You are on page 1of 9

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No.

1 Februari 2018

PENGARUH EDUKASI TERHADAP PERILAKU KELUARGA DALAM PENCEGAHAN I NFEKSI LUKA OPERASI
DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2016

SERI RAYANI BANGUN


STIKES SANTA ELISABETH MEDAN

ABSTRACT

Prevention of surgical wound infections is a principle of wound care management because infection can lead to
delayed wound healing, infection prevention is not only done in the hospital but also done at home, even in every
possible place. Wound infections can be prevented through family behavior after surgery during hospital and at-
home complaints. The type of research used is pre experimental research, without control group. This study
uses one group pretest-posttest design involving one group of subjects. Measurements are performed once in
front (pretest) before the treatment (experimental treatment), and after that a further measurement (posttest).
This study was conducted for 3 weeks at Sant Elisabeth Hospital Medan. Sampling was done by purposive
sampling with 10 respondents. The instrument used is an observation sheet consisting of 2 daily observations of
behavior and observation of handwashing handwriting ability for prevention of surgical wound infection. The
results revealed that there is an effect of education on family behavior in prevention of abdominal surgery wound
infection at Santa Elisabeth Hospital Medan. It is therefore desirable from the Hospital of Santa Elisabeth Medan
to increase the source of knowledge in the form of books, literature containing information about the treatment of
infected and non-infected surgery wounds in order to be educated to other patients.

Keywords : surgical wound, prvention, infection, care managemnet

PENDAHULUAN

Perilaku kesehatan merupakan kegiatan yang dapat diamati (observable) ataupun yang tidak dapat
diamati (nonobservable). Salah satu perilaku kesehatan yang dapat diamati adalah pencegahan infeksi luka
operasi. Mikroorganisme penyebab infeksi luka operasi dapat berasal dari tubuh maupun dari luar tubuh. Infeksi
luka operasi merupakan komplikasi dari pembedahan, dapat terjadi di rumah sakit selama perawatan dan di
rumah pasca rawat inap.
Faktor resiko penyebab terjadinya infeksi luka operasi bersifat multifaktor, faktor preoperasi
(hospitalisasi, penggunaan antibiotik profilaksis, dan desinfeksi kulit sebelum operasi), faktor intraoperasi (durasi
operasi, kontaminasi luka, hemostasis pada luka dan kerusakan jaringan), faktor pasca operasi (gula darah,
perawatan dan observasi luka), dan faktor dari pasien sendiri (faktor infeksi sebelum operasi, diabetes,
penggunaan steroid jangka panjang, merokok dan malnutrisi) (Gray & Hawn, 2007).
Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam mengambil tindakan atau keputusan dalam
pencegahan penyakit. Tindakan tersebut dipengaruhi oleh banyak hal, beberapa di antaranya adalah ilmu
pengetahuan, persepsi, lingkungan dan budaya. Keterlibatan keluarga turut mempengaruhi perilaku individu.
Salah satu tugas keluarga adalah memelihara fisik anggota keluarga, termasuk membantu pasien dalam
pengambilan keputusan untuk pencegahan infeksi di area luka operasi yang ada. Karena itu pengetahuan
tentang pencegahan infeksi seharusnya dimiliki oleh keluarga agar dapat membantu mencegah infeksi luka
operasi pada pasien.
Infeksi Luka Operasi (ILO) adalah bagian dari Infeksi nosokomial yang menjadi masalah global dan
menjangkau paling sedikit 9% (3%-21%) dari 1,4 juta klien di seluruh dunia. Angka ini dilaporkan oleh WHO dari
hasil surveinya di 14 negara meliputi 28.861 klien di 47 rumah sakit yang berada di wilayah WHO (Depkes RI,
2011).
.
Edukasi kesehatan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat
mau melakukan tindakan (praktek) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan
kesehatannya. Edukasi kesehatan merupakan suatu upaya dalam mempromosikan kesehatan sehingga
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No. 1 Februari 2018

