You are on page 1of 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/298432347

KESEJAHTERAAN SEKOLAH DITINJAU DARI ORIENTASI BELAJAR MENCARI


MAKNA DAN KEMAMPUAN EMPATI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

Article  in  Jurnal Psikologi · April 2015


DOI: 10.14710/jpu.14.1.9-20

CITATIONS READS

2 1,938

2 authors:

Imam Setyawan Kartika Dewi


Universitas Diponegoro Universitas Diponegoro
71 PUBLICATIONS   59 CITATIONS    19 PUBLICATIONS   48 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Family well-being in post-divorce single mother-headed family View project

All content following this page was uploaded by Kartika Dewi on 27 June 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20

KESEJAHTERAAN SEKOLAH DITINJAU DARI ORIENTASI BELAJAR


MENCARI MAKNA DAN KEMAMPUAN EMPATI
SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

Imam Setyawan, Kartika Sari Dewi

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro


Jl. Prof. Soedharto SH Tembalang Semarang 50275

imamsetyawan.psiundip@gmail.com

Abstract
Education evaluation should be based on students’ viewpoints and interest. Based on that, the research was
aimed to determine the importance of purpose oriented study and ability to show empathy to the school well-
being. The proposed hypothesis was there is positive correlation between purpose-oriented study and ability to
show empathy to the school well-being. The study involved 123 senior high school students based on simple
random sampling method. Data were collected using the School Well-being Scale (20 items, α = .81), the
Purpose-Oriented Study Scale (20 items; α = .77) and the Empathy Scale (24 items; α = .79). Regression analysis
was used to test the hypothesis. The result shows that there is a significant and positive correlation between
purpose-oriented study and ability to show empathy to the school well-being (r = .364; p < .001). It emphasizes
the importance of using tolerated interactional teaching-learning process so that the students will be able to
obtain learning meanings that are attached to the school environment.

Keywords: school well-being, purpose oriented study, empathy, high school students

Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keterkaitan dan peran orientasi belajar mencari makna
dan kemampuan empati terhadap kesejahteraan sekolah. Urgensi yang menjadi landasan adalah perlunya
peningkatan evaluasi pendidikan yang berdasar pada sudut pandang dan kepentingan siswa. Selain untuk
mendapatkan deskripsi, penelitian ini dikembangkan dengan hipotesis bahwa terdapat korelasi positif yang
signifikan antara orientasi belajar mencari makna dan kemampuan empati dengan kesejahteraan sekolah.
Penelitian melibatkan 123 siswa Sekolah Menengah Atas, dengan teknik pengambilan sampel simple random
sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Skala Kesejahteraan Sekolah (20 aitem; α = 0,81),
Skala Orientasi Belajar Mencari Makna (20 aitem;α = 0,77) dan Skala Empati (24 aitem; α = 0,79). Hasil analisis
data dengan analisis regresi menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara kesejahteraan sekolah
dengan orientasi belajar mencari makna dan kemampuan empati (r = 0,364; p < 0,001). Hipotesis yang terbukti
dapat menjadi dasar perlunya mengedepankan pembelajaran interaksional yang penuh toleransi dan
memungkinkan siswa mendapatkan arti pembelajaran yang menyatu dengan lingkungan sekolah.

Kata kunci: kesejahteraan sekolah, orientasi belajar mencari makna, kemampuan empati, siswa sekolah
menengah atas

PENDAHULUAN kan. Tujuan utama tentunya diarahkan pada


keberhasilan dan efektifitas proses pen-
Peningkatan mutu sekolah sebagai lembaga didikan. Muara dari tercapainya tujuan
pendidikan merupakan masalah yang masih pendidikan tersebut tentunya bisa dilihat
menjadi fokus utama di Indonesia, dari dari siswa yang menjadi subjek pendidikan.
masalah infrastruktur bangunan yang jauh
dari layak, sarana prasarana, mutu guru Perkembangan sosial siswa ditentukan oleh
sebagai pengajar, maupun metode pem- sekolah, sebagai salah satu faktor pengaruh
belajaran yang terus berusaha dikembang- yang memiliki peran penting (Bronfen-

