You are on page 1of 12

Jurnal Ilmiah Living Law ISSN 2087-4936 Volume 9 Nomor 1, Januari 2017 79

PENGADAAN TANAH DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM

PROCUREMENT OF LAND IN LEGAL SOCIOLOGICAL PERSPECTIVE

Martin Roestamy Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana


Universitas Djuanda Bogor
E-mail : magister.hukum@unida.ac.id
Korespondensi : Martin Roestamy Tel. (62) 251 8240773
e-mail : martinroestamy@yahoo.com

Jurnal Abstract : If all stakeholders of land provision adhere to the principles governed by
Living Law, the Constitution and the State Controlling Right, then the issue of the regulation of
Vol. 9, No. 1, land will not be a national dilemma inheriting a prolonged conflict and not less as a
2017
result of the loss of life. Land is something sacred (magical) for people who have
hlm. 79-90
historical and spiritual value is not just a matter of investment and business
commodities that have been going on, but the land is the right of the nation that has
the value of the struggle that becomes the object of the interests of all parties, the
people, government, and speculators. This research is expected to be an input to
stakeholders to support the birth of Land Bank as an institution in charge of providing
land for public interest. The research was conducted by using Sociological Juridical
Method combined with Normative Juridical with a Qualitative Approach. It concerns
the problem of access to the rule of law which cannot run properly, and legal culture
is still low so that with the sociological and juridical approach. Those can be found the
nature of the primary cause problematic of land supply in Indonesia, especially for the
public interest and more specifically for the benefit of providing housing for low-
income people.

Keywords : Procurement of Land, Legal Culture, State Right Controlling, Land Bank

Abstrak : Salah satu tugas pemerintah adalah menjamin ketersediaan tanah


khususnya bagi kepentingan umum, adalah bagian daripada Hak Menguasai Negara
seperti yang diamanahkan dalam Undang-undang nomor: 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) pasal 2 ayat 2(a) sebagaimana juga
dengan Hak untuk mengatur peruntukan, penggunaan, penyediaan, dan
pemeliharaan atas tanah. Dimaksudkan oleh pembuat undang-undang agar
penyediaan tanah dapat berjalan dengan tertib administrasi, transparan, dan adil.
Konstitusi juga sudah menggariskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat, yang di dalam UUPA pasal 1 ditambahkan dengan ruang
angkasa sebagai objek Hak Menguasai Negara. Jika semua pihak atau stake-holder
penyediaan tanah berpegang kepada prinsip yang diatur oleh konstitusi dan Hak
Menguasai Negara maka persoalan penyediaan tanah tidak akan menjadi dilema
nasional yang mewariskan konflik berkepanjangan dan tidak kurang juga akibatnya
menelan korban nyawa. Makalah ini adalah hasil penelitian panjang oleh penulis
yang disarikan dalam sebuah tulisan dari banyaknya peristiwa kemelut pertanahan
akibat kurang terinventarisirnya persoalan penyediaan tanah yang didahului oleh
pembebasan tanah. Tanah merupakan sesuatu yang sakral (magis) bagi masyarakat
yang memiliki nilai historical dan spiritual tidak sekedar masalah investasi dan
komoditas bisnis yang selama ini sudah terjadi, tetapi tanah adalah Hak Bangsa yang
memiliki nilai kejuangan yang menjadi objek kepentingan semua pihak, baik rakyat,
investor, pemerintah, maupun spekulan. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan
kepada stakeholder untuk mendukung lahirnya Land Bank sebagai lembaga yang
bertugas melakukan penyediaan tanah untuk kepentingan umum. Penelitian
dilakukan dengan pendekatan Yuridis Sosiologis yang dikombinasikan dengan
80 Martin Roestamy Pengadaan Tanah Dalam Perspektif Sosiologi..

Yuridis Normatif karena menyangkut masalah akses aturan hukum yang tidak dapat
berjalan sebagaimana mestinya, dan budaya hukum yang masih rendah sehingga
dengan pendekatan sosiologis dan yuridis dapat ditemukan hakikat yang menjadi
conditio sinnea aquanon problematika penyediaan tanah di Indonesia, khususnya
untuk kepentingan umum dan lebih khusus lagi untuk kepentingan penyediaan
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Kata Kunci : Penyediaan tanah, Budaya Hukum, Hak Menguasai Negara, Bank Tanah

