You are on page 1of 16

PENYAKIT TIDAK MENULAR

PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIS

DISUSUN OLEH :

1. FILDZA NUR SYADZWINA D11.2018.02739

2. NAZILLA ARLITA PUTRI D11.2018.02733

3. FIKA AGNIA PUTRI D11.2018.02742

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

2020
Abstract

A case control study was conducted in four government hospitals in Jakarta according to Kidney
Disease Improving Global Outcome (KDIGO) 2012 criteria, in the last 10 years. Control
subjects were diagnosed as not CKD based on estimating glomerulus filtration rate (e-GFR) of
≥60ml / minute/1.73m2 and normal urinalysis test. Data were collected by interviewing with
subjects using structured questionnaires. Laboratory test results were extracted from the medical
records or retested laboratory results of serum creatinine, HbA1c, and urinalysis at screening and
enrollment time. A total of 429 eligible subjects in each group were analysed by logistic
regression. Age, family history of CKD, plain water consumption ≤2000ml/day, carbonated
drink consumption, energy drink consumption, history of kidney diseases, kidney stone,
hypertension, and diabetes mellitus increased risk of CKD with adjusted odds ratio range from
1.8 to 25.8. Consumption of coffee, tea, chocolate, alcohol drinks, non-steroid anti-inflammatory
drug (NSAID), traditional herbal for musculoskeletal disorder or obesity, smoking, and less
quality of drinking water were not significantly associated with CKD. It concluded that risk
factors of CKD were everyday consumption of carbonated drink and energy drink.

Key words: chronic kidney disease, risk factor, case control, hospital

Abstrak

Penelitian kasus-kontrol penyakit ginjal kronik (PGK) telah dilakukan di empat rumah sakit
(RS) pemerintah di DKI Jakarta mengikuti kriteria Kidney Disease Improving Global Outcome
(KDIGO) 2012, dan paling lama sudah sakit dalam 10 tahun terakhir. Subyek kontrol adalah
pasien yang tidak memenuhi kriteria PGK menurut penilaian dokter dan atau hasil estimasi laju
filtrasi glomerulus (e-LFG) ≥60ml/menit/1,73m2 dengan hasil urinalisis normal. Data faktor
risiko dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Data laboratorium
dicatat dari rekam medik atau hasil pemeriksaan ulang kadar kreatinin serum, HbA1c, dan
urinalisis rutin dari subyek. Sejumlah 429 subyek memenuhi kriteria untuk setiap kelompok.
Hasil analisis regresi logistik kondisional menunjukkan umur lanjut, riwayat keluarga dengan
PGK, konsumsi air minum ≤ 2000 ml/hari, konsumsi minuman bersoda, minuman berenergi,
pernah didiagnosis gangguan glomerulus atau tubulo-intersisial ginjal, batu ginjal, hipertensi,
dan diabetes mellitus meningkatkan risiko PGK dengan kisaran adjusted OR 1,8 hingga 25,8.
Konsumsi kopi, teh, coklat, minuman beralkohol, obat antiinflamasi non steroid (NSAID), jamu
pegal linu, jamu pelangsing, merokok, dan kualitas air minum yang kurang baik tidak
berhubungan secara bermakna dengan PGK. Disimpulkan bahwa faktor risiko paling dominan
adalah sering mengonsumsi minuman berenergi bersamaan minuman bersoda. Kata kunci:
penyakit ginjal kronik, faktor risiko, kasus kontrol, Jakarta

LATAR BELAKANG MASALAH


Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah dengan mencegah
menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan cairan dalam tubuh, menjaga level
elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat tetap stabil, serta memproduksi hormon dan enzim
yang membantu dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga
tulang tetap kuat.

Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalens
dan insidens gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi.
Prevalensi PGK meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian
penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami PGK
pada stadium tertentu (http://www.worldkidneyday.org/faqs/chronic-kidney-disease/). Hasil
systematic review dan metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan
prevalensi global PGK sebesar 13,4%. Menurut hasil Global Burden of Disease tahun 2010,
PGK merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat
menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Sedangkan di Indonesia, perawatan penyakit ginjal
merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung.

Penyakit ginjal kronis awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun dapat berjalan
progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit ginjal bisa dicegah dan ditanggulangi dan kemungkinan
untuk mendapatkan terapi yang efektif akan lebih besar jika diketahui lebih awal.

Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya ginjal untuk kesehatan secara menyeluruh dan
menurunkan frekuensi dan dampak penyakit ginjal dan problem kesehatan terkait, diperingati
World Kidney Day (WKD) atau Hari Ginjal Sedunia setiap hari Kamis pada minggu kedua di
bulan Maret. Peringatan ini dimulai sejak tahun 2006 dan tahun ini Hari Ginjal Sedunia jatuh
pada tanggal 9 Maret 2017 dengan tema “Penyakit Ginjal dan Obesitas, Gaya Hidup Sehat untuk
Ginjal yang Sehat (Kidney disease and obesity, healthy lifestyle for healthy kidneys)”.