9
10 Setyawan & Dewi

brenner dalam Henry & Huizinga, 2007). Well-being menurut Weisner (dalam
Tidak hanya bekal pengetahuan akademis, Bornstein, Davidson, Keyes & Moore,
sekolah juga tempat pengalihan 2003), dinyatakan sebagai tercapainya
pengetahuan non akademis yang bertujuan kesuksesan hidup yang ditandai dengan
mempertajam soft skill para siswa, sebagai adanya integrasi fungsi fisik, kognitif dan
penunjang usaha pencapaian cita-cita sosio-emosional. Integrasi tersebut
mereka. membuat individu mampu berperan dalam
suatu komunitas, memenuhi kebutuhan
Melihat peran strategis sekolah tersebut, akan hubungan sosial dan mampu untuk
Lipsitz dkk (dalam Santrock, 2002) mengatasi masalah-masalah psikososial
menekankan pentingnya menciptakan serta lingkungan. Melalui pendekatan
lingkungan yang positif bagi perkem- eudamonic atau pyschological well-being,
bangan sosial dan emosional siswa di well-being didefinisikan dalam bentuk
sekolah. Selain kontribusi bagi keunggulan tingkatan ketika seseorang dapat
akademis, perkembangan sosial dan emo- mengaktualisasikan potensi dalam diri
sional merupakan sesuatu yang secara secara maksimal.
intrinsik dirasa penting diperoleh siswa di
sekolah. Urgensi penelitian mengenai kehidupan di
sekolah di Indonesia lebih banyak
Tuntutan tersebut mengharuskan sekolah diarahkan pada quality of school life.
untuk memiliki kemampuan untuk menye- Kekurangan yang mengemuka adalah
suaikan semua kegiatan sekolah dengan penekanan yang lebih menitik beratkan
perbedaan individual dalam perkembangan penilaian, sedangkan kesejahteraan sekolah
fisik, kognitif dan sosial siswa. Evaluasi sudah melihat sampai tingkat kepuasan
menyeluruh terhadap kualitas sekolah siswa terhadap kondisi sekolah. Indikator
menjadi bagian yang tak terpisahkan. well-being memperhatikan kebutuhan
Perundang-undangan di bidang pendidikan material maupun non material dari
telah berusaha mewadahi pentingnya eva- kebutuhan dasar manusia sebagai suatu
luasi melalui Standar Nasional Pendidikan. kesatuan.
Meskipun demikian, sekolah perlu mela-
kukan evaluasi terhadap kehidupan di Kesejahteraan sekolah bermanfaat untuk
sekolah untuk mengetahui aspek-aspek membantu menciptakan lingkungan pem-
yang perlu dikembangkan dalam kehidupan belajaran yang kondusif dan tercapainya
sekolah, melalui siswa sebagai subjek tujuan pembelajaran itu sendiri. Konsep
pendidikan. Evaluasi dilaksanakan untuk kesejahteraan sekolah faktanya masih
memantau apakah kebutuhan tiap siswa belum banyak diteliti di Indonesia. Sekolah
terpenuhi baik secara material maupun non menjadi sering terjebak pada ketercapaian
material. Konsep yang bisa digunakan standar konseptual dan kurang memahami
untuk melihat keberhasilan sekolah menjadi faktor yang mampu membuat siswa lebih
positive environment bagi tercapainya peak senang dan puas dalam menjalani
actualization siswa adalah school wellbeing kehidupan di sekolah, sehingga mampu
(kesejahteraan sekolah). Hal tersebut sesuai menerima pembelajaran yang diberikan
dengan hasil yang didapat Konu & Rimpela secara optimal. Hal yang kemudian terjadi
(2002) melalui penelitiannya yang mem- adalah sekolah melupakan kebutuhan siswa
perlihatkan bahwa untuk mendapat gam- dan pada akhirnya siswa menjadi jenuh
baran bagai-mana meningkatkan kesejah- menjalani kehidupan sekolahnya. Oleh
teraan siswa di sekolah, dapat digunakan karena itu siswa harus memiliki kapabilitas
konsep kesejahteraan sekolah. dan orientasi yang efektif untuk dapat

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20


Kesejahteraan sekolah ditinjau dari orientasi belajar mencari makna dan kemampuan empati 11

melaksanakan proses pendidikan dan berada dapat meningkatkan well-being dan


pembelajaran, mengarah pada tujuan yang menurunkan tingkat stress yang dimiliki
hendak dicapai. (Keyes & Waterman, 2008).

Tujuan dan aspirasi adalah sebagian faktor Salah satu kemampuan yang dibutuhkan
yang mempengaruhi well-being seseorang. dalam membangun hubungan sosial yang
Faktor tersebut bisa dilihat dari bagaimana efektif adalah kemampuan untuk
pendekatan dan orientasi belajar yang memahami dan berhubungan dengan
dikembangkan oleh siswa. Kecenderungan pengalaman kognitif dan afektif dari orang
yang kemudian banyak ditemui pada siswa lain. Kemampuan tersebut didefinisikan
sebagai subjek pendidikan adalah Wothington dan Wade (dalam Hodgson &
mengutamakan surface learning approach Wertheimer, 2007) sebagai empati. Empati
yang menjebak pembelajaran dalam proses membuat individu memahami kebutuhan
reproduksi pengetahuan dan pencapaian- orang lain, menunjukkan toleransi dan kasih
pencapaian target yang bersifat kognitif sayang, serta mau membantu orang yang
belaka. Orientasi belajar yang mampu sedang dalam kesulitan (Borba, 2008).
membuat siswa melebur dengan proses Langfeld (dalam Escalas & Stern, 2003)
pembelajaran yang dilalui adalah orientasi menjabarkannya sebagai kemampuan untuk
belajar yang bersandar pada deep learning berada dalam kondisi perasaan orang lain
approach. Pendekatan pembelajaran ter- (in feeling).
sebut mampu melahirkan orientasi belajar
mencari makna. Orientasi belajar yang Peningkatan mutu pendidikan tidak bisa
dengannya, siswa cenderung tidak puas hanya bersandar pada faktor ekstrinsik
dengan apa yang diperolehnya semata-mata siswa sebagai subjek. Sangat dibutuhkan
dari pengajar. Mereka mencari dan pemahaman kesejahteraan sekolah, yang
mencoba menangkap esensi pembelajaran merupakan parameter penting dari
yang di dapat dan mengembangkan pem- kesejahteraan siswa. Orientasi belajar
belajaran di luar yang diperolehnya dari mencari makna yang menjadi penentu
pengajar. Orientasi belajar mencari makna kedalaman proses pendidikan, dan
mengantar siswa untuk menjadikan kondisi kemampuan empati sebagai variabel utama
dan lingkungan apapun dan dimanapun interaksi dengan individu lain menjadi
sebagai lapangan (field) belajar. Siapapun sangat penting untuk dilihat perannya.
bisa menjadi sumber belajar dalam
mewujudkan aktualisasi diri. Kepuasan Urgensi dikembangkannya penelitian ini
belajar tidak menjadi dangkal dan terhenti merujuk pada masalah tentang bagaimana
pada materi dan pencapaian prestasi. gambaran kesejahteraan sekolah pada
siswa, dan bagaimana peran orientasi
Faktor lain yang penting dibangun dalam belajar mencari makna dengan kemampuan
usaha aktualisasi diri adalah hubungan empati pada kesejahteraan sekolah siswa.
sosial serta peran sosial. Faktor sosial Kesejahteraan sekolah menjadi masalah
dinilai berpengaruh besar terhadap yang penting untuk diteliti, karena
kepuasan hidup seseorang. Penelitian merupakan salah satu parameter pokok
menunjukkan individu yang lebih sering keberhasilan pendidikan.
terlibat dalam hubungan sosial serta
memiliki peran sosial memiliki tingkat Konsep dasar yang digunakan untuk
kepuasan dalam hidup yang lebih tinggi. membangun kesejahteraan sekolah adalah
Studi lebih lanjut menunjukkan peran sosial teori well-being yang dikemukakan oleh
individu di lingkungan tempat dirinya Allardt (dalam O’Brien, 2008) yang