persiapan, sosialisasi, verifikasi, serta


PENDAHULUAN transisi; sering terkendala dengan
Persoalan pengadaan tanah, persoalan diantaranya yang memang
penyediaan tanah, atau pembebasan tanah diciptakan, walaupun banyak juga
masih memerlukan peta jalan yang panjang persoalan-persoalan lain seperti
menelusuri sistem hukum tanah di permasalahan dokumentasi, harga,
Indonesia. Tanah, dalam paradigma sosialisasi dan pelaksanaan yang
masyarakat tertentu merpakan sesuatu memerlukan kesabaran dan ketangguhan
yang sakral, religius, sensitif, harga diri dan dalam bernegosiasi.
melibatkan banyak pihak. Secara praktikal Di samping persoalan di atas secara
pengadaan tanah (Apakah dengan teori asas keseimbangan, keadilan,
pemberian, peralihan, ganti rugi atau kepastian hukum, kebebasan berkontrak,
konsolidasi tanah) masih menyimpan adalah bagian yang perlu mendapat
problematika dalam praktik hukum tanah, perhatian pelaksanaan pembebasan tanah,
dengan segala proses dan kepentingannya. baik peralihan maupun pelepasan, yang
Di samping itu diketahui pula bahwa merupakan bagian dari Hukum Perdata
stakeholder tanah merupakan sesuatu yang (Hukum Privat), dimana para pihak yaitu
unlimited, di lain keadaan ketersediaan pemegang hak atau penggarap tanah
tanah merupakan sesuatu yang limited. dengan pihak yang “membebaskan tanah”
memiliki kedudukan yang sama (Equality
Dalam setiap kegiatan proses
before the Law) yang dilindungi oleh
pengadaan tanah (dikenal juga dengan
konstitusi dan undang-undang negara.
istilah pembebasan tanah) baik dengan
Beberapa contoh dapat dilihat dari
cara pelepasan, pengalihan maupun ganti
pelaksanaan penyediaan tanah untuk
rugi dan konsolidasi tanah akan melibatkan
kepentingan umum, seperti jalan tol
banyak pihak yang disebut dengan
misalnya proyek pengadaan tanah bagi
pemangku kepentingan dan pengampu
pembangunan jalan tol Bogor, Ciawi, dan
kepentingan, malahan pemangku yang
Sukabumi (BOCIMI) dengan panjang
tidak berkepentingan, seperti yang kenal
53.6KM, sampai saat saat ini (sejak 2009)
dengan LSM, premanisme, agensi ataupun
proses ganti rugi tanah belum selesai
dalam Bahasa Daerah dikenal dengan
akibat kendala-kendala yang disebutkan di
Biyong (Jawa Barat) atau Tukang Pakang
atas, dua tahun yang lalu karena rumitnya
(Melayu), Makelar, Calo, dan istilah lain
proses ganti rugi tanah yang dilewati jalur
sesuai dengan daerahnya. Bisa jadi
tol ini, hampir saja proyek tersebut
disebabkan mereka yang tergolong
dibatalkan oleh Gubernur Jawa Barat
“pemangku yang tidak berkepentingan”,
(seperti yang dikabarkan di media),
justru sebagai penyebab program
mengingat negosiasi antar para pihak
pengadaan tanah menjadi deadlock dan
terkait berlarut-larut. Semua orang tahu
gagal, proyek menjadi terbengkalai,
bahwa proyek tersebut sangatlah vital bagi
setidaknya mundur atau delay untuk waktu
masyarakat Indonesia, khususnya
yang cukup lama. Sebut saja misalnya,
masyarakat Jawa Barat, karena
proyek jalan tol. Hampir semua pengadaan
menyangkut kegiatan ekonomi, distribusi
tanah untuk proyek jalan tol, dari proses,
Jurnal Ilmiah Living Law ISSN 2087-4936 Volume 9 Nomor 1, Januari 2017 81

barang dan kepentingan transportasi dapat berdampak negatif terhadap


umum lainnya. Universitas Djuanda Bogor pembangunan dan perkembangan ekonomi
pernah menawarkan untuk mengadvokasi suatu investasi, baik oleh pemerintah yang
masyarakat melalui beberapa Kepala Desa, harus didukung oleh swasta nasional
akan tetapi justru beberapa oknum Kepala maupun asing.
Desa menolak, dengan alasan klasik ini dan Pengadaan tanah untuk pembangunan
itu. Kasus sengketa pembebasan tanah perumahan dan permukiman juga tidak
untuk proyek jalan tol Cikunir, Serpong, lepas dari permasalahan klasik
termasuk Bekasi, sebagaimana diberitakan sebagaimana disebutkan di atas. Banyak
oleh media elektronik dan cetak misalnya sekali pengadaan tanah untuk
dengan penutupan jalan tol oleh pembangunan perumahan, persengketaan
masyarakat atau oleh keluarga, malahan di sudah timbul dari tahap persiapan sampai
tengah jalan tol Jati Warna misalnya ada eksekusi. Banyak juga kejadian perkara
anggota masyarakat yang memasang tenda yang sampai ke ranah pengadilan
dan tidur di jalan tol dengan alasan walaupun sertipikasi hak atas tanah sudah
pembebasan tanah (ketika itu, sekarang diterbitkan oleh BPN ke atas nama
pengadaan tanah) belum tuntas, padahal pengembang, bahkan end-user (pembeli).
jalan tol sudah beroperasi. Yang terjadi pada pengembang swasta
Kasus lain pembebasan tanah untuk maupun PERUMNAS yang sebagian
kepentingan perkebunan misalnya, tugasnya untuk menyediakan perumahan
beberapa kali kerusuhan terjadi di berbagai bagi MBR, termasuk rusunawa maupun
daerah, malahan sampai merenggut nyawa, rusunami, tidak terlepas dari
seperti di Lampung, Sumatera Utara, Riau, persengketaan.
Kalimantan, Jambi, dan hampir di semua Penomena di atas diantaranya sudah
wilayah Republik Indonesia ditemukan menjadi fakta yang berkembang dan
sengketa pada proses maupun bahkan menjadi konsumsi publik dan
penyelesaian akhir pembebasan tanah, aparat pengakan hukum. Pertanyaannya
malahan HGU yang sudah dikeluarkan oleh adalah, Bagaimana akar permasalahan
BPN digugat dan diduduki masyarakat, sengketa pengadaan tanah tersebut?
dengan alasan peralihan hak diberikan Sepertinya sudah menjadi benang kusut
kepada orang yang salah oleh panitia, atau yang susah diurai, karena melibatkan pihak
hak yang tumpang tindih, dan bisa juga dan suquences. Dari berbagai penelitian
karena kesepakatan harga secara sepihak. yang penulis lakukan bersama Universitas
Kasus pengadaan tanah merupakan kasus Djuanda dan Kantor Notaris dan Pejabat
yang fenomenal, menarik perhatian Pembuat Akta Tanah (PPAT), problematika
masyarakat, pemerhati, para ahli, dan pengadaan tanah dapat diidentifikasi dari
akademisi, LSM, bahkan LSM asing ikut beberapa faktor sebagai berikut:
meramaikan karena aromanya berbau 1. Prinsip dasar hubungan hukum antara
harum mengingat terbatasnya ketersediaan subyek hukum dan masyarakat dengan
tanah, sehingga tanah menjadi objek tanah yang bersifat sakralitas dan
bahkan primadona investasi bahkan religiusitas. Di samping itu, khusus
spekulasi, akan tetapi di lain pihak aroma tanah-tanah adat dan ulayat harus
problema pertanahan Indonesia berbau melibatkan pemangku kepentingan
busuk, karena problematika pengadaan dan pengampu kepentingan seperti
tanah merupakan salah satu penyumbang tokoh masyarakat adat yang
rendahnya index persaingan Indonesia bermacam-macam tipe serta modelnya.
yang berada pada rangking 4 di ASEAN dan 2. Perkembangan demokratisasi di
bahkan dalam beberpa berada di bawah Indonesia, seperti penghormatan
Vietnam. Keluhan terdengar dari investor terhadap HAM, kearifan lokal, prinsip
asing maupun investor dalam negeri, yang Equality Before The Law, seolah-olah
82 Martin Roestamy Pengadaan Tanah Dalam Perspektif Sosiologi..

