You are on page 1of 9

HUBUNGAN ANTARA TANDA DAN GEJALA KECACINGAN DENGAN KEJADIAN

STUNTING PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI DESA MADURETNO WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BATULICIN I

*Fitria Mayangsari, **Bayu Purnama Atmaja, *** Farhandika Putra

Email: mayabtl69@gmail.com

ABSTRACT

FITRIA MAYANGSARI, BAYU PURNAMA ATMAJA, FARHANDIKA PUTRA. Relationship Between Signs
And Symptoms Of Helminths With Stunting Events In Children 1-5 Years Old In Maduretno Village Working Area
Of Puskesmas Batulicin I

In Indonesia there are still many diseases which are health problems, one of which is worms, which is
transmitted through the soil. Worms can have a negative impact on the mental and health of children and can even
interfere with growth and development in children until stunting. This study aims to analyze the relationship between
signs and symptoms of worms and the incidence of stunting.
This study is a type of quantitative research with a cross sectional research design. The population in stunting
children aged 1-5 years with a sample of 16 responents, the sampling technique used in this study was total sampling,
the instrument used was filling out a worm disease questionnaire based on signs and symptoms.
The results of the study used the Contingency Coefficient on the variable worm disease found that (p-value =
0.358> 0.05) with the result that almost all (93.8%) children did not have signs and symptoms of worms and (6.3%)
indicated signs and symptoms of worms. In the stunting variable, most (68.8%) had short TB and a small proportion
(31.2%) of respondents had very short TB.
The conclusion of this study is that there is no relationship between signs and symptoms of worms and the
incidence of stuting in Maduretno Village in the working area of Puskesmas BatulicinI. It is hoped that nurses can
provide education to couples of childbearing age and pregnant age about the importance of nutrition and independently
detect early signs and symptoms of stunting in order to get the right action if there are indications that lead to stunting.