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20


12 Setyawan & Dewi

mendefinisikan well-being sebagai keadaan uraian tersebut, well-being didefinisikan


yang memungkinkan individu untuk sebagai keadaan yang memungkinkan
mencapai kepuasan akan terpenuhinya individu untuk mencapai kepuasan akan
kebutuhan dasar yang dimiliki. Kebutuhan terpenuhinya kebutuhan having, loving dan
dasar individu tersebut dirumuskan dalam being yang dimiliki.
kebutuhan having, loving dan being.
Having menunjuk kepada kondisi material Konsep well-being kemudian disesuaikan
dan kebutuhan impersonal dalam konteks dalam konteks sekolah. Sekolah meru-
yang luas. Loving menggambarkan pakan bangunan atau lembaga untuk
kebutuhan untuk berhubungan dengan belajar dan mengajar serta tempat
orang lain dan untuk membentuk identitas menerima dan memberi pelajaran. Sekolah
sosial. Being merujuk pada kebutuhan merupakan tempat terselenggaranya
untuk pengembangan pribadi, seperti pendidikan formal yang memberi
integrasi dalam masyarakat dan hidup pembelajaran mengenai berbagai aspek
secara harmonis dengan alam. Berdasarkan dalam kehidupan. Tujuan pembelajaran di-

Kesejahteraan di Sekolah
WAKTU
RUMAH

L K
I PENGAJARAN & PEMBELAJARAN O
N PENDIDIKAN M
G U
N
K SEKOLAH
I
U T
N KESEJAHTERAAN A
G S
A Memiliki Mencintai Kemungkinan Berkembang Kesehatan
N

Kondisi sekolah Hubungan Pengakuan diri Status Kesehatan


- Lingkungan sosial - Nilai dari kerja - Simptom
- Pelajaran dan - Iklim sekolah siswa psikosomatik
organisasi - Dinamika - Kemungkinan - Wabah kronik
- Jadwal dan kelompok untuk : dan yang
ukuran - Hubungan - Bimbingan, lainnya
kelompok guru dan murid dorongan - Penyakit
- Hukuman dan - Hubungan - Mempengaruhi - Flu
keamanan teman sebaya pengambilan
- Pelayanan - Bullying keputusan
- Kantin - Kerjasama sekolah
dengan rumah - Meningkatkan
- Manajemen harga diri
- Mengembangkan
kreativitas

Gambar 1.
Model Kesejahteraan Psikologi
Sumber: Konu & Rimpela (dalam O’Brien, 2008)

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20


Kesejahteraan sekolah ditinjau dari orientasi belajar mencari makna dan kemampuan empati 13

