You are on page 1of 15

PELAKSANAAN PAGANG GADAI SAWAH BERDASARKAN HUKUM

ADAT DI KANAGARIAN KOTO TINGGI KECAMATAN BASO


KABUPATEN AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT

Oleh : Farhan Muhammad Aziz


Pembimbing I : Dr. Zulfikar Jayakusuma, SH.,MH
Pembimbing II: Ulfia Hasanah, SH.,M.Kn
Alamat : Jl. Mas 3 No. 581 Kel. Limbungan Baru, Kec. Rumbai Pesisir
Email : farhanmuhammad0032@gmail.com. Telepon : 0853-7554-9041

ABSTRACT

Land is an important element of the formation of the State, in achieving


the goals of the State, government intervention is needed, but the cultural diversity
of each region is one of the obstacles to the implementation of national law,
pawning land is one of the land transactions that still exists and is the needs of
Indonesian indigenous peoples including customary law Minangkabau. Where
transactions are carried out by Minangkabau indigenous people especially in
Kanagarian Koto Tinggi, Agam Regency where many transactions have taken
place for decades without any time limit, either orally or in writing.
The purpose of this research is to find out how the implementation of the
existing pawn apprenticeships in Koto Tinggi Kanagarian and what are the legal
consequences of the implementation of the pawn apprenticeship. This type of
research is sociological juridical, analytic descriptive research. The research
location was Kanagarian Koto Tinggi, Baso Subdistrict, Agam Regency, West
Sumatra Province. Data sources used, primary data, secondary data and tertiary
data. Data collection techniques with interviews and literature review.
From the results of this study, it was concluded that, first, the pawning
process in Koto Tinggi Kanagarian began with the agreement of families and
people who would pawn the fields and the implementation did not use a time limit.
Second, it has been going on for decades ago redemption is based on the price of
gold at the time of redemption so that debtors are unable to cut down especially
the middle to lower class because the price of gold has gradually increased in
price. The author's suggestion is, first, the Government of Agam Regency, West
Sumatra Province in general, make a written rule regarding the implementation
of pawning apprenticeships, so that with this regulation facilitate the
implementation of pawning apprenticeships by the Minangkabau community and
mutual benefit between the parties. Second, the Government must be able to
socialize, so that the purpose of Article 7 of Law No. 56 of 1960 concerning the
Determination of Agricultural Land Area can be achieved.
Keywords: Pawn Merchants - Customary Law - In Minangkabau

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 1
BAB I sebagai hukum asli dari masyarakat
PENDAHULUAN dan bangsa Indonesia dimanapun dan
A. Latar Belakang Masalah sampai kapanpun.2
Dalam masyarakat istilah hukum Hubungan antara satu manusia
adat pada awal kelahirannya belum dengan manusia lainnya dalam
banyak dikenal, yang dikenal adalah memenuhi kebutuhan, harus terdapat
“adat” saja. Namun di dalam istilah itu suatu aturan yang menjelaskan hak
tersimpul pengertian “hukum”. Akan dan kewajiban keduanya berdasarkan
tetapi, di banyak kalangan yang tidak kesepakatan. Antara hak dan
memahami hukum adat secara kewajiban terdapat hubungan yang
mendalam, mereka selalu sangat erat, yang satu mencerminkan
mempersoalkan bahwa adat adalah adanya hak yang harus didapatkan dan
kebiasaan saja tanpa unsur hukum. adanya kewajiban yang harus
Jadi istilah hukum adat hanyalah dilaksanakan.3
merupakan istilah teknis belaka untuk Gadai adalah suatu perjanjian
membedakan antara adat yang tidak riil, oleh karena, sebagaimana
mempunyai akibat hukum dan adat ditentukan dalam pengertian gadai itu
yang memiliki akibat hukum. Akan sendiri, gadai hanya ada, manakala
tetapi, umum dipahami bahwa yang benda yang akan digadaikan secara
dimaksud dengan hukum adat adalah fisik telah dikeluarkan dari kekuasaan
hukum yang bukan bersumber dari pemberi gadai.4 Pengeluaran benda
dan tertulis dalam undang-undang, yang digadaikan dari kekuasaan
yaitu hukum sebagai hasil kontruksi pemberi gadai ini bersifat mutlak dan
sosial budaya suatu masyarakat tidak dapat ditawar-tawar.
hukum adat. Hukum adat adalah suatu Pengeluaran benda yang digadaikan
konsep yang sebenarnya baru dari kekuasaan pemberi gadai ini
dikontruksikan pada awal abad 20-an dapat dilakukan, baik dengan
bersamaan waktu dengan menyerahkan kekuasaan atas benda
diambilnya kebijakan etis dalam tata yang digadaikan tersebut kepada
hukum pemerintahan Hindia Belanda kreditur atau pihak ketiga, untuk
pada saat itu.1 kepentingan kreditur, sebagai
Tingkatan peradaban maupun pemegang gadai.5
cara hidup yang modern ternyata tidak Hukum adat memandang gadai
dapat atau tidak mampu begitu saja sebagai hak yang bersifat memberikan
menghilangkan adat (kebiasaan) yang kenikmatan yang terjadinya bukan
hidup di dalam peri kehidupan karena adanya perjanjian pinjam-
masyarakat, kalaupun ada paling- meminjam uang dan perbuatan hukum
paling yang terlihat dalam proses lainnya yang menimbulkan hubungan
kemajuan zaman itu adalah adat hukum hutang piutang. Pemegang
tersebut selalu dapat menerima dan gadai tanah berhak untuk memungut
menyesuaikan diri dengan keadaan hasil yang ditimbulkan oleh dan dari
dan kehendak zaman sehingga oleh
karenanya adat itu tetap kekal dan 2
tetap segar dalam keadaan dan Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia
dalam Kajian Kepustakaan, Alfabeta, Bandung,
keberadaannya. Adat istiadat yang
2008, hlm. 1.
hidup serta berkembang dimaksud 3
Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, Andi
merupakan sumber yang Yogyakarta, Yogyakarta, 2012, hlm. 13.
4
mengagumkan bagi hukum adat kita Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak
Istimewa,Gadai, dan Hipotek,Prenada
Media,Jakarta, 2007, hlm. 77.
1 5
Ibid, hlm. 3. Ibid, hlm. 78.