masyarakat mengenal dan menerima pesan-pesan kesehatan sehingga masyarakat mau berperilaku hidup
sehat. Soekidjo Notoadmodjo (2010)
Edukasi pasien dan keluarga dengan post operasi, perlu menjelaskan jenis diet yang diberikan untuk
pasien. Jenis diet pasca bedah disesuaikan dengan jenis bedah dan diberikan secara bertahap. Untuk bedah
abdomen yang merupakan pasca bedah besar diberikan setelah pasien sadar, rasa mual hilang dan ada
tanda-tanda usus mulai bekerja. Tujuan diet pasca bedah adalah untuk mengupayakan agar status gizi pasien
segera kembali normal untuk mempercepat penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien,
diantaranya memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein), mengganti kehilangan protein, glikogen zat
besi dan zat gizi lain serta memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan (Almatsier, 2004).
Edukasi pencegahan infeksi luka operasi salah satu intervensi keperawatan pada pasien pasca
bedah adalah pemberian edukasi kepada pasien dan keluarganya. Edukasi upaya pencegahan infeksi yang
dapat diberikan perawat kepada keluarga dan pasien meliputi: mendidik keluarga pasien untuk tetap
meningkatkan daya tahan tubuh pasien melalui tindakan imunisasi, perbaikan nutrisi, istirahat dan tidur yang
seimbang, menghindari stress dan mendorong keluarga untuk membiasakan diri melakukan higiene personal,
misalnya membiasakan diri mencuci tangan dan mandi secara teratur (Mubarak, 2007).
Perawat perlu menjelaskan tanda dan gejala infeksi kepada pasien dan keluarga bahwa jika terjadi
infeksi pasien akan merasakan nyeri yang berdenyut serta nyeri tekan di daerah luka operasi. Luka terlihat
tegang, bengkak, kemerahan dan mengeluarkan pus atau nanah. Efek sistemik yang bisa terjadi adalah
pengeluaran keringat yang bertambah, rasa kaku serta demam.
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung, perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner disebut teori ‘S-O-R”
atau Stimulus Organisme Respons. Skinner (1938)
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antara lain (Notoadmodjo, 2010) adalah factor
internal dan eksternal
Keluarga menurut WHO (1969) adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui
pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Sedangkan menurut Depkes RI (1988), keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Friedman (1988) dikutip oleh Makhfudli dan Efendi (2011) menyatakan fungsi keluarga adalah: Fungsi
afektif yaitu dalam pemenuhan kebutuhan psikososial anggota keluarga. Keberhasilan melaksanakan fungsi
afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari anggota keluarga. Dengan demikian apabila keluarga
berhasil melaksanakan fungsi afektif, anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif.
Komponen fungsi afektif yang harus dipenuhi oleh keluarga yaitu saling mengasuh, saling menghargai, ikatan
dan identifikasi, Fungsi sosialisasi yaitu fungsi keluarga sebagai tempat sosialisasi yang berperan dalam
proses perkembangan dan perubahan individu dalam keluarga sehingga menghasilkan interaksi sosial dan
peran dalam lingkungan social, Fungsi reproduksi yaitu fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah Sumber Daya Manusia (SDM), Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga dalam
memenuhi kebutuhan semua anggota keluarga, dalam bidang sandang, pangan dan kebutuhan lain yang
penting untuk anggota keluarga, Fungsi perawatan dan pemeliharaan kesehatan, yaitu mempertahankan
keadaan kesehatan keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Kemampuan keluarga dalam memberikan
perawatan kesehatan sangat mempengaruhi status kesehatan keluarga. Keluarga merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan kesehatan dan menentukan kapan anggota keluarga mendapatkan pertolongan dari
tenaga profesional. Tingkat pengetahuan keluarga tentang sehat-sakit juga mempengaruhi perilaku keluarga
dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
Infeksi Luka Operasi
Operasi atau pembedahan adalah setiap tindakan yang dikerjakan oleh ahli bedah, khususnya tindakan
memakai alat-alat (Ramali, 2005).
Menurut Bryant (2009) infeksi luka operasi adalah infeksi organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari pasca
operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implant.
Klasifikasi luka akibat pembedahan diklasifikasikan menjadi 4 yaitu: Luka bersih, yaitu luka operasi yang
tidak terinfeksi, tidak ditemukan tanda-tanda inflamasi, dan tidak ada infeksi atau entri mikroorganisme pada
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No. 1 Februari 2018