sekolah bisa tercapai bila siswa memiliki dampak terhadap sekolah dan siswa
kepuasan terhadap sekolah mereka. Ke- sekolah. Pendidikan dasar selalu ber-
puasan tersebut berasal dari terpenuhinya gantung pada pendidikan yang diterima
kebutuhan-kebutuhan dasar mereka terkait oleh siswa di lingkungan rumahnya. Begitu
kehidupan di sekolah. juga dengan masyarakat, setiap manusia
hidup tidak pernah lepas dari pengaruh
Definisi school well-being yang digunakan masyarakat dimana individu tinggal.
dalam penelitian berdasar pada teori well-
being dari Allardt yang kemudian Konsep dari kesejahteraan sekolah
dikembangkan agar sesuai dengan kondisi dijabarkan dalam empat aspek. Aspek-
di sekolah. Berdasarkan definisi well-being aspek tersebut terdiri dari : having, loving,
yang paling akhir dapat disimpulkan being dan health status. Having, diwakili
school well-being adalah keadaan siswa oleh kondisi sekolah. Kondisi sekolah
yang mencapai kepuasan dalam peme- meliputi lingkungan fisik di sekitar sekolah
nuhan kebutuhan dasar siswa di sekolah dan lingkungan di dalam sekolah. Kondisi
yang mencakup kondisi sekolah (having), fisik mencakup keamanan, kenyamanan,
hubungan sosial (loving), kebutuhan kegaduhan yang terjadi, pertukaran udara,
pemenuhan diri (being) dan status kese- suhu, dan sebagainya. Indikator lain dari
hatan (health status) dalam kehidupan kondisi sekolah adalah lingkungan
sekolah yang dijalani. pembelajaran yang meliputi mata pelajaran
dan jadwal pelajaran, serta hukuman yang
Konu dan Rimpela (dalam O’Brien, 2008), diberikan kepada siswa. Indikator ketiga
mengemukakan sebuah model school well- meliputi pelayanan sekolah terhadap siswa
being yang terdiri dari empat aspek yaitu seperti pelayanan kesehatan dan konseling
having (kondisi sekolah), loving (hubungan (dalam O’Brien, 2008).
sosial), being (pemenuhan diri), dan health
status (status kesehatan). Konu melihat Loving dalam kesejahteraan sekolah
bahwa health merupakan bagian tersendiri diwakili oleh hubungan sosial. Kebutuhan
yang juga dipengaruhi kondisi eksternal loving meliputi iklim sekolah, dinamika
well-being seseorang, sehingga dipisahkan kelompok, hubungan antara guru dan
menjadi aspek tersendiri. Evaluasi sekolah murid, hubungan dengan teman sebaya,
merupakan alasan utama pengembangan serta hubungan sekolah dengan keluarga
Model Kesejahteraan Sekolah, untuk siswa (dalam O’Brien, 2008).
memperbaiki keadaan sekolah. Model di
gambar 1 memperlihatkan keterkaitan Being, apabila diterapkan di lingkungan
antara well-being, teaching dan educating sekolah dapat dilihat sebagai cara sekolah
(pengajaran dan pendidikan) serta learning dalam memberikan sarana pemenuhan diri.
(pembelajaran), yang berhubungan satu Setiap siswa harus dipertimbangkan
sama lain. Pendidikan serta pembelajaran sebagai anggota komunitas sekolah yang
yang dilakukan siswa di sekolah dengan sama pentingnya. Kategori being dalam
sistem pengajaran yang ada, memberikan school well-being diwakili oleh self
pengaruh pada aspek-aspek well-being fulfillment yang meliputi penghargaan yang
siswa terkait dengan kehidupan sekolah. diberikan sekolah terhadap hasil kerja
Hal tersebut disebut juga kesejahteraan siswa, bimbingan dan dorongan yang
sekolah. diberikan oleh guru kepada siswa,
peningkatan harga diri dan penggunaan
Gambar 1 memperlihatkan bahwa ling- kreativitas (Konu & Rimpelä, 2002).
kungan rumah dan komunitas memiliki

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20


14 Setyawan & Dewi

Aspek health status, terdiri dari gejala fisik kegiatan sukarela dapat menumbuhkan
dan mental, demam, penyakit serta keadaan hubungan positif dengan individu lain dan
sakit yang lain. Kemunculan gejala-gejala meningkatkan integrasi sosial. Banyak
penyakit pada periode waktu tertentu sekolah memiliki program layanan
menjadi tolak ukur dari pengukuran health masyarakat yang memberi kesempatan
status siswa. Kesehatan mental siswa juga remaja untuk terlibat dalam sejumlah
menjadi sesuatu yang diteliti dalam kategori kegiatan (Santrock, 2003). Partisipasi dalam
health status. Kecemasan yang ada saat kegiatan yang bermakna berkaitan dengan
siswa menjalani kehidupan sekolah adalah tingginya kepuasan hidup di kalangan
contoh dari gejala mental yang diteliti. remaja.

Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan Peran sosial


sekolah berdasar pada faktor yang Erikson (dalam Hurlock, 1996)
mempengaruhi well-being dari Keyes & menyebutkan bahwa remaja memiliki
Waterman (2008) dan disesuaikan ke dalam kebutuhan untuk menjelaskan siapa dirinya
konteks siswa sekolah. dan apa peranannya dalam masyarakat.
Lingkungan sekolah menjadi salah satu
Hubungan sosial tempat bagi siswa untuk menjalani peran
Myers (dalam Keyes & Waterman, 2008) sosial melalui kegiatan-kegiatan yang ada.
menyebutkan bahwa hubungan yang dekat Keyes (dalam Keyes & Waterman, 2008)
dengan keluarga, teman, atau significant mengungkapkan peran sosial di lingkungan
other sangat penting bagi kebahagiaan dan individu berada dapat meningkatkan well-
kebermaknaan dalam hidup. O’Brien being individu tersebut.
(2008) mengungkapkan bahwa hubungan
sosial di sekolah dan di rumah yang Karakteristik kepribadian
dimiliki remaja mempengaruhi well-being Kepribadian ekstrovert dan neurotis
yang dimiliki oleh remaja. berhubungan dengan emosi dan perasaan.
Ekstrovert adalah dimensi kepribadian yang
Teman dan waktu luang berhubungan dengan kebahagiaan karena
Myers (dalam Keyes & Waterman, 2008) individu yang ekstrovert lebih berpartisipasi
menjelaskan bahwa individu yang aktif dalam aktivitas sosial yang
mendapatkan dukungan dari teman akan menimbulkan perasaan positif (Keyes &
lebih merasakan kebahagiaan. Santrock Waterman (2008). Huebner (dalam Konu
(2003) mengungkapkan bahwa teman dkk, 2002) menjelaskan faktor kepribadian
sebaya merupakan sumber status, seperti harga diri, internal locus of control,
persahabatan dan rasa saling memiliki yang dan kecenderungan ekstraversi mem-
penting dibutuhkan dalam situasi sekolah. pengaruhi well-being siswa di sekolah.
Scanlan, dkk (dalam Mahoney, Larson &
Eccles, 2005) mengungkapkan aktivitas Tujuan dan aspirasi
waktu luang seperti olahraga yang diikuti Komitmen individu untuk mengatur
siswa dapat menciptakan mood positif, tujuannya akan membantunya memahami
menurunkan tingkat stress yang dimiliki makna hidup dan mungkin membantu
dan menimbulkan perasaan bahagia. mengatasi masalah. Kesuksesan untuk
Volunteering mencapai tujuan dan aspirasi yang dimiliki
Partisipasi sosial dapat meningkatkan meningkatkan well-being individu. Aspirasi
kebutuhan pemenuhan dari “self-focused tidak secara langsung mempengaruhi well-
needs”. Keyes & Ryff (dalam Keyes & being, akan tetapi membantu untuk lebih
Waterman, 2008) mengemukakan bahwa memahami well-being (Diener, dkk. dalam

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20


Kesejahteraan sekolah ditinjau dari orientasi belajar mencari makna dan kemampuan empati 15

Keyes & Waterman, 2008). Bagi siswa merasakan apa yang dirasakan orang lain
sekolah, pencapaian serta penghargaan dan memahami alasan mengapa orang
terhadap prestasi yang dimiliki dapat tersebut merasa seperti itu (Azar, Darley, &
meningkatkan kepuasan mereka terhadap Duan, dalam Baron & Byrne, 2008).
kehidupan sekolah yang dijalani (Konu & Empati termasuk kemampuan untuk
Rimpela, 2002) merasakan keadaan emosional orang lain,
merasa simpatik dan mencoba menyele-
Orientasi Belajar Mencari Makna saikan masalah, dan mengambil perspektif
Ramsden (2003) mengemukakan orientasi orang lain. Seseorang dapat menjadi
belajar mencari makna adalah pembelajaran empatik kepada karakter fiktif sebagaimana
yang diarahkan pada dorongan untuk kepada korban pada kehidupan nyata. Davis
mengeksplorasi diluar pengetahuan yang dkk (dalam Hodgson & Wertheimer, 2007)
diperoleh di sekolah. Orientasi belajar mengajukan model konseptual tentang
mencari makna, mendasarkan motivasi empati sebagai suatu konstruk dengan
belajar pada pengembangan diri (aktualisasi dimensi jamak, yakni pengambilan sudut
diri). Pembelajar yang berorietasi makna, pandang (perspective taking), fantasi
sesungguhnya juga mementingkan (fantasy), kepedulian empatik (empatic
diperolehnya pengetahuan secara konkrit. concern), dan tekanan personal (personal
Hanya saja pembelajar tersebut akan distress).
memprosesnya secara reflektif. Makna
adalah sesuatu yang penting baginya, dan Pengambilan sudut pandang merupakan
mereka memiliki kebutuhan untuk proses orientasi pada orang lain yang
mengetahui relevansi dari apa yang bersifat kognitif yang melibatkan kemam-
dipelajarinya. puan untuk mempertimbangkan sudut
pandang orang lain. Pengambilan pers-
Begitu pentingnya orientasi belajar mencari pektif orang lain sebagai patokan penilaian,
makna, sehingga Ormrod (2008) diperlukan untuk menyesuaikan berbagai
memasukkannya sebagai bagian strategi macam alasan egosentrik yang ada,
yang potensial mendorong berkembangnya sehingga dapat mengakomodasi per-
beragam proses kognitif yang lebih tinggi. bedaan-perbedaan antara diri sendiri dan
Penekanan pembelajaran yang bermakna orang lain (Epley, Keysar, Boven &
dan pemahaman konseptual daripada Gilovich, 2004). Fantasi merupakan
penghafalan di luar kepala, sudah kecenderungan untuk mengubah pola diri
semestinya selaras dengan aktifitas-aktifitas secara imajinatif ke dalam pikiran,
otentik yang dapat mendorong transfer perasaan, dan tindakan dari karakter-
ketrampilan berpikir pada setting kehidupan karakter khayalan pada buku, film dan
sehari-hari. Aspek-aspek yang menyusun permainan. Aspek ini melihat
konstruk orientasi belajar mencari makna kecenderungan individu menempatkan diri
adalah pemahaman konseptual, eksplorasi dan hanyut dalam perasaan dan tindakan
wawasan pembelajaran, pemrosesan orang lain. Sementara, kepedulian empatik
reflektif, penekanan pada kemajuan belajar, adalah dimensi afektif dari orientasi
relevansi konkrit-kontekstual. terhadap orang lain yang disamakan dengan
perasaan iba (compassion). Aspek terakhir
Kemampuan Empati yaitu tekanan personal menggambarkan
Empati merupakan respon afektif dan dimensi afektif dari orientasi diri yang
kognitif yang komplek pada distress ditunjukkan dengan menjadi tertekan ketika
emosional orang lain (Baron & Byrne, orang lain terluka atau berada dalam
2005). Orang yang berempati mampu bahaya.

