You are on page 1of 11

ISSN 2549-3922 EISSN 2549-3930 Journal of Regional and Rural Development Planning

Oktober 2017, 1 (3): 287-297


DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jp2wd.2017.1.3.287-297

Penentuan Pusat-pusat Kegiatan Baru


sebagai Alternatif untuk Mengurangi Kemacetan Kota Bogor
Determination of New Regional Growth Center
as an Alternative to Reduce Congestion of Bogor City

Dewi Annisa Rizki1*, Ernan Rustiadi2 & Soekmana Soma2


1
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah , Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB
Dramaga , Bogor 16680; 2Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680; *Penulis korespondensi. e-mail:
dewiannisarizki@gmail.com
(Diterima: 22 Februari 2017; Disetujui: 18 September 2017)

ABSTRACT

Bogor city is facing very serious congestion problems. Rearrangement of the spatial structure
of the urban growth centers could improve the city's transportation system. This study aims to map
the density of traffic, analyze the hierarchy of growth centers, analyze the spatial interactions and
formulate alternative arrangement of the centers of the new activities. The study was conducted
through descriptive analysis, Schallogram method, the Spatial Gravitation Model and TOPSIS.
Schallogram analysis is used to analyze the hierarchy level of service. The Gravity Model is used to
analyze the interaction between the regions. TOPSIS analysis is used to identify priority areas and
new growth centers. This study analyzed data on the volume of vehicles, facilities area, population,
road length, road network maps, and spatial plan (RTRW). The areas in the city center had the
highest traffic density and the highest hierarchical. While suburban areas tend to have the lowest
hierarchy. Based on the results of gravity model analysis, the areas with the highest attraction
located in the city center and extends along the corridor to the north and the south. While the
production area spread around the suburbs. Based on the analysis TOPSIS recommend new growth
centers, namely Margajaya, Cimahpar, and Bojongkerta.
Keywords: congestion, regional hierarchy, center

ABSTRAK

Kota Bogor merupakan kota penyangga Ibu Kota DKI Jakarta. Permasalahan kemacetan
merupakan salah satu permasalahan yang ada di kota Bogor. Untuk mengatasi kemacetan, perbaikan
sistem perkotaan perlu dilakukan dengan menetapkan pusat kegiatan baru. Penelitian ini bertujuan
untuk memetakan 1) kepadatan lalu lintas, 2) hierarki wilayah, 3) interaksi wilayah, dan 4) alternatif
pusat kegiatan baru. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis Deskriptif, Skalogram,
Gravitasi dan TOPSIS. Analisis Skalogram untuk mengetahui tingkat hierarki wilayah. Analisis
Gravitasi digunakan untuk mengetahui interaksi antar wilayah. Analisis TOPSIS untuk merumuskan
prioritas wilayah pusat pertumbuhan baru. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah volume
kendaraan, jumlah fasilitas wilayah, jumlah populasi penduduk, panjang jalan, peta jaringan jalan,
dan peta RTRW. Wilayah yang memiliki kepadatan lalu lintas tinggi adalah wilayah-wilayah yang
berada di pusat kota. Berdasarkan analisis Skalogram, wilayah hierarki satu cenderung ada di pusat
kota, sedangkan hierarki lima cenderung ada di pinggiran kota. Berdasarkan hasil analisis gravitasi
bahwa secara spasial wilayah tarikan berada ditengah dan memanjang kearah Utara dan Selatan

287
Journal of Regional and Rural Development Planning, Oktober 2017, 1 (3): 287-297

sedangkan wilayah bangkitan menyebar di pinggiran kota. Berdasarkan hasil analisis TOPSIS,
arahan wilayah pengembangan pusat kegiatan adalah di pinggiran kota yang berbatasan dengan
kabupaten Bogor yaitu kelurahan Margajaya, kelurahan Cimahpar, dan kelurahan Bojongkerta.
Kata kunci: kemacetan, hierarki wilayah, pusat

