You are on page 1of 8

EKO-REGIONAL, Vol 1, No.

2, September 2006

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR


YANG MEMPENGARUHINYA DI KABUPATEN PURBALINGGA
Oleh:
Lilis Siti Badriah1), Herman Sambodo2), Irma Suryahani3)
1
) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman
2
) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman
3
) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRACT

The purposes of this research are to analyze level of inequality income distribution and factors
influencing per capita income change in Purbalingga.
The research method of this research is case study with descriptive analysis using secondary data
include per capita income, amount of population, economic sectoral contribution to GDRP of Purbalingga,
and development expenditure during 1990-2003. To analyze level of inequality income distribution it use
Williamson Index Analysis method. The results of this research indicate that:
1. Average of Williamson Index value during 1990-2003 is 0.07 » 0.1.
2. Simultaneously, amount of population, primary sector contribution, secondary sector contribution,
tertiary sector contribution, and development expenditure have a significant effect to per capita income
change. Partially, amount of population, primary sector contribution, secondary sector contribution,
and tertiary sector contribution have a significant effect with regression coefficient value for each
variable is 4,809, 12,007, 4,511, and 15,273. While development expenditure is not having a significant
effect to per capita income change.
The conclusions of this research are level of inequality income distribution in Purbalingga during
1990-2003 is low inequality income distribution category, and per capita income change is influenced
significantly by amount of population, primary sector contribution, secondary sector contribution, and
tertiary sector contribution. The tertiary sector contribution has a biggest influence.

Keywords: inequality income distribution, per capita income change, government expenditure

PENDAHULUAN ternyata tidak terjadi, akibatnya pertumbuhan


cenderung diikuti ketimpangan yang tinggi pula
Perkembangan perekonomian daerah (Myrdal, 1957).
selama ini mengacu pada pertumbuhan ekonomi Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah yang Jawa Tengah yang diolah, proses pembangunan
diukur melalui peningkatan produksi barang dan ekonomi daerah di Jawa Tengah telah berhasil
jasa (PDRB), mengindikasikan adanya ekspansi menciptakan pertumbuhan ekonomi dengan laju
kapasitas produksi dan aktivitas perekonomian pertumbuhan rata-rata selama periode 1990-2003
daerah. Meningkatnya aktivitas perekonomian sebesar 4,27% per tahun, dan nilai PDRB per
daerah memberikan implikasi pada peningkatan kapita dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar
kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat. 3,30% per tahun. Keberhasilan pembangunan
Persoalannya adalah, apakah pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah tersebut tidak
ekonomi daerah memiliki dimensi terhadap terlepas dari keberhasilan pembangunan daerah
pemerataan? Pembangunan yang berorientasi kabupaten/kota yang ada diwilayah propinsi
pertumbuhan ternyata memberikan penekanan tersebut termasuk kontribusi yang dihasilkan oleh
pada pembangunan sektoral yang relatif parsial kabupaten Purbalingga yang menjadi obyek
dalam perencanaan dan penanganannya sehingga dalam penelitian ini. Rata-rata pertumbuhan
berimplikasi pada pelaksanaan pembangunan yang ekonomi Kabupaten Purbalingga selama tahun
relatif tidak terpadu dan komprehensif (Mawardi, 1990-2003 mencapai 3.39% per tahun.
1997). Investasi yang dilakukan di pusat-pusat Selain mengamati pertumbuhan ekonomi
pertumbuhan yang menghasilkan pertumbuhan kabupaten, pembangunan daerah pun dapat dikaji
ekonomi yang cukup tinggi ternyata tidak diikuti melalui pendapatan per kapita. Telaah
oleh pemerataan. Efek tetesan ke bawah (trickle ketimpangan pembangunan antar wilayah di
down effect) yang diharapkan terjadi sejalan Indonesia atau ketimpangan regional (regional gap
dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi atau regional disparity) difokuskan pada