Key words :Sign and symptoms of Helminthiasis, Stunting

1
PENDAHULUAN 3160 anak di 13 daerah ternyata menderita
Menurut Irawati (2016) penyakit infeksi cacingan. Anak perempuan memiliki
di Indonesia pada umumnya masih cukup prevalensi lebih tinggi yaitu 51,5 persen
tinggi. Salah satu penyakit yang insidennya dibandingkan dengan anak laki-laki yang
masih tinggi adalah kecacingan yaitu cacing hanya 48,5 persen (Nyoman, 2015).
usus yang ditularkan melalui tanah (soil Prevalensi Cacingan di Indonesia pada
transmitted helminthiasis). Hal ini terjadi umumnya masih sangat tinggi, terutama pada
mengingat bahwa Indonesia adalah negara golongan penduduk yang kurang mampu,
agraris dengan tingkat sosial ekonomi, dengan sanitasi yang buruk. Prevalensi
pengetahuan, keadaan sanitasi lingkungan dan Cacingan bervariasi antara 2,5%-62%
hygiene masyarakat masih cukup rendah serta (Menkes, 2017).
beriklim tropis sehingga sangat Kecacingan dapat mengakibatkan
memungkinkan untuk terjadinya kecacingan. menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
Cacing yang tergolong dalam Soil- kecerdasan dan produktifitas penderitanya
Transmitted Helminth adalah Ascaris sehingga secara ekonomi banyak
lumbricoides, Trichuris trichiura, menyebabkan kerugian. Kecacingan
Strongyloides stercoralis serta cacing menyebabkan kehilangan karbohidrat dan
tambang yaitu Necator americanus dan protein serta kehilangan darah, sehingga
Ancylostoma duodenale.Di Indonesia infeksi menurunkan kualitas sumber daya manusia
oleh Soil-Transmitted Helminth ini paling (Wieringa, 2016).
banyak disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, Anak yang terinfeksi kecacingan akan
Trichuris trichiura, Necator mericanus mengalami kekurangan hemoglobin (Hb)
(Palgunadi, 2014). hingga 12 gr persen dan akan berdampak
Menurut WHO (2010) memperkirakan terhadap kemampuan darah membawa
lebih dari 1 milyar penduduk terinfeksi oksigen ke berbagai jaringan tubuh, termasuk
Ascaris, 740 juta terinfeksi cacing tambang, ke otak. Akibatnya, penderita kecacingan
795 juta terinfeksi trichuris. Sekitar 40 hingga terserang penurunan daya tahan tubuh serta
60% penduduk Indonesia menderita metabolisme jaringan otak. Bahkan dalam
cacingan.dan penderita di kalangan anak-anak jangka panjang, penderita akan mengalami
pun masih cukup tinggi. Menurut survei yang kelemahan fisik dan intelektualitas. Jika anak-
pernah dilakukan oleh Sub Direktorat anak sudah terinfeksi kecacing, baisanya akan
Penanggulangan dan Pencegahan Diare, menunjukkan gejala keterlambatan fisik,
Cacingan, dan ISPL, Departemen Kesehatan mental dan seksual (Sotelo, 2014).
Jakarta di suatu daerah terutama pada anak- Kecacingan mempengaruhi pemasukan
anak menyebutkan sekitar 49,5 persen dari (intake), pencernaan (digestif), penyerapan
2
(absorpsi), dan metabolisme makanan.Secara status gizi melalui pencernaan dan
kumulatif kecacinganan dapat menimbulkan penyerapan (absorpsi) dimana cacing dewasa
kurangan gizi berupa kalori dan protein, serta pada usus akan menyerap sari – sari makanan
kehilangan darah yang berakibat menurunnya di tubuh sehingga dapat menyebabkan
daya tahan tubuh dan menimbulkan gangguan defisiensi zat gizi sehigga anak mengalami
tumbuh kembang anak. Sehingga Indonesia gizi kurang disebabkan oleh infeksi cacing.
yang beriklim tropis dan lembab berpotensi Umumnya gejala-gejala kecacingan adalah
tinggi membuat anak terserang penyakit berbadan kurus dan pertumbuhan terganggu,
kecacingan. Kondisi tersebut semakin parah daya tahan tubuh rendah, sering sakit, lemah
ketika musim hujan. Hal ini dikarenakan dan mudah letih sehingga berpengaruh
anak-anak sering kali bermain ditempat yang terhadap konsentrasi belajar atau sering tidak
becek. Jika kebersihan mereka tidak diawasi hadir sekolah dan mengakibatkan prestasi
oleh orang tua, kemungkinan terkena belajar mereka akan menurun. (Sri kartini,
kecacingan akan menjadi lebih besar dan 2018)
berdampak pada gizi anak (Mufidah, 2015). Penanganan kecacing yang dilakukan di