memicu efforia, dengan paradigma sepenuhnya menerapkan budaya


“yang penting melawan”, belum lagi hukum Pancasila yang mengutamakan
para provokator tanah yang tergolong asas kekeluargaan dan gotong royong.
spekulan, calo, biyong, agen-agen, LSM; Pengadaan tanah untuk kepentingan
kadang-kadang membuat proses investasi nampaknya masih cenderung
pengadaan tanah menjadi kisruh dan melihat dari perspektif untung rugi,
deadlock. kapitalistis. Kemudian kelemahan
3. Masalah ladang berpindah yang dapat lainya adalah soal sosialisasi rencana
menimbulkan tumpang tindih hak, pembangunan daerah yang
untuk tanah perkebunan dan sarana bersangkutan yang kurang transparan
umum lainnya seperti jalan tol. Sering dan tidak melibatkan masyarakat.
timbul rombongan para pihak, ahli Keterlibatan masyarakat tidak dari
waris, persukuan yang lebih dari satu awal perencanaan, tetapi setelah
yang mengakui sebagai pemilik tanah. perencanaan itu diputuskan untuk
Anehnya, keadaan ini diantaranya dieksekusi, sehingga masyarakat tidak
mendapat dukungan dari pemangku ditempatkan pada posisi partisipatif,
adat serta aparat desa atau kecamatan. masyarakat cenderung menjadi objek,
4. Ketentuan Peraturan perundang- tidak menjadi subjek.
undangan itu sendiri, beberapa 7. Tanah sudah menjadi komoditas
diantaranya berada pada grey area perdagangan dan investasi, sebagai
yang dapat menimbulkan multi tafsir. konsekuensinya harga tanah
Hal ini dibuktikan ketentuan tentang melambung, dan menjauhkan tanah
pengadaan tanah diubah berkali-kali, dari rakyat, sehingga ada pepatah:
termasuk turutan ketentuan undang- “Tanah semakin tinggi di langit.”
undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Khususnya pengadaan tanah untuk
Pengadaan Tanah, khususnya perumahan dan permukiman bagi
mengenai pengadaan tanah untuk MBR, berdampak langsung kepada
kepentingan umum, lebih khusus lagi harga rumah, untuk daerah urban
pengadaan tanah untuk kepentingan dapat dikatakan masyarakat kelas
perumahan MBR. bawah atau masyarakat ekonomi
5. Adanya prinsip stelsel negatif dari lemah, hampir dikatakan tidak mampu
pendaftaran tanah yang membuat membeli rumah tapak, sementara
pendaftaran tanah tidak memiliki pembangunan rumah susun tidak
kepastian hukum, walaupun pemegang terlepas daripada problematika
hak memiliki kedudukan hukum pembebasan tanah, walaupun
terkuat, tapi prinsip penghargaan paradigma baru yang berkembang
terhadap hak-hak lama juga mengisyaratkan kepemilikan rumah
merupakan suatu persoalan. Sehingga yang terpisah dari tanah sebagaimana
pihak manapun dapat menggugat yang diatur dalam undang-undang
tanah, walaupun sudah diterbitkan rumah susun (lihat pasal 46, 47, 48 dan
sertipikat tanda bukti hak atas tanah. 49 UU nomor 20 tahun 2011)
Sementara itu, hak-hak lama Dari beberapa permasalah dan
diantaranya tidak terdaftar problematika pengadaan tanah seperti
(unregitered). tersebut di atas, maka banyak pihak yang
6. Peran kelembagaan baik pemerintah merindukan hadirnya satu lembaga yang
ataupun swasta, Lembaga Swadaya dapat memberikan jalan keluar bagi
Masyarakat, para pemangku adat, pengadaan tanah untuk kepentingan
termasuk praktisi baik infrastruktur, pembangunan infrastruktur, perumahan
perumahan dan permukiman yang taat dan permukiman termasuk investasi.
asas, investor yang terindikasi belum
Jurnal Ilmiah Living Law ISSN 2087-4936 Volume 9 Nomor 1, Januari 2017 83