Setiap hari kedua ginjal menyaring sekitar 120-150 liter darah dan menghasilkan sekitar 1-2 liter
urin. Tiap ginjal tersusun dari sekitar sejuta unit penyaring yang disebun nefron. Nefron terdiri
dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus menyaring cairan dan limbah untuk dikeluarkan serta
mencegah keluarnya sel darah dan molekul besar yang sebagian besar berupa protein.
Selanjutnya melewati tubulus yang mengambil kembali mineral yang dibutuhkan tubuh dan
membuang limbahnya. Ginjal juga menghasilkan enzim renin yang menjaga tekanan darah dan
kadar garam, hormon erythropoietin yang merangsang sumsum tulang memproduksi sel darah
merah, serta menghasilkan bentuk aktif vitamin D yang dibutuhkan untuk kesehatan tulang.

Gangguan pada ginjal dapat berupa penyakit ginjal kronis (PGK) atau dahulu disebut gagal
ginjal kronis, gangguan ginjal akut (acute kidney injury) atau sebelumnya disebut gagal ginjal
akut.
Penyakit ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan atau tahun.
penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan Glomerular
Filtration Rate (GFR) kurang dari 2 60mL/min/1,73 m selama minimal 3 bulan (Kidney Disease
DEFINISI

Ginjal adalah organ utama sistem perkemihan yang memroses plasma darah dan mengeluarkan
buangan dalam bentuk urin melalui organ perkemihan yang meliputi ureter, kandung kemih, dan
uretra (Chang, Daly, dan Elliot, 2010). Ginjal adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
mengeluarkan urin, sisa hasil metabolism tubuh adalam bentuk cairan. Ginjal terletak pada
dinding bagian luar rongga perut, rongga terbesar dalam tubuh manusia, tepatnya di sebelah
kanan dan kiri tulang belakang (Lubis, 2006).

Fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam dalam darah, keseimbangan
asam-basa darah, serta ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam (Pearce, 2011). Sedangkan
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat
pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada meningkatan ureum (Desfrimadona,
2016).

Gagal ginjal kronik (GGK) sebagai suatu proses patofisiologi yang menyebabkan kerusakan
struktural dan fungsional ginjal ini masih menjadi permasalahan serius di dunia kesehatan
(Mayuda dkk, 2017).
SEBARAN MASALAH

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit gagal ginjal kronis berkontribusi pada
beban penyakit dunia dengan angka kematian sebesar 850.000 jiwa per tahun (Pongsibidang,
2016). Hasil penelitian Global Burden of Disease tahun 2010, penyakit gagal ginjal kronis
merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia, tahun 1990 dan meningkat menjadi
urutan ke-18 pada tahun 2010 (Kemenkes RI, 2013).

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dan 2018 menunjukan bahwa prevalensi penyakit gagal
ginjal kronis di Indonesia ≥ 15 tahun berdasarkan diagnosis dokter pada tahun 2013 adalah 0,2%
dan terjadi peningkatan pada tahun 2018 sebesar 0,38%. Untuk Provinsi Jawa Tengah penyakit
gagal ginjal kronis tampak lebih rendah dari prevalensi nasional. Pada tahun 2015 kematian yang
disebabkan karena gagal ginjal kronis mencapai 1.243 orang (Kemenkes RI, 2017). Dari Provinsi
Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali 2 merupakan daerah yang memiliki angka prevalensi sebesar
0,1% (Riskesdas, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan Firdaus (2018) berdasarkan data rekam
medis RSUD Pandan Arang Boyolali pada tahun 2014 pasien dengan penyakit gagal ginjal
kronis sebanyak 376 orang, termasuk pada ruang cempaka yang mencapai 113 pasien menderita
gagal ginjal kronis di tahun 2015 dan didapatkan 5 dari 8 pasien gagal ginjal kronis mengaku
kurang patuh terhadap dietnya dan kurang mendapat dukungan dari keluarganya. Sedangkan 3
dari 8 pasien gagal kronis mengatakan bahwa telah mengikuti diet yang telah dianjurkan oleh
tenaga medis dan mendapat dukungan dari keluarga. Dan hasil rekapitulasi diet pasien gagal
ginjal kronis di Instalasi Gizi RSUD Pandan Arang Boyolali tahun 2018 dengan jumlah 57.911
pasien yang terbagi atas enam bangsal yaitu VVIP I sejumlah 1.568 pasien, VVIP II sejumlah
5.312 pasien, VIP sejumlah 5.088 pasien, Kelas I sejumlah 13.728 pasien, kelas II 7941 pasien,
Kelas III sejumlah 24.274 pasien. pencangkokan (Transplantasi) ginjal.