Faktor penyebab terjadinya kecacingan Indonesia berupa upaya promotif, preventif
diantaranya faktor lingkungan dan perilaku dan kuratif. Upaya promotif dapat dilakukan
hidup seperti pemakaian jamban yang tidak dengan memberikan penyuluhan kepada ibu
layak akan menimbulkan pencemaran pada melalui dan kepada masyarakat luas melalui
tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, posyandu, media cetak, media elektonik
kurangnya ketersediaan tempat pembuangan maupun penyuluhan langsung.Upaya
sampah dan ketersediaan air bersih sehingga preventif dilakukan dengan pengendalian
menyebabkan kekacingan pada anak bisa faktor resiko seperti menerapkan prilaku
terjadi. Sedangkan perilaku hidup seperti hidup bersih dan sehat, penyediaan air bersih
tidak mencuci tangan dengan sabun, tidak yang cukup, melakukan lantanisasi pada
memakai alas kaki, tidak membiasakan rumah, pengadaan jamban pribai yang
memotong kuku merupakan cara yang tidak memadai, dan menjaga kebersihan makanan.
baik dalam perilaku hidup sehat sehingga Upaya kuratif dilakukan dengan
dapat menimbulkan kecacingan ( Sri kartini, mengkonsumsi obat yang aman dan efektif
2018) dalam membunuh cacing dewasa, larva, dan
Dampak kecacingan jika terjadi pada telur.(Wieringa, 2016).
anak usia sekolah dapat mengakibatkan Berdasarkan hasil Pemantauan Status
menurunnya kondisi kesehatan, gizi, Gizi (PSG) provinsi Kalimantan Selatan
kecerdasan dan aktivitas anak terganggu, untuk bayi stunting menunjukan prevalensi
sehingga kecacingan dapat mempengaruhi yang cendrung fluktuatif. Pada tahun 2017
3
tercatat angka stunting mencapai 34,15 %. Karangrejo. Hasil wawancara dari
Sebagian besar kabupaten/kota (11 dari 13) beberapaorang tua yang memiliki anak usia 1-
belum mencapai target nasional perbaikan 5 tahun, ibu mengatakan bahwa berat badan
gizi tahun 2015 dan target MDGs untuk anak kurang dari usia yang seharusnya
Indonesia (18,5%). Kabupaten Tanah laut dan padahal umur nya sudah 3 tahun setengah ibu
Kabupaten Banjarbaru merupakan 2 sendiri kurang memperhatikan tumbuh
Kabupaten yang sudah mencapai target kembang pada anak, kebersihan anak pun
Nasional. tidak dijaga seperti sering menggigit kuku,
Berdasarkan hasil rekapitulasi data tidak menggunakan alas kasi setiap keluar
stunting yang dilakukan Dinas Kesehatan rumah, main sambil makan tanpa cuci tangan
Kabupaten Tanah Bumbu (2018), didapatkan terlebih dahulu serta anak sulit untuk di
jumlah balita stunting per Puskesmas sebagai arahkan makan nasi dan sayur, anak lebih
berikut: suka jajan snack, ibu juga mengatakan anak
NO Nama puskes Data stunting sering mengeluh gatal didaerah anus.
1 Satui 3,49
Berdasarkan permasalahan di atas,
2 Batulicin 1 13,19
3 Batulicin 1,78 maka didapatkan rumusan masalah sebagai
4 Pagatan 12,04 berikut “adakah Hubungan antara tanda dan
5 Lasung 12,54
gejala kecacingan dengan kejadian stunting
6 Mantewe 2,71
7 Giri Mulya 5,85 pada anak usia 1-5 tahun di Desa Maduuretno
8 Sebamban 1 3,00 Wilayah Kerja Puskesmas Batulicin I.
9 Simpang Empat 1,94
10 Karang Bintang 11,29 METODE PENELITIAN
11 Sebamban 2 1,62
Penelitian ini adalah jenis penelitian
12 Teluk Kepayang 7,52
13 Darul Azhar 2,00 Kuantitatif dengan desain penelitian cross
14 Pulau Tanjung 11,02 sectional.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak
Berdasarkan studi pendahuluan yang
16 responden dengan teknik total sampling.
telah peneliti lakukan di Wilayah kerja
Pengumpulan data dilakukan dengan
Puskesmas Batulicin I pada tanggal 24
menggunakan koesioner yang terdiri dari
februari 2020, jumlah anak Balita penderita
tanda dan gejala kecacingan; selanjutnya data
stunting sebanyak 16 orang. Desa Maduretno
penelitian yang didapat dianalisis
merupakan desa lokus stunting di Kabupaten
menggunakan uji koefisien kontingensi.
Tanah Bumbu yang merupakan angka
HASIL PENELITIAN
kejadian stunting terbanyak dari 3 desa lokus
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan
stuntinglainnya yaitu desa Manunggal dan
usia