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 2
tanah gadai tersebut, selama itu hasil itu sering dimanfaatkan oleh orang
tanah seluruhnya menjadi hak yang menerima gadai.8
pemegang gadai, yang merupakan Masyarakat adat Minangkabau
bunga dari utang tersebut. Penebusan sudah tidak asing lagi bagi mereka apa
tanah itu tergantung pada kemauan itu gadai sawah, karena mereka sudah
dan kemampuan yang menggadaikan. sering melaksanakan gadai sawah
Banyak gadai yang berlangsung tersebut, mereka hidup saling
bertahun-tahun, berpuluh tahun, membantu satu sama lain bagaikan
bahkan ada pula yang dilanjutkan oleh satu keluarga besar, sehingga apabila
ahli waris penggadai dan pemegang ada tetangga mereka yang sedang
gadai, karena penggadai tidak mampu mengalami kesusahan mereka
untuk menebus tanahnya kembali. langsung merangkul tetangganya
Apabila dalam waktu yang ditentukan, untuk mencarikan solusi tanpa harus
pemberi gadai tidak bisa menebusnya, bersusah payah mencari bantuan
maka dengan sendirinya tanah yang kepada orang asing, sama halnya
digadaikannya menjadi milik dengan gadai sawah mereka tidak
pemegang gadai.6 perlu mencari pertolongan orang lain
Salah satu ciri gadai sawah untuk mau menerima gadainya
menurut hukum adat adalah bahwa, tersebut cukup kepada orang terdekat
apabila dijanjikan bahwa jika sawah mereka yang ada disekitar rumahnya.
tidak ditebus dalam suatu waktu Dengan cara menjadikan sawahnya
tertentu ia akan menjadi miliknya si sebagai jaminan untuk melunasi
pemegang gadai, maka jika waktu hutangnya kepada si kreditur, baik
tersebut lewat tanpa dilakukannya secara lisan maupun tertulis, baik
penebusan, sawah tidak secara pakai saksi maupun tidak pakai saksi.
otomatis menjadi miliknya pemegang Dalam perjanjian pagang gadai
gadai, tetapi diperlakukan suatu para pihak yang melaksanakan pagang
transaksi lebih lanjut atau suatu gadai tersebut ada yang menyebutkan
tindakan hukum lain, suatu ciri lain jangka waktu menggadai dan ada juga
dari gadai sawah menurut hukum adat yang tidak menyebutkan jangka waktu
ialah tidak adanya lampau waktu menggadai. Bagi mereka yang tidak
(verjaring) dalam penebusan.7 menentukan jangka waktu untuk
Di Indonesia, gadai merupakan menggadai inilah yang nantinya akan
praktek muamalah yang banyak menyebabkan berlanjutnya hutang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia. kepada ahli waris pemberi gadai
Hanya saja didalam praktek-praktek apabila si pemberi gadai tersebut telah
gadai yang berlaku itu sering orang meninggal dunia sebelum si pemberi
yang memegang harta gadai dari gadai menebus hutangnya kepada
orang yang meminjam uang penerima gadai.
menggunakan barang gadaian itu. Dan Dalam hukum adat
ini sangat sering terjadi didalam Minangkabau dikenal dengan pepatah
masyarakat kita, apakah “adat basandi syarak, syarak basandi
menggadaikan sawah, kelapa, mobil kitabullah”, yang artinya adalah adat
dan lain-lain, kesemua praktek gadai berdasarkan agama, agama
berdasarkan kitab Allah. Secara tidak
6
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan
8
Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. Nasruddin Yusuf, “Pemanfaatan Barang
107. Gadaian Dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal
7
R. Subekti, Hukum Adat Indonesia Dalam Ilmiah Al-Syir’ah, Fakultas Syariah Institut Agama
Yurisprudensi Mahkamah Agung, Alumni 1991, Islam Negeri Manado, Vol. IV, No. 2 Desember
Bandung, hlm. 47. 2006, hlm. 1.

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 3
langsung masyarakat adat dari suatu perjanjian yang bersifat
Minangkabau telah melanggar hukum tolong menolong, berfungsi sosial,
adat itu sendiri karena mereka tidak sebab kebanyakan orang yang
sesuai dengan agama dan kitab Allah, menggadai dan si pemegang gadai
mereka telah melakukan riba didalam adalah orang yang masih sekaum,
transaksi pagang gadai sawah yang sesuku, dan sejauh-jauhnya adalah
mereka lakukan sampai bertahun- senagari.10
tahun sawah itu masih dikuasai dan Gadai sawah di Kanagarian
digarap oleh kreditur. Koto Tinggi tidak memiliki batas
Pagang gadai pada masyarakat waktu, sawah akan dikembalikan pada
adat Minangkabau yang dilakukan saat debitur sudah bisa menebus
kadangkala menimbulkan hutangnya kepada kreditur. Apabila
permasalahan. Dimana pada proses debitur tidak bisa menebus hutangnya
pelaksanaan pagang gadai tidak ada maka sawah akan tetap dikuasai dan
aturan khusus dan tertulis yang digarap oleh kreditur sampai si
mengatur agar pagang gadai dapat debitur bisa melunasi hutangnya.11
menguntungkan para pihak yang Praktek gadai sawah di
malakukan. Sehingga ada Kanagarian Koto Tinggi, kreditur
permasalahan yang timbul merasa memiliki hak atas sawah
dikarenakan sebab tersebut. tersebut selama debitur belum bisa
Cara penyelesaian apabila ada melunasi hutangnya, dan praktek
perselisihan mengenai hal-hal tersebut gadai sawah seperti ini sudah menjadi
diatas, diselenggarakan menurut adat kebiasaan masyarakat adat di
melalui musyawarah dan mufakat Kanagarian Koto Tinggi yang mana
pada tingkat kaum yang bersengketa. sawah akan tetap dikuasai dan digarap
Apabila sengketa tersebut tidak dapat oleh si kreditur sampai si debitur bisa
diselesaikan secara musyawarah dan melunasi hutangnya. Apabila debitur
mufakat pada tingkat kaum, maka jatuh tempo maka si kreditur akan
untuk selanjutnya penyelesaian menambah jangka waktu gadai sawah
sengketa tersebut dilanjutkan pada tersebut.12
Kerapatan Adat Nagari (KAN) beserta Pagang gadai yang dilakukan
penghulu- penghulu adat yang oleh Bapak Yon Malin Sinaro dengan
bersangkutan dalam sebuah Nagari. Ibuk Sumarni dimulai semenjak
Untuk selanjutnya jika sengketa tanggal 30 Agustus 1980 di Bukik
tersebut juga tidak bisa di selesaikan Panjang Jorong Sungai Sariak Nagari
di Kerapatan Adat Nagari (KAN) Koto Tinggi dan sampai sekarang
maka para pihak sengketa tersebut sawah masih digarap dan dikuasai
bisa menyelesaikannya di pengadilan.9 oleh pihak yang menerima gadai.
Pelaksanaan pagang gadai dalam Praktek gadai sawah di
tradisi lokal adat Minangkabau adalah Kanagarian Koto Tinggi, Kecamatan
perjanjian pinjam meminjam dengan
memberikan jaminan kepada si 10
Hasneni, “ Tradisi Lokal Pagang Gadai
peminjam, selama hutang itu belum Masyarakat Minangkabau Dalam Perspektif
dibayar maka barang jaminan akan Hukum Islam”, Jurnal Of Islamic & Social Studies,
tetap berada di tangan si peminjam. Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi, Vol. I, No. 1
Januari-Juni 2015, hlm. 69.
Tradisi lokal pagang gadai ini timbul 11
Wawancara dengan Bapak Yon Malin Sinaro,
Pihak Yang Menggadai, Hari Sabtu 6 April 2019,
9
Wawancara dengan Bapak Marjon, M.pd, Bertempat di Kediaman Bapak Yon Malin Sinaro.
12
Ketua BAMUS Nagari Koto Tinggi, Hari Jumat 6 Wawancara dengan Ibuk Sumarni, Pihak
September 2019, Bertempat di Kediaman Bapak Yang Memagang, Hari Minggu 7 April 2019,
Marjon, M.pd. Bertempat di Kediaman Ibuk Sumarni.

