medis atau gizinya,dan pengetahuan orang tua yang
melalui dukun kampung. Hasil penelitian rendah tentang cara mengasuh anak yang
yang dilakukan Kresno, Sudarti dkk di baik serta kemiskinan (Willa, Ruben dan
Jakarta Utara juga mengungkapkan adanya Madu, 2014)
persepsi masyarakat mengenai pengobatan
Hasil studi tumbuh kembang anak
bagi bayi yang mengalami sakit diare
yang dilakukan Badan Litbang Kesehatan
berbeda dengan konsep medis. Masyarakat
mengemukakan bahwa pertumbuhan dan
beranggapan bahwa penyebab diare pada
perkembangan anak sejak masih janin
bayi adalah disebabkan karena bayi tersebut
ternyata dipengaruhi tidak hanya oleh status
sedang mengalami proses peningkatan
gizi si ibu pada saat hamil, tetapi sejak
kepandaian, sehingga hal ini dianggap wajar
sebelum hamil atau pada masa remaja. Ibu
dan tidak perlu diobati. Adanya perbedaan
hamil yang mengalami kurang energi kronis
persepsi antara masyarakat dan petugas
(KEK) dapat melahirkan anak dengan berat
kesehatan inilah yang cenderung
badan lahir rendah (BBLR) karena kurus,
menimbulkan permasalahan dalam
pendek atau keduanya.
melaksanakan program kesehatan. Kondisi
adanya perbedaan persepsi masyarakat antara Imunisasi juga dianggap sebagai
masyarakat dan petugas kesehatan dalam upaya untuk mengurangi resiko kematian
merespon penyakit diare tersebut tentunya bayi. Namun dari hasil penelitian tampak
dianggap menjadi hambatan dalam upaya bahwa sebagian masyarakat masih
penurunan Angka Kematian Bayi mempunyai persepsi bahwa imunisasi
(Notoatmodjo, 2010). tersebut bisa menyebabkan anak menjadi
panas, dan bahkan ada persepsi
Berdasarkan hasil penelitian juga
bahwaimunisasi dianggap haram dan tidak
ditemukan bahwa sebagian masyarakat tidak
boleh dilakukan. Kondisi ini juga bisa dilihat
bisa melaksanakan pemberian ASI ekslusif
dari cakupan imunisasi dasar lengkap di
secara 6 bulan karena alasan pekerjaan, tidak
Provinsi Sumatera Barat menurut hasil Riset
ada ASI, anak masih lapar, dan akhirnya
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
anak diberikan makanan pengganti ASI
yang sebesar 39,7% dan cakupan imunisasi
seperti susu formula dengan botol, pemberian
dasar tidak lengkap sebesar 46,9%.
pisang dan lain-lain. Hasil penelitian Yulfira
Selanjutnya yang tidak imunisasi adalah
Media, Prasojo and Manalu di Kabupaten
sebesar 13,4%, dan data ini lebih tinggi dari
Karawang Jawa Barat juga menemukan
rata-rata nasional yang sebesar 8,7% (Badan
adanya kebiasaan masyarakat memberikan
Penelitian Pengembangan Kesehatan, 2013).
minuman/makanan pada bayi yang masih
berumur satu bulan seperti memberikan Berkaitan dengan tindakan imunisasi
pisang dan biskuit dengan alasan ASI saja dan pemberian ASI eksklusif, hasil penelitian
tidak cukup dan bayi masih lapar (Media, yang dilakukan Ipa dan kawan-kawan
Prasojo and Manalu, 2005). Selanjutnya mengungkapkan bahwa kematian bayi dan
penggunaan botol dengan dot/kempeng balita yang terjadi di masyarakat Badui pada
memiliki pengaruh terbesar terhadap tahun 2012 dan 2014 diagnosis sebagai
pemberian ASI ekslusif. Penggunaan dot bronkopneumonia. Salah satu faktor resiko
dianggap dapat mengganggu mekanisme kejadian pneumonia berat adalah karena
perlekatan penyusuan yang benar dan dapat ketiadaan imunisasi dan ASI ekslusif.
dikaitkan dengan kejadian bingung puting, Antibody dari imunisasi dan ASI eksklusif
sehingga bayi merasa lebih gampang untuk merupakan salah satu alternatif upaya
menggunakan botol dan dot (Suparmi, 2014). pencegahan terjadinya pneumonia berat.
Namun karena adanya pikukuh adat
Hasil penelitian Willa, Ruben, dan
masyarakat Badui Dalam belum mau
Madu juga menemukan hal yang tidak jauh
menerima adanya imunisasi dan pemberian
berbeda, permasalahan kematian bayi yang
ASI eksklusif (Ipa et.al, 2014)
disebabkan oleh gizi buruk dan gizi kurang
terkait dengan pola asuh orang tua terhadap