METODE PENELITIAN khusus lagi tentang pengadaan tanah


sebagaimana diatur dalam UU nomor 2
Metode penelitian yang dilakukan
tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah yang
adalah kualitatif dan partisipatoris. Teknik
pada pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa
pengumpulan data dilakukan melalui studi
pemerintah dan/atau pemerintah daerah
literatur, indepth interview, observasi
menjamin ketersediaan tanah untuk
partisipan, FGD dan seminar ilmiah.
kepentingan umum. Dan dalam pasal 6 jo.
Selanjutnya data-data yang diperoleh
Pasal 11 ditegaskan bahwa: Pengadaan
tersebut dimaknai dan dikontruksi
tanah untuk kepentingan umum
berdasarkan perspektif subyektif dari Tim
diselenggarakan oleh pemerintah pusat
Peneliti. Penekanan pada penggambaran,
atau pemerintah daerah. Instansi ataupun
pemahaman dan pemaknaan atas berbagai
BUMN dapat juga meminta pengadaan
fenomena tentang sistem hukum
tanah untuk kepentingan umum. Yang
pertanahan dalam perspektif sosiologis.
dimaksud dengan Kepentingan Umum
Selanjutnya melakukan refleksi atas data
adalah kepentingan bangsa, negara, dan
yang diperoleh untuk memetakan
masyarakat yang harus diwujudkan oleh
paradigma masyarakat dan berbagai
pemerintah dan digunakan sebesar-
pemangku kebijakan dan pemangku
besarnya untuk kemakmuran rakyat yang
kepentingan untuk memperoleh sintesis
meliputi:
ketersediaan tanah bagi pengembangan
dan pembangunan nasional. Pendekatan 1. Pertahanan dan keamanan nasional;
partisipatif digunakan untuk merancang 2. Jalan umum, jalan tol, terowongan,
model hukum pertanahan antara dialektika jalur kereta api, stasiun kereta api,
paradigma masyarakat dengan kebutuhan dan fasilitas operasi kereta api;
pembangunan terkini yang berlandaskan 3. Waduk, bendungan, bendung,
kepada demokrasi Pancasila yang irigasi, saluran air minum, saluran
berprikemanusiaan dan berkeadilan sosial pembuangan air dan sanitasi, dan
bagi segenap bangsa Indonesia. bangunan pengairan lainnya;
4. Pelabuhan, bandar udara, dan
PEMBAHASAN terminal;
5. Infrastruktur minyak, gas, dan panas
A. PENGADAAN TANAH DALAM bumi;
PERSPEKTIF HUKUM
6. Pembangkit, transmisi, gardu,
Menurut UU Nomor 5 tahun 1960 jaringan, dan distribusi tenaga
(dikenal dengan UUPA) pasal 2 ayat (1) listrik;
butir “a” disebutkan: Negara mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, 7. Jaringan telekomunikasi dan
penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan informatika Pemerintah;
bumi, air, dan ruang angkasa.1 Bagian dari 8. Tempat pembuangan dan
hak menguasai negara tersebut, telah pengolahan sampah;
memberikan kewenangan kepada negara 9. Rumah sakit
khususnya Presiden Republik Indonesia Pemerintah/Pemerintah Daerah;
melalui BPN, memberikan pendelegasian 10. Fasilitas keselamatan umum;
kepada pemerintah daerah mengenai
11. Tempat pemakaman umum
urusan pertanahan2, kemudian lebih
Pemerintah/Pemerintah Daerah;
12. Fasilitas sosial, fasilitas umum, dan
1 Prof. Budi Harsono, 2005, Hukum Agraria ruang terbuka hijau publik;
Indonesia. Jakarta: Djambatan.
2 Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, 13. Cagar alam dan cagar budaya;
2008: Kewenangan Pemerintah di Bidang
Pertanahan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Hlm. 23-25
84 Martin Roestamy Pengadaan Tanah Dalam Perspektif Sosiologi..

14. Kantor Pemerintah/Pemerintah pengakuan dari undang-undang ini, di


Daerah/desa; Amerika Serikat dalam pengadaan tanah
15. Penataan permukiman kumuh juga diakui terhadap tanah yang
perkotaan dan/atau konsolidasi unregistered.3
tanah, serta perumahan untuk Dalam hal tanah yang langsung
masyarakat berpenghasilan rendah dikuasai negara atau tanah yang tidak
dengan status sewa; terdaftar, hak atas tanah diberikan setelah
16. Prasarana pendidikan atau sekolah pelaku pembangunan perumahan dan
Pemerintah/Pemerintah Daerah; permukiman selaku pemohon hak atas
tanah menyelesaikan ganti rugi atas
17. Prasarana olahraga
seluruh garapan masyarakat berdasarkan
Pemerintah/Pemerintah Daerah;
kesepakatan. jika tidak terjadi kesepakatan
dan
tentang ganti rugi, maka penyelesaiannya
18. Pasar umum dan lapangan parkir dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
umum. (sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal
Pasal 10 dalam UU nomor 2 tahun ini, proses peralihan hak atau ganti rugi
2012) dimaksud, memperhatikan asas-asas
Proses pengadaan tanah dimaksud hukum privat, termasuk di dalamnya asas
meliputi tahapan: perencanaan, persiapan, kepastian hukum dengan makna syarat-
pelaksanaan dan penyerahan hasil syarat perjanjian sebagaimana diatur
(eksekusi). Dalam prosesnya sebagaimana dalam pasal 1320 KUH-Perdata dan pasal
diatur di dalam pasal 9 ayat (2) ikutannya, tetap menjadi acuan.
Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk Secara hukum sesuai dengan
kepentingan umum dilaksanakan dengan kewenangannya proses Pengadaan tanah
memperhatikan azas keseimbangan selalu melibatkan peranan notaris/PPAT
(kepentingan masyarakat juga khususnya dalam pelaksanaan ganti rugi,
diperhatikan) serta pemberian ganti pengalihan dan pelepasan hak. Sebagai
kerugian yang layak dan adil. Pengertian pejabat Publik yang diberikan kewenangan
layak dan adil dimaksudkan dilakukan oleh UU untuk membuat akta sebagaimana
dengan mekanisme pengalihan hak di atur dalam KUH Perdata, dalam
maupun pelepasan hak. Adapun untuk peranannya Notaris harus berlaku adil atau
kepentingan kawasan perumahan dan tidak memihak, hal tersebut dijamin oleh
permukiman bagi MBR dilakukan dengan Undang-Undang. Dalam proses ganti rugi
memperhatikan juga ketentuan yang diatur tanah dan kedudukan notaris harus berada
pada pasal 105, 106, dan 107 Undang- di posisi tengah dan bebas dari tekanan
undang Nomor 2 tahun 2012 tentang baik dari masyarakat, pemerintah,
penyediaan tanah yang mengatur pengampu, pemangku kepentingan, LSM
diantaranya: Tata cara penyediaan tanah ataupun dari unjuk rasa baik.
dengan cara pemberian hak, konsolidasi
Dalam praktikal, walaupun notaris
tanah, peralihan hak, pelepasan hak atas
hanya bertanggung jawab kepada
tanah oleh pemilik, pemanfaatan barang
kebenaran formal, dalam praktik
milik negara, tanah terlantar. Khusus
pembebasan tanah baik peralihan maupun
mengenai peralihan hak atau ganti rugi
ganti rugi, dilakukan juga dengan cara
maupun konsolidasi tanah dilakukan
Pendekatan Sosiologi hukum, misalnya
dengan memperhatikan hak-hak atas
hukum adat melihat struktur atau hak-hak
pemegang tanah baik yang sudah terdaftar
waris dan tradisi serta kebiasaan, prilaku,
maupun yang tidak terdaftar (unregistered)
dan kearifan lokal. Hal ini dilakukan untuk
termasuk tanah yang langsung dikuasai
negara atau tanah-tanah adat. Pembebasan
tanah yang tidak terdaftar mendapat 3 Martin Dixon, 2002: Modern Land Law, England:
Antony Rowe Ltd., hlm. 19-20
Jurnal Ilmiah Living Law ISSN 2087-4936 Volume 9 Nomor 1, Januari 2017 85