saluran pernapasan, saluran pencernaan dan urogenitalia. Kondisi luka ini biasanya tertutup dan tidak memiliki
drainase, Luka bersih terkontaminasi yaitu luka operasi yang berhubungan dengan adanya mikroorganisme
yang memasuki traktus respiratorius, gastrointestinal, urogenital yang di bawah kondisi terkendali dan tanpa
pencemaran. Pada luka ini mungkin ditemukan adanya pelanggaran kecil teknik aseptik selama pembedahan,
luka terkontaminasi adalah luka yang yang terkontaminasi dengan saluran gastrointestinal, saluran perkemihan
dan saluran bilier. Pada jenis luka ini ditemukan peradangan nonpurulen, luka bersifat terbuka atau trauma yang
baru dialami. Pada pembedahan ini terdapat pelanggaran teknik aseptic, luka kotor atau luka terinfeksi yaitu
luka dengan adanya pus di daerah luka, perforasi visera, luka yang mengalami traumatik dan sudah lama
terinfeksi dari sumber lain.
Klasifikasi Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Infeksi Tempat Operasi (ITO) dapat dibagi menjadi
(Gruendemann, 2005): ITO insisional superfisial, Insisi yang terjadi dalam waktu 30 hari pasca operasi dan
hanya melibatkan kulit atau jaringan subkutan insisi dan ITO inisisional dalam yaitu Infeksi terjadi dalam 30 hari
setelah prosedur operasi jika tidak dilakukan pemasangan implan, atau terjadi dalam 1 tahun bila dilakukan
pemasangan implan

Operasi
Bedah merupakan jenis bedah mayor yang melibatkan insisi dinding abdomen hingga kavitas abdomen
(Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Teknik pembedahan abdomen juga merupakan teknik pembedahan untuk
bedah digestif dan bedah obstetri ginekologi. Bedah abdomen merupakan operasi beresiko terinfeksi karena
banyak memiliki bakteri endogen yang memungkinkan kontaminasi (Gruendemann, 2005).
Menurut Maryunani, (2014) klasifikasi operasi/pembedahan ada 3 bagian yaitu: lokasi pembedahan
/klasifikasi eksternal/internal , klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh/system tubuh: Bedah dada, abdomen,
bedah syaraf/neurologis, menurut luas pembedahan, bedah mayor dan minor.

.
Pencegahan infeksi luka operasi
Prinsip-prinsip pencegahan infeksi luka operasi didasarkan pada pemutusan rantai kejadian yang
menyebabkan organisme berpindah dari sebuah sumber ke dalam hospes yang rentan serta mengadakan
multiplikasi di sana (Morison, 2003). Pencegahan infeksi luka operasi dilakukan selama persiapan sebelum
operasi, selama operasi dan sesudah operasi.
Suriadi (2004) menambahkan bahwa untuk mencegah infeksi pada luka operasi (pasca bedah)
diperlukan pengamatan pada daerah luka meliputi kondisi balutan, kemerahan, perdarahan, bengkak, nyeri,
teraba hangat dan adanya nanah (pus) pada luka. Perlu juga mempertahankan kondisi luka agar tetap kering.
Apabila luka lembab, maka luka akan lama sembuh dan menjadikan luka berpotensi untuk terinfeksi, baik dari
dalam tubuh penderita ataupun dari lingkungan.
Berdasarkan karakteristik pasien, resiko Infeksi Luka Operasi (ILO) dapat diturunkan terutama pada
operasi terencana dengan cara memperhatikan umur, adanya diabetes, kebiasaan merokok, obesitas, adanya
infeksi pada bagian tubuh yang lain, adanya kolonisasi bakteri dan lamanya prosedur operasi.
Pada tahap pra operasi, ada beberapa hal yang mempengaruhi kejadian ILO antara lain klasifikasi luka
operasi, lamanya prosedur operasi dan apakah operasi terencana atau emergensi. Untuk pencegahan ILO pada
pasien dilakukan perawatan pra operasi, pencukuran rambut area operasi, cuci dan bersihkan sekitar tempat
insisi dengan antiseptik. Pemberian antibiotik profilaksis juga harus dipertimbangkan, pemberiannya dilakukan
30 menit sebelum insisi.
Pada tahap intraoperatif yang harus diperhatikan adalah bahwa semakin lama operasi resiko infeksi
semakin tinggi. Penting juga mencegah tindakan yang mengakibatkan terbentuknya jaringan nekrotik, kurangi
dead space, pencucian luka operasi harus dilakukan dengan baik dan bahan jahitan yang digunakan harus
sesuai kebutuhan. Pemasangan drain sebaiknya dilakukan secara tertutup. Drain yang terbuka dapat
menyebabkan open system bacteria, terjadi kontak pada kulit, sulit untuk dilakukan penilaian, menuntut
perawatan luka yang sangat teliti.
Hal yang perlu diperhatikan pasca operasi adalah perawatan insisi bedah dan edukasi pasien dan
keluarga. Perawatan insisi berupa penutupan secara primer dan dressing yang steril selama 24-48 jam pasca
operasi. Dressing tidak dianjurkan lebih dari 48 jam pasca operasi. Penting mengingat higiene perorangan
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No. 1 Februari 2018

seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah penggantian dressing. Jika luka dibiarkan terbuka pada kulit,
maka luka tersebut harus ditutup dengan kassa lembab dengan dressing yang steril.
Edukasi pada pasien dan keluarga dapat berupa penjelasan mengenai perawatan luka operasi, tanda
dan gejala ILO, perawatan luka dan mempersiapkan kepulangan pasien jika memungkinkan.
Salah satu tindakan pencegahan infeksi adalah mencuci tangan yang bertujuan untuk membasmi
mikroorganisme di tangan, prosedur mencuci tangan adalah gunakan bak dengan air hangat, mengalir, sabun
biasa atau anti mikroba, handuk pengering, buka arloji, cincin dan gulung lengan baju bila panjang, perhatikan
kuku agar tetap pendek, berdiri di depan bak tempat kran air, jaga tangan dan seragam tidak menempel bak,
alirkan air, atur aliran dan suhunya, hindarkan percikan air ke baju, basahi tangan dan lengan bawah di bawah
air mengalir dengan posisi lebih rendah dari siku, gunakan sabun sedikit (2-4 ml), gosok tangan sekurang-
kurangnya 10 kali (sekitar 10-15 detik) dengan gerakan memutar dari jari, telapak dan punggung tangan, serta
seluruh permukaan dengan gerakan memanjang dan melintang. Posisi jari menghadap ke bawah., bersihkan
bawah kuku dengan kuku tangan sebelah atau gunakan sikat tangan, bilas tangan, tetap lebih rendah dari siku.
Jangan menyentuh bak cuci tangan, keringkan tangan dan jari-jari ke pergelangan tangan, lalu lengan bawah,
keringkan dengan tisu dan langsung buang, bila menggunakan kain lap jaga betul kering dan tetap bersih
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi terhadap perilaku keluarga pasien dalam
mencegah infeksi luka operasi abdomen di Rumah Sakit Elisabeth

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pra eksperimen, tanpa kelompok kontrol. Penelitian
ini menggunakan one group pretest-posttest design yang melibatkan satu kelompok subyek. Pengukuran
dilakukan satu kali di depan (pretest) sebelum adanya perlakuan (experimental treatment), dan setelah itu
dilakukan pengukuran lagi (posttest).

Tabel 1. one group pretest-posttest design (Nasir, 2011).


Pretest Treatment Posttest
O1/T1 X O2/T2

Di dalam penelitian ini perilaku adalah komponen yang hendak diteliti. Pertama sekali perilaku diukur
dengan cara mengamati responden. Setelah mendapatkan gambaran perilaku maka dilakukan edukasi
(experimental treatment). Setelah dilakukan edukasi, dilakukan pengukuran lagi untuk melihat perubahan
perilaku post edukasi. Dalam penelitian ini edukasi berperan sebagai stimulus yang diharapkan merubah
perilaku objek.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono
2010). Populasi pada penelitian ini adalah anggota keluarga yang tinggal serumah dengan seluruh pasien pasca
operasi abdomen yang dirawat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil dengan cara tertentu, dimana pengukuran
dilakukan (Sugiyono, 2010). Teknik pengambilan sampel pada penelitian adalah metode purposive sampling
yaitu mengambil sampel sesuai dengan ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi yang paling mudah
dijangkau atau didapatkan. Pada dasarnya ada 2 syarat yang harus dipenuhi saat menetapkan sampel, yaitu
representatif dan sampel harus cukup banyak (Nursalam, 2011).
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 10 orang yang merupakan aggota keluarga dari pasien pasca
bedah abdomen yang dirawat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, terdiri dari 3 orang laki-laki dan 7 orang
perempuan. Adapun kriteria inklusi yang ditentukan oleh peneliti dalam penentuan sampel adalah anggota
keluarga (ibu/suami/istri/anak) yang tinggal serumah dengan pasien pasca operasi: seksio sesaria (3 orang) dan
laparatomi (7 orang) yang sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Elisabeth Medan, minimal dirawat 1 hari
pasca operasi, usia responden 21-40 tahun, pendidikan maksimal tamat SMA
Adapun alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian antara lain buku bacaan, artikel, jurnal,
catatan rekam medis Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, data langsung dari pasien, bahan penelitian orang
lain mengenai perawatan luka, pencegahan infeksi, infeksi luka operasi dan penelitian tentang perilaku
kesehatan.
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No. 1 Februari 2018

