Professional Documents
Culture Documents
Faktor2 Berpengaruh THD Cakupan Penderita TBC
Faktor2 Berpengaruh THD Cakupan Penderita TBC
Yulfrra Media
Abstract.
Tuberculosis (TB) Pulmonary is still one of the major health problems in Indonesia, and
included in the province of West Sumatra. Many efforts has been conducted to outcome the
problem, one of them is the DOTS strategy. From the results of countermeasures that have been
implemented was the scope of the discovery of the TB patients are expected to 70% in Year 2009
in West Sumatra Province can only be achieved 48.8%. The study of socio-cultural factors
underlying the low coverage of the discovery of pulmonary TB patients have been conducted in
the region of Padang Kandis health centers, Guguk Subdistrict, District 50 City. This study uses
a qualitative approach, and data collection techniques used were Focus Group Discussions
(FGD) and in-depth interviews. The results showed that some socio-cultural aspects that are
considered related to the low coverage of the discovery of patients with pulmonary TB are the
economic aspects, education/knowledge, perceptions, habits and beliefs as well as access to
health services. Knowledge and awareness in the prevention of pulmonary TB disease is still
lacking. Some people still have the perception that the diseases associated with pulmonary TB
supernatural power, and includes diseases that are considered shameful.
Abstrak
Tuberkulosis (TB) paru masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia,
dan termasuk di Provinsi Sumatera Barat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi
masalah ini, salah satunya adalah strategi DOTS. Dari hasil penanggulangan yang telah
dilaksanakan adalah ruang lingkup penemuan pasien TB diharapkan menjadi 70% pada Tahun
2009 di Propinsi Sumatera Barat hanya dapat dicapai 48,8%. Studi tentang faktor
sosial-budaya yang mendasari rendahnya cakupan penemuan pasien TB paru telah dilakukan
di wilayah Padang Kandis pusat kesehatan, Guguk Kecamatan, Kabupaten 50 Kota. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitati[, dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa beberapa aspek sosial-budaya yang dianggap berkaitan dengan rendahnya cakupan
penemuan pasien dengan TB paru adalah aspek ekonomi, pendidikan/pengetahuan, persepsi,
kebiasaan dan keyakinan serta akses ke layanan kesehatan. Pengetahuan dan kesadaran dalam
pencegahan penyakit TB paru masih kurang. Beberapa orang masih memiliki persepsi bahwa
penyakit yang berhubungan dengan kekuatan supranatural TB paru, dan termasuk penyakit
yang dianggap memalukan.
11
9
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 39, No.3, 2011: 119 - 128
120
Faktor-Faktor Sosial Budaya ..................... (Yulfrra)
Salah satu penyebab rendahnya Tulisan ini merupakan bag ian dari
cakupan penemuan penderita TB Pam ter- Kajian Pengembangan Model Penang-
sebut adalah masih rendahnya kesadaran gulangan Penyakit Tuberkulosis Pam, yang
penderita dalam menjalani proses pengobatan dilakukan di kabupaten 50 Kota, Propinsi
dan penyembuhan. Penularan penyakit TB Sumatera Barat. Alasan pemilihan lokasi
Pam juga tidak terlepas dari faktor sosial penelitian adalah berdasarkan pertimbangan
budaya, terutama berkaitan dengan angka cakupan penemuan penderita TB Pam
pengetahuan, sikap dan perilaku dari yang termasuk rendah di lokasi tersebut,
masyarakat setempat. (10) dimana angka cakupan penemuan TB Pam
pada tahun 2009 di Kabupaten 50 Kota adalah
Sehubungan dengan hal tersebut,
sebesar 32,6 %. (7) Selanjutnya karena
maka tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan
pertimbangan waktu dan biaya, maka diambil
faktor-faktor so sial budaya yang
satu satu puskesmas yang angka cakupan
melatarbekalangi rendahnya cakupan pen-
penemuan TB Pam termasuk rendah di
derita TB Pam.
Kabupaten 50
Kota, yaitu Puskesmas Padang Kandis
BAHAN DAN CARA (Kecamatan Guguk) dengan cakupan
penemuan TB Pam 6,7 % (Tabel 1). (7)
Penelitian dilaksanakan pada tahun 2010.