109
Ketimpangan Distribusi Pendapatan..... (Lilis S, Herman S, Irma S)

ketimpangan distribusi pendapatan per kapita tercermin pada jumlah penduduk, sumbangan
antar daerah sejalan dengan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi baik primer, sekunder, dan
ekonomi yang dicapai. tersier, yang menunjukkan perkembangan
Ketimpangan bisa terjadi dalam proses struktur ekonomi yang terjadi, dan pengeluaran
pembangunan daerah karena perbedaan potensi pembangunan khususnya untuk pembangunan
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, arus inprastruktur. Masalahnya adalah, bagaimana
modal, kebijakan pembangunan pemerintah pusat kegiatan pembangunan dapat menstimulasikan
yang tidak menguntungkan wilayah tertentu, dan faktor-faktor ekonomi tersebut bagi pencapaian
perencanaan daerah yang kurang tepat. berbagai sasaran pembangunan daerah.
Untuk mengukur kemajuan ekonomi di Membandingkan rata-rata pertumbuhan
Kabupaten Purbalingga, salah satu indikator yang pendapatan per kapita Kabupaten Purbalingga
digunakan adalah pendapatan per kapita, yang dengan daerah sekitarnya, terlihat bahwa
secara agregat dapat menjelaskan tentang tingkat walaupun nilainya relatif lebih tinggi dari
ekonomi yang dicapai masyarakat daerah tersebut. Kabupaten Banjarnegara (1.33%), tetapi masih
Secara umum, berdasarkan data dari BPS relatif lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-
Kabupaten Purbalingga yang diolah kembali, rata pertumbuhan per tahun yang dicapai oleh
gambaran pendapatan per kapita kabupaten Kabupaten Banyumas (1.94%) maupun Kabupaten
Purbalingga apabila dibandingkan dengan Cilacap (4.93%). Dalam perspektif pembangunan
kabupaten-kabupaten lain disekitarnya adalah daerah yang mengindikasikan adanya
sebagai berikut: rata-rata pendapatan per kapita ketimpangan, maka ketimpangan tersebut perlu
Kabupaten Cilacap selama periode 1990-2003 untuk segera diatasi agar proses pembangunan
adalah sebesar Rp 3.876.211,37 per tahun dengan ekonomi daerah semakin berhasil guna dan
rata-rata laju pertumbuhan nya sebesar 4,93% per berdaya guna.
tahun, berada di atas rata-rata laju pertumbuhan
pendapatan per kapita Propinsi Jawa Tengah yaitu Pembangunan Daerah dan Pertumbuhan
sebesar 3,30% per tahun dalam periode yang Ekonomi
sama, rata-rata pendapatan per kapita Pembangunan daerah merupakan usaha
Kabupaten Banyumas selama periode tersebut untuk memanfaatkan seluruh sumberdaya yang
adalah sebesar Rp 683.466,02 per tahun dengan ada sehingga terjadi peningkatan taraf hidup
rata-rata laju pertumbuhannya sebesar 1,94% per masyarakat. Pada dasarnya terdapat beberapa
tahun, rata-rata pendapatan per kapita pendekatan untuk melihat kemungkinan adanya
Kabupaten Purbalingga selama periode tersebut disparitas regional dalam proses pembangunan.
sebesar Rp 736.209,82 per tahun dengan rata-rata Bahasan tentang disparitas regional selalu
laju pertumbuhannya sebesar 1,40% per tahun, mengaitkan antara faktor-faktor ekonomi yang
sedangkan rata-rata pendapatan per kapita terdapat di suatu daerah terhadap kemajuan yang
Kabupaten Banjarnegara adalah sebesar Rp dicapai di suatu wilayah serta pengaruh-pengaruh
974.578,81 per tahun dengan rata-rata laju yang ditimbulkannya. Misalnya, Myrdal (1957)
pertumbuhannya sebesar 1,33% per tahun. mengenai backwash effect dan spread effect
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Purbalingga ,Perroux mengenai teori growth poles dan
selama tahun 1990-2003 mencapai rata-rata Hirchman tentang terjadinya polarization effect
sebesar 3.39% per tahun dan pertumbuhan (dalam Glasson, 1977).
pendapatan per kapita yang mencapai rata-rata Arsyad (1999) mengemukakan bahwa
sebesar 1.40% per tahun, kedua nilai rata-rata faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
pertumbuhan tersebut masih berada di bawah ekonomi suatu masyarakat adalah (a) akumulasi
rata-rata pertumbuhan Propinsi Jawa Tengah. modal, termasuk jenis investasi baru yang
Melihat fenomena di atas, tampak bahwa berwujud tanah, peralatan fisik dan sumberdaya
terdapat perbedaan dalam pencapaian hasil manusia, yang semuanya ditujukan untuk
pembangunan antar daerah. Perbedaan dalam meningkatkan stok modal (capital stock), (b)
pencapaian hasil pembangunan antar daerah pertumbuhan penduduk dan kenaikan angkatan
umumnya dapat diamati berupa adanya kerja (labor force), dan (c) teknologi .
perbedaan dalam distribusi penduduk antar Dalam konteks pembangunan daerah,
daerah, perbedaan inprastruktur yang dimiliki pembangunan ekonomi yang mencakup
masing-masing daerah, posisi wilayah, dan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
beberapa perbedaan prioritas sasaran kegiatan selalu mempertimbangkan pertumbuhan dan
ekonomi. Akibatnya terjadi kesenjangan perubahan faktor-faktor ekonomi. Apabila faktor-
pembangunan daerah. faktor ekonomi yang dimiliki berbeda, maka akan
Perbedaan pendapatan per kapita yang menyebabkan terjadinya perbedaan corak
menjadi kriteria ketimpangan pembangunan antar pembangunan dan pencapaian sasaran
daerah tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor- pembangunan di masing-masing daerah.
faktor ekonomi masing-masing wilayah yang