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 4
Baso, Kabupaten Agam, Provinsi Hukum Adat di Kanagarian Koto
Sumatera Barat, kalau dilihat secara Tinggi, Kecamatan Baso,
hukum Nasional menurut pasal 7 Kabupaten Agam, Provinsi
Undang-undang Nomor. 56 prp Tahun Sumatera Barat?
1960 Tentang Penetapan Luas Tanah C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Pertanian yang berbunyi “ barangsiapa 1. Tujuan Penelitian
menguasai tanah pertanian dengan hak Adapun tujuan penelitian
gadai yang pada mulai berlakunya yang ingin penulis capai dalam
perturan ini sudah berlangsung 7 penulisan proposal penelitian ini
tahun atau lebih wajib mengembalikan antara lain:
tanah itu kepada pemiliknya dalam a. Untuk mengetahui pelaksanaan
waktu sebulan setelah tanaman yang pagang gadai sawah berdasarkan
ada selesai dipanen, dengan tidak ada Hukum Adat di Kanagarian
hak untuk menuntut pembayaran uang Koto Tinggi, Kecamatan Baso,
tebusan”, yang memuat ketentuan Kabupaten Agam, Provinsi
tentang soal pengembalian tanah Sumatera Barat.
pertanian yang digadaikan. b. Untuk mengetahui akibat
Berhubungan dengan hal-hal Hukum pelaksanaan pagang
diatas itu maka kebanyakan gadai itu gadai sawah berdasarkan
diadakan dengan imbangan yang Hukum Adat di Kanagarian
sangat merugikan debitur dan sangat Koto Tinggi, Kecamatan Baso,
menguntungkan bagi kreditur. Pada 2 Kabupaten Agam, Provinsi
tahun belakangan ini masih ada Sumatera Barat.
masyarakat adat yang berjumlah 5 2. Kegunaan Penelitian
orang melaksanakan pagang gadai Penelitian ini diharapkan
sawah di Kanagarian Koto Tinggi dapat memberikan manfaat baik
yang mana hasil panen akan terus secara Teoritis maupun secara
diambil oleh kreditur sampai si debitur Praktis.
bisa melunasi hutangnya. D. Kerangka Teori
Berdasarkan dari uraian latar 1. Teori Kepastian Hukum
belakang masalah di atas, maka Menurut Utrecht, kepastian
penulis tertarik untuk meneliti dan hukum mengandung dua
mengetahuinya dengan judul pengertian, yaitu pertama, adanya
“Pelaksanaan Pagang Gadai Sawah aturan yang bersifat umum
Berdasarkan Hukum Adat di membuat individu mengetahui
Kanagarian Koto Tinggi, Kecamatan perbuatan apa yang boleh atau
Baso, Kabupaten Agam, Provinsi tidak boleh dilakukan, dan kedua,
Sumatera Barat”. berupa keamanan hukum bagi
B. Rumusan Masalah individu dari kesewenagan
Berdasarkan latar belakang pemerintah karena dengan adanya
masalah di atas, dapat disimpulkan aturan yang bersifat umum itu
bahwa masalah yang ditemui di individu dapat mengetahui apa saja
lapangan adalah: yang boleh dibebankan atau
1. Bagaimana pelaksanaan pagang dilakukan oleh Negara terhadap
gadai sawah berdasarkan Hukum individu.13
Adat di Kanagarian Koto Tinggi,
Kecamatan Baso, Kabupaten
Agam, Provinsi Sumatera Barat?
13
2. Apa akibat hukum pelaksanaan Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu
pagang gadai sawah berdasarkan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm.
23.