PENDAHULUAN salah satu permasalahan transportasi yang terjadi


hampir di setiap ruas Kota Bogor.
Transportasi merupakan bagian yang Kemacetan umumnya terjadi pada jam-
tidak terpisahkan dari tata ruang sebagai jam sibuk di pagi dan sore hari. Untuk mengatasi
penghubung antar wilayah dan kegiatan. permasalahan transportasi utamanya kemacetan,
Transportasi menempati ruang yang tersebar tidak dapat diselesaikan hanya oleh satu bidang
membentuk jaringan di dalam dan antar ruang ilmu. Menurut Black (1981) dalam Tamim
kegiatan. Disini letak perbedaan transportasi (2000), setidaknya ada 4 profesi yang
dengan guna lahan lainnya yang pada umumnya berpengaruh dalam sistem transportasi yaitu ahli
membentuk kawasan dengan batas-batas yang jalan raya, ahli lalu lintas, pengelola angkutan
jelas. Kedudukan transportasi adalah umum dan perencana wilayah. Kontribusi
menjembatani semua kegiatan manusia di dalam perencana wilayah dalam pergerakan lalu lintas
struktur wilayah. adalah dengan mengatur lokasi aktivitas suatu
Fungsi dari transportasi adalah untuk penggunaan lahan (landuse) atau tata guna lahan
memobilisasi arus pergerakan orang dan barang. agar dapat pula mengatur aksesibilitas kota
Pergerakan atau perjalanan terjadi karena tersebut.
manusia melakukan aktivitas di tempat yang Permasalahan transportasi merupakan
berbeda dengan daerah tempat mereka tinggal. permasalahan multifaktor dan multidisiplin.
Kegiatan mobilitas produsen dan konsumen dari Permasalahan transportasi tidak mungkin dapat
dan menuju lokasi interaksi untuk menggerakan terselesaikan dalam satu bidang ilmu apalagi
roda perekonomian membutuhkan sarana dan satu penelitian saja. Batasan dalam penelitian ini
prasarana transportasi. Pergerakan adalah dalam lingkup perencana wilayah,
perekonomian dalam suatu wilayah berimplikasi utamanya penatagunaan lahan.
terhadap perkembangan wilayah itu sendiri, Menurut Gulo (2015), pusat pertumbuhan
sehingga pergerakan dalam sistem transportasi merupakan salah satu alternatif untuk
memiliki peran penting dalam perkembangan menggerakan dan memacu pembangunan.
wilayah. Demikian pula, dengan semakin Pertumbuhan wilayah juga dapat meningkatkan
berkembangnya suatu wilayah dibutuhkan aksesibilitas masyarakat dengan di bangunnya
ketersediaan sarana dan prasarana transportasi jaringan jalan baru, sebagaimana diungkapkan
yang memadai. Rui et.al (2013), bahwa pertumbuhan jaringan
Menurut Tamim (2000), besarnya jalan semakin meningkat manakala pusat-pusat
pergerakan sangat berkaitan erat dengan jenis kegiatan semakin banyak.
dan intensitas kegiatan yang dilakukan. Kota Pertumbuhan pusat kegiatan itu sendiri
Bogor memiliki tingkat intensitas kegiatan terlihat dari perubahan pola penggunaan
tinggi, hal ini menjadikan tingkat kepadatan lalu lahannya. Menurut Kumalasari (2015),
lintas pun tinggi. Besarnya pergerakan lalu lintas penggunaan lahan mempengaruhi pergerakan
di Kota Bogor menimbulkan berbagai lalu lintas. Transportasi dan tata guna lahan
permasalahan, salah satunya permasalahan berhubungan sangat erat, Bau (2013)
transportasi. Permasalahan transportasi di menyebutnya sebagai satu land-use transport
antaranya kemacetan semakin kompleks system. Sistem transportasi yang tidak baik akan
dijumpai di Kota Bogor. Kemacetan merupakan menghalangi aktivitas tata guna lahan.
Sebaliknya, transportasi yang tidak melayani

D. A. Rizki, E. Rustiadi & S. Soma 288


Journal of Regional and Rural Development Planning, Oktober 2017, 1 (3): 287-297

suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak QHV = jumlah kendaraan berat hasil
termanfaatkan. pengamatan
Tujuan penelitian ini adalah untuk empHV= faktor pengali untuk kendaraan
mengurangi kemacetan di pusat Kota Bogor, berat
adapun sasarannya adalah untuk mengetahui (1) QMC =jumlah sepeda motor hasil
Kepadatan lalu lintas di Kota Bogor; (2) Hierarki pengamatan
wilayah di Kota Bogor; (3) Interaksi wilayah di empMC = faktor pengali untuk sepeda motor
Kota Bogor; serta (4) Alternatif wilayah
pengembangan pusat pertumbuhan. Kapasitas jalan perkotaan dihitung dari
kapasitas dasar. Kapasitas dasar adalah jumlah
METODE PENELITIAN kendaraan maksimum yang dapat melintasi
suatu penampang pada suatu jalur atau jalan
Analisis Kepadatan Lalu Lintas selama 1 (satu) jam. Besarnya kapasitas jalan
Kepadatan lalu lintas suatu ruas jalan dapat dijabarkan pada persamaan (MKJI, 1997):
dapat tergambar dari Tingkat Pelayanan Jalan
yang diperoleh berdasarkan derajat kejenuhan C = C0 x FCw x FCsp x FCsf x FCcs
ruas jalan tersebut. Derajat Kejenuhan
merupakan rasio dari arus lalu lintas ruas jalan Dimana :
(Q) terhadap Kapasitas ruas jalan (C). C = kapasitas ruas jalan (smp/jam)
Berdasarkan MKJI (1997), arus lalu-lintas C0 = kapasitas dasar
ruas jalan (Q) adalah jumlah atau banyaknya FCw = faktor penyesuaian kapasitas untuk
kendaraan yang melewati suatu titik tertentu lebar jalur lalu-lintas
pada ruas jalan dalam suatu satuan waktu FCsp = faktor penyesuaian kapasitas untuk
tertentu. Nilai arus lalu-lintas (Q) mencerminkan pemisahan arah
komposisi lalu-lintas, dengan menyatakan arus FCsf = faktor penyesuaian kapasitas untuk
dalam satuan mobil penumpang (smp). Nilai hambatan samping
arus lalu lintas ini juga dikenal dengan sebutan FCcs = faktor penyesuaian kapasitas untuk
volume kendaraan pada ruas jalan. Semua nilai ukuran kota.
arus lalu-lintas diubah menjadi satuan mobil
penumpang (smp). Dengan menggunakan Setelah memperoreh nilai arus lalu lintas
ekivalensi mobil penumpang (emp) yang (Q) dan nilai Kapasitas (C) untuk ruas-ruas jalan
diturunkan secara empiris untuk tiga tipe yang diamati, maka dapat melihat perilaku lalu
kendaraan yaitu kendaraan ringan (LV), lintas dalam hal ini kepadatan ruas jalan.
kendaraan herat (HV) dan sepeda motor (MC). Kepadatan lalu lintas tersebut digambarkan oleh
Jumlah kendaraan dari masing-masing tipe Derajat Kejenuhan (Ds) yang memiliki
dikalikan dengan nilai ekivalensi mobil persamaaan (MKJI, 1997):
penumpang (emp) untuk distandarisasi ke dalam
𝑄
satuan mobil penumpang (smp). 𝐷𝑠 =
𝐶
Perhitungan arus lalu lintas ruas jalan Dimana :
adalah dengan persamaan (MKJI,1997): Q = Arus Lalu Lintas (SMP/Jam)
C = Kapasitas ruas jalan (SMP/Jam)
Q = QLV + QHV × empHV + QMC × empMC
Nilai derajat kejenuhan ini, umum juga
Dimana : disebut dengan V/C R (volume per capacity
Q = arus lalu lintas ruas jalan (smp/jam) ratio) Setelah nilai Ds atau V/C R didapatkan,
QLV = jumlah kendaraan sedang hasil kemudian dilakukan klasifikasi berdasarkan
Pengamatan tingkat pelayanan jalan. Karakteristik tingkat