4
No Usia F % Sumber : Data Primer, 2020
1. 13-28 10 62.5
Berdasarkan tabel 5.4 diatas, diketahui
2. 29-44 4 25.0
3. 45-60 2 12.5 bahwa hampir setengahnya (37,5%) pekerjaan
Total 16 100
Sumber : Data Primer, 2020 orang tua responden Buruh ,dan sebagian
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, diketahui kecil (12,5%) pekerjaan orang tua responden
bahwa sebagian besar (62,5%) responden Swasta.
berusia 13-28 bulan dan sebagian kecil Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kecacingan
(12,5%) responden berusia 45-60 bulan. Pada Anak Usia 1-5 Tahun
No Kecacingan F %
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan 1. Tidak terindikasi tanda dan 15 93,8
gejala kecacingan
jenis kelamin 2. Terindikasi tanda dan gejala 1 6,3
No Jenis Kelamin F % kecacinggan
1. Laki-laki 10 62,5 Total 16 100
2. Perempuan 6 37,5 Sumber : Data Primer, 2020
Total 16 100
Sumber : Data Primer, 2020 Berdasarkan tabel 5.5. diatas, diketahui
Berdasarkan tabel 5.2 diatas, diketahui bahwa hampir seluruhnya (93,8%) tidak
bahwa sebagian besar (62,5%) responden terindikasi tanda dan gejala kecacingan.
berjenis kelamin laki-laki dan sebagian kecil Tabel 6. Distribusi Frekuensi Stunting Pada
(37,5%) responden berjenis kelamin Anak Usia 1-5 Tahun
perempuan. No Stunting F %
1. Sangat pendek 5 31,3
Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan 2. Pendek 11 68,8
Total 16 100
pendidikan Sumber : Data Primer, 2020
No Pendidikan F %
1. SD 5 31,3 Berdasarkan tabel 5.6. diatas, diketahui
2. SMP 8 50,0
3. SMK/SMA 3 18,8 bahwa sebagian besar (68,8%) responden
Total 16 100 pendek dan sebagian kecil (31,2%) responden
Sumber : Data Primer, 2020
sangat pendek.
Berdasarkan tabel 5.3 diatas, diketahui
bahwa hampir setengahnya (50,0%) Tabel 7. Analisa Hubungan Kecacingan
pendidikan orang tua responden SMP,dan dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Usia 1-5 Tahun
sebagian kecil (18,8%) pendidikan orang tua Kejadian Stunting
Pendek Sangat
responden SMK/SMA. No Kecacingan PValue
Pendek
Tabel 4. Karakteristik responden berdasarkan F % F %
1. Terindikasi 0 0 1 100 0,358
pekerjaan tanda dan (>0,05)
gejala
No Pekerjaan orang tua F % kecacingan
1. Beternak 4 25,0 2. Tidak 11 73,3 4 26,7
2. Buruh 6 37,5 terindikasi
3. Petani 4 25,0 tanda dan
4 Swasta 2 12,5 gejala
Total 16 100 kecacingan