Instrument penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Untuk mengukur perilaku
peneliti menggunakan lembar observasi yang terdiri dari 2 jenis pengamatan yaitu pengamatan pada perilaku
anggota keluarga dalam mencegah infeksi luka operasi pada pasien dan pengamatan pada luka operasi
abdomen itu sendiri.
Pengamatan pada perilaku terdiri dari 2 pengamatan lagi yaitu perilaku pencegahan ILO sehari-hari di
Rumah Sakit dan perilaku mencuci tangan. Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan.
Pengamatan pada luka juga dilakukan sekali setelah pasien menjalani operasi di Rumah Sakit Santa
Elisabeth kemudian 1 hari setelah edukasi. Pengamatan ini terdiri dari 5 indikator yaitu: Demam, Nyeri,
Kemerahan, Bengkak dan Mengeluarkan pus/nanah. Indikator ini masing-masing bernilai 1. Jika terdapat lebih
dari 2 tanda dari 5 indikator tersebut maka pasien dikatakan mengalami infeksi luka operasi.
Pengambilan data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data
yang didapat langsung dari keluarga pasien sebagai responden dan data dari kondisi luka operasi pasien.
Pasien yang dimaksud adalah post bedah seksio (3 orang) dan laparatomi indikasi apendisitis perforasi (7
orang). Pengumpulan data ini dilakukan melalui lembar observasi.
Data sekunder adalah data yang diperoleh bukan langsung dari responden. Data ini diperoleh dari
catatan Rekam Medis Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.
Teknik pengumpulan data dilakukan secara langsung yaitu mengamati kegiatan keluarga (responden)
dan kondisi luka pasien sebelum dan sesudah edukasi.
Data dianalisa dengan uji Wilcoxon Sign Rank Test untuk membandingkan dua pengamatan yang
berasal dari satu sampel. Tujuannya adalah untuk mengukur signifikasi pengaruh experimental treatment
terhadap variabel dependen. Experimental treatment dalam penelitian ini adalah edukasi dan variabel dependen
adalah perilaku keluarga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data diperoleh dari hasil observasi keluarga pasien pasca bedah abdomen. Hasil observasi diolah melalui
beberapa tahapan yaitu editing atau memeriksa kelengkapan observasi, koding atau pemberian kode berupa
angka agar dapat dianalisa dengan mudah, tabulating yaitu menghitung hasil observasi dan grouping yaitu
mengelompokan data. Setelah dilakukan tabulasi data maka data diolah secara komputerisasi program SPSS
menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test.

Hasil Penelitian
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Frekuen Persentas
No. Karakteristik si e
(f) (%)
Jenis kelamin
3 30
1. Laki-laki
7 70
2. Perempuan
Pendidikan
- 0
1. SD
1 10
2. SMP
9 90
3. SMA
Pekerjaan
PNS 1 10
1.
Pegawai 4 40
2.
Swasta 1 10
3.
Wiraswasta 2 20
4.
Petani 2 20
5.
Tidak bekerja
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No. 1 Februari 2018

Tabel 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kategori Perilaku Responden Dalam Pencegahan
Infeksi Luka Operasi
Preedukasi Postedukasi
No Kategori
f % f %
1. Baik 1 10 10 100
2. Cukup 7 70
3. Buruk 2 20
Total 10 100 10 100

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Perilaku Mencuci Tangan Yang Baik Dan Benar Dalam
Pencegahan Infeksi Luka Operasi
Preedukasi Postedukasi
No Kategori
f % f %
1. Baik 2 20 10 100
2. Cukup 7 70
3. Buruk 1 10
Total 10 100 10 100

Tabel 5. Distribusi Kejadian Infeksi Luka Operasi Abdomen Pre Dan Post Edukasi
Edukasi Post edukasi
No. Kategori
(f) (%) (f) (%)
1. Terjadi ILO
Seksio sesaria 0 0 0 0
Laparatomi 5 50 0 1
2. Tidak terjadi
ILO 3 30 3 30
Seksio sesaria 2 20 7 70
Laparatomi
Total 10 100 10 100

Uji Analisa

Setelah memperoleh data penelitian dilakukan analisa data. Analisa data dilakukan secara
komputerisasi untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Uji dilakukan
menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test. pengaruh edukasi terhadap perilaku keluarga dalam pencegahan
infeksi luka operasi diperoleh hasil bahwa nilai p= 0.005. Karena nilai p=0,005 < α= 0,05 maka Ho ditolak yang
artinya ada pengaruh edukasi terhadap perilaku keluarga dalam pencegahan infeksi luka operasi.