54
Permasalahan sosial budaya ...(Yulfira Media)

Hasil penelitian juga keputusancenderung kurang baik (Zahtamal,


mengungkapkan adanya tindakan ibu yang Restuastuti and Chandra, 2011).
membawa anak sejak umur 1 bulan ke tempat
Pengambilan keputusan yang harus
pekerjaan yang lingkungannya kurang bersih
dilaksanakan melalui musyawarah keluarga
(peternakan ayam) telah memberikan dampak
tentunya dapat menjadi hambatan untuk
terhadap kesehatan anaknya. Tindakanyang
mencapai akses pelayanan kesehatan,
dilakukan ibu untuk membantu
sehingga mengalami keterlambatan dalam
perekonomian keluarga tersebut bisa
rujukan. Hambatan lainnya dalam akses
dianggap rasional dan wajar-wajar saja, yang
pelayanan ini juga diakibatkan
mana dia mempunyai motivasi dan dorongan
ketidakberdayaan wanita dalam pengambilan
keinginan yang kuat untuk bisa membantu
keputusan, sementara peran suami, ibu atau
suaminya dalam memenuhi kebutuhan hidup
mertua sangat dominan yang menyebabkan
sehari-hari. Selanjutnya karena di tempat
keterlambatan dalam rujukan. Hal ini bisa
pekerjaan tidak ada larangan untuk
dilihat dari kasus-kasus kematian bayi yang
membawa anak, dan anaknya juga bisa aman,
dilatarbelakangi oleh adanya hambatan akses
maka ibu tersebut membawa anaknya ke
akibat adanya keterlambatan dalam
tempat pekerjaan. Tindakan ibu tersebut
mengambil keputusan karena harus
sesuai dengan apa yang dikatakan Giddens
menunggu suami pulang ke rumah, sehingga
bahwa aktor merasionalkan kehidupan
berisiko pada kematian bayi.
mereka sebagai upaya untuk mencari
perasaan aman. Rasionalisasi yang
dimaksudkan adalah mengembangkan KESIMPULAN DAN SARAN
kebiasaan sehari-hari yang tidak hanya
memberikan perasaan aman kepada aktor, Kesimpulan
tetapi juga memberikan kemungkinan bagi Permasalahan sosial budaya dalam
mereka untuk menghadapi kehidupan sosial penurunan AKB antara lain terkait dengan
mereka secara efisien. Meskipun tindakan masih rendahnya pengetahuan dan
tertentu tidak dimotivasi dan motivasi pemahamaman masyarakat terhadap
umumnya tak disadari, tapi motivasi pemeriksaan kehamilan, persalinan pasca
memainkan peran penting dalam tindakan persalinan dengan tenaga kesehatan. Di
manusia (Ritzer, 2008). Namun demikian, samping itu, masyarakat masih mempunyai
perilaku atau tindakan yang dilakukan ibu kebiasaan/tradisi dan kepercayaan dalam
dengan meletakkan anaknya di lingkungan menghadapi masa kehamilan, persalinan dan
yang kurang bersih telah membawa pasca persalinan.
konsekwensi negatif terhadap perkembangan
kesehatan anaknya.
Perilaku hidup sehat ibu dan kondisi Saran
lingkungan setempat yang kurang sehat telah Perlu adanya peningkatan pelayanan
menyebabkan bayi mengalami pneumonia kesehatan ibu dan bayi yang lebih
yang berakibat pada kematian. Berdasarkan menitikberatkan pelayanan kesehatan
data dari Badan Litbang Kesehatan) bahwa promotif dan preventif melalui optimalisasi
penyebab utama kematian adalah infeksi penyuluhan untuk meningkatkan
khususnya pneumonia (29,5%). pengetahuan dan kesadaraan masyarakat
Pola pengambilan keputusan dalam (perempuan dan keluarga) terhadap
keluarga akan menentukan praktik pelayanan pemanfaatan layanan kesehatan ibu dan anak.
kesehatan termasuk pelayanan kesehatan ibu Upaya promotif lebih ditingkatkan
dan anak. Adanya pengaruh orang lain,baik pada komunikasi budaya yang dilakukan oleh
dari orang tua/mertua dan kerabat keluarga petugas kesehatan terutama yang
lain, menyebabkan keputusan yang akan ditempatkan di unit pelayanan kesehatan
diambil cenderung menjadi terlambat, dan primer (Puskesmas).
terkadang membingungkan karena berbagai
pilihan. Hal tersebut akan menyebabkan Optimalisasi pemberdayaan
praktikkeluarga dalam pengambilan masyarakat melalui penguatan kelembagaan
organisasi sosial lokal dan kemitraan serta
55
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 1, Juni 2017 : 46 - 56