289 Penentuan Pusat-pusat...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Oktober 2017, 1 (3): 287-297

pelayanan jalan atau Level of Service (LOS) (Hinterland) penting dilakukan untuk
tersaji pada tabe1 1. menentukan prioritas wilayah pembangunan.
Hierarki wilayah ditunjukkan oleh
Tabel 1. Karakteristik tingkat pelayanan jalan kelengkapan fasilitas yang tersedia pada masing-
masing wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang
Batas
Tingkat lebih lengkap menujukan bahwa wilayah
Karakteristik V/C
Pelayanan tersebut memiliki hierarki lebih tinggi (Hierarki-
Ratio
Arus bebas dengan volume lalu 1). Untuk melihat hierarki wilayah yang
0.00 –
A lintas rendah dan kecepatan berpotensi dikembangkan, dilakukan analisis
0.20
tinggi; skalogram. Pada penelitian ini, selain ditentukan
Arus stabil dengan volume lalu
oleh jumlah fasilitas yang tersedia juga
lintas sedang dan kecepatan 0.20 –
B dimodifikasi dengan jarak terdekat terhadap
mulai dibatasi oleh kondisi lalu 0.44
lintas fasilitas di wilayah tetangga apabila di wilayah
Arus stabil tetapi kecepatan dan tersebut tidak terdapat fasilitas, hal ini
pergerakan kendaraan 0.45 – sebagaimana yang dilakukan Panuju dan
C
dikendalikan oleh volume lalu 0.74
lintas yang lebih tinggi; Rustiadi (2012).
Arus mendekati tidak stabil Dalam metode Skalogram, wilayah yang
dengan volume lalu lintas berpotensi sebagai pusat kegiatan adalah
tinggi dan kecepatan masih 0.75 – berhierarki lebih tinggi (Hierarki-1) dan
D
ditolerir namun sangat 0.84
terpengaruh oleh perubahan
sebaliknya semakin sedikit sarana dan prasarana
kondisi arus; yang tersedia maka akan memilki hierarki
Arus tidak stabil, dengan semakin rendah.
volume lalu lintas mendekati 0.85 – Data yang digunakan dalam analisis
E
kapasitas jalan dan kecepatan 1.00 skalogram adalah: (a) data jarak terdekat dengan
sangat rendah;
Arus tertahan dan terjadi
sarana kegiatan; (b) data jumlah dan jenis sarana
> pendidikan; (c) data jumlah dan jenis sarana
F antrian kendaraan yang
1.00
panjang; perkantoran; (d) data jumlah dan jenis pusat
Sumber: MKJI, 1997 perbelanjaan.
Tahapan dalam melakukan analisis
Untuk mendapatkan peta kepadatan lalu
skalogram dengan bantuan perangkat lunak
lintas wilayah, maka V/C R setiap ruas dalam
Excel adalah sebagai berikut :
suatu wilayah diambil nilai rata-rata, kemudian
1. Tahapan awal dalam melakukan analisis
dibagi menjadi 5 kelas. Interval antar kelas
skalogram adalah mengelompokan 2
diambil dengan perhitungan:
variabel yaitu variabel positif berupa
Ds Tertinggi − Ds Terendah jumlah fasilitas dan variabel negatif berupa
Interval = jarak terdekat dari fasilitas. Variabel positif
5
adalah variabel yang semakin besar nilainya
Klasifikasi kepadatan lalu lintas wilayah mencirikan wilayah dengan tingkat
tersebut yaitu wilayah dengan kepadatan lalu perkembangan lebih tinggi. Sebaliknya
lintas Rendah, Cukup Rendah, Sedang, Cukup variabel negatif adalah variabel yang
Tinggi, dan Tinggi. Semakin tinggi nilai Ds semakin besar nilainya mencirikan hierarki
menunjukan kepadatan lalu lintas wilayahnya atau tingkat perkembangan yang lebih
pun semakin tinggi. rendah.
2. Menjumlahkan masing-masing fasilitas,
Analisis Hierarki serta menjumlahkan wilayah yang
Sudarya et.al (2013) mengungkapkan, dianalisis. Pada penelitian ini jumlah
penetuan hierarki wilayah atau identifikasi wilayah yang dianalisis adalah 68 yaitu
wilayah pusat dan wilayah pendukung jumlah kelurahan yang ada di Kota Bogor.