Tabel. 1. Jumlah Cakupan Penemuan Kasus Penderita TB.Paru Menurut Masing-Masing Puskesmas di
Kab.Lima Puluh Kota 2009
122
Faktor-Faktor Sosial Budaya ..................... (Yulfrra)
apalagi pengobatan TB Paru harus dilakukan yang kanai panyakik itu akan maraso malu,
berulang-ulang sampai lebih kurang 6 (enam) dan labiah baiak barubek ka dukun
bulan. kampuang sajo, supayo urang lain indak
tahu, dan takuik dikatokan TBC sarato
Sementara itu, bagi sebagian kecil
pangobatannyo labiah capek" (Penyakit TB
penderita yang relatif cukup baik dari segi
merupakan penyakit keturunan, dianggap
kemampuan ekonomi cenderung memilih
hina dan dianggap aib oleh masyarakat,
pengobatan ke dokter praktek swasta. Hal ini
sehingga bila ada anggota keluarga yang
seperti yang diungkapkan informan sebagai
terkena penyakit TB, lebih baik berobat ke
berikut: "Kalau saandainyo lai ado piti labiah
dukun kampung saja, supaya orang lain tidak
baik barubek ka dokter praktek swasta karano
tahu, dan takut dikatakan TB, serta
di dokter swasta bisa capek ditangani, ndak
pengobatannya lebih cepat).
lama antri, palayanannyo sarato ubeknya
labiah rancak/paten, sadangkan kalau di
puskesmas palayannyo lamo" (Seandainya Selanjutnya sebagian masyarakat
memiliki kemampuan keuangan yang relatif juga beranggapan bahwa penyakit TB Paru
baik, maka lebih baik melakukan pengobatan atau batuk darah adalah karena perbuatan
kepada dokter praktek swasta, karena lebih manusia atau setan. Hal ini didukung oleh
cepat ditangai, tidak berlama-lama ngantri, pemyataan sebagian informan sebagai
pelayanan serta obatnya juga relatif lebih berikut:
baik, sedangkan di Puskesmas pelayanannya
lebih lama). "Kalau ado tando-tando batuak darah, angok
sasak, mako panduduak disiko langsuang
2. Pendidikan/pengetahuan, Persepsi mampunyai anggapan bahwasanyo itu
dan Stigma Masyarakat adolah panyakik nan diakibatkan oleh
Pendidikan sebagian masyarakat di kiriman urang lain atau digaduah dek setan"
lokasi penelitian masih tergolong relatif (Bila ada tanda-tanda seperti batuk berdarah,
rendah. Dengan kondisi pendidikan yang nafas sesak, maka penduduk di sini lang sung
relatif rendah, maka pengetahuan masyarakat beranggapan bahwa penyakit tersebut adalah
terhadap penyakit TB Paru juga terbatas. Hal penyakit yang diakibatkan oleh perbuatan
ini tampak dari persepsi masyarakat terhadap manusia atau gangguan setan).
penyakit TB Paru, dimana sebagian Penyuluhan tentang TB Paru yang
masyarakat masih beranggapan bahwa secara khusus dan lang sung kepada
penyakit TB Paru adalah penyakit keturunan, masyarakat menurut sebagian besar informan
memalukan dan dianggap tabu oleh belum pemah dilakukan. Walaupun demikian,
masyarakat. Kondisi adanya stigma di penyampaian informasi tentang kesehatan
masyarakat seperti inilah yang menyebabkan (berkaitan dengan penyakit TB Paru) sudah
sebagian masyarakat malu untuk pemah dilakukan di posyandu, dimana
memeriksakan kesehatan atau penyakitnya ke kegiatannya ditumpangkan pada promosi
pelayanan kesehatan, dan cenderung memilih kesehatan (promkes) dan kesehatan
pengo batan tradisional. Hal ini seperti yang lingkungan (kesling) , tetapi kegiatan tersebut
diungkapkan informan sebagai berikut: tidak secara rutin dilakukan. Begitu juga
"Panyakik TBC ko panyakik katurunan, dengan penyampaian informasi oleh tenaga
dianggap hino dan aib oleh masyarakat, kesehatan kepada pasien yang berobat ke
sahinggo kalau ado anggota kaluarga puskesmas juga sudah diberikan.