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 5
2. Konsep Gadai Tanah E. Kerangka Konseptual
Gadai tanah merupakan 1. Pelaksanaan adalah suatu
pranata yang muncul dari realisasi kegiatan yang dilaksanakan oleh
kehidupan sosial. Yang suatu badan atau wadah secara
mengandung nilai hukum dan akan berencana, teratur dan terarah
tetapi berada dalam kehidupan guna mencapai tujuan yang
manusia yang menggunakannya. 14 diharapkan.16
Dalam sistem hukum adat 2. Pagang Gadai adalah suatu
Minangkabau telah lama dikenal transaksi dimana seseorang
adanya gadai tanah atau pagang menyerahkan sebidang tanah
gadai, hal ini disebabkan karena kepada seorang lain dengan
untuk menjual lepas dari tanah itu menerima sejumlah uang
tetapi dalam perwarisan dan sistem tertentu dengan ketentuan bahwa
matrilineal dilarang, karena tanah tanah tersebut akan kembali
adalah salah satu identitas sebagai kepada pihak pemilik tanah,
orang Minang asli. dengan mengembalikan jumlah
Gadai diperjanjikan dengan uang yang diterimanya dari
maksud untuk memberikan atas pihak kedua.17
suatu kewajiban prestasi tertentu, F. Metode Penelitian
yang pada umumnya tidak selalu Metode penelitian merupakan
merupakan perjanjian hutang unsur yang mutlak ada dalam suatu
piutang dan karenanya dikatakan, penelitian, demikian pula
bahwa perjanjian gadai mengikuti hubungannya dengan penulisan
perjanjian pokoknya atau ia skripsi ini. Langkah-langkah yang
mengikuti perjanjian yang bersifat ditempuh dalam penelitian ini
accesoir. Sifat accesoir ini secara adalah sebagai berikut:
yuridis diartikan bahwa lahir dan 1. Jenis Penelitian
hapusnya perjanjian pokoknya, dan Jenis penelitian ini adalah
tidak berlaku sebaliknya. yuridis sosiologis yang
Selanjutnya, gadai harus dipandang dilakukan dengan mengkaji
dari sudut kepentingan pemberi bagaimana suatu aturan
pinjaman, yakni sebagai jaminan diimplementasikan di lapangan
kepastian hukum bagi pihak serta didukung oleh data primer
meminjamkan atas pengembalian dan data sekunder.
uang dari peminjam, benda gadai 2. Lokasi Penelitian
secara yuridis akan selalu menjadi Lokasi penelitian ini
milik peminjam, sehinggan segala dilakukan di Provinsi Sumatera
janji yang mengalihkan objek gadai Barat dan pusat penelitian ini di
kepada pemberi pinjaman adalah Kanagarian Koto Tinggi,
tidak dapat dibenarkan atau batal Kecamatan Baso, Kabupaten
demi hukum.15 Agam, karena masyarakat
adatnya masih melakukan
16
Syukur Abdullah, Study Implementasi Latar
14
Muhammad Yamin, Gadai Tanah Sebagai Belakang Konsep Pendekatan dan Relevansinya
Lembaga Pembiayaan Rakyat Kecil, Pustaka Dlam Pembangunan, Persadi, Ujung Pandang,
Bangsa Perss, Medan, 2004, hlm. 66. 1987, hlm, 40.
15 17
Lastuti Abubakar, “Pranata Gadai Sebagai Hasneni, “ Tradisi Lokal Pagang Gadai
Alternatif Pembiayaan Berbasis Kekuatan Sendiri”, Masyarakat Minangkabau Dalam Perspektif
Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hukum Islam”, Jurnal Of Islamic & Social Studies,
Padjadjaran, Vol. XXIV. No 1 Februari 2012, hlm. Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi, Vol. I, No. 1
9. Januari-Juni 2015, hlm. 74.

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 6
pelaksanaan gadai sawah mendapat pelunasan dari barang
berdasarkan hukum adat mulai tersebut lebih dahulu kreditur-
dari penyerahan hingga kreditur lainnya, terkecuali biaya-
pengembalian gadai sawah. biaya untuk melelang barang
3. Populasi dan Sampel tersebut dan biaya yang telah
a. Populasi dikeluarkan untuk memelihara
Adapun populasi benda itu, biaya-biaya mana harus
dalam penelitian ini adalah didahulukan.18
sebagai berikut: 2. Sifat Dan Bentuk Gadai
1) Kantor Wali Nagari Koto Karena gadai merupakan hak
Tinggi kebendaan, maka mempunyai sifat-
2) BAMUS Nagari Koto sifat daripada hak kebendaan,yaitu:
Tinggi a. Selalu mengikuti bendanya
3) Pihak yang menggadai droit de suit.
4) Pihak yang memagang b. Yang terlebih dahulu
4. Sumber Data didahulukan dalam pemenuhan
a. Data Primer droit de preference.
b. Data Sekunder c. Dapat dipindahkan.
5. Teknik Pengumpulan Data d. Mempunyai kedudukan
a. Wawancara prefrensi, yaitu didahulukan
b. Kajian Kepustakaan dalam pemenuhan melebihi
6. Analisis Data kreditur-kreditur lainnya.
Data yang terkumpul dalam Disamping apabila
penelitian ini baik berupa data dilawankan dengan hak kebendaan
kepustakaan maupun data lain-lainnya, gadai memiliki sifat-
lapangan yang akan dianalisis sifat, antara lain:19
dengan menggunakan analisis a. Bersifat accesoir, yaitu
data kualitatif, yaitu uraian data merupakan tambahan saja dari
penelitian berwujud kata-kata perjanjian yang pokok yang
tanpa menggunakan angka- berupa perjanjian pinjaman uang
angka dengan berpangkal pada dan dimaksudkan untuk menjaga
hukum atau norma yang jangan sampai si berhutang itu
berlaku. Selanjutnya penulis lalai membayar kembali
menarik suatu kesimpulan utangnya.
secara deduktif, yaitu penarikan b. Merupakan hak yang bersifat
dari hal-hal yang bersifat umum memberi jaminan menjamin
kepada hal-hal yang bersifat pembayaran kembali dari uang
khusus. pinjaman itu.
c. Hak menguasai barang tidak
BAB II meliputi hak untuk memakai,
TINJAUAN PUSTAKA menikmati, atau memungut hasil
A. Tinjauan Umum Tentang Gadai barang yang dipakai sebagai
1. Pengertian Gadai jaminan lain halnya dengan hak
Gadai adalah suatu hak yang memungut hasil, hak pakai dan
diperoleh kreditur atas suatu berang mendiami dan lain-lain.
bergerak, diberikan kepadanya oleh
debitur atau oleh orang lain atau
18
namanya untuk menjamin suatu Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam
barang, dan yang memberikan Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2011,
kewenangan kepada kreditur untuk hlm. 177.
19
Titik Triwulan Tutik, Op.cit, hlm. 178