5
Total 16 100 sekitar anus pada malam hari, menggaruk
Sumber : Data Primer, 2020
daerah anus hingga tidurnya gelisah,
Berdasarkan tabel 5.7 hasil uji bivariat
kemerahan dan iritasi pada anus akibat
dengan menggunakan uji koefisien
menggaruk yang berlebih, kurangnya nafsu
kontingensi didapatkan hasil p-value = 0,358
makan sehingga menyebabkan berat badan
(>0,05) artinya tidak ada Hubungan antara
anak menurun yang akan mempengaruhi
tanda dan gejala Kecacingan Dengan
status gizi anak, ketika anak mau makan
Kejadian Stunting.
muncul seperti mual hingga muntah bahkan
PEMBAHASAN
anak sering mengeluh nyeri pada bagian
Berdasarkan hasil penelitian di peroleh
perut. Untuk menegakkan diagnosis yang
informasi bahwa hampir seluruhnya (93,8%)
pasti peneliti harus menggunakan uji cek
Tidak terindikasi sesuai tanda dan gejala
feses. Perbedaan angka kejadian pada masing-
Kecacingan dan (6,3%) Terindikasi sesuai
masing daerah dapat dipengaruhi oleh
tanda dan gejala Kecacingan.
beberapa faktor resiko yang berbeda-beda di
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
setiap lokasi penelitian terutama berkaitan
dilakukan oleh (Talitha Ulayya, 2018) bahwa
dengan kecacingan.
tanda dan gejala mampu menunjukkan hasil
Berdasarkan hasil penelitian ini,
kecacingan jika hasil skor mencapai (>95%).
diketahui bahwa sebagian besar (68,8%)
Pada balita berdasarkan tanda dan gejala
responden memiliki TB pendek dan sebagian
diketahui sebanyak (6%) positif infeksi
kecil (31,2%) responden memiliki TB sangat
kecacingan subjek yang positif diketahui
pendek.
memiliki gejala nafsu makan berkurang, berat
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
badan menurun, dan berdasarkan tanda (2%)
dilakukan oleh (Sri Sinta, 2018) yang
diketahui positif kecacingan karena terdapat
menyatakan bahwa frekuensi stunting pada
cacing pada feses. Maka tidak terdapat
anak usia 3-5 tahun diposyandu Kricak berada
kecacingan pada anak sesuai tanda dan gejala.
dalam kategori sebagian besar (59,52%).
Pada jurnal ini juga dijelaskan bahwa tidak
Kecenderungan terjadinya stunting pada anak,
hanya tanda dan gejala saja yang dapat
yang utama adalah asupan gizi yang kurang,
mengidentifikasi kecacingan, uji labolatorium
penyakit infeksi, ketersediaan pangan, status
juga juga dilakukan sebagai uji penunjang
gizi ibu ketik hamil. Menurut asumsi peneliti,
untuk mengidentifikasi tanda infeksi yang
tingginya kejadian stunting dilokasi penelitian
lebih pasti.
ini juga dapat terjadi karena berada
Dalam penelitian ini peneliti hanya
dipinggiran kota dengan kesejahteraan
menggunakan kuesioner sesuai tanda dan
keluarga yang rendah, dimana sebagian dari
gejala kecacingan seperti: sering gatal di
6
orang tua balita bekerja sebagai buruh dan Gizi, asupan protein, penyakit infeksi,
petani. pemberian ASI ekslusif, status imunisasi
Dalam penelitian ini didapatkan anak balita, usia balita, jenis kelamin balita, berat
kurang dalam pemenuhan gizi seperti badan lahir rendah, pendidikan orang tua,
kurangnya memakan ikan, sayur mayur dan pekerjaan orang tua, dan status ekonomi.
buah-buahan. Tingginya kejadian stunting Dalam penelitian ini tanda dan gejala
dilokasi ini dapat terjadi karena tingkat tersebut tidak bisa dikatakan bahwa jika
kesejahteraan keluarga yang rendah sehingga stunting dapat disebabkan karena kecacingan
kurangnya pengetahuan orang tua terhadap dibuktikan dengan hasil uji statistik koefisien
kesehatan. Stunting pada balita perlu kontingensi didapatkan hasil p-value = 0,358
mendapatkan perhatian khusus karena dapat (>0,05) tidak ada hubungan antara kecacingan
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dengan kejadian stunting. Untuk mengetahui
fisik, perkembangan mental, dan status kecacingan harus dilakukan peninjauan
kesehatan pada anak. Stunting pada anak juga kembali terhadap cek feses, sehingga
berhubungan dengan peningkatan kerentanan diperlukan cek feses untuk menegakkan
anak terhadap penyakit, baik penyakit diagnosis yang pasti terhadap penyakit
menular maupun tidak menular. Stunting kecacingan.
menyebabkan buruknya kemampuan kognitif, IMPLIKASI
rendahnya produktivitas, serta meningkatnya Berdasarkan penelitian ini tanda dan
resiko penyakit mengakibatkan kerugian gejala tidak ada hubungan dengan stunting
jangka panjang bagi ekonomi keluarga. namun banyak faktor lainnya yang
Berdasarkan hasil analisis bivariat mempengaruhi stunting seperti asupan energi,