12
3
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 39, No.3, 2011: 119 - 128
124
Faktor-Faktor Sosial Budaya ..................... (Yulfrra)
"Barubek di puskesmas sangek lama dan gejala lainnya, seperti ekonomi, so sial, religi
harus baulang-ulang, salin tu bilo acok bahkan kekerabatan. Dengan demikian,
mamakan ubek dari puskesmas bisa sistem kesehatan tidak lain adalah sistem
manyababkan jantuang badebar-debar budaya, sehingga akan menjadi sukar
karano ubek tu manganduang zat kimia" melakukan pemahaman suatu sistem
(Bero bat di puskesmas memakan waktu yang medis/kesehatan, tanpa memahami konteks
cukup lama dan dilakukan secara budaya yang melingkarinya.
berulang-ulang, selain itu dengan meng-
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
konsumsi obat dari puskesmas dapat meng-
sebagian besar masyarakat yang mengalami
akibatkan j antung berde bar karena pengaruh
penyakit TB Paru adalah berasal dari
zat kimia yang terdapat dalam kandungan
golongan ekonomi yang kurang mampu.
obat tersebut)
Dengan kondisi keterbatasan ekonomi,
Adanya persepsi dari masyarakat walaupun biaya pengobatan di puskesmas
tersebut juga dianggap turut mempengaruhi gratis, namun biaya transportasi apalagi
pilihan masyarakat ke pengobatan tradisional. pengobatan penyakit TB Paru dilakukan
selama lebih kurang 6 (enam) bulan menjadi
hambatan dan pertimbangan masyarakat
dalam mencari upaya pengobatan. Dalam hal
PEMBAHASAN ini tampaknya sebagian masyarakat
cenderung memilih pengobatan dengan biaya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
yang relatif murah seperti ke dukun.
cakupan penemuan penderita TB Paru di
Sehubungan dengan pola pengambilan
Puskesmas Padang Kandis sangat rendah
keputusan untuk memilih temp at pelayanan
yaitu 6,7 %. Padahal Penemuan penderita
kesehatan ini sedikit banyak juga dipengaruhi
untuk program penanggulangan TB di
oleh referensi yang ada dalam pengetahuan
Indonesia ditargetkan minimal adalah 70%.0)
budayanya. Atau dengan kata lain
Kondisi rendahnya angka cakupan tersebut
kebudayaan adalah sebuah blueprint atau
dilatabelakangi oleh beberapa faktor sosial
pedoman baku dan menyeluruh bagi
budaya yang menjadi pertimbangan
kehidupan sebuah masyarakat yang memiliki
masyarakat dalam upaya pencarian pengo
kebudayaan tersebut. (8)
batan dan dianggap berkartan dengan
rendahnya cakupan penemuan TB Paru Hasil penelitian mengungkapkan
adalah masalah ekonomi, bahwa sebagian besar pendidikan masyarakat
pendidikan/pengetahuan dan persepsi, di lokasi penelitian masih tergolong relatif
kebiasaan/adat istiadat dan kepercayaan serta rendah. Dengan kondisi pendidikan yang
stigma so sial, dan aksesl jangkauan relatif rendah, maka pengetahuan dan
pelayanan kesehatan. kesadaran sebagian masyarakat dalam
penanggulangan penyakit TB Paru juga relatif
Keberadaan suatu penyakit di suatu
kurang. Hal ini tampak dari adanya persepsi
wilayah menurut Foster (11) merupakan suatu
sebagian masyarakat bahwa penyakit TB Paru
fenomena yang tergabung secara holistik
berkaitan dengan kekuatan ghaib, karena
dengan berbagai aspek yang
keturunan, penyakit yang memalukan, bukan
mempengaruhinya. Artinya suatu pema-
penyakit berbahaya dan hanya penyakit batuk
haman terhadap suatu gejala, yaitu aspek
biasa. Di samping
kesehatan pada suatu masyarakat tidak dapat
dilihat sebagai suatu gejala yang berdiri
sendiri, melainkan terkait dengan
125
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 39, No.3, 2011: 119 - 128
itu, adanya stigma masyarakat bahwa pelayanan kesehatan, puskesmas dan rumah
penyakit TB Paru adalah penyakit yang sakit. Selanjutnya sikap mental ini menjadi
memalukan, dan kepercayaaan masyarakat motivasi psikologis di samping motivasi lain