PEMBAHASAN

Dari hasil observasi yang dilakukan semua responden menunjukan perilaku yang baik pada P7
(responden menyarankan pasien untuk dimandikan atau dilap dengan sabun antiseptik agar bersih) dan P20
(responden mengantarkan pasien ke Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan/luka operasi). Sedangkan
perilaku responden yang paling sedikit adalah P11 (responden mencuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan). Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan keluarga tentang personal hygiene: memandikan
sudah baik. Begitupun halnya dengan kesadaran responden untuk mengantarkan pasien memperoleh
perawatan luka operasi di Rumah Sakit
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No. 1 Februari 2018

Dari hasil observasi yang dilakukan post edukasi didapatkan bahwa sebagian besar responden tidak
melakukan P19 (responden membantu pasien untuk mempertahankan hidrasi yang cukup). Keadaan ini
disebabkan karena pada saat observasi mayoritas keluarga mengatakan pasien sudah mendapatkan cairan
infus sehingga pasien tidak perlu terlalu banyak minum.
Distribusi frekuensi dan persentase kategori perilaku responden pre dan post edukasi memiliki
perbedaan yang signifikan. Dapat dilihat dari data hasil penelitian dimana 7 orang (70%) responden memiliki
perilaku yang cukup dan 1 orang yang baik (10%) pre edukasi. Setelah dilakukan edukasi ditemukan data bahwa
rata-rata secara keseluruhan (100%) responden memiliki perilaku yang baik dalam melakukan pencegahan
infeksi luka operasi sesuai dengan apa yang telah diberikan pada saat edukasi.
Pendidikan kesehatan berupaya untuk menyadarkan individu tentang bagaimana menghindari atau
mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan
saat sakit, dan lain-lain (Notoadmodjo, 2012).
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Siahaan (2009) tentang pengaruh discharge planning yang
dilakukan perawat terhadap kesiapan pulang pasien menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan yang
menjadikan pasien dan keluarga memiliki kesiapan dalam perawatan selanjutnya. Hal ini menunjukan bahwa
tindakan pemberian discharge planning yang meliputi edukasi (pendidikan kesehatan) terhadap pasien dan
keluarga dapat mempengaruhi mereka sehingga mengubah perilaku/kesiapan untuk perawatan selanjutnya.
Sejalan dengan pendapat Notoadmodjo (2012) dan Siahaan (2009) tersebut, dan dikaitkan dengan
hasil penelitian dimana ada pengaruh edukasi terhadap perubahan perilaku keluarga, peneliti sangat setuju
bahwa edukasi bertujuan untuk mendapatkan perubahan perilaku dari sasaran/objek. Hal ini tampak dari
observasi yang dilakukan sebelum diberikan edukasi sebanyak 1 responden yang memiliki perilaku baik, setelah
diberikan edukasi maka seluruh responden memiliki perilaku yang baik dalam pencegahan infeksi luka operasi.
Hal ini membuktikan bahwa pengetahuan yang didapatkan dalam kegiatan edukasi mempengaruhi seseorang
bertingkahlaku.