Data Penyakit Ginjal di Indonesia

Data mengenai penyakit ginjal didapatkan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas),
Indonesian Renal Registry (IRR), dan sumber data lain.

Riskesdas 2013 mengumpulkan data responden yang didiagnosis dokter menderita penyakit
gagal ginjal kronis, juga beberapa faktor risiko penyakit ginjal yaitu hipertensi, diabetes melitus
dan obesitas.

Hasil Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis sebesar
0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negara-negara lain, juga hasil
penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2006, yang mendapatkan
prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang
yang terdiagnosis PGK sedangkan sebagian besar PGK di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap
lanjut dan akhir.
Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya
umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok
umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%),
prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%),
pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan
menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah
Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4
%.
FAKTOR RISIKO
Hasil multivariat menunjukkan kualitas air yang kurang baik, merokok, kebiasaan mengonsumsi
minuman kopi, teh, dan coklat, serta kebiasaan minum jamu pegal linu atau pelangsing tidak
terbukti secara statistik sebagai faktor risiko terjadinya PGK. Namun demikian, perilaku
kebiasaan mengonsumsi minuman coklat dan kebiasaan mengonsumsi jamu pegal linu atau
pelangsing tidak dapat dikeluarkan dari model walaupun tidak bermakna secara statistik sebagai
faktor risiko PGK. Sembilan variabel merupakan faktor risiko PGK dengan kisaran adjusted OR
1,8 hingga 25,8.

Faktor Risiko Proporsi terbesar pasien hemodialisis di latar belakangi penyakit hipertensi dan
diabetes, sedangkan faktor risiko yang menjadi tema Hari Ginjal Sedunia tahun ini adalah
obesitas.

Hipertensi Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada Riskesdas 2013, prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 25,8%. Sedangkan
yang berdasarkan wawancara telah terdiagnosis hipertensi oleh dokter hanya 9,4%.

Diabetes Menurut hasil Riskesdas 2013, prevalensi penderita diabetes di Indonesia adalah
sebesar 5,7%, dan hanya 26,3% yang telah terdiagnosis.

Obesitas Obesitas merupakan faktor risiko kuat terjadinya penyakit ginjal. Obesitas
meningkatkan risiko dari faktor risiko utama dari PGK seperti hipertensi dan diabetes. Pada
obesitas, ginjal juga harus bekerja lebih keras menyaring darah lebih dari normal untuk
memenuhi kebutuhan metabolik akibat peningkatan berat badan. Peningkatan fungsi ini dapat
merusak ginjal dan meningkatkan risiko terjadinya PGK dalam jangka panjang.
Hasil Riskesdas 2013 obesitas pada penduduk umur >18 tahun sebesar 14,8% dan berat badan
lebih sebesar 11,5%. Sedangkan obesitas sentral terjadi pada 26,6% penduduk. Persentase
tersebut menunjukkan peningkatan dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2007 dan 2010.
PATOFISIOLOGI

Patofisiologi GGK (Gagal Ginjal Kronik) pada awalnya tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes melitus, terjadi
hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan
tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu akan
menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada glomerulosklerosis (Sudoyo,
2009).

Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi
menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi
(Rahman,dkk, 2013).

Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini disebabkan
karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi
peningkatan intake natrium yang akan menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume
cairan ekstrasel. Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju
kapiler peritubular sehingga dapat terjadi hipertensi .Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung
meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan
gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi (Rahman, 2013).

Pada awal perjalananya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunanan zat-zat
sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun
kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-
nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring
dengan semakin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisia menghadapi tugas yang
semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati (Corwin, 2001).

Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang
ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefron-nefron,
terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal mungkin berkurang. Pelepasan renin
meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan yang menyebabkan hipertensi. Hipertensi
akan mempercepat gagal ginjal (Corwin, 2001).
DIAGNOSIS KLINIS PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK

Tetapi jika penyakit ginjal kronik dapat dikenali secara dini, maka pengobatan dapat segera
dimulai, dengan demikian komplikasi akibat penyakit ini dapat dicegah. Demikian pula
pengenalan dan pengobatan hipertensi dan Diabetes Melitus secara awal serta berkesinambungan
dapat mencegah penyakit ginjal kronik

Pemeriksaan fungsi ginjal penting dilakukan untuk mengidentifikasi adanya penyakit ginjal
sedini mungkin agar penatalaksanaan yang efektif dapat diberikan

Untuk mengetahui penurunan fungsi ginjal sejak dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah
dan urin.