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 7
d. Tidak dapat dibagi-bagi, artinya Gadai dalam hukum adat umumnya
sebagian hak gadai itu tidak dilakukan dalam kehidupan
menjadi hapus dengan masyarakat pedesaan yang masih
dibayarnya sebagian dari utang memegang teguh kebiasaan yang
gadai tetap meletak atas seluruh sudah lama terjadi dan masih
bendanya. dilaksanakan. Sementara gadai
3. Subjek Dan Objek Gadai dalam KUHPerdata lebih mengarah
Subjek gadai terdiri atas dua pada pelaksanaan gadai yang
pihak, yaitu pemberi gadai dijalankan oleh lembaga pegadaian.
(pandgever) dan peneria gadai BAB III
(pandnemer). Pandgever, yaitu GAMBARAN UMUM LOKASI
orang atau badan hukum yang PENELITIAN
memberikan jaminan dalam bentuk A. Gambaran Umum Kecamatan Baso
benda bergerak selaku gadai 1. Sejarah Kecamatan Baso
kepada penerima gadai untuk Baso adalah sebuah
pinjaman uang yang diberikan Kecamatan di Kabupaten Agam,
kepadanya atau pihak ketiga. Sumatera Barat, Indonesia.
B. Tinjauan Umum Tentang Gadai Kecamatan ini menghubungi dua
Berdasarkan Hukum Adat kota yaitu sekitar 10 km dari kota
1. Gadai Berdasarkan Hukum Adat Bukittinggi dan 15 km dari kota
Dalam hukum adat terdapat Payakumbuh. Pada masa Kolonial
hukum yang benar-benar hidup Belanda dan awal Kemerdekaan
dalam masyarakat yang tercemin Onderdistrick Baso merupakan
dalam pola-pola tindakan mereka bagian dari Districk Tilatang
sesuai dengan adat-istiadatnya dan Kamang Ampek Angkek Canduang
pola sosial dengan kepentingan dimana Districk ini terdiri atas
Nasional. Era sekarang memang Onderdistrick Tilatang Kamang,
dapat disebut sebagai era Onderdistrik Ampek Angkek
kabangkitan masyarakat adat yang Canduang dan Onderdistrick Baso
ditandai dengan lahirnya berbagai yang diperintahkan oleh seorang
kebijaksanaan maupun keputusan. Daemang yang berkedudukan di
Namun yang tidak kalah penting Biaro.
adalah perlu pengkajian dan Pada zaman penjajahan
pengembangan lebih jauh dengan Jepang, sekitar tahun 1943 bentuk
implikasinya dalam penyusunan Pemerintahan Ampek Angkek
hukum Nasional dan upaya Canduang Mengalami perubahan
penegakan hukum yang berlaku di dan diganti menjadi dua bagian,
Indonesia.20 dimana Nagari Penampungan,
Antara pengertian gadai Lambah, Balai Gurah, Lasi dan
dalam hukum adat dan Bukik Batabuah serta Canduang
KUHPerdata, ada banyak Koto Laweh bergabung dengan 5
perbedaan yang menonjol. Nagari di wilayah Baso yaitu Bungo
Meskipun keduanya memiliki Koto Tuo, Koto Tinggi, Padang
persamaan berupa penggadaiaan Tarok, Simarasok dan Tabek
sesuatu namun dalam pelaksanaan Panjang yang diperintah oleh
gadai sangat terlihat perbedaannya. Demang muda yang berkedudukan
di Baso.
20
Marco Manarisip, “Eksistensi Pidana Adat Setalah Kemerdekaan
Dalam Hukum Nasional”, Jurnal Lex Crimen, semenjak diberlakukannya Undang-
Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi undang Nomor 05 Tahun 1974
Manado, Vol I, No 4 Desember 2012, hlm. 39.

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 8
tentang Pokok-pokok Pemerintahan sama terpakai, hal ini dengan
Daerah, maka pada tahun 1975 adanya Ninik Mamak Kepala
istilah Assisten Wedana diganti Suku yang dilakukan secara
dengan Camat selaku Kepala musyawarah mufakat suku
Wilayah. Kantor Camat baso sendiri dengan memilih yang terbaik
berada di Ampuah, yang secara bukan pucuak bulek sebagaimana
administrative merupakan bagian lazimnya pada aliran Koto Piliang
dari Jorong Baso yang turun temurun.
B. Gambaran Umum Nagari Koto 3. Ulayat Nagari
Tinggi Ulayat Nagari adalah
1. Sejarah Nagari Koto Tinggi wilayah atau tanah yang
Nagari Koto Tinggi telah merupakan kekuasaan lembaga
berdiri sejak lama sesuai dengan adat yang diatur berdasarkan
Undang-undang pembentukan Undang-undang adat yang tetap
Nagari menurut adat diwarisi sampai sekarang dan
Minangkabau dengan petunjuk pengelolaannya diatur oleh
dan bukti adanya tanda-tanda Nagari. Ulayat Nagari sesuai
batas yang jelas. Asal nama letaknya terbagi dua yaitu Ulayat
Nagari Koto Tinggi menurut Tapi dan Ulayat Tangah.
etimologi/ tuturan orang tua,
berawal pada mula nenek moyang BAB IV
mencari lahan kehidupan dan PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
pemukiman baru, mereka A. Pelaksanaan Pagang Gadai Sawah
mendapatkan suatu tempat yang Berdasarkan Hukum Adat Di
baik yaitu suatu tempat ketinggian Kanagarian Koto Tinggi Kecamatan
atau tempat peninjauan kemana Baso Kabupaten Agam Provinsi
arah pengembangan wilayah Sumatera Barat
untuk dijadikan tempat Menurut sistem hukum adat
pemukiman. Pada waktu Minangkabau pagang gadai sudah ada
menemui tempat yang tinggi sejak dahulunya. Dalam proses
tersebut, mereka gembira dan menggadai tanah, prosedur
menyebut “Ko toh nan Tinggi” pelaksanaannya tidaklah mudah, akan
(inilah tempat yang tinggi), yang tetapi sudah diatur sedemikian rupa
kemudian setelah bermukim oleh sistem hukum adat Minangkabau
sebutan itu berubah menjadi itu sendiri. Pada umumnya tanah di
“Koto Tinggi”. Minangkabau adalah merupakan tanah
2. Adat Yang Berlaku Di Nagari pusaka, maka dalam menggadaikan
Koto Tinggi tanah itu tidak bisa untuk hal-hal yang
Nagari Koto Tinggi sebarangan saja. Pagang gadai
mempunyai motto Nagari baradat merupakan suatu perbuatan hukum
ber- agama, rukun, aman, damai, berupa perjanjian antara seseorang
amanah dan tertib. Di Nagari dengan orang lain yang telah spakat
Koto Tinggi pemakaian adat pada untuk melakukan penukaran hak
dasarnya cendrung pada aliran penguasaan atas objek gadai, yang
Bodi Caniago, “dimana duduak mana terdiri dari pihak pertama selaku
saamparan, tagak saedaran, pemilik tanah dan pihak kedua selaku
duduak samo randah, tagak samo pemberi pinjaman, memiliki objek yang
tinggi, bulek aie jo pambuluah,
bulek kato jo mufakat”, namun
sistem Koto Piliang juga sama-