110
EKO-REGIONAL, Vol 1, No.2, September 2006

Amstrong dan Taylor (1997) pertumbuhan ekonominya kenaikan pendapatan


mengemukakan bahwa kondisi geografis dan yang diterima golongan ini masih tetap lebih besar
demografis merupakan salah satu faktor disparitas dibandingkan dengan golongan penduduk
antar wilayah. Disparitas yang terjadi secara terus berpendapatan rendah. Walaupun laju
menerus akan mengakibatkan konsentrasi pertumbuhan ekonomi golongan penduduk
penduduk pada suatu daerah tertentu dan hal ini berpendapatan rendah telah mencapai dua kali
mengakibatkan timbulnya disparitas regional lipat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
dalam pertumbuhan output dan kesempatan kerja. penduduk berpendapatan tinggi, namun tambahan
Selanjutnya, faktor ekonomi yang secara pendapatan yang diterima masih tetap lebih kecil.
signifikan mempengaruhi pertumbuhan dan Hal ini terjadi sebagai akibat rendahnya basis
pemerataan pembangunan adalah investasi swasta pendapatan yang masih diterima golongan
dan pengeluaran pemerintah. Investasi swasta penduduk berpendapatan rendah dibandingkan
biasanya dialokasikan pada sektor ekonomi yang dengan mereka yang berpendapatan tinggi.
memberikan hasil investasi (rate of return) yang Penurunan disparitas pertambahan pendapatan
tinggi. Pengeluaran pemerintah dalam bentuk tersebut, sebenarnya dapat terjadi dengan
pengeluaran pembangunan dialokasikan untuk mengorbankan laju pertumbuhan ekonomi secara
pembangunan prasarana (inprastruktur) dan keseluruhan.
sarana (suprastruktur), yang bertujuan untuk
pembentukan modal masyarakat dan peningkatan Pola Pembagian Pendapatan
kesejahteraan. Pola pembagian pendapatan yang lebih
Pada sisi lain, Chenery (dalam Todaro, merata lebih mampu berperan selaku indikator
1997) memandang bahwa pertumbuhan yang tingkat kemakmuan penduduk. Sebaliknya pola
terus menerus dalam proses pembangunan pembagian pendapatan yang merata tanpa adanya
ekonomi ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, lebih tepat
sumbangan sektor industri dan jasa serta disebut pemerataan kemiskinan dibandingkan
menurunnya sumbangan sektor pertanian dalam dengan pemerataan kemakmuran.
pembentukan pendapatan nasional. Ini Dengan demikian, baik faktor pertumbuhan
menunjukkan bahwa semakin besar sumbangan ekonomi yang tinggi maupun pola pembagian
(share) sektor industri dan jasa perekonomian pendapatan yang semakin merata, diperlukan
tersebut semakin maju. sekali di dalam meningkatkan kemakmuran
masyarakat. Namun demikian, Sumitro
Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Djodjohadikusumo (1994) tetap berpandangan
Ketimpangan regional menunjukkan adanya agar pembangunan lebih banyak menekankan
ketimpangan distribusi pendapatan per kapita pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
antar daerah. Apabila pangsa golongan mengingat bertambahnya penduduk dengan
pendapatan dalam Produk Domestik Regional sendirinya menambah kebutuhan pangan,
Bruto (PDRB) dapat dibagi atas pendapatan tinggi, sandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan
menengah dan rendah, maka terlihat gambaran kesehatan. Bahkan jika laju pertumbuhan ekonomi
bahwa sebagian besar Produk Domestik Regional hanya sama dengan pertambahan penduduk
Bruto justru hanya dimiliki oleh sejumlah kecil maka dalam keadaan serupa akan terjadi
masyarakat yang berpenghasilan tinggi. kemacetan atau stagnasi ekonomi.
Sementara itu sebagian besar masyarakat dengan Kebijaksanaan pemerataan hasil-hasil
penghasilan rendah hanya dapat menikmati pembangunan ini tidaklah mudah. Dalam hal ini,
sebagian kecil saja dari Produk Domestik Regional Kuznets (dalam Todaro, 1997) telah mencari
Bruto. hubungan antara pembagian pendapatan relatif
Menurut Todaro (1997) bagian pendapatan dengan tingkat pendapatan per kapita. Kuznets
yang diterima golongan penduduk berpendapatan melihat terdapat perubahan ketimpangan pola
tinggi jauh lebih besar. Disamping itu diperkuat pembagian pendapatan dengan meningkatnya
pula oleh laju pertumbuhan ekonomi yang jauh pendapatan per kapita penduduk. Dalam tahap-
lebih tinggi. Proses ini telah menyebabkan yang tahap awal pembangunan, ketimpangan pola
kaya menjadi semakin kaya, yang miskin semakin pembagian pendapatan akan semakin meningkat
miskin. Pertumbuhan ekonomi golongan dengan meningkatnya pendapatan per kapita.
penduduk berpendapatan rendah jauh di bawah Keadaan yang demikian ini disebut sebagai trade
pertumbuhan ekonomi rata-rata yang dicapai off antara ketimpangan pola pembagian
masyarakat ini berarti pertumbuhan ekonomi pendapatan dengan laju pertumbuhan ekonomi.
secara keseluruhan belum dapat dinikmati oleh Indikator yang biasa digunakan untuk
semua golongan. mengetahui ketimpangan distribusi pendapatan
Mengingat bagian pendapatan yang adalah Rasio Gini dan Kriteria Bank Dunia
diterima penduduk berpendapatan tinggi telah (BPS,1994). Nilai gini Rasio berkisar antara nol dan
cukup besar, maka betapapun kecil laju satu. Bila nilai Gini Rasio sama dengan 0 maka

