You are on page 1of 3

a.

Company Profile

PT Freeport Indonesia is an affiliated company of Freeport-McMoRan Copper & Gold


Inc. PT Freeport Indonesia mines, processes, and explores ores containing copper, gold, and
silver. Operates in upland areas in Mimika district, Papua province, Indonesia.

b. Behavior has no moral philosophy

The strike of almost all PT Freeport Indonesia (FI) workers was due to differences in the
standard salary index applied by management to Freeport operations around the world.
Freeport workers in Indonesia are known to earn lower salaries than Freeport workers in
other countries for the same level of the position. The current salary per hour is USD 1.5 –
USD 3. In fact, the comparison of wages in other countries is USD 15 – USD 35 per hour. So
far, the negotiations are still at a dead end. Freeport management insisted on rejecting the
workers' demands, regardless of the reasons for their considerations.

The heralded CSR cost to a few Papuan people is insignificant because it does not reach 1
percent of PT FI's net profit. In fact, the Papuan people pay a higher price because they have
to bear the consequences of the destruction of nature and the extinction of Papua's invaluable
habitat and vegetation. The cost of the reclamation will not be able to be borne by the Papuan
generation up to seven generations. Apart from contradicting PP 76/2008 concerning the
Obligation of Forest Rehabilitation and Reclamation, there has been evidence of paradoxical
Freeport attitudes (Davis, G.F., et.al., 2006).

c. Regulations or laws that are violated


1. PT Freeport Indonesia telah melanggar hak-hak dari buruh Indonesia (HAM) berdasarkan
UU No. 13/2003 tentang mogok kerja sah dilakukan. PT Freeport Indonesia telah melanggar
pasal:
 Pasal 139: “Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan
yang melayani kepentingan umum dan atau perusahaan yang jenis kegiatannya
membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu kepentingan umum dan atau membahayakan keselamatan orang lain”.
 Pasal 140: (1) “Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok
kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib
memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan setempat”. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 (satu) sekurang-kurangnya memuat: (i) Waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan
diakhiri mogok kerja. (ii) Tempat mogok kerja. (iii) Alasan dan sebab-sebab mengapa
harus melakukan mogok kerja. (iv) Tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-
masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab
mogok kerja. (3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk
sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja. (4) Dalam hal mogok kerja
dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamat kan alat
produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan
cara: (i) Melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada dilokasi kegiatan proses
produksi, atau (ii) Bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada
di lokasi perusahaan.
2. Pasal 22: “Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan,
berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang sangat doperlukan
untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun
kerjasama internasional, dan sesuai dengan pengaturan sumber daya setiap negara”.
3. PT Freeport Indonesia melanggar UU No. 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan yang sudah diubah dengan UU No. 4/2009.
4. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi
Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport.

d. Moral filosopi yang dilanggar

Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan
karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar,
melainkan untuk Negara Amerika. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua
manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.Dalam
kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap para karyawan
tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di
Negara lain. Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas
terbaik di dunia

e. Impact
 Banyak Sumber Daya Alam yang ada di Papua, tetapi tidak menikmati hasil dari
kekayaan alamnya sendiri.
 Pihak luar mendapatkan semakin banyak untung dari kekayaan yang dimiliki oleh
Negara kita sendiri.
 Rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai
1 persen keuntungan bersih PT Freeport Indonesia.
 Rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa
kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi.

You might also like