D. A. Rizki, E. Rustiadi & S. Soma 290


Journal of Regional and Rural Development Planning, Oktober 2017, 1 (3): 287-297

3. Menghitung indeks fasilitas per 1000 6. Tahap berikutnya adalah melakukan


penduduk pada kelompok A dengan cara pembakuan indeks untuk seluruh variabel
menghitung nilai indeks fasilitas dengan termasuk variabel kelompok A dan
persamaan (Panuju dan Rustiadi, 2012): kelompok B, sehingga hasil akhir adalah
Fij indeks baku yang diperoleh dari persamaan
Aij = 1000 x
Pi (Panuju dan Rustiadi, 2012):
Dimana : (Iij − min(Ij))
Aij = indeks fasilitas ke-j di wilayah ke-i K ij =
Sj
Fij = jumlah fasilitas ke-j di wilayah ke-i
Pi = jumlah penduduk di wilayah ke-i Sedangkan untuk menentukan indeks
perkembangan (wilayah) kelurahan jumlah
Hasil perhitungan indeks fasilitas per kapita
nilai baku indeks hierarki pada (wilayah)
tersebut kemudian dijumlahkan pada baris
kelurahan tersebut:
dan kolom.
(Iij − min(Ij))
4. Menghitung invers indeks data pada IPK = ∑
Sj
kelompok B dengan menggunakan
persamaan (Panuju dan Rustiadi, 2012): Dimana :
Kij = nilai baku indeks hierarki
1 untuk wilayah ke-i dan ciri
Bij = ke-j
X ij
Dimana : Iij = bobot indeks penciri untuk
Bij = indeks invers data wilayah ke-i dan ke-j
Xij = nilai data wilayah ke-i variabel ke-j Min (Ij) = nilai minimum indeks pada
ciri ke-j
Pada tahap penghitungan ini Sj = standar deviasi
ditemukan variabel-variabel dengan nilai 7. Tahapan paling akhir adalah melakukan
1/Xij sama dengan “#DIV/0!”, hasil klasifikasi hierarki wilayah ke dalam 5
tersebut diperoleh ketika Xij bernilai 0. kelas dengan interval masing-masing kelas
Untuk itu nilai “#DIV/0!” perlu diganti menggunakan persamaan:
dengan nilai maksimum dari indeks invers
data. 3
Interval = x Sj
5. Tahap selanjutnya adalah dengan 5
menghitung bobot indeks penciri
Klasifikasi dalam analisis skalogram ini
menggunakan persamaan (Panuju dan
terdiri dari 5 hierarki, dimana hierarki
Rustiadi, 2012):
tertinggi adalah hierarki 1. Wilayah yang
X ij n memiliki hierarki 1 merupakan wilayah
Iij = yang berpotensi untuk menjadi pusat
X ij aj
kegiatan baru.
Dimana :
Iij = bobot indeks penciri
Analisis Interaksi Wilayah
Xij = nilai data wilayah ke-i variabel ke-j
Secara garis besar, analisis interaksi
i = 1,2,..., n menunjukan jumlah wilayah
wilayah merupakan analisis yang
j = 1, 2, ..., p menunjukan jumlah seluruh
menitikberatkan pada tiga unsur yaitu jarak,
variabel penciri
massa dan pergerakan. Dalam analisis model
gravitasi unsur-unsur tersebut di wakili oleh
Selanjutnya, menghitung nilai minimum
populasi pada wilayah asal (mi) dan tujuan (mj),
dan standar deviasi untuk kebutuhan tahap
aliran orang moda jalan (Tij) dan jarak (dij)
berikutnya.