menggunakan Uji koefisien kontingensi asupan protein, penyakit infeksi, pemberian
didapatkan hasil p= 0,358 (>0,05). Yang ASI eksklusif, status imunisasi balita, usia
artinya tidak ada hubungan antara kecacingan balita, jenis kelamin balita, berat badan lahir
dengan kejadian stunting. rendah, pendidikan orang tua, pekerjaan orang
Hal ini sejalan dengan penelitian yang tua, dan status ekonomi sehingga hasil
dilakukan oleh (Zairinayati, 2019) yang tidak penelitian ini dapat memberikan gambaran
mengalami kecacingan sebesar (93%) dan kepada perawat. Perawat hendaknya
yang mengalami kecacingan (6,7%). Hasil memberikan edukasi pada pasangan usia
analisa didapatkan nilai p= 0,492 (>0,05). subur dan usia hamil tentang pentingnya
Yang menunjukkan hasil tidak ada hubungan nutrisi dan mendeteksi dini secara mandiri
kecacingan dengan kejadian stunting dimana tentang tanda dan gejala stunting agar
telah dijelaskan bahwa banyak faktor yang mendapatkan tindakan yang tepat apabila
mempengaruhi stunting yaitu:Asupan energi
7
terdapat indikasi yang mengarah ke penyakit Maduretno terhadap pentingnya kesehatan
stunting tersebut. pada anak.
4. Bagi Ilmu Keperawatan
KESIMPULAN
Diharapkan dapat menjadi sumber
1. Hampir seluruhnya (93,8%) anak tidak
ilmu yang baru bagi yang mempelajari
terindikasi sesuai tanda dan gejala
ilmu keperawatan dan agar memahami dan
kecacingan didesa Maduretno
memmpelajari lebih dalam lagi tentang
2. Sebagian besar (68,8%) anak mengalami
keperawatan.
pendek didesa Maduretno
5. Bagi Peneliti Selanjutya
3. Tidak ada Hubungan Antara Tanda dan
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat
Gejala Kecacingan Dengan Kejadian
melakukan penelitian kecacingan dengan
Stunting Pada Anak Usia 1-5 Tahun
menggunakan uji cek feses untuk
didesa Maduretno Wilayah Kerja
mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Puskesmas Batulicin I.
DAFTAR PUSTAKA
SARAN De Gier, B., Nga, T. T., Winichagoon, P.,
Dijkhuizen, M. A., Khan, N. C., Van De
1. Bagi Responden Bor, M., ...& Wieringa, F. T. (2016).
Diharapkan dapat melakukan Species-specific associations between
soil-transmitted helminths and
kunjungan Posyandu secara teratur atau micronutrients in Vietnamese
pemeriksaan di Puskesmas sebagai schoolchildren.The American journal of
tropical medicine and hygiene, 95(1),
tindakan untuk menangani stunting, dan 77-82.
juga untuk menambah informasi mengenai
Irawati N, Kasakeyan E dan Rusmono N
tumbuh kembang anak melalui konseling (2017). Rinitis alergi. Dalam:Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, REstuti
kepada tenaga kesehatan di Poskesdes/
RD (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Puskesmas. Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher.Edisi Ke-6. Jakarta: Fakultas
2. Bagi Institusi Pendidikan
Kedokteran Universitas Indonesia, pp:
128-134.
Hasil penelitian ini dapat menjadi
masukan dan sumbangan ilmu Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.Peraturan Menteri Kesehatan
pengetahuan bagi mahasiswi dan dapat Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
menjadi referensi bagi mahasiswi yang 2017 tentang Penanggulangan
Kecacingan.Jakarta: Sekretariat Negara;
ingin meneliti hal yang berkaitan dengan 2017.
stunting atau kecacingan.
Mufidah, Fatchul. (2015). Cermat Penyakit-
3. Bagi Tempat Peneliti penyakit Yang Rentan Didderita Anak
Usia Sekolah. Jogjakarta: Flashbooks.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat
menjadi bahan masukan bagi desa
8
Sotelo, J. (2014). A Cross-Sectional Study of
CoInfection with Helminths and
Malaria: The Effect on Hemoglobin
Levels among Luo Children in Rural
Western Kenya (Doctoral dissertation).
Sri Kartini, dkk. (2018). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejdian
Kecacingan Pada Anak Usia 1-5 Tahun.
Universitas Abdurrab
Supariasa Dewa Nyoman. (2015). Konseling
Status Gizi. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: Indonesia. Hal 45

Talitha Ulayya. (2018). Hubungan Asupan


Protein, Zat Besi, Dan Seng Dengan
Kejadian Infeksi Kecacingan Pada
Balita Dikota Semarang. Diponegoro:
Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro
WHO.(2010). “Soil-transmitted helminths,”
Official Website WHO.
http://www.who.int/intestinal_worms/en
/ (Diakses 5 februari 2013).
Zairinayanti. (2019). Hubungan Hygiene Dan
Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita. Palembang :
STIKES Muhammadiyah Palembang

You might also like