111
Ketimpangan Distribusi Pendapatan..... (Lilis S, Herman S, Irma S)

distribusi pendapatan merata sekali, karena setiap menurunkan ketimpangan pendapatan per kapita
golongan penduduk menerima bagian pendapatan antar daerah adalah pengeluaran pembangunan
yang sama. Secara grafis ditunjukkan oleh pemerintah pusat untuk propinsi.
berimpitnya kurva Lorenz dengan garis kemerataan
sempurna. Bila Rasio Gini sama dengan satu Berdasarkan identifikasi masalah di atas,
diartikan bahwa terjadi ketimpangan distribusi maka dibuat perumusan masalah sebagai berikut:
pendapatan yang sempurna karena seluruh Seberapa besar tingkat ketimpangan distribusi
pendapatan hanya dinikmati olehsatu orang saja. pendapatan di Kabupaten Purbalingga dan
Singkatnya semakin tinggi Nilai Rasio Gini semakin Bagaimanakah pengaruh penduduk, sumbangan
timpang distribusi pendapatan suatu negara. sektor primer, sektor sekunder, sektor tersier,
Sebaliknya seakin rendah nilai Rasio Gini berarti dan pengeluaran pembangunan terhadap
semakin merata distribusi pendapatannya. perubahan pendapatan per kapita di Kabupaten
Disamping menggunakan Rasio Gini dan Purbalingga?
Kriteria Bank Dunia, untuk mengetahui Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
ketimpangan pendapatan antar daerah, dikenal menganalisis tingkat ketimpangan distribusi
juga beberapa alat analisis seperti inverted U curve pendapatan di Kabupaten Purbalingga dan untuk
dari Kuznet, Entrophy Index Theil, serta Indek menganalisis pengaruh jumlah penduduk,
Ketimpangan Regional Williamson. sumbangan sektor primer, sektor sekunder, sektor
tersier, dan pengeluaran pembangunan terhadap
Studi Empiris Sebelumnya. pendapatan per kapita di Kabupaten Purbalingga
Simon Kuznet (1955) (dalam Mudrajat
Kuncoro, 1997) membuat hipotesis adanya kurva Hipotesis
U terbalik (Inverted U curve) bahwa ketika 1. Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di
pembangunan dimulai, distribusi pendapatan Kabupaten Purbalingga termasuk kategori
akan makin tidak merata, namun setelah ketimpangan ringan
mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu 2. Perubahan jumlah penduduk, sumbangan
distribusi pendapatan akan makin merata. sektor primer, sektor sekunder dan sektor
Williamson (dalam Susanti, dkk, 1995) tersier, dan pengeluaran pembangunan
menggunakan model yang menunjukkan indeks berpengaruh nyata terhadap perubahan
variasi pendapatan antar wilayah di dalam suatu pendapatan per kapita di Kabupaten
negara yang disebut dengan Koefisien Variasi Purbalingga
(Vw). Model tersebut bila diterapkan untuk
tingkat nasional akan menjadi suatu koefisien
variasi tertimbang yang merupakan ukuran METODE ANALISIS
penyebaran tingkat pendapatan per kapita antar
daerah relatif terhadap rata-rata nasional dimana 1. Metode Yang Digunakan
tanpa deviasi daerah dibobot sumbangannya Penelitian ini menggunakan metode
dengan penduduk secara nasional. Index deskriptif analitis yaitu mendeskripsikan fenomena
Williamson berkisar antara 0 – 1. Semakin masalah yang ada melalui pengumpulan data
mendekati 0, ketimpangan distribusi pendapatan sekunder dari variabel-variabel yang digunakan
semakin rendah, sebaliknya bila semakin secara runtut waktu (time series).
mendekati 1 berarti ketimpangan distribusi
pendapatan semakin tinggi. 2. Operasionalisasi Variabel
Uppal dan Handoko (1986) mengidentifikasi a. Pendapatan per kapita
beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan Pendapatan per kapita adalah perbandingan
pendapatan per kapita antar daerah yaitu nilai tambah dari seluruh barang dan jasa
sumbangan sektor primer, sekunder, dan tersier yang dihasilkan dari seluruh sektor ekonomi
(disingkat Sh), investasi (I), transfer pemeritah dalam suatu daerah dalam kurun waktu
pusat untuk propinsi (Tr), pengeluaran pemerintah satu tahun dengan jumlah penduduk,
pusat untuk propinsi (Ge), pertumbuhan dan dinyatakan dalam satuan rupiah.
kepadatan penduduk (P G dan D), nilai tambah b. Penduduk
per tenaga kerja disektor inudstri kecil menengah Penduduk adalah komponen sumberdaya
(TK), dan proporsi kelompok anak usia sekolah strategis yang ada di suatu daerah,
dasar-menengah (CE). Studi yang dilakukan mencakup tenaga kerja, dihitung pada
dengan data runtut waktu tahun 1975-1980 pertengahan tahun tertentu, dinyatakan
tersebut mengemukakan bahwa seluruh faktor dalam satuan orang.
yang diidentifikasi memiliki hubungan yang c. Sumbangan sektor
signifikan khususnya komposisi sumbangan sektor, Sumbangan sektor adalah sumbangan
pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja serta masing-masing sektor ekonomi terhadap
investasi, serta faktor yang cenderung PDRB dalam waktu satu tahun, dinyatakan