291 Penentuan Pusat-pusat...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Oktober 2017, 1 (3): 287-297

berupa panjang jalan. Sebagaimana diungkapkan Dimana :


Jati dan Christanto (2012), menentukan jarak Vi = Model potensial
antar wilayah adalah dengan menggunakan data Vj = Model persaingan pasar
panjang jalan, hal ini dinilai lebih mi = populasi wilayah i
mengakomodasi analisis gravitasi. Data panjang mj = populasi wilayah j
jalan antar kelurahan yang digunakan dalam α, β, c = koefisien variabel populasi i, populasi
penelitian ini bersumber dari Dinas Bina Marga j dan jarak dari i ke j
dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2015.
Wilayah dalam penelitian ini adalah 68 Dasar untuk menentukan karakteristik suatu
kelurahan yang berada Kota Bogor. wilayah sebagai wilayah pembangkit atau
Model gravitasi dapat dirumuskan dengan sebagai wilayah penarik, adalah dengan melihat
persamaan (Panuju dan Rustiadi, 2012): rasio antara nilai potensial (Vi) dengan nilai
persaingan lokasi pasar (Vj). Apabila nilai Vi
β

i mj lebih besar dari Vj maka wilayah tersebut
Tij = k
dcij merupakan wilayah pembangkit/produksi.
Sebaliknya, apabila nilai Vi lebih kecil dari nilai
Penyelesaian persamaan ini dipecahkan dengan Vj maka wilayah tersebut merupakan wilayah
pendekatan fungsi regresi linier dengan terlebih penarik/pasar.
dahulu mentranformasikan ke dalam bentuk
logistik normal (ln), sehingga menjadi: AHP TOPSIS
Arahan pusat kegiatan wilayah Kota
ln 𝑇𝑖𝑗 = ln 𝑘 + 𝛼 ln 𝑚𝑖 + 𝛽 ln 𝑚𝑗 − 𝑐 ln 𝑑𝑖𝑗 Bogor dirumuskan melalui kombinasi dari
metode AHP (Analytical Hierarchy Process)
Dimana : dan TOPSIS (Technique for Others Reference by
Tij = Interaksi antar wilayah i dan j Similarity to Ideal Solution). Metode AHP
mi = populasi wilayah i digunakan untuk menentukan pembobotan
mj = populasi wilayah j terhadap kriteria yang telah ditentukan sehingga
dij = jarak antar wiayah i dan j mengurangi subjektivitas penilaian pada
α, β, c = koefisien variabel populasi i, populasi kriteria-kriteria yang dijadikan sebagai input dan
j dan jarak dari i ke j kemudian dilakukan perangkingan. Technique
k = konstanta For Order Preference By Similarity To Ideal
Solution (TOPSIS) merupakan salah satu metode
Model gravitasi kemudian dapat dikembangkan pengambilan keputusan melalui pengukuran
untuk melihat model potensial dengan model kinerja relatif dari alternatif-alternatif keputusan
persaingan lokasi pasar, sebagaimana dalam bentuk matematis sederhana (Fitriana et
dirumuskan: al., 2015).
β
Secara umum tahapan dalam analisis
1 n mj
Vi = ∑j=1 , i≠j TOPSIS adalah: (1) Menentukan matriks
D dcij
keputusan yang ternomalisasi, (2) Menghitung
matriks keputusan ternormalisasi yang terbobot,
𝛽
𝑚𝑗
Dimana ∑𝑖 ∑𝑗 =D (3) Menghitung matriks solusi ideal positif dan
𝑐
𝑑𝑖𝑗
matriks solusi ideal negatif, (4) Menghitung
1 n mα
Vj = ∑i=1 i
, i≠j jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks
D dcij
solusi ideal positif dan matriks solusi ideal
negatif, (5) Menghitung nilai preferensi untuk
𝑚𝑖𝛼
Dimana ∑𝑖 ∑𝑗 𝑐 =D setiap alternatif.
𝑑𝑖𝑗
Dalam perangkingan kelurahan
menggunakan TOPSIS maka ada kriteria yang

D. A. Rizki, E. Rustiadi & S. Soma 292


Journal of Regional and Rural Development Planning, Oktober 2017, 1 (3): 287-297

harus dimaksimumkan atau diminimumkan Dapat digambarkan bahwa ruas-ruas jalan


dengan berbagai pertimbangan sebagaimana tersebut memiliki arus yang tidak stabil dengan
tersebut di atas. Perangkingan didasarkan pada volume lalu lintas tinggi, fluktuasi volume lalu
pertimbangan kepadatan lalu lintas wilayah, lintas dan hambatan temporer dapat
hierarki wilayah dan interaksi wilayah. Dalam menyebabkan penurunan kecepatan yang besar.
penelitian ini, kriteria kepadatan lalu lintas Hal ini menyebabkan pengemudi memiliki
dipilih yang minimum, kriteria hierarki wilayah kebebasan yang sangat terbatas dalam
dipilih yang memiliki hierarki tertinggi, dan menjalankan kendaraan. Jika kondisi ini dialami
kriteria interaksi wilayah dipilih yang wilayah dalam waktu singkat masih dapat ditolerir, akan
pasar. Dari hasil perangkingan tersebut diketahui tetapi ketika dialami pada waktu yang panjang
wilayah yang dapat dijadikan alternatif sebagai maka kondisinya akan sangat tidak nyaman.
pusat kegiatan. Peta Tingkat Pelayanan Jalan Kota Bogor tersaji
Pada penelitian ini untuk melakukan dalam Gambar 1.
analisis TOPSIS dilakukan dengan
menggunakan software Sanna. Wilayah terpilih
sebagai alternatif pusat kegiatan adalah wilayah
yang memiliki nilai R.U.V (Range Unit Value)
tertinggi. Nilai R.U.V sebagai cerminan dari
kedekatan relatif dari alternatif kecamatan ke-i
terhadap solusi ideal positif sehingga altenatif
kelurahan dengan nilai R.U.V tertinggi/ terbesar
merupakan solusi yang terbaik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kepadatan Lalu Lintas Kota Bogor