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20


16 Setyawan & Dewi

Hasil penelitian Setyawan (2010) membatasi jangkauan pengaruh kesulitan


memperlihatkan bahwa hubungan sosial yang dihadapi, terhadap bagian-bagian lain
berkualitas yang tercipta dari kemampuan kehidupannya. Kemampuan-kemampuan
mengambil perspektif, memungkinkan tersebut membuat individu mampu melihat
individu untuk berkreasi dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya
mengembangkan identitas diri. Ter- sebagai suatu hal yang positif dan
bangunnya perspective taking yang tepat mereduksi efek-efek negatif yang mungkin
tidak bisa melepaskan diri dari dorongan muncul. Muara dan rumah besar yang
untuk bersikap kritis terhadap setiap konsep kemudian berkembang adalah kesejahteraan
perjumpaan siswa dengan individu lain sekolah, yang diwarnai dengan
sebagai bagian dari proses pembelajaran. kesejahteraan dan kepuasan siswa di
Secara khusus proses tersebut akan sekolah.
membangun loving. Karakteristik yang
menonjol pada Siswa SMA sebagai remaja, Selain untuk mendapatkan deskripsi tentang
memang berpusar pada pengembangan kesejahteraan sekolah, hipotesis yang
perilaku sosial. Perhatian dari lingkungan dibangun adalah terdapat hubungan positif
sekolah memang merupakan hal yang yang signifikan antara orientasi belajar
dibutuhkan oleh seorang siswa (Gerrard, mencari makna dan kemampuan empati
Burhans & Fair, 2003). Siswa memerlukan dengan kesejahteraan sekolah.
perhatian dan hubungan positif yang terjalin
secara kuat dengan orang-orang di
lingkungan sekolah. Penelitian yang telah METODE PENELITIAN
dilakukan mengungkapkan bahwa
hubungan yang sehat di lingkungan sekolah Subjek penelitian ini adalah 123 orang
dapat memotivasi siswa untuk bersekolah siswa Sekolah Menengah Atas, yang
dan berprestasi. diambil dengan teknik simple random
sampling. Pengumpulan data menggunakan
Keyakinan akan identitas diri tiga skala yaitu, Skala Kesejahteraan
memungkinkan terbangunnya harga diri Sekolah (20 aitem, α = 0,812), Skala
yang bertumbuh dan berkembang secara Orientasi Belajar Mencari Makna (20 aitem,
sehat (being dan health). Keyakinan α = 0,768) dan Skala Empati (24 aitem, α =
tersebut tidak bisa lepas dari pemrosesan 0,786). Skala Kesejahteraan Sekolah
reflektif terhadap lingkungan pembelajaran disusun berdasarkan aspek having, loving,
yang ada, dengan perhatian terhadap being dan health status, dan Skala Orientasi
pengelolaan input secara konkrit- Belajar Mencari Makna disusun dengan
kontekstual. Harga diri yang tumbuh aspek pemahaman konseptual, eksplorasi
dengan sehat akan melekat pada kepuasan wawasan pem-belajaran, pemrosesan
atas apa yang dimiliki di sekolah secara reflektif, penekanan pada kemajuan belajar,
fisik :sarana, prasarana, pelayanan dan relevansi konkrit-kontekstual. Sedangkan
beberapa aspek fisik lainnya. Skala Empati disusun sebagai penjabaran
aspek pengam-bilan sudut pandang
Hal penting yang terbangun melalui (perspective taking), fantasi (fantasy),
kemampuan empati adalah ketrampilan kepedulian empatik (empatic concern), dan
dalam mengendalikan respon, salah satunya tekanan personal (personal distress). Model
respon emosi, terhadap apa yang dihadapi skala yang digunakan untuk mengukur
(Decety & Jackson, 2004). Setyawan (2011) variabel-variabel dalam penelitian adalah
mengemukakan lebih lanjut bahwa kendali model skala Likert. Data yang diperoleh
terhadap respon membuat individu bisa diolah menggunakan analisis regresi untuk

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20


Kesejahteraan sekolah ditinjau dari orientasi belajar mencari makna dan kemampuan empati 17