112
EKO-REGIONAL, Vol 1, No.2, September 2006

dalam satuan persen. Dalam penelitian ini, Vw > 0,5, maka ketimpangan termasuk
sumbangan sektor dibagi menjadi tiga yaitu berat
sektor primer (sektor pertanian, sektor
pertambangan dan galian), sektor b. Untuk mengetahui pengaruh dari jumlah
sekunder (sektor industri pengolahan, penduduk, sumbangan sektor primer, sektor
sektor listrik, gas, dan air minum, sektor sekunder dan sektor tersier, serta pengeluaran
bangunan), dan sektor tersier (sektor pembangunan terhadap pendapatan per kapita
perdagangan, hotel, restoran, sektor di Kabupaten Purbalingga, digunakan model
pengangkutan dan komunikasi, sektor estimasi regresi linier berganda. Hubungan
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, variabel-variabel dalam penelitian ini, dapat
sektor jasa-jasa) dirumuskan dalam model fungsional sebagai
d. Pengeluaran Pembangunan berikut:
Pengeluaran pembangunan adalah seluruh Ykap = f (Pddk, SSp, SSs, SSt, PPt-1)
mengeluaran pemerintah yang dialokasikan Keterangan:
pada sektor-sektor pembangunan tertentu, Ykap = Pendapatan per kapita kabupaten
baik untuk pembangunan prasarana Pddk = Jumlah penduduk kabupaten
(inprastruktur) maupun sarana SSp = Sumbangan sektor primer dalam PDRB
(suprastruktur), yang ditujukan untuk kabupaten
pembentukan modal masyarakat, SSs = Sumbangan sektor sekunder dalam
dinyatakan dalam satuan rupiah. PDRB kabupaten
SSt = Sumbangan sektor tersier dalam PDRB
3. Prosedur Pengumpulan Data kabupaten
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian PP = Pengeluaran pembangunan kabupaten
ini dilakukan dengan menentukan jenis data yang t-1 = tenggang waktu (time lag)
disesuaikan dengan pendekatan analisis yaitu data Untuk estimasi, model fungsional di atas
kuantitatif dan kualitatif. Periode pengukurannya dimodifikasi dalam bentuk logaritma natural,
menggunakan data runtut waktu (time series) untuk dapat langsung mengetahui elastisitas
selam 14 tahun yaitu dari tahun 1990-2003. pendapatan per kapita terhadap elastisitas
Sumber data dan informasi yang diperlukan penduduk, sumbangan sektor primer, sektor
bersifat data sekunder yang bersumber dari sekunder, dan sektor tersier, serta pengeluaran
publikasi resmi dan dokumen tertulis dari instansi pembangunan, sehingga model statistiknya
dan lembaga yang terkait, diantaranya: Biro menjadi sebagai berikut:
Perekonomian Pemda, Bappeda Kabupaten, Ln Ykap = b0 + b1ln Pddk + b2 ln SSp + b3 ln
Badan Pusat Statistik Kabupaten. SSs + b4ln SSt + b5ln PPt-1 + et
Keterangan:
4. Metode Analisis b0 = Konstanta
a. Untuk mendeskripsikan secara kuantitatif b1 = elastisitas pendapatan per kapita
ketimpangan distribusi pendapatan di terhadap jumlah penduduk (Pddk)
Kabupaten Purbalingga dihitung dengan b2 = elastisitas pendapatan per kapita
menggunakan Indeks Williamsons (Susanti, terhadap sumbangan sektor primer (SSp)
dkk, 1995): b3 = elastisitas pendapatan per kapita
terhadap sumbangan sektor sekunder
(SSs)