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 9
pada gadai di Minangkabau objeknya satu pihak yaitu si penggadai, karena
adalah tanah.21 sawah akan tetap di garap dan dikuasai
Pelaksanaan pagang gadai sawah oleh si pemegang gadai seolah-olah
yang ada di Kanagarian Koto Tinggi dialah yang mempunyai sawah itu
yang mana debitur menggadaikan sendiri. Secara logika orang yang
sawahnya kepada si kreditur sebagai menggadaikan saawah adalah orang
jaminan lalu si kreditur meminjamkan yang perekonomiannya rendah sehingga
berupa emas dan ketika penebusan si untuk melengkapi kebutuhan sehari-
debitur harus menebus dengan emas harinya mereka rela menggadaikan
juga dengan harga yang berlaku pada sawahnya, tetapi ketika sawah telah
saat penebusan, gadai sawah yang digadaikan mereka akan kehilangan
dilaksanakan oleh masyarakat adatnya mata pencarian yaitu bertani karena
tidak memakai jangka waktu yang sawah mereka dikuasai oleh di
ditentukan sehingga sawah akan tetap pemegang gadai tanpa batas waktu
berada ditangan si kreditur dan digarap sampai dia bisa melunasi hutangnya.
sampai debitur bisa melunasi hutangnya Untuk itu pelaksanaan pagang
walaupun sudah berlangsung bertahun- gadai sawah di Kanagarian Koto Tinggi
tahun. sangat bertentangan dengan pasal 7
Manakala telah terjadi gadai Undang-undang Nomor. 56 prp Tahun
tanah, akan tetapi kepemilikan tanah itu 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah
tetap berada ditangan sipenggadai, Pertanian yang berbunyi “ barangsiapa
maka berpindahnya penguasaan itu menguasai tanah pertanian dengan hak
hanyalah sementara ditangan gadai yang pada mulai berlakunya
sipenerima gadai. Sipemilik tidak akan perturan ini sudah berlangsung 7 tahun
kehilangan haknya atas tanah, sehingga atau lebih wajib mengembalikan tanah
transaksinya berlangsung antar keluarga itu kepada pemiliknya dalam waktu
saja. Sehingga dalam pelaksanaannya sebulan setelah tanaman yang ada
gadai tanah itu, cukup hanya disaksikan selesai dipanen, dengan tidak ada hak
dan disetujui oleh keluarga saja atau untuk menuntut pembayaran uang
ijab kabulnya dilakukan dihadapan tebusan”.
Wali Nagari. B. Akibat Hukum Pelaksanaan Pagang
Pada dasarnya pelaksanaan Gadai Sawah Berdasarkan Hukum
pagang gadai sawah di Minangkabau Adat Di Kanagarian Koto Tinggi
khususnya masyarakat adat di Kecamatan Baso Kabupaten Agam
Kanagarian Koto Tinggi, Kecamatan Provinsi Sumatera Barat
Baso, Kabupaten Agam, tidak adanya Pelaksanaan pengembalian
memakai batas waktu yang mana sawah tanah yang menjadi objek gadai di
akan tetap di pegang dan digarap oleh Minangkabau khususnya di Kanagarian
kreditur sampai debitur bisa melunasi Koto tinggi tidak berdasarkan pasal 7
hutangnya dan hutangnya dibayar Undang-undang Nomor. 56 prp Tahun
seharga emas yang berlaku pada saat 1960, akan tetapi tidak memiliki
pembayaran, tentu bisa kita analisa batasan waktu dan harus dilakukan
bahwasannya pelaksanaan pagang gadai penebusan sebanyak saat transaksi
sawah di Kanagarian Koto Tinggi gadai itu dilakukan dahulunya. Alasan
hanya menguntungkan satu pihak saja pemuka adat diantaranya adalah karena
yaitu si pemegang gadai dan merugikan hukum adat sudah ada sejak dahulunya,
sejak belum adanya hukum Nasional
21
Wawancara dengan Datuak Rajo Pangulu, yang mengatur, menurut masyarakat
Datuak Pucuak Suku Pisang Nagari Koto Tinggi, adat daerah setempat apa yang sudah
Hari Jumat 11 Oktober 2019, Bertempat di ada dan dilakukan sejak dahulunya akan
Kediaman Datuak Rajo Pangulu.

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 10
tetap begitu hingga nantinya karena yang tidak dapat terpisahkan dari
dengan mengikuti apa yang sudah biasa hukum adat Minangkabau itu sendiri.
dilakukan berdasarkan aturan-aturan Tanah di Minangkabau merupakan
adat, tidak akan dirubah dan akan tetap suatu identitas diri karena tanah disini
dipertahankan, karena orang yang telah berfungsi sebagai pengikat hubungan
memeberikan gadai atau si pemegang baik antara suku maupun kaum
gadai dianggap orang yang telah sekaligus sebagai bukti asal usul.
menolong dan gadai itu sendiri Dengan adanya tanah sebagai pengikat
dianggap mempunyai fungsi sosial hubungan antara suku, kaum, maka
yaitu membantu orang yang lagi tidak akan tercipta suatu interaksi sosial yang
mempuyai uang.22 memperlihatkan akan kuatnya
Dapat kita simpulkan eksistensi masyarakat Minangkabau itu
pelaksanaan pagang gadai sawah yang sendiri.
dilakukan oleh masyarakat adat Pelaksanaan pagang gadai
Minangkabau terkhusus di Kanagarian sawah yang berlaku di Minangkabau itu
Koto Tinggi tidak sah karena tidak sangat bertentangan dengan pasal 7
sesuai dengan pasal 7 Undang-undang Undang-undang No. 56 prp tahun 1960,
Nomor. 56 prp Tahun 1960 Tentang yang mana pelaksanaannya telah
Penetapan Luas Tanah Pertanian, kita menghilangkan hak si debitur untuk
tahu bahwa hukum adat itu bersifat mendapatkan sawahnya kembali karena
dinamis maksudnya adalah bahwa adat si kreditur tidak akan mengembalikan
itu dalam perkembangannya sejalan dan sawah sebagai objek gadai yang telah
seirama dengan perkembangan yang berlangsung puluhan tahun kepada
terjadi dalam kehidupan masyarakat pemiliknya karena debitur tidak bisa
dan kalau dilihat secara adat masyarakat melunasi hutangnya kepada si kreditur,
adat Minangkabau telah melanggar sedangkan di dalam pasal 7 Undang-
hukum adat karena pelaksanaannya undang No. 56 prp tahun 1960 telah
telah mengacu kepada riba yang tidak mengatur sawah wajib dikembalikan
sesuai dengan pepatah “Adat Basandi kepada debitur kalau sudah berlangung
Syarak. Syarak Basandi Kitabullah” selama 7 tahun tanpa meminta uang
yang mana adat Minangkabau kental tebusan lagi kepada si debitur, dapat
dengan ajaran Islam dan berpedoman disimpulkan bahwa debitur bisa
kepada Al-Quran karena dalam adat mendapatkan haknya kembali dan bisa
Minangkabau “Syarak Mangato, Adat menggarap sawahnya sendiri dari si
Mamakai” yang mana maksudnya kreditur walaupun debitur tidak dapat
syariat Islam akan diterapkan kedalam melunasi hutangnya.
adat, sedangkan riba sudah jelas Adapun tujuan dikeluarkannya
diharamkan dalam Al-Quran maka ketentuan gadai menurut pasal 7
pelaksanaan pagang gadai sawah yang Undang-undang Nomor 56 prp tahun
dilakukan tidak sah karena telah 1960 ini adalah untuk menghindari
melanggar hukum adat. terjadi penghisapan manusia oleh
Berbicara mengenai masalah manusia, hal ini dalam praktek gadai
tanah di Minangkabau berarti sawah di Sumatera Barat sangat
membicarakan pula masyarakat hukum merugikan pihak pemilik tanah maka si
adat Minangkabau. Hal ini disebabkan debitur akan terus dirugikan yang mana
karena masalah tanah adalah bagian sawah yang digadaikannya akan tetap
digarap dan dipegang oleh kreditur
22
Wawancara dengan Datuak Rajo Pangulu, sampai si debitur bisa melunasi
Datuak Pucuak Suku Pisang Nagari Koto Tinggi, hutangnya walaupun itu sudah
Hari Kamis 23 Januari 2020, Bertempat di berlangsung puluhan tahun,
Kediaman Datuak Rajo Pangulu.