mengetahui korelasi antar variabel, Pemahaman konsep diri mengarahkan pada


sumbangan efektif dan prediksi besarnya tujuan dan aspirasi, yang menjadi salah satu
peran variable prediktor kepada variabel faktor penting yang mempengaruhi tingkat
kriterium. well-being. Saat individu mengedepankan
pencarian makna dalam pembelajarannya,
HASIL DAN PEMBAHASAN maka individu memiliki komitmen dalam
mengatur tujuannya. Menurut Diener dkk
Hasil analisis data dengan uji regresi (dalam Keyes & Waterman, 2008),
menunjukkan adanya hubungan positif yang berbagai tujuan yang dikejar oleh individu
signifikan antara variabel kesejahteraan secara aktif, akan meningkatkan well-being.
sekolah dengan orientasi belajar mencari Aspirasi yang ada memang tidak secara
makna dan kemampuan empati (r = 0,364; langsung mempengaruhi well-being, namun
p < 0,001). bisa membantu lebih memahami well-
being.
Sebagai variabel mandiri, uji regresi
kesejahteraan sekolah dengan orientasi Empati merupakan dasar dari semua
belajar mencari makna juga menunjukkan keterampilan sosial (Shapiro, 2003). Empati
hubungan yang positif dan signifikan, (r = membuat individu mampu membentuk
0,214; p = 0,018). Sedangkan korelasi data hubungan baru, berinteraksi dengan teman
kesejahteraan sekolah dengan kemampuan sebaya, serta mengajarkan cara untuk
empati juga menunjukkan pola hubungan bereaksi terhadap berbagai situasi (Ashiabi,
yang sama, positif dan signifikan (r = 2007). Sedangkan Myers (dalam Keyes &
0,258; p = 0,004). Meskipun demikian, Waterman, 2008) memaparkan bahwa
terlihat bahwa kedua variabel prediktor kebahagiaan dan kebermaknaan dalam
secara bersama-sama menunjukkan peran hidup tidak bisa lepas dari pentingnya
yang lebih besar terhadap variabel hubungan yang dekat dengan keluarga,
kesejahteraan sekolah. teman, atau significant other. Hubungan
sosial di sekolah remaja mempengaruhi
Kemampuan memahami perspektif orang well-being yang dimilikinya.
lain dalam empati, dapat menyadarkan
individu bahwa orang lain bisa membuat Sudut pandang yang lain tentang
penilaian berdasarkan perilakunya kesejahteraan sekolah, tidak bisa
(Mussen, Conger, Kagan, & Huston, 1994). meninggalkan pentingnya self fullfillment.
Kesadaran diri merupakan dasar dalam Motivasi belajar pada pengembangan diri
membangun empati, semakin terbuka indi- (aktualisasi diri), yang kental diperoleh
vidu dengan emosinya sendiri, ketram- melalui orientasi belajar mencari makna,
pilan membaca perasaan semakin mening- pada akhirnya, menjadi faktor yang relevan
kat (Goleman, 1999). Individu menjadi untuk diperhitungkan. Kebutuhan untuk
lebih dapat melihat dirinya sendiri, melalui menjadi (being) membuat makna dan
perbandingan sosial, yaitu dengan meng- relevansi dari apa yang dipelajari
amati dan membandingkan dirinya dengan mengemuka sebagai kebutuhan mendasar.
orang lain, akan terbentuk pemahaman Ketika keterkaitan mutualistis tersebut
tentang konsep diri. Penekanan proses berada pada pembelajaran dalam kehidupan
reflektif, terhadap makna setiap interaksi sekolah, maka keterikatan proses dengan
siswa dengan individu lain sebagai bagian seluruh elemen sekolah yang membangun
dari proses pembelajaran, merupakan hal makna yang holistik-komprehensif,
yang dibutuhkan dalam membangun memungkinkan siswa bertumbuh dan
perspective taking yang efektif. berkembang secara sehat.

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20


18 Setyawan & Dewi

Koefisien determinasi yang dihasilkan keberbedaan (individual differences) yang


menunjukkan nilai R2 = 0,132 artinya, ada di lingkungan sekolah, serta memahami
orientasi belajar mencari makna bersama- perspektif sekolah dalam membangun
sama dengan kemampuan empati konteks non social dan budaya akademik
memberikan sumbangan efektif sebesar yang ada, ketiga, mengubah dan atau
13,2%. Delapan puluh enam persen mengembangkan strategi belajar yang
(86,8%) lainnya ditentukan oleh faktor lain konkrit-kontekstual dan progresif, seperti :
yang tidak diungkap dalam penelitian ini. diskusi, role-play, drama, praktikum,
Sumbangan efektif yang tidak terlalu besar demonstrasi dan strategi active problem
tidak membuat kedua variabel tersebut bisa based lainnya.
diabaikan. Sebagai dasar pengembangan
moral dan ketrampilan sosial, empati Selain siswa, sekolah juga harus melakukan
dengan dukungan orientasi belajar mencari usaha untuk lebih menerapkan active and
makna, merupakan kemampuan yang contextual learning yang memberi
menjadi landasan pemenuhan kesejahteraan kesempatan pada siswa untuk mengalami
sekolah. pembelajaran interaksional yang penuh
toleransi dan memungkinkan siswa
KESIMPULAN mendapatkan arti pembelajaran yang
menyatu dengan lingkungan sekolah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Sehingga kreativitas siswa akan terus
orientasi belajar mencari makna dan terasah dengan tetap dilekati dengan
kemampuan empati memiliki peran yang komitmen dan keterlibatan personal pada
bersifat positif dan signifikan terhadap harmoni nilai-nilai di sekolah.
kesejahteraan sekolah siswa, baik saat
kedua variabel prediktor tersebut DAFTAR PUSTAKA
meyumbangkan perannya secara
bersamaan, atau sendiri-sendiri. Artinya, Ashiabi, G. S. (2007). Play in the preschool
semakin tinggi orientasi belajar mencari classroom: Its socioemotional
makna dan kemampuan empati, semakin significance and the teacher’s role in
tinggi pula school well-being siswa. play. Early Childhood Educational
Sumbangan efektif kedua variabel prediktor Journal, 35(2), 199-206.
ditunjukkan dengan sebesar 13,2%,
sedangkan 86,8% lainnya ditentukan oleh Baron, R. A., & Byrne, D. (2005). Psikologi
faktor lain yang tidak diungkap dalam sosial. Jakarta: Erlangga
penelitian ini.
Borba, M. (2008). Membangun kecerdasan
Saran yang bisa diberikan kepada siswa moral: Tujuh kebajikan utama agar
adalah menyadari dan berusaha anak bermoral tinggi. Jakarta: P.T
meningkatkan kemampuan empati dalam Gramedia Pustaka Utama
kehidupannya di sekolah. Kemampuan
tersebut juga harus didukung dengan Bornstein, M. H., Davidson, L., Keyes, C.
perubahan dan atau penguatan orientasi L. M., Moore, K. A. (2003). Well-
belajar mencari makna. Peningkatan being: Positive development across the
tersebut dapat dilakukan siswa dengan life course. New Jersey, NJ: Lawrence
pertama, mencari dan atau memberi makna Erlbaum Associates, Inc.
terhadap interaksi interpersonal mereka
dengan guru, sesama teman, atau civitas Decety, J. & Jackson P. L. (2004). The
akademik lainnya, kedua, memahami functional architecture of human