Vw =
å(Yi - Y ) pi/ n
2
b4 = elastisitas pendapatan per kapita
terhadap sumbangan sektor tersier (SSt)
Y
b5 = elastisitas pendapatan per kapita
Keterangan:
terhadap pengeluaran pembangunan
Vw = Koefisien variasi /ketimpangan
(PP)
Williamson
et = faktor penggangu (error term)
Yi = Pendapatan per kapita kabupaten i
Untuk menaksir koefisien regresi dari model
(Purbalingga)
yang diuji, maka proses estimasi parameter
Y = Pendapatan per kapita propinsi
dilakukan dengan metode Ordinary Least
Pi = Penduduk pertengahan tahun kabupaten
Squares (OLS). Dengan mempertimbangkan
i (Purbalingga)
kelenturan (fleksibilitas), kecepatan, dan
n = Penduduk pertengahan tahun propinsi
ketepatan (akurasi), estimasi parameter
Kriteria ketimpangan adalah sebagai berikut:
dihitung dengan menggunakan program
Jika 0,1 < Vw < 0,35, maka tingkat
komputer (SPSS versi 10).
ketimpangan termasuk ringan
Jika 0,35 < Vw < 0,5, maka tingkat
ketimpangan termasuk sedang

113
Ketimpangan Distribusi Pendapatan..... (Lilis S, Herman S, Irma S)

Pengujian Statistik 1. Semakin tinggi nilai R2 semakin baik model


a. Untuk menguji tingkat signifikansi masing- tersebut.
masing koefisien regresi dengan tingkat d. Untuk memperoleh penaksir yang bersifat
keyakinan (level of significance) 95% atau a = BLUE (Best Linear Unbiased Estimate) atau
5% dilakukan melalui uji t dengan rumus penaksir terbaik linear yang tidak bias, pada
(Sritua Arif, 1993): metode ini dilakukan deteksi terhadap ada
bn tidaknya penyimpangan asumsi klasik (Sritua
t= Arief, 1993 dan Gujarati, 1999).
sbn
Dimana:
HASIL DAN PEMBAHASAN
bn = Koefisien regresi masing-masing
variabel 1. Analisis Tingkat Ketimpangan
sbn = Standar error masing-masing variabel Perhitungan nilai Indeks Williamson
Hipotesis statistik : Kabupaten Purbalingga selama periode penelitian
H0 : bi = 0, variabel bebas yang diestimasi (1990-2003) menghasilkan nilai rata-rata sebesar
secara parsial tidak mempengaruhi 0,1. Hal ini berarti bahwa tingkat ketimpangan
variabel terikat yang terjadi di Kabupaten Purbalingga termasuk
kategori ringan. Walaupun rata-rata pertumbuhan
H1 : bi ¹ 0, variabel bebas yang diestimasi
ekonomi Kabupaten Purbalingga masih relatif kecil
secara parsial mempengaruhi variabel
dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi
terikat
Propinsi Jawa Tengah, tetapi pertumbuhan yang
Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis:
terjadi disertai dengan pemerataan pendapatan
Bila nilai t hitung > t tabel, maka H0
yang relatif lebih baik.
ditolak dan H1 diterima (signifikan),
Berdasarkan kondisi tersebut di atas,
artinya variabel bebas yang diestimasi
pengelolaan pembangunan di Kabupaten
secara parsial berpengaruh nyata terhadap
Purbalingga erat kaitannya dengan kemampuan
variabel terikat.
daerah dalam mengelola sumberdaya yang
b. Selain pengujian secara parsial (uji-t) juga
dimilikinya dengan lebih baik. Kemampuan
dilakukan pengujian secara serentak melalui uji
pemerintah di daerah dapat diimplementasikan
F (F-test) pada tingkat keyakinan (level of
dalam hal penciptaan pertumbuhan ekonomi yang
significance) 95% atau a = 5%, dengan bersesuaian dengan pemerataan pendapatan.
rumus (Sritua Arief, 1993):
R2/ (k-1) 2. Analisis Regresi
F = Model yang digunakan adalah regresi linier
(1-R2)/ (N-k) berganda dalam bentuk logaritma natural (Ln)
Dimana: n = Banyak observasi sehingga penelitian ini sekaligus mengkaji
k = Jumlah parameter elastisitas pendapatan per kapita terhadap faktor-
Hipotesis statistik: faktor yang mempengaruhinya, yaitu jumlah
H0 : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = b6 = 0, variabel penduduk, sumbangan sektor primer, sektor
bebas yang diestimasi secara bersama- sekunder, dan sektor tersier, serta pengeluaran
sama tidak mempengaruhi variabel pembangunan dengan menggunakan persamaan
terikat regresi yang sudah diuji validitasnya. Perhitungan
H1 : b1 ¹ b2 ¹ b3 ¹ b4 ¹ b5 ¹ b6 ¹ 0, variabel regresi linier berganda, setelah lolos dari berbagai
bebas yang diestimasi secara bersama- uji asumsi klasik) dengan software SPSS versi 10
sama mempengaruhi variabel terikat menghasilkan persamaan sebagai berikut:
Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis:
Bila F hitung > F tabel, maka H0 ditolak Ln Y = -166,440 + 4,809LnX1 + 12,007LnX2 +
dan H1 diterima (signifikan), artinya (-2.873) (2.833) (3.126)
variabel bebas yang diestimasi secara 4,511LnX3 + 15,273LnX4 – 2.46E-03lnX5
bersama-sama berpengaruh nyata (3.251) (3.291) (-0.074)
terhadap variabel terikat. Keterangan: ( ) = nilai t hitung
c. Pengujian berikutnya adalah pengukuran Dari hasil perhitungan di atas, dengan
goodness of fit (R2) atau besaran koefisien menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%
determinasi, yaitu untuk mengetahui seberapa (a = 5%), diketahui bahwa secara parsial variabel
jauh kemampuan model khususnya variabel jumlah penduduk, sumbangan sektor primer,
bebas (independent variable) mempunyai sumbangan sektor sekunder, dan sumbangan
pengaruh secara bersama-sama terhadap sektor tersier berpengaruh secara signifikan
variabel terikat (dependent variable). Nilai terhadap perubahan pendapatan per kapita di
koefisien determinasi (R2) terletak antara 0 dan Kabupaten Purbalingga, sedangkan variabel