Dari hasil observasi perilaku mencuci tangan pre edukasi yang dilakukan pada keluarga didapatkan
bahwa semua responden dapat melakukan langkah mencuci tangan 1 (mempersiapkan air, sabun dan handuk
pengering) dan langkah mencuci tangan 5 (mengatur aliran air dan hindarkan percikan air). Sedangkan langkah
mencuci tangan yang tidak dilakukan oleh semua responden adalah langkah mencuci tangan 7 (menggosok
tangan sekurang-kurangnya 10 kali/10-15 detik) dan langkah mencuci tangan 8 (bersihkan bawah kuku dengan
kuku tangan yang satu).
Dari hasil observasi setelah diberikan edukasi kepada 10 responden didapatkan bahwa seluruh
responden dapat melakukan langkah mencuci tangan yang baik dan benar. Padahal kegiatan mencuci tangan
penting dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang melalui sentuhan.
Berdasarkan distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan kemampuan melakukan cuci
tangan sebelum dan post edukasi ditemukan bahwa 7 orang (70%) responden memiliki perilaku yang cukup dan
1 orang yang baik (10%) pre edukasi. Setelah dilakukan edukasi ditemukan data bahwa rata-rata seluruh
responden (100%) memiliki perilaku yang baik dalam melakukan pencegahan infeksi luka operasi sesuai
dengan apa yang telah diberikan pada saat edukasi.
Dari observasi perilaku keluarga pre edukasi ditemukan bahwa hampir semua responden belum
menerapkan perilaku mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. Pada sebuah
penelitan yang dipublikasikan Jurnal Kedokteran Inggris (British Medical Journal) pada November 2007
menyatakan bahwa mencuci tangan dengan sabun secara teratur dan menggunakan masker, sarung tangan,
dan pelindung, bisa jadi lebih efektif untuk menahan penyebaran virus ISPA (id.wikipedia.org).
Menurut peneliti perilaku mencuci tangan juga dapat mencegah penyebab infeksi melalui sentuhan.
Mikroorganisme seperti virus, bakteri yang melekat di permukaan tangan dapat dihilangkan dengan cuci tangan.
Meskipun tidak semua mikroorganisme dapat terbunuh pada saat cuci tangan, tetapi jumlahnya dapat dikurangi
secara bermakna.
Dari hasil observasi yang dilakukan pada 10 pasien anggota keluarga responden didapatkan bahwa
semua pasien mengalami nyeri sedangkan manifestasi klinis yang paling sedikit dialami oleh pasien adalah
bengkak. Observasi luka pasien dilakukan pada saat perawatan hari ke-2. Menurut peneliti nyeri yang dirasakan
pasien pasca operasi bukan bagian dari manifestasi klinis tetapi karena impuls nyeri akibat putusnya kontinuitas
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No. 1 Februari 2018

jaringan. Namun untuk manifestasi lainnya adalah tanda-tanda inflamasi yang dapat menimbulkan resiko infeksi.
Berdasarkan data hasil observasi kondisi luka pasien post edukasi ditemukan bahwa masih terdapat 5 orang
pasien yang mengalami nyeri dan 2 orang pasien yang lukanya masih mengeluarkan pus. Manifestasi klinis
lainnya yaitu demam, bengkak dan kemerahan tidak dialami oleh pasien. Hal ini disebabkan selama perawatan
diberikan antibiotik, vit. C dan perawatan luka yang terkontrol. Oleh sebab itu kondisi luka menjadi baik.
Berdasarkan diagram distribusi frekuensi kejadian infeksi luka operasi abdomen pre dan post edukasi
ditemukan bahwa ada 5 keluarga (50%) responden yang mengalami infeksi luka operasi abdomen sebelum
dilakukan edukasi dan yang tidak mengalami infeksi luka operasi abdomen adalah 50% juga. Sedangkan setelah
dilakukan edukasi keluarga responden (pasien) yang tidak mengalami infeksi luka operasi adalah 100%.
Hasil observasi kondisi luka pasien post edukasi ditemukan bahwa masih terdapat 5 orang pasien yang
mengalami nyeri dan 2 orang pasien yang lukanya masih mengeluarkan pus. Manifestasi klinis lainnya yaitu
/demam, bengkak dan kemerahan tidak dialami oleh pasien. Hal ini disebabkan selama perawatan diberikan
antibiotik, vit. C dan perawatan luka yang terkontrol. Oleh sebab itu kondisi luka menjadi baik.
Menurut Gruendemann (2005) bedah abdomen merupakan operasi beresiko terinfeksi karena banyak
memiliki bakteri endogen yang memungkinkan kontaminasi. Meskipun bedah seksio dikategorikan dalam
pembedahan bersih tidak menutup kemungkinan untuk terjadi infeksi luka operasi pada luka operasi ini. Tanda
inflamasi pada luka operas seksio sulit dibedakan dengan tanda dan gejala infeksi. oleh sebab itu perlu
pengawasan ketat terhadap luka ini.
Tanda dan gejala infeksi luka operasi abdomen adalah nyeri, bengkak, kemerahan, panas (demam) dan
mengeluarkan pus. Dalam oservasi ini peneliti menetapkan apabila 3 manifestasi klinis di atas dialami oleh
pasien maka pasien dikatakan mengalami infeksi luka operasi.
Infeksi luka operasi yang dialami oleh 50% pasien pre edukasi dianggap sebagai kejadian infeksi luka
operasi akibat kondisi pasien itu sendiri. Ada 70% pasien menjalani operasi akibat apendisitis perforasi dan 30%
pasien yang menjalani seksio sesaria. Dari 7 pasien (70%) yang mengalami pembedahan laparatomi ditemukan
5 (71%) yang mengalami infeksi pre edukasi. 29% lainnya tidak menunjukan tanda dan gejala infeksi luka
operasi. Sedangkan pasien dengan luka seksio sesaria tidak menunjukan tanda dan gejala infeksi luka operasi
yang berarti.
Riset yang dilakukan oleh Puspitasari, dkk. (2011) menyatakan bahwa faktor perilaku personal hygiene
adalah faktor utama dalam penyembuhan luka seksio. Ditambahkan dengan penelitian Nurkusuma (2009) yang
mengatakan bahwa jenis operasi yang terkontaminasi atau kotor pada dasarnya sudah beresiko menjadi infeksi
maka sejalan dengan kedua hal tersebut, peneliti berpendapat bahwa untuk pencegahan infeksi luka operasi
seksio sesaria dibutuhkan perilaku personal hygiene dan mencegah kontaminasi melalui sentuhan. Penting
untuk menghindari pemberian antibiotik secara berlebihan karena dapat mempengaruhi ASI yang dialirkan untuk
bayi. Tetapi untuk luka operasi laparatomi apendisitis perforasi (luka kotor) tidak hanya dibutuhkan perilaku
personal hygiene dan mencegah kontaminasi melalui sentuhan melainkan juga melalui pemberian antibiotik.