menghindari persoalan tumpang tindih, interests, sehingga pelaksanaanya berlarut-


duplikasi hak maupun menjaga kepetingan larut selama 9 tahun belum dapat
pihak yang lemah, yang dapat saja berada terwujud. Dari penelitian yang dilakukan
pada posisi yang tidak bebas. Sejalan oleh Pusat Kajian Properti Universitas
dengan harkat dan martabat notaris yang Djuanda Bogor, ditemukan bahwa
seksama, tidak memihak, dan independen; pembebasan tanah proyek tersebut sarat
sesuai dengan ketentuan UUJN. dengan kepentingan dari berbagi pihak,
Tidak jarang persoalan waris menjadi termasuk spekulan tanah, petani-petani
salah satu problem krusial pada saat proses berdasi yang memiliki tanah secara absente
pembebasan tanah, kadang-kang ahli waris termasuk oknum aparat desa ataupun
tidak mengakui ahli waris lainnya atau kecamatan sebagaimana yang digambarkan
sengketa waris. Mungkin disebabkan ahli di atas.
waris melihat besarnya nominal atau Tidak jarang terjadi persengketaan
karena pengaruh pihak ketiga dari proses justru setelah selesai pendaftaran tanah,
pembebasan lahan yang akan dibebaskan. masih timbul permasalahan atau sengketa
Atau bisa juga karena budaya hukum tanah, yang disebabkan karena stelsel
masyarakat mengenai kesadaran pendaftaran tanah yang menganut stelsel
pendaftaran tanah, mengingat biaya yang negatif, dimana setiap orang berhak untuk
cukup tinggi dan memerlukan waktu yang menggugat hak atas tanah yang dikuasai
cukup lama. oleh orang lain, walaupun sudah terdaftar,
Di sini seorang Notaris/PPAT harus ini bermakna setiap tanah yang dikuasai
melihat bukan hanya sekedar hukum oleh seseorang dan sudah memeliki
perdatanya saja, tapi juga di dalamnya ada sertipikat tanda bukti hak, dapat digugat
hukum adat dan sosiologi hukum termasuk oleh orang lain yang merasa memiliki hak,
Anthropologi hukum seperti kebiasaan walaupun hak itu tidak terdaftar. Akibat
ladang berpindah, dalam kasus stelsel negatif ini, ada kasus di Kota Bogor,
pembebasan lahan perkebunan, yang harus dimana seorang keturunan almarhum
melihat sejarah tanah dengan cara Asmara, menggugat hampir separuh dari
meminta keterangan dari pejabat setempat Kota Bogor, termasuk kantor Walikota
baik dari pejabat Desa atau Kecamatan. Bogor yang diklaim sebagai tanah partikelir
Dalam hal ini, keseksamaan notaris milik keturunan almarhum Asmara
sangatlah penting. (Penataran Hak-hak atas Tanah Adat, BPN
Cara lainnya bisa juga dilakukan Kota Bogor, 2009).
pelepasan hak melalui panitia pembebasan Kasus lain yang cukup populer adalah
tanah, walaupun sangat mungkin panitia kasus Potanigrah di Meruya Jakarta Barat,
pembebasan tanah akan mendapat tekanan dimana pemilik asal menggugat dan
dari masyarakat sekitar, atau pihak-pihak memenangkan perkara tersebut, walaupun
lain yang berkepentingan atau bahkan yang masing-masing kavling sudah sertipikat
tidak berkepentingan. Itulah sebabnya sebagai tanda bukti hak atas tanah. Kasus
tidak heran jika ada pihak seperti kepala ini telah menghebohkan sistem
atau pejabat setempat, apalagi Kepala Desa pendaftaran tanah di Jakarta.
yang dipilih masyarakat yang tidak Persoalan pendaftaran tanah yang
mendapatkan gaji dari pemerintah seperti memiliki stelsel negatif sebenarnya sudah
halnya pegawai negeri pada umumnya pernah dilakukan kajian oleh PP-IPPAT
yang ikut meramaikan proses peralihan periode 2000-2004 yang memberikan
atau pelepasan hak serta ganti rugi rekomendasi kepada BPN untuk
dimaksud. Sebagai contoh pada Kasus mempertimbangkan pemberlakuan stelsel
Pembebasan Lahan bagi Pembangunan positif bagi tanah-tanah hak milik yang
Jalan Tol Bogor, Ciawi dan Sukabumi sudah terdaftar di atas 15 tahun, dengan
(BOCIMI) tak terlepas dari conflict of memperhatikan prinsip-prinsip verjaring
86 Martin Roestamy Pengadaan Tanah Dalam Perspektif Sosiologi..