114
EKO-REGIONAL, Vol 1, No.2, September 2006

pengeluaran pembangunan berpengaruh secara pertumbuhan output yang tercermin dari nilai
tidak signifikan. PDRB.
Dengan menganggap variabel yang lain Apabila pertumbuhan penduduk lebih besar
tetap, untuk memahami pengaruh masing-masing daripada pertumbuhan PDRB maka pendapatan
variabel bebas terhadap variabel terikat, maka hasil per kapita akan menurun sedangkan apabila
perhitungan statistik diatas dapat dimaknai pertumbuhan penduduk lebih kecil daripada
sebagai berikut: Perubahan jumlah penduduk pertumbuhan PDRB, maka pendapatan per kapita
sebesar 1% mengakibatkan perubahan akan meningkat. Oleh karena itu, perlu juga suatu
pendapatan per kapita sebesar 4.809%, upaya untuk mengantisipasi peningkatan
Perubahan sumbangan sektor primer sebesar 1% pertumbuhan penduduk dan upaya untuk
mengakibatkan perubahan pendapatan per kapita meningkatkan produktifitas penduduk yang sudah
sebesar 12.007%. Perubahan sumbangan sektor ada agar benar-benar menjadi modal sumberdaya
sekunder sebesar 1% mengakibatkan perubahan manusia yang berkualitas yang dapat menjadi
pendapatan per kapita sebesar 4.511%. modal pendorong pembangunan yang
Perubahan sumbangan sektor tersier sebesar 1% dilaksanakan. Selama periode penelitian, rata-rata
mengakibatkan perubahan pendapatan per kapita pertumbuhan penduduk yang terjadi di
sebesar 15.273%. Karena perhitungan regresi di Purbalingga sebesar 0.96% per tahun relatif lebih
atas menggunakan nilai logaritma natural (Ln) dari rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan
masing-masing variabel, maka nilai koefisien ekonominya yang mencapai 3.30% per tahun.
regresi yang diperoleh sekaligus menunjukkan nilai Pengeluaran pembangunan belum secara
elastisitas masing-masing variabel dalam nyata mempengaruhi perubahan pendapatan per
mempengaruhi perubahan pendapatan per kapita. kapita, hal ini bisa menjadi salah satu indikasi
Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa pengeluraran pembangunan tersebut
bahwa semua variabel bebas yang signifikan belum cukup mendorong produktivitas kegiatan
bersifat elastis dalam mempengaruhi pendapatan perekonomian masyarakat Kabupaten Purbalingga.
per kapita yang terlihat dari nilai koefisiennya yang
bernilai lebih besar dari satu. Hal ini berarti bahwa
peningkatan yang relatif kecil dalam faktor KESIMPULAN
penduduk, sumbangan sektor primer, sekunder
dan tersier akan dapat memberikan dampak yang Berdasarkan hasil pembahasan yang telah
lebih besar terhadap peningkatan pendapatan per diuraikan pada bab sebelumnya, maka hasil
kapita. penelitian ini dapat memberikan kesimpulan
Koefisien regresi yang sekaligus sebagai berikut:
menunjukkan elastisitas dari masing-masing 1. Ketimpangan distribusi pendapatan di
variabel bebas tersebut juga dapat menunjukkan Kabupaten Purbalingga selama periode tahun
variabel yang paling berpengaruh terhadap 1990-2003 termasuk dalam kategori
pendapatan per kapita. Apabila dibandingkan dari ketimpangan yang ringan.
koefisien regresi untuk masing-masing variabel 2. Perubahan pendapatan per kapita di Kabupaten
bebas, maka terlihat bahwa koefisien regresi untuk Purbalingga secara nyata dipengaruhi oleh
variabel sumbangan sektor tersier adalah yang perubahan dalam jumlah penduduk,
terbesar (15.273) sehingga bisa dikatakan bahwa sumbangan sektor primer, sektor sekunder, dan
variabel tersebut memiliki pengaruh yang paling sektor tersier. Pengaruh terbesar ditentukan
besar terhadap perubahan pendapatan per kapita. oleh sumbangan sektor tersier.
Apabila DIperhatikan kondisi yang terjadi di Implikasi dari penelitian ini adalah;
atas, terlihat bahwa sumbangan sektor, terutama 1. Program pembangunan yang bertujuan untuk
sektor primer dan tersier, berperan cukup besar peningkatan kesejahteraan masyarakat
dalam meningkatkan pendapatan per kapita di menuntut upaya aktif pemerintah daerah untuk
Kabupaten Purbalingga. Demikian pula dengan mewujudkan pembangunan yang efektif dan
penduduk. Jumlah penduduk juga berpengaruh efisien. Untuk itu, dengan mengacu pada
nyata terhadap pendapatan per kapita. Jumlah kondisi dan potensi Kabupaten Purbalingga,
penduduk ini dapat menjadi pendorong bagi maka peningkatan dan pemerataan
pertumbuhan ekonomi apabila mereka memang pendapatan per kapita menjadi tolok ukur
relatif produktif sehingga dapat menciptakan kemampuan daerah dalam mengelola potensi
pasar, melalui meningkatnya permintaan, bagi sumber daya yang ada sehingga faktor-faktor
barang dan jasa yang dihasilkan di daerah tersebut tersebut menjadi basis prioritas perencanaan
sehingga pada akhirnya mampu mendorong pembangunan daerah untuk proses
peningkatan output dalam perekonomian daerah. pembangunan selanjutnya.
Walaupun demikian, pertumbuhan jumlah 2. Pengembangan sektor-sektor ekonomi menjadi
penduduk ini pun perlu benar-benar diperhatikan suatu hal yang sangat penting untuk terus
jangan sampai pertumbuhan penduduk melebihi dipacu dalam rangka menjaga konsistensi hasil