Pergerakan lalu lintas kendaraan
tertinggi di Kota Bogor adalah pada ruas jalan
akses tol. Selanjutnya diikuti pergerakan ke dan
dari pusat kota serta kawasan peralihan
(Hinterland). Hal ini dikarenakan pola Gambar 1. Peta tingkat pelayanan jalan
Kota Bogor
pengembangan tata ruang Kota Bogor yang
terkonsentrasi di bagian tengah, sedangkan di
Berdasarkan peta tingkat pelayanan jalan,
daerah pinggiran dominan dengan kawasan
dapat terlihat ruas-ruas jalan yang memiliki
hunian/pemukiman. Ruas-ruas jalan dengan
derajat kejenuhan yang hampir jenuh berada di
tingkat pelayanan terendah adalah jalan Sukasari
pusat kota. Untuk membuat peta kepadatan lalu
3, Jalan Tanjung Biru, Jalan Sancang, Jalan Raya
lintas wilayah, maka diambil nilai rata-rata dari
Sukabumi, Jalan Nyi Raja Permas, Jalan Kapten
v/c ratio ruas-ruas jalan pada tiap wilayah
Muslihat, Jalan Pengadilan, Jalan Dewi Sartika,
kelurahan. Secara spasial kewilayahan
Jalan Siliwangi, Jalan Lawang Seketeng, Jalan
kepadatan lalu lintas di Kota Bogor tersaji dalam
R. Shaleh Syarif Bustaman (Raya empang) dan
Gambar 2.
Jalan Pahlawan.

293 Penentuan Pusat-pusat...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Oktober 2017, 1 (3): 287-297

seluruh kelurahan. Oleh karena itu, penelitian ini


dilakukan untuk mengetahui hierarki wilayah
kelurahan yang ada di Kota Bogor. Berdasarkan
analisis Skalogram, hierarki tertinggi (hierarki
1) cenderung di pusat kota kemudian menyebar
ke pinggiran kota cenderung hierarki nya lebih
rendah.
Wilayah hierarki 1 adalah kelurahan
Babakan, Margajaya, Pabaton dan Tanah Sareal.
Wilayah hierarki 2 adalah kelurahan
Ciwaringin, Gudang dan Paledang. Wilayah
hierarki 3 adalah kelurahan Bantarjati, Baranang
Siang, Cibogor, Cibuluh, Empang, Kebon
Kelapa, Loji, Menteng, Pasir Mulya, Semplak,
Gambar 2. Peta kepadatan lalu lintas
Sempur, Sindangsari, Sukaresmi, Tajur dan
wilayah Kota Bogor
Tegal Gundil.
Berdasarkan peta tingkat pelayanan jalan, Wilayah hierarki 4 adalah Batu Tulis,
dapat terlihat ruas-ruas jalan yang memiliki Bojongkerta, Bondongan, Cibadak, Cilendek
derajat kejenuhan yang hampir jenuh berada di Barat, Ciluar, Cimahpar, Ciparigi, Curug, Curug
pusat kota. Hal ini sejalan dengan besarnya Mekar, Gunung Batu, Harjasari, Kayumanis,
penggunaan lahan di pusat kota yangdidominasi Kebon Pedes, Kedung Badak, Kedung Halang,
oleh lahan terbangun terutama guna lahan jasa Kedung Jaya, Mekar Wangi, Muarasari, Pakuan,
dan perdagangan. Pamoyanan, Panaragan, Pasirjaya, Pasirkuda,
Sindang Barang, Sukadamai, Tanah Baru,
Hierarki Wilayah Kota Bogor Tegallega.
Hierarki Kota Bogor dikaji dengan Wilayah hierarki 5 adalah kelurahan
analisis skalogram. Analisis skalogram Balumbangjaya, Bubulak, Cikaret, Cilendek
digunakan untuk mengetahui tingkat Timur, Cipaku, Genteng, Katulampa, Kedung
perkembangan suatu wilayah berdasarkan Waringin, Kencana, Kertamaya, Lawang
aktivitas sosial, ekonomi, serta mengidentifikasi Gintung, Mulyaharja, Rancamaya, Rangga
tingkat kemampuan wilayah dan aksesibilitas Mekar, Sindangrasa, Situ Gede, Sukasari. Hiraki
penduduk ke pusat-pusat pelayanan. wilayah Kota Bogor dipetakan dalam Gambar 3.
Ketersediaan fasilitas tidaklah seragam di