pengembangan kegiatan Upaya Kesehatan Materi disampaikan pada Lokakarya


Berbasis Masyarakat (UKBM) perlu Background Study RPJMD 2015- ¶
Dini, L.S., Riono, P. and Sulistiyowati, N. (2016).
dilakukanmelalui pengembangan Posyandu Pengaruh Status Kehamilan Tidak
remaja, peningkatan peran kader dan tokoh Diinginkan Terhadap Perilaku Ibu Selama
masyarakat dalam upaya penurunan AKB, Kehamilan dan Setelah Kelahiran Di
optimalisasi kemitraan bidan dan dukun Indonesia (Analisis Data SDKI 2012). Jurnal
Kesehatan Reproduksi, 7(2), pp. 119±133.
beranak, dan optimalisasi pelaksanaan ASI Irawaty, D. (2015). Kematian Ibu dan Anak dan
Ekslusif. Beberapa Persoalan Mendasar Kesehatan
dan Hak Reproduksi. Available at:
http://www.komnasperempuan.or.id
UCAPAN TERIMAKASIH (Accessed: 28 September 2015).
Ipa, M. et.al (2014). Etnografi Kesehatan. Jakarta:
Penulis mengucapkan terima kasih Balitbangkes.
kepada Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Media, Y., Prasojo, R. and Manalu, H. (2005). Faktor-
faktor Sosial Budaya yang Melatarbelakangi
Barat, Kabid Litbang dan Kasubid yang telah Pemberian ASI Ekslusif di Kabupaten
memberikan kesempatan dan dukungan Karawang Jawa Barat. Jurnal Ekologi
kepada penulis dalam melaksanakan Kesehatan, Vol 4(2), pp. 241±6.
penelitian ini. Selanjutnya juga ucapan terima Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
kasih kepada anggota tim pengendali mutu Pranata, S., Pratiwi, N. and Rahanto, S. (2011).
Litbang dan Dinas Kesehatan Pemberdayaan Masyarakat di Bidang
Kabupaten/Kota yang menjadi lokasi Kesehatan, Gambaran Peran Kader Posyandu
penelitian. dalam Upaya Penurunan Angka Kematian
Ibu dan Bayi di Kota MAnado dan
Palangkaraya. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, Vol.14 (2)(April), pp. 172±184.
DAFTAR PUSTAKA Ritzer, G. (2008). Teori Sosiologi Modern. Edisi Ke-6.
Afrizal. (2008). Pengantar Metode Penelitian Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kualitatif. Padang: Laboratorium Sosiologi Suparmi, S. I. (2014). Determinan Pemberian ASI
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ekslusif. Jurnal Kesehatan Reproduksi,
Universitas Andalas. Vol.5 (1)(April), pp. 15±20.
Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan. (2013). Willa, Ruben, W. and Madu, M. (2014). Determinan
Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sumatera Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten
Barat Tahun 2013. Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara
Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan. (2014). Timur (Maternal and Child Health
Analisis Situasi Kesehatan, Masukan untuk Determinants in West Manggarai District
RPJMD Kesehatan Tahun 2015-2019. East Nusa Tenggara Province). Buletin
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Penelitian Sistem Kesehatan. Vol. 17(No.3),
Sumatera Barat .(2014) Laporan Background p. Juli: 249-256.
Study RPJMD. Zahtamal, Restuastuti, T. and Chandra, F. (2011).
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. (2014). Determinant Factor Analysis on Mother and
Review Hasil Pelaksanaan Program Child Helath Service Problem. Jurnal
Kesehatan Prov. Sumbar tahun 2011-2014 Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol.6, pp.
dan Rencana Program Tahun 2015-2020. 10±6.

56

You might also like