115
Ketimpangan Distribusi Pendapatan..... (Lilis S, Herman S, Irma S)

pembangunan yang bersesuaian dengan Lincolin Arsyad. 1999. Pengantar Perencanaan dan
pemerataan pendapatan. Oleh karena itu, Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE-UGM.
pengembangan sektor unggulan yang dapat Yogyakarta
menjadi leading sector perlu diperhatikan
secara lebih mendalam, dengan mengetahui Mawardi I. 1997. Daya Saing Kawasan Timur
secara lebih detail sampai kepada komoditas Indonesia dan Kawasan Pengembangan
unggulan dari sektor tersebut sehingga Ekonomi Terpadu. Prisma 08. hal. 51-61.
kebijakan yang diambil bisa lebih efektif dan
efisien. Hal ini dapat menjadi dasar juga untuk Mudrajat Kuncoro. 1997. Ekonomi
efektivitas dan efisiensi alokasi anggaran Pembangunan: Teori, Masalah, dan
pengeluaran pembangunan yang ekspansif dan Kebijakan. YKPN. Yogyakarta
produktif terutama dalam menciptakan dan
memperluas kesempatan kerja guna Myrdal, G. 1957. Economic Theory and
mendorong peningkatan produktivitas Underdevelopment Regions. London
penduduk sehingga dapat mendorong
perekonomian daerah dan meningkatkan Sritua Arief. 1993. Metodologi Penelitian
pendapatan masyarakat. Ekonomi. UI Press. Jakarta

Suahasil Nazara. 1994. Pertumbuhan Ekonomi


DAFTAR PUSTAKA Regional Indonesia: Suatu Aplikasi Fungsi
Agregat Indonesia 1985-1991. Prisma 08.
Anonoji. Purbalingga Dalam Angka. beberapa hal 19-36
terbitan. Badan Pusat Statistik. Purbalingga
Sumitro Djojohadikusumo. 1994. Perkembangan
Amstrong, Harvey and Taylor, Jim. 1997. Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi
Regional Economics and Policy. Harvester Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan.
Publisher. 2nd Edition. New York LP3ES. Jakarta

Glasson, John. 1977 (terjemahan Paul Sitohang). Todaro, Michael P. 1997. Economic
Pengantar Perencanaan Regional. LPFE-UI. Development. Longman Publisher. 6th Edition
Jakarta London

Gujarati. N.D. 1999. (alih bahasa Sumarno Zain). Uppal, J.S. and Budiono Sri Handoko. 1986.
Ekonometrika Dasar. Erlangga. Cetakan Regional Income Disparities in Indonesia.
Keenam. Jakarta Jurnal Ekonomi Keuangan Indonesia. Vol.
XXXIV. No. 3.
Hera Susanti, Moh. Ikhsan, dan Widyanti. 1995.
Indikator Makroekonomi. LDFE-UI. Jakarta

116

You might also like