Gambar 3. Peta hierarki wilayah Kota Bogor

D. A. Rizki, E. Rustiadi & S. Soma 294


Journal of Regional and Rural Development Planning, Oktober 2017, 1 (3): 287-297

Interaksi Wilayah Badak, Kedung Halang, Kencana, Kertamaya,


Berdasarkan analisis gravitasi, wilayah Lawang Gintung, Margajaya, Mekarwangi,
pusat kota adalah wilayah pasar atau wilayah Menteng, Muarasari, Pakuan, Paledang,
penarik pergerakan. Akan tetapi wilayah penarik Pamoyanan, Pasirmulya, Semplak, Sempur,
ini telah pula menyebar ke wilayah tanah sareal, Sindangrasa, Sindangsari, Situ Gede, Sukadamai
wilayah barat, dan wilayah timur. Wilayah dan Tanah Sareal.
tarikan dan wilayah bangkitan jumlahnya Wilayah bangkitan atau wilayah produksi
berimbang yaitu masing-masing 34 wilayah. merupakan wilayah yang cenderung menjadi
Wilayah tarikan atau wilayah pasar tempat asal pergerakan yaitu wilayah kelurahan
merupakan wilayah yang cenderung menjadi Babakan, Babakan Pasar, Balumbangjaya,
tempat tujuan pergerakan antara lain wilayah Bantarjati, Bubulak, Cibadak, Cibogor, Cibuluh,
kelurahan Baranangsiang, Batutulis, Cikaret, Cilendek Barat, Cilendek Timur, Ciluar,
Bojongkerta, Bondongan, Cimahpar, Cipaku, Ciparigi, Ciwaringin, Harjasari, katulampa,
Curug, Curug Mekar, Empang, Genteng, kayumanis, Kebon Kelapa, Kedungjaya,
Gudang, Gunung Batu, Kebon Pedes, Kedung Kedung Waringin, Loji, Mulyaharja, Pabaton,
Panaragan, Pasirjaya, Pasirkuda, Rancamaya, Gundil. Peta Interaksi Wilayah disajikan pada
Ranggamekar, Sindang Barang, Sukaresmi, Gambar 4.
Sukasari, Tajur, Tanah Baru, Tegallega, Tegal

Gambar 4. Peta interaksi wilayah

Pemilihan Pusat Kegiatan Wilayah wilayah pertumbuhan baru, maka dipilih


Untuk menentukan wilayah wilayah yang dialokasikan sebagai wilayah
pertumbuhan baru, langkah pertama yang perdagangan dan jasa. Wilayah-wilayah tersebut
dilakukan adalah melihat regulasi yaitu RTRW adalah WP B, WP D dan WP E. Peta Wilayah
Kota Bogor. Dalam RTRW itu sendiri diatur Pelayanan Kota Bogor disajikan pada Gambar 5.
Wilayah Pelayanan. Dalam hal pertumbuhan

295 Penentuan Pusat-pusat...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Oktober 2017, 1 (3): 287-297

Gambar 5. Peta wilayah pelayanan Kota Bogor


Sumber : Balitbangpeda Kota Bogor, 2015
Gambar 6. Peta alternatif
Pemilihan alternatif pusat kegiatan wilayah
dilakukan dengan pendekatan metode MCDM Pusat Kegiatan Wilayah Kota Bogor
(Multicriteria Decision Making). Pendekatan MCDM
digunakan karena mampu mengevaluasi alternatif- berdasarkan analisis TOPSIS, wilayah yang
alternatif berdasarkan banyak kriteria yang tidak berpotensi sebagai arahan pusat kegiatan adalah
dapat dievaluasi dengan pendugaan sederhana atau kelurahan Margajaya, kelurahan Cimahpar dan
dengan satu dimensi. Metode MCDM yang kelurahan Bojongkerta. Ketiga wilayah tersebut
digunakan dalam penelitian ini adalah metode AHP-
TOPSIS. berada tepat di pinggiran Kota Bogor atau
Sebelum dilakukan pemilihan alternatif berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor.
pusat kegiatan wilayah dengan metode MCDM Kelurahan Margajaya dilintasi oleh jalan
TOPSIS, terlebih dahulu dilakukan pembobotan nasional yaitu Jalan Raya Dramaga dan
kriteria dengan menggunakan metode AHP. berbatasan langsung dengan Desa Dramaga,
Pembobotan kriteria dengan metode AHP dimana di desa tersebut terdapat perguruan
dilakukan dengan wawancara/kuesioner tinggi terkemuka di Indonesia yaitu Institut
terhadap tiga orang responden yang dianggap Pertanian Bogor. Kelurahan Cimahpar memiliki
ahli/expert, berpengalaman dan mengerti benar jalan masuk menuju jalan tol lingkar luar Bogor
permasalahan yang ada mengenai tingkat serta berbatasan dengan kawasan Sentul.
kepentingan kriteria dalam bentuk pendapat Kelurahan Bojongkerta dilalui jalan Raya Ciawi-
kualitatif. Sukabumi dan jalan tol Bogor Ciawi Sukabumi
Dalam menentukan pusat kegiatan yang saat ini sedang dalam tahap pengerjaan.
wilayah, digunakan analisis TOPSIS pada tiga Ketiga wilayah tersebut mendekati akses
Wilayah Pelayanan (WP) yang direncanakan jaringan jalan lingkar luar, dimana
untuk kegiatan perdagangan dan jasa yaitu WP pengembangan jalan lingkar luar (outer ring
B, WP D dan WP E. Peta Alternatif Pusat road) maupun jalan lingkar dalam (inner ring
Kegiatan Wilayah Kota Bogor tersaji dalam road) merupakan strategi peningkatan
Gambar 6. aksesibilitas dan keterkaitan antar pusat
kegiatan. Ketiga wilayah tersebut dapat mejadi
titik simpul jalan lingkar luar (non tol) sebagai
alternatif pemecah kepadatan lalu lintas di pusat
kota, sehingga penglaju dari luar Kota Bogor
tidak perlu lagi melintasi pusat Kota Bogor.