aquisitive misalnya, akan tetapi hingga saat hak pakai dapat diberikan hingga HGB 50
ini stelsel negatif tersebut masih berlaku, tahun dan HGU 75 tahun yang merupakan
dan menurut hemat penulis keadaan ini masukan bagi pembentukan Undang-
harus menjadi perhatian bagi para peneliti undang pertanahan.
hukum tanah.
Harus diingat, perlakuan stelsel negatif B. PENGADAAN TANAH DALAM
memang memberikan kesempatan untuk PERSPEKTIF BANK TANAH
mendapatkan kepastian hukum yang hakiki
Jika kita melihat problematika hukum
namun juga membahayakan beberapa
terhadap praktik pengadaan tanah yang
pihak yang telah memiliki hak yang dapat
bersumber dari pada pembebasan tanah di
saja secara semena-mena (dalam banyak
atas terlihat jelas masih banyak persoalan-
kasus) dapat digugat oleh pihak-pihak lain
persoalan hukum yang membuat kesan
yang tak bertanggung jawab. Jika ini
atau berdampak langsung kepada
dipertahankan selamanya, maka pemilik
ketidakpastian hukum dari pengadaan
sertipikat tidak nyaman karena bukan tidak
tanah. Ada kesan, pemerintah sebagai
mungkin suatu saat akan dikalahkan oleh
pihak pelaksana pengadaan tanah untuk
bukti lain, sementara proses untuk
kepentingan umum ragu melangkah untuk
mendapatkan sertipikat bukan urusan
mencari jalan yang sifatnya pamungkas,
mudah. Dalam hal ini diperlukan juga
yang memberikan kepastian hukum kepada
ketelitian aparat yang terlibat dalam
mitra pemerintah atau pemerintah itu
pendaftaran tanah, dari kepala desa/lurah,
sendiri dalam proses pengadaan tanah.
camat dan kantor pertanahan setempat.
Tidak heran jika pemerintah justru
Selanjutnya yang juga masih persoalan mendapat tuntutan dari pemegang hak atas
hukum adalah hak pengelolaan negara tanah atau ahli waris dan orang-orang yang
yang diberikan kepada pihak tertentu merasa memiliki bagian dari pihak yang
untuk mengelola tanah, misalnya BUMN. dirugikan atau pihak-pihak yang merasa
Kepastian hukumnya juga diragukan tidak puas dari pembebasan tanah
dengan jangka waktu yang terbatas yaitu tersebut. Bukan itu saja, malahan tanah
20 atau 30 tahun. jika investasi dilakukan yang sudah selesai (done) bahkan sudah
oleh asing ataupun masyarakat jangka bersertipikat, namun masih tetap tidak
waktu tersebut mengganggu investasi, luput daripada persengketaan. Jika
karena jika hak atas tanah di atas hak dikaitkan dengan investasi, keadaan ini
pengelolaannya berakhir khususnya untuk membuat investor berhitung lagi untuk
kawasan industri, maka pengusaha atau meneruskan investasinya di Indonesia.
pengguna hak harus mengajukan Persoalan tanah adalah salah satu indikator
permohonan lagi serta membayar harga lemahnya daya saing Indonesia dalam
tanah sesuai dengan harga NJOP dikali luas menggalakkan investasi (tentunya di
tanah dengan harga sama seperti membeli samping masalah buruh dan perpajakan).
semula. Namun soal pengadaan tanah, harus dapat
Dengan demikian anggapan dilihat lebih komprehensif, tidak
masyarakat yang selama ini sudah membeli disederhanakan agar terdapat kepastian
tanah awal itu pada waktu hak pengelolaan hukum.
berakhir itu bisa dianggap tidak ada lagi Problematika pengadaan tanah dengan
dan banyak sekali perusahaan perusahaan menggunakan Bank Tanah, pernah digagas
asing tutup karena hak pengelolaannya oleh Supraba Sekarwati Wijayani (2003)
hanya berlaku maksimal 30 tahun. Oleh dalam suatu disertasi yang mendesain
karenanya kedepan hak-hak atas tanah rekomendasi Bank Tanah dalam rangka
yang ada dalam UUPA harus dikaji ulang, pembangungan perumahan berkelanjutan
terutama dalam jangka waktunya yang yang menitik beratkan konsep negara
harus diperpanjang, minimal apakah untuk
Jurnal Ilmiah Living Law ISSN 2087-4936 Volume 9 Nomor 1, Januari 2017 87