SIMPULAN DAN SARAN


SIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki perilaku yang cukup dalam pencegahan
infeksi luka operasi abdomen pre edukasi, memiliki perilaku yang baik dalam pencegahan infeksi luka operasi
abdomen post edukasi, memiliki perilaku mencuci tangan cukup pre edukasi, memiliki perilaku mencuci tangan
yang baik post edukasi, maka Ada pengaruh edukasi terhadap perilaku keluarga dalam pencegahan infeksi luka
operasi abdomen di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dengan p value 0.005 < α=0.05.

SARAN
Bagi responden diharapkan mengaplikasikan tindakan pencegahan infeksi luka operasi kepada anggota
keluarga yang sakit melalui tindakan mencuci tangan,
Bagi perawat diharapkan mampu mengaplikasikan tentang standar pencegahan infeksi yang terjadi pada
post operasi
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 2 No. 1 Februari 2018

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Bryant & Nix (Eds.). 2007. Acute & Chronic Wounds: Current Management Concepts. St. Louis: Mosby Elsevier.

Effendi, Ferry. & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Gray & Hawn. 2007. Prevention of Surgical Site Infection. Dalam Kamal M. F. Itani, MD (Ed.) Surgical Patient
Care Series (hlm 41-51). Hospital Physician.

Gruendemann, Barbara J. 2005. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif Vol. 2 Praktik. Jakarta: EGC.

Hidajat, Nucki N. 2009. Pencegahan Infeksi Luka Operasi. http://pustaka.unpad.ac.id/ [Diakses tanggal 12
November 2012]

Morison, Moya J. 2003. Manajemen Luka. Jakarta: EGC.

Mubarak, Wahit Iqbal., Chayatin, Nurul. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam
Praktik. Jakarta: EGC.

Murwani, Arita. 2009. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nurkusuma, Dudi Disyadi. 2009. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Methicillin-Resistant
Staphylococcus Aureus (MRSA) pada Kasus Infeksi Luka Pasca Operasi di Ruang Perawatan Bedah
Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang. http://eprints.undip.ac.id/28863.

Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan
Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Puspitasari, dkk., 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Caesarea
(SC). Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 7 (1): 50-59.

Siahaan, Marthalena. 2010. Pengaruh Discharge Planning yang Dilakukan oleh Perawat Terhadap Kesiapan
Pasien Pasca Bedah Akut Abdomen Menghadapi Pemulangan Di RSUP H. Adam Malik Medan.
http://repository.usu.ac.id/

Sjamsuhidajat & Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. Sjamsuhidahat, et al. Jakarta: EGC.

Suriadi. 2004. Perawatan Luka. Jakarta: CV. Sagung Seto.

WHO. 2005. Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

You might also like