I. Kurniawan, B. Barus & A. E. Pravitasari 296


Journal of Regional and Rural Development Planning, Oktober 2017, 1 (3): 287-297

SIMPULAN Gulo, Y. (2015). Identifikasi Pusat-Pusat


Pertumbuhan Wilayah Pendukungnya
Terdapat tiga alternatif kelurahan sebagai dalam Pengembangan Wilayah
arahan pusat kegiatan wilayah di Kota Bogor Kabupaten Nias. Jurnal Widyariset,
yang ketiganya berada di pinggiran kota Bogor. 18(1), 37-48.
Ketiga kelurahan tersebut adalah kelurahan Jati, V. I. M., & Christanto, J. (2012). Kajian
Margajaya, Cimahpar dan Bojongkerta. Diantara Perkembangan Permukiman Wilayah Peri
ketiga wilayah yang menjadi arahan pusat Urban di Sebagian Wilayah Kabupaten
kegiatan wilayah Kota Bogor berdasarkan Sukoharjo Tahun 2001-2007. Jurnal Bumi
penelitian ini, hanya Margajaya yang berada Indonesia, 1(1), 1-8.
pada hierarki 1, akan tetapi jika dilihat lebih Kumalasari, D., Soemarno, & Wicaksono, A.
jauh, hubungan dengan wilayah tetangganya (2011). Pengaruh Guna Lahan terhadap
yang berada di Kabupaten Bogor, ketiganya Tarikan Pergerakan, Biaya Kemacetan
memiliki nilai strategis. Margajaya berbatasan dan Biaya Kecelakaan (Di Jalan KH.
dengan Dramaga, dimana terletak perguruan Abdul Fatah-Jalan Kapten Kasihin
tinggi terkemuka di Indonesia yaitu IPB. Tulungagung). Rekayasa Sipil, 5(3), 168-
Cimahpar dapat tembus ke jalan tol Lingkar Luar 179.
Bogor yang diprediksi akan terus berkembang. Panuju, D. R. & Rustiadi, E. (2012). Teknik
Bojongkerta dilalui oleh jalan tol Bogor Ciawi Analisis Perencanaan Pengembangan
Sukabumi, juga berpotensi sebagai wilayah yang Wilayah. Bogor: Bagian Perencanaan
akan terus berkembang. Berdasarkan analisis Pengembangan Wilayah, Departemen
gravitasi, ketiganya merupakan wilayah tarikan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
(pasar), yaitu wilayah yang cenderung menjadi Institut Pertanian Bogor.
tempat tujuan pergerakan (destination). Dari Rachmawati, R. & Kurniawan, A. (2006). Pola
segi kepadatan lalu lintas, Cimahpar dan Pergerakan Keruangan Penduduk
Bojongkerta memiliki kepadatan wilayah yang Pinggiran Kota dan Pngaruhnya terhadap
rendah, sedangkan Margajaya memiliki Konsentrasi Kegiatan di Kota
kepadatan lalu lintas wilayah dengan kategori Yogyakarta. Majalah Geografi Indonesia,
sedang. 20(1), 20-31.
Rui, Y., Ban, Y.,Wang, J., & Haas, J. (2013).
DAFTAR PUSTAKA
Exploring the patterns and evolution of
self organized urban street networks
Bau, Q. D., Hartono, Parikesit, D., & Gunawan
through modeling. The European
T. (2013). Pengembangan Metode
Physical Journal B 86, 74.
Bangkitan dan Tarikan Perjalanan
Sekretariat Daerah Kota Bogor. (2011).
Berdasarkan Citra Quickbird. Jurnal
Peraturan Daerah Kota Bogor No.8
Transportasi, 13(2), 105-114.
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Direktorat Bina Jalan Kota, Direktorat Jenderal
Wilayah Kota Bogor.
Bina Marga, Kementrian Pekerjaan
Sudarya, D., Sitorus, S. R. P., & Firdaus, M.
Umum. (1997). Manual Kapasitas Jalan
(2013). Analisis Perkembangan Ekonomi
Indonesia.
Wilayah untuk Arahan Pembangunan
Fitriana, A.N., Harliana, & Handaru. (2015).
Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten
Sistem Pendukung Keputusan untuk
Garut. Jurnal Ilmiah Geomatika, 19(2),
Menentukan Prestasi Akademik Siswa
134-140.
dengan Metode TOPSIS. CITEC Journal,
Tamim, 0. Z. (2000). Perencanaan dan
2(2), 153-164.
Pemodelan Transportasi. Cetakan Kedua.
Bandung: Penerbit ITB

297 Penentuan Pusat-pusat...

You might also like