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20


Kesejahteraan sekolah ditinjau dari orientasi belajar mencari makna dan kemampuan empati 19

empathy. Behavioral and Cognitive Keyes, C. L. M. & Waterman, M. B.


Neuroscience Reviews, 3(2):71-100. (2008). Dimensions of well-being and
mental health in adulthood. Dalam
Epley, N., Keysar, B., Boven, L.V., & Marc H. Bornstein, dkk. (Ed), Well-
Gilovich, T. (2004). Perspective Being: Positive development across the
taking as egocentric anchoring and life course. New Jersey, NJ: Lawrence
adjusment. Journal of Personality Erlbaum Associates, Inc.
and Social Psychology, 87 (3), 327 –
339. Konu, A, & Rimpela, M. 2002. Well-being
in Schools: A Conceptual Model.
Escalas, J. E. & Stern, B. B. (2003). Journal of Health Promotion
Sympathy and emphaty: Emotional International, 17 (1), 79-87.
responses to advertising dramas.
Journal of Consumer Research, 29. Mahoney, J. L., Larson, R. W., & Eccles, J.
566 – 578. S., (2005). Organized activities as
contexts of development:
Gerrard, M. D, Burhans, A, & Fair, J. extracurricular activities, after-school
(2003). Effective truancy prevention and community programs. New Jersey,
and intervention: A review of relevant NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
research for the Hennepin County
School Success Project. Research Mussen, P. H., Conger, J. J., Kagan, J., &
report. Minnesota. Wilder Research Huston, A.C. ( 1994). P erkembangan
Center. Diambil dari: dan kepribadian anak . Terjemahan.
http://www.wilder.org/download.0.htm Alih Bahasa: Budiyanto, F. X.,
l? report=759. Widianto, G., dan Gayatri, A. Jakarta:
Penerbit Arcan.
Goleman, D. (1999). Kecerdasan
Emosional. Alih Bahasa: T. O’Brien, M. (2008). Well-being and post-
Hermaya. Jakarta: Gramedia. primary schooling. Dublin: National
Council for Curriculum and
Henry, K. L. & Huizinga, D.H. (2007). Assessment
School-related risk and protective
factors associated with truancy among Ormrod, J. E. (2008). Psikologi pendidikan:
urban youth placed at risk. Journal of Membantu siswa tumbuh dan
Primary Prevention, 28(6):505-519 berkembang. Alih Bahasa: Wahyu
Indianti, dkk. Jakarta: Penerbit
Hodgson, L. K., & Wertheimer, E. H. Erlangga
(2007). Does good emotion
management and forgiveness aid Ramsden, P (2003). Learning to teach in
forgiving? Multiple dimentions of higher education. London: Routledge.
empathy, emotion management, and
forgiveness of self and others. Journal Santrock, J. W. (2002). Life span
of Social and Personal Relationship , development: Perkembangan masa
24 (6), 931-949 hidup, Edisi 5, Jilid II. Jakarta:
Erlangga.
Hurlock, E. B. (1996). Psikologi
perkembangan. Jakarta. Erlangga Santrock, J. W. (2003). Adolescence (6th
ed). New York, NY: McGraw-Hill, Inc.

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20


20 Setyawan & Dewi

Setyawan, I. (2010). Peran kemampuan empati terhadap adversity intelligence


empati pada efikasi diri mahasiswa pada mahasiswa. Jurnal Psikologi
peserta kuliah kerja nyata PPM Undip, 9.(1), 40 – 49
POSDAYA. Prosiding. Konferensi
Nasional II Ikatan Psikologi Kinis: Shapiro, L. E. (2001). Mengajarkan
Intervensi psikologis untuk emotional intelligence pada anak. Alih
meningkatkan kualitas hidup bahasa: Alex Tri K. Jakarta:P.T.
masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kanisius

Setyawan, I. (2011). Peran ketrampilan


belajar kontekstual dan kemampuan

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20

View publication stats

You might also like