 Pemeriksaan darah dengan melihat kadar kreatinin, ureum, Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG)

 Pemeriksaan urin dengan melihat kadar albumin atau protein


PENGOBATAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK

Dengan Mengatur Pola Hidup

Perubahan pola hidup menjadi bagian penting dari pengobatan untuk memperlambat
progresifitas gagal ginjal dan mengurangi gejala yang muncul. Langkah - langkah ini juga bisa
membantu mengontrol tekanan darah dan gula darah serta masalah lainnya yang memperburuk
penyakit ginjal.

Ikuti program diet yang sesuai dengan kondisi ginjal. Dietitian akan membantu mengatur pola
makan dengan jumlah garam dan protein yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan ginjal.
Pasien juga perlu memperhatikan asupan cairan yang dikonsumsi tiap harinya.

Olahraga rutin tiap hari. Dokter akan menentukan program olahraga yang tepat sesuai kondisi
pasien. Jangan merokok, Jangan minum alkohol.

Konsultasi dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat – obatan baru termasuk obat yang dijual
bebas di apotek, vitamin atau obat herbal. Karena beberapa obat – obatan ini bisa memperburuk
kerja ginjal.

Gagal ginjal bisa mempengaruhi keseluruhan tubuh, termasuk bisa menyebabkan masalah berat
pada jantung, tulang dan otak. Oleh sebab itu, apabila kondisi ini tidak diobati bisa mengancam
nyawa.

Pilihan Terapi

Pasien dengan gagal ginjal kronik memiliki dua pilihan terapi yakni melakukan hemodialisis atau
transplantasi ginjal. Kedua pengobatan ini memiliki risiko dan manfaat masing-masing.

Dialisis merupakan proses untuk menyaring darah ketika ginjal tidak bisa lagi melakukannya.
Tindakan ini bukan untuk menyembuhkan namun berperan untuk mengurangi gejala dan
memperpanjang kehidupan.

Transplantasi ginjal merupakan pilihan terbaik. Dengan ginjal baru maka pasien akan merasa
lebih baik dan dapat menjalani hidup seperti normal kembali. Namun pasien harus menunggu
hingga menemukan ginjal baru yang cocok untuk darah dan jaringannya. Pasien harus
mengkonsumsi obat – obatan hingga akhir kehidupan untuk menjaga tubuh dari kemungkinan
penolakan terhadap ginjal barunya tersebut.
PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK

Dilakukan pada populasi sehat dengan perilaku “ CERDIK ” yaitu

C: Cek kesehatan secara berkala,

E: Enyahkan asap rokok,

R: Rajin aktifitas fisik,

D: Diet sehat dengan kalori seimbang,

I: Istirahat yang cukup dan

K: Kelola stress

Tanda dan gejala yang timbul karena penyakit ginjal biasanya sangat umum (juga tampak pada
penyakit lain) seperti :

 Tekanan darah tinggi

 Perubahan jumlah kencing dan berapa kali kencing dalam sehari

 Adanya darah dalam kencing

 Rasa lemah serta sulit tidur

 Kehilangan nafsu makan

 Sakit kepala

 Tidak dapat berkonsentrasi

 Gatal

 Sesak

 Mual dan muntah

 Bengkak, terutama pada kaki dan pergelangan kaki,bengkak pada kelopak mata waktu
bangun tidur pagi hari

Terapi PGK

Bila ditemukan tanda dan gejala penyakit ginjal, maka yang harus dilakukan adalah :
 Kontrol gula darah pada penderita diabetes,

 Kontrol tekanan darah pada penderita hipertensi,

 Pengaturan pola makan yang sesuai dengan kondisi ginjal

Penyakit ginjal kronik tidak dapat disembuhkan,tetapi kita masih dapat mempertahankan agar
tetap berfungsi seoptimal mungkin, yaitu melalui :

Pencegahan Primer

 Terapi dengan obat-obatan

 Transplantasi (cangkok) ginjal

 Dialisis (cuci darah)

 Modifikasi gaya hidup


DAFTAR PUSTAKA

1. https://media.neliti.com/media/publications/74905-ID-faktor-risiko-penyakit-ginjal-
kronik-stu.pdf
2. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1438/4/4.%20Chapter%202.pdf
3. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1024/4/Chapter2.pdf
4. http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/pusat-/diagnosis-klasifikasi-pencegahan-
terapi-penyakit-ginjal-kronis
5. https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin
%20ginjal%202017.pdf
6. https://www.persi.or.id/images/2018/data/aida_lydia.pdf
7. https://www.honestdocs.id/gagal-ginjal-kronik

You might also like