bahwa penyakit TB Paru tidak dapat seperti so sial ekonomi, atau keyakinan
disembuhkan oleh kedokteran, juga dianggap religi/magis, mendorong keputusan orang
menjadi penyebab masyarakat malu untuk untuk mempergunakan atau tidak
bero bat ke puskesmas serta takut divonis TB mempergunakan sistem pelayanan kesehatan
Paru. Kondisi ini juga ditambah dengan modern. Sikap mental dimaksud adalah suatu
keinginan masyarakat yang cenderung ingin deposisi atau keadaan mental di dalam jiwa
cepat sembuh, dan tidak mau berlama-lama dan diri seseorang individu untuk beraksi
melakukan pengobatan di puskesmas. terhadap lingkungannya, baik lingkungan
alamiahnya maupun lingkung an fisiknya. (13)
Berkaitan dengan pendidikan dan pe-
ngetahuan masyarakat tersebut, maka akan Sebagian masyarakat di lokasi pene lit
dapat digambarkan perilaku seseorang dalam ian mengatakan bahwa kualitas pelayanan di
bidang kesehatan. Semakin rendah tingkat puskesmas sudah cukup baik. Namun dari
pendidikannya maka asumsinya adalah segi jadwal pengobatan, dianggap masyarakat
pengetahuan di bidang kesehatan kurang, baik masih terbatas. Kondisi jadwal pengobatan di
yang menyangkut pengaturan asupan makan, puskesmas yang relatif terbatas, ditambah
penanganan keluarga yang menderita sakit dengan pengo batan yang harus dilaksanakan
dan usaha-usaha prevent if lainnya. (12) berulang-ulang, penyembuhan relatif lebih
lama serta 0 bat mengandung zat kimia
Dari hasil penelitian juga diketahui
dengan efek samping jantung berdebar,
bahwa keputusan untuk memilih pencarian
dianggap menjadi salah satu aspek yang
pengobatan juga dipengaruhi oleh kebiasaan
melatarbelakangi pilihan masyarakat untuk
dan istiadat setempat, dimana segala
memilih pengobatan tradisional. Pilihan
sesuatunya lebih baik diselesaikan dengan
pengo batan tradisional juga dianggap
musyawarah keluarga. Peran serta masyarakat
berkaitan dengan kurangnya penyampaian
dalam upaya penanggulangan penyakit TB
informasi atau penyuluhan lang sung yang
Paru masih kurang, dimana sebagian
dilakukan tenaga kesehatan kepada
masyarakat hanya mau berobat jika kondisi
masyarakat. Sehubungan dengan hal ini
kesehatannya benar-benar terganggu dan
Fahrudda menyatakan bahwa permasalahan
sudah tidak dapat melaksanakan aktifitasnya
rendahnya cakupan penemuan penderita TB
sehari-hari. Padahal peran serta masyarakat
Paru, selain disebabkan oleh kurangnya
dalam upaya penanggulangan penyakit TB
jejaring pengobatan atau kerjasama di sektor
Paru sangat dibutuhkan. Dalam hal ini
kesehatan sendiri khususnya pemberi
Koentjaraningrat (13) melihat bahwa respon
pelayanan kesehatan atau unit pelayanan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
kesehatan (UPK), juga disebabkan masih
ditentukan oleh pengetahuan tertentu
kurangnya sosialisasi program pada
mengenai organisme manusia tentang sakit
masyarakat. (14)
dan sehat, tentang obat-obatan baik yang
tradisional maupun modern. Faktor-faktor Faktor aksebilitas atau keter-
tersebut memp eng aruhi sikap mental mereka jangkauan pelayanan juga turut mem-
terhadap dokter dan para karyawan pengaruhi masyarakat dalam mencari upaya
pengobatan, karena hal ini berkaitan
126
Faktor-Faktor Sosial Budaya ..................... (Yulfrra)
dengan relatif mahalnya biaya transportasi serta masyarakat dalam upaya penang-
dengan menggunakan ojek untuk mencapai gulangan penyakit TB Paru juga perlu
lokasi pelayanan kesehatan. Disamping itu, ditingkatkan, diantaranya dapat dilakukan
sebagian besar penderita berasal dari dengan me lib atkan tokoh masyarakat dalam
kelompok yang kemampuan ekonominya penyuluhan kesehatan terutama mengenai
relatif rendah. penyakit TB Paru.