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 11
pelaksanaan pagang gadai sawah di Kabupaten Agam dikeluarkannya
Minangkabau khususnya di Kanagarian ketentuan gadai menurut pasal 7
Koto Tinggi batal demi hukum karena Undang-undang Nomor 56 prp tahun
tidak sesuai dengan Undang-undang 1960 ini adalah untuk menghindari
yang berlaku. terjadi penghisapan manusia oleh
manusia, hal ini dalam praktek gadai
BAB V sawah di Sumatera Barat sangat
PENUTUP merugikan pihak pemilik tanah maka
A. Kesimpulan si debitur akan terus dirugikan yang
1. Transaksi gadai sawah yang mana sawah yang digadaikannya
dilaksanakan di Kanagarian Koto akan tetap digarap dan dipegang oleh
Tinggi, ada yang dilakukan secara kreditur sampai si debitur bisa
tertulis, yaitu dengan adanya surat melunasi hutangnya walaupun itu
gadai yang dilakukan oleh yang sudah berlangsung puluhan tahun,
menggadaikan sama yang menerima pelaksanaan pagang gadai sawah di
gadai, dengan dihadiri oleh dua Minangkabau khususnya di
orang saksi, dan biasanya dibuat Kanagarian Koto Tinggi tidak sah
diatas segel atau saat sekarang dibuat karena tidak sesuai dengan Undang-
dengan memakai materai, dan undang yang berlaku. kalau dilihat
ditandatangani oleh kedua belah secara adat masyarakat adat
pihak, saksi-saksi dan ada juga Minangkabau telah melanggar
diketahui oleh mamak kepala waris, hukum adat karena pelaksanaannya
jika tanah yang digadaikan adalah telah mengacu kepada riba yang
tanah harta pusaka tinggi, namun tidak sesuai dengan pepatah “Adat
jika digadaikan adalah harta Basandi Syarak. Syarak Basandi
pencaharian atau harta pusaka Kitabullah” yang mana adat
rendah, maka transaksi gadai Minangkabau kental dengan ajaran
tersebut cukup ditandatangani oleh Islam dan berpedoman kepada Al-
pihak penggadai dan penerima gadai, Quran karena dalam adat
dengan dihadiri oleh dua orang saksi, Minangkabau “Syarak Mangato,
yang mana saksi tersebut terdiri dari Adat Mamakai” yang mana
saksi dari pihak penggadai dan satu maksudnya syariat Islam akan
saksi lagi dari pihak penerima gadai , diterapkan kedalam adat, sedangkan
dalam perjanjian dibawah tangan riba sudah jelas diharamkan dalam
menyebutkan telah sepakat untuk Al-Quran maka pelaksanaan pagang
melakukan pagang gadai atas enam gadai sawah yang dilakukan tidak
piring sawah dan surat perjanjian sah karena telah melanggar hukum
tersebut akan ditandatangani oleh adat.
kedua belah pihak serta ahli waris B. Saran
masing-masing pihak dan diketahui 1. Hendaknya Pemerintah Kabupaten
oleh mamak kepala waris. Kemudian Agam, Provinsi Sumatera Barat
si penerima gadai akan menyerahkan umumnya, membuat suatu aturan
nilai gadai sawah kepada pemberi tertulis mengenai pelaksanaan
gadai berupa emas. Dan gadai ini pagang gadai, agar dengan adanya
telah berlangsung selama 39 tahun peraturan tersebut mempermudah
dari tahun 1980 sampai dengan pelaksanaan pagang gadai oleh
sekarang. masyarakat adat Minangkabau serta
2. Akibat hukum dari pelaksanaan saling menguntungkan antara pihak.
pagang gadai sawah di Kanagarian Sebaiknya tidak ada lagi yang
Koto Tinggi Kecamatan Baso melakukan gadai di bawah tangan,