hukum sebagai fondasi bangunan Bank pengadaan tanah seperti dilakukan oleh
Tanah serta pengembangan hak menguasai kawasan industri atau model Perum
negara dengan Model Pengembangan Perumnas. Tidak heran jika pemerintah
kawasan industri seperti Pulogadung di dapat membebaskan Perum Perumnas dari
Jakarta atau Rungkut di Surabaya, yang agent of economic development, dengan
dapat dijadikan embrio tahap awal beban harus profit mengembangkan satu
penyediaan tanah.4 kegiatan menjadi agent of housing
Untuk kawasan perumahan dan development tanpa harus membebankan
permukiman, terutama MBR, menurut kepadanya profit motive, bisa saja dengan
hemat penulis, model penyediaan LISIBA kebijakan pemerintah, khusus untuk
dan KASIBA yang dilakukan oleh Perum pengembangan perumahan dan
Perumnas dalam kasus Driyorejo Gresik permukiman untuk MBR, baik milik
dapat dijadikan model awal, jika pespektif maupun sewa atau mungkin juga
pengadaan tanah dikaitkan dengan penyediaan tanah bagi pembangunan
perlunya sebuah lembaga, apakah itu Bank perumahan milik yang terlepas dari tanah,
Tanah ataupun lembaga lainnya dalam sebagaimana diatur di dalam pasal 46, 47,
proses pengadaan tanah bagi keperluan 48, dan 49 UU nomor 20 Tahun 2012
pembangunan perumahan dan sebagaimana disebutkan di atas.
permukiman bagi MBR. Awalnya, Pemberian hak kepemilikan atas bangunan
kerjasama dilakukan dengan perusahaan- sebagaimana yang penulis gagas dalam
perusahaan di bawah Kementerian PU disertasi yang merekomendasikan
yaitu kelompok “karya”. Kemudian sesuai kepemilikan rumah (properti) yang
dengan ketentuan yang berlaku pada saat terpisah dari tanah dengan penerapan asas
itu, dilaksanakanlah progam LISIBA dan pemisahan horizontal,5 yang kemudian
KASIBA dengan pola KSPP, dimana telah dikembangkan dengan penelitian Strategi
ditunjuk pihak ketiga sebagai pelakasana Nasional (Stranas) dengan topik: Model
pengembangan perumahan dan Pengembangan Hukum Perumahan untuk
permukiman, diantaranya: Permukiman Penyediaan Rumah bagi MBR6 dan
bagi MBR. Kemudian dalam proyek lain, Providing House for The Low-Income
Perum Perumnas juga bekerjasama dengan People7 dan dilanjutkan dengan Model
beberapa pengembang dalam Pengembangan Paradigma Masyarakat bagi
pembangunan perumahan dan Kepemilikan Rumah yang Terpisah dari
permukiman untuk daerah Cengkareng, Tanah untuk mempercepat Penyediaan
sehingga Cengkareng demikian Rumah bagi MBR.8
berkembang seperti sekarang ini. Pola Jika Model Perum Perumnas seperti
Cengkareng dilakukan dengan tersebut di atas dikembangkan dengan
pengembangan program LISIBA melalui
pengadaan KTM. Model yang dibuat oleh 5 Martin Roestamy, Konsep Hukum Kepemilikan
Perumnas baik proyek Gresik ataupun Properti bagi Asing, Bandung: Penerbit Alumni,
proyek Cengkareng, dapat dijadikan acuan 2009,
6 Martin Roestamy dan Rita Rahmawati, Laporan
bagi permulaan atau embrio pembentukan Penelitian Stranas dengan topik: Model
Bank Tanah (Land Banking), bukan tidak Pengembangan Sistem Hukum Perumahan bagi
mungkin daerah dengan memanfaatkan MBR yang layak secara Teknis, Ekonomi dan
asset daerah atau tanah terlantar di daerah, Sosial, UNIDA 2014
7 Martin Roestamy, Providing House for the Low-
dapat mengembangkan model-model
Income People, Paper disampaikan pada Seminar
Internasional di Osaka Jepang, 2015
4 Supraba Sekarwati, Gagasan mengenai 8 Martin Roestamy dan Rita Rahmawati, Laporan

Pembentukan Bank Tanah (Land Bank) dalam Kemajuan: Model Pengembangan Paradigma
rangka pembangunan perumahan dan Masyarakat bagi Kepemilikan Rumah yang
permukiman yang berkelanjutan di Indonesia, Terpisah dari Tanah untuk mempercepat
Disertasi UNPAD, 2003, hlm. 131 Penyediaan Rumah bagi MBR, 2016.
88 Martin Roestamy Pengadaan Tanah Dalam Perspektif Sosiologi..

kewenangan yang diperluas khusus untuk dengan konsep Land Tenure dan dapat juga
pengadaan tanah bagi pembangunan sebagai pengembangan hak sewa,
perumahan dan kawasan permukiman, sebagaimana tercantum dalam pasal 44
khususnya bagi MBR, menurut hemat dan 45 UUPA yang juga dirindukan oleh
penulis, penerapan pasal 46, 47, 48 dan 49 investor sebagaimana freehold atau
dapat disandingkan bersama guna leashold yang berlaku di beberapa negara
memotivasi percepatan penyediaan rumah seperti China atau Singapura.9
bagi MBR, baik milik maupun sewa, dengan Berkaitan dengan BLUD, seperti
model rumah susun yang sama seperti tersebut di atas, pemerintah daerah dapat
rusunawa. mengatur dalam Peraturan Daerah, tugas
Sedangkan untuk kepentingan lain pokok dan fungsional dalam kegiatan
beberapa rekomendasi dari penelitian yang aktivitas Land Banking tersebut. Di
dilakukan oleh Universitas Djuanda Amerika Serikat, pengaturan Land Banking
mengenai pemanfaatan tanah yang sebagai sarana manajemen pertanahan,
merupakan aset daerah, pemberdayaan dapat diatur oleh masing-masing negara
tanah terlantar, dengan pengadaan tanah bagian (State Act.), sehingga bisa saja
untuk pembangunan perumahan dan pemerintah tingkat City, Village, atau Town,
kawasan permukiman bagi MBR baik sewa dapat membentuk Land Banking.10
maupun milik dengan subsidi; Daerah juga Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa
dapa mengembangkan sumber-sumber pendirian Land Banking bukan suatu yang
tanah yang berasal dari CSR perusahaan mustahil, hanya saja diperlukan landasan
daerah, bagi penyediaan rumah untuk para hukum yang kuat dengan ketentuan dapat
buruh atau karyawan. Ketika sumber tanah saja Land Banking dikembangkan oleh
tersebut dapat dikelola oleh suatu badan daerah-daerah, tidak musti harus dikelola
dengan mengambil model Kawasan oleh lembaga sentral dari pusat
Industri dan Perum Perumnas di atas, bisa
saja pemerintah daerah membentuk BLUD
sebagai embrio Bank Tanah di daerah. Di KESIMPULAN
samping tentunya tetap dengan
memperhatikan ketentuan yang berlaku, 1. Pengadaan tanah untuk kepentingan
pengadaan tanah model BLUD dapat juga umum pada dasarnya telah memiliki
menggunakan dana APBD untuk aturan atau payung hukum yang jelas
infrastruktur dasar, investasi maupun akan tetapi dalam proses pengadaan
pembangunan perumahan dan kawasan tanah tersebut masalah masalah yang
permukiman. sifatnya Sosiologi Hukum, Budaya
Hukum, serta pelaksanaan Good
Bank Tanah yang dimaksudkan
Governance oleh aparat yang
menurut hemat penulis adalah suatu
bertanggung jawab masih memerlukan
subjek hukum berbentuk badan hukum
perbaikan karena masih banyak
karena akan mendukung hak dan
menimbulkan sengketa serta
kewajiban tentunya sebagai badan hukum,
terlambatnya proses pengadaan tanah
diperlukan pemikiran yang mendalam,
untuk kepentingan umum terutama
mengenai tata cara pembentukannya,
rujukan peraturan yang mengatur khusus,
sebaiknya berbentuk Undang-undang, tidak
9 Lihat Martin Roestamy, Land Issues on Housing
Policy, paper pada International Focus Group
berbentuk PP atau Perpres sebagai badan Discussion, Universitas Djuanda, 30 Agustus 2016.
hukum sesuai dengan prinsip Hukum Dan Geofree Panei, Land Tenure in Indonesia, 30
Perdata, mengingat tugas dan tanggung Agustus 2016; Lihat juga Medha Baskara, dari
jawabnya yang memiliki kompelsitas dan http://www/medha.lecture.ub.ac.id pada tanggal
tidak sederhana. Pemikiran tentang 27 Februari 2012
10 Sungkana, SH, LLM, Konsep Dasar Land
pembentukan bank tanah memang sejalan Banking/Bank Tanah; Artikel pada DJKN, 2015
Jurnal Ilmiah Living Law ISSN 2087-4936 Volume 9 Nomor 1, Januari 2017 89

infrastruktur dasar, pembangunan pengadaan tanah untuk mencapai


perumahan dan kawasan permukiman. kepastian hukum.
2. Mengingat paradigma tanah di mata
sebagian masyarakat Indonesia yang SARAN
masih menganggap tanah sebagai
sesuatu yang sakral, sensitif, magis 1. Perlunya perubahan paradigma budaya
religi; di lain pihak ada masyarakat hukum masyarakat, aparat, investor,
yang sudah merubah paradigma yang pelaku bisnis dan para profesional
menjadikan tanah sebagai objek dengan mengedepankan budaya hukum
investasi bahkan spekulasi, maka tidak Pancasila dengan gotong royong dan
heran pengadaan tanah dengan tujuan asas kekeluargaan sebagai prinsip dasar
apapun tidak terlepas dari konflik, pengadaan tanah.
apalagi pelaksanaannya tidak dilakukan 2. Pengembangan kelembagaan
oleh pihak yang kompeten baik secara pengadaan tanah, baik dengan lembaga
keilmuan maupu kewenangan. yang sudah ada, maupun dengan
3. Pemikiran tentang perlunya lembaga membangun lembaga baru pada masa
tertentu, misalnya Bank Tanah (Land yang akan datang harus
Banking) sebagai alternatif pengadaan memperhatikan payung hukum dan
tanah, atau lembaga lain dengan landasan yuridis yang pasti, karena
mengembangkan kewenangan pembentukan lembaga hukum,
kelembagaan yang sudah ada, sperti pendukung hak dan kewajiban,
Perum Perumnas, Pengelola kawasan berdampak kepada hak dan kewajiban
Industri, merupakan alternatif yang pihak lain yang harus dilindungi.
dapat dikembangkan sebagai sarana

UCAPAN TERIMA KASIH

-----

DAFTAR PUSTAKA

Aminudddin Salle: Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Kreasi Total Media
(KTM), Jakarta, 2007
Hutagalung Arie Sukanti dan Markus Gunawan,: Kewenangan Pemerintah di Bidang
Pertanahan, PT Rajagrafindo Persada Jakarta, 2008
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia. Djambatan, Jakarta, 2005
Dixon Martin: Modern Land Law,: Antony Rowe Ltd. England, 2002
Martin Roestamy, Konsep-konsep Hukum Kepemilikan Tanah dan Bangunan Gedung bagi
Asing, Alumni Bandung, 2009
Muhammad Yamin, dan Abd. Rahim Lubis,: Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria:
Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004
Syafruddin Kalo,: Kapita Selekta Hukum Pertanahan, USUpress Medan, 2005
Martin Roestamy, Kepastian Hukum Atas Kepemilikan Rumah Dan Bangunan Gedung Oleh
Investor Asing Dikaitkan Dengan Asas Nasionalitas Dalam Sistem Hukum
Pertanahan Indonesia. Disertasi. Bandung: Program Pascasarjana Program Studi
Doktor (S3) Ilmu Hukum, Universitas Padjadjaran Bandung, 2008
90 Martin Roestamy Pengadaan Tanah Dalam Perspektif Sosiologi..

Supraba Sekarwati, Gagasan mengenai Pembentukan Bank Tanah (Land Bank) dalam
rangka pembangunan perumahan dan permukiman yang berkelanjutan di
Indonesia, Disertasi, Universitas Pajajaran Bandung, 2003

Laporan Hasil Riset


Martin Roestamy, Rita Rahmawati dan TN. Syamsah,. Model Pengembangan Sistem Hukum
perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Yang Layak Secara Teknis,
Ekonomi Dan Sosial. Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan, 2014
Martin Roestamy, Rita Rahmawati, Model Pengembangan Paradigma Masyarakat Bagi
Kepemilikan Rumah yang Terpisah dari Tanah untuk Mempercepat Penyediaan
Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, 2016

Makalah
Panei Geofree Land Tenure in Indonesia, paper pada International Focus Group Discussion,
30 Agustus 2016.
Martin Roestamy, Land Issues on Housing Policy, paper pada International Focus Group
Discussion, Universitas Djuanda, 30 Agustus 2016.
Martin Roestamy, Providing House For The Low Income People, International Seminar
Managemen Social Sience, Osaka Japan, 2015

Majalah
The HUD Magazine, Edisi pertama Berbagi Tanah Untuk Rakyat Dalam Membangun MBR
(Masyarakat Berpenghasilan Rendah). Makalah Tidak dipublikasikan, 2012.

Internet
Medha Baskara, dari http://www/medha.lecture.ub.ac.id pada tanggal 27 Februari 2012
Sungkana, Konsep Dasar Land Banking/Bank Tanah, Artikel pada DJKN Kementrian
Keuangan 2015

You might also like