Diharapkan adanya penerapan
KESIMPULAN model intervensi peningkatan peran serta
masyarakat dan kemitraan dalam upaya
Beberapa aspek yang dianggap turut peningkatan cakupan penemuan penderita TB
melatarbelakangi rendahnya cakupan Paru.
penemuan penderita TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Padang Kandis adalah aspek
ekonomi, pendidikan/pengetahuan, persepsi, UCAPAN TERIMA KASIH
kebiasaan dan kepercayaan masyarakat serta Penulis mengucapkan terima kasih
akses ke pelayanan kesehatan. kepada Kepala Badan Perencanaan
Pengetahuan dan kesadaran Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi
sebagian masyarakat dalam penanggulangan Sumatera Barat, Kepala Bidang Penelitian
penyakit TB Paru masih kurang. Sebagian dan Pengembangan Bappeda Provinsi
masyarakat masih mempunyai persepsi Sumatera Barat beserta Kasubid serta
bahwa penyakit TB Paru berkaitan dengan ternan-ternan yang terlibat dalam penelitian
kekuatan ghaib, dan termasuk penyakit yang ini. U capan terima kasih disampaikan kepada
dianggap memalukan. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten 50 Kota
dan Kepala Puskesmas Padang Kandis.
Sebagian masyarakat masih mempunyai
kebiasaan untuk mencari upaya pengobatan
dengan membeli obat di toko o bat/warung DAFTAR RUJUKAN
dengan alasan bahwa batuk yang dialaminya
adalah batuk biasa yang tidak perlu mencari 1. Departemen Kesehatan. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan
pengobatan ke fasilitas kesehatan. pertama 2007.
Selanjutnya sebagian masyarakat juga
2. Departemen Kesehatan. Laporan Hasil Riset
beranggapan bahwa pengobatan di puskesmas
Kesehatan Dasar tahun 2010.
dan rumah sakit dilaksanakan secara
berulang-ulang, dan penyembuhan relatif 3. Dinas Kesehatan. Profil Kesehatan Tahun
Sumatera Barat 2007. Dinas Kesehatan Provinsi
lebih lama serta obat mengandung zat kimia
Sumatera Barat 2007.
dengan efek samping jantung berdebar,
sehingga mengakibatkan masyarakat 4. Dinas Kesehatan. Profil Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2005. Dinas Kesehatan
cenderung memilih pengobatan tradisional. Provinsi Sumatera Barat 2005.
5. Dinas Kesehatan. Profil Kesehatan Tahun
Sumatera Barat 2006. Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat 2006.
SARAN
6. Dinas Kesehatan. Kebijakan Dinas Kesehatan
Perlu adanya peningkatan sosialisasi Provinsi Sumatera Barat Dalam Penanggulangan
atau penyuluhan tentang penyakit Penyakit TB. 2009
tuberkulosis (TB) Paru secara lang sung dan
berkala kepada masyarakat. Peran
12
7
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 39, No.3, 2011: 119 - 128
7. Dinas Kesehatan Kabupaten 50 Kota. Profil Priyanti Pakan S. dan Meutia F. Hatta. Jakarta ill
Kesehatan Kabupaten 50 Kota Tahun 2008. Dinas Press 1986.
Kesehatan Kabupaten 50 Kota. 2008.
12. Widodo, Eddy. Upaya Peningkatan Peran
8. E1femi, Ni1da. Aspek Sosia1 Ku1tura1 Da1am Masyarakat dan Tenaga Kesehatan da1am Pem-
Perawatan Kesehatan, di Kabupaten Ciamis, Jawa berantasan Tuberku1osis. Maka1ah pribadi
Barat. Tesis pada Program Pasca Sarjana Faku1tas Pengantar Fa1safah Sains. Seko1ah Pasca Sarjana
Ilmu Sosia1 dan Ilmu Politik Universitas Institut Pertanian Bogor. 2004.
Indonesia. 2003.
13. Koentjaraningrat. Peranan Ilmu- Ilmu Sosia1
9.Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan da1am Upaya Peningkatan Kesehatan, Balit-
Masyarakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1997. bangkes Depkes RI 1982.
10. Departemen Kesehatan. Studi Preva1ensi dan 14. Fahrudda, dkk. Pendekatan Kemitraan Berbasis
Faktor Resiko Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru di Masyarakat da1am Program Penanggu1angan
Sumatera Barat. Poli Teknik Kesehatan Padang. Tuberku1osis. Artike1 Kebijakan Kemitraan pada
2006. Imp1ementasi DOTS di Jawa Timur. Dinas
11. Foster, George M. dan Anderson, B. G .. Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2005.
Antropo1ogi Kesehatan (Terjemahan oleh
128