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 12
Karena pelaksanaan gadai Eva, Yusnita, 2016, Perubahan
Minangkabau yang tidak mengenal Budaya Hukum
batas waktu akan merugikan salah Masyarakat Adat
satu pihak dikemudian hari, Minangkabau, Rajawali
disebabkan tidak memiliki bukti Pers, Jakarta
yang kuat jika dibawa ke ranah Hanifah, Mardalena, 2016, Pengantar
hukum, dan masyarakat tidak dengan Hukum Perdata, Alaf
mudah melakukan tindakan gadai Riau, Pekanbaru.
hanya untuk memenuhi kebutuhan Harsono, Boedi, 2005, Hukum
hidup. Agraria Indonesia,
2. Pemerintah harus lebih Penerbit Djambatan,
mensosialisasikan lagi terhadap Jakarta.
tujuan dibentuknya pasal 7 Undang- Hasanah, Ulfia, 2012, Hukum Adat,
undang No. 56 Prp tahun 1960 yang Pusbangdik, Pekanbaru.
berkaitan dengan jangka waktu HS, Salim, 2017, Perkembangan
dalam pelaksanaan pagang gadai Hukum Jaminan Di
sawah yang mana tujuannya itu Indonesia, Rajawali Pers,
adalah saling menguntungkan para Jakarta.
pihak dan tidak ada yang merasa Kamil H, Ahmad dan M, Fausan,
dirugikan. 1990, Hukum Pidana
Dalam Yurisprudensi,
DAFTAR PUSTAKA CV Armico, Bandung.
A. Buku Muljadi, Kartini dan Widjaja,
Abdullah, Syukur, 1987, Study Gunawan, 2007, Hak
Implementasi Latar Istimewa,Gadai,
Belakang Konsep Hipotek, Prenada Media,
Pendekatan dan Jakarta.
Relevansinya Dlam Mahyudin, Suardi, 2009, Dinamika
Pembangunan, Persadi, Sistem Hukum Adat
Ujung Pandang. Minangkabau Dalam
Ali, Achmad, 2002, Menguak Tabir Yurisprudensi
Hukum (suatu kajian Mahkamah Agung, PT.
Filosofis dan Sosiologi), Candi Paramuda, Jakarta.
Toko Gunung Agung, Prodjodikoro, Wirjono, 1981, Hukum
Jakarta. Perdata Tentang Hak
Asikin, Zainal, 2012, Pengantar Tata Atas Benda, PT
Hukum Indonesia, Intermasa, Jakarta.
Rajawali Pers, Jakarta. Rato, Dominikus, 2011, Hukum Adat,
Asyhadie, Zaeni, 2014, Hukum Bisnis, Laskbang Pressindo,
Rajawali Pers, Jakarta. Yogyakarta.
Bahsan,M, 2010, Hukum Jaminan dan Salindeho, John, 1994, Sistem
Jaminan Kredit Jaminan Kredit Dalam
Perbankan Indonesia, Era Pembangunan
PT Raja Grafindo Hukum, Sinar Grafika.
Persada, Jakarta. Jakarta.
Bambang, Sutiyoso, 2010, Reformasi Santoso, Urip, 2012, Hukum Agraria,
Keadilan dan Penegakan Kencana, Jakarta.
Hukum di Indonesia, UII Setiady, Tolib, 2008, Intisari Hukum
Press, Yogyakarta. Adat dalam Kajian

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 13
Kepustakaan, Alfabeta, Yamin, Muhammad, 2004, Gadai
Bandung. Tanah Sebagai Lembaga
Soekanto, Soerjono, 1982, Kesadaran Pembiayaan Rakyat
Hukum dan Kepatuhan Kecil, Pustaka Bangsa
Hukum, Rajawali, Perss, Medan.
Jakarta. B. Peraturan Perundang-undangan
Soekanto, Soerjono, 2012, Hukum Undang-undang No. 56 prp Tahun
Adat Indonesia, Rajawali 1960 Tentang Penetapan
Pers, Jakarta. Luas Tanah Pertanian.
Soepomo. R, 1993, Bab-bab C. Jurnal/ Kamus/ Makalah
Tentang Hukum Adat, Aermadepa, “ Perlindungan Hak
PT. Pradnya Paramita, Konstitusional Masyarakat
Jakarta. Hukum Adat Minangkabau
Subekti, R, 1991, Hukum Adat Dalam Pelaksanaan Gadai
Indonesia Dalam Tanah Pertanian”, Vol. IIX,
Yurisprudensi No. 3 September 2016, hlm.
Mahkamah Agung, PT 600.
Alumni, Bandung. Ahmad Kosasih, “Upaya Penerapan
Syahrani, Riduan, 1999, Nilai-Nilai Adat dan Syarak
Rangkuman Intisari Ilmu Dalam Penyelenggaraan
Hukum, Citra Aditya Pemerintahan Nagari”, Vol.
Bakti, Bandung. XII, No. 2 Oktober 2013,
Sulistini, Elise T dan Erwin, Rudy hlm. 111.
T, 1987, Petunjuk Danielle Pinard, “A Plea for
Praktis Menyelesaikan Conceptual Consistency in
Perkara-perkara Constitusional Remedies”,
Perdata, Bina aksara, Canada Journal of
Jakarta. International Law. Diakses
Toeh , H Djamaran Datoek, 1985, 28 Maret 2019.
Tambo Alam Hasneni, “Tradisi Lokal Pagang Gadai
Minangkabau, Pusaka Masyarakat Minangkabau
Indonesia, Bukittinggi. Dalam Perspektif Hukum
Tutik, Titik Triwulan, 2011, Islam”, Vol. I, No. 1 Januari-
Hukum Perdata Dalam Juni 2015, hlm. 69.
Sistem Hukum Nasional, Lastuti Abubakar, “Pranata Gadai
Kencana, Jakarta. Sebagai Alternatif
Usman, Rachmadi, 2009, Hukum Pembiayaan Berbasis
Jaminan Keperdataan, Kekuatan Sendiri”, Vol.
Sinar Grafika, Jakarta. XXIV. No. 1 Februari 2012,
Untung, Budi, 2012, Hukum dan hlm. 9.
Etika Bisnis, Andi Marco Manarisip, “Eksistensi Pidana
Yogyakarta, Yogyakarta. Adat Dalam Hukum
Warman, Kurnia, 2010, Hukum Nasional”, Vol I, No 4
Agraria Dalam Desember 2012, hlm. 39.
Masyarakat Majemuk, Muhammad Syamsudin,
Huma, Jakarta. “Perkembangan Konsep
Wignjodipuro, Surojo, 1968, Hukum Adat Dari Konsepsi
Pengantar dan Asas-asas Barat ke Konsepsi Nasional”,
Hukum Adat, CV Haji Vol. III, No. 5 November
Masagung, Jakarta. 1996.

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 14
Nasruddin Yusuf, “Pemanfaatan
Barang Gadaian Dalam
Perspektif Hukum Islam”,
Vol. IV, No. 2 Desember
2006.
Nur Ridwan Ari Sasongko, “Gadai
Tanah/ Sawah Menurut
Hukum Adat Dari Masa ke
Masa”, Vol. I, No. 2
November 2014.
Ramantele v Mmusi, 2013,
“Customary Law”, African
Journal of International and
Comparative Law. Diakses
tanggal 27 Maret 2019.
Habib Adjie, Emmy Haryono Saputro,
“Perlindungan Hukum Bagi
Pemilik Gadai Atas
Pelelangan Objek Gadai”,
Vol. I, No. 1 April 2015.
Aulia Ade Putra, “Analisis
Dikabulkannya Permohonan
Peninjauan Kembali Setelah
Pelaksanaan Putusan
Sengketa Gadai Tanah
Ulayat”, Vol. IV. No 2 Maret
2019.

D. Website
https://www.kompasiana.com/Nagari,
diakses, tanggal, 30 Januari
2020.

JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VII No 1 Januari-Juni 2020